Indonesia sebagai negara yang berada di wilayah iklim tropis telah dianugerahi kelebihan di bidang sumber energi terbarukan. Salah satunya adalah energi matahari atau surya. Matahari yang bersinar nyaris sepanjang tahun sangat berpotensi untuk dijadikan sumber tenaga pada pembangkitan listrik dibanding di daerah sub tropis apalagi daerah beriklim sedang dan dingin.
Selain tenaga matahari, angin dan ombak adalah sumber energi terbarukan lain yang potensial dikembangkan di Indonesia. Garis pantai yang sangat panjang
37
sebagai akibat dari bentuk negara kepulauan menjanjikan luasan yang sangat memadai untuk “menambang” angin dan ombak. Namun dalam modul ini akan difokuskan pada pembahasan energi surya, lebih khusus pada kendala-kendala yang harus dicarikan solusi pada Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Disebut tenaga surya bukan tenaga matahari agar akronimnya tidak tertukar dengan PLTM (Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro).
Pada prinsipnya pemanfaatan energi surya sebagai tenaga pembangkit energi listrik bertumpu pada sebuah elemen fotolistrik yang berfungsi sebagai pengubah energi cahaya (bukan panas) ke energi listrik yang biasa disebut sel surya atau solar cell. Karena sebuah sel surya hanya menghasilkan tegangan dan arus listrik yang sangat kecil maka beberapa sel surya dirangkai sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah panel surya atau solar panel. Energi listrik yang dihasilkan oleh panel surya berupa listrik arus searah (DC/direct current) tegangan rendah. Energi listrik ini nantinya akan dikumpulkan dan disimpan dalam sebuah akumulator (aki/accu) lewat sebuah alat kontrol pengisian aki atau biasa disebut solar charge controller
Solar charge controller ini berfungsi sebagai pengendali proses pengisian aki
(charging) agar tegangan dan arus yang diisikan ke aki tidak melewati batas kemampuan aki atau overcharge. Pencegahan kondisi overcharge perlu dilakukan agar aki bisa awet secara umur. Pada solar controller yang lebih maju dilengkapi pula dengan solar tracking yang berfungi untuk selalu mengarahkan permukaan panel surya agar tegak lurus terhadap jatuhnya sinar matahari agar panel surya bekerja optimal.
Dari aki ini energi listrik sudah bisa dimanfaatkan baik untuk menyalakan lampu atau motor DC. Untuk menyalakan lampu AC (arus bolak-balik/alternating
current) atau peralatan listrik AC lainnya diperlukan sebuah inverter yang
berfungsi sebagai pengubah arus searah atau DC menjadi arus bolak-balik atau AC. Untuk menggerakkan beban motor seperti AC, kipas angin, pompa air atau kulkas diperlukan inverter yang bekerja dengan gelombang sinus murni atau pure sine
inverter.
Kelemahan PLTS yang pertama adalah banyaknya aki yang harus dipasang agar bisa menampung energi listrik yang besar dan dapat membangkitkan daya yang besar pula. Sebuah aki kapasitas 200 Ah (ampere hour) dengan tegangan kerja 12 Vdc hanya menghasilkan daya sebesar 2,4 KWh (kilo watt hour). Maka jika
38
digunakan untuk menggerakkan pompa air rumah tangga yang berdaya 200 Watt hanya akan bertahan selama 12 jam. Itupun dengan asumsi efisiensi inverter 100%, padahal faktanya efisiensinya kebanyakan tidak lebih dari 70%.
Untuk mensuplai daya pada rumah tangga kecil dengan asumsi penggunaan daya rata-rata 300 Watt (bukan daya kontinyu) selama 24 jam maka diperlukan 3 buah aki kapasitas 200 Ah 12Vdc. Namun perhitungan baku pada perencanaan PLTS ditambahkan faktor keamanan 300% untuk mengamankan daya jika matahari tertutup mendung selama 3 hari berturut-turut, sehingga aki harus disediakan sebanyak 9 buah. Aki menjadi penghambat utama karena kebutuhannya yang besar dan umur aki yang rata-rata hanya sampai 2 atau 3 tahun dengan perawatan yang baik.
