• Tidak ada hasil yang ditemukan

REDUPLIKASI VERBA DENOMINA BAHASA BANJAR HULU: TINJAUAN BENTUK DAN SEMANTIK GRAMATIKAL. Asnawi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REDUPLIKASI VERBA DENOMINA BAHASA BANJAR HULU: TINJAUAN BENTUK DAN SEMANTIK GRAMATIKAL. Asnawi"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Reduplikasi Verba Denomina Bahasa Banjar Hulu: Tinjauan Bentuk dan Semantik Gramatikal

Asnawi

REDUPLIKASI VERBA DENOMINA BAHASA BANJAR HULU: TINJAUAN BENTUK DAN SEMANTIK GRAMATIKAL

Asnawi

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau

asnawi@edu.uir.co.id

ABSTRAK

Dasar pemikiran penelaahan ini berawal dari terjadinya gejala bahasa yang bersifat derivasi. Derivasi memerlukan bantuan reduplikasi dalam melakukan tugasnya sebagai sarana pergeseran kelas kata. Hal ini memberikan pemahaman bahwa reduplikasi dapat mengakibatkan pergeseran kelas kata. Penelaahan ini difokuskan pada bahasa Banjar Hulu, yakni bahasa yang digunakan oleh suku Banjar yang bermukim di Kabupaten Indragiri Hilir Riau. Dengan demikian masalah dalam penelaahan ini dirumuskan; (1) Bagaimanakah bentuk afiks pembentuk reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu? (2) Bagaimanakah makna gramatikal reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu? Tujuan penelaahan ini adalah (1) mendeskripsikan afiks yyang membentuk reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu, dan (2) menjelaskan makna gramatikal reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu. Data penelitian ini adalah kata, atau frasa yang memuat reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu. Sumber data penelitian ini adalah tuturan dan dokumen tertulis yang menggunakan bahasa Banjar Hulu. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik simak cakap. Analisis data bentuk dilakukan dengan teknik memperhatikan bentuk asal dan dasar. Analis makna gramatikal dilakukan dengan teknik perluas oposisi dua-dua. Hasil penelitian menunjukan bahwa bentuk afiks reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu adalah afiks meN- + R {KDN}, maN-i + R {KDN}, ma-i + R {KDN}, dan ba-an + R {KDN}. Selanjutnya, makna gramatikal reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu yang ditemukan adalah manyatakan kegiatan yang dilakukan berulang-ulang, kegiatan yang dilakukan dengan menggunakan alat, menyatakan membuat jadi, dan kegiatan yang dilakukan dengan cara.

Kata kunci: reduplikasi, verba denomina, bahasa Banjar Hulu

PENDAHULUAN

Reduplikasi merupakan proses pembentukan kata dengan cara mengulang kata atau bentuk kata dasar kata. Reduplikasi dinyatakan sebagai gejala bahasa yang diyakini dapat menambah kata dan membentuk kata baru. Proses pembentukan kata dengan cara reduplikasi biasanya cenderung terjadi pada pengulangan kata dasar. Pengulangan yang

dimaksud dapat berupa utuh, sebagain, atau perubahan fonem. Suparno (1993:181) “Reduplikasi merupakan proses terbentuknya kata dengan mengulang bentuk dasar.” Selanjutnya, hal ini dipertegas Muslich (2009:48) “Proses pengulangan merupakan peristiwa pembentukan kata dengan jalan mengulang bentuk dasar, baik keseluruhannya, maupun sebagian, baik bervariasi fonem

54

(2)

Reduplikasi Verba Denomina Bahasa Banjar Hulu: Tinjauan Bentuk dan Semantik Gramatikal

Asnawi

maupun tidak, baik berkombinasi afiks maupun tidak.” Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat ditegaskan bahwa reduplikasi adalah peristiwa bahasa di mana terjadi pengulangan bentuk dasar baik utuh, sebagain, atau perubahan fonem dengan tujuan membantuk kata baru.

Proses pembentukan kata melalui reduplikasi dapat ditelaah dari kelas kata pembentuk reduplikasi. Ditinjau dari kelas kata pembentuk reduplikasi setiap kelas kata memiliki kedudukan yang sama untuk membentuk kata dalam gejala reduplikasi. Hal ini membuktikan bahwa kehadiran kelas kata dalam reduplikasi menjadi bagian yang penting dan bersifat produktif untuk membentuk kata. Alieva dkk (1991:97) mempertegas bahwa reduplikasi adalah suatu cara yang dapat bersifat produktif untuk membentuk kata baru, baik melalui peroses penurunan kata secara utuh maupun penurunan sebagian kata. Hal serupa juga dinyatakan Chaer (1998:286) “Reduplikasi merupakan alat morfologi yang produktif dalam pembentukan kata. Pengulangan ini dapat dilakukan terhadap kata dasar, kata berimbuhan, maupun kata gabungan.” Dari konsep yang telah dikemukkan tersebut jelas dapat dinyatakan bahwa reduplikasi adalah gejala morfologis bahasa yang bersifat produktif untuk membentuk kata.

Proses pembentukan kata dengan reduplikasi dapat terbentuk dari kelas kata nomina, verba, ajektiva, numeralia, dan adverbia. Reduplikasi nomina dinyatakan sebagai bentuk reduplikasi yang bentuk dasarnya berkelas kata benda atau turunan kata benda. Menurut Charlina dan Sinaga (2007:43) reduplikasi nomina merupakan proses terbentuknya kata ulang berdasarkan kelas kata benda, yang bentuk dasarnya berjenis kata benda. Reduplikasi nomina terjadi karena adanya proses pengungulanagn kata yeng bentuk

dasarnya berkelas kata benda. Reduplikasi verba adalah reduplikasi yang bentuk dasarnya adalah kata kerja, reduplikasi ajektiva adalah reduplikasi yang bentuk dasar pengulangannya adalah kata sifat. reduplikasi numeralia adalah reduplikasi yang terjadi dari pembentukan pengulangan kelas kata bilangan, dan reduplikasi adverbia adalah reduplikasi yang bentuk dasarnya adalah kata keterangan. Dalam penelaahan ini hanya difokuskan pada kelas kata verba denomina. Reduplikasi verba denomina adalah bentuk reduplikasi verba yang bentuk asalnya berasal kata nomina, misalnya kata bersapa-sapaan (V) kata bersapa-sapaan terbentuk dari bentuk dasar bersapaan dengan bentuk asal sapa (N). Kata sapa berkelas kata nomina yang direduplikasikan dengan proses (sapa + R ber-an) membentuk kata bersapa-sapaan (V).Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa reduplikasi nomina adalah pengulangan kata yang terbentuk dari kata dasar benda. Berdasarkan konsep reduplikasi nomina, perlu diketahui bahwa menurut Arifin dan Junaiyah (2007:109-110) nomina adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda, dan konsep atau pengertian.

