No Kode: DAR2/PROFESIONAL/001/2/2018
BIDANG KAJIAN 1
TEKNIK ENERGI SURYA
MODUL 1
MERANCANG SISTEM PLTS
Tim Penyusun:
Elih Mulyana, Dr. M.Si
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI KEMENTERIANPENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
JAKARTA, 2018
2
KATA PENGANTAR
Peran dan fungsi Kemenristek secara terus menerus selalu meningikatkan dan mengembangkan pendidikan kejuruan secara terpadu dan terkait dengan dunia industri/ dunia kerja.
Program Pendidikan Guru dalam Jabatan dengan model hybrid learning merupakan bagian pengembangan pendidikan yang mengacu pada kebutuhan yang terjadi di dalam masyarakat guna kepentingan pengembangan pendidikan kejuruan, khususnya dalam upaya meningkatkan pendidikan dan pelatihan kejuruan.
Agar pengembangan tersebut dapat diimplementasikan dalam bentuk pendidikan dan pelatihan (Diklat) serta dapat mencapai sasaran sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, maka harus didukung dengan strategi dan metode pelaksanaan yang efektif dan efisien, Salah satu strategi tersebut adalah
penyampaian materi diklat yang dsajikan dan disusun dalam bentuk Modul Pembelajaran yang menitikberatkan pada keaktifan peserta.
Modul ini merupakan alat bantu diklat yang digunakan dalam proses belajar mengajar dan merupakan buku pegangan bagi dosen atau widiyaiswara maupun peserta diklat yang disusun secara sistematis mencakup capaian pembelajaran, uraian materi, latihan dan evaluasi. Modul pembalajaran ini diadopsi dari modul Pembangkit Listrik Tenaga Surya, yang ditulis oleh Murtoyo tahun 2009, yang diperuntukan diklat pendidikan guru kemediknas, kemudian modul tersebut dikompilasi, direvisi dan disusun sedemikian rupa disesuaikan dengan kebutuhan hybrid learning, dalam penyusunannya masih terdapat kekurangan, baik dalam isi materi maupun teknik penulisan, untuk itu saran konstruktif dari para pengguna sangat diharapkan.
Demikianlah semoga dengan tersedianya modul pembelajaran ini dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas diklat di lembaga ini dan SMK.
Jakarta, 29 April 2018 Tim Energi Terbarukan,
Elih Mulyana
3
PENDAHLUAN
A.Relevansi :
Modul PLTS ini digunakan untuk hybrid learning bagi guru SMK, yang dibagi dalam empat kegiatan belajar pertama didalamnya berisi perencanaan sistem, komponen sistem, pemasangan, dan pengoperasian. Kerangka modul kegiatan belajar dilengkapi capaian pembelajaran, pendahuluan, materi utama, penutup (didalamnya berisi rangkuman, tes, tugas, kunci jawaban, dan referensi).
B. Rasional :
Pembelajaran materi PLTS memerlukan waktu 600 menit dan harus dituntaskan dalam 12 kali pertemuan dengan masing –masing kegiatan belajar 2 x 50 menit.
Modul pemebelajaran PLTS terdiri dari teori, praktik, studi lapangan, laporan dan evaluasi. Materi tersebut harus dituntaskan dalam waktu 600 menit, peserta diklat wajib mengikuti program kegiatan pada modul tersebut, Teori dilakukan di kelas, praktik dilaksanakan di lab atau di lapangan. Akhir dari pembelajaran dan praktik peserta akan dievaluasi baik tes formatif maupun tes sumatif dengan alat tes pada level maksimum 7. Untuk praktik lapangan peserta wajib membuat laporan dan melakukan presentasi hasil laporannya.
C. Petunjuk Pembelajaran :
Capaian pembelajaran yang diharapkan pada mata diklat keahlian PLTS dikelompokan dalam empat kelompok capaian yaitu mampu : merancang PLTS, memasang PLTS, mengoperasikan PLTS, memelihara PLTS.
Pada bagian modul ini capaian pembelajaran yang menjadi target yaitu peserta diklat mampu :menganalisis radiasi matahari, mendiagnosis permasalahan pada sistem PLTS, merancang system photovoltaic, komponen- komponen dalam sistem PLTS;
4
Daftar Isi
KATA PENGANTAR ... 2 PENDAHLUAN ... 3 Modul 1 :... 6 Merancang sistem PLTS ... 61.1.
Capaian Pembelajaran ... 6
1.2.
Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan ... 6
1.3.
Pokok- Pokok Materi : ... 6
1.4.
Uraian Materi ... 6
1.4.1. Radiasi Matahari / Surya... 6
1.4.2. Distribusi Radiasi Surya ... 6
1.4.3. Mengestimasi Data Radiasi Untuk System Modelling ... 8
1.4.4. Estimasi Resolusi Waktu ... 9
1.5.
Komponen-komponen dalam sistem PLTS ... 10
1.5.1. Modul PLTS ... 10
1.5.2. Baterai ... 15
1.5.3. Pengendali Baterai (Battery Control Regulator)... 27
1.5.4. Inverter ... 34
1.6.
Mendiagnosis permasalahan umum pada sistem PLTS ... 36
1.6.1. Permasalahan Umum PLTS ... 36
1.6.2. Permasalahan Teknis ... 40
1.7.
Merancang system PLTS. ... 40
1.7.1. Disain Sistem PLTS ... 40
1.7.2.Komponen-komponen dalam Sistem PLTS ... 43
1.8.
Pemilihan alat Proteksi PLTS ... 50
1.8.1. Protreksi Baterai ... 50
1.8.2. Proteksi Penangkal Petir ... 51
1.8.3. Proteksi tegangan sentuh ... 51
1.8.4. Sistem Pembumian (Grounding ) ... 52
5
1.9.
Rangkuman ... 55
1.10.
Tugas ... 56
Daftar Istilah dan Singkatan ... 58
Test Akhir Kegiatan Belajar I ... 61
6
Modul 1
Merancang sistem PLTS
1.1. Capaian Pembelajaran
Mampu merancang Sistem Pembangkit Tenaga Surya (PLTS) 1.2. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Mampu menganalisis Radiasi Matahari
Mampu menganalisis komponen-komponen dalam sistem PLTS
Mampu mendiagnosis permasalahan umum pada sistem PLTS
Mampu merancang system PLTS 1.3. Pokok- Pokok Materi :
Menganalisis Radiasi matahari, komponen-komponen sistem PLTS, mendiagnosis permasalahan umum pada sistem PLTS, merancang system PLTS.
1.4. Uraian Materi
1.4.1. Radiasi Matahari / Surya
Sebelum memahami komponen PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya), perlu megetahui sistem energi surya. Data peyinaran matahari harus diketahui terlebih dahulu melalui pengukuran dengan metode estimasi. Metode ini digunakan untuk mendeteksi parameter-parameter meteorologi yang selalu berubah-ubah setiap waktu. Sistem energi surya tidak dapat dihitung secara tepat namun prilaku energi surya dapat diestimasi sehingga mendekati prilaku penyinaran energi yang sbenarnya.
1.4.2. Distribusi Radiasi Surya
Radiasi surya mencapai permukaan bumi terjadi secara langsung dan secara tidak langsung. Secara langsung (direct beam radiation) energi surya mencapai permukaan bumi. Secara tidak langsung dipantulkan oleh aerosol, molekul-molekul atmosfir dan awan (diffuse radiation). Jumlah penyinaran kedua komponen radiasi yang jatuh pada permukaan horizontal dikenal sebagai radiasi global (global radiation). Distribusi radiasi global dari energi surya dapat dilihat pada gambar 1. Pada dasarnya, baik untuk daerah tropis dan subtropis, radiasi surya diluar atmosfir bumi (extraterrestrial radiation) harian tidak terlalu beragam selama setahun. Namun demikian, dikarenakan fenomena cuaca musiman (kemarau, hujan, badai
7
pasir dll) dapat terjadi perubahan musim yang ekstrim dalam radiasi global, khususnya pada daerah utara dan selatan daerah tropis. Perubahan irradiasi pada daerah-daerah ini umumnya merupakan fungsi dari panjangnya hari dan sudut datang radiasi surya.
