• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA TINDAKAN PENCEGAHAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN WANEA KOTA MANADO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA TINDAKAN PENCEGAHAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN WANEA KOTA MANADO"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA TINDAKAN PENCEGAHAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN WANEA KOTA

MANADO

Rizkha J. Goshali*, Woodford B. S.*, Rahayu H. Akili* *Jurusan Kesehatan Lingkungan

*Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi Manado

Latar belakang: Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat Indonesia yang jumlah penderitanya cenderung meningkat dan menyebar semakin luas. Angka kematian dari kasus Dengue Hemorrhagic Fever dan Dengue Shock Syndrome pada tahun 1981-2008 adalah sebanyak 714 kasus. berdasarkan data dari Ditjen PP & PL Depkes RI (2009) dalam kurun waktu lima tahun (2005-2009) adalah sebagai berikut : Tahun 2005 sebanyak 95.279 kasus, tahun 2006 sebanyak 114.656 kasus, tahun 2007 sebanyak 158.115 kasus, tahun 2008 sebanyak 137.469 kasus, serta tahun 2009 sebanyak 158.912 kasus. Sedangkan total kematian 1.358 meninggal. Berdasaran sumber dari profil Dinas Kesehatan Kota Manado pada tahun 2012, tercatat bahwa angka kasus demam berdarah terjadi di Kota Manado pada kecamatan Tikala, Wanea, Mapanget, Sario, Tuminting, Singkil dan Bunaken. Pada Kecamatan Wanea terdapat 79 kasus demam berdarah dengue.

Metode : Penelitian ini bersifat analitik dengan desain kasus control. Dilaksanakan pada bulan April-September 2013 di Kecamatan Wanea Kota Manado dengan jumlah sampel 100 responden yang terdiri 50 Responden yang menderita Demam Berdarah Dengue dan 50 yang tidak menderita Demam Berdarah Dengue di tahun 2012.

Hasil : Berdasarkan hasil uji statistik dengan mengunakan uji chi kuadrat diperoleh bahwa probilitas antara tindakan pencegahaan dengan kejadian demam berdaraah dengue sebesar 0,0007 dengan OR = 3,083, dan CI 95% = 1,330-7,149.

Kesimpulan : Terdapat hubungan antara tindakan pencegahan dengan kejadian demam berdarah dengue di Kecamatan Wanea Kota Manado.

(2)

Pendahuluan

Sampai saat ini masih belum ditemukan obat dan vaksin yang efektif untuk penyakit DBD. Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) merupakan cara pengendalian vektor sebagai salah satu upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan penyakit DBD. Kampanye PSN sudah digalakkan pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan dengan semboyan 3M, yakni menguras tempat penampungan air secara teratur, menutup tempat-tempat penampungan air dan mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi sarang nyamuk (Depkes RI 2006).

Kegiatan tersebut sekarang berkembang menjadi 3M plus yaitu kegiatan 3M diperluas dengan mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat lainnya yang sejenis seminggu sekali, memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar, menutup lubang lubang pada potongan bambu/pohon, menaburkan bubuk larvasida, memelihara ikan pemakan jentik, memasang kawat kassa, mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruangan yang memadai. Kegiatan 3M plus juga diperluas dengan upaya meningkatkan kebiasaan pada masyarakat untuk menggunakan kelambu pada saat tidur siang, memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk, dan menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam ruangan rumah, diharapkan melalui kegiatan yang melibatkan seluruh masyarakat ini dapat menekan penyebaran penyakit DBD yang akhirnya akan berdampak pada manurunnya kasus DBD (Depkes RI 2006).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tindakan pencegahan dengan kejadian DBD di Kecamatan Wanea Kota Manado.

Metode Penelitian Desain penelitian

Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan rancangan penelitian kasus kontrol (case control).

Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai September 2013 di Kecamatan Wanea Kota Manado.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat kecamatan wanea kota manado yang menderita demam berdarah dengue dengan total populasi 158 responden yang terdiri dari 79 responden yang menderita demam berdarah dengue dan 79 responden yang tidak menderita denmam berdarah dengue di tahun 2012 dengan sampel yang diteliti berjumlah 100 responden di dapat 50 responden yang menderita demam berdarah dengue dan 50 responden yang tidak menderita demam berdarah dengue di tahun 2012, sampel penelitian ini diambil secara systematic random sampling (teknik acak sistematis). Dengan kriteria inklusi dan eklusi sebagai berikut: Kriteria inklusi untuk kelompok kasus: 1. Terdaftar sebagai penderita DBD di

tahun 2012

Kriteria ekslusi untuk kelompok kasus: 1. Tidak bersedia menjadi subjek

penelitian.

2. Tidak ada dilokasi pada saat penelitian Kriteria inklusi untuk kelompok kontrol: 1. Bertempat tinggal di daerah penelitian 2. Angota keluarga tidak menderita DBD

di tahun 2012

Kriteria ekslusi untuk kelompok kontrol: 1. Tidak bersedia menjadi subjek

penelitian.

Instrumen penelitan dalam penelitian ini mengunakan kuisioner yang berisikan 10 pertanyaan.

(3)

1. Kejadian demam berdarah adalah jumlah penderita dengue (DBD) di Kecamatan Wanea Kota Manado yang telah di diagnosis positif DBD oleh puskesmas. Kategori positif DBD (Hl Test Positif/ Dengue Rapid Test (ELISA IgM/IgG) positif) negatif DBD, dengan skala yang digunakan skala nominal.

2. Tindakan pencegahan penyakit demam berdarah dengue adalah tindakan yang meliputi tindakan menguras tempat penampungan air, menutup tempat penampungan air, mengubur barang-barang bekas, memakai lotion anti nyamuk, dan menggantung pakaian untuk mencegah terjadinya penyakit demam berdarah dengue. Jawaban responden terhadap setiap pertanyaan diberi nilai, jawaban Ya diberi nilai 1 (satu), jika tidak diberi nilai 0 (nol), nilai-nilai tersebut selanjutnya dijumlahkan. Berdasarkan nilai median hasil penelitian, bila nilai jawaban responden lebih besar dari median (>6) maka tindakan pencegahan responden dikategorikan baik dan bila kurang atau sama dengan median (≤6) maka di kategorikan tidak baik. Skala pengukuran yaitu skala nominal. Cara pengumpulan Data

Data perimer

Data primer adalah pengumpulan datanya dilakukan dengan mengunakan kuesioner, dengan metode wawancara.

Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Manado, Puskesmas Teling Atas,dan puskesmas Ranotana Weru, Kantor Kecamatan Wanea. Data sekunder meliputi data geografi, demografi, pemerintahan, kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD).

Hasil

Karakteristik Responden

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Wanea di wilayah kerja Puskesmas Teling Atas dan Puskesmas Ranotana Weru dimana terdapat 9 Kelurahan yang masuk di dalam Kecamatan Wanea. 5 Kelurahan termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Teling Atas dan 4 kelurahan termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Ranotana Weru.

Sampel di ambil pada 100 orang responden yang memenuhi kriteria inklusi subjek penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu sebanyak 50 responden yang perna menderita DBD (kelompok kasus) dan 50 orang responden yang tidak menderita DBD (kelompok kontrol).

Berdasarkan pada karakteristik umur diketahui bahwa paling banyak responden (84%) berada pada kelompok umur 1-15 tahun, disusul dengan responden (8%) pada kelompok umur 16-30 tahun, disusul dengan responden (6%) pada kelompok umur 31-45 tahun, dan paling sedikit responden (2%) berada pada kelompok umur ≥46 tahun.

Distribusi responden berikut berdasarkan jenis kelamin, deketahui bahwa perempuan lebih banyak (58%) sedangkan responden berjenis kelamin laki-laki (42%).

