• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah stemi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "makalah stemi"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

1

Infark Miokard dengan ST Elevasi

Sagase Apthayasa 102010036

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara nomor 6 Grogol – Jakarta Barat

[email protected]

Pendahuluan

Sistem kardiovaskuler merupakan sistem transportasi dalam tubuh yang berfungsi menghantarkan berbagai nutrisi, oksigen, air dan elektrolit menuju jaringan tubuh dan membawa berbagai sisa metabolisme jaringan ke alat ekskresi. Selanjutnya juga mengangkut panas sebagai hasil proses metabolisme sel keseluruh tubuh serta membawa berbagai hormon dari kelenjar endokrin ke organ sasaran.

Pada makalah ini, akan dibahas tentang salah satu penyakit kardiovaskuler yaitu ST elevasi miokard infark. Infark Miokard Akut terjadi karena kematian otot jantung akibat penyumbatan mendadak dari arteri koronaria oleh gumpalan darah. Arteri koroner adalah pembuluh darah yang memasok kebutuhan oksigen dan zat nutrisi bagi otot jantung. , bila terjadi oklusi penuh maka akan terjadi STEMI .Penyakit ini dapat ditimbulkan oleh suatu faktor pencetus misalnya, kerja fisik, stress emosional, dan penyakit medis lain. Infark Miokard Akut penting untuk dibahas karena menimbulkan mortalitas dan morbiditas yang tinggi dan memerlukan penanganan segera.

Anamnesis

Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis secara cermat apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang berasal dari jantung perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari koroner atau bukan. Perlu dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor risiko antara

(2)

2 lain hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, merokok, stres serta riwayat sakit jantung koroner pada keluarga.Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stres emosi atau penyakit medis atau bedah. Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.

Beberapa hal yang berkaitan dengan anamnesis pada pasien infark miokard dengan ST elevasi adalah : 1,2

1. Identitas pasien 2. Keluhan utama  Nyeri dada

Bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan secara cepat dan tepat pasien menderita sindroma koroner akut, infark Miokard akut(IMA) atau tidak. Diagnosis yang terlambat atau yang salah, dalam jangka panjang dapat menyebabkan konsekuensi yang berat. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien Sindroma Koroner Akut dan IMA. Seorang dokter harus mampu mengenal nyeri dada angina dan mampu membedakan dengan nyeri dada lainnya, karena gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan Sindroma Koroner Akut.

Sifat nyeri dada angina sebagai berikut :

 Lokasi : substernal, retrosternal, dan prekordial.

 Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.

 Penjalaran : biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung/interskapula, perut, dan dapat juga ke lengan kanan.

 Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.

 Faktor pencetus : latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan.  Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas dan

lemas.  Sesak napas

Sesak napas akibat penyakit jantung paling umum disebabkan oleh edema paru. Rasa sesak lebih jelas saat berbaring (orthopnea) atau bisa timbul tiba-tiba pada malam hari

(3)

3 atau timbul dengan aktivitas ringan. Sesak napas bisa disertai dengan batuk dan mengi, dan jika sangat berat, disertai sputum merah muda berbusa.

 Edema

Pembengkakan, biasanya akibat akumulasi cairan. Edema perifer biasanya dipengaruhi hal lain, umumnya mengenai tungkai dan area sakral. Jika sangat berat, bisa terjadi edema yang lebih meluas.

 Palpitasi

Mungkin terdapat sensasi denyut jantung cepat atau berdebar. Tentukan provokasi, onset, durasi, kecepatan, dan irama denyut jantung, serta frekuensi episode palpitasi. Apakah episode tersebut disertai nyeri dada, sinkop, dan sesak napas?

3. Riwayat penyakit dahulu

Tanyakan faktor-faktor resiko penyakit jantung iskemik (ischaemic heart disease, IHD), misalnya merokok, hipertensi, diabetes, hiperlipidemia, IHD sebelumnya, penyakit serebrovaskular, atau penyakit vaskular perifer (peripheral vascular disease, PVD). Tanyakan riwayat demam reumatik. Tanyakan pengobatan gigi yang baru dilakukan (endokarditis infektif). Adakah murmur jantung yang telah diketahui? Adakah penyalahgunaan obat intravena?

