• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi Bola Baja Penumbuk Arang Dalam Proses High Energy Ball Milling Study Kasus Bola Baja Berukuran 5/16 Inchi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Karakterisasi Bola Baja Penumbuk Arang Dalam Proses High Energy Ball Milling Study Kasus Bola Baja Berukuran 5/16 Inchi"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI BOLA BAJA PENUMBUK ARANG DALAM PROSES HIGH ENERGY BALL MILLING STUDY KASUS BOLA BAJA BERUKURAN

5/16 INCHI

Disusun Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Program Studi Strata 1 Pada Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik

Oleh :

IRFAN PRAKOSO D200140138

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2019

(2)
(3)
(4)
(5)

1

KARAKTERISASI BOLA BAJA PENUMBUK ARANG DALAM PROSES HIGH ENERGY BALL MILLING STUDY KASUS BOLA BAJA

BERUKURAN 5/16 INCHI Abstrak

Tumbukan adalah pertemuan dua benda yang bergerak. Pada setiap tumbukan berlaku hukum kekekalan momentum tetapi tidak selalu berlaku hukum kekekalan energi mekanik karena disini sebagian energi diubah menjadi panas akibat tumbukan atau terjadi perubahan bentuk. Dalam penelitian ini bahan yang digunakan untuk pembuatan arang berasal dari tanaman akasia. Arang akasia adalah suatu produk yang diperoleh dari hasil pembakaran tidak sempurna terhadap tanaman akasia. Penelitian ini menggunakan alat Shaker Mills untuk melakukan proses High Energy Ball Milling (HEBM). Alat ini dimodifikasi sehingga bola baja saling bertumbukan dengan arang, dengan kecepatan 1000 Rpm selama 2,5 juta siklus, dengan ukuran penumbukan bola baja 5/16 inchi. Dari pengujian ini selanjutnya bola baja diuji dalam pengujian Struktur Mikro dan Kekerasan Vikers. Pengujian Struktur Mikro bertujuan untuk mengetahui fase yang terdapat pada permukaan bola baja sebelum dan sesudah dilakukan Tumbukan. Pada pengujian Kekerasan Vikers yang dilakukan pada bola baja bertujuan untuk mengetahui nilai kekerasan dari sebelum dan sesudah dilakukan Tumbukan.

Kata kunci : Tumbukan, HEBM, Struktur Mikro dan Kekerasan Vikers

Abstract

Collision is a meeting of two moving objects. At each collision the momentum conservation law applies but not the mechanical energy conservation law, because here some energy is converted into heat due to collisions or changes in shape. In this study the material used for making charcoal comes from acacia plants. Acacia charcoal is a product obtained from imperfect combustion of acacia plants. This study uses a Shaker Mills tool to process the High Energy Ball Milling (HEBM). This tool is modified so that the steel balls collide with each other with charcoal, with a speed of 1000 Rpm for 2.5 million cycles, with the size of the steel 5/16 . From this test the steel balls are tested in testing the Micro Structure and Hardness of the Vikers. Microstructure testing aims to determine the phase found on the surface of the steel ball before and after the collision. In testing the Vikers hardness performed on steel balls aims to determine the value of hardness from before and after the collision.

Keywords : Collision, HEBM, Micro Structure and Vikers Hardness

1. PENDAHULUAN

Dalam kemajuan teknologi industri pada saat ini mendorong manusia untuk mengembangkan penelitian pada segala bidang, khususnya pada bidang material. Alasan inilah yang membuat dibutuhkannya material baru untuk perkembangan di bidang industri. Untuk mendapatkan sifat yang sesuai kebutuhan maka mengetahui sifat-sifat dasar pada material antara lain sifat fisis

(6)

2

(struktur mikro) dan mekanis (uji kekerasan). Jika sifat dasar suatu material belum sesuai dengan yang diinginkan maka perlu dilakukan rekasa material salah satunya dengan cara carburizing yaitu dengan menambahkan karbon pada material untuk mengubah struktur mikro maupun meningkatkan nilai kekerasan.

Arang merupakan material yang dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon melalui proses pemanasan pada suhu yang tinggi. Pada saat proses pemanasan berlangsung, udara pada tempat pemanas dijaga agar tidak keluar agar tidak terjadi oksidasi sehingga bahan yang mengandung karbon hanya akan terkarbonasi.

Arang akasia adalah produk yang dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna. Pembakaran yang tidak sempurna terhadap akasia akan membentuk senyawa karbon kompleks tidak teroksidasi yang menjadi karbon dioksida, peristiwa ini disebut pirolisis. Pada saat pirolisi, energi panas mendorong oksidasi yang menyebabkan molekul karbon kompleks terpisah menjadi karbon atau arang.