Distribusi responden berdasarkan tempat tinggal atau kelurahan diketahui sebagian besar responden (20%) berdomisili di Kelurahan Wanea, selanjutnya (18%) adalah responden yang bertempat tinggal di Kelurahan Ranotana Weru, berikutnya responden yang bertempat tinggal di Kelurahan Teling Atas dan Pakowa (12%), Karombasan Selatan, Karombasan Utara dan Tingkulu (10%) disusul dengan Buminyiur (8%), Tanjung Batu (0%).

Distribusi pertanyaan berdasarkan tindakan pencegahan DBD Indikator ketanggapan pertanyaan nomor 1 sebanyak 39 responden (78%) menjawab ya dan 11 responden (22%) menjawab tidak pada kelompok kasus. Untuk pertanyaan nomor

(4)

2 sebanyak 33 responden (66%) menjawab ya dan 17 responden (34%) menjawab tidak untuk kelompok kasus. Untuk pertanyaan nomor 3 sebanyak 30 respodan (60%) menjawab ya dan 20 responden (40%) menjawab tidak untuk kelompok kasus. Untuk pertanyaan nomor 4 sebanyak 9 responden (18%) menjawab ya dan 41 responden (82%) menjawab tidak untuk kelompok kasus. Untuk pertanyaan nomor 5 sebanyak 16 responden (32%) menjawab ya dan 34 responden (68%) menjawab tidak untuk kelompok kasus. Untuk pertanyaan nomor 6 sebanyak 40 responden (80%) menjawab ya dan 10 responden (20%) menjawab tidak untuk kelompok kasus. Untuk pertanyaan nomor 7 sebanyak 28 responden (56%) menjawab ya dan 22 responden (44%) menjawab tidak untuk kelompok kasus. Untuk pertanyaan nomor 8 sebanyak 45 responden (90%) menjawab ya dan 5 responden (10%) menjawab tidak untuk kelompok kasus. Untuk pertanyaan nomor 9 sebanyak 14 responden (28%) menjawab ya dan 36 responden (72%) menjawab tidak untuk kelompok kasus. Untuk pertanyaan nomor 10 sebanyak 14 responden (28%) menjawab ya dan 36 responden (72%) untuk menjawab tidak untuk kelompok kasus.

Berdasarkan Distribusi pertanyaan berdasarkan tindakan pencegahan DBD Indikator ketanggapan pertanyaan nomor 1 sebanyak 39 responden (78%) menjawab ya dan 11 responden (22%) menjawab tidak untuk kelompok kontrol. Untuk pertanyaan nomor 2 sebanyak 40 responden (80%) menjawab ya dan 10 responden (20%) menjawab tidak untuk kelompok kontrol. Untuk pertanyaan nomor 3 sebanyak 27 responden (54%) menjawab tidak dan 23 responden (46%) menjawab tidak untuk kelompok kontrol. Untuk pertanyaan nomor 4 sebanyak 7 responden (14%) menjawab ya dan 43 responden (86%) menjawab tidak untuk kelompok kontrol. Untuk pertanyaan nomor 5 sebanyak 25 responden (50%) menjawab ya dan 25 responden (50%)

menjawab tidak untuk kelompok kontrol. Untuk pertanyaan nomor 6 sebanyak 38 responden (76%) menjawab ya dan 12 responden (24%) menjawab tidak untuk kelompok kontrol. Untuk pertanyaan nomor 7 sebanyak 27 responden (54%) menjawab ya dan 23 responden (46%) menjawab tidak untuk kelompok kontrol. Untuk pertanyaan nomor 8 sebanyak 40 responden (80%) menjawab ya dan 10 responden (20%) menjawab tidak untuk kelompok kontrol. Untuk pertanyaan nomor 9 sebanyak 21 responden (42%) menjawab ya dan 29 responden (58%) menjawab tidak untuk kelompok kontrol. Untuk pertanyaan nomor 10 sebanyak 27 responden (54%) menjawab ya dan 23 responden (46%) menjawab tidak untuk kelompok kontrol.