Gambar 1: Distribusi radiasi solar global dalam (kWh/m2.tahun)
Tabel 1: Penyinaran matahari di 18 lokasi di Indonesia
Kawasan Lokasi Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Rata2
Banda Aceh 3.7 4.1 4.4 4.5 4.3 5.0 4.3 4.6 4.4 3.7 3.0 3.2 4.1 Medan 3.7 4.3 4.4 4.5 4.5 4.6 4.7 4.6 4.5 4.0 4.1 3.8 4.3 Sipirok 2.7 2.9 3.8 3.8 4.3 4.6 4.4 4.9 4.5 4.1 3.1 2.1 3.8 G Tua 4.3 4.9 5.0 5.7 4.9 5.2 5.2 5.1 5.1 4.7 4.8 4.4 4.9 KBI Jakarta 3.9 4.0 4.5 4.6 4.4 4.2 4.4 4.8 5.1 4.9 4.4 4.2 4.5 Bandung 4.2 4.9 4.7 4.0 3.7 3.5 3.9 4.2 4.5 4.8 3.9 3.6 4.2 Lembang 5.1 4.6 4.6 4.9 4.4 5.2 5.2 5.7 6.9 5.2 5.1 5.0 5.2 G Brengos 4.0 3.7 4.2 4.9 4.4 4.7 4.9 5.1 5.9 5.0 4.7 4.6 4.7 Surabaya 5.4 3.7 3.9 5.0 5.9 5.3 5.7 5.8 6.5 6.9 6.4 4.6 5.4 Denpasar 4.6 5.1 5.0 5.1 4.5 4.1 4.0 5.2 5.2 5.6 5.4 4.8 4.9 Jambek 4.9 5.2 5.3 5.4 5.2 4.6 4.8 5.0 5.6 6.2 5.6 5.3 5.3 Mangkung 5.0 5.2 5.0 5.6 5.1 4.8 4.9 5.3 6.1 6.4 5.9 5.4 5.4 D Baru 5.7 5.0 4.8 5.8 5.6 5.1 5.3 5.6 6.8 6.8 6.3 5.3 5.7 KTI L Lombok 4.7 5.1 4.5 5.6 5.4 5.0 5.2 5.5 5.9 5.6 6.1 4.9 5.3 Kawo 4.4 5.3 5.3 5.6 5.0 5.3 4.7 5.3 5.6 5.8 5.9 5.6 5.3 Pemuda 4.8 5.5 5.5 5.9 5.4 5.1 5.0 5.3 6.4 6.5 6.0 5.4 5.6 G Watu 4.1 4.1 4.0 3.9 4.3 4.1 3.6 4.2 5.1 5.2 5.5 4.8 4.4 Kupang 3.6 3.9 4.6 4.7 5.1 4.2 4.4 4.3 5.4 5.4 4.6 3.9 4.5
Berdasarkan gambar 1, maka penyinaran matahari global di Indonesia berkisar antara 1700 - 1950 kWh/m2.tahun = 4.66 - 5.34 kWh/m2.hari. Berdasarkan data pengukuran yang dihimpun dari 18 lokasi, distribusi penyinaran matahari di Indonesia dapat dilihat pada tabel 1. Apabila data-data tersebut pada tabel 1
dirata-8
ratakan serta dikelompokkan berdasarkan kawasan barat (KBI) dan kawasan timur (KTI) Indonesia, maka dapat diperoleh gambaran sebagai berikut:
Penyinaran matahari rata-rata Indonesia = 4,85 kWh/m2.hari Penyinaran matahari rata-rata KBI = 4,55 kWh/m2.hari
Penyinaran matahari rata-rata KTI = 5,14 kWh/m2.hari
Secara grafis distribusi penyinaran matahari di Indonesia disajikan pada gambar 2.
0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
R a d ia s i S u ry a ( k W h /m 2 .h a ri ) Bulan
Kawasan Barat Kawasan Timur Indonesia
Gambar 2: Profil penyinaran matahri di Indonesia
Disini terlihat bahwa penyinaran matahari di Indonesia terdistribusi hampir merata sepanjang tahun dan tersebar diberbagai wilayah di Indonesia.
1.4.3. Mengestimasi Data Radiasi Untuk System Modelling
Untuk merancang suatu sistem energi surya, maka kondisi penyinaran, letak geografis (garis lintang dan bujur), ketinggian (altitude), waktu (pada umumnya disampaikan rata-rata bulanan), keadaan atmosfir dan orientasi panel surya (azimut dan kemiringan) harus diketahui. Seringkali menjadi masalah bahwa data-data yang diperlukan seringkali tidak tersedia, khususnya yang terkait dengan penyinaran matahari dilokasi yang bersangkutan.
9
Karenanya didalam analisa sering dilakukan dengan berbagai pendekatan, misal dengan menggunakan data dari lokasi dengan kondisi lintang yang berdekatan atau dengan menggunakan suatu model estimasi.
1.4.4. Estimasi Resolusi Waktu
Satu tugas utama dalam hal rancangan sistem energi solar adalah pemodelan data radiasi. Untuk keperluan ini maka profil penyinaran harian atau rata-rata bulanan sangat diperlukan. Simbol dan pengertian yang akan digunakan didalam analisis disampaikan pada tabel 2.
Nilai penyinaran ekstraterestrial (ditulis „o‟) dapat dikalkulasi untuk tiap lokasi dan waktu sebagaimana akan diuraikan dibagian berikut tulisan ini.
Pola harian harus dibuat model hanya jika data insolasi tersedia. Pendekatan yang paling sederhana untuk menyimpulkan satu pola waktu harian dari jumlah-jumlah harian adalah model rata-rata radiasi (lihat gambar 3). Jumlah radiasi harian H hanya dibagi dalam 24 untuk memberikan radiasi rata-rata perjam, intensitas I = G = H/24 h.
Dengan pendekatan ini, suatu sistem pengukuran kasar sudah dapat dilakukan. Dengan nilai yang diketahui untuk kebutuhan energi harian Eharian dan effisiensi
sistem
η
, luasan panel fotovoltaik yang dibutuhkan dapat dihitung dengan: HE
A harian
PV
Jika perhitungan ini dilakukan pada hari yang secara relatif „buruk‟, akan muncul PV area yang cukup realistik. Kesalahan-kesalahan dalam model ini merupakan konsekuensi dari:
Ketergantungan nilai
η
pada intensitas penyinaran matahariKemungkinan adanya ambang batas penggunaan - utilizibilty tresholds (yaitu: sistem membutuhkan tenaga minimum yang spesifik untuk bekerja).
Model di atas tidak cocok mengitung sistem yang layout komponen-komponen penyimpanan!
10
Tabel 3: Berbagai simbol untuk besaran penyinaran matahari1
Karakter Penyinaran Sesaat (W/m2) Rata2 per-jam (W/m2) Energi harian (Wh/m2) Energi harian menurut rata2 bulanan (Wh/m2) Radiasi ekstraterestrial pada permukaan horizontal Go Io Ho H0 Radiasi global pada permukaan bumi (horizontal) G I H H Radiasi sinar langsung pada permukaan harizontal Gb Ib Hb Hb Radiasi baur pada permukaan horizontal Gd Id Hd Hd
1.5. Komponen-komponen dalam sistem PLTS 1.5.1. Modul PLTS
Pembangkit listrik tenaga surya adalah pembangkit listrik yang mengubah energi surya (cahaya) menjadi energi listrik. Pembangkitan listrik bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu secara langsung menggunakan fotovoltaik dan secara tidak langsung dengan pemusatan energi surya. Fotovoltaik mengubah secara langsung energi cahaya menjadi listrik menggunakan efek fotolistrik. Pemusatan energi surya menggunakan sistem lensa atau cermin dikombinasikan dengan sistem pelacak untuk memfokuskan energi matahari ke satu titik untuk menggerakan mesin kalor (panas) seperti mesin stirling atau lainnya.
1
11
Gambar 3 : Konversi radiasi sinar matahari menjadi listrik
Untuk mendapatkan daya, dan/atau tegangan listrik yang diinginkan, sel surya dihubungkan secara seri, atau paralel, atau kombinasi seri-paralel kemudian dilaminasi dan diberi bingkai menjadi mo d u l f o t o vo l t a i k.
Agar sel atau modul dapat berumur panjang, rangkaian sel fotovoltaik tersebut pada umumnya dilindungi dengan suatu lapisan yang tahan cuaca dan radiasi matahari, terutama terhadap radiasi ultraviolet (UV).
Secara skematis, struktur modul fotovoltaik adalah seperti disajikan pada gambar berikut.
12
Gambar 4: Struktur Konstruksi Modul Fotovoltaik
Modul fotovoltaik merupakan komponen utama dari PLTS. Modul fotovoltaik yang telah tersedia secara komersial di pasaran pada umumnya merupakan rangkaian sel jenis monokristral, multi (poli) kristal, maupun amorfous berbasis silikon (Si). Ukuran sel jenis kristal yang pada umumnya digunakan adalah 10 cm x 10 cm dan 20cm x 20 cm. Jumlah sel yang dirangkai secara seri pada umumnya 36 buah untuk sistem kerja sekitar 12 V-DC dan 72 buah untuk sistem kerja 24 V-DC.
Daya yang dihasilkan bervariasi mulai dari 10 Wp hingga 300Wp, tergantung jumlah sel yang terangkai pada satu modul. Umur teknis modul surya pada dasarnya sangat lama, sudah terbukti lebih dari 25 tahun. Adapun jenis-jenis modul surya dapat diraikan sebagai berikut :
a. Monokristal
Sel surya yang terdiri atas p-n Junction monokristal silikon atau yang disebut juga monocrystalline PV, mempunyai kemurnian yang tinggi yaitu 99,99%. Efisiensi sel fotovoltaik jenis silikon monokristal mempunyai efisiensi konversi yang cukup tinggi yaitu sekitar 16 sampai 17%.
13
(a) (b)
(a) Sel fotovoltaik; (b) Modul fotovoltaik Gambar 5 : Sel dan Modul Fotovoltaik Monokristal
b. Polikristal
Polycristalline PV atau sel surya yang bermateri polokristal dikembangkan atas alasan mahalnya materi monokristal per kilogram. Efisiensi konversi sel surya jenis silikon polikristal berkisar antara 12% hingga 15%.
