• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI MASJID WALI DI KABUPATEN DEMAK PENELITI : MOHHAMAD KUSYANTO, ST, MT NIDN :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IDENTIFIKASI MASJID WALI DI KABUPATEN DEMAK PENELITI : MOHHAMAD KUSYANTO, ST, MT NIDN :"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

i

IDENTIFIKASI MASJID WALI

DI KABUPATEN DEMAK

PENELITI :

MOHHAMAD KUSYANTO, ST, MT NIDN : 0630097301

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK ARSITEKTUR

UNIVERSITAS SULTAN FATAH DEMAK

(2)

ii

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Identifikasi Masjid Wali di Kabupaten Demak

Nama Rumpun Ilmu : Teknik Arsitektur

Ketua Peneliti :

a. Nama Lengkap : Mohhamad Kusyanto, ST, MT

b. NIDN : 0630097301

c. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli d. Program Studi : Teknik Arsitektur

e. Nomor Hp : 08156615845

f. Alamat Surel (e-mail) : mkusyanto@gmail.com

Anggota Peneliti (1) :

a. Nama Lengkap : -

b. NIDN : -

c. Perguruan Tinggi : -

Biaya Penelitian : Mandiri

Demak, 23 Oktober 2012

Menyetujui,

Ketua P3M UNISFAT

Ahmad Mufid, S.Kom Mohhamad Kusyanto, ST. MT

(3)

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas hidayah, inayah serta nikmat-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik atas saran, petunjuk, dukungan serta bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis hanya dapat mengucapkan banyak terima kasih dari hati yang paling dalam kepada :

1. Dra. Suemy, M.Si. selaku Rektor Unisfat Demak yang telah memberi arahan kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.

2. M. Charis, ST. selaku Dekan Teknik yang telah memberi dorongan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.

3. Debagus Nandang, ST selaku Ketua Program Studi Teknik Arsitektur yang telah memberi dorongan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.

4. Para dosen Teknik Arsitektur yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis menyelesaikan penelitian ini.

5. Segenap civitas akademi Unisfat Demak atas dukungan dan doanya.

6. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

Hasil penelitian ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis berharap segala partisipasi semua pihak untuk memberikan masukan, saran dan kritik yang membangun demi sempurnanya penelitian ini.

Akhirnya penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi seluruh insan pecinta ilmu pengetahuan dan berguna bagi kemajuan ilmu pengetahuan. Amiin.

Demak, Oktober 2012

(4)

iv

ABSTRAK

Kabupaten Demak memiliki nilai historis sebagai kerajaaan Islam Demak. Pada masa itu banyak masjid yang dibangun oleh walisanga. Masjid wali ini tidak banyak diketahui oleh orang banyak. Sekarang ini peninggalannya sudah banyak yang hilang. Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi masjid wali yang ada di kabupaten Demak, menggambarkan ciri-ciri masjid wali dan mendokumentasikan masjid wali di kabupaten Demak. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analistik. Penelitian ini secara garis besar dapat dibagi dalam dua tahap, yakni penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan (field study). Hasil yang didapatkan adalah ciri-ciri masjid wali yang meliputi bangunannya ditopang empat saka guru, atapnya limasan bersusun tiga (Tuimpang/Meru), di depan bangunan induk ada serambi atap limasan, diatas pengimaman/mihraf terdapat lambang surya Majapahit yang merupakan simbol kebesaran Kasultanan Bintoro dan perlu upaya penelitian lebih lanjut terhadap masjid wali lain yang belum terdokumentasikan dengan baik, sehingga dapat menjadi arsip di masa yang akan datang.

(5)

v

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

Bab I Pendahuluan ... 1

I.1. Latar Belakang ... 1

I.2. Rumusan Masalah ... 1

I.3. Tujuan Penelitian ... 1

I.4. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ... 2

I.5. . Sistematika Penulisan ... 2

Bab II Tinjauan Pustaka ... 3

II.1. Pengertian Masjid ... 3

II.2. Fungsi Masjid ... 3

II.3. Arsitektur Masjid ... 5

II.4. Komponen dalam Arsitektur Masjid ... 5

II.5. Masjid Wali ... 6

Bab III Metode Penelitian ... 8

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 9

IV.1. Hasil Penelitian ... 9

IV.2. Pembahasan ... 20

Bab V Penutup... 25

IV.1. Kesimpulan ... 25

IV.2. Saran ... 25

(6)