Tumbukan adalah pertemuan dua benda yang bergerak. Pada setiap tumbukan berlaku hukum kekekalan momentum tetapi tidak selalu berlaku hukum kekekalan energi mekanik karena disini sebagian energi diubah menjadi panas akibat tumbukan atau terjadi perubahan bentuk.

Proses karburasi dilakukan pada baja yang mempunyai kandungan karbon yang rendah, namun proses ini juga dapat dilakukan pada baja karbon menengah. Banyak faktor yang harus diperhatikan agar proses carburizing mendapatkan kualitas yang baik. (Syamsuir, 2002)”.

Supriyono, dkk (2018) melakukan penelitian untuk membembuat partikel karbon nano dari arang menggunakan metode tumbukan. Penumbukan yang digunakan adalah bola baja berukuran 5/16 inchi. Tumbukan terjadi antara bola dan arang seperti proses carburizing. Pada penelitian ini akan mempelajari perubahan sifat fisis dan mekanis bola penumbuk sebelum dan sesudah penumbukan. Sifat fisis dengan strukturmikro sedangkan sifat mekanis dengan uji kekerasan.

Baja karbon rendah adalah material yang biasanya digunakan sebagai bahan konstruksi umum. Baja karbon rendah memiliki sifat yang mudah dikerjakan dengan mesin dan memiliki keuletan yang tinggi. Meskipun memiki sifat tersebut tetapi baja Baja karbon rendah juga memliki kekerasan yang rendah serta mudah aus. Tetapi hal tersebut dapat diatasi dengan merubah sifat material dengan cara perlakuan panas.

(7)

3

Gambar 1 Diagram Alir Penelitian

1. Arang Akasia

2. Bola Baja 5/16 Inchi Mulai

Study Pustaka dan Lapangan

Pembuatan Bahan Uji

Bola sebelum tumbukan Bola sesudah tumbukan

Proses Polishing

Pengujian Kekerasan Pengujian Fotomikro

Analisa Data

Kesimpulan

Selesai

2.2 Bahan dan Alat

A. Bahan

2. METODE PENELITIAN 2.1 Diagram Alir

(8)

4 B. Alat 1. Shaker Mills 2. Resin 3. Grinder Polisher 4. Amplas 5. Autosol 6. Cairan HNO₃ C. Alat Pengujian

1. Alat Uji Struktur Mikro 2. Alat Uji Kekerasan

2. Melakukan proses penumbukan dengan shaker mils dengan ukuran gotri 5/16 inchi.

3. Masukan bola baja ke dalam cetakan yang sebelumnya sudah terisi polyester dan resin.

4. Melakukan polishing pada bola baja dengan cara diamplas sampai setengah dari bola baja.

5. Melakukan proses pemolesan menggunakan autosol dan kain halus.

6. Melakukan proses Etsa.

7. Melakukan pengujian foto mikro (ASTM E3 dan ASTM E407).

8. Melakukan pengujian kekerasan vikers (ASTM E92). 9. Selesai Pengujian.

Dari pengujian dengan menggunakan Olympus Metallurgical

Microscopes diperoleh gambar struktur mikro raw material, terlihat gambar di bawah ini :

3. Analisa Pembahasan

3.1 Pengujian Struktur Mikro Raw Material 2.3 Langkah-langkah Penelitian

Langkah- langkah Penelitian :

(9)

5

Gambar 2 Struktur mikro raw marerial bagian tepi dengan perbesaran 200x

Gambar 3 Struktur mikro raw marerial bagian transisi dengan perbesaran 200x

5 0 µ m Ferit Perlit 5 0 µ m Ferit Perlit

(10)

6

Gambar 4 Struktur mikro raw marerial bagian tengah dengan perbesaran 200x Pembahasan pengujian struktur mikro :

Pada gambar 2 bagian tepi terdapat lebih banyak kristal ferit dibandingkan dengan kristal perlit. Kristal ferit mempunyai sifat lunak lebih banyak mendominasi struktur bola baja bagian tepi dan seperti yang digambarkan diatas terdapat pemadatan kristal ferit pada bagian tepi. Sementara kristal perlit berada diantaranya dengan jumlah yang lebih sedikit. Perlit mempunyai sifat lebih keras dibandingkan ferit, hal ini juga dapat mempengaruhi nilai kekerasan.

Pada gambar 3 bagian transisi menunjukan struktur mikro material raw dengan pembesaran 200 kali, terlihat perubahan kepadatan struktur material antara tepi dengan tengah, kristal ferit yang tampak lebih sedikit dibandingkan dengan kristal perlit.

Pada gambar 4 bagian tengah terdapat penambahan kristal martensit serta memiliki lebih banyak kristal perlit dibandingkan dengan kristal ferit. Hal ini menyebabkan nilai kekerasan yang tinggi.