Penelaahan reduplikasi verba denomina juga ditemukan dalam bahasa Banjar Hulu. Bahasa Banjar Hulu merupakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat Desa Suhada Kecamatan Enok Kabupaten Indragiri Hilir Riau. Bahasa Banjar Hulu dijadikan sebagai bahasa kebudayaan dan bahasa komunikasi yang digunakan sehari-hari. Ditinjau dari proses pembentukan kata berdasarkan proses reduplikasi juga terdapat proses pergeseran kelas kata dari kelas kata nomina menjadi verba akibat adanya gejala reduplikasi. Kata gangan {sayur} yang berkelas kata nomina direduplikasi dengan menambahkan prefiks ma-N + R gangan

55

(3)

Reduplikasi Verba Denomina Bahasa Banjar Hulu: Tinjauan Bentuk dan Semantik Gramatikal

Asnawi

menjadi manggangan-gangan {menyayur} yang berkelas kata verba. Konsep ini menarik dijadikan sebagai penelaahan, sebab terjadinya pergeseran kelas kata yang terdapat pada bahasa Banjar hulu perlu perhatian khusus, agar khasanah kebudayaan lokal tidak terabaikan dan punah.

Bahasa Banjar Hulu merupakan bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi masyarakat Desa Suhada Kecamatan Enok Kabupaten Indragiri Hilir Riau juga sudah mulai terkontaminasi, akibat idiologi kapitralisme dan liberalisme. Mahdini (2003:1) menyatakan bahwa bahasa Banjar Hulu perlu perhatian khusus, mengingat kuatnya desakan budaya luar untuk memarginalkannya, bahkan berdasarkan pengamatan banyak generasi muda yang tidak mengetahui dan mempedulikannya. Oleh karena itu, bahasa Banjar Hulu kini sudah termarginalkan secara perlahan oleh penuturnya. Semakin sedikit penutur suatu bahasa maka akan semakin membuat bahasa menjadi krisis. “Bahasa dan sastra Banjar ini sering diubah, ditambah, dan dikurangi dengan maksud untuk disesuaikan dengan selera yang menggarapnya, kadang-kadang terasa seperti kehilangan keasliannya (Mahdini, 2003:2). Penelaahan ini bertujuan untuk meminimalisasi kemarginalan bahasa Banjar Hulu agar tetap dipertahankan dan dibina dalam wujud sebagai bahasa yang perlu dijaga dan dilestarikan. Hal demikian disebabkan bahwa bahasa lokal perlu pemertahanan dan pelestarian agar eksistensinya tetap terjaga dan tidak tergantikan oleh bahasa faham liberalisme dan kapitalisme.

Berdasarkan fenomena dan gejala bahasa yang telah dikemukakan tersebut, perlu dilakukan sebuah penelaahan khusus terhadap bahasa Banjar Hulu yang digunakan oleh masyarakat Desa Suhada Kecamatan Enok Kabupaten Indragiri Hilir

Riau pada aspek reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu; tinjauan bentuk dan semantik gramatikal. Dengan demikian, penelaahan ini difokuskan pada aspek bentuk dan makna gramatikal reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu. Bentuk-bentuk yang ditelaah difokuskan pada bagaimana afiks pembentuk reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu. Selanjutnya, aspek kajian semantik gramatikal difukuskan bagaimana makna verba reduplikasi yang dihasilkan akibat terjadinya proses pergeseran kelas kata akibat reduplikasi atau pengulangan. Oleh karena itu perlu kiranya dibuat rumusan masalah dalam penelaahan ini sebagai berikut. Pertama afiks apa sajakah pembentuk reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu di Desa Suhada Kecamatan Enok Kabupaten Indragiri Hilir Riau? Kedua bagaimanakah makna gramatikal afiks reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu Desa Suhada Kecamatan Enok Kabupaten Indragiri Hilir Riau?

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan, perlu dinyatakan tujuan dalam penelaahan ini. Secara umum penelaahan ini bertujuan memberikan gambaran tentang konsep dan gejala-gejala bahasa Banjar Hulu. Selain itu, penelaahan ini juga memberikan pemahaman dan mengungkap bagaimana keunikan bahasa Banjar Hulu dibanding dengan bahasa bahasa lokal lainnya yang ada di Indonesia, terutama dengan bahasa Indonesia. Secara khusu penelaahan ini bertujuan untuk; pertama mendeskripsikan afiks apa sajakah pembentuk reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu di Desa Suhada Kecamatan Enok Kabupaten Indragiri Hilir Riau. Kedua menjelaskan dan mendeskripsikan makna gramatikal afiks reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu Desa Suhada Kecamatan Enok Kabupaten Indragiri Hilir Riau.

56

(4)

Reduplikasi Verba Denomina Bahasa Banjar Hulu: Tinjauan Bentuk dan Semantik Gramatikal

Asnawi

Selanjutnya, penelaahan ini diharapakan memberikan manfaat pada dunia pendidikan. Selain itu, hasil penelaahan ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan contoh kepada peneliti-peneliti dan pemerhati bahasa lokal terutama bahasa daerah perlunya membina dan melestarikan bahasa daerah sebagai khasanah kebudayaan bangsa. Siapa lagi yang akan memperhatikan bahasa lokal selain pemiliknya, jagan biarkan faham kapitalisme dan liberalisme memarginalkan bahasa daerah, sebab bahasa daerah merupakan kekeyaan keanekaragaman yang ditdak dimiliki oleh bangsa-bangsa lain. Secara rinci, hasil penelaahan ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoretis, praktis dan edukatif. Secara teoretis hasil penelaahan ini dapat bermanfaat pendokumentasian, mengukuhkan, dan mengunggah khasanah pengetahuan tentang reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu di Desa Suhada Kecamatan Enok Kabupaten Indragiri Hilir Riau yakni pada aspek bentuk dan semantik gramatikal. Selain itu, secara praktif hasil penelaahan ini diharapkan dapat memotivasi pemerhati bahasa-bahasa lokal untuk tetap mempertahankan khasanah dan kearifan bahasa-bahasa lokal yang ada. Secara edukatif hasil penelaahan ini dirahapkan dapat dijadikan sebagai acuan contoh dalam proses pembelajaran bahasa-bahasa daerah di sekolah. Semoga hasil penelaahan ini dapat bermanfaat dan dapat membina dan melestarikan bahasa daerah terutama bahasa Banjar Hulu di Desa Suhada Kecamatan Enok Kabupaten Indragiri Hilir Riau.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan memanfaatkan bahasa sebagai sarana penyajian datanya. Data yang disajian berbentuk kontruksi