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar IV.1 Denah Masjid Agung Demak ... 9

Gambar IV.2 Tampak Masjid Agung Demak ... 10

Gambar IV.3 Ruang Utama Sholat Masjid Agung Demak ... 11

Gambar IV.4 Isometri Masjid Agung Demak ... 12

Gambar IV.5 Potongan Melintang Masjid Agung Demak... 12

Gambar IV.6 Potongan membujur Masjid Agung Demak... 13

Gambar IV.7 Ruang Wudlu Masjid Agung Demak ... 13

Gambar IV.8 Teritisan Masjid Agung Demak ... 14

Gambar IV.9 Tampak Masjid Sunan Kalijaga Kadilangu ... 15

Gambar IV.10 Denah Masjid Sunan Kalijaga Kadilangu ... 16

Gambar IV.11 Ruang Utama Sholat Masjid Sunan Kalijaga Kadilangu ... 16

Gambar IV.12 Serambi Masjid Sunan Kalijaga Kadilangu ... 17

Gambar IV.13 Ruang Wudlu Masjid Sunan Kalijaga Kadilangu ... 17

Gambar IV.14 Tampak Masjid Grogol ... 18

(7)

1

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Masjid adalah tempat peribadatan umat Islam. Tempat bersujud, menyembah kepada Sang Pencipta. Kata “masjid” berasal dari kata sajada-sujud yang berarti patuh, taat, serta tunduk penuh hormat, takzim. sujud dalam syariat yaitu berlutut, meletakkan dahi kedua tangan ke tanah adalah bentuk nyata dari arti kata tersebut. Oleh karena itu bangunan yang dibuat khusus untuk sholat disebut masjid yang artinya : tempat untuk sujud (Shihab, 1997 : 459). Masjid (masjidun) mempunyai dua arti, arti umum dan arti khusus. masjid dalam arti umum adalah semua tempat yang digunakan untuk sujud dinamakan masjid. sedangkan masjid dalam pengertian khusus adalah tempat atau bangunan yang dibangun khusus untuk menjalankan ibadah, terutama sholat berjamaah.

Masjid berdiri pertama kali di Kabupaten Demak sejak dibangunnya Masjid Agung Demak oleh walisanga. Walisanga merupakan wali/utusan yang menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Dalam memperkuat dakwahnya, walisanga mendirikan masjid-masjid. Dengan membangun masjid, sentral dakwah bisa dilaksanakan di masjid tersebut. Masjid-masjid yang pernah dibangun oleh para wali disebutnya masjid wali.

Masjid wali ini tidak banyak diketahui oleh orang banyak. Sekarang ini peninggalannya sudah banyak yang hilang. Untuk itu diperlukan penelitian untuk mengidentifikasi masjid yang termasuk masjid wali tersebut sebagai upaya pelestarian di masa yang akan datang.

I.2 Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini berupaya menggali dan mempelajari keberadaan masjid wali yang ada di kabupaten Demak. Penelitian ini berangkat dari berkembangnya masjid sebagai tempat ibadah yang di masyarakat, namun tidak diketahui peninggalan masjid yang dibangun oleh para wali.

I.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah :  Mengidentifikasi masjid wali yang ada di kabupaten Demak

(8)

2  Menggambarkan ciri-ciri masjid wali

 Mendokumentasikan masjid wali di kabupaten Demak

I.4 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

Batasan dalam penelitian ini ditetapkan untuk mempermudah peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini adalah batas wilayah penelitian berada di Kabupaten Demak yang dahulu pernah menjadi kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa.

I.4 Sistematika Penulisan

Penelitian ini akan terdiri dari bab pendahuluan, kajian pustaka, metode penelitian, hasil penelitin dan pembahasan dan penutup. Deskripsi singkat dari masing-masing bab adalah :

Bab I Pendahuluan, merupakan bagian awal yang menjelaskan latar belakang pemilihan topik masjid wali di Kabupaten Demak. Bab ini juga memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup dan batasan penelitian dan sistematika penulisan;

Bab II Kajian Pustaka, berisi tentang berbagai kajian pustaka yang meliputi pengertian masjid, fungsi masjid, arsitektur masjid, komponen dalam arsitektur masjid dan masjid wali.

