• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENENTUAN FREKUENSI RELOKASI PRODUK DI GUDANG: STUDI KASUS DI SEBUAH PERUSAHAAN LOGISTIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENENTUAN FREKUENSI RELOKASI PRODUK DI GUDANG: STUDI KASUS DI SEBUAH PERUSAHAAN LOGISTIK"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENENTUAN FREKUENSI RELOKASI PRODUK DI GUDANG:

STUDI KASUS DI SEBUAH PERUSAHAAN LOGISTIK

Primawati Hayuningtyas, Nyoman Pujawan

Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111

email:

prima.tyas@ymail.com

;

pujawan@gmail.com

Abstrak

Gudang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap biaya dalam rantai pasok. Pada produk dengan siklus hidup pendek atau fluktuasi permintaan produk tinggi, biaya-biaya dalam gudang dapat dikurangi dengan melakukan perubahan posisi produk dalam gudang dari waktu ke waktu. Perubahan dilakukan berdasarkan pertimbangan tingginya permintaan produk terhadap posisi pintu I/O (input/output) karena hal tersebut akan meminimumkan biaya material handling yang merupakan biaya yang berperan signifikan dalam biaya total gudang. Namun bila perubahan ini terlalu sering dilakukan juga akan berdampak pada biaya relokasi yang tinggi. Pada penelitian ini akan ditentukan frekuensi relokasi optimum yakni yang meminimumkan biaya relokasi dan biaya material handling. Studi dilakukan di gudang PT. X yang melayani penyimpanan produk-produk elektronik. Terdapat tiga skenario frekuensi yang dievaluasi dalam 20 bulan yaitu frekuensi relokasi sebanyak sekali, dua kali, dan empat kali. Hasil menunjukkan bahwa diantara ketiga skenario tersebut, frekuensi relokasi sebanyak empat kali atau dilakukannya relokasi selama lima bulan sekali dalam jangka waktu 20 bulan, merupakan frekuensi relokasi yang optimal pada gudang PT. X dengan biaya paling minimum. Kata kunci : Biaya Material Handling, Biaya Relokasi, Biaya Total Gudang, Frekuensi Relokasi, Gudang, Permintaan

Fluktuatif, Relokasi.

Abstract

Warehouse has a significant effect on costs in supply chain. For products with short life cycles or high fluctuation of demand, the costs of the warehouse can be reduced by changing the position of the products in the warehouse periodically. Changes were made based by the consideration of the product’s demand to the position of the I/O (input/output) door because it will minimize the material handling cost which plays a significant role in the total cost in warehouse. However, if the changes are too frequent, it will also have an impact to the higher relocation cost. In this research, it determined the optimum frequency which minimizes the relocation and material handling costs. Research conducted in PT. X which serves the storage of electronic products. There are three scenarios that were evaluated in 20 months, they are once, twice, and four times relocation. The results showed that among the three scenarios, the frequency of four times relocation or once in every five months, is an optimal frequency for warehouse relocation in PT. X because it has the minimum cost.

Key words : Material Handling Cost, Relocation Cost, Total Cost in Warehouse, Frequency of Relocation, Warehouse, Fluctuative Demand, Relocation.

1. Pendahuluan

Warehouse atau gudang memainkan peran penting dalam pengelolaan supply chains (Frazelle 2002). Gudang menciptakan hubungan yang efektif antara suppliers, manufacturers, distributors, dan costumers dalam sebuah rantai pasok. Dalam rantai pasok, banyak perusahaan telah melakukan pengiriman langsung ke pelanggan, namun dapat menjadi kurang efektif meskipun lead time akan berkurang. Hal tersebut dikarenakan seringkali permintaan produk berubah secara tidak pasti. Sehingga pelanggan membutuhkan pelayanan melalui inventory daripada memesan langsung (Harrison dan van Hoek 2005).