Hubungan Antara Tindakan Pencegahan Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue

Perhitungan menggunakan uji chi square dengan bantuan program spss versi 20 menghasilkan nilai sebesar 0,007 dengan tingkat kesalahan (α) 0,05. Hubungan antara tindakan pencegahan dengan kejadian DBD

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS versi 20 diperoleh nilai OR > 1 yaitu 3,083 (Cl 95% =1,330-7.149) maka dapat dikatakan bahwa responden yang tindakan pencegahannya kurang baik berisiko 3,083 kali menderita DBD dibandingkan responden yang tingkat pencegahannya baik. Uji statistik menghasilkan nilai probabilitas sebesar 0,007 dengan (p < 0.05) hasil tersebut menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tindakan pencegahan dengan kejadian DBD pada responden yang berada di Kecamatan Wanea Kota Manado.

Pembahasan

Responden dalam penelitian ini adalah semua warga di Kecamatan Wanea yang pernah menderita DBD pada tahun 2012. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

(5)

April-September 2013. Jumlah responden 100 orang yang terdiri dari 50 orang responden yang terdiagnosis menderita penyakit DBD (kelompok kasus) dan 50 orang responden yang tidak mendarita DBD (kelompok kontrol). Hasil penelitian ini menunjukk`an bahwa karakteristik umur responden yang terbanyak (84%) berada pada kelompok umur 1-15 tahun dan paling sedikit responden (2%) berada pada kelompok umur ≥45 tahun. Febrianto (2012) dalam penelitiannya kejadian DBD terbanyak terjadi pada kelompok umur 5-14 tahun dengan 20 kasus DBD (51,28%) sedangkan yang paling sedikit kelompok umur 15-18 tahun dengan 1 kasus DBD (2,56%). Ini menyatakan bahwa tidak berbeda jauh karakteristik ini pada penelitian ini dengan penelitian sebelumnya.

Ditinjau dari jenis kelamin, responden yang paling banyak adalah responden perempuan dengan jumlah 58 (58%) dan responden laki-laki sebanyak 42 orang (4%). Penelitian ini berbeda dengan penelitian Dardjito dkk (2008) dengan responden terbanyak adalah laki-laki dengan jumlah penderita 29 responden (58%) pada kelompok kasus dan 11 responden (22%) pada kelompok kontrol. Data yang diperoleh dari Pusat Data dan Surveylans Epidemiologi Kementrian Kesehatan, distribusi kasus berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2008, persentase penderita laki-laki dan perempuan hampir sama. Jumlah penderita berjenis kelamin laki-laki adalah 10.463 orang (53,78%) dan perempuan berjumlah 8.991 orang (46,23%). Hal ini menggambarkan bahwa risiko terkena DBD untuk laki-laki dan perempuan hampir sama, tidak tergantung jenis kelamin.

Distribusi responden berdasarkan tempat tinggal atau Kelurahan diketahui sebagian besar responden (20%) berdomisili di Kelurahan Wanea dan yang paling sedikit berada di Kelurahan Buminyiur (8%). Kecenderungan yang muncul di Kelurahan Wanea di karenakan

pada saat musim hujan warga Kelurahan Wanea menampung air hujan agar tanah di sekitar halaman rumah tidak menjadi becek tapi setelah musim hujan berlalu air yang berada pada penampungan tidak di buang sehingga menjadi tempat perindukan nyamuk. Febrianto (2012) dalam penelitiannya wilayah dengan kasus DBD terbanyak adalah Kelurahan Kalipucur dengan 15 kasus DBD (38,46%) sedangkan paling sedikit adalah Kelurahan Bambankerep, Godowiryo, Wates dan Podorejo tidak terdapat kasus DBD.