Bab III Metodologi Penelitian, berisi metode yang digunakan dalam penelitian ini secara terperinci dan jelas;

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

(9)

3

BAB II KAJIAN TEORI

II.1 Pengertian Masjid

Kata “Masjid” berasal dari kata sajada-sujud yang berarti patuh, taat, serta tunduk penuh hormat, takzim. Sujud dalam syariat yaitu berlutut, meletakkan dahi kedua tangan ke tanah adalahn bentuk nyata dari arti kata tersebut. Oleh karena itu bangunan yang dibuat khusus untuk sholat disebut masjid yang artinya : tempat untuk sujud (Shihab, 1997 : 459).

Masjid (masjidun) mempunyai dua arti, arti umum dan arti khusus. Masjid dalam arti umum adalah semua tempat yang digunakan untuk sujud dinamakan masjid. Sedangkan masjid dalam pengertian khusus adalah tempat atau bangunan yang dibangun khusus untuk menjalankan ibadah, terutama sholat berjamaah.

Pengertian ini juga mengerucut menjadi masjid yang digunakan untuk salat Jumat disebut Masjid Jami'. Karena sholat Jumât diikuti oleh orang banyak maka masjid Jami' biasanya besar. Sedangkan masjid yang hanya digunakan untuk sholat lima waktu, bisa di perkampungan, bisa juga di kantor atau di tempat umum, dan biasanya tidak terlalu besar atau bahkan kecil sekali sesuai dengan keperluan, disebut Mushola, artinya tempat sholat. Di beberapa daerah, mushola terkadang diberi nama langgar atau surau.

Berdasar akar katanya mengandung arti tunduk dan patuh, maka hakekat dari masjid adalah tempat melakukan segala aktivitas berkaitan dengan kepatuhan kepada Allah semata. Oleh karena itu,masjid dapat diartikan lebih jauh, bukan hanya sekedar tempat bersujud, pensucian, tempat salat dan bertayamum, namun juga sebagai tempat melaksanakan segala aktivitas kaum muslim berkaitan dengan kepatuhan kepada Tuhan (Shihab, 1997 : 460).

III.2. Fungsi Masjid

Fungsi masjid yang utama adalah sebagai pusat kegiatan ibadah seperti sholat 5 waktu, sholat jum’at, sholat terawih, iktikaf dan sholat sunnat yang lainnya. Selain itu berfungsi sebagai pusat kemasyarakatan seperti menikahkan muslim yang dilakukan penghulu, mendoakan, menyembahyangkan jenazah, serta

(10)

4

mengajarkan, membicarakan dan menyimpulkan semua pokok kegiatan Islam dan lain-lain (Gazalba, 1977 : 133-134).

Menurut Sumalyo (2000), dari sejarah Masjid Nabawi di Madinah yang didirikan oleh Rasulullah SAW, dapat dijabarkan fungsi dan peranannya pada masa itu. Tercatat tidak kurang dari sepuluh peranan dan fungsi Masjid Nabawi yaitu sebagai tempat ibadah (salat, zikir), konsultasi dan komunikasi berbagai masalah termasuk ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, santunan sosial, latihan militer dan persiapan peralatannya, pengobatan korban perang, perdamaian dan pengadilan sengketa, menerima tamu (di aula), menawan tahanan dan pusat penerangan atau pembelaan agama (Shihab, 1997 : 462). Menurut Ayub (1997), ada sembilan fungsi masjid diantaranya yaitu (1) masjid merupakan tempat kaum muslimin beribadat dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, (2) masjid adalah tempat kaum Muslimin beri’tikaf, membersihkan diri, menggembleng batin untuk membina kesadaran dan mendapatkan pengalaman batin/keagamaan sehingga selalu terpelihara keseimbangan jiwa dan raga serta keutuhan kepribadian, (3) masjid adalah tempat bermusyawarah kaum muslimin guna memecahkan persoalan-persoalan yang timbul dalam masyarakat (4) masjid adalah tempat kaum muslimin berkonsultasi, mengajukankesulitan-kesulitan, meminta bantuan dan pertolongan (5) masjid adalah tempat membina keutuhan ikatan jamaah dan gotong royong di dalam mewujudkan kesejahteraan bersama (6) masjid dengan majlis taklimnya merupakan wahana untuk meningkatkan kecerdasan dan ilmu pengetahuan muslimin (7) masjid adalah tempat pembinaan dan pengembangan kader-kader pimpinan umat (8) masjid tempat mengumpulkan dana, menyimpan dan membagikannya (9) masjid tempat melaksanakan pengaturan dan supervisi sosial. Fungsi masjid yang utama adalah sebagai pusat kegiatan ibadah seperti sholat 5 waktu, sholat jum’at, sholat terawih, iktikaf dan sholat sunnat yang lainnya. Selain itu berfungsi sebagai pusat kemasyarakatan seperti menikahkan muslim yang dilakukan penghulu, mendoakan, menyembahyangkan jenazah, serta mengajarkan, membicarakan dan menyimpulkan semua pokok kegiatan Islam dan lain-lain (Gazalba, 1975 : 133-134). Masjid merupakan representasi dari komunitas umat Islam yang melahirkan dan memakmurkannya (Barliana, 2010 :4).