4. Riwayat keluarga

Adakah riwayat IHD, hiperlipidemia, kematian mendadak, kardiomiopati, atau penyakit jantung kongenital dalam keluarga?

5. Riwayat sosial

Apakah pasien merokok atau pernah merokok? Bagaimana konsumsi alkohol pasien? Apa pekerjaan pasien? Bagaimana kemampuan olahraga pasien? Adakah keterbatasan gaya hidup akibat penyakit?

6. Obat-obatan

Tanyakan apakah pasien meminum obat-obatan untuk penyakit jantung dan obat yang memiliki efek samping ke jantung ?

(4)

4

Pemeriksaan fisik

Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali ekstermitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/ atau hipotensi) dan hampir setengah pasien infark inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardia dan/ atau hipotensi).

Tanda fisik lain pada disfungsi vetrikular adalah S4 dan S3 gallop penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu 38 0 C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI.3

Beberapa tahapan pemeriksaan fisik : a. Inspeksi

Inspeksi yang cermat pada dada anterior dapat menggambarkan lokasi iktus cordis atau apical impulse (PMI : Point of maximal Impulse) atau yang lebih jarang lagi, gerakan pada ventrikel kiri pada S3 atau S4 sisi kiri.3-5

b. Palpasi

Tahap palpasi digunakan untuk memastikan karakteristik iktus cordis. Palpasi juga berguna untuk mendeteksi thrills dan gerakan ventrikel pada S3 dan S4. Dengan inspeksi dan palpasi kita dapat menemukan gerakan ventrikel yang sinkron dengan bunyi jantung ketiga dan keempat yang patologis. Untuk menemukan impuls ventrikel kiri, raba denyut apeks secara lembut dengan satu jari tangan. Pasien harus berbaring dengan sebagian tubuh berada dalam posisi miring pada sisi kiri tubuh nya, mengembuskan napas, dan menghentikan napas nya sebentar. Dengan membuat tulisan X dengan spidol pada apeks kordis, kita dapat melihat gerakan ini.

c. Auskultasi

Minta pasien untuk memutar sebagian tubuhnya ke sisi kiri hingga berada dalam posisi dekubitus lateral kiri yang akan membuat ventrikel kiri lebih dekat dengan dinding dada. Letakkan ujung sungkup dari stetoskop dengan ringan pada daerah iktus cordis. Posisi ini

(5)

5 menegaskan atau memperjelas bunyi S3 serta S4 sisi kiri dan bising mitral, khusus nya pada stenosis mitral.

Bunyi S4 (bunyi atrial atau atrial gallop) terdengar tepat sebelum bunyi S1. Bunyi ini bernada rendah dan redup, dan terdengar paling jelas dengan ujung sungkup stetoskop. Bunyi S4 kadang-kadang terdengar pada orang yang kelihatannya normal, khususnya pada atlit yang terlatih dan kelompok usia yang lebih lanjut. Lebih sering kali bunyi ini terjadi karena peningkatan tahanan terhadap pengisian ventrikel sesudah terjadinya kontraksi atrium. Peningkatan tahanan (resistensi) ini berkaitan dengan berkurangnya kelenturan (bertambahnya kekakuan) pada miokard ventrikel.Penyebab bunyi jantung S4 sisi kiri meliputi penyakit jantung hipertensif, penyakit arteri koroner, stenosis aorta, dan kardiomiopati. Bunyi S4 sisi kiri terdengar paling jelas di daerah apeks pada sisi lateral kiri. Bunyi S4 sisi kanan lebih jarang ditemukan, terdengar di sepanjang tepi kiri bawah sternum atau bawah proc.xiphoideus. Bunyi ini sering terdengar lebih keras dibanding bunyi inspirasi. Penyebab S4 sisi kanan meliputi hipertensi pulmonal dan stenosis pulmonal.4-5

Pemeriksaan Penunjang

1.

Pemeriksaan Laboratorium6-7

Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam tatalaksana pasien STEMI, namun tidak boleh menghambat implementasi terapi repefusi.