Tindakan Pencegahan

Tindakan Pencegahan pada Kelompok Kasus

Melalui wawancara dengan menggunakan koesioner yang peneliti lakukan di Kecamatan Wanea Kota Manado bahwa masih banyak responden pada kelompok kasus yang tidak melaksanakan tindakan pencegahan demam berdarah dengue dengan baik seperti memasang kawat/jaring (net) anti nyamuk, memberikan bubuk abate pada penampungan air, serta menanam tanaman yang tidak disukai nyamuk karena sebagian besar responden tidak mengetahui tentang tanaman pengusir nyamuk. Responden cenderung tidak menyukai menggunakan kawat/jarring (net) anti nyamuk dikarenakan responden beranggapan dengan memasang kawat/jarring (netr) anti nyamuk sirkulasi udara dalam ruangan tidak akan maksimal. Responden mengalami kesulitan untuk mendapatkan bubuk abate dan responden tidak mengetahiu tempat dimana untuk memperoleh bubuk abate sedangkan yang perna mereka dapatkan hanya diberikan oleh puskesmas itupun hanya 6 bulan sekali. Sebagaimana diketahui pengendalian vektor DBD yang paling efektif dan efisien adalah dengan memutus rantai penularan DBD dalam bentuk 3M plus.

Tindakan Pencegahan pada Kelompok Kontrol

(6)

Melalui wawancara dengan menggunakan koesioner yang peneliti lakukan di Kecamatan Wanea Kota Manado bahwa masih banyak responden pada kelompok kontrol yang tida melaksanakan tindakan pencegahan demam berdarah dengue dengan baik seperti memasang kawat/jaring (net) anti nyamuk, memberikan bubuk abate pada penampungan air, serta menanam tanaman yang tidak disukai nyamuk karena sebagian besar responden tidak mengetahui tentang tanaman pengusir nyamuk. Responden cenderung tidak menyukai menggunakan kawat/jarring (net) anti nyamuk dikarenakan responden beranggapan dengan memasang kawat/jarring (net) anti nyamuk sirkulasi udara dalam ruangan tidak akan maksimal. Responden mengalami kesulitan untuk mendapatkan bubuk abate dan responden tidak mengetahiu tempat dimana untuk memperoleh bubuk abate sedangkan yang perna mereka dapatkan hanya diberikan oleh puskesmas itupun hanya 6 bulan sekali.

Salah satu cara yang lebih ramah lingkungan adalah memanfaatkan tanaman anti nyamuk (insektisida hidup pengusir nyamuk). Tanaman hidup pengusir nyamuk adalah jenis tanaman yang dalam kondisi hidup mampu menghalau nyamuk. Untuk itu perlu suatu usaha dalam mensosialisasikan tanam tersebut kepada masyarakat luas, terutama di daerah yang penduduknya rentan terkena penyakit demam berdarah. Penggunaan tanaman anti nyamuk secara menyeluruh dan terintegrasi merupakan salah satu metode yang berpotensi dalam upaya mengurangan penyakit demam berdarah. Memiliki cara yang lebih ramah lingkungan dan sangat murah baik dari segi biaya maupun aplikasinya. Cara tersebut adalah dengan menanam tanaman yang tidak disukai oleh nyamuk, biasa dikenal dengan tanaman hidup pengusir nyamuk atau anti-nyamuk. Tanaman ini dalam kondisi hidup mampu menghalau

nyamuk, artinya tanpa diolahpun mampu mengusir nyamuk (Rahayu, 2008).

Melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner yang peneliti lakukan di Kecamatan Wanea menujukan bahwa tindakan pencegahan yang dilakukan tidak baik seperti menguras dan menyikat bak mandi atau tempat penempungan air minimal sekali dalam seminggu, menutup tempat penyimpanan air, mengubur kaleng bekas yang dapat menampung air, menggunakan obat anti nyamuk, membiarkan pakaian bergelantungan di dalam rumah, memasang kawat atau jaring (net), membersihkan lingkungan disekitar rumah minimal seminggu sekali, memakai loution anti nyamuk, memberikan bubuk abate pada tempat penampungan air, dan menanam tanaman yang tidak disukai nyamuk. Penelitian yang dilakukan oleh Rahadian (2012) yang dilakukan di wilayah kelurahan endemis jumlah responden yang melakukan tindakan pencegahan kurang baik yaitu (76,9%) dan yang baik hanya (23,1%). Hasil penelitian Hermasyah dkk sebagian besar responden (80,1%) pada kelompok kasus memiliki kebiasaan melaksanakan gerakan 3M yang kurang sedangkan pada kelompok kontrol lebih dari setengah responden (56,8%) memiliki kebiasaan melaksanakan gerakan 3M yang kurang.