(11)

5 II.3 Arsitektur Masjid

Arsitektur masjid saat ini telah berkembang sejalan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan arsitektur masjid ini sejalan dengan kegiatan pembangunan masjid sebagai tempat peribadatan yang ada di masyarakat.

Arsitektur adalah hasil dari proses perancangan dan pembangunan oleh seorang atau sekelompok orang dalam memenuhi kebutuhan ruang untuk melaksanakan kegiatan tertentu (Sumalyo, 2000). Didukung oleh Jencks (1977), yang menyatakan arsitektur merupakan suatu alat untuk berkomunikasi, yang mewujudkan unsur-unsur estetika dengan dilandasi pranata berkomunikasi yang memanfaatkan teori-teori yang terdapat dalam bidang ilmu semiotik (semiologi). Arsitektur menghasilkan karya-karya arsitektur yang merupakan salah satu refleksi dan perwujudan kebudayaan dasar masyarakat serta memuat sejumlah makna yang dapat dikomunikasikan (Rapoport, 1979).

Masjid dapat diartikan sebagai tempat dimana saja bersembahyang bagi orang muslim (Nikolaus Pevsner dalam Sumalyo, 2000), Hal itu didasarkan pada sabda Nabi Muhammad SAW : “Di manapun engkau bersembahyang maka tempat itulah masjid”. Secara etimologi, masjid juga dapat diartikan sebagai tempat beribadah umat Islam, khususnya dalam melaksanakan shalat. Masjid sering disebut dengan Baitullah (rumah Allah), yaitu rumah yang dibangun sebagai sarana mengabdi kepada Allah SWT (Siswanto, 2005: 23)

Dari paparan diatas, dapat disimpulkan arsitektur masjid adalah tempat untuk bersujud bagi orang muslim yang merupakan hasil dari proses perancangan dan pembangunan sebagai suatu alat untuk menyampaikan pesan tertentu dan untuk berkomunikasi dalam wujud unsur-unsur estetika yang menghasilkan karya-karya arsitektur sebagai salah satu refleksi dan perwujudan kebudayaan dasar masyarakat.

II.4 Komponen dalam Arsitektur Masjid

Masjid dibangun meliputi beberapa komponen yang mendukung dan biasa digunakan dalam arsitektur masjid. Secara umum menurut Sumalyo (2000), komponen yang ada dan biasa digunakan dalam masjid adalah (1) ruang untuk sholat bersama; (2) mimbar yakni tempat duduk tempat berceramah, agar lebih mudah didengar dan dilihat oleh umat atau peserta shalat jamaah; (3) mihrab

(12)

6

yakni sebuah ceruk atau ruang relatif kecil masuk dalam dinding, sebagai tanda arah kiblat. Biasanya mimbar berdampingan di sebelah kanan mihrab; (4) tempat Wudhu yakni ruang untuk menyucikan diri dengan antara lain membasuh tangan, muka dan kaki sebelum sembahyang; (5) minaret yakni menara untuk

”memanggil” untuk bersembahyang atau azan yang juga menjadi ritual shalat; (6) dikka, semacam panggung dengan tangga, diletakkan di tengah ruang shalat

utama (unsur pelengkap yang tidak selalu ada dalam masjid); (7) dekorasi..

