PEMBERIAN PELATIHAN BALANCE STRATEGY EXERCISE LEBIH BAIK DARIPADA PELATIHAN CORE STABILITY EXERCISE DALAM MENINGKATKAN KESEIMBANGAN
DINAMIS PADA LANSIA DI BANJAR BUMI SHANTI, DESA DAUH PURI KELOD, KECAMATAN DENPASAR BARAT
1Ni Putu Renisa Apriani, 1 Ni Wayan Tianing, 2I Putu Adiartha Griadhi
1. Program Studi Fisioterapi, Fakultas Kedokteran, dan Universitas Udayana Denpasar Bali 2. Bagian Ilmu Faal, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar Bali
ABSTRAK
Keseimbangan dinamis adalah pemeliharaan keseimbangan tubuh dalam posisi bergerak. Adanya latihan yang dapat diberikan untuk meningkatkan keseimbangan dinamis antara lain dengan core stability exercise dan balance strategy exercise. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa pemberian pelatihan balance strategy exercise lebih baik daripada pelatihan core stability exercise dalam meningkatkan keseimbangan dinamis pada lansia.
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan randomized pre and post test control group design dengan teknik pengambilan sampel secara sample random sampling. Sampel sebanyak 24 orang dibagi menjadi 2 kelompok masing-masing 12 orang. Kelompok 1 sebagai kelompok perlakuan I dengan pelatihan core stability exercise, sedangkan kelompok 2 sebagai kelompok perlakuan II dengan pelatihan balance strategy exercise. Keseimbangan dinamis lansia diukur dengan menggunakan TUGT (Timed Up and Go Test) sebelum dan sesudah pelatihan pada setiap kelompok. Uji normalitas dan homogenitas data diuji dengan menggunakan Saphiro-Wilk Test dan Levene’s Test.
Paired sample t-test digunakan untuk menganalisis data penelitian yang menunjukkan adanya peningkatan keseimbangan dinamis yang signifikan pada kelompok perlakuan I sebesar 2,49 detik (p<0,05) dan pada kelompok perlakuan II sebesar 4,49 detik (p<0,05). Uji beda selisih dengan independent t-test menunjukkan adanya perbedaan peningkatan antara kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II (p<0,05) dengan persentase peningkatan 19,35% pada kelompok perlakuan I dan peningkatan 36,06% pada kelompok perlakuan II.
Kesimpulannya balance strategy exercise lebih baik daripada core stability exercise dalam meningkatkan keseimbangan dinamis pada lansia.
Kata kunci : keseimbangan dinamis, core stability exercise, balance strategy exercise, lansia
GRANT OF BALANCE STRATEGY EXERCISE TRAINING BETTER THAN CORE STABILITY EXERCISE TRAINING IN IMPROVING THE DYNAMIC BALANCE ELDERLY IN BANJAR
BUMI SHANTI, DAUH PURI KELOD VILLAGE, DENPASAR WEST DISTRICT ABSTRACT
Dynamic balance is the maintenance of the balance of the body in a position to move. The existence of exercises that can be given to improve the dynamic balance among others, with core stability exercise and balance exercise strategy. The purpose of this study was to prove that the grant of balance strategy exercise training better than core stability exercise training in improving the dynamic balance elderly.
This study is a randomized experimental design with pre and post test control group design with sampling technique sample random sampling. A sample of 24 people divided into two groups of 12 people each. Group 1 as the first treatment group with core stability exercise training, while group 2 as the second treatment with balance exercise strategy training. Dynamic balance of elderly measured using TUGT (Timed Up and Go Test) before and after the training in each group. Normality and homogeneity test data is tested by using the Shapiro-Wilk test and Levene's Test.
Paired sample t-test was used to analyze the research data that showed a significant increase in dynamic equilibrium in the first treatment group of 2.49 seconds (p<0.05) and 4.49 seconds for the second treatment group (p<0.05). Different test difference with independent t-test showed the difference in improvement between the first treatment group and the second treatment group (p<0.05) with a percentage increase of 19.35% in the first treatment group and increased 36.06% in the second treatment group.
In conclusion balance strategy exercise better than the core stability exercises to improve dynamic balance in the elderly.
PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk hidup yang bersifat sebagai makhluk sosial yang
eksploratif dan potensial. Dengan
menyadari sifat manusia tersebut, tentu manusia erat kaitannya dengan kesehatan. Hal ini dikarenakan dengan memiliki tubuh yang sehat akan membantu melakukan aktivitas sehari-harinya tanpa
memiliki keluhan-keluhan yang
membatasi gerak seseorang. Hidup sehat berperan penting dalam kehidupan semua
orang. Sehingga hal ini perlu
diperhatikan secara seksama terutama kesehatan bagi para lansia (lanjut usia).