Penelitian yang dilakukan oleh Parida, Dharma, Hasan tentang hubungan keberadaan jentik aedes aegypti dan pelaksanaan 3m plus dengan kejadian penyakit DBD di lingkungan xviii kelurahan binjai kota medan tahun 2012 menemukan bahwa, dari total 100 responden yang di uji sebanyak 2 orang responden yang memiliki kebiasaan kurang baik dalam pelaksanaan 3 M Plus menderita DBD. Hasil analisis menggunakan uji Exact Fisher diperoleh nilai p sebesar 0,047 (nilai p < 0,005), yang berarti bahwa pelaksanaan 3M Plus memiliki hubungan yang bermakna dengan terjadinya penyakit DBD.

(7)

Menurut Notoadmojo (2011) bahwa untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, seperti fasilitas dan dukungan. Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu proses seseorang terhadap stimulus yang berkaitan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makan, serta lingkungan. Respon atau reaksi baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, dan sikap), maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau praktis). Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior), adalah respons untuk melakukan pencegahan penyakit, misalnya: tidur menggunakan kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk malaria, imunisasi dan sebagainya. Termasuk juga perilaku untuk tidak menularkan penyakit kepada orang lain.

Hubungan Antara Tindakan

Pencegahan Dengan Kejadian DBD Hasil analisis bivariad tindakan pencegahan dengan kejadian demam berdarah dengue (DBD) di Kecamatan Wanea Kota Manado, dapat dilihat bahwa responden dengan tindakan pencegahan tidak baik dan positif demam berdarah dengue (DBD) 26 orang (26%), dibaningkan dengan responden negatif demam berdarah dengue (DBD) 13 orang (13%), dan tindakan pencegahan baik positif demam berdarah dengue (DBD) 24 orang ( 24%), dan responden pencegahan baik negative demam berdarah dengue (DBD) 37 orang (37%). Hal ini berarti masih banyak responden pada kelompok kasus yang tidak melakukan tindakan pencegahan dengan baik.

Melalui uji statistik diperoleh hasil yaitu hubungan antara tindakan pencegahan dengan kejadian demam berdarah dengue mempunyai nilai probabilitas sebesar 0,007 yang artinya terdapat hubungan bermakna antara tindakan pencegahan dengan kejadian demam berdarah dengue (DBD) di

Kecamatan Wanea Kota Manado. Nilai OR ˃ 1 yaitu 3,083 (Cl 95% = 1,330 – 7,149) maka menujukan bahwa responden dengan tindakan pencegahan yang tidak baik memiliki peluang terkena demam berdarah dengue (DBD) 3,083 kali lebih besar, dari pada responden dengan tindakan pencegahan baik.

Penelitian ini mirip dengan yang dilakukan oleh Suhardino (2005) tentang Analisis faktor perilaku masyarakat terhadap kejadian demam berdarah dengue (DBD) di Kelurahan Helvetia tengah, Medan hasil penelitian menunjukan ada hubungan tindakan dengan kejadian DBD dengan nilai p = 0,001, (p<0,05), OR = 4,487 dan CI 95% = 1,822 – 11,051.