(a) (b)
(a) Sel fotovoltaik; (b) Modul fotovoltaik Gambar 6 : Sel dan Modul Fotovoltaik Polikristal
14 c. Amorfous
Sel surya bermateri Amorphous Silicon merupakan teknologi fotovoltaik dengan lapisan tipis atau thin film. Ketebalannya sekitar 10μm (micron) dalam bentuk modul surya. Efisiensi sel dengan silikon amorfous berkisar 6% sampai dengan 9%.
Gambar 7 : Modul surya amorfous
Setiap pabrikan modul surya menerbitkan spesifikasi yang penting diketahui oleh pemakai, spesifikasi modul suraya dijelaskan pada contoh-contoh berikut:
a. Data kelistrikan:
Catatan: Pnom=Ppeak ; Umpp=Vm ; Impp=Im
15
c. Koefisien Temperatur
Koefisien temperatur dapat dinyatakan secara grafis (Gambar 10) atau korelasi matematis sebagai contoh berikut.
Gambar 8 : Koefisien Temperatur
1.5.2. Baterai
Baterai didalam unit pembelajaran ini adalah dimaksudkan sebagai perangkat yang digunakan untuk menyimpan energi listrik. Baterai merupakan salah satu komponen penting pada PLTS, dan merupakan jantung agar PLTS dapat bekerja secara stabil pada berbagai cuaca dan pada malam hari.
16
Fungsi Baterai adalah menyimpan energi listrik yang dibangkitkan modul surya pada saat matahari bersinar, dan baterai akan mengeluarkan kembali energi listrik pada saat modul surya tidak dapat lagi memenuhi permintaan energi listrik oleh beban.
Pada kondisi normal baterai dipergunakan saat malam hari atau saat cuaca berawan, akan tetapi jika terjadi kondisi beban yang berlebih pada slang hari, baterai dapat dipergunakan menambah daya yang dihasilkan modul surya agar memenuhi permintaan beban.
a. Baterai Lead-acid
Pembicaraan mengenai baterai akan dibatasi pada jenis baterai asam timbal (lead acid battery). Sampai saat ini, jenis baterai asam-timbal masih merupakan teknologi yang paling handal dan relatif murah untuk keperluan penyimpanan listrik.
Proses penyimpanan listrik didalam baterai lead-acid terjadi melalui reaksi kimia-listrik. Baterai lead-acid memanfaatkan kombinasi antara pelat timah (lead) dan elektrolit asam sulfat encer (acid) untuk mengubah energi listrik menjadi energi potensial kimia dan mengubahnya kembali menjadi energi listrik.
Proses pengurasan listrik pada baterai terjadi melalui reaksi kimia sebagai berikut.
Pada elektroda positif:
V
O H PbSO e HSO H PbO e Ch e Disch 685 . 1 2 2 3 4 2 arg arg 4 2 Pada elektroda negatif:
V
e H PbSO HSO Pb e Ch e Disch 356 . 0 2 4 arg arg 4 Secara skematis, rekasi kimia yang terjadi didalam baterai seperti disajikan pada Gambar 13.
17
Proses pengisian dan pengurasan baterai secara keseluruhan:
V
O H PbSO SO H Pb PbO e Ch e Disch 041 . 2 2 2 2 4 2 arg arg 4 2 2 Baterai biasanya dibuat untuk keperluan tertentu yang spesifik/khusus, dalam hal ini dibedakan dari konstruksi yang dibuat untuk komponennya.
18
(b) Proses Pengisian (charging)
Gambar 9 : Proses Pengisian dan Pengurasan Baterai
b. Klasifikasi Baterai
Berdasarkan penggunaannya, baterai dapat dibedakan menjadi 3(tiga) pemakaian, yaitu:
- Keperluan starter - Keperluan traction - Pemakaian floating
Berdasarkan siklusnya, secara umum terdapat dua macam baterai yang dibuat manufaktur yakni:
c. Baterai Starter
Baterai Starter (atau populer dikenal sebagai baterai mobil) dibuat untuk memungkinkan penyalaan mesin atau starting engine. Baterai starter memiliki banyak pelat tipis yang memungkinkan untuk melepaskan energi (arus) listrik yang besar dalam waktu yang singkat.
Baterai starter tidak dapat dipaksa untuk melepaskan energi listrik terlalu besar dalam selang waktu yang panjang, karena konstruksi pelat-pelat yang tipis akan cepat rusak pada kondisi tersebut.
19
Gambar 10 : Baterai Starter
d. Baterai Deep-cycle
Baterai Deep-Cycle dibuat dengan pelat lebih tebal yang memungkinkan untuk melepaskan energi listrik dalam selang waktu yang panjang. Baterai deep cycle tidak dapat melepaskan energi listrik secepat dan sebesar baterai starter, tetapi baterai ini dimungkinkan untuk dapat menyalakan mesin. Semakin tebal pelat baterai semakin panjang usia baterai yang diharapkan.
20
Gambar 11 : Baterai Deep-Cycle
Berat suatu baterai merupakan salah suatu indikator dari pelat yang digunakan dalam suatu baterai. Semakin berat suatu baterai untuk ukuran grup yang sama akan semakin tebal pelat baterai tersebut, dan semakin tahan terhadap pelepasan energi listrik secara berlebihan.
e. Sel Baterai
Sel baterai adalah komponen individu terkecil dari sebuah baterai yang terdiri dari kontener dimana di dalamnya terdapat pelat timah dan tempat elektrolit bereaksi.
f. Tegangan sel
Tegangan sel berkisar antara 2,12 volt pada kondisi baterai penuh sampai dengan 1,75 volt pada kondisi baterai kosong. Semua baterai lead-acid beroperasi berdasarkan reaksi kimia yang sama.
21
Pada saat baterai mengeluarkan arus listrik/discharge, komponen aktif pada elektroda (PbO2 pada elektroda positif, dan Pb pada elektroda
negatif) bereaksi dengan Asam Sulfat untuk membentuk Garam Sulfat dan Air. Sedangkan pada saat pengisian listrik/charge, garam sulfat pada kedua elektroda berubah kembali menjadi PbO2 pada elektroda positif, Pb
pada elektroda negatif serta ion sulfat (SO4) kembali menjadi asam sulfat.
Tegangan nominal baterai bergantung pada jumlah sel yang dirangkai secara seri. Jadi baterai dengan tegangan nominal 12 volt tersusun secara seri dari 6 buah sel.
g. State of charge
State of Charge (SOC) merupakan suatu ukuran seberapa penuhnya muatan listrik dalam baterai. Hubungan antara tegangan dengan SOC sangat bergantung pada temperatur baterai.
Baterai dengan temperatur rendah akan memperlihatkan tegangan yang lebih rendah pada kondisi penuh dibandingkan dengan baterai dengan temperatur lebih tinggi. Oleh karena itu beberapa regulator atau sistem charging dilengkapi dengan sensor temperatur pada sisi baterai.
h. Deep of Discharge
Deep of Discharge (DOD)merupakan suatu ukuran seberapa dalam/seberapa banyak muatan listrik telah dilepaskan/dikeluarkan dari sebuah baterai. Jika baterai penuh atau 100% SOC, maka DOD baterai tersebut adalah 0%; sebaliknya jika baterai kosong atau 0% SOC maka DOD baterai tersebut 100%.
Semakin dalam sebuah baterai muatannya dikeluarkan secara rata-rata maka semakin pendek usia baterai dan dinyatakan dalam Cycle L i f e.
i. Kapasitas baterai
Kapasitas suatu baterai dinyatakan dalam Ampere h o u r ( A h ) atau Ampere-Jam, yang merupakan suatu ukuran seberapa besar energi listrik yang dapat disimpan pada suatu tegangan nominal tertentu. Kapasitas suatu baterai bersifat aditif jika baterai dihubungkan secara paralel.
22
Jika tiga baterai dengan tegangan 12 volt dan kapasitas 100Ah dihubungkan secara seri, maka tegangan akan menjadi 36 volt sedangkan kapasitas tetap 100Ah (3600 watt-hour).
Jika tiga baterai dengan tegangan 12 volt dan kapasitas 100Ah dihubungkan secara paralel, maka tegangan akan tetap 12 volt sedangkan kapasitas menjadi 300Ah (3600 watt-hour).
(a) Seri (b) Paralel
(c) Kombinasi Seri-Paralel Gambar 12 : Hubungan baterai
Karena baterai dalam proses pengisian dan pelepasan energinya bergantung pada reaksi kimia, maka kapasitas yang tersedia (available capacity) relatif terhadap kapasitas total akan bergantung kepada seberapa cepat pengisian dan pelepasan dilakukan, dimana keduanya merupakan reaksi-reaksi kimia yang berbeda arahnya.
23
Kapasitas total/kapasitas nominal biasanya diberi tanda C, yang merupakan ukuran seberapa besar energi yang dapat disimpan dalam baterai. Kapasitas yang tersedia biasanya lebih kecil dibanding dengan kapasitas total.
Umumnya kapasitas Ampere-hour dari suatu baterai diukur pada suatu laju pengeluaran yang akan menyebabkan baterai habis/ kosong dalam 20 jam. (atau laju C/20 atau 0.05C ). Jika dilakukan pelepasan pada laju lebih besar dari C/20, akan didapatkan kapasitas tersedia yang lebih kecil dari C total.