atau gaejala-gejala bahasa yang tampak dalam penelitian. Data dalam penelitian ini tidak disajian dalam bentuk angka presenetase statistik deverensial. Silalahi (2006:70) memebrikan penegasan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menyajikan data buka dengan akangka-angka melainkan dengan konstruksi dan gejala-gejala yang tampakan dalam penelaahannya. Medode yang digunakan untuk menyajikan data menggunakan metode deskriptif. Penelaahan ini dilakukan di Desa Suhada Kecamatan Enok Kabupaten Indragiri Hilir Riau. Data penelitian ini adalah kata, frasa, atau konstruksi kalimat yang memuat gejala reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu. Sumber data penelitian ini adalah tuturan dan data tulis. Data tuturan diperoleh dari tuturan informan penelitian, data tulis adalah kamus atau naskah-naskah yang memuat bahasa Banjar Hulu. Data penelitian ini diperoleh dengan teknik pengumpulan data simak cakap (Sudaryanto, 1992:1-7 dan Mahsun, 2006:218-229). Data yang diperoleh perlu dilakukan pengabsahan data. Pengabsahan data penelitian ini menggunakan teknik triangulasi sumber (Moleong, 2010:330-331). Metode analisis data yang digunakan adalah metode agih, yakni metode analis data yang medmanfaatkan kontruksi bahasa itu sendiri (Sudaryanto, 1993:15). Teknik yang digunakan untuk menganalisis bentuk-bentuk afiks reduplikasi verba denomina bahasa banjar hulu dengan teknik memperhatikan bentuk dasar dan bentuk asal (Ramlan, 2001:68). Selanjutnya, untuk menganalisis data makna gramatikal reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu dengan menggunakan teknik oposisi dua-dua (Ermanto, 2010:202).

(5)

Reduplikasi Verba Denomina Bahasa Banjar Hulu: Tinjauan Bentuk dan Semantik Gramatikal

Asnawi

HASIL DAN PEMBEHASAN

Reduplikasi dinyatakan sebagai gejala pengulangan bahasa baik secara utuh, sebagian, atau perubahan fonem. Reduplikasi juga dapat terbentuk melalui kelas kata pembentuk reduplikasi. Kelas kata yang akan dibahas dalam pembahasan ini adalah terkait pada reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu pada aspek bentuk afiksasi pembentuk reduplikasi verba denomina dan makna gramatikal reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu. Setelah dilakukan penelitian, ditemukan beberapa afiks dan makna gramatikal yang membentuk reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu. berikut akan dipaparkan secara rinci mengenai temuan penelitian berdasarkan aspek bentuk afiks dan makna gramatikal yang dimaksud.

Bentuk Afiks Reduplikasi Verba Denomina Bahasa Banjar Hulu

Setelah dilakukan penelitian, ditemukan beberapa afiks yang membentuk reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu. Berikut akan dikemukakan tentang bentuk-bentuk afiks pembentuk reduplikasi verba denomina bahasa Banar Hulu. bentuk-bentuk afiks tersebut sangat berpengaruh terhadap pembentukan reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu. Afiks-afiks yang ditemukan dalam membentuk reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu adalah afiks meN- + R {KDN}, maN-i + R {KDN}, ma-i + R {KDN}, dan ba-an + R {KDN}.Berikut akan dipaparkan secara rinci bagaimana afiks-afiks tersebut membentuk reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu.

1. Bentuk Afiks meN- R {KDN}

Reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu dapat terbentuk melalui afiks meN- R {KDN}. Afiks ini

yang difungsikan untuk membentuk kata verba dari kata nomina melalui proses reduplikasi. Pergeseran kelas kata nomina menjadi verba dinyatakan sebagai gejala derivasi bahasa namun melalui proses pengulangan. Pergeseran kelas kata dalam bahasa tidak hanya dapat dilakukan dari reduplikasi saja, tetapi juga dapat dilakukan dengan afiksasi. Dalam konsep ini hanya difokuskan tentang bagaimana pergeseran kelas kata akibat reduplikasi derivasi dasar nomina menjadi verba. Dalam bahasa Banjar Hulu afiks pembentuk reduplikasi verba denomina bahasa banjar Hulu dapat diperhatikan pada kata berikut. Kata gangan {sayur} yang berkelas kata nomina diproses dengan cara memberikan afiks meN- dan direduplikasi R {KDN}, sehingga membentuk kata manggangan-ngangan {menyayur} yang bebentuk kelas kata verba.

(1) gangan (N)

meN- + R {gangan} menggangan-gangan (V) Berdasarkan kata gangan tersebut dapat ditelaah bahwa di dalam bahasa Banjar Hulu afiks meN- + R {KDN} berfungsi membentuk kata nomina menjadi kata verba, tentunya melalui proses reduplikasi derivasi. Selanjutnya, dapat juga dibandingkan dengan data di bawah ini, yakni kata hancau (N) dan sasudu (N). Kata hancau {alat penangkap ikan} yang berkelas kata nomina diproses dengan cara memberikan afiks meN- dan direduplikasi R {KDN}, sehingga membentuk kata mahancau-hancau {menangkap ikan} yang bebentuk kelas kata verba. Kata sasudu {sendok} yang berkelas kata nomina diproses dengan cara memberikan afiks meN- dan direduplikasi R {KDN}, sehingga membentuk kata menyeyudu-nyudu {menyendok} yang bebentuk kelas

58

(6)

Reduplikasi Verba Denomina Bahasa Banjar Hulu: Tinjauan Bentuk dan Semantik Gramatikal

Asnawi

kata verba. Lebih jelas perhatikan data berikut.