Dari pengujian dengan menggunakan Olympus Metallurgical Microscopes diperoleh gambar struktur mikro dengan tumbukan, terlihat gambar di bawah ini : 5 0 µ m Ferit Perlit Martensit

(11)

7

Gambar 5 Struktur mikro dengan tumbukan bagian tepi dengan perbesaran 200x

Gambar 6 Struktur mikro dengan tumbukan bagian transisi dengan perbesaran 200x

5 0 µ m Ferit Perlit Ferit Perlit 5 0 µ m

(12)

8

Gambar 7 Struktur mikro dengan tumbukan bagian tengah dengan perbesaran 200x Pembahasan pengujian struktur mikro :

Pada gambar 5 bagian tepi lebih banyak kristal ferit dibandingkan dengan kristal perlit. Kristal ferit mempunyai sifat lunak lebih banyak mendominasi struktur baja. Sementaraa kristal perlit berada diantaranya dengan jumlah yang lebih sedikit. Perlit mempunyai sifat lebih keras dibandingkan ferit, hal ini juga dapat mempengaruhi nilai kekerasan.

Pada gambar 6 bagian transisi menunjukan struktur mikro dengan pembesaran 200 kali, terlihat struktur material antara tepi dengan tengah, kristal ferit yang tampak lebih sedikit dibandingkan dengan kristal perlit.

Pada gambar 7 bagian tengah lebih banyak kristal perlit dibandingkan dengan kristal ferit. Hal ini menyebabkan nilai kekerasan yang tinggi, di bagian tengah ini juga terdapat fasa martensit yang mempengaruhi nilai kekerasan, karena sifat martensit keras dan kuat.

Kekerasan permukaan material di uji menggunakan metode microhardness dengan cara micro vikers. Pada uji micro vikers ini menggunakan enam titik sampel, beban (P) sebesar 200 gf dan waktu pembebanan 5 detik. Diperoleh nilai kekerasan sebagai berikut :

5 0 µ m Ferit Perlit Martensit

(13)

9

Tabel 1 Hasil uji kekerasan vikers raw material

No Perlakuan Jarak dari

Tepi (mm) d1 d2 d rata-rata Kekerasan (VHN) 1 Raw 0,05 20,0 20,0 20.0 927.2 2 0,20 21,0 21,0 21,0 841.0 3 0,50 25,0 25,0 25,0 593.4 4 1,00 30,0 30,0 30,0 412.1 5 1,50 30,0 30,0 30,0 412.1 6 2,00 30,0 30,0 30,0 412,1

Tabel 2 Hasil uji kekerasan vikers dengan tumbukan

No Perlakuan Jarak dari

Tepi (mm) d1 d2 d rata-rata Kekerasan (VHN) 1 tumbukan 0,05 19,0 19,0 19.0 927.2 2 0,20 20,0 20,0 20,0 841.0 3 0,50 21,0 21,0 21,0 766.3 4 1,00 25,0 25,0 25,0 412.1 5 1,50 30,0 30,0 30,0 412.1 6 2,00 30,0 30,0 30,0 412.1

Dari tabel nilai kekerasan bola baja sebelum tumbukan (raw material) dan sesudah tumbukan maka di peroleh grafik pada gambar 8 di bawah ini :

Gambar 8 Grafik nilai kekerasan bola baja sebelum tumbukan (raw material) dan sesudah tumbukan

0 200 400 600 800 1000 1200 0.0 0.3 0.6 0.9 1.2 1.5 1.8 2.1 K ek er as an ( V H N )

Jarak dari Tepi (mm)

Raw

Tumbuk an

(14)

10

Pembahasan nilai kekerasan :

Dari pengujian kekerasan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa nilai kekerasan dengan tumbukan maupun tanpa tumbukan cenderung mengalami peningkatan yang disebabkan fasa yang terdapat pada bagian permukaan material. Pada titik pertama dan kedua nilai kekerasan cenderung stabil disebabkan oleh perpindahan materi yang cenderung tetap. Pada titk ketiga mengalami peningkatan nilai kekerasan yang disebabkan oleh fase perlit yang dominan dibandingan fasa ferit dan disebabkan adanya fasa martensit. Pada titik keempat, kelima dan keenam nilai kekerasan mengalami peningkatan yang disebabkan oleh fase perlit yang dominan dibandingan fasa ferit dan disebabkan adanya fasa martensit.

4. PENUTUP 4.1Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pengujian yang dilakukan di peroleh kesimpulan seperti berikut :

1) Dengan proses struktur mikro, pada raw material dilihat dari tepi fase feritnya lebih banyak dibanding fase perlitnya. Pada bagian transisi terlihat perbedaan akibat perubahan fase antara tepi dengan tengah, sedangkan pada bagian tengah terlihat lebih banyak fase perlite dibandingkan dengan fase ferite, sedangkan pada material setelah mengalami perlakuan HEBM (High Energy Ball Mills) dilihat dari tepi sampai tengah kristal perlitnya lebih banyak dibandingkan fase ferit. Semakin banyak fase perlite pada material maka semakin keras material tersebut.