Jumlah lanjut usia di dunia semakin bertambah sebagai hasil dari peningkatan usia harapan hidup dan penurunan angka kematian.1,2 Usia harapan hidup di Indonesia adalah 69,4 tahun.3 Rata-rata pertumbuhan lansia berusia 80 tahun atau lebih di dunia pertahun adalah 3,8% dan persentase tersebut 2 kali lebih tinggi daripada usia 60 tahun keatas. Sehingga pada tahun 2050 diperkirakan Indonesia menjadi Negara terbesar keenam dengan jumlah lansia berusia 80 tahun atau lebih setelah Cina, India, USA, Jepang, dan Brasil yaitu mencapai 10 juta.4 Lanjut usia adalah suatu kelompok populasi yang berisiko (at risk). Batasan lansia (lanjut usia) menurut WHO meliputi, usia pertengahan (middle age) yaitu usia antara 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (eldery) yaitu usia antara 60 sampai 74 tahun, lanjut usia tua (old) yaitu usia antara 76 sampai 90 tahun, dan usia sangat tua (very old) yaitu usia diatas 90 tahun.5
Pada lansia akan mengalami proses penuaan dimana menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan pada jaringan
untuk memperbaiki dirinya atau
mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga akan tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan
memperbaiki kerusakan yang
dideritanya.6
Semakin bertambahnya usia pada
lansia, cenderung akan mengalami
berbagai gangguan fungsi dan gerak. Masalah-masalah pada lansia terjadi secara fisiologis maupun patologis yang mengganggu fungsi sistem inderanya. 7
Perubahan-perubahan yang terjadi
pada lansia dapat mempengaruhi
keseimbangan tubuh. Kemampuan
keseimbangan tentu dapat berkurang seiring penambahan usia karena terjadi perubahan pada sistem saraf pusat atau neurologis, sistem sensori seperti sistem visual, vestibular dan propiosepsi serta sistem muskuloskeletalnya.8
Berkurangnya keseimbangan pada lansia akan mempengaruhi kondisi lain seperti mengalami gangguan berjalan dan jatuh. Menurut WHO, prevalensi jatuh sekitar 28-35% dari penduduk usia 65 tahun keatas dan 32-42% pada usia 70
tahun keatas.9 Berdasarkan survei
masyarakat AS, Tenetti (1992)
mendapatkan sekitar 30% lansia yang berumur lebih dari 65 tahun jatuh setiap tahunnya, separuh dari angka tersebut mengalami jatuh berulang.10
Jatuh secara singkat dapat diartikan
sebagai kejadian yang dapat
menyebabkan seseorang mendadak
berada di posisi yang lebih rendah dari
posisi semula dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran atau luka dan tanpa unsur kesengajaan. Selain jatuh, lansia sering mengalami gangguan berjalan
(gait disorders). Gangguan berjalan
sendiri merupakan terjadinya penurunan
pada kecepatan berjalan atau
berkurangnya kualitas pada gerakan, simetris tubuh dan kesatuan gerakan tubuh.11
Sehingga perlu dilakukan intervensi
pada lansia untuk meningkatkan
keseimbangan dinamis sehingga risiko untuk jatuh menjadi berkurang. Ada begitu banyak metode pelatihan yang
dilakukan untuk meningkatkan
keseimbangan dinamis pada lansia, salah satunya adalah Core Stability Exercise.
Pelatihan ini baik untuk meningkatkan keseimbangan seseorang dan merupakan suatu program latihan untuk memperbaiki keseimbangan diantaranya dengan latihan penguatan (strengthening) kontrol keseimbangan, berjalan pada permukaan yang berbeda dan penguatan otot-otot
core pada umumnya.12
Menurut penelitian Suadnyana tahun 2014, core stability adalah kemampuan mengontrol posisi dan gerak dari trunk sampai pelvic yang digunakan untuk
melakukan gerakan secara optimal.
Pemberian latihan diberikan 3 kali seminggu selama 4 minggu dengan menunjukkan adanya peningkatan timed
up and go test (TUGT) dan mampu
meningkatkan keseimbangan
dinamisnya.13
Selain itu, terdapat pula pelatihan
lainnya seperti Balance Strategy
Exercise. Pelatihan Balance Strategy
Exercise adalah serangkaian gerakan
yang dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan keseimbangan dinamis
melalui stretching maupun
strengthening.14 Menurut Jowir, 2009
balance exercise adalah latihan khusus
untuk membantu meningkatkan kekuatan otot pada anggota gerak bawah dan sistem vestibular atau keseimbangan tubuh. Balance strategy exercise dibagi menjadi 3 tahap gerakan, yaitu: ankle
strategy exercise, hip strategy exercise,
dan stepping strategy exercise. Ankle
strategy exercise akan melatih aktivasi
otot-otot plantar fleksor dan dorsofleksor pada sendi pergelangan kaki untuk proses penggerakkan pusat massa tubuh. Hip
strategy exercise dapat melatih
penggunaan aktivasi otot fleksor hip dan otot trunkus (batang tubuh) untuk menggerakkan pusat massa tubuh secara cepat. Stepping strategy exercise yaitu latihan melangkah ke depan atau ke belakang untuk menggerakkan bidang tumpu agar pusat massa tubuh tetap berada di dalam bidang tumpu. Balance
strategy exercise berfungsi menjaga
sendi-sendi dan postur tubuh tetap baik.
Gerakan-gerakan ini berfungsi untuk
meningkatkan kekuatan otot pada
anggota gerak tubuh bagian bawah serta memantapkan kontrol postural yang pada
akhirnya dapat meningkatkan
keseimbangan postural pada lansia.15,16 Menurut penelitian Jun Hyun pada 26 orang lansia dengan riwayat jatuh dan diberikan perlakuan Ankle Strategy
Exercise dengan frekuensi 3 kali
seminggu selama delapan minggu,
diperoleh hasil bahwa pemberian Ankle
Strategy Exercise dapat meningkatkan
keseimbangan dinamis lansia setelah dievaluasi menggunakan Berg Balance
Scale. Hal ini disebabkan karena, ankle
strategy exercise mampu memperbaiki
kecepatan berjalan, panjang langkah, dan waktu yang diperlukan ketika berjalan.17
Pada pelatihan Core Stability
Exercise dan pelatihan Balance Strategy
Exercise memiliki kesamaan mekanisme
kerja dalam meningkatkan keseimbangan
dinamis pada lansia diantaranya:
mempertahankan limit of stability,
mengaktifkan sistem feedback pada
movement strategies, serta meningkatkan
dynamic stability. Akan tetapi, pelatihan
Balance Strategy Exercise memiliki
kelebihan dalam meningkatkan
keseimbangan dinamis sehingga
menjadikan pelatihan ini lebih efektif daripada Core Stability Exercise.18
Metode yang membandingkan
efektifitas kedua jenis terapi tersebut belum pernah dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu, peneliti tertarik dan mengambil judul “Pemberian Pelatihan
Balance Strategy Exercise Lebih Baik
daripada Pelatihan Core Stability
Exercise dalam Meningkatkan
Keseimbangan Dinamis pada Lansia di Banjar Bumi Shanti, Desa Dauh Puri Kelod, Kecamatan Denpasar Barat”.