Dengan signifikannya pengaruh biaya gudang dan dampak positif terhadap peningkatan penjualan, penting halnya untuk kesuksesan bisnis dalam memiliki gudang, terutama gudang yang memiliki efektivitas yang tinggi. Menurut Sooksaksun dan Kachitvichyanukul (2009), alokasi atau tata letak dalam gudang merupakan salah satu dari beberapa faktor utama yang memiliki pengaruh yang besar dalam efektivitas gudang. Efektivitas gudang dapat digambarkan salah satunya melalui performansi

sistem order picking dan material handling. Order picking merupakan proses memilih dan mengambil produk dari lokasi produk pada gudang untuk memenuhi pesanan pelanggan. Material handling merupakan aktivitas perpindahan dari satu tempat ke tempat lain dalam gudang dengan membawa produk hasil order picking. Order picking dan material handling merupakan aktivitas yang membutuhkan biaya paling tinggi dalam perhitungan biaya gudang, mengingat biaya gudang sebagian besar dapat ditentukan pada fase desain gudang (Rouwenhorst et al., 2000) yang berupa alokasi maupun relokasi dalam gudang. Maka dari itu, semakin optimal layout gudang serta frekuensi relokasi yang dilakukan dalam gudang, nantinya akan semakin minimum biaya yang dikeluarkan dalam gudang.

Sementara itu, adanya permintaan yang berubah-ubah secara tidak pasti dari waktu ke waktu dalam pasar turut menuntut perlunya relokasi produk dalam gudang. Dengan adanya relokasi produk dalam gudang terutama relokasi berdasarkan demand produk, maka travel distance dalam material handling gudang akan dapat berkurang. Pengurangan travel distance tersebut akan dapat meminimalisir biaya

(2)

2

material handling gudang yang merupakan biaya yang berperan signifikan dalam biaya total gudang. Maka dari itu, semakin optimal layout gudang serta frekuensi relokasi yang dilakukan dalam gudang, nantinya akan semakin minimum biaya yang dikeluarkan dalam gudang.

Dalam relokasi, semakin tinggi frekuensinya, biaya relokasi yang dikeluarkan akan semakin tinggi, namun akan semakin sedikit biaya material handling yang akan dikeluarkan. Sebaliknya, semakin rendah frekuensi relokasi yang dilakukan, maka akan semakin rendah biaya relokasi, namun akan semakin tinggi biaya material handling yang akan dilakukan. Maka dari itu, dibutuhkan keseimbangan dengan pencarian titik frekuensi optimal yang merupakan titik potong antara biaya relokasi dan material handling yang secara langsung merupakan titik biaya total paling rendah. Hal tersebut digambarkan pada gambar 1.1.

Gambar 1.1 Grafik Biaya Total, Relokasi dan MH Pada perusahaan-perusahaan tertentu yang menangani produk-produk dengan dinamika penjualan dengan perubahan siklus hidup yang cepat maka sering kali diperlukan pembahasan posisi produk di gudang. Begitu halnya dengan produk-produk elektronik dan komunikasi yang dilayani oleh PT. X yang memiliki demand pattern dari waktu ke waktu yang tidak menentu. Untuk menciptakan material handling dan relokasi yang lebih efisien akibat dinamika penjualan antar produk, gudang pada PT. X membutuhkan frekuensi relokasi dalam gudang yang optimal agar biaya yang dikeluarkan dalam gudang dapat berkurang. Pada umumnya, produk yang memiliki grafik demand berpola, relokasi dari gudang dapat lebih mudah ditentukan melalui forecasting. Namun lain halnya dengan produk yang memiliki perubahan pola demand secara signifikan, relokasi dalam gudang dilakukan pada periode waktu yang akan lebih sulit untuk digambarkan.

Maka dari itu, diperlukan penentuan frekuensi relokasi yang optimal agar biaya total yang meliputi biaya relokasi dan material handling berkurang. Penelitian ini akan mengevaluasi seberapa sering relokasi yang perlu dilakukan terutama pada produk yang memiliki perubahan pola demand secara signifikan.