2) Dengan HEBM (High Energy Ball Mills), harga kekerasan terjadi perubahan pada titik ke-3 yaitu yang semula 593.4 VHN (raw material) meningkat menjadi 766.3 VHN (material setelah proses tumbukan), sedangkan pada titik yang lainnya tidak mengalami perubahan kekerasan. Harga rata-rata kekerasan pada raw material yaitu 599.3 VHN, sedangkan harga rata-rata kekerasan pada material tumbukan yaitu 628.4 VHN. Jadi material setelah proses tumbukan mengalami peningkatan kekerasan sebesar 7.28%. Dengan demikian penambahan kandungan karbon pada bola baja dapat meningkatkan kekerasan material.

4.2Saran

Setelah melakukan penelitian penulis memberikan saran yang bisa dijadikan pertimbangan, yaitu :

1) Dalam pemilihan bahan agar lebih diperhatikan dengan kondisi di pasaran sehingga bahan pengujian mudah untuk didapat.

2) Pada tabung di lakukan visualisasi untuk memastikan tidak ada retakan yang akan membuat spesimen pack carburizing menjadi dekarburasi atau proses oksidasi yang berlebihan dengan udara luar.

(15)

11

3) Diharapkan untuk penelitian selanjutnya dilakukan pengujian komposisi kimia agar mempermudah dalam mengidentifikasi struktur mikro dan kekerasan pada bahan uji.

4) Dalam melakukan persiapan untuk pengujian struktur mikro dan kekerasan sebaiknya benda uji benar-benar diperhatikan kerataannya dan kehalusannya agar tidak menjadi penghambat dalam melakukan pengujiannya.

5) Diharapkan untuk keperluan mahasiswa Teknik Mesin UMS, lab. Teknik lebih dilengkapi fasilitasnya guna kemajuan pengetahuan mahasiswa dari segi praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

Antoro, Aziz Cahyo. 2009, “Pengaruh Ketebalan Media Karburasi pada Proses Pack Carburizing Terhadap Nilai Kekerasan Baja Karbon Rendah”. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Nitha. 2018, “Pengaruh Proses Pack Carburizing Arang Tulang Kerbau Terhadap Sifat Mekanik Baja Karbon”. Makassar: Universitas Hassanuddin.

Putra, Dika Ardi. 2017. “Sifat Fisis dan Mekanis Baja Karbon Rendah Dengan Perlakuan Carburizing Arang Tempurung Kelapa”. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Sapurto, Yoyo. 2018. “Kajian Partikel Arang Daun Bambu Tutul Hasil Tumbukan High Energy Ball Milling Tipe Shaker Mill”. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Nugroho, Dony Hari. 2013. “Sifat Fisis dan Mekanis Baja Karbonisasi dengan Bahan Arang Kayu BK”. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Widodo, Eko. 2017. “Sifat Fisis dan Mekanik Baja Karbon Rendah Dengan Perlakuan Carburizing Arang Sekam Padi”. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Rashad, M., Pan, F., Zhang, J., Asif, M. (2015). Use of high energy ball milling to study the role of graphene nanoplatelets and carbon nanotubes reinforced magnesium alloy. Jurnal of Alloys and Compounds, 646, 223-232.

Liu, Z. Y., Xiao, B. L., Wang, W. G., Ma, Z. Y. (2017). Modeling of carbon nanotube dispersion and strengthening mechanisms in Al matrix composites prepared by high energy ball milling powder metallurgy. Composite Part A: Applied Science and Manufacturing , 94, 189-198

Referensi

Dokumen terkait

Kolelitiasis adalah inflamasi akut atau kronis dari kandung empedu,biasanya berhubungan dengan batu kandung empedu yang tersangkut pada duktus kristik dan

Berdasarkan penjelasan para ahli dapat disimpulkan bahwa model Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa dimana

Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk menelitidan menganalisis bagaimana tingkat efektivitas dan kontribusi Pajak Air Permukaan (PAP), dimana pada

Gambar 3. Proses Klasifikasi Neural Network Menggunakan Aplikasi Rapidminer 9.7. Tahap pertama dalam penelitian ini adalah menyiapkan dataset, selanjutnya di spilt

Merujuk pada kondisi tersebut, maka komunitas pers Indonesia yang terdiri dari organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers bersepakat membuat Pedoman Pemberitaan

perkembangan anak. Bangunan yang humanis bagi anak harus bisa mencerminkan seluruh karakter anak agar anak bisa lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan sekitar,

Menurut WHO, diare mengakibatkan 2,5 juta kematian setiap tahun dengan 80% korban di antaranya adalah balita.Laporan Riskesdas 2013 menyatakan prevalensi diare di Indonesia