METODE PENELITIAN Desain Penelitian
Penelitian ini sebagai penelitian
Randomized Pre and Post Test Control
Group Design.
Memiliki kriteria inklusi yang terdiri dari lansia yang berusia 60-74 tahun, sehat berdasarkan assessment fisioterapi dengan hasil kategori normal, lansia mandiri, tanpa disertai keterbatasan fungsional dengan menggunakan index
barthel, lansia dengan tingkat aktivitas
fisik sedang yang dapat diukur dengan
menggunakan International Physical
Activity Questionnaire (IPAQ), dan lansia
dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) normal dan overweight.
Kriteria eksklusi penelitian ini adalah lansia yang mengalami gangguan kesehatan dan mampu menghambat
pelaksanaan dari pelatihan dan
pengukuran keseimbangan dinamis.
Diperoleh populasi target dalam
penelitian ini adalah lansia di Denpasar dengan populasi terjangkaunya adalah lansia berusia 60 hingga 74 tahun di Banjar Bumi Shanti, Desa Dauh Puri Kelod, Kecamatan Denpasar Barat. Jumlah lansia seluruhnya adalah 60 orang.
Prosedur Penelitian
Pada setiap kelompok penelitian
ditentukan dengan melakukan
pengambilan sampel menggunakan
teknik simple random sampling, yang telah memenuhi persyaratan inklusi dan telah bersedia sebagai subjek penelitian
dengan menandatangani informed
consent sebelum pelatihan. Dari 60 orang
lansia akan dipilih secara random
sebanyak 24 orang dan nantinya akan
dibagi menjadi 2 kelompok yaitu
kelompok perlakuan I dan kelompok
perlakuan II yang masing-masing
terdapat 12 orang lansia di dalamnya.
Kelompok perlakuan I diberikan
pelatihan core stability exercise
sedangkan kelompok perlakuan II
diberikan pelatihan balance strategy
exercise. Kedua kelompok pelatihan akan
menggunakan pengukuran yang sama yaitu dengan timed up and go test
(TUGT) sebelum dan sesudah
dilakukannya pelatihan dan ini dilakukan dengan frekuensi 3 kali dalam satu minggu selama lima minggu.
Pelatihan core stability exercise terdiri dari 5 tahapan gerak yaitu seated
abdominal contraction, seated oblique twist, leg lifts, bridge exercise, dan lying
spinal rotation sementara pelatihan
balance strategy exercise dibagi menjadi
3 tahap gerakan yaitu ankle strategy
exercise, hip strategy exercise, dan
stepping strategy exercise.
HASIL PENELITIAN
Karakteristik subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin pada kedua kelompok pelatihan.
Tabel 1 Distribusi Data Sampel
Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Kel Perlakuan I Kel Perlakuan II N Perse ntase (%) N Pers entas e (%) Laki-laki 2 16,7 2 16,7 Perempuan 10 83,3 10 83,3 Total 12 100 12 100
Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan I, subjek yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 2 orang (16,7%) dan perempuan sebanyak 10 orang (83,3%). Pada kelompok perlakuan II, subjek yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 2 orang (16,7%) dan perempuan sebanyak 10 orang (83,3%).
Karakteristik subjek penelitian yang meliputi: umur, berat badan, tinggi badan, dan Indeks Massa Tubuh (IMT) pada kedua kelompok pelatihan.
Tabel 2 Distribusi Data Sampel
Berdasarkan Klasifikasi Umur, Berat Badan, Tinggi Badan, dan IMT
Karakteristik
Nilai Rerata dan Simpang Baku Kel Perlakuan I Kel Perlakuan II Umur 65,5±4,74 67,1±5,25 BB 62,8±2,99 56,8±5,46 TB 1,65±4,27 1,57±7,22 IMT 23,2±1,16 23,1±1,38
Berdasarkan tabel 2 di atas
menunjukkan bahwa subjek penelitian pada kelompok perlakuan I mempunyai rerata umur didapatkan (65,5±4,74) tahun dan pada kelompok perlakuan II memiliki rerata umur (67,1±5,25) tahun. Berat badan didapatkan rerata pada kelompok perlakuan I (62,8±2,99) kg dan pada kelompok perlakuan II (56,8±5,46) kg. Tinggi badan didapatkan rerata pada kelompok perlakuan I (1,65±4,27) m dan pada kelompok perlakuan II (1,57±7,22) m. Sedangkan untuk IMT pada kelompok perlakuan I didapatkan rerata (23,2±1,16)
dan pada kelompok perlakuan II
(23,1±1,38).