Arsitektur masjid besar sebelum era modern dapat dibedakan menjadi lima kelompok besar menurut elemen-elemen arsitektur dan tatanan ruangannya. Pertama, tipe hyspostyle dengan atap datar dan kemungkinannya adanya satu atau lebih kubah kecil, seperti masjid-masjid di jazirah Arab dan Afrika. Kedua, bangunan dengan ruang utama yang sangat luas, biasanya ditutupi oleh sebuah kubah besar seperti masjid-masjid di Turki masa Utsmani atau dinaungi oleh atap piramida seperti masjid-masjid di Indonesia. Ketiga, masjid dengan iwan (selasar beratap) di kedua sisi dan taman bujursangkar di tengahnya, seperti masjid-masjid di Iran dan Asia Tengah. Keempat, bangunan dengan tiga kubah dan halaman yang sangat luas seperti masjid-masjid di India. Kelima, kompleks bangunan dan pavilium di dalam kompleks yang dikelilingi taman dan tembok, seperti masjid-masjid di Cina (Frishman & Khan, 1994: 12). Sementara itu menurut Hasan Ud-Din Khan (Khan dalam Santosa, 2000), beberapa kecendrungan utama dalam citra bentuk masjid di Asia Tenggara yakni bentuk ”Javanese Vernacular” atau masjid-masjid tradisional Jawa dengan ciri atap berbentuk piramida bersusun, bentuk “Indo-Arabic Cross Cultural Mix” atau masjid yang didominasi bentuk-bentuk busur dan kubah, bentuk modern.

II.5. Masjid Wali

Masjid wali adalah masjid yang didirikan oleh walisanga. Masjid ini termasuk dalam masjid arsitektur jawa. Pada tahun 1984, peneliti Belanda G.F. Pijper telah menyebutkan bahwa tipe bentuk masjid di Indonesia berasal dari Masjid Jawa. Menurutnya ada enam karakter umum tipe Masjid Jawa itu yakni: 1) berdenah bujur sangkar,

2) lantainya langsung berada pada fundamen yang masif atau tidak memiliki kolong lantai sebagaimana rumah-rumah vernakular Indonesia atau tempat

(13)

7

ibadah berukuran kecil seperti langgar (Jawa), tajug (Sunda), dan bale (Banten),

3) memiliki atap tumpang dari dua hingga lima tumpukan yang mengerucut ke satu titik di puncaknya,

4) mempunyai ruang tambahan pada sebelah barat atau barat laut untuk mihrab, 5) mempunyai beranda baik pada sebelah depan (timur) atau samping yang biasa

disebut surambi atau siambi (Jawa) atau tepas masjid (Sunda), dan

6) memiliki ruang terbuka yang mengitari masjid yang dikelilingi pagar pembatas dengan satu pintu masuknya di bagian muka sebelah timur.

(14)

8

BAB III METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analistik. Penelitian ini secara garis besar dapat dibagi dalam dua tahap, yakni penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan (field study). Penelitian kepustakaan merupakan tahap atau bagian awal dari kegiatan penelitian, berupa pengumpulan data-data pustaka.

Penelitian lapangan, tahap ini merupakan kegiatan yang dilakukan di lapangan, antara lain meliputi:

1. Observasi pendahuluan

Observasi pendahuluan ini dilakukan dengan cara melihat masjid di kabupaten Demak. Observasi pendahuluan ini sangat penting dalam menentukan berapa obyek yang akan kita teliti sehingga kita dengan mudah untuk melakukan langkah penelitian berikutnya.

2. Pengambilan data primer melalui :

Setelah kita melakukan observasi pendahuluan, langkah penelitian berikutnya adalah dengan mengumpulkan data di lapangan yang dapat dilakukan dengan cara :

- Observasi/pengamatan - Pemotretan obyek - Sketsa dan pengukuran

3. Data sekunder meliputi, dokumen-dokumen sejarah baik berupa tulisan, gambar dan foto-foto.

(15)

9

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan mengidentifikasi masjid dalam kategori masjid wali. Data dilakukan analisis untuk menentukan ciri-ciri masjid wali. Masjid wali yang dianalisis meliputi :

1. Masjid Agung Demak

Masjid Agung Demak, yang menempati lahan seluas 11.220 meter persegi, sudah menjadi ciri kota Demak. Seluruh kompleks masjid, termasuk Yayasan Masjid Demak, menempati lahan enam hektare. Kompleks itu terdiri dari masjid, serambi, makam, tempat wudu, dan pawestren. Selain itu, masih ada pula gedung Majelis Ulama Indonesia, sekolah, museum, dan wisma tamu.