Petanda Biomarker Kerusakan Jantung

Pemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinine kinase (CK) MB dan cardiac specific troponin (eTn) T atau eTn I dan dilakukan secara serial. eTn harus digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gelaja IMA, terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker.

Peningkatan nilai enzim diatas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis jantung (infark miokard).

(6)

6

 CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 12-24jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.

 eTn: ada 2 jenis yaitu eTn T dan eTn I. Enzim ini meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak 12-24 jam dan eTn T masih dapat dideteksi setelah 7-14 hari, sedangkan eTn 1 setelah 7-10 hari.

Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu:

 Mioglobin; protein yang mengikat oksigen. Mioglobin ditemukan dalam sel otot rangka dan otot jantung. Mioglobin dilepas ke sirkulasi setelah terjadi cedera. Kadar mioglobin mencapai puncak nya setelah terjadi MCI selama 6-12 jam. Nilai rujukan : 12-90 ng / ml.

 Creatinin kinase (CK); enzim yang ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada otot jantung dan rangka dan dalam konsentrasi rendah pada jaringan otak. Creatinine Kinase (CK) meningkat setelah 3-12 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 12- 24 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari. CK serum biasanya meningkat pada penyakit otot rangka, MCI akut, dan hipokalemia.

 Lactic dehydrogenase (LDH) meningkat setelah 6-12 jam bila ada infark miokard, mencapai puncak 48-144 jam dan kembali normal dalam 7-14 hari.

Garis horizontal menunjukkan upper reference limit (URL) biomarker jantung pada laboratorium kimia klinis. URL adalah nilai yang mempresentasikan 99 th percentile kelompok control tanpa STEMI. Reaksi non spesifik terhadap injuri miokard adalah leukositosis polimorfonuklear yang dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/ul.

2.

Elektrokardiogram6-7

Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan di IGD. Pemeriksaan EKG di IGD merupakan landasan dalam menetukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI terapi pasien tetap simtomatikdan terdapat

(7)

7 kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan. Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard gelombang Q, sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. jika obstruksitrombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami angina pektotis tak stabil atau non STEMI.

Pada sebagian pasien elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q. Sebelumnya istilah infark miokard transmural digunakan jika EKG menunjukkan gelombang Q atau hilangnya gelombang R dan infark miokard non transmural jika EKG hanya menunjukkan perubahan sementara segmen ST dan gelombang T , namun ternyata tidak selalu ada kolerasi gambaran patologis EKG dengan lokasi infark (mural/transmural) sehingga terminology IMA gelombang Q dan non Q menggantikan IMA mural/nontransmural.

Selama infark miokard akut, gambaran EKG berubah melalu 3 stadium :

 Gelombang T meninggi yg diikuti inverse gelombang T

Perubahan gelombang T menggambarkan iskemia miokard, yaitu kurangnya aliran darah yg adekuat menuju miokardium. Iskemia kemungkinan besar bersifat reversible jika aliran darah dipulihkan atau kebutuhan oksigen dipenuhi. Jika gelombang T mengalami inverse berarti telah terjadi kematian sel miokardium (infark sejati).

 Elevasi segmen ST

Elevasi segmen ST menandakan cedera miokardium. Cedera kemungkinan menggambarkan derajat kerusakan seluler yang lebih dari sekedar iskemia, tetapi kemungkinan juga bisa reversible. Segmen ST elevasi bergabung dengan gelombang T.

 Munculnya gelombang Q baru

Munculnya gelombang Q yang baru menunjukkan telah terjadi kematian sel miokardium yang irreversible. Keberadaan gelombang Q baru merupakan tanda diagnostic infark miokadium. Gelombang Q ada yang fisiologis ada yang patologis.

(8)

8 Gelombang Q yang menandakan infark cenderung lebih luas dan lebih dalam. Kriteria gelombang adalah durasi gelombangnya harus lebih besar dari 0,04 detik dan kedalaman gelombangnya minimal harus 1/3 gelombang R pada kompleks QRS.

Gambar 1. EKG pada infark miokard.