Penggantian aki dengan batere lithium memang memperkecil dimensi aki, tetapi tidak mengurangi harga, sehingga batere lithium hanya cocok dipasang pada kendaraan listrik dengan tujuan agar bobot kendaraan tidak terlalu berat. Sebuah langkah maju dibuat oleh peneliti Swedia dari Uppsala University dan peneliti Adam Freeman yang menciptakan batere berbahan ganggang hijau yang diklaim mampu menyimpan daya sampai 200 kali batere lithiumdan waktu pengisian sampai full charged hanya 8 menit. Sayang batere ini masih dalam tahap pengembangan dan belum layak diproduksi massal.
Kelemahan kedua adalah kemampuan panel surya menghasilkan listrik. Sel surya mempunyai efisiensi konversi energi sangat kecil, yaitu maksimum hanya 20%. Untuk menghasilkan daya listrik yang besar dibutuhkan banyak panel surya sehingga biaya pengadaan panel surya menjadi mahal. Beruntung umur pemakaian panel surya cukup panjang, bisa lebih dari 20 tahun, sehingga biaya investasinya sebanding dengan usia pemakaian.
Kendala pengadaan panel surya di Indonesia adalah harga yang masih tinggi. Meskipun bea masuknya sudah dibebaskan, namun karena bobot panel surya yang tergolong berat membuat biaya pengiriman menjadi mahal. Sel surya saat ini belum ada izin, jika kita rakit sendiri, biayanya jauh lebih mahaldibanding beli panel yang
39
sudah jadi. Kondisi ini merupakan salah satu permasalahan dengan pengadaan panel surya, padahal jika diproduksi penuh di dalam negeri bahan baku silikon yaitu pasir silika atau pasir kwarsa sangat melimpah, sementara pasir silika diekspor ke China dengan harga murah dan kembali ke Indonesia dalam bentuk panel surya yang mahal. Seandainya ada investor atau BUMN yang tergerak untuk memproduksi silikon di dalam negeri tentu harga panel surya akan lebih murah. Teknologinya sendiri tidak sulit, sehingga memungkinkan kita mengaplikasikannya.
Pada umumnya PLTS yang telah dipasang di negara kita seperti untuk penerangan jalan, sering kita dapati umurnya pendek, dalam hitungan bulan banyak yang mati. Hal ini terjadi karena tidak adanya perawatan terhadap aki dan solar charger
controllernya. Bahkan solar charge controllernya tidak memakai proteksi overcharge. Selain itu Aki yang yang dipasang menggunakan produl yang tidak standar.
[https://seword.com/techno/kendala-pemanfaatan-tenaga-surya-sebagai-energi-pembangkit-listrik/, (15 sep 2017 ; 17.10)]
Selain permalahan diatas, pada umumnya terjadinya kegagalan Sistem PLTS penyebabnya adalah :
ketidak pahaman terhadap persyaratan teknis yang diperlukan sesuai dengan kapasitas sistem;
disain dan pemilihan yang tidak tepat dalam menentukan komponen yang sesuai untuk sistem yang diinginkan;
pengabaian terhadap kode and standard listrik yang berlaku;
instalasi yang sembarangan;
40 1.6.2. Permasalahan Teknis
a. Permasalahan Kabel Penghantar
Permasalahan yang menimpa kabel penghantar pada umumnya adalah:
Gangguan hubung singkat pada titik sambungan listrik dalam kotak pengaman akibat air, serangga, dan lain sebagainya.
Kegagalan isolasi kabel panas yang berlebihan.
Kerusakan akibat korosi (karat).
b. Pemilihan Kabel Penghantar
Pemilihan kabel penghantar berdasarkan atas pertimbangan sebagai berikut:
Tegangan hilang, yaitu perbedaan antara tegangan pada sisi pengirim (sumber) dengan tegangan pada sisi penerima (beban). Umumnya dinyatakan dalam %.
Tipe Isolasi kabel: outdoor atau indoor
Daya hantar arus yang berdasarkan:
Ukuran penampang konduktor: Jenis dan bahan konduktor
1.7. Merancang system PLTS.