2. Uraian Penelitian

PT. X merupakan perusahaan internasional yang bergerak dalam bidang jasa logistik. Perusahaan ini melayani jasa logistik yang salah satunya ialah jasa pergudangan. PT. X merupakan perusahaan yang berpusat di salah satu negara di Asia dan tersebar di beberapa negara di dunia. Di Indonesia, PT. X berpusat di Jakarta. Pelanggan dari PT. X di Indonesia berasal dari industri elektronik dan alat komunikasi seperti televisi, home theatre, kulkas, mesin cuci, air conditioner, hingga handphone.

Gudang PT. X di Jakarta memiliki luas area sekitar 2 hektar. Gudang ini terdiri atas bangunan yang tergabung dengan kantor yang meliputi kantor inbound, outbound, service, dan administrator. Tempat penyimpanannya meliputi handphone area, big products area, medium area, block area, dan broken products area. Handphone area berupa tempat penyimpanan berbagai macam handphone merk tertentu. Big products area meliputi penyimpanan terhadap produk yang berdimensi cukup besar seperti kulkas dan mesin cuci. Medium area meliputi tempat penyimpanan produk yang berdimensi tidak terlalu besar seperti TV, DVD, home theater, microwave, dan lain-lain. Broken products area merupakan tempat penyimpanan produk yang rusak. Produk-produk yang rusak tersebut disimpan agar dapat diperbaiki lebih lanjut sehingga lokasinya berdekatan dengan kantor service. Selain itu, juga terdapat block area yang merupakan tempat penerimaan produk dari supplier yang akan disimpan dalam gudang, serta unloadingarea yang merupakan tempat pengumpulan produk yang akan dikirim ke konsumen setelah disimpan di dalam gudang.

Pada Tugas Akhir ini dilakukan penelitian dengan menggunakan data pada gudang PT. X di Jakarta. Data-data tersebut nantinya akan diolah untuk mendukung tujuan dari peneitian ini. Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini ialah data pergerakan demand per bulan, layout eksisting gudang, ukuran gudang, kapasitas gudang, dan dimensi produk.

Setelah melakukan pengumpulan data, dilakukan pengolahan data yang meliputi beberapa langkah yaitu antara lain:

1. Menentukan luasan space gudang yang dibutuhkan.

Dalam gudang, terdapat berbagai rak untuk meletakkan produk-produk yang akan disimpan. Dalam sebuah rak dengan ukuran tertentu mampu menampung produk dengan dimensi dan jumlah tertentu.

Saat relokasi, tentunya akan terjadi perpindahan jenis produk satu dengan tipe produk lainnya. Dengan adanya perpindahan tersebut, juga terjadi pertukaran tempat satu jenis produk dengan jenis produk lainnya yang mana memiliki ukuran berbeda-beda antar jenis produk.

Bi ay a (Rp .) Frekuensi Realokasi (n) Biaya Realokasi Biaya MH Biaya Total

(3)

3

Pada tahapan menentukan luasan space gudang yang dibutuhkan, setiap rak akan diperhitungkan space penyimpanannya. Space penyimpanan dapat ditunjukkan dengan kemampuan tiap rak dalam memuat berbagai jenis produk yang akan direlokasikan tersebut.

2. Menentukan alokasi

Pada langkah ini, akan menggunakan prinsip pengelompokkan produk yaitu dengan kategori produk A, B, dan C. Pengelompokkan yang dilakukan dalam penelitian ini tidak didasarkan oleh value produk, melainkan berdasarkan volume produk. Produk A merupakan produk yang memiliki angka permintaan paling tinggi dimana merupakan produk yang cepat terjual. Produk ini memiliki pergerakan yang cepat dalam gudang sehingga dapat disebut dengan fast moving items. Lalu, produk B merupakan produk yang memiliki angka permintaan lebih rendah dibandingkan dengan produk A. Begitu halnya dengan produk C yang mana merupakan produk yang memiliki angka penjualan lebih rendah dibandingkan dengan produk B.