Selain laju C/20, kapasitas nominal kadang-kadang dinyatakan dalam C/10, C/100 dan lainnya, tergantung pada laju dimana baterai akan digunakan.
Gambar 13 : Korelasi tegangan baterai vs laju discharge
j. Siklus baterai
Cycle atau Siklus, merupakan suatu interval yang meliputi satu perioda pengisian dan satu perioda pelepasan. Idealnya baterai selalu diisi/charge sampai dengan 100% SOC selama perioda pengisian pada tiap siklus. Sementara baterai dihindarkan digunakan atau discharge sampai dengan 0% SOC.
24
Suatu baterai dengan siklus dangkal atau Shallow Cycle dirancang hanya untuk melakukan pelepasan/discharge sebesar 10-25% DODdari kapasitas total pada tiap siklusnya. Sedangkan baterai siklus dalam atau Deep-Cycle dirancang untuk dapat melakukan pelepasan/discharge sampai dengan 80% DODdari kapasitas total pada tiap siklusnya.
Usia baterai jenis deep cycle, sangat dipengaruhi besarnya DOD pada tiap siklus. Semakin besar DOD akan semakin kecil jumlah siklus yang dapat dilalui baterai tersebut.
Gambar 16 menunjukkan hubungan antara siklus baterai dan tingkat pengosongannya (DOD).
Gambar 14 : Siklus (cycle life) vs DOD baterai
k. Tahap charging
Pada dasarnya setiap rangkaian charging pada baterai basah (flooded lead acid battery) terdiri dari 3-4 tahap pengisian yaitu: bulk, absorbtion, equalization dan float.
25
a. Bulk Charging
Tahap ini adalah suatu proses pengisian baterai dengan arus besar. Beberapa fabrikan tidak membatasi arus pengisian pada tahap ini, dengan catatan bahwa tegangan baterai masih dibawah tegangan gassing (dimana larutan baterai terlihat mulai mendidih). Beberapa fabrikan merekomendasikan pengisian arus charging konstan, sementara tegangan baterai meningkat. Hal arus konstan akan mudah dilakukan dengan catudaya konvensional (battery charger), tetapi sulit dilakukan dengan SESF karena pengaruh penyinaran yang berubah-ubah. Pada tahap ini dapat dilakukan pengisian arus yang dikehendaki asal tidak melebihi 20% diatas rating kapasitas Ah baterai, sehingga tidak akan terjadi overheating.
b. AbsorptionCharging
Tahap absorption charging adalah tahap dimana tegangan charger konstan, sementara arus charging menurun sampai baterai mencapai tahap fully charged, atau penuh atau 100% SOC.
Indikasi ini diketahui manakala arus pengisian turun hingga mencapai 1% dari rating kapasitas Ah. Contohnya, jika kapasitas Baterai 100 Ah maka arus pengisian akhir atau final charging current nya adalah 1 Ampere.
c. EqualizationCharging
Tahap ini adalah tahap pengisian berlebih yang terkendali (5% overcharge), dimaksudkan untuk menyeimbangkan tegangan sel dan spesific gravity di dalam baterai. Keseimbangan dapat tercapai akibat dinaikkannya tegangan pengisian sampai ke level tertentu selama beberapa saat.
Ekualisasi akan memulihkan gejala-gejala kerusakan seperti stratifikasi, yaitu terkonsentrasinya asam di bagian bawah baterai, ataupun sulfasi yaitu terbentuknya kristal sulfat secara berlebihan dibagian pelat aktif.
Tahap ekualisasi ini dilakukan pada interval waktu tertentu saja dapat dilakukan sekali sebulan sampai dengan setahun sekali, setelah 10 sampai 100 deep-cycle bergantung pada rekomendasi dari pihak manufaktur baterai.
26
Ekualisasi wajib dilakukan bila hasil pemantauan spesific gravity sel menunjukkan perbedaan lebih dari 0,03.
d. FloatCharging
Tahap Float Charging adalah tahap pengisian dimana tegangan charging diturunkan dan dijaga konstan dalam tempo yang tak berhingga, dengan maksud menjaga agar baterai selalu dalam kondisi sehat (100% SOC). Berikut adalah tabel yang menggambarkan panduan pengisian baterai sebagai fungsi dari kapasitasnya yang dinyatakan dalam reserve capacity. Panduan ini dapat digunakan untuk menentukan besarnya bulk charging current untuk masing-masing baterai sesuai dengan kapasitasnya.
Tabel 4: Bulk charging current sesuai kapasitas baterai
Untuk menentukan setting tegangan bulk charging, float charging maupun equalization charging pada kontrol pengisian baterai, tabel berikut dapat digunakan sebagai panduan.
27
Tabel 5 : Tegangan charging berdasarkan tipe baterai
Untuk memastikan harga-harga parameter charging sebaiknya diminta petunjuk dari pihak manufaktur merek baterai yang bersangkutan.
Dengan demikian pemilihan charger untuk baterai lead-acid harus mempertimbangkan kemampuan charger dalam memenuhi parameter-parameter pengisian tersebut diatas, sehingga dapat dipenuhi kriteria perawatan baterai melalui cara pengisian yang tepat.
1.5.3. Pengendali Baterai (Battery Control Regulator)
Fungsi Umum Pengendali Baterai: Proses pengisian arus listrik dengan fotovoltaik ke baterai tidak sama dengan pengisi baterai konvensional (battery charger) yang menggunakan listrik. Hal ini disebabkan karena arus listrik yang dihasilkan fotovoltaik bisa besar, bisa juga kecil tergantung dari penyinaran/radiasi matahari. Proses pengisian akan berlangsung selama ada radiasi matahari, tidak melihat apakah baterai tersebut sudah penuh atau belum.
Sebagaimana diuraikan dimuka hal ini bisa membahayakan d an mempercepat kerusakan baterai. Oleh karena itu, maka diperlukan alat yang mampu mengendalikan baik pengisian arus listrik kedalam baterai ketika baterai sudah penuh, maupun menghentikan pengurasan listrik dari baterai pada saat baterai telah kosong.
28
Di dalam PLTS, alat ini dikenal dengan berbagai istilah, seperti: - Solar charge regulator (SCR)
- Battery charge regulator (BCR) - Battery control unit (BCU)
Di dalam uraian selanjutnya, akan digunakan istilah BCU untuk menyatakan unit pengendali baterai.
Contoh lain yang mempunyai fungsi sama dengan BCU, yaitu pada kendaraan bermotor (mobil atau motor) dimana alat ini dikenal sebagai “Cut-Out” Fungsi BCU pada umumnya:
Mengatur transfer energi dari modul PV --> baterai --> beban, secara efisien dan semaksimal mungkin;
mencegah baterai dari :
Overcharge : pemutusan pengisian (charging) baterai pada tegangan batas atas, untuk menghindari „gasing‟, yang dapat menyebabkan penguapan air baterai dan korosi pada grid baterai;
Underdischarge : pemutusan pengosongan (discharging) baterai pada tegangan batas bawah, untuk menghindari pembebanan berlebih yang dapat menyebabkan sulfasi baterai;
membatasi daerah tegangan kerja baterai;
menjaga/memperpanjang umur baterai;
mencegah beban berlebih dan hubung singkat;
melindungi dari kesalahan polaritas terbalik;
memberikan informasi kondisi sistem pada pemakai.
a. Overcharge
Overcharge adalah suatu pengisian (charging) arus listrik kedalam baterai (Accu) secara berlebihan. Apabila pengisian dilakukan dengan alat charger (charging Accu) yang biasa dikenal dipasaran, maka pengisian akan berhenti sendiri jika arus dari „charging accu‟ sudah mencapai angka nol (tidak ada arus pengisian lagi), dimana ini berarti baterai sudah penuh.
29
Pemutusan arus pengisian baterai dilakukan pada saat baterai telah terisi penuh. Hal ini dapat dipantau (diketahui) melalui pengukuran tegangan baterai, yaitu baterai dikatakan penuh, jika tegangan baterai (untuk sistem 12V) telah mencapai sekitar antara 13,8 s/d 14,5 volt (tergantung dari jenis baterai) dan baterai akan “gasing” (mengeluarkan gelembung-gelembung gas), jika tegangan baterai telah mencapai sekitar antara 14,5 s/d 15,0 volt. Oleh karena itu apabila tegangan baterai teleh mencapai sekitar 13,8 – 14,5 volt, maka pengisian arus listrik tersebut haru s segera diputuskan.
Untuk kondisi tertentu (yaitu untuk keperluan “ekualisasi”), baterai dapat diputuskan pengisiannya, jika tegangan baterai telah mencapai sekitar 14,5 – 15,0 Volt.
Pemutusan arus pengisian pada umumnya dilakukan secara elektronik oleh alat atau sistem kontrol BCU yang secara otomatis akan memutuskan pengisian arus listrik, jika baterai telah mencapai tegangan untuk kondisi penuh tersebut.