(2) hancau (N)

meN- + R {hanjau} mahancau-hancau (V) Dari data (2) diketahui adanya proses reduplikasi verba denomina dalam bahasa Banjar Hulu. Proses yang dimaksud adalah proses pengulangan kata dengan mengombinasikannya dengan afiks meN- + R {KDN}. Hasil kombinasi pengulangan tersebut membentuk kata baru yang sekaligus menggeser kelas kata asalnya. Adanya afiks meN- + R {KDN} kata kerja atau verba dapat dibentuk, tentunya dengan proses pengulangan. Kata ulang yang berkelas kata verba dapat terbentuk akibat adanya meN- + R {KDN}. Perlu dinyatakan bahwa di dalam bahasa Banjar Hulu proses ini dinyatakan juga dengan proses reduplikasi dangan kombinasi derivasi. Derivasi adalah gejala pergeseran kelas kata akibat penambahan afiks, pengulangan, atau penggabungan kata. Dengan demikin dapat ditegaskan bahwa afiks meN- + R {KDN} sangat berfungsi membentuk kata ulang yang berkategori verba. Lebih jauh terkait tentang bagaimana proses tersebut terjadi dapat diperhatikan pula pada kata sasudu (N) di bawah ini.

(3) sasudu (N)

maN- + R {sasudu} manyayudu-nyudu (V)

Berdasarkan data (3) tersebut proses yang terjadi juga sama dengan proses pergeseran kata pada kata hancau (N) pada data 2. Proses ini dinyatakan reduplikasi verba denomina dengan adanya kombinasi atau penggabungan afiks meN- + R {KDN}. Kombinasi yang diberikan pada afiks meN- + R {KDN} terhadap kata dasar

sasudu (N) mengakibatkan kelas kata asal kata berubah menjadi kelas kata verba. Verba yang dinyatakan menduduki fungsi verba transitif. Verba transitif adalah verba yang membutuhkan objek. Kata menyayudu-nyudu (V) membutuhkan objek yang akan disudu.

2. Bentuk Afiks maN-i + R {KDN}

Selain afiks meN- + R {KDN} reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu juga dapat dibentuk dengan bantuan afiks maN-i + R {KDN}. Afiks maN-i + R {KDN} ini juga difungsikan untuk membentuk kata verba melalui proses pengulangan. Penambahan afiks maN-i + R {KDN} mengakibatkan pergeseran kelas kata pada nomina menjadi kelas kata verba. Kata surui {sisir} yang berkelas kata nomina diproses dengan cara memberikan afiks meN-i dan direduplikasi R {KDN}, sehingga membentuk kata manyurui-nyurui’i {menyisir} yang bebentuk kelas kata verba. Selain itu hal serupa juga terdapat pada kata waluh data (5). Kata sabit {alat pemotong} yang berkelas kata nomina diproses dengan cara memberikan afiks meN-i dan direduplikasi R {KDN}, sehingga membentuk kata manyabit-nyabiti {memotong} yang bebentuk kelas kata verba.Lebih jelas perhatikan data (4) dan (5) berikut ini.

(4) surui (N)

maN-i + R {surui} manyurui-nyurui’i (V)

Berdasarkan kata surui (N) data 4 tersebut dapat ditelaah bahwa di dalam bahasa Banjar Hulu afiks meN- + R {KDN} berfungsi mengubah kata nomina menjadi kata verba, tentunya melalui proses reduplikasi derivasi. Selanjutnya, dapat juga dibandingkan dengan data di bawah ini, yakni kata sabit (N). Kata sabit {alat pemotong rumput} yang berkelas kata

59

(7)

Reduplikasi Verba Denomina Bahasa Banjar Hulu: Tinjauan Bentuk dan Semantik Gramatikal

Asnawi

nomina diproses dengan cara memberikan afiks maN-i dan direduplikasi R {KDN}, sehingga membentuk kata manyurui-nyurui’i (V) {melakukan kegiatan menyisir rambut secara berulang-ulang} yang bebentuk kelas kata verba. Kata surui {sisir} yang berkelas kata nomina diproses dengan cara memberikan afiks maN-i dan direduplikasi R {KDN}, sehingga membentuk kata manyurui-nyurui’i {menyisir} yang bebentuk kelas kata verba. Selain itu, hal serupa juga terbentuk dalam kata sabit (N). Kata sabit (N) direduplikasi dengan bantuan maN-i sehingga membentuk kata manyabit-nyabiti (V) lebih jelas perhatikan data berikut ini.

(5) sabit (N)

maN-i + R {sabit} manyabit-nyabiti

Berdasarkan data tersebut diketahui kata reduplikasi verba denomina dalam bahasa Banjar Hulu juga dapat terbentuk dari adanya afiks meN-i + R {KDN}. Dari kata surui (N) data (4) berkategori nomina menjadi menyurui-nyurui (V) berkategori verba, dan kata sabit (N) data (5) berkategori nomina menjadi kata manyabit-nyabiti (V). Adanya afiks meN-i + R {KDN} kata kerja atau verba dapat dibentuk, tentunya dengan proses pengulangan. Kata ulang yang berkelas kata verba dapat terbentuk akibat adanya meN-i + R {KDN}. Dengan demikin dapat ditegaskan bahwa afiks meN-i + R {KDN} sangat berfungsi membentuk kata ulang yang berkategori verba.

3. Bentuk Afiks ma-i + R {KDN}

Reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu juga dapat terbentuk melalui afiks ma-i + R {KDN}. Pergeseran kelas kata nomina menjadi verba dinyatakan sebagai gejala derivasi bahasa

namun melalui proses pengulangan. Dalam bahasa Banjar Hulu afiks pembentuk reduplikasi verba denomina bahasa banjar Hulu dapat diperhatikan pada proses pemberian afiks ma-i + R {KDN}. Afiks ma-i + R {KDN} diketahui juga dapat membentuk kata ulang verba. Proses yang dimaksud dengan memberikan afiks ma-i pada bentuk dasar atau bentuk asal kata reduplikasi. Kata nisan {tanda/penanda} yang berkelas kata nomina diproses dengan cara memberikan afiks ma-i dan direduplikasi R {KDN}, sehingga membentuk kata manisan-nisani {menandai} yang bebentuk kelas kata verba. Dari kata nisan (N) berkategori nomina menjadi manisan-nisani (V) berkategori verba, dan kata waluh (N) berkategori nomina menjadi kata mawaluh-waluhi (V). Kata nisan {penanda} yang berkelas kata nomina diproses dengan cara memberikan afiks ma-i dan direduplikasi R {KDN}, sehingga membentuk kata manisan-nisani {menandai} yang bebentuk kelas kata verba. Selain itu, kata waluh {labu} yang berkelas kata nomina diproses dengan cara memberikan afiks ma-i dan direduplikasi R {KDN}, sehingga membentuk kata mawaluh-waluhi {membohongi} yang bebentuk kelas kata verba.