Gambar IV.1:

(16)

10

Sepanjang riwayatnya, Masjid Agung Demak sedikitnya 16 kali dipugar. Pertama kali oleh Raja Mataram Paku Buwono I, pada 1710. Ia mengganti atap sirap yang rapuh. Pembangunan menara azan baru dilakukan pada 2 Agustus 1932. Bangunan berkonstruksi baja itu menelan biaya 10.000 gulden.

Th 1800 M Th 1962 M Saat Ini Gambar IV.2

Tampak Masjid Agung Demak Sumber : Museum Masjid Agung Demak

Ada lima pintu masuk ke dalam masjid. Sebelah kiri berhadapan dengan tempat wudhu wanita, pintu masuk ke sebelah kanan bertaut tempat wudlu pria. Sedangkan tiga pintu di tengah langsung mengantarkan ke serambi masjid. Serambi seluas 29 x 17 meter dan berlantai teraso 30 x 30 sentimeter itu juga sering disebut ''Serambi Majapahit''.

Julukan itu melekat karena pilar di serambi itu mirip dengan bangunan ''Siti Hinggil'' di Majapahit. Kemungkinan, delapan pilar itu diambil dari bangunan di Senggaluh, setelah Demak menaklukkan Majapahit pada 1479, sebagai bukti kemenangan. Senggaluh, kini masuk wilayah Kediri.

Sedikitnya, 500 jamaah bisa ditampung di ruang utama sholat yang luasnya 24 x 24 meter itu. Lantainya menggunakan konstruksi bata, ditutupi marmer 70 x 70 sentimeter. Tinggi lantainya 35 sentimeter dari permukaan pelataran paling luar. Atau 3 sentimeter lebih tinggi dari lantai serambi. Di sebelah kanan ruangan ini terdapat ruang khalwat. Ruang perenungan berukuran 2 x 2,5 meter ini dulunya dipakai para penguasa melakukan salat dan munajat untuk memohon petunjuk Tuhan. Hampir sekujur ruangan ini dipenuhi ukiran model Majapahit. Pada salah satu sudutnya terdapat relief aksara Arab yang artinya memuliakan keesaan Allah.

Pawestren adalah ruang untuk wanita menjalankan salat. Luasnya 15 x 17,30 meter. Dibangun pada 1866 ketika KRMA Arya Purbaningrat menjadi

(17)

11

Adipati Demak. Bangunan berkonstruksi kayu jati ini terletak di sebelah selatan masjid. Atapnya berbentuk limas, disangga delapan pilar bergaya Majapahit. Empat di antaranya menopang belandar balok bersusun tiga.

Struktur

Yang menarik dari Masjid Demak adalah sistem strukturnya. Di ruang utama terdapat empat saka guru, setinggi 19,54 meter, yang merupakan karya empat wali. Sunan Kalijaga membuat pilar timur laut. Sunan Bonang untuk tiang barat laut. Saka guru tenggara dibuat Sunan Ampel, dan Sunan Gunung Jati membuat yang barat daya.

Gambar IV.3

Ruang Utama Sholat Masjid Agung Demak

Saka guru yang dibuat Sunan Kalijaga, sering disebut saka tatal, karena berasal dari tatal atau ''serpihan'' kayu. Potongan kayu agak besar itu digabungkan menjadi satu dengan perekat jabung, menyan, atau damar. Lalu dipasak dan diikat erat. Setelah kokoh ikatannya dilepas, dan dihaluskan menjadi saka guru.

Empat saka guru berdiameter 1,45 meter itu menahan beban bagian atap tertinggi dan menjadi penyangga atap di bawahnya. Tiang sekeliling saka guru menahan beban atap tajug, dan menjadi tautan atap paling bawah. Tiang paling luar menyalurkan beban atap terendah, sehingga dinding masjid hanya menanggung beban sendiri.

(18)

12 Keterangan :

A