Diagnosis Kerja

Infark miokard akut dengan ST elevasi.

Diagnosis infark miokard akut dengan elevasi ST ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST >= 2mm, minimal pada 2 sandapan prekordial yang berdampingan atau >=1mm pada 2 sandapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis, namun keputusan memberikan terapi revaskularisasi tak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim, mengingat dalam tatalaksana infark miokard akut, prinsip utama penatalaksanaan adalah time is muscle.

Diagnosis Banding

1. Angina Pektoris Tak Stabil (UAP)

Angina Pektoris adalah nyeri dada yang mejalar ke rahang, gigi, bahu dan lengan kiri. Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina yang bertambah dari biasanya. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang khas.

(9)

9 Pada pemeriksaan ECG didapatkan adanya depresi segmen ST yang baru menunjukkan kemungkinan adanya iskemi akut. Gelombang T negatif juga salah satu tanda iskemi atau NSTEMI. Perubahan gelombang ST dan T non spesifik seperti depresi segmen ST kurang dari 0,5 mm dan gelombang T negatif kurang dari 2 mm, tidak spesifik untuk iskemi, dan dapat disebabkan karena hal lain. 8-9

Pada pemeriksaan ekokardiografi tidak memberikan data untuk diagnosis angina tak stabil secara langsung. Tetapi bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri, adanya mitral insufisiensi dan abnormalitas gerakan dinding regional jantung, menandakan prognosis kurang baik. Stres ekokardiografi juga dapat membantu menegakkan adanya iskemi miokardium.

Pada pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah diterima sebagai petanda paling penting dalam diagnosis SKA. CK-MB kurang spesifik untuk diagnosis karena juga ditemukan di otot skeletal, tapi berguna untuk diagnosis infark akut dan meningkat dalam beberapa jam dan kembali normal dalam 48 jam.

2. Prinzmetal Angina

Angina pektoris adalah suatu nyeri didaerah dada yang biasanya menjalar ke bahu dan lengan kiri yang disebabkan oleh menurunnya suplai oksigen ke jantung. Disertai dengan takikardi, diaphoresis, dan rasa mual.7

Bentuk ini jarang terjadi dan biasanya timbul pada saat istirahat, akibat penurunan suplai O2 darah ke miokard secara tiba-tiba. Penelitian terbaru menunjukkan terjadinya obsruksi yang dinamis akibat spasme koroner baik pada arteri yang sakit maupun yang normal. Peningkatan obstruksi koroner yang tidak menetap ini selama terjadinya angina waktu istirahat jelas disertai penurunan aliran darah arteri koroner.

3. Perikarditis

Perikarditis ialah peradangan pericardium viseralis dan parietalis dengan atau tanpa disertai timbulnya cairan dalam rongga perikard yang baik bersifat transudat atau eksudat maupun seraosanguinis atau purulen dan disebabkan oleh berbagai macam penyebab, mulai dari infeksi virus sampai kanker. Pada perikarditis, bertambahnya cairan yang berlebihan ini bahkan membatasi gerakan jantung, menyebabkan nyeri dada yang parah meskipun ada

(10)

10 sedikit kerusakan yang tidak begitu nyata di jantung. Biasanya perikarditis akut menyebabkan demam dan nyeri dada, yang menjalar ke bahu kiri dan kadang ke lengan kiri.Nyerinya menyerupai serangan jantung, tetapi pada perikarditis akut nyeri ini cenderung bertambah buruk jika berbaring, batuk atau bernafas dalam.

Etiologi

Adanya aterosklerosis koroner dimana terjadi kelainan pada intima bermula berupa bercak fibrosa (fibrous plaque) dan selanjutnya terjadi ulserasi, pendarahan, kalsifikasi dan trombosis. Perjalanan dalam kejadian aterosklerosis tidak hanya disebabkan oleh faktor tunggal, akan tetapi diberati juga banyak faktor lain seperti : hipertensi, kadar lipid, rokok, kadar gula darah yang abnormal.8

Patofisiologi

Infark mikard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika thrombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, di mana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.8

Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistematik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red thrombus yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI memberikan respons terhadap terapi trombolitik.