Pemutusan arus ini adalah untuk mencegah agar tidak terlalu sering terjadi “gassing” pada baterai yang akan menyebabkan penguapan air baterai dan korosi (karatan) pada grid baterai.
b. Underdischarge
Underdischarge adalah pengurasan (pengeluaran/pelepasan) arus listrik dari baterai secara berlebihan sehingga baterai menjadi kosong sama sekali (habis Amperenya). Dapat dijelaskan lebih jauh disini yaitu BCU pada sistem Fotovoltaik, berbeda dengan “Cut-Out” yang ada pada mobil atau motor dimana disini “Cut-Out” tidak mempunyai sistem atau kontrol untuk menghentikan/memutuskan pengeluaran arus yang terus menerus apabila baterai telah mencapai kondisi minimum (kosong), hal ini dapat dimengerti tentunya karena apabila mobil tersebut bergerak/hidup, maka akan selalu terjadi pengisian arus listrik kedalam baterai oleh “Dynamo-Ampere”, sehingga baterai tidak pernah kosong, sekalipun baterai dipakai untuk menyalakan lampu, A/C, tape -radio, dll;
30
asal “dynamo-Ampere” tersebut tidak rusak/berfungsi dengan baik dan baterainya-pun tidak lemah (tidak “Swak” dalam istilah bengkel mobil).
Sedangkan dalam sistem Fotovoltaik, dimana tentunya tidak ada “dynamoAmpere” dan hanya tergantung dari radiasi matahari, maka apabila baterai tersebut dipakai terus menerus untuk menyalakan beban (lampu, tape-radio, dll) terutama pada malam hari, maka hal ini akan menyebabkan baterai berangsur-angsur mulai menuju kosong dan apabila tidak ada penambahan arus listrik kedalam baterai tersebut. Juga, jika pemakaian beban cukup besar dan terus menerus atau tidak dibatasi, maka baterai akan menjadi kosong sama sekali (habis Amperenya). Kondisi ini disebut sebagai “underdischarge”. Untuk mencegah terjadinya “underdischarge”, maka digunakan alat atau sistem kontrol elektronik pada BCU yang secara otomatis akan memutuskan atau menghentikan pengeluaran arus listrik dari baterai tersebut.
Hal ini dapat dipantau/diketahui dari tegangan baterai, yaitu baterai akan mencapai kondisi minimum (hampir kosong Amperenya), jika tegangan baterai telah mencapai sekitar 11,4 s/d 11,7 volt. Oleh karena itu apabila tegangan baterai teleh mencapai sekitar 11,4 – 11,7 volt, maka penggunaan arus listrik dari baterai harus dihentikan atau hubungan beban ke baterai harus segera diputuskan.
Hal ini adalah untuk mencegah apabila baterai terlalu sering mencapai kondisi kosong akan menyebabkan sulfasi baterai sehingga baterai akan cepat menjadi rusak.
c. Daerah tegangan kerja baterai
Daerah tegangan kerja baterai adalah daerah tegangan dimana sistem Fotovoltaik masih mampu menyalakan beban. Untuk Sistem tegangan 12 volt, maka daerah tegangan kerja baterai adalah antara 11,4 volt - 14,5 volt.
31
Biasanya dalam pemakaian sehari-hari harus diusahakan agar pemakaian beban jangan sampai menyebabkan tenganan baterai mencapai 11,4 Volt, karena apabila mencapai titik tegangan tersebut, beban akan segera dimatikan secara otomatis. Untuk pemakaian beban sehari-hari sebaiknya lihat contoh cara pemakaian beban seperti yang disajikan pada perancangan sistem
.
Adapun grafik turun dan naik tegangan baterai terhadap pemakaian beban dan pengisian arus listrik melalui Fotovoltaik dapat digambarkan seperti Gambar 17.
Gambar 15 : Grafik tegangan baterai harian
d. Beban Berlebih dan Hubung Singkat
Beban berlebih adalah suatu pemakaian beban yang melebihi kapasitas maksimum output BCU. Sebagai contoh, jika kapasitas maksimum output BCU adalah 10 Ampere, maka apabila pemakaian beban melebihi 10 Ampere, dikatakan beban berlebih, dan biasanya BCU mempunyai proteksi/pencegahan yang secara otomatis akan memutuskan beban, jika terjadi adanya beban berlebih tersebut.
Hubung singkat terjadi akibat adanya hubungan langsung antara polaritas positip (+) dengan polaritas negatip (-) dari suatu sumber tegangan. Dalam hal ini terminal positip beban (beban +) dan terminal negatip beban (beban
32
-) pada BCU juga merupakan suatu sumber tegangan yang akan mensuplai daya listrik ke beban.
Kemungkinan hubung singkat tersebut dapat saja terjadi akibat terhubungnya terminal positip dan negatip beban pada BCU melalui suatu benda logam yang bersifat sebagai konduktor, misalnya obeng, kawat konduktor, kunci pas, dll; atau mungkin juga terjadi hubungan langsung antara kabel positip dengan kebel negatip pada kabel yang menuju beban (ujung-ujung kabel tersebut tersambung langsung).
Pada kondisi hubung singkat ini terjadi arus yang sangat besar, maka apabila BCU tidak dilindungi dengan proteksi hubung singkat, tentunya akan terjadi kerusakan pada komponen elektronik yang ada didalam BCU tersebut.
Untuk sistem yang sederhana perlindungan hubung singkat ini dapat dilakukan dengan menggunakan sikring pengaman (fuse), tetapi untuk sistem yang di dalamnya terdapat komponen elektronik yang sensitif sekali terhadap pengaruh arus hubung singkat, maka diperlukan suatu rangkaian elektronik khusus yang mampu memberi perlindungan terhadap terjadinya hubung singkat.
Pada umumnya rangkaian elektronik untuk proteksi hubung singkat ini adalah sama dengan rangkaian elektronik untuk proteksi arus beban lebih.
Untuk BCU yang mempunyai kapasitas arus output maksimum yang cukup besar, kejadian hubung singkat harus dihindari secepat mungkin, karena apabila hubung singkat ini kejadiannya cukup lama, maka ada kemungkinan komponen elektronik yang ada didalam BCU rusak juga.
33 e. Polaritas terbalik
Polaritas terbalik dapat terjadi pada :
- Terbaliknya hubungan antara PV dengan BCU. - Terbaliknya hubungan antara Baterai dengan BCU. - Terbaliknya hubungan antara BCU dengan beban.
BCU yang ber-mutu, akan mempunyai perlindungan terhadap kerusakan sebagai akibat terjadinya polaritas terbalik untuk hubungan PV-BCU (butir 1) dan polaritas terbalik untuk hubungan Baterai–BCU (butir 2), sedangkan untuk hubungan BCU–Beban, proteksi polaritas terbaliknya berada pada beban yang bersangkutan.
Perlindungan terhadap polaritas terbalik untuk hubungan PV – BCU adalah dilakukan dengan memberikan suatu “Blocking-Diode”, yang sekaligus merupakan pencegahan arus balik (“reverse current”) dari baterai menuju PV, sedangkan perlindungan polaritas terbalik untuk hubungan Baterai–BCU, harus dilengkapi dengan beberapa tambahan komponen atau rangkaian elektronik.
f. Pemberian Informasi Kondisi Sistem ke Pemakai
Informasi kondisi sistem yang diberikan kepada pemakai dapat berupa suara yaitu seperti misalnya suara Alarm atau suatu nyala Lampu seperti yang kita kenal pada BCU yaitu lampu LED (Light Emitting Diode). Informasi ini diberikan untuk memberi peringatan atau pemberitahuan kepada pemakai bahwa sistem berada di luar kondisi operasi; sistem berada dalam kondisi operasi ataupun sistem berada dalam kondisi “emergency”.
g. Kriteria Penting BCU
Kr i teri a ya n g pe nti n g p erl u di perh atik an u nt uk pe mili han BC U a ntar a la in adal ah :
- Fungsi pengaman dan kinerjanya terpenuhi; - handal (tidak mudah rusak);
34 - pabrikasi sederhana; serta - harga yang memadai. -
1.5.4. Inverter
Inverter didalam PLTS berfungsi untuk mengubah arus searah (direct current – DC) yang dibagkitkan oleh sistem modul fotovoltaik dan baterai menjadi arus bolak balik (alternating current – AC), sehingga PLTS dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik sebagaimana disediakan oleh pembangkit konvensional (diesel genset atau PLN). Gelombang output tidak selalu sinusoida, namun ada beberapa macam output yang dihasilkan, Berdasarkan bentuk gelombang yang dihasilkan, inverter diklasifikasikan menjadi 3 macam:
a. Square-wave inverter
Bentuk gelombang yang dihasilkan diilustrasikan pada gambar 1.7
Gambar 16 : Square Wave
Efisiensi konversi pada square wave inverter dapat dikatakan tinggi (dapat mencapai 98%) dan pada umumnya sangat murah. Tetapi, inverter jenis ini tidak direkomendasikan untuk peralatan yang menggunakan motor listrik, karena tidak efisien, sering menimbulkan bunyi dan menyebabkan motor panas. b. Modified Sine-wave Inverter
Jenis inverter yang sering digunakan dan dipasarkan adalah inverter yang menghasilkan gelombang bentuk kotak yang dimodifikasi. Disamping harganya yang relatif murah juga efisiensinya yang masih mendekati inverter square wave.