Menurut Chrisholm (1998), dalam klasifikasi ABC atau dikenal sebagai class-based storage policy, produk A mencangkup 10% sampai 20% dari keseluruhan produk gudang dengan frekuensi keluar-masuk sebanyak 70% hingga 80%. Lalu, klasifikasi produk B adalah produk sejumlah 15% hingga 30% dari keseluruhan produk gudang dengan frekuensi keluar-masuk sebanyak 15% hingga 30%. Sedangkan klasifikasi produk C merupakan produk yang mencangkup 50% hingga 65% dari keseluruhan produk gudang dengan frekuensi keluar-masuk sekitar 5%.

• Alokasi grup berdasar turnover agregat Produk-produk dalam gudang yang akan direlokasikan telah terbagi berdasarkan jenis produknya. Pada masing-masing jenis produk dapat dianggap sebagai grup produk. Pada tahap ini, masing-masing grup produk akan menjadi satu kesatuan untuk di relokasikan. Setiap grup produk akan dilakukan kalkulasi agregat terhadap seluruh tipenya.

Setelah dilakukan kalkulasi agregat, hasil tersebut diaplikasikan ke dalam simulasi relokasi. Dalam jumlah agregatnya, dilakukan percobaan relokasi dalam periode empat bulan sekali yang mana juga menggambarkan hasil layout relokasi berdasarkan jumlah agregat demand per empat bulan.

• Alokasi pada item level berdasarkan turnover masing-masing produkF

Setelah relokasi dilakukan simulasi secara agregat, selanjutnya dilakukan simulasi relokasi pada masing-masing tipe produk. Tahap simulasi relokasi secara agregat dapat menjadi pedoman untuk simulasi pada tahap ini.

3. Menghitung biaya total

Setelah dilakukan relokasi secara agregat maupun pada masing-masing tipe produk, dilakukan perhitungan terhadap dampak dari relokasi tersebut melalui perhitungan biaya total. Semakin baik hasil dari relokasi maka semakin rendah biaya total yang dibutuhkan.

Perhitungan biaya total dapat dilakukan dengan mengubah-ubah frekuensi relokasi. Pada setiap frekuensi relokasi tersebut, dilakukan perhitungan biaya material handling dan relokasi. Kedua biaya tersebut jika dijumlahkan akan menghasilkan biaya total. Sehingga nantinya akan didapatkan biaya total pada masing-masing frekuensi.

4. Menentukan frekuensi relokasi yang optimum

Berdasarkan perhitungan biaya total, didapatkan angka biaya total pada masing-masing frekuensi relokasi. Setelah itu dilakukan perbandingan biaya total pada masing-masing frekuensi tersebut. Berdasarkan biaya total pada masing-masing frekuensi, nantinya akan dipilih frekuensi yang memiliki biaya total minimum yang mana merupakan frekuensi optimal yang perlu dalam melakukan relokasi produk pada gudang.

3. Hasil dan Analisa

PT.X meliputi gudang yang berdiri seluas 2 hektar yang terdiri dari area gudang serta kantor para tenaga kerja. PT. X belum pernah melakukan relokasi produk dalam gudang. Perusahaan ini hanya melakukan tata layout di awal tanpa melakukan tata layout ulang secara periodik. Produk-produk yang disimpan dalam gudang PT. X diketakkan berdasarkan lorong dan rak yang ada. Contohnya, produk TV akan memenuhi rak A terlebih dahulu sehingga perusahaan ini tidak mempertimbangkan jauh dekatnya produk dengan pintu I/O (input/output) namun hanya mempertimbangan kemudahan dalam mengaksesnya khususnya dalam mencari letak produk dalam rak dan lorong yang ada.

Dengan adanya relokasi produk dalam gudang berdasarkan demand produk pada penelitian ini, terjadi perubahan tata letak produk dimana produk yang pada kondisi eksistingnya diletakkan

(4)

4

berdasarkan rak dan lorong secara horizontal tanpa mempertimbangkan jauh dekatnya dengan pintu I/O, pada penelitian ini diletakkan secara vertikal berdasarkan kedekatannya dengan pintu I/O sesuai dengan demand produk. Semakin tinggi demand suatu produk maka akan semakin sering produk tersebut dipindah dimana juga mempengaruhi pertambahan travel distance. Semakin tinggi angka travel distance yang dilakukan maka akan semakin tinggi biaya material handlingnya.

Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan adanya perubahan kondisi tata layout yang ada dalam gudang PT. X, sangat mempengaruhi perubahan biaya yang dikeluarkan, dari yang pada awalnya tidak mempertimbangkan letak produk berdasarkan demand produk menjadi muncul pertimbangan mengenai letak produk berdasarkan demand produk.

Biaya material handling didapatkan dari konversi jarak perpindahan (travel distance). Semakin tinggi jarak perpindahannya, maka akan semakin tinggi biaya material handlingnya. Berikut merupakan rekap biaya material handling pada setiap frekuensi relokasi:

Tabel 3.1 Total Biaya Material handling

n t Biaya MH Total Biaya MH 1 1 Rp 928,443,972.75 Rp 928,443,972.75 2 1 Rp 466,542,875.33 Rp 927,931,907.55 2 Rp 461,389,032.23 4 1 Rp 206,523,578.48 Rp 887,986,995.83 2 Rp 228,973,025.63 3 Rp 230,854,487.33 4 Rp 221,635,904.40

Biaya material handling tersebut didapatkan dari perkalian antara travel distance dengan biaya per meter. Biaya per meter yang digunakan tediri dari integrasi antara biaya investasi forklit yang dikonversikan ke biaya per hari, biaya bahan bakar hari yang dikonversikan ke biaya per hari, dan biaya tenaga kerja yang juga dikonversikan ke biaya per hari. Nantinya biaya per meter didapatkan dari penjumlahan ketiga biaya tersebut yang dibagi dengan rata-rata travel distance per harinya.

Berdasarkan tabel 3.1, total biaya material handling pada saat frekuensi relokasi sama dengan 1 memiliki nilai yang lebih tinggi dengan pada saat frekuensi relokasi sama dengan 2. Begitu halnya pada saat frekuensi relokasi sama dengan 2 memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan pada saat frekuensi relokasi sama dengan 4. Prinsip pada pergerakan biaya material handling tersebut sama dengan prinsip yang ada pada pergerakan travel distance karena biaya material handling dan travel distance dalam persamaannya berbanding lurus satu sama lain. Jika penekanan lebih diutamakan pada minimalisir biaya material handling maka frekuensi relokasi yang semakin sering akan lebih baik. Hal tersebut dapat

terjadi pada saat biaya material handling dalam suatu perusahaan merupakan momok besar dan memiliki nilai yang cukup signifikan tingginya.

Biaya relokasi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk menata ulang layout yang ada di dalamnya. Relokasi produk dalam gudang PT. X pada penelitian ini dilakukan selama 2 hari dimana pada hari tersebut tetap dilakukan aktivitas pelayanan demand pada gudang. Sehingga biaya yang dikeluarkan tanpa melibatkan biaya kesempatan akibat tidak adanya proses pelayanan demand.

Biaya relokasi dalam penelitian ini meliputi biaya tambahan tenaga kerja dan biaya tambahan bahan bakar material handling yang seluruhnya dikonversikan ke dalam satuan per hari karena relokasi dilakukan dalam 2 hari. Berikut merupakan rekap biaya relokasi berdasarkan maisng-maisng frekuensi relokasi.

Tabel 3.2 Total Biaya Relokasi n Biaya eksisting

per hari Biaya Relokasi 1

Rp 1,322,000.00

Rp 2,644,000

2 Rp 5,288,000

4 Rp 10,576,000

Berdasarkan tabel 3.2, biaya relokasi pada saat frekuensi relokasi sama dengan 1 ialah lebih rendah dibandingkan pada saat frekuensi relokasi sama dengan 2. Begitu halnya pasa saat frekuensi relokasi sebesar 2 memiliki biaya relokasi yang lebih rendah dibandingkan dengan biaya relokasi pada saat frekuensi relokasi sama dengan 4. Hal tersebut menunjukkan semakin sering dilakukannya relokasi maka biaya yang dikeluarkan akan semakin tinggi, sedangkan semakin jarang dilakukannya relokasi maka biaya yang dikeluarkan akan semakin rendah. Berdasarkan prinsip tersebut, biaya relokasi ini berbanding terbalik dengan biaya material handling dan travel distance.