Selanjutnya pada lokasi rupture plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor local yang poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah mengalami konversi fungsinya, resepror mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti

(11)

11 faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi.8-10

Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue faktor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi thrombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat (culprit) kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin.

Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi sistemik. Interaksi agregasi trombosit (fibrinogen, glikoprotein IIb/IIIa) dan aktivasi kaskade koagulasi menghasilkan thrombin yang menginduksi pembentukkan bekuan yang kaya fibrin. Fibrin akan berkaitan dengan faktor XIII yang meningkatkan kekuatan bekuan (clot). Antikoagulan oral menghambat produksi faktor koagulasi , obat lain menghambat aksi faktor pembekuan yang teraktivasi. Target fibrinolisis adalah degradasi fibrin, melalui plasmin.

Pembentukan arterosklerosis ini memberi dampak pada ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen dengan suplay yang tersedia. Hal ini disebabkan oleh terganggunya pembuluh darah yang mensuplay oksigen mengalami gangguan sehingga menyebabkan terjadinya iskemia miokardium lokal . Iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan perubahan reversibel pada tingkat sel dan jaringan, dan menekan fungsi miokardium. Berkurangnya kadar oksigen mendorong miokardium untuk mengubah metabolisme aerob menjadi metabolisme anaerob. Metabolisme anaerob melalui jalur glikolitik jauh lebih tidak efisien apabila dibandingkan dengan metabolisme aerob melalui fosforilasi oksidatif dan siklus krebs. Pembentukan fosfat berenergi tinggi menurun cukup besar. Hasil akhir metabolisme anaerob yaitu asam laktat akan tertimbun sehingga menurunkan pH sel.

Gabungan efek hipoksia, berkurangnya energi yang tersedia, serta asidosis dengan cepat menggangu fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi daerah miokardium yang terserang berkurang; serabut-serabutnya memendek, dan daya serta kecepatannya berkurang. Selain itu, gerakan dinding segmen yang mengalami iskemia menjadi abnormal, bagian tersebut akan menonjol keluar setiap kali venrikel berkontraksi.

Berkurangnya daya kontraksi dan gangguan gerakan jantung menyebabkan perubahan hemodinamika. Perubahan hemodinamika bervariasi sesuai ukuran segmen yang mengalami

(12)

12 iskemia, dan derajat respons refleks kompensasi sistem saraf otonom. Menurunnya fungsi ventrikel kiri dapat mengurangi curah jantung dengan berkurangnya stroke volume (jumlah darah yang dikeluarkan setiap kali jantung berdenyut). Berkurangnya pengosongan ventrikel saat sistolik akan memperbesar volume ventrikel. Akibatnya tekanan jantung kiri akan meningkat; tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan dalam kapiler paru-paru akan meningkat. Tekanan semakin meningkat oleh perubahan daya kembang dinding jantung akibat iskemia. Dinding yang kurang lentur semakin memperberat peningkatan tekanan pada volume ventrikel tertentu.

Pada iskemia, manifestasi hemodinamika yang sering terjadi adalah peningkatan ringan tekanan darah dan denyut jantung sebelum timbul nyeri. Terlihat jelas bahwa pola ini merupakan respons kompensasi simpatis terhadap berkurangnya fungsi miokardium. Penurunan tekanan darah merupakan tanda bahwa miokardium yang terserang iskemi cukup luas atau merupakan suatu respons vagus. Iskemia miokardium biasanya disertai oleh dia perubahan EKG akibat perubahan elektrofisiologi sel, yaitu Inverted T dan depresi segmen ST.