Meskipun demikian, inverter jenis ini bisa menimbulkan noise yang bisa menganggu sebagian peralatan elektronik. Bahkan sama sekali tidak berfungsi
35
jika digunakan untuk peralatan yang menggunakan fungsi timer seperti: charger baterai, light dimmer, dsb.
Gambar 17 : Modified Sine Wave
Peralatan yang mampu menggunakan inverter jenis ini misalnya: komputer, bor dan gergaji listrik, microwave, kulkas, kipas angin, pompa, dan beberapa beban motor kecil lainnya.
c. Pure Sine-wave Inverter
Inverter jenis ini mampu menghasilkan listrik yang sama dengan listrik jaringan PLN yang tentunya lebih handal dan tidak menghasilkan gangguan noise. Bahkan kualitasnya seringkali lebih baik dari listrik PLN. Hal ini membuatnya cocok untuk peralatan elektronik yang „sensitif„, termasuk charger baterai, motor dengan kecepatan bervariasi, serta peralatan audio/visual.
Gambar 18 : Pure Sine Wave
Didalam PLTS penggunaan inverter dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori utama, yaitu: grid inverter, stand-alone inverter, dan aplikasi khusus.
36 a. Grid Inverter
Merupakan inverter yang langsung mengkonversikan arus searah dari modul fotovoltaik menjadi arus bolak-balik, dan langsung dipasok/terhubung ke jaringan PLN. Inverter ini pada umumnya tidak dilengkapi dengan baterai. b. Stand-alone Inverter
Merupakan inverter yang pada umumnya mengkonversikan arus searah yang berasal dari baterai. Arus modul fotovoltaik digunakan untuk mengisi baterai terlebih dahulu sebelum dikonversikan menjadi arus bolak-balik Sesuai namanya, inverter ini pada umumnya dipergunakan untuk penyediaan listrik secara isolated atau island.
c. Inverter Khusus
Inverter untuk aplikasi khusus pada dasarnya merupakan suatu inverter yang dirancang untuk suatu aplikasi spesifik atau diintegrasikan kedalam suatu sistem pemakaian,
Inverter untuk aplikasi spesifik yang utama adalah inverter yang dirancang untuk keperluan penggerak pompa air. Inverter ini tidak menggunakan baterai, sehingga inverter langsung menghubungkan modul fotovoltaik langsung ke pompa air (direct coupling).
Selain itu inverter yang di integrasikan dengan peralatan sedemikian rupa sehingga peralatan AC tersebut dapat langsung bekerja dengan tegangan DC. Pemakaian terbanyak untuk jenis inverter ini adalah untuk keperluan catudaya lampu neon (tubular lamp – TL).
1.6. Mendiagnosis permasalahan umum pada sistem PLTS 1.6.1. Permasalahan Umum PLTS
Indonesia sebagai negara yang berada di wilayah iklim tropis telah dianugerahi kelebihan di bidang sumber energi terbarukan. Salah satunya adalah energi matahari atau surya. Matahari yang bersinar nyaris sepanjang tahun sangat berpotensi untuk dijadikan sumber tenaga pada pembangkitan listrik dibanding di daerah sub tropis apalagi daerah beriklim sedang dan dingin.
Selain tenaga matahari, angin dan ombak adalah sumber energi terbarukan lain yang potensial dikembangkan di Indonesia. Garis pantai yang sangat panjang
37
sebagai akibat dari bentuk negara kepulauan menjanjikan luasan yang sangat memadai untuk “menambang” angin dan ombak. Namun dalam modul ini akan difokuskan pada pembahasan energi surya, lebih khusus pada kendala-kendala yang harus dicarikan solusi pada Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Disebut tenaga surya bukan tenaga matahari agar akronimnya tidak tertukar dengan PLTM (Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro).
Pada prinsipnya pemanfaatan energi surya sebagai tenaga pembangkit energi listrik bertumpu pada sebuah elemen fotolistrik yang berfungsi sebagai pengubah energi cahaya (bukan panas) ke energi listrik yang biasa disebut sel surya atau solar cell. Karena sebuah sel surya hanya menghasilkan tegangan dan arus listrik yang sangat kecil maka beberapa sel surya dirangkai sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah panel surya atau solar panel. Energi listrik yang dihasilkan oleh panel surya berupa listrik arus searah (DC/direct current) tegangan rendah. Energi listrik ini nantinya akan dikumpulkan dan disimpan dalam sebuah akumulator (aki/accu) lewat sebuah alat kontrol pengisian aki atau biasa disebut solar charge controller
Solar charge controller ini berfungsi sebagai pengendali proses pengisian aki (charging) agar tegangan dan arus yang diisikan ke aki tidak melewati batas kemampuan aki atau overcharge. Pencegahan kondisi overcharge perlu dilakukan agar aki bisa awet secara umur. Pada solar controller yang lebih maju dilengkapi pula dengan solar tracking yang berfungi untuk selalu mengarahkan permukaan panel surya agar tegak lurus terhadap jatuhnya sinar matahari agar panel surya bekerja optimal.
Dari aki ini energi listrik sudah bisa dimanfaatkan baik untuk menyalakan lampu atau motor DC. Untuk menyalakan lampu AC (arus bolak-balik/alternating current) atau peralatan listrik AC lainnya diperlukan sebuah inverter yang berfungsi sebagai pengubah arus searah atau DC menjadi arus bolak-balik atau AC. Untuk menggerakkan beban motor seperti AC, kipas angin, pompa air atau kulkas diperlukan inverter yang bekerja dengan gelombang sinus murni atau pure sine inverter.
Kelemahan PLTS yang pertama adalah banyaknya aki yang harus dipasang agar bisa menampung energi listrik yang besar dan dapat membangkitkan daya yang besar pula. Sebuah aki kapasitas 200 Ah (ampere hour) dengan tegangan kerja 12 Vdc hanya menghasilkan daya sebesar 2,4 KWh (kilo watt hour). Maka jika
38
digunakan untuk menggerakkan pompa air rumah tangga yang berdaya 200 Watt hanya akan bertahan selama 12 jam. Itupun dengan asumsi efisiensi inverter 100%, padahal faktanya efisiensinya kebanyakan tidak lebih dari 70%.
Untuk mensuplai daya pada rumah tangga kecil dengan asumsi penggunaan daya rata-rata 300 Watt (bukan daya kontinyu) selama 24 jam maka diperlukan 3 buah aki kapasitas 200 Ah 12Vdc. Namun perhitungan baku pada perencanaan PLTS ditambahkan faktor keamanan 300% untuk mengamankan daya jika matahari tertutup mendung selama 3 hari berturut-turut, sehingga aki harus disediakan sebanyak 9 buah. Aki menjadi penghambat utama karena kebutuhannya yang besar dan umur aki yang rata-rata hanya sampai 2 atau 3 tahun dengan perawatan yang baik.
Penggantian aki dengan batere lithium memang memperkecil dimensi aki, tetapi tidak mengurangi harga, sehingga batere lithium hanya cocok dipasang pada kendaraan listrik dengan tujuan agar bobot kendaraan tidak terlalu berat. Sebuah langkah maju dibuat oleh peneliti Swedia dari Uppsala University dan peneliti Adam Freeman yang menciptakan batere berbahan ganggang hijau yang diklaim mampu menyimpan daya sampai 200 kali batere lithiumdan waktu pengisian sampai full charged hanya 8 menit. Sayang batere ini masih dalam tahap pengembangan dan belum layak diproduksi massal.
Kelemahan kedua adalah kemampuan panel surya menghasilkan listrik. Sel surya mempunyai efisiensi konversi energi sangat kecil, yaitu maksimum hanya 20%. Untuk menghasilkan daya listrik yang besar dibutuhkan banyak panel surya sehingga biaya pengadaan panel surya menjadi mahal. Beruntung umur pemakaian panel surya cukup panjang, bisa lebih dari 20 tahun, sehingga biaya investasinya sebanding dengan usia pemakaian.
Kendala pengadaan panel surya di Indonesia adalah harga yang masih tinggi. Meskipun bea masuknya sudah dibebaskan, namun karena bobot panel surya yang tergolong berat membuat biaya pengiriman menjadi mahal. Sel surya saat ini belum ada izin, jika kita rakit sendiri, biayanya jauh lebih mahaldibanding beli panel yang
39
sudah jadi. Kondisi ini merupakan salah satu permasalahan dengan pengadaan panel surya, padahal jika diproduksi penuh di dalam negeri bahan baku silikon yaitu pasir silika atau pasir kwarsa sangat melimpah, sementara pasir silika diekspor ke China dengan harga murah dan kembali ke Indonesia dalam bentuk panel surya yang mahal. Seandainya ada investor atau BUMN yang tergerak untuk memproduksi silikon di dalam negeri tentu harga panel surya akan lebih murah. Teknologinya sendiri tidak sulit, sehingga memungkinkan kita mengaplikasikannya.
Pada umumnya PLTS yang telah dipasang di negara kita seperti untuk penerangan jalan, sering kita dapati umurnya pendek, dalam hitungan bulan banyak yang mati. Hal ini terjadi karena tidak adanya perawatan terhadap aki dan solar charger controllernya. Bahkan solar charge controllernya tidak memakai proteksi overcharge. Selain itu Aki yang yang dipasang menggunakan produl yang tidak standar.