(6) nisan (N)

ma-i + R {nisan} manisan-nisani (V)

Berdasarkan kata nisan (N) data 6 tersebut dapat ditelaah bahwa di dalam bahasa Banjar Hulu afiks ma-i + R {KDN} berfungsi mengubah kata nomina menjadi kata verba, tentunya melalui proses reduplikasi derivasi. Selanjutnya, dapat juga dibandingkan dengan data di bawah ini, yakni kata waluh (N). Kata waluh{labu; jenis buah-buahan} yang berkelas kata nomina diproses dengan cara

60

(8)

Reduplikasi Verba Denomina Bahasa Banjar Hulu: Tinjauan Bentuk dan Semantik Gramatikal

Asnawi

memberikan afiks ma-i dan direduplikasi R {KDN}, sehingga membentuk kata mawaluh-waluhi (V) {melakukan kegiatan membohongi orang lain} yang bebentuk kelas kata verba. Kata nisan {tanda atau penanda} yang berkelas kata nomina diproses dengan cara memberikan afiks ma-i dan direduplikasi R {KDN}, sehingga membentuk kata manisan-nisani {kegiatan memberi tanda pada makam} yang bebentuk kelas kata verba. Selain itu, hal serupa juga terbentuk dalam kata waluh (N). Kata waluh (N) direduplikasi dengan bantuan ma-i sehingga membentuk kata mawaluh-waluhi (V) lebih jelas perhatikan data berikut ini.

(7) waluh (N)

ma-i + R {waluh} mawaluh-waluhi (V)

Berdasarkan data (6) dan (7) diketahui bahwa kata-kata tersebut terbentuk akibat adanya penambahan afiks ma-i. Afiks ini berfungsi menggeser kata nomina nisan (N) dan waluh (N) menjadi kata yang berkata gori verba. Dari kata nisan (N) berkategori nomina menjadi manisan-nisani (V) berkategori verba, dan kata waluh (N) berkategori nomina menjadi kata mawaluh-waluhi (V). Jadi afiks ma-i berfungsi untuk membentuk kata ulang yang berkata gori verba.

4. Bentuk Afiks ba-an + R {KDN}

Reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu juga dapat terbentuk melalui afiks ba-an + R {KDN}. Pergeseran kelas kata nomina menjadi verba dinyatakan sebagai gejala derivasi bahasa namun melalui proses pengulangan. Dalam bahasa Banjar Hulu afiks pembentuk reduplikasi verba denomina bahasa banjar Hulu dapat diperhatikan pada proses pemberian afiks

ba-an + R {KDN}. Afiks ba-an + R {KDN} diketahui juga dapat membentuk kata ulang verba. Proses yang dimaksud dengan memberikan afiks ba-an pada bentuk dasar atau bentuk asal kata reduplikasi. Kata lading {pisau} yang berkelas kata nomina diproses dengan cara memberikan afiks ba-an dan direduplikasi R {KDN}, sehingga membentuk kata balading-ladingan {kegiatan memegang pisau} yang bebentuk kelas kata verba.

(8) lading (N)

ba-an + R {lading} balading-ladingan (V)

Berdasarkan kata lading (N) data 8 tersebut dapat ditelaah bahwa di dalam bahasa Banjar Hulu afiks ba-an + R {KDN} berfungsi mengubah kata nomina menjadi kata verba, tentunya melalui proses reduplikasi derivasi. Selanjutnya, dapat juga dibandingkan dengan data di bawah ini, yakni kata tapih (N). Kata tapih {kain} yang berkelas kata nomina diproses dengan cara memberikan afiks ba-an dan direduplikasi R {KDN}, sehingga membentuk kata batapih-tapihan (V) {melakukan kegiatan memberikan kain} yang bebentuk kelas kata verba. Kata lading {pisau} yang berkelas kata nomina diproses dengan cara memberikan afiks ba-an dan direduplikasi R {KDN}, sehingga membentuk kata balading-ladingan {kegiatan mengancam dengan pisau} yang bebentuk kelas kata verba. Selain itu, hal serupa juga terbentuk dalam kata tapih (N). Kata tapih (N) direduplikasi dengan bantuan ba-an sehingga membentuk kata batapih-tapihan (V) lebih jelas perhatikan data berikut ini.

(9) tapih (N)

ba-an + R {tapih} batapih-tapihan (V)

(9)

Reduplikasi Verba Denomina Bahasa Banjar Hulu: Tinjauan Bentuk dan Semantik Gramatikal

Asnawi

Berdasarkan data (8) dan (9) diketahui bahwa kata-kata tersebut terbentuk akibat adanya penambahan afiks ba-an. Afiks ini berfungsi menggeser kata nomina lading (N) dan tapih (N) menjadi kata yang berkata gori verba. Dari kata lading (N) berkategori nomina menjadi balading-ladingan (V) berkategori verba, dan kata tapih (N) berkategori nomina menjadi kata batapih-tapihan (V). Jadi afiks ba-an berfungsi untuk membentuk kata ulang yang berkategori verba.

Makna Gramatikal Reduplikasi Verba Denomina Bahasa Banjar Hulu

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, kata ulang yang dibentuk melalui reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu memiliki makna gramatikal. Makna gramatikal merupakan makna yang muncul akibat adanya proses morfologis atau adanya gejala konstruksi struktur kalimat. Peran kata reduplikasi verba denomina dalam bahasa Banjar Hulu menduduki konsep yang sangat penting dalam membentuk makna gramatikal. Berikut beberapa makna gramatikal yang ditemukan dalam reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu. Makna gramatikal reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu yang ditemukan adalah manyatakan kegiatan yang dilakukan berulang-ulang, kegiatan yang dilakukan dengan menggunakan alat, menyatakan membuat jadi, dan kegiatan yang dilakukan dengan cara. Berikut akan dipapran secara rinci mengenai makna gramatikal yang dikemukakan tersebut. 1. Menyatakan Kegiatan yang Dilakukan

Berulang-ulang

Setelah dilakukan penelaahan terkait tentang makna gramatikal reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu ditemukan makna gramatikal yang

menyatakan kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang. Makna reduplikasi verba denomina yang menyatakan kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dapat diisi oleh perba transitif. Konsep makna verba yang dimunculkan menyatakan intensitas. Lebih jelas perhatikan data berikut.

(10) a. Galuh harat menggangan-gangan waluh di atang.