Penelitian lain yang dilakukan sucipto 2004 tentang perilaku masyarakat dalam upayah pencegahan penyakit demam berdarah dengue di puskesmas Ngawi Purba, Kabupaten Ngawi. Dari penelitian ini diketahui bahwa perilaku masyarakat yang berpengaruh terhadap kejadian penyakit demam berdarah dengue adalah sikap ibu terhadap upayah pencegahan penyakit demam berdarah dengan OR = 8,8 (CI 95% = 1,35 – 5243) dan praktek ibu dalam upayah pencegahan DBD dengan OR 12,37 (CI 95% = 83,77). Supriyanto dk, 2011. Tentang hubungan antara pengetahuan sikap dan praktik keluarga tentang pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan kejadian demam berdarah dengue di wilayah kerja puskesmas Tlogosari Wetan Kota Semarang terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan, sikap dan praktik keluarga tentang PSN dengan kejadian DBD. Dengan hasil pengetahuan (p = 0,007 OR = 3,17), Sikap (p = 0,000 OR = 49,61) dan praktik (p = 0,000 OR = 13,5).

Berdasarkan hasil penelitian – penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa kesadaran akan melakukan tindakan pencegahan masih menjadi masalah bukan hanya di Kecamatan

(8)

Wanea saja namun di tempat lain yang telah dilakukan penelitian serupa. Sesuai dengan wawancara dan observasi dilapangan ternyata masih ada banyak responden yang menjawab melaksanakan tindakan pencegahan namun dari hasil observasi responden seringkali lupa membuang air tampungan yang ada di dekat tempat curah hujan.

Partisipasi masyarakat merupakan proses panjang dan memerlukan ketekunan, kesabaran dan upaya dalam memberikan pemahaman dan motivasi kepada individu, kelompok, masyarakat, bahkan pejabat secara berkesinambungan. Program yang melibatkan masyarakat adalah mengajak masyarakat mau dan mampu melakukan 3 M plus atau PSN dilingkungan mereka. Namun karena masyarakat kita sangat heterogen dalam tingkat pendidikan, pemahaman dan latar belakangnya sehingga belum mampu mandiri dalam pelaksanaannya. Mengingat kenyataan tersebut, maka penyuluhan tentang vektor dan metode pengendaliannya masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat secara berkesinambungan. Karena vektor DBD berbasis lingkungan, maka penggerakan masyarakat tidak mungkin dapat berhasil dengan baik tanpa peran dari Pemerintah daerah dan lintas sektor terkait seperti pendidikan, agama, LSM, dll. Program tersebut akan dapat mempunyai daya ungkit dalam memutus rantai penularan bilamana dilakukan oleh masyarakat dalam program pemberdayaan peran serta masyarakat. Untuk meningkatkan sistem kewaspadaan dini dan pengendalian, maka perlu peningkatan dan pembenahan sistem surveilans penyakit dan vektor dari tingkat Puskesmas, Kabupaten Kota, Provinsi dan pusat

Kesimpulan dan Saran Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kecamatan Wanea Kota Manado Maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Tindakan pencegahan untuk kelompok

kasus dengan kategori baik sebanyak 24 responden (48%) dan untuk kategori tidak baik sebanyak 26 responden (52%).

2. Tindakan pencegahan untuk kelompok control dengan kategori baik sebanyak 37 responden (74%) dan untuk kategori tidak baik sebanyak 13 responden (26%).

3. Terdapat hubungan antara tindakan pencegahan dengan kejadian DBD. Masyarakat yang tindakan pencegahannya kurang baik beresiko 3,083 kali lebih besar untuk menderita DBD dibandingkan dengan yang tindakan pencegahannya baik.

Saran

1. Bagi Masyarakat Kecamatan Wanea Perlu dilakukan penyuluhan khusus bagi masyarakat tentang pentingnya memeriksa adanya jentik di pot dan kontainer di dalam dan diluar rumah. Perlu pendekatan khusus pada masyarakat untuk meningkatan kepedulian dan partisipasinya dalam pemberantasan demam berdarah di Kecamatan Wanea. Masyarakat diharapkan dapat berpartispasi dalam menurunkan kejadian demam berdarah di wilayahnya dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk dan menjaga kebersihan lingkungannya serta menjaga diri dari gigitan nyamuk. 2. Bagi Dinas Kesehatan Kota Manado