Biaya total dari relokasi gudang pada penelitian ini merupakan penjumlahan dari biaya material handling dan biaya relokasi. Biaya material handling memiliki kurva yang semakin melandai seiring bertambahnya frekuensi relokasi. Hal yang sebaliknya terjadi pada biaya relokasi yang mana nilainya akan semakin menanjak seiring dengan bertambahnya frekuensi relokasi. Dengan adanya nilai yang berbanding terbalik pada kedua biaya dalam gudang tersebut, didapatkan trade off antara kedua biaya tersebut. Titik perpotongan antara kedua biaya tersebut menjadi obyektif dalam penentuan frekuensi optimal relokasi gudang dikarenakan titik tersebut menggambarkan kondisi biaya total minimum yang dibutuhkan.

(5)

5

Maka dari itu, dilakukan rekap antara ketiga biaya tersebut pada penelitian ini berdasarkan masing-masing frekuensi relokasi.

Tabel 3.3 Biaya Total, biaya material handling, dan biaya relokasi

n Biaya MH Biaya

Relokasi Biaya Total

1 Rp 928,035,584.85 Rp 2,644,000 Rp 930,679,585

2 Rp 927,931,907.55 Rp 5,288,000 Rp 933,219,908

4 Rp 887,986,995.83 Rp 10,576,000 Rp 898,562,996

Berdasarkan biaya total yang ada pada masing-masing frekuensi relokasi, didapatkan biaya total minimum yaitu biaya total saat frekuensi relokasi yang dilakukan sebanyak 4 kali dalam jangka waktu 20 bulan atau dengan kata lain relokasi dilakukan dalam periode 5 bulan sekali.

6. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut:

1. Dalam relokasi produk dalam gudang PT. X yang dilakukan per grup produk, posisi tiap grup cenderung tidak berubah pada saat periode relokasi dilakukan pada rentang waktu 20 bulan, 10 bulan, dan 5 bulan. Perubahan posisi hanya terjadi pada grup produk yang cenderung memiliki prosentase alokasi space rendah, namun hal tersebut juga tidak berpengaruh signifikan.

2. Dalam relokasi produk dalam gudang PT. X yang dilakukan per item, posisi tiap item lebih berpotensi untuk berubah daripada posisi tiap grup pada saat periode relokasi dilakukan pada rentang waktu 20 bulan, 10 bulan, dan 5 bulan.

3. Dengan adanya relokasi gudang PT. X berdasarkan demand produk, aktivitas material handling dapat berkurang dari yang pada awalnya harus sering melakukan material handling pada rak terjauh dari pintu I/O (input/output) karena demand produk tersebut tinggi, menjadi jarang melakukan material handling pada rak terjauh dari pintu I/O karena produk yang mengisi rak terjauh dari pintu I/O tersebut ialah produk-produk yang memiliki demand paling rendah diantara demand produk yang diletakkan lebih dekat dengan pintu I/O.

4. Semakin sering dilakukan relokasi, travel distance semakin berkurang. Saat relokasi dilakukan sekali, travel distance yang ditempuh pada gudang PT. X ialah sebesar 5427108.68 meter, saat dilakukan dua kali ditempuh travel distance sebesar 5426502.38 meter, dan jika dilakukan empat kali

ditempuh travel distance sebesar 5192906.4 meter dalam jangka waktu selama 20 bulan. 5. Dari ketiga skenario frekuensi relokasi yang

diuji pada gudang PT. X, total biaya terendah diperoleh ialah saat frekuensi relokasi dilakukan sebanyak empat kali. Jika dibandingkan dengan frekuensi relokasi sebanyak sekali atau layout tidak dirubah selama 20 bulan, total biayanya berkurang sebesar 3,45 % dari Rp. 930.679.585,- menjadi Rp. 898,562,996,-

6. Dari Tugas Akhir ini, didapatkan bahwa semakin sering frekuensi relokasi dilakukan maka akan semakin rendah biaya material handling dan semakin tinggi biaya relokasi. Nantinya, akan ada frekuensi tertentu yang menghasilkan total biaya minimum.