„Galuh sedang memasak-masak labu di dapur.‟

b. Galuh menggangan-gangan waluh. „Galuh memasak-masak labu.‟ c. Galuh harat menggangan-gangan

di atang.*

„Galuh sedang memasak-masak.‟ Berdasarkan data di atas, diketahu terdapat kata manggangan-gangan yang terbentuk dari kata gangan (N) dengan proses meN- + R {gangan}, sehingga menyatakan makna tindakan yang dilakukan dengan cara berulang-ulang. Kata menggangan-gangan merupakan bentuk kata ulang yang diproses dari reduplikasi verba denomina, yang berbentuk verba transitif. Ketransitifan kata menggangan-gangan (V.Trns) dibuktikan dengan adanya kata waluh. Sebab jika kalimat tersebut diubah menjadi pada kalimat (10c) Galuh harat menggangan-gangan di atang* makna gramatikal yang muncul tidak dapat berterima. Namun jika kasus pada kalimat (10b) Galuh menggangan-gangan waluh hal ini berterima, karena kata menggangan-gangan dengan kata waluh tetap menyatakan makana gramatikal yang menyatakan kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang. Hal tersebut dapat dibuktikan bahwa di dalam konstruksi sebuah kalimat kata menggangan-gangan membutuhkan objek waluh (N). Tanpa kehadiran objek maka menggangan-gangan tidak dapat diyatakan sebagai konstruksi kalimat yang utuh. Hal ini

62

(10)

Reduplikasi Verba Denomina Bahasa Banjar Hulu: Tinjauan Bentuk dan Semantik Gramatikal

Asnawi

membuktikan bahwa objek yang dimunculkan dinyatakan sebagai sarana untuk mengacukan sebuah tindakan atau kegiatan yang dilakukan secara berulang.

2. Menyatakan Kegiatan dengan Menggunakan Alat

Selanjutnya, makna gramatikal reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu ditemukan menyatakan kegiatan yang dilakukan dengan menggunakan alat. Makna reduplikasi verba denomina yang menyatakan kegiatan yang dilakukan kegiatan yang dilakukan dengan menggunakan alat dapat diisi oleh verba transitif dan verba intransitif. Konsep makna verba yang dimunculkan menyatakan kegiatan dengan bantuan alat. Lebih jelas perhatikan data berikut.

(11) a. Ayan tu inyak mahancau-hancau hundang haja gawiannya.

„Ayan itu menangkap udang saja kerjanya.‟

b Ayan tu inyak mahancau-hancau gawiannya.

„Ayan itu menangkap saja kerjanya.‟*

c. Ayan mahancau-hancau hundang gawiannya.

„Ayan menangkap udang kerjanya.‟ Berdasarkan data di atas, diketahu terdapat kata mahancau-hancau yang terbentuk dari kata hancau (N) dengan proses ma- + R {hancau}, sehingga menyatakan makna tindakan yang dilakukan dengan alat. Kata mahancau-hancau merupakan bentuk kata ulang yang diproses dari reduplikasi verba denomina, yang berbentuk verba intransitif. Sebab kalimat kata mahancau-hancau pada kalimat (11b) Ayan tu inyak mahancau-hancau gawiannya tanpa adanya kata hundang eksistensi kata mahancau-hancau tetap memberikan makna gramatikal menyatakan kegiatan

dengan alat hancau. Selanjutnya, pada kalimat (11c) Ayan mahancau-hancau hundang gawiannya juga tidak mengubah makna gramatikal yang muncul di dalam kontruksi kalimat tersebut. Hal tersebut dapat dinyatakan bahwa di dalam konstruksi sebuah kalimat kata mahancau-hancau tidak membutuhkan objek hundang (N). Tanpa kehadiran objek kata mahancau-hancau sudah dapat membentuk konstruksi kalimat yang memiliki makna gramatikal menyatakan kegiatan dengan alat. Selanjutnya, lebih jelas terkait bagaimana makna gramatikal reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu yang menyatakan kegiatan yang dilakukan dengan alat perhatikan kembali kalimat berikut.

(12) a. Kau ni lih manyayudu-nyudu iwak tu kayak itu.

„Kamu menyendok ikan seperti itu.‟ b. Kau ni lih manyayudu-nyudu.* „Kamu menyendok.‟

c. Kau ni lih manyayudu-nyudu kayak itu.*

„Kamu menyendok seperti itu.‟ Berdasarkan data di atas, diketahu terdapat kata manyudu-nyudu yang terbentuk dari kata sasudu (N) dengan proses maN- + R {sasudu}, sehingga menyatakan makna tindakan yang dilakukan dengan alat. Kata manyeyudu-nyayudu merupakan bentuk kata ulang yang diproses dari reduplikasi verba denomina, yang berbentuk verba transitif. Sebab kata menyayudu-nyayudu pada kalimat (12b) Kau ni lih manyayudu-nyudu.* tanpa adanya kata iwak eksistensi kata menyeyudu-nyeyudu tidak dapat memberikan makna gramatikal menyatakan kegiatan dengan alat sasudu. Selanjutnya, pada kalimat (12c) Kau ni lih manyayudu-nyudu kayak itu.* juga mengubah makna gramatikal yang muncul di dalam kontruksi kalimat tersebut. Hal

63

(11)

Reduplikasi Verba Denomina Bahasa Banjar Hulu: Tinjauan Bentuk dan Semantik Gramatikal

Asnawi

tersebut dapat dinyatakan bahwa di dalam konstruksi sebuah kalimat kata menyeyudu-nyayudu membutuhkan objek iwak (N). Tanpa kehadiran objek kata menyayudu-nyayudu tidak dapat membentuk konstruksi kalimat yang memiliki makna gramatikal menyatakan kegiatan dengan alat. Selanjutnya, lebih jelas terkait bagaimana makna gramatikal reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu yang menyatakan kegiatan yang dilakukan dengan alat perhatikan kembali kalimat berikut.

(13) a. Galuh tu manyurui-nyurui’i lapalanya tupang tarus.

„Galuh itu menyisir kepalanya selalu.‟

b. Galuh manyurui-nyurui’i rambut adingnya.