Serangan iskemia biasanya reda dalam beberapa menit apabila ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen sudah diperbaiki. Perubahan metabolik, fungsional, hemodinamik, dan elektrokardiografik yang terjadi semuanya bersifat reversibel. Angina pektoris adalah nyeri dada yang menyertai iskemia miokardium. Mekanisme pasti bagaimana iskemia dapat menyababkan nyeri masih belum jelas. Sepertinya reseptor saraf nyeri terangsang oleh metabolit yang tertimbun atau oleh suatu zat kimia antara yang belum diketaui, atau oleh stress mekanik lokal akibat kelainan kontraksi miokardium. Nyeri biasanya digambarkan sebagai suatu tekanan substernal, kadang-kadang menyebar turun ke sisi medial lengan kiri. Nyeri angina dapat menyerupai nyeri karena gangguan pencernaan atau sakit gigi. Umumnya angina dipicu oleh aktivitas yang meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium, seperti latihan fisik, dan hilang dalam beberapa menit setelah istirahat atau pemberian nitrofliserin.

Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan kerusakan sel ireversibel serta nekrosis atau kematian otot. Bagian miokardium yang mengalami infark atau nekrosis akan berhenti berkontraksi secara permanen. Jaringan yang mengalami infark dikelilingi oleh suatu daerah iskemik yang berpotensi dapat hidup. Ukuran infark akhir bergantung pada nasib daerah iskemik tersebut. Bila pinggir daerah ini mengalami nekrosis maka besar daerah infark akan bertambah besar, sedangkan perbaikan iskemia akan memperkecil daerah nekrosis. Perbaikan

(13)

13 dearh iskemia dan pemulihan aliran darah koroner dapat tercapat dengan pemberian obat trombolitik atau Primary Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty.

Infark miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri. Infark transmural mengenai seluruh tebal dinding yang bersangkutan; sedangkan infark subendokardial terbatas pada separuh bagian dalam miokardium. Infark digambarkan lebih lanjut sesuai letaknya pada dinding ventrikel. Misalnya, infark miokardium anterior mengenai dinding anterior ventrikel kiri. Hal ini menunjukan bahwa letak infark berkaitan dengan penyakit pada daerah tertentu dalam sirkulasi koroner. Infark dinding anterior yang disebabkan oleh lesi pada ramus desendens anterior arteri koronaria sinistra. Untuk menanggulangi komplikasi yang berkatian dengan infark miokardium, maka penting sekali untuk mengetahui letak infark dan anatomi koroner. Misalnya, infark dinding inferior biasanya disebabkan oleh lesi pada arteri koronaria kanan, dan dapat disertai berbagai derajat blok jantung. Hal ini memang dapat diramalkan sebelumnya, karena nodus AV mendapat suplai makanan dari pembuluh darah yang juga menyuplai dinding inferior ventrikel kiri.

Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan selama berlangsungnya proses penyembuhan. Mula-mula otot yang mengalami infark tampak memar dan sianotik akibat berkurangnya aliran darah regional. Dalam jangka waktu 24 jam timbul edema pada sel-sel, respons peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung dilepaskan dari sel-sel ini. Menjelang hari kedua atau ketiga mulai terbentuk jaringan parut. Lambat laun jaringan ikat fibrosa menggantikan otot yang nekrosis dan mengalami penebalan yang progresif. Pada minggu keenam, jaringan parut sudah terbentuk dengan jelas.

Infark miokardim jelas akan menurunkan fungsi ventrikel karena otot yang nekrosis kehilangan daya kontraksi sedangkan otot yang iskemia disekitarnya juga mengalami gangguan daya kontraksi. Secara fungsonal infark miopkardium akan menyebabkan perubahan-perubahan seperti pada iskemia diantaranya penurunan daya kontraksi, gerakan dinding abnormal, perubahan daya kembang dinding ventrikel, pengurangan stroke volume, pengurangan fraksi ejeksi, peningkatan volume akhir sistolik dan akhir diastolik ventrikel, serta peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri.8-10

(14)

14

Manifestasi klinis

Berbagai gejala STEMI yaitu:

- Keluhan utama adalah sakit dada. Walau sifatnya dapat ringan, tapi rasa sakit itu biasanya berlangsung lebih dari setengah jam. Jarang ada hubungannya dengan aktifitas serta tidak hilang dengan istirahat atau pemberian nitrat. Sifat nyeri dada angina adalah:

o Lokasi: berada pada substernal, retrosternal, dan prekordial

o Sifat nyeri: rasa sakit seperti ditekan, terbakar, ditindih benda berat seperti ditusuk, diperas atau dipelintir.

o Penjalaran: ke lengan kiri dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi,punggung/interskapula, perut dapat juga ke lengan kanan.

o Adanya faktor pencetus : aktivitas fisik, emosi, udara dinggin dan sesudah makan.

- Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin dan lemas akibat penurunan aliran darah ke otot. Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya terasa dingin akibat vasokonstriksi simpatis. Volume dan denyut nadi cepat akibat peningkatan stimulasi simpatis jantung, namun pada kasus infark miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai. Tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam atau hari. Dalam waktu beberapa minggu, tekanan darah kembali normal.

Penatalaksanaan

Medikamentosa

Untuk mengatasi nyeri dada diberikan: i. Nitrogliserin (NTG)

Sediaan yang tersedia adalah dalam bentuk tablet sublingual dan dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,04 mg dan dapat diberikan dalam 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri, NTG dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi penuh pembuluh koroner. Apabila sediaan ini tidak dapat mengatasi rasa nyeri maka dapat diberikan sediaan intravena yang juga digunakan untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru. Biasanya NTG diberikan pada pasien gawat di ruang gawat darurat. 9

(15)

15 ii. Morfin

Morfin dapat mengurangi nyeri dengan sangat efektif dan merupakan pilihan utama untuk pasien STEMI dengan nyeri dada. Dosis yang diberikan adalah 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval waktu 5-15 menit hingga mencapai dosis total 20 mg. Efek samping morfin juga perlu diperhatikan karena dapat menyebabkan bradikardia atau blok AV derajat tinggi.

iii. Aspirin

Merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada spectrum sindrom koroner akut. Pada kasus emergensi diberikan dengan dosis 160-325 mg selanjutnya diberikan dengan dosis 75-162 mg.

iv. Beta-bloker

Apabila morfin tidak dapat mengatasi nyeri dada pasien maka pemberian beta-bloker intravena dapat membantu meringankan rasa nyeri. Dapat diberikan metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis dengan beberapa syarat yaitu frekuensi jantung lebih dari 60 kali permenit, tekanan darah sistolik lebih dari 100 mmHg, interval PR lebih dari 0,24 detikdan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah pamberian dosis terakhir, diberikan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam dan dilanjutkan dengan 100 mg tiap 12 jam.

Untuk mengatasi trombosis dan IMA: a. Antitombotik

Tujuan primer pengobatan adalah untuk memantapkan dan mempertahankan patensi arteri koroner yang terkait infark. Sedangkan tujuan sekundernya adalah menurunkan kecenderungan pasien untuk mengalami trombosis. Aspirin merupakan antitrombotik standar untuk pasien STEMI.

b. Beta-bloker

Obat ini dapat diberikan secara akut dan jangka panjang. Untuk keadaan akut diberikan secara intravena. Terapi pasca STEMI dapat bermanfaat untuk pasien yang juga mendapatkan terapi ACE inhibitor. Kecuali pasien dengan kontraindikasi tertentu.

(16)

16 c. ACE inhibitor

ACE inhibitor menurunkan angka mortalitas pasca STEMI. Diberikan dalam 24 jam pertama. Tetapi pemberian tanpa batas dapat mengakibatkan gagal jantung, penurunan fungsi ventrikel kiri, atau abnormalitas pergerakan dinding global.

Nonmedikamentosa i. Istirahat total

ii. Diet makanan lunak atau makanan saring yang rendah garam (bila terdapat gagal jantung) iii. Bedah

Dengan teknik CABG (Coronary Artery Bypass Graft) dimana akan dibuat saluran baru disamping arteri yang terkena aterosklerosis sehingga aliran darah masih bisa berlanjut dan tidak terjadi oklusi. Biasanya arteri yang dipakai adalah arteri mamaria interna, vena saphena, arteri radialis arteri gastroepiploica, atau arteri epigastrika. Tetapi yang paling sering dipakai adalah ateri mamaria interna. 7,8

Komplikasi

 Disfungsi ventricular

Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk, ukuran dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodeling ventricular dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark, ventrikel kiri mengalami dilatasi. Secara akut, hasil ini berasal dari ekspansi infark al; disrupsi sel miokardial normal dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik. Selanjutnya terjadi pula pemanjangan segmen non infark, mengakibatkan penipisan yang disproporsional dan elongasi zona infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk. Progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhibitor ACE dan vasodilator lain. Pada pasien dengan fraksi ejeksi <40%, tanpa melihat ada tidaknya gagal jantung, inhibitor ACE harus diberikan.