Dinas kesehatan sebaiknya meningkatkan upaya program kesehatan seperti pemberantasan sarang nyamuk, pemeriksaan jentik berkala dan penyuluhan kesehatan sehingga kasus demam berdarah dapat menurun terutama di daerah yang padat penduduk dan endemis demam

(9)

berdarah. Perlu memperhatikan kepedulian dan partisipasi masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk dan perlu dilakukan upaya-upaya lintas sektor yang dapat meingkatkan tingkat kepedulian dan partispasi masyarakat tersebut. Perlu ditingkatkan surveilans penyakit di seluruh kecamatan (khususnya surveilans demam berdarah), sehingga peningkatan demam berdarah dapat dilakukan intervensi sedini mungkin di seluruh kecamatan di Kota Manado.

Dafter Pustaka

1. Agustine. S. 2010. Faktor-faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Kejadian Demam Berdarah Dengue. Studi Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Tegal Timur Kota Tegal. Skripsi Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang.

2. Departemen Kesehatan RI. Menggerakkan Masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah. Depkes, Jakarta 2006. (http://www.depkes.go.id)

3. Febrianto. M. R, 2012. Analisis Spasiotemporal Kasus Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Ngalian Bulan Januari-Mei 2012, Skripsi Tidak Diterbitkan. Semarang: Program Pendidikan Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Diponogoro.

4. Mahardika, W, Azam. M., dan Wahyono. B. 2009. Hubungan antara Perilaku Kesehatan dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (BDB) di Wilayah Kerja Puskesmas Cepiring, Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal. Skripsi Universitas Negeri Semarang.

(http://lib.unnes.ac.id/159/1/6117.pdf)

5. Notoatmodjo, S., 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta : Rineka Cipta.

6. Rahadian. D. A, 2012. Perbedaan Tingkat Pengetahuan Ibu Dan Tindakan Pencegahan Demam Berdarah Dengue Di Wilayah Endemis dan Nonendemis. Skripsi Tidak Diterbitkan. Semarang: Program Pendidikan Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Diponogoro.

(http:/undip.ac./37500/1/dimas_aditya _rahadian_624008060_laporan_kti.pd f)

7. Rahayu, R., Mairawati., dan Putera, S. E., 2008. Sosialisasi dan Aplikasi Penggunaan Beberapa Tanaman Pengusir Nyamuk Kepada Masyarakat kota Padang di Daerah yang Rentan Terkena Penyakit Demam Berdarah Dengue. Warta Pengendalian Andalas XIV.

(http://repository.unand.ac.id./2556/1/ resti_rahayu.pdf

(10)

Referensi

Dokumen terkait

Diagram menu ini menggambarkan menu awal pada aplikasi dimana saat pertama kali user membuka aplikasi, maka aplikasi akan menampilkan opening atau pembuka dengan

Hal tersebut dapat terjawab melalui keseluruhan script iklan Walls Magnum Gold dengan mengkaji elemen – elemen iklan tersebut menggunakan analisis representasi Stuart Hall

Tindakan reklamasi lahan rawa yang telah dilakukan oleh pemerintah setempat bekerjasama dengan warga masyarakat pesisir Kabupaten Pekalongan pada tahun 2010 yaitu dalam luasan

Paper ini bertujuan untuk mengusulkan sebuah algoritma untuk pencarian routing jaringan dengan algoritma genetika yang memakai crossover cut and splice... Kata kunci —

Menurut pendapat kami, laporan keuangan konsolidasian yang kami sebut di atas menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan konsolidasian

Pemasaran merupakan suatu kegiatan pokok yang perlu dilakukan oleh perusahaan baik itu perusahaan barang atau jasa dalam upaya untuk mempertahankan kelangsungan

Critical review in oral biology and medicine : Inflamation- induced bone remodeling in periodontal disease and the influence of post menopausal osteoporosis.. Journal of

memberikan informasi bahwa terdapat perbedaan rata-rata kemampuan pembuktian teorema antara kelas eksperimen yang diajar menggunakan model Extended triad level ++ dan kelas