Tabel 3 Hasil Uji Normalitas dan Homogenitas Skor TUGT
Data
Uji Normalitas dengan Shapiro Wilk
Test HomogUji
enitas (Levene ’s Test) Perlakua n I Perlakua n II Me an p Me an p Skor TUG T Sebel um Pelati han 0,9 22 0,3 00 0,9 54 0,7 03 0,644 Skor TUG T Sesu dah Pelati han 0,8 87 0,1 08 0,9 57 0,7 44 0,746
Dari tabel 3 menunjukkan bahwa hasil uji normalitas dengan menggunakan
Saphiro Wilk Test didapatkan pada skor
TUGT untuk kelompok perlakuan I sebelum pelatihan core stability exercise yaitu p=0,300 (p>0,05) yang berarti bahwa data berdistribusi normal. Pada kelompok perlakuan II pada skor TUGT
yang didapatkan sebelum pelatihan
balance strategy exercise yaitu p= 0,703
(p>0,05) yang berarti bahwa data berdistribusi normal. Untuk kelompok perlakuan I skor TUGT yang didapatkan sesudah pelatihan core stability exercise yaitu p=0,108 (p>0,05) yang berarti
bahwa data berdistribusi normal.
Demikian juga dengan hasil analisis pada kelompok perlakuan II skor TUGT yang didapatkan sesudah pelatihan balance
strategy exercise, nilai p=0,744 (p>0,05) yang berarti bahwa data berdistribusi normal.
Berdasarkan tabel 3 di atas, hasil uji
homogenitas dengan menggunakan
Levene’s Test dari data skor TUGT
sebelum pelatihan pada kelompok
perlakuan I dan kelompok perlakuan II diperoleh nilai p=0,644 dimana p>0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa pada kedua kelompok memiliki data homogen. Data skor TUGT setelah pelatihan pada kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II menunjukkan nilai p=0,746 (p>0,05) yang berarti bahwa data bersifat
homogen. Berdasarkan hasil uji
normalitas dan uji homogenitas, maka uji
yang digunakan untuk pengujian
hipotesis adalah uji statistik parametrik.
Tabel 4 Hasil Uji Independent Sample
t-test Sebelum Pelatihan
Sebelum Pelatihan Beda Rerata t p Perlakuan I 12,87±1,23 2 0,7 72 0,4 49 Perlakuan II 12,45±1,43 1
Berdasarkan tabel 4 didapatkan hasil beda rerata perbaikan skor TUGT yang dianalisis dengan Independent Sample
perlakuan I didapatkan rerata 12,87±1,232 dan kelompok perlakuan II didapatkan rerata 12,45±1,431. Nilai t=0,772 dan nilai p=0,449 (p>0,05) yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna dari perbaikan skor TUGT sebelum pelatihan pada kedua kelompok di Banjar Bumi Shanti. Ini berarti baik kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II memulai start pada titik yang sama yaitu 0.
Tabel 5 Hasil Uji Paired Sample t-test
Kel Skor TUGT N Rera ta±S B t p Perla kuan I Sebelu m Latihan 12 12,8 7±1, 231 16, 78 1 0,0 00 Sesuda h Latihan 12 10,2 9±1, 057 Perla kuan II Sebelu m Latihan 12 12,4 5±1, 431 37, 07 5 0,0 00 Sesuda h Latihan 12 7,96 ± 1,24 0
Berdasarkan tabel 5 untuk menguji perbandingan rerata perbaikan skor
TUGT pada kedua kelompok
menggunakan uji Paired Sample t-test memperlihatkan hasil perhitungan beda rerata peningkatan skor TUGT dengan nilai p=0,000 (p<0,05) pada selisih antara sebelum dan sesudah pelatihan. Hal ini berarti ada perbedaan yang bermakna pada pelatihan Core Stability Exercise dibandingkan dengan pelatihan Balance
Strategy Exercise terhadap perbaikan
skor TUGT pada lansia di Banjar Bumi Shanti.
Tabel 6 Hasil Uji Independent Sample
t-test Sesudah Pelatihan Sesudah Pelatihan Beda Rerata t P Perlakuan I 10,39±1,09 9 5,06 5 0,0 00 Perlakuan II 7,96±1,240
Berdasarkan Tabel 6 didapatkan hasil beda rerata perbaikan skor TUGT yang dianalisis dengan Independent
Sample t-test sesudah pelatihan pada
kelompok perlakuan I didapatkan rerata 10,39±1,099 dan kelompok perlakuan II didapatkan rerata 7,96±1,240. Nilai t=5,065 dan nilai p=0,000 (p<0,05) yang berarti bahwa terdapat perbedaan yang bermakna dari perbaikan skor TUGT sesudah pelatihan pada lansia di Banjar Bumi Shanti.
Tabel 7 Persentase Perbaikan Skor TUGT Kelompok Hasil Analisis Beda Rerat a Rerata Awal Persenta se Skor TUGT (%) Perlakuan I Perlakuan II 2,49 4,49 12,87 12,45 19,35 % 36,06 % Berdasarkan Tabel 7 menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan I dan
kelompok perlakuan II dengan
menghitung beda rerata/rerata
awal×100%, maka didapatkan persentase peningkatan rerata perubahan skor TUGT
pada kedua kelompok. Diperoleh
kelompok perlakuan II lebih besar daripada kelompok perlakuan I.