„Galuh menyisir rambut adiknya.‟ c. Galuh manyurui-nyurui’i.* „Galuh itu menyisir.‟*

Berdasarkan data di atas, diketahu terdapat kata manyurui-nyurui’i yang terbentuk dari kata surui (N) dengan proses maN-i + R {surui}, sehingga menyatakan makna tindakan yang dilakukan dengan alat. Kata manyurui-nyurui’i merupakan bentuk kata ulang yang diproses dari reduplikasi verba denomina, yang berbentuk verba transitif. Sebab kata manyurui-nyurui’i pada kalimat (13b) Galuh manyurui-nyurui’i rambut adingnya dapat diterima dengan penggantian objek kepalanya (N) dengan rambut (N) adanya kata rambut menyatakan eksistensi kata manyurui-nyurui’i dapat memberikan makna gramatikal menyatakan kegiatan dengan alat surui. Selanjutnya, pada kalimat (13c) Galuh manyurui-nyurui’i.* tidak berterima tidak adanya makna gramatikal yang muncul di dalam kontruksi kalimat tersebut. Hal tersebut dapat dinyatakan

bahwa di dalam konstruksi sebuah kalimat kata manyurui-nyurui’i membutuhkan objek kapalanya (N) dan rambut (N). Tanpa kehadiran objek kata manyurui-nyurui’i tidak dapat membentuk konstruksi kalimat yang memiliki makna gramatikal menyatakan kegiatan dengan alat surui. 3. Menyatakan Membuat Jadi

Makna gramatikal reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu juga ditemukan menyatakan membuat jadi. Makna reduplikasi verba denomina yang menyatakan membuat jadi dapat diisi oleh verba transitif dan verba intransitif. Konsep makna verba yang dimunculkan mengindikasikan konsep terbentuknya produk/terbuat menjadi seperti. Lebih jelas perhatikan data berikut.

(14) a. Bubuhannya tu manisan-nisani kuburan. „Keluarganya menandai kuburan.‟ b. Ummaku tu manisan-nisani kacang tadik.

„Ibunya menandai kacangnya kemarin.‟

c. Bubuhannya tu manisan-nisani.* „Keluarganya menandai.‟

Berdasarkan data di atas, diketahu terdapat kata manisan-nisani yang terbentuk dari kata nisan (N) dengan proses ma-i + R {nisan}, sehingga menyatakan makna membuat jadi. Kata manisan-nisani merupakan bentuk kata ulang yang diproses dari reduplikasi verba denomina, yang berbentuk verba transitif. Sebab kata manisan-nisani pada kalimat (14b) Ummaku tu manisan-nisani kacang tadik dapat diterima dengan penggantian objek kuburan (N) dengan kacang (N) adanya kata kacang menyatakan bahwa kata manisan-nisani dapat memberikan makna gramatikal menyatakan membuat jadi. Selanjutnya, pada kalimat (14c)

64

(12)

Reduplikasi Verba Denomina Bahasa Banjar Hulu: Tinjauan Bentuk dan Semantik Gramatikal

Asnawi

Bubuhannya tu manisan-nisani.* tidak berterima karena tidak adanya makna gramatikal yang muncul di dalam kontruksi kalimat tersebut. Hal tersebut dapat dinyatakan bahwa di dalam konstruksi sebuah kalimat kata manisan-nisani membutuhkan objek kuburan (N) dan kacang (N). Tanpa kehadiran objek kata manisan-nisani tidak dapat membentuk konstruksi kalimat yang memiliki makna gramatikal menyatakan membuat jadi. Selanjutnya, hal yang sama juga dapat dipertegas pada data berikut ini. (15) a. Utuh mawaluh-waluhi adingnya.

„Utuh membodoh-bodohi adiknya.‟ b.Utuhmawaluh-waluhi kakawananya. „Utuh membodoh-bodohi rekannya.‟ c. Utuh mawaluh-waluhi.*

„Utuh membodoh-bodohi.‟*

Berdasarkan data di atas, diketahu terdapat kata mawaluh-waluhi yang terbentuk dari kata waluh (N) dengan proses ma-i + R {waluh}, sehingga menyatakan makna membuat jadi. Kata mawaluh-waluhi merupakan bentuk kata ulang yang diproses dari reduplikasi verba denomina, yang berbentuk verba transitif. Sebab kata mawaluh-waluhi pada kalimat (15a) Utuh mawaluh-waluhi adingnya dan kalimat (15b) Utuh mawaluh-waluhi kakawananya dapat diterima dengan penggantian objek adingnya (N) dengan kakawanannya (N) adanya kata kakawananya menyatakan bahwa kata mawaluh-waluhi dapat memberikan makna gramatikal menyatakan membuat jadi. Selanjutnya, pada kalimat (15c) Utuh mawaluh-waluhi.* tidak berterima. Oleh karena itu, konstruksi kalimat tersebut menyatakan tidak adanya makna gramatikal yang muncul di dalam kontruksinya. Hal tersebut dapat dinyatakan bahwa di dalam konstruksi sebuah kalimat kata mawaluh-waluhi membutuhkan objek adingnya (N)

dan kakawanannya (N). Tanpa kehadiran objek kata mawaluh-waluhi tidak dapat membentuk konstruksi kalimat yang memiliki makna gramatikal menyatakan membuat jadi.

4. Menyatakan Kegiatan yang Dilakukan dengan Cara

Makna gramatikal reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu juga ditemukan menyatakan kegiatan yang dilakukan dengan cara. Makna reduplikasi verba denomina yang menyatakan ini dapat diisi oleh verba transitif dan verba intransitif. Konsep makna verba yang dimunculkan mengindikasikan konsep dibuat dengan/dibentuk seperti. Lebih jelas perhatikan data berikut.

(16) a. Inyak balading-ladingan manyasahi buruannya. „Dia memerangi buruannya.‟ b. Inyak balading-ladingan

manataki kumpai.

„Dia memotongi rumput.‟ c. Inyak balading-ladingan

awan kakawananya. „Dia memperagakannya

bersama temannya.‟ Berdasarkan data di atas, diketahui terdapat kata balading-ladingan yang terbentuk dari kata lading (N) dengan proses ba-an + R {lading}, sehingga menyatakan makna kegiatan yang dilakukan dengan cara. Kata balading-ladingan merupakan bentuk kata ulang yang diproses dari reduplikasi verba denomina, yang berbentuk verba intransitif. Sebab kata balading-ladingan pada kalimat (16a) Inyak balading-ladingan manyasahi buruannya dan kalimat (16b) Inyak balading-ladingan manataki kumpai dapat diterima dengan penggantian objek buruannya (N) dengan kumpai (N) adanya kata kumpai

65

(13)

Reduplikasi Verba Denomina Bahasa Banjar Hulu: Tinjauan Bentuk dan Semantik Gramatikal

Asnawi

menyatakan bahwa kata balading-ladingan dapat memberikan makna gramatikal menyatakan kegiatan yang dilakukan dengan cara. Selanjutnya, pada kalimat (16c) Inyak balading-ladingan awan kakawananya juga dapat diterima walaupun tanpa kehadiran objek, sehingga makna gramatikal yang muncul di dalam kontruksi kalimat tersebut juga menyatakan kegiatan yang dilakukan dengan cara. Hal tersebut dapat dinyatakan bahwa di dalam konstruksi sebuah kalimat kata balading-ladingan dapat membutuhkan objek buruannya (N) dan kumpai (N) serta juga dapat tanpa kehadiran objek. Adanya objek atau tidak pada kata balading-ladingan tidak mempengaruhi makna gramatikal konstruksi kalimat yang ada.