[ https://seword.com/techno/kendala-pemanfaatan-tenaga-surya-sebagai-energi-pembangkit-listrik/, (15 sep 2017 ; 17.10)]
Selain permalahan diatas, pada umumnya terjadinya kegagalan Sistem PLTS penyebabnya adalah :
ketidak pahaman terhadap persyaratan teknis yang diperlukan sesuai dengan kapasitas sistem;
disain dan pemilihan yang tidak tepat dalam menentukan komponen yang sesuai untuk sistem yang diinginkan;
pengabaian terhadap kode and standard listrik yang berlaku;
instalasi yang sembarangan;
40 1.6.2. Permasalahan Teknis
a. Permasalahan Kabel Penghantar
Permasalahan yang menimpa kabel penghantar pada umumnya adalah:
Gangguan hubung singkat pada titik sambungan listrik dalam kotak pengaman akibat air, serangga, dan lain sebagainya.
Kegagalan isolasi kabel panas yang berlebihan.
Kerusakan akibat korosi (karat).
b. Pemilihan Kabel Penghantar
Pemilihan kabel penghantar berdasarkan atas pertimbangan sebagai berikut:
Tegangan hilang, yaitu perbedaan antara tegangan pada sisi pengirim (sumber) dengan tegangan pada sisi penerima (beban). Umumnya dinyatakan dalam %.
Tipe Isolasi kabel: outdoor atau indoor
Daya hantar arus yang berdasarkan:
Ukuran penampang konduktor: Jenis dan bahan konduktor
1.7. Merancang system PLTS. 1.7.1. Disain Sistem PLTS
Berikut adalah langkah-langkah dalam mendisain sistem fotovoltaik: 1. Menentukan jenis beban dan menghitung kebutuhan energi maksimum
per hari (Wh/day), dengan membuat tabel beban yang menjelaskan kebutuhan daya dan lama pemakaian tiap beban per jam per hari. 2. Survei lokasi untuk menentukan radiasi, sudut-matahari, dan bayangan
(yang mungkin bisa menghalagi jatuhnya sinar matahari ke permukaan modul surya) untuk instalasi modul PV.
3. Menghitung kapasitas panel surya sesuai kebutuhan energi dan rata -rata radiasi matahari.
4. Menghitung kapasitas baterai untuk menyimpan energi sebesar kebutuhan energi selama hari otonomi (autonomy day) dimana matahari diasumsikan tidak bersinar pada hari tersebut. Autonomy day biasanya ditentukan selama 3 hari, yaitu asumsi bahwa selama 3 hari matahari tidak bersinar karena cuaca yang buruk.
41
5. Memilih komponen yang lulus kualifikasi dan sesuai dengan kebutuhan sistem, seperti kendali batery dan inverter (jika terdapat beban AC).
6. Membuat perencanaan instalasi dengan daftar (list) yang lengkap untuk peralatan (tool) dan aksesoris yang diperlukan.
Dalam merencanakan sistem Fotovoltaik banyak hal -hal yang perlu dibahas, pada diagram alir (flowchart) dibawah ini diberikan langkah-langkah dalam merencanakan sistem fotovoltaik tersebut:
42
43
One line Diagram Sitem PLTS
PV Array Utara PV Array Tengah PV Array Selatan Baterai MPPT/SCC INVER TER BEBAN INVER TER INVER TER BEBAN BEBAN 80A 80A 80A 100A 100A 100A
Gambar 20 : Oneline Diagram Sistem 48V
(Sumber: PLTH Bayu Baru) 1.7.2.Komponen-komponen dalam Sistem PLTS
Pada perencanaan sistem PLTS, faktor yang penting adalah bagaimana menentukan jenis komponen yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan beban, lokasi dimana sistem akan ditempatkan, kondisi lingkungan serta batasan-batasan lain yang perlu diperhatikan.
Untuk menjamin agar tidak terjadi kegagalan pada sistem atau memperkecil semaksimum mungkin kegagalan sitem, maka perlu diketahui juga problema apa yang umumnya terjadi dalam perencanan suatu perencanaan sistem PLTS ini.
Selain itu dalam perencanaan suatu sistem, tentunya diperlukan langkah-langkah apa saja harus dikerjakan untuk mencapai hasil yang diinginkan, demikian juga halnya dalam perencanaan sistem PLTS ini.
Oleh karena itu pada pembahasan perencanaan sistem PLTS ini, antara lain akan dikemukakan hal-hal yang berhubungan dengan Komponen-komponen dalam sistem PLTS termasuk juga penentuan kapasitasnya
44
(dalam hal ini akan dikemukakan secara tersendiri penentuan kapasitas PLTS dan kapasitas baterai), problema yang umum terjadi pada sistem PLTS, langkah-langkah dalam merencanakan sistem fotovoltaik, dan juga pembahasan secara singkat sifat atau performansi yang diperlukan untuk memilih komponen yang bersangkutan.
Pada umumnya komponen-komponen dalam sistem Fotovoltaik terdiri dari:
Modul PV
Baterai
Alat pengatur baterai (BCR)
Inverter (jika terdapat beban ac)
Assesories : pengkabelan, konektor, sakelar, sikring, pentanahan dan rangkaian proteksi, dsb.
Komponen – komponen PLTS tersebut diatas selanjutnya ditetapkan berdasarkan kebutuhan beban dan dipilih spesifikasinya, berikut diberikan contoh cara menentukan komponen PLTS, Untuk kepentingan pembelajaran praktik pemilihan komponen disesuaikan dengan kondisi lapangan.
a. Panel Surya
Berikut contoh cara memilih panel surya, untuk mengidentifikasi panel surya dapat dilihat pada contoh spesifikasi yang ditampilkan dibawah ini :
Tabel 6 : Spesifikasi Panel Surya
Photovoltaic Module
Skytech Solar
Model No: SIP-220
Standard Test Conditions: E=1000W/m2 Temp = 250C
Rated Power (Pmax) : 220 W
Open Circuit Current (Voc) : 36,24 V
Maximum Power Current (Isc) : 7,93 A
Maximum Power Voltage (Vpm) : 29,82 V
System Voltage (Ipm) : 7,39 A
Maximum System Voltage : 12 V
Weight : 19 Kg
45
Panel Surya sistem 48 V berjumlah 48 panel dibagi menjadi tiga array. Dalam satu array terdapat 16 panel surya, satu panel surya menghasilkan 24 V sehingga perlu dua panel surya yang diserikan lalu dihubungkan parallel dengan panel lain yang sudah diserikan pada satu array. Sehingga pada satu array teradapat delapan rangkaian seri yang diparalelkan.
Gambar 21 : PV Array Sistem 48V
(Sumber: Data Lapangan, 2018) b. Baterai
Pemilihan baterai kalau perlu tidak menentukan merek pabrikan tetapi yang paling utama adalah memilih kapasitas yang dibutuhkan berdasarkan beban yang ditetapkan
Tabel 7 : Spesifikasi Baterai
Merek Tipe Tegangan output Kapasitas Jumlah
SACRED SUN
GFMU –
1000C
2V 1000Ah/10hr 48
Baterai Sacred Sun, perlu dihubungkan 24 baterai secara seri lalu diparalelkan dengan rangkaian seri lainnya. Sehingga didapat dua rangkaian seri yang diparalelkan agar menjadi sistem 48 V. Jika baterai dihubungkan seri maka tegangan akan bertambah dan kapasitas tetap. Namun jika baterai dihubungkan paralel maka tegangan akan tetap dan kapasitas bertambah.
46
Gambar 22 : Baterai Sistem 48V (Sumber: Data Lapangan, 2018) c. Inverter
Tabel 8 : Spesifikasi Inverter
Brand : Luminous
Model : CRUZE SINE WAVE UPS
Rating : 3.5 kVA
Max. Bulb Load : 2800 W
Mains Input : 230V , 50 Hz
Battery Mode Output : 230V, 50 Hz (Nominal)
DC Voltage : 48V
Gross Weight : 31.90 kg
Dimension LxWxH : 28 x 30 x 28 (cm)
Inverter Luminous berjumlah tiga unit yang disuplai oleh baterai sistem 48V. Satu inverter melayani satu grup beban agar tidak melampaui spesifikasi yang ada dan kerja dari inverter lebih ringan.
Gambar 23 : Inverter Luminous Sistem 48V (Sumber: Data Lapangan, 2018)
47 Pemilihan Kabel Penghantar
Pemilihan kabel penghantar berdasarkan atas pertimbangan sebagai berikut:
Tegangan hilang, yaitu perbedaan antara tegangan pada sisi pengirim (sumber) dengan tegangan pada sisi penerima (beban). Umumnya dinyatakan dalam %.
Tipe Isolasi kabel: outdoor atau indoor
Daya hantar arus yang berdasarkan:
Ukuran penampang konduktor: Jenis dan bahan konduktor
Untuk menghitung Tegangan Jatuh (Voltage Drop) harus memeperhatikan faktor – faktor : Panjang kabel (meter), Ukuran penampang konduktor (mm2), Jenis material konduktor kabel, Contoh sifat resistif (tahanan) konduktor: kabel tembaga ukuran 1 mm2 mempunyai resistansi 0,0365 ohm/meter (pada temperatur 25°C). Standar tegangan hilang (drop tegangan) maksimum pada sistem PLTS yaitu : 3% ~ 5%.