PEMBAHASAN
Karakteristik sampel pada penelitian
yaitu subjek penelitian kelompok
perlakuan I dan kelompok perlakuan II
yaitu sama-sama terdiri dari 10
perempuan (83,3%) dan 2 laki-laki (16,7%). Pada subjek penelitian dengan
jenis kelamin diketahui bahwa
perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Hal ini dapat terjadi disebabkan pada lansia perempuan terjadi penuaan
yang akan mengalami penurunan
terhadap hormon estrogen, akibatnya pada tulang akan mengalamin hilangnya
keseimbangannya.19 Pengamatan yang sudah ada diketahui perempuan lebih banyak daripada laki-laki dan mengalami peningkatan pada persentasenya yaitu 30% menjadi 50% pada perempuan dan pada laki-laki terjadi peningkatan dari 13% menjadi 30%.20 Hal ini disebabkan karena seiring bertambahnya usia baik
perempuan maupun laki-laki akan
mengalami penurunan kemampuan fungsi dan gerak yang akan mengakibatkan
gangguan keseimbangan pada
tubuhnya.21,22
Jumlah seluruhnya berjumlah 24 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah rerata umur subjek pada kelompok perlakuan I dan kelompok perlakuan II adalah lansia berumur diatas 60 tahun. Dengan adanya kelompok usia rata-rata hampir sama, dapat dikatakan bahwa proses degenerasi dan penuaan
juga sama. Pada proses penuaan
menunjukan bahwa otak menua
mengalami penyusutan (atropi).23,24,25 Berat badan didapatkan rerata pada kelompok perlakuan I (62,8±2,99) kg dan pada kelompok perlakuan II (56,8±5,46)
kg. Cenderung pada lansia akan
mengalami penurunan terhadap berat badan. Hal ini karena hilangnya nafsu makan disebabkan oleh penyakit, yang artinya kondisi tersebut hanya berupa gejala dari sebuah penyakit. Nafsu makan akan kembali normal setelah penyakit tersebut pergi. Keadaan lain seperti stres, sedih dan cemas yang mana umum saat ini, juga bisa mempengaruhi nafsu makan normal.26
Tinggi badan didapatkan rerata pada kelompok perlakuan I (1,65±4,27) m dan pada kelompok perlakuan II (1,57±7,22) m. Sedangkan untuk IMT pada kelompok perlakuan I didapatkan rerata (23,2±1,16)
dan pada kelompok perlakuan II
(23,1±1,38). Sesuai dengan klasifikasi IMT, yaitu <18,5 (underweight), 18,5-22,9 (normal), 23-24,9 (overweight), 25-29,9 (obese I), dan ≥30,00 (obese II).27 Pada kedua kelompok latihan memiliki rata-rata kategori IMT adalah overweight.
Hal ini karena dipengaruhi oleh penuaan baik itu fisiologis maupun patologis yang
mengakibatkan terjadinya penurunan
fungsi dan gerak pada lansia yang cenderung akan mengalami penurunan
bahkan peningkatan berat badan,
sehingga mengakibatkan tubuh menjadi tidak ideal seperti pada usia muda.25
Peningkatan Keseimbangan Dinamis pada Pelatihan Core Stability Exercise
Pada pengujian kelompok perlakuan I dengan pelatihan core stability exercise maka diperoleh perbaikan skor TUGT seperti yang tertera pada tabel 5 nilai mean sebelum pelatihan 12,87 detik
(SD=1,231), sedangkan nilai mean
sesudah pelatihan 10,29 detik
(SD=1,057). Dengan menggunakan uji
paired sample t-test maka didapatkan
nilai t=16,781 dan p=0,000 (p<0,05) yang berarti ada perbedaan yang bermakna antara keseimbangan dinamis sebelum dan sesudah pelatihan core stability
exercise. Hal tersebut menunjukkan
bahwa pelatihan core stability exercise memberikan peningkatan yang bermakna terhadap keseimbangan dinamis pada lansia.
Teori yang dikemukan oleh
American Collage of Sport Medicine,
latihan yang dapat meningkatkan
kekuatan otot pada akhirnya akan meningkatkan keseimbangan postural lansia dapat dilakukan 5 minggu latihan dengan frekuensi 3 kali seminggu. Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Nyman (2007) bahwa latihan (balance
exercise) dapat menimbulkan adanya
kontraksi otot.
Core Stability adalah kemampuan
mengontrol posisi dan gerak dari trunk sampai pelvic yang digunakan untuk
melakukan gerakan secara optimal
dengan adanya perpindahan berat badan dan melangkah selama proses berjalan. Aktivasi otot-otot core digunakan untuk menghasilkan rotasi spine. Peningkatan
pola aktivasi core stability juga
pada ekstremitas atau anggota gerak sehingga mengembangkan kapabilitas untuk mendukung atau menggerakkan
ekstremitas. Dimana akan membantu
memelihara postur yang baik dalam melakukan gerak serta menjadi dasar untuk semua gerakan pada lengan dan tungkai.28
Hal tersebut menunjukkan bahwa hanya dengan stabilitas postur (aktivasi otot core stability) yang optimal, maka
mobilitas pada ektremitas dapat
dilakukan dengan efisien. Penelitian yang dilakukan oleh Nicole Kahle pada tahun 2009 menunjukkan bahwa latihan core
stability berperan dalam peningkatan
kekuatan otot-otot khususnya otot area lumbal sehingga core stability yang baik akan menstabilkan segmen vertebra yang menyebabkan gerak ekstremitas secara dinamis akan lebih efisien.29
Peningkatan Keseimbangan Dinamis pada Pelatihan Balance Strategy
Exercise
Pada pengujian kelompok perlakuan II dengan pelatihan balance strategy
exercise maka diperoleh perbaikan skor
TUGT seperti yang tertera pada tabel 5 nilai mean sebelum pelatihan 12,45 detik
(SD=1,431), sedangkan nilai mean
sesudah pelatihan 7,96 detik (SD=1,240). Dengan menggunakan uji paired sample
t-test maka didapatkan nilai t=37,075 dan
p=0,000 (p<0,05) yang berarti ada
perbedaan yang bermakna antara
keseimbangan dinamis sebelum dan sesudah pelatihan balance strategy
exercise. Hal tersebut menunjukkan
bahwa pelatihan balance strategy
exercise memberikan peningkatan yang
bermakna terhadap keseimbangan
dinamis pada lansia.