(17) a. Abahnya batapih-tapihan tadi inyak kaluar.

„Ayahnya berselempang saja ia keluar.‟

b. Abahnya batapih-tapihan inyak.

„Ayahnya berselempang saja.‟ c. Abahnya batapih-tapihan. „Ayahnya berselempang.‟ Berdasarkan data di atas, diketahui terdapat kata batapih-tapihan yang terbentuk dari kata tapih (N) dengan proses ba-an + R {tapih}, sehingga menyatakan makna kegiatan yang dilakukan dengan cara. Kata batapih-tapihan merupakan bentuk kata ulang yang diproses dari reduplikasi verba denomina, yang berbentuk verba intransitif. Sebab kata batapih-tapihan pada kalimat (17a) Abahnya batapih-tapihan tadi inyak kaluar dan kalimat (17b) Abahnya batapih-tapihan inyak kedua kalimat tersebut dilengkapi dengan keterangan dan dapat diterima tanpa adanya kehadiran objek. Kedua kontruksi kalimat tersebut

memberikan makna gramatikal menyatakan kegiatan yang dilakukan dengan cara. Selanjutnya, pada kalimat (17c) Abahnya batapih-tapihan juga dapat diterima walaupun tanpa kehadiran keterangan, sehingga makna gramatikal yang muncul di dalam kontruksi kalimat tersebut juga menyatakan kegiatan yang dilakukan dengan cara. Hal tersebut dapat dinyatakan bahwa di dalam konstruksi sebuah kalimat kata batapih-tapihan dapat dinyatakan baik yang dilengkapi keterangan ataupun tidak tetap menyatakan makna gramatikal kegiatan yang dilakukan dengan cara.

PENUTUP

Berdasarkan hasil temuan yang diperoleh, dapat dinyatakan bahwa pergeseran kelas kata atau yang biasa disebut derivasi juga ditemukan dalam bahasa Banjar Hulu. Pergeseran kelas kata yang dimaksud adalah pergeseran kelas kata nomina ke kelas kata verba. Pergeseran kelas nomina ke verba tersebut didasari atas adanya gejala reduplikasi dan derivasi. Oleh sebab itu, gejala ini dinyatakan sebagai reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu. Berdasarkan temuan yang diperoleh diketahui ada beberapa afiks yang membentuk reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu. Afiks-afiks yang ditemukan dalam membentuk reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu adalah afiks meN- + R {KDN}, maN-i + R {KDN}, ma-i + R {KDN}, dan ba-an + R {KDN}. Selanjutnya, ditemukan juga makna gramatikal reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu. Makna gramatikal merupakan makna yang muncul akibat adanya proses morfologis atau adanya gejala konstruksi struktur kalimat. Peran kata reduplikasi verba denomina dalam bahasa Banjar Hulu menduduki konsep yang sangat penting dalam

66

(14)

Reduplikasi Verba Denomina Bahasa Banjar Hulu: Tinjauan Bentuk dan Semantik Gramatikal

Asnawi

membentuk makna gramatikal. Berikut beberapa makna gramatikal yang dtemukan dalam reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu. Makna gramatikal reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu yang ditemukan adalah manyatakan kegiatan yang dilakukan berulang-ulang, kegiatan yang dilakukan dengan menggunakan alat, menyatakan membuat jadi, dan kegiatan yang dilakukan dengan cara.

DAFTAR RUJUKAN

Alieva, N.F. 1991. Bahasa Indonesia Deskripsi dan Teori. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Arifin, E Zainal dan Junaiyah. 2009. Morfologi: Bentuk, Makna dan Fungsi. Jakarta: Gramedia Jakarta. Chaer, Abdul. 1998. Tata Bahasa Praktis

Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Charlina dan Mangatur Sinaga. 2006. Morfologi. Pekanbaru: Unri Perss.

Ermanto. 2010. Morfologi Derivasi dan Infleksi:Perspektif Baru dalam Bahasa Indonesia. Padang: UNP Press.

Mahdini. 2003. Sastra Lisan Masyarakat Melayu Banjar Indragiri Hilir. Pekanbaru: Daulat Riau.

Mahsun. 2006. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Muslich, Masnur. 2009. Tata Bentuk Bahasa Indonesia: Kajian Ke Arah Tata Bahasa Deskriptif. Jakarta: Bumi Aksara.

Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Ramlan, M. 2001. Morfologi: Satuan Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: Karyono.

Silalahi, Ulber. 2006. Metode Penelitian Sosial. Bandung: Unpar Press.

Sudaryanto. 1992. Metode Linguistik: Ke Arah Memahami Metode

Linguistik. Yogyakarta: Gajah Mada Universty Press.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistik. Yogyakarta: Duta Wacana Universty Press. Suparno. 1993. Konstruksi Tema Rema

dalam Bahasa Indonesia Lisan Tidak Resmi Masyarakat Kotmadya Malang. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Referensi

Dokumen terkait

1) Pelatihan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kompetensi pegawai yang ada di lingkungan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota

Manajemen kegiatan ekstrakurikuler dalam pembinaan qiro’ah Al Qur`an di MI Miftahul Ulum sudah berjalan dengan lancar mulai dari proses perencanaan sampai pada pengawasan control

Pembelajaran di PAUD merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan perkembangan kognitif, maka program utama yang efektif untuk perbaikan perkem- bangan kognitif anak usia

Metode yang digunakan dalam ini adalah menggunakan pendekatan partisipatif yaitu melaksanakan pendidikan dan pelatihan masyarakat dengan pihak akademisi (Dosen

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah : untuk mengetahui adanya korelasi antara berat badan dan kekuatan otot

Dalam kodifikasi hukum Islam (fikih) tidak ditemukan ketentukan hukum yang secara khusus menjelaskan perkawinan sejenis. Hal ini karena perbuatan homoseksual adalah

Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Kusuma (2018) tentang pengolahan sampah organik pasar dengan metode Continuous Flow Bin

Hal tersebut dapat dilihat dari hasil penelitian bahwa panjang dan massa cacing yang ditumbuhkan pada perlakuan A memiliki rata-rata panjang, rata-rata LPR, dan