Perhitungan tegangan jatuh penghantar dapat dihitung dengan rumus umum:
A I L V dimana :
ΔV : Tegangan hilang (volt)
ρ : Tahanan jenis konduktor (Cu, Al) (ohm/meter ) L : Panjang kabel positif dan negatif (meter)
I : Arus nominal (Ampere)
48
Tabel 9 : Spesifikasi konduktor tembaga berdasarkan luas penampangnya
Penampang konduktor Kapasitas arus Faktor kehilangan tegangan (mm2) (A) (V/A.m) 2.5 32 0.002823 4 42 0.001775 6 54 0.001117 10 73 0.0007023 16 98 0.0004416 25 129 0.0002778 35 158 0.0001747 50 198 0.0001385 70 245 0.0001099 95 292 0.0000871 120 344 0.0000691 150 391 0.0000548
Rugi-rugi tegangan atau tegangan hilang dapat dihitung dengan persamaan: ΔV = Arus (A) x Panjang kabel (m) x Faktor kehilangan tegangan (V/A/m)
Pemilihan Penegendali Baterai (Solar Charge Controller)
Solar Charge Controller (SCC) adalah komponen di dalam sistem PLTS yang berfungsi sebagai pengatur arus listrik baik terhadap arus yang masuk dari panel surya maupun arus beban keluar / digunakan. SCC bekerja untuk menjaga baterai dari pengisian yang berlebihan (over charge). Fungsi dan fitur SCC yaitu:
a. Saat tegangan pengisian di baterai telah mencapai keadaan penuh, maka controller akan menghentkan arus listrik yang masuk ke dalam baterai untuk mencegah over charge, dengan demikian ketahanan baterai akan jauh lebih tahan lama. Pada kondisi ini, listrik yang tersuplai dari panel surya akan langsung terdistribusi ke beban atau peralatan listrik dalam jumlah teretentu sesuai dengan konsumsi daya peralatan listrik.
b. Saat tegangan di baterai dalam keadaan hamper kosong, maka controller befungsi menghentikan pengambilan arus listrik dari baterai oleh beban. Pada kondisi tegangan tertentu (umumnya keadaan sekitar 10% sisa tegangan di baterai), maka pemutusan arus beban dilakukan oleh controller. Hal ini menjaga
49
baterai dan mencegah kerusakan pada sel-sel baterai. Pada kebanyakan model controller, indicator lampu akan menyala dengan warna tertentu yang menunjukkan bahwa baterai dalam proses charging. Pada kondisi ini, bila arus listrik dari baterai akan diputus oleh controller, maka beban tidak dapat beroperasi.
Pada controller tipe-tipe tertentu dilengkapi dengan digital meter dengan indicator yang lebih lengkap, untuk memonitor berbagai macam kondisi yang terjadi pada sistem PLTS agar dapat terdeteksi dengan baik.
Gambar 24 : Solar Charge Controller
(Sumber: cleanenergy-npt.com, 2014) a) Charging Mode Solar Charge Controller
Dalam keadaan charging mode, umunya baterai diisi dengan metoda three stage charging, yaitu :
1. Fase bulk: baterai akan di-charge sesuai dengan tegangan setup dan arus diambil secara maksimum dari panel surya. Pada saat baterai sudah pada tegangan setup (bulk) dimulailah fase absorption.
2. Fase absorption: pada fase ini, tegangan baterai akan dijaga sesuai dengan tegangan bulk, sampai SCC timer tercapai, arus yang dialirkan menurun sampai tercapai kapasitas dari baterai.
3. Fase float: baterai akan dijaga pada tegangan float setting. Beban yang terhubung ke baterai dapat menggunakan arus maksimum dari panel surya pada stage ini.
50 b) Sensor Temperatur Baterai
Untuk SCC yang dilengkapi dengan sensor temperature baterai, tegangan charging disesuaikan dengan temperature dari baterai. Menggunakan sensor ini didapatkan optimal dari charging dan juga optimasi dari usia baterai. Apabila SCC tidak memiliki sensor temperatur baterai, maka tegangan charging perlu diatur, disesuaikan dengan temperature lingkungan dan jenis baterai.
c) Mode Operation Solar Charge Controller
Pada mode ini, baterai akan melayani beban, apabila ada over-discharge maupun over-load, maka baterai akan dilepaskan dari beban. Hal ini berguna untuk mencegah kerusakan dari baterai.
1.8. Pemilihan alat Proteksi PLTS 1.8.1. Protreksi Baterai
Pada sistem pengisian batre tidak diperkenankan melebihi kapasitas daya tampung batre, apabila pengisian melebihi kapasitas, maka batre akan rusakdan sistem PLTS akan mati total. Untuk melindungi batre, maka harus dipasang proteksi. Proteksi ini biasanya bersatu dengan sistem sistem regulator kontrol yang dipasang setelah panel surya dan sebelum batre. Fungsi proteksi ini bila tegangan melebihi tegangan batre atau bila batre sudah penuh, maka arus oleh alat tersebut akan dibuang ke bumi. Diagram pemasangan proteksi
51
Salah satu spesifikasi sistem proteksi untuk proteksi baterai sebagai berikut :
1.8.2. Proteksi Penangkal Petir
Proteksi bagian atas panel surya dilindungi oleh sistem penangkap petir, tujuan pemasangan proteksi ini adalah untuk melindungi sambaran petir terhadap panel surya. Pemasangan penangkap petir seperti halnya pemasangan penagkap petir pada bangunan tinggi, bisa secara konvensional maupun menggunakan penangkap petir aktif.
1.8.3. Proteksi tegangan sentuh
Membumikan BKT perlengkapan dan BKT instalasi listrik, sedemekian rupa sehingga akan menghasilkan hal yang sama seperti saat sistem TN bekerja dengan baik. (PUIL 2000: 2000).
BKT yang dimaksud dalam PLTS (terpusat) adalah panel – panel yang dipasang setelah inverter, maka bodi panel tersebut harus dibumikan. Sistem pemasangan dapat dilihat pada gambar berikut
52
Perhitungan tahan pembumian dapat diadaptasi dari perhitungan tegangan sentuh yang dizinkan, dengan rumus :
RA x Ia < 50 V
RA = jumlah resistans elektrode bumi dan penghantar proteksi untuk BKT perlengkapan/ instalasi.
Ia = adalah arus listrik yang menyebabkan operasi otomatis dari gawai proteksi yang tergantung dari jenis dan karakteristik gawai proteksi yang digunakan.
1.8.4. Sistem Pembumian (Grounding )
Sebelum mengetahui jenis grounding, pertama-tama penulis akan menjelaskan kode-kode beserta artinya yang menentukan termasuk jenis apakah grounding. Kode yang digunakan mempunyai arti sebagai berikut:
a. Huruf pertama berarti hubungan sistem tenaga listrik ke bumi T : hubungan langsung titik ke bumi
I : semua bagian aktif diisolasi dari bumi, atau satu titik dihubungkan ke bumi melalui suatu impedens
b. Huruf kedua berarti hubungan BKT instalasi ke bumi
T : hubungan listrik langsung BKT ke bumi, yang tidak tergantung pembumian setiap titik tenaga listrik
N : hubungan listrik langsung BKT ke titik yang dibumikan dari sistem tenaga listrik
c. Huruf berikutnya (jika ada) adalah susunan penghantar netral dan penghantar proteksi
S : fungsi proteksi yang diberikan oleh penghantar yang terpisah dari nertal atau dari salutan yang dibumikan
C : fungsi netral dan fungsi proteksi tergabung dalam penghantar tunggal(penghantar PEN)
53 Terdapat tiga jenis pembumian, yaitu:
a. Sistem TN (Terra Neutral) atau Pembumian Netral Pengaman
Pada sistem ini penghantar netral dan penghantar proteksi dibumikan pada satu titik, ada tiga jenis sistem TN sesuai dengan susunan penghantar netral dan proteksi yaitu sebagai berikut:
- Sistem TN-S (Terra Neutral Separated)
- Sistem TN-C-S (Terra Neutral Combined Separated) - Sistem TN-C (Terra Neutral Combined)
b. Sistem TT (Terra Terra) atau Sistem Pembumian Pengaman
Sistem tenaga listrik TT mempunyai satu titik yang dibumikan langsung. BKT instalasi dihubungkan ke elektrode bumi yang secara listrik terpisah elektrode bumi sistem tenaga listrik.
c. Sistem IT (Impedance Terra) atau Sistem Penghantar Pengaman
Sistem tenaga listrik IT mempunyau semua bagian aktif yang diisolasi dari bumi, atau suati titik dihubungkan ke bumi melalui suatu impedens. BKT instalasi listrik dibumikan secara independen atau secara kolektif atau ke pembumian sistem.
1.8.5. Proteksi beban lebih FUSE DC
Proteksi beban lebih dapat digunakan Fuse atau MCB DC dengan kapasitas 1 amper sampai 20 A, gambar kedua proteksi tersebut dapat dilihat pada gambar 2.4.3, 2.4.34, dan 2.4.35
54
Gambar 27 : Photovoltaic Fuse