Systematical review yang
dikemukakan oleh Horak (2006) dan
metaanalisis Sibley dkk (2015)
menyatakan bahwa terdapat 6 dasar penyusun sistem kontrol postural, terdiri dari: (1) kendala biomekanik, (2) strategi gerakan berupa respon balik (feedback),
perturbance atau gangguan dan
feedforward, (3) strategi sensoris
meliputi: sensory integration dan sensory
re-weighting, (4) orientasi ruang, (5)
kontrol dinamik, serta (6) proses kognitif
terkait perhatian dan proses
pembelajaran.30
Pelatihan balance strategy exercise mengaktifkan sistem gerak volunter dan respon postural otomatis tubuh. Pada saat akan melakukan latihan ankle, hip, dan
stepping strategy exercise, maka tubuh
memberikan informasi sensoris melalui
mekanoreseptor dengan adanya
perubahan sensasi posisi tubuh dari persendian ke sistem saraf yang bermielin besar untuk diteruskan ke dalam sistem kolumna dorsalis lemniskus medialis dan berakhir pada girus postsentralis dari korteks serebri (area somatosensorik I) dan nantinya akan diolah di dalam korteks serebri.18
Pada sistem somatosensoris mampu memberikan respon balik ke korteks motorik melalui sistem sensorik radiks dorsalis dengan aturan sesuai ketepatan kontraksi ototnya. Sinyal akan muncul pada kumparan otot, organ tendon, dan reseptor taktil kulit yang menutupi otot dan menyebabkan timbulnya perubahan positif pada respon balik yang dapat merangsang kontraksi otot.31
Pada pelatihan balance strategy
exercise, utamanya ankle dan hip strategy
exercise terjadi peningkatan kekuatan
pada otot gastrocnemius, hamstring, otot-otot ekstensor batang tubuh, tibilias anterior, quadriceps, dan otot abdominal dimana otot-otot ini akan menyangga tubuh dari adanya keterbatasan stabilitas sehingga akan mengalami stabilnya tubuh saat melakukan gerakan pada pusat gravitasi dalam posisi anteroposterior dan mediolateral.32
Respon postural otomatis tubuh didapat saat menjalani stepping strategy
exercise. Pelatihan ini akan
meningkatkan kontrol dinamik yang berkaitan pada langkah dan lokomosi saat gerakan dilakukan. Melalui latihan
melangkah, maka akan terjadi
penyesuaian terhadap peningkatan
melangkah dan penurunan lebar pada langkah serta meningkatnya kecepatan saat berjalan.33
Pelatihan balance strategy exercise meningkatkan keseimbangan dinamis lansia di Banjar Bumi Shanti, dengan adanya proses peningkatan kekuatan otot postural yang menghasilkan perbaikan pada keterbatasan stabilitas, respon otomatis postural yang dapat dilihat melalui proses feedback suatu gerakan yang berfungsi sebagai proteksi dan koreksi, serta mampu meningkatkan kontrol dinamik.33
Pelatihan Balance Strategy Exercise Lebih Meningkatkan Keseimbangan Dinamis daripada Pelatihan Core
Stability Exercise
Pada analisis kelompok perlakuan I dengan pelatihan core stability exercise memiliki rerata selisih nilai sebelum dan
sesudah pelatihan 2,49±0,50 dan
kelompok perlakuan II dengan pelatihan
balance strategy exercise memiliki rerata
selisih nilai sebelum dan sesudah pelatihan 4,49±0,42. Dengan melakukan uji beda independent sample t-test yang tertera pada tabel 7 maka didapatkan
selisih p=0,000 dimana p<0,05.
Diperoleh kesimpulan yaitu adanya perbedaan yang signifikan pada kedua
kelompok terhadap peningkatan
keseimbangan dinamis lansia. Persentase perbaikan skor pada nilai Timed Up and
Go Test (TUGT) di kelompok perlakuan
II sebesar 36,06% lebih tinggi daripada kelompok perlakuan I sebesar 19,35%. Maka dikatakan bahwa pelatihan Balance
Strategy Exercise lebih baik daripada
pelatihan Core Stability Exercise dalam meningkatkan keseimbangan dinamis pada lansia.
Pelatihan Core Stability Exercise dan pelatihan Balance Strategy Exercise memiliki kesamaan proses mekanisme
dalam meningkatkan keseimbangan
dinamis pada lansia antaralain:
mempertahankan limit of stability,
mengaktifkan sistem feedback pada
movement strategies, serta meningkatkan
dynamic stability. Akan tetapi, pelatihan
Balance Strategy Exercise memiliki
keunggulan dalam meningkatkan
keseimbangan dinamis sehingga
menjadikan pelatihan ini lebih efektif daripada Core Stability Exercise.18
Latihan core stability akan
membantu memelihara postur yang baik dalam melakukan gerak serta menjadi dasar untuk semua gerakan pada bagian
lengan dan tungkai. Hal tersebut
menunjukkan bahwa hanya dengan
stabilitas postur (aktivasi otot core
stability) yang optimal, maka mobilitas
pada ektremitas dapat dilakukan dengan efisien. Penelitian yang dilakukan oleh
Nicole Kahle pada tahun 2009
menunjukkan bahwa latihan core stability berperan pada peningkatan kekuatan
otot-otot, khususnya otot area lumbal
sehingga core stability yang baik akan menstabilkan segmen vertebra yang menyebabkan gerak ekstremitas secara dnamis akan lebih efisien.29
Pada awal pelatihan, neuron berada pada keadaan terfasilitasi, yaitu besarnya potensial membran mendekati ambang
dengan tujuan untuk peletupan
dibandingkan keadaan normal tetapi belum cukup mencapai batas peletupan. Pelatihan balance strategy exercise yang dilakukan dengan frekuensi tiga kali seminggu selama lima minggu berturut-turut dapat memberikan efek berupa adaptasi neural yang meliputi antara lain: sumasi spasial dan sumasi temporal pada sistem saraf. Adaptasi neural tersebut
dapat menimbulkan sumasi serabut
multipel yaitu adanya peningkatan
jumlah unit motorik yang berkontraksi
dengan cara bersama-sama.