Daftar Pustaka

Arnold, J. R. T., Chapman, S. N., Clive, L. M. (2008), Introduction to Materials Management, sixth ed, Prentice Hall, Colombus.

Baker, P., Canessa, M. (2007), “Warehouse Design: A Structured Approach”, European Journal of Operational Research, 193, hal. 425-436. Ballou, R. H. (2004), Business Logistics / Supply

Chain Management, Prentice Hall, Ohio. Chen, L., Langevin, A., Riopel D. (2011), “A Tabu

Search Algorithm For The Realocation Problem In A Warehousing System”, Int. J. Production Economics, 129, hal. 147-156. Chisholm, Gwen. (1998), “Research Result Digest: A

Desk for Inventory Manager in Transit Industry”, Transit Cooperative Research Program. June, number 28.

Frazelle, E. (2002), Supply Chain Strategy: The Logistics of Supply Chain Management, McGraw-Hill, New York.

Harrison, A., van Hoek, R., 2005. Logistics Management and Strategy, second ed, Pearson, Harlow.

Heragu, S. S., (2006). Facility Design, iUniverse, New York.

Koster, R. d., Le-Duc, T., Roodbergen, K. J. (2006), “Design and control of warehouse order picking: A literature review”, European Journal of Operational Research, 182, hal 481-501.

Kulweic, R. A. (1980), Advanced Material handling, The Material handling Institute, Charlotte. Rachmawati, U. (2012), Perancangan Ulang Sistem

Alokasi Bay Dalam Gudang Dengan Mempertimbangkan Throughput Produk (Studi Kasus: PT Petrokimia Gresik), Tugas Akhir, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

Rouwenhorst, B., Reuter, B., Stockrahm, V., van Houtum, G., Mantel, R., Zijm, W. (2000), “Warehouse design and control: Framework

(6)

6

and literature review”, European Journal Of Operational Research, 122, hal 515-233. Sooksaksun N., Kachitvichyanukul V. (2009),

“Performance Evaluation of Warehouse with One-Block Class-based Storage Strategy”, Asian Institute of Technology Pathumthani, hal. 1553-1561.

Wignjosoebroto, S. W. (2003), Macam Layout dan Pola Aliran Bahan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

Waters, D. (2003), “Inventory Control and Management, second ed”, Wiley, West Sussex.

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya dari data analisis terlihat bahwa pakan dengan diberi bahan pengkaya minyak cumi dan minyak ikan dapat meningkatkan kandungan asam lemak esensial seperti asam

3. Triangulasi dilakukan dengan cara pengecekan ulang terhadap hasil data dengan teknik, waktu, dan sumber data yang berbeda. Apabila pengecekan ulang mendapatkan hasil yang sama

pengawas minum obat oleh petugas kesehatan terhadap pengetahuan, perilaku pencegahan dan kepatuhan klien tuberkulosis paru yang sedang dalam pengobatan; Faktor

Sangat lucu bagiku melihat mereka bersembah sujud didepan arca arca dengan muka yang begitu serius.. Kuil yang kudatangi itu tidak begitu

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir yang

Kata Kunci : Antikanker, Rumput Bambu, Zeolit NaX, Sel T47D Upaya untuk mengobati kanker payudara salah satunya menggunakan obat herbal antikanker yaitu akar rumput bambu dan

Dimana kecamatan terdampak dilengkapi oleh value population yang sesuai dengan jumlah populasi yang dimungkinkan sebagai korban jiwa pada saat erupsi.. Sedangkan kecamatan

Dengan adanya tunnel yang dapat digunakan sebagai jalur akses ke jaringan lain, penulis memanfaatkannya sebagai jalur akses untuk terhubung dengan file server yang