(17)

17

 Gangguan hemodinamik

Gagal pemompaan merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemi mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang tersering dijumpai adalah ronki basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti paru.

 Edema Paru Akut

Pada Miokard Infark, seringkali terjadi bendungan sirkulasi vena. Pada pasien dengan miokard infark atau gagal jantung kiri, hal ini menyebabkan bendungan pasif sirkulasi paru. Seiring dengan semakin parahnya gagal bentrikel kiri, tekanan hidrostatik pada pembuluh paru meningkat sehingga terjadi kebocoran cairan dan kadang-kadang eritrosit ke dalam jaringan intersitium da rongga udara paru untuk menyebabkan edema paru. Kongesti sirkulasi paru juga meningkatkan resistensi vaskular paru dan karenannya peningkatan beban kerja bagi sisi kanan jantung. Peningkatan beban ini apabila menetap dan parah, akhirnya menyebabkan sisi kanan jantung akan mengalami kegagalan.

Pencegahan

Perlu dilakukan pencegahan terjadinya arteriosklerosis yaitu dengan melakukan hal-hal dibawah ini:

a. Tidak merokok

b. Diet rendah lemak, rendah garam c. Olahraga

Intinya, pencegahan harus dilakukan secara menyeluruh dan sangat mempengaruhi gaya hidup pasien. 7

(18)

18

Prognosis

Klasifikasi Killip untuk menentukan prognosis pasca IMA, berdasarkan pemeriksaan fisis bedside sederhana; S3 gallop, kongesti paru dan syok kardiogenik.

Tabel 1. Klasifikasi Killip pada Infark Miokard Akut10

Klas Definisi Mortalitas (%)

I Tak ada tanda gagal jantung kongestif 6

II +S3 dan/atau ronki basah 17

III Edem paru 30-40

IV Syok kardiogenik 60-80

Daftar Pustaka

1. Supartondo, Setiyohadi B. Anamnesis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.h. 25-6.

2. Gray.H, Dawkins.K, Morgan.J, Simpson.I. Pengambilan Anamnesis Kardiovaskuler. Lectures Notes Kardiologi. Edisi 4. Jakarta : Penerbitan Erlangga ; 2003. H. 1 – 2.

3. Setiyohadi B, Subekti I. Pemeriksaan Fisis Umum. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.h. 29.

4. Pemeriksaan umum dalam buku diagnosis fisis pada anak ; Editor, Iskandar Wahidayat, Corry S. Matondang, Sudigdo Sastrasmaro; Jakarta: Balai penerbit FKUI , 1991.

5. Makmun L, Abdurachman N. Pemeriksaan Fisis Jantung. In : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.h. 65-8.

6. Pratanu S, Yamin M, Harun S. Elektrokardiography. In : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.h. 1523-43.

(19)

19 7. Dr. Dharma S. Sistem Intepretasi EKG. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2010. h.

7-9, 78-85.

8. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, et all. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta : Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 1999. h. 457.

9. Djohan B. Patofisiologi dan Penatalaksanaan Penyakit Jantung Koroner. Jurnal. Sumatera Utara. 2008

10. Alwi I. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.h. 1741-54.

11. Gray.H, Dawkins.K, Morgan.J, Simpson.I. Penyakit Jantung Koroner. Lectures Notes Kardiologi. Edisi 4. Jakarta : Penerbitan Erlangga ; 2003. H. 132-4.

Gambar

Gambar 1. EKG pada infark miokard.
Tabel 1. Klasifikasi Killip pada Infark Miokard Akut 10

Referensi

Dokumen terkait