Meningkatnya jumlah unit motorik, maka akan terjadi peningkatan kekuatan otot.18
Ketika terjadi percepatan linear pada pelatihan stepping strategy exercise, pelekatan filamentosa akan menarik stereosilia ke arah kinosilium atau
mendorong ke luar badan sel, sehingga ion positif mengalir ke dalam sel dari cairan endolimfatik di sekelilingnya dan
menimbulkan depolarisasi membran
reseptor. Selanjutnya, sinyal-sinyal yang
sesuai dikirimkan melalui nervus
vestibularis ke nuklei vestibular untuk diolah di batang otak. Pada sistem ini, batang otak akan menghantarkan sinyal
eksitasi yang kuat ke otot-otot
antigravitasi melalui traktus
vestibulospinalis medialis dan lateralis di dalam kolumna anterior medula spinalis. Dengan aktifnya otot-otot antigravitasi tubuh, maka tubuh akan memberikan respon dengan memberikan respon balik gerakan berupa koreksi ataupun proteksi terhadap tubuh akibat gangguan tertentu atau perubahan landasan tumpu.30
Kemudian, stepping strategy
exercise akan meningkatkan kontrol
dinamik yang berkaitan dengan langkah
dan lokomosi. Kontrol dinamik
didapatkan dengan mengaktifkan dan meningkatkan kekuatan otot-otot yang digunakan saat melangkah, meliputi: otot-otot panggul (ekstensor, fleksor, abduktor, adduktor, dan rotator), otot-otot lutut (ekstensor dan fleksor), kaki dan pergelangan kaki, serta otot-otot postural tubuh (m. erector spinae dan m. rectus
abdominis). Melalui pelatihan
melangkah, maka akan terjadi proses
adaptasi pada peningkatan panjang
langkah serta penurunan lebar langkah dan peningkatan kecepatan berjalan.33
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jun Hyun pada 26 lansia yang
memiliki riwayat jatuh dengan
memberikan Ankle Strategy Exercise selama 3 kali dalam seminggu selama delapan minggu membuktikan bahwa
pemberian Ankle Strategy Exercise
mampu meningkatkan keseimbangan
dinamis lansia setelah dievaluasi
menggunakan Berg Balance Scale. Hal ini dikarenakan, pelatihan ini mampu memperbaiki panjang langkah lansia pada satu siklus gait (stride length), meningkatkan panjang langkah kaki yang
berbeda (step length), serta
mempersingkat waktu dalam
melangkah.17 Hal ini yang terjadi pada salah satu pelatihan pada balance
strategy exercise yang mampu
meningkatkan keseimbangan dinamis pada lansia di Banjar Bumi Shanti.
Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Suadnyana (2014) di
Banjar Bebengan, Desa Tangeb,
Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, pemberian intervensi core stability
exercise meningkatkan keseimbangan
dinamis dibandingkan dengan kondisi konvensional.13 Hal yang membedakan pada penelitian ini adalah penelitian ini membandingkan intervensi pada kedua kelompok dengan intervensi berbeda namun dengan tes pengukuran sama menggunakan Timed Up and Go Test (TUGT). Terlihat dari hasil penurunan yang signifikan terjadi pada skor TUGT diantara kedua kelompok. Sehingga
diperoleh hasil bahwa pemberian
pelatihan balance strategy exercise lebih baik core stability exercise dalam meningkatkan keseimbangan dinamis pada lansia di Banjar Bumi Shanti.
SIMPULAN
Berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pelatihan Core Stability Exercise dan pelatihan Balance Strategy Exercise
sama-sama dapat meningkatkan
keseimbangan dinamis, tetapi pelatihan
Balance Strategy Exercise lebih baik
dalam meningkatkan keseimbangan
dinamis daripada pelatihan Core Stability
Exercise pada lansia di Banjar Bumi
Shanti.
SARAN
Dari kesimpulan yang telah
dikemukakan maka saran yang dapat berikan adalah pelatihan core stability
exercise dan balance strategy exercise
diharapkan dapat dilakukan secara teratur
dan terjadwal dengan lebih
serta teknik pada kedua pelatihan. Diharapkan penelitian-penelitian lanjutan menggunakan metode yang berbeda
dengan upaya meningkatkan
keseimbangan dinamis pada lansia.
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. 2012. Ageing. (diakses: 15 Januari 2015 ) Diunduh:
http://www.who.int/topics/ageing/en/ 2. Karcharnubarn, R. & Rees, P. 2009.
Population Ageing and Healthy Life
Expectancy in Thailand. (diakses: 15
Januari 2015) Diunduh dari:
http://www.geog.leeds.ac.uk/fileadmi n/downloads/school/people/postgrads /r.karcharnurbarn/Population_Ageing _and_Health_Expectancy_in_Thailan d_draft_3_PHR.pdf 3. Menkokesra. 2011. Human
Development Index. (diakses: 15
Januari 2015) Diunduh dari:
http://datakesra.menkokesra.go.id/site s/default/files/pendidikan_file/human _development_index_2011.pdf 4. United Nations Population Division.
2002. World Population Prospects:
The 2002 Revision. New York:
United Nations
5. Setiabudhi. 1999. Panduan
Gerontologi Tinjauan dari Berbagai
Aspek. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama
6. Constantinedes, P. 1994. General
Pathobiology. New York: Appleton
and Lange
7. Bandiyah, S. 2009. Lanjut Usia dan
Keperawatan Gerontik. Yogyakarta:
Nuha Medika
8. Miller, C.A. 2004. Nursing for
Wellness in Older Adults: Theory and
Practice (4th ed.). Philadelphia:
Lippincott Williams and Wilkins
9. WHO. 2007. WHO Global Report on
Falls Prevention in Older Age.
Geneva: WHO Press
10.Tenetti, M.E. 1992. Falls, Injuries
Due to Falls, and The Risk of
Admission to Anursing Home.
England: N.Engl.J.Med. p. 337:1279-1284
11.Farabi, A. 2007. Hubungan Tes
“Timed Up and Go” dengan
Frekuensi Jatuh Pasien Lanjut Usia.
Semarang: Universitas Diponegoro [Skripsi]
12.Berbudi, A. 2014. Core Stability and
Balance Board Exercise better
Improving Balance Compared with Balance Board Exercise in Students Age 18-24 years with Less Physical Activities. Sport and Fitness Journal, vol. 2, no. 1: p.134-149
13.Suadnyana, I.A.A. 2014. Core
Stability Exercise Meningkatkan
Keseimbangan Dinamis Lanjut Usia di Banjar Bebengan, Desa Tangeb,
Kecamatan Mengwi, Kabupaten
Badung. Denpasar: Universitas
Udayana [Skripsi]
14.Kloos, A.D. & Heiss, D.G. 2007.
Exercise for Impaired Balance, dalam
Kisner, C. dan Colby, N. 2005, Therapeutic Exercise, Edisi kelima, Philadelpia, FA Davis Company
15.Jowir, R. 2009. Latihan
Keseimbangan. (diakses: 14
November 2011) Diunduh dari: http://seripayku.blogspot.com/2009/0 4/latihan-keseimbangan.html
16.Guccione, A. 2001. Geriatric
Physical Therapy. USA: Harcourt
Health Sciences Company, p. 280– 285
17.Hyun, J. & Kim, N. 2014. The Effects
of Balance Training and Ankle Training on The Gait of Elderly
People Who Have Fallen.
PhysTherSci. 27: p. 139-142
18.Squire, L., Berg, D., Bloom, F., Lac, S., Ghosh, A., & Spitzer, N. 2008.
Fundamental Neuroscience. Elsevier:
USA
19.Mauk, K.L. 2010. Gerontological
nursing competencies for care
(second ed.). Sudbury: Janes and Barlett Publisher
20.Achmanagara, A. 2007. Hubungan
Keseimbangan Lansia di Desa
Pamijen Sokaraja Banyumas. Depok:
Universitas Indonesia [Skripsi] 21.Chandler, J.M. 2000. Balance and
Falls in The Elderly: Issues In Evaluation and Treatment dalam Guccione, A.A.; Geriatric Physical
Therapy. Boston: Mosby
22.Irfan. 2010. Physionote. (diakses: 1 April 2014) Diunduh dari: http:// www.wordpress.com
23.Nugroho, W. 2000. Keperawatan
Gerontik. Edisi 2. Jakarta: EGC. p. 19-28, 34- 35, & 37
24.Nelson, R T. & Banndy, W.D. 2004.
Eccentric Training and Static
Stretching Improve Hamstring
Flexsibiliti of high School Males.
Journal of Athletic Training;
39(3):254-258. (diakses: 1 Juli 2015)
Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/arti cles/PMC522148
25.Pudjiastuti & Utomo, B. 2003.
Fisioterapi pada Lansia. Jakarta:
EGC
26.Yusuf, R.S. 2010. Laporan
Pendahuluan Pengukuran Status
Nutrisi pada Lansia, Masase
Abdomen, Menghitung Bising Usus
dan Diet Tinggi Serat. Depok:
Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia
27.WHO. 2004. Global Database on
Body Mass Index. (diakses: 13 April
2014) Diunduh dari:
http://apps.who.int/bmi/index.jsp?intr oPage=intro_3.html
28.Kibler, W.B. 2006. The Role of Core Stability in Athletics Function. Sport
Med, 36(3), pp.189-198
29.Kahle, N. 2009. The Effects of Core
Stability Training on Balance Testing
in Young. The University of Toledo
30.Satria, H. 2015. Pelatihan 12 Balance
Exercise Lebih Meningkatkan
Keseimbangan Dinamis daripada Balance Strategy Exercise pada Lansia di Banjar Bumi Shanti, Desa
Dauh Puri Kelod, Kecamatan
Denpasar Barat. Denpasar :
Universitas Udayana [Skripsi]
31.Guyton, A. & Hall, J. 2008. Fisiologi
Kedokteran. Singapore: Elsevier
32.Sibley, K. Beauchamp, M. Ooteghem, K. Straus, S. & Jaglal, S. 2015. Using
the System Framework for Postural Control to Analyze the Components of Balance Evaluated in Standardized Balance Measures: A Scoping
Review. American Congress of
Rehabilitation Medicine. 96: p. 122-132
33.Neumann, D. 2000. Kinesiology of
the Musculoskeletal System:
Foundation for Physical
Rehabilitation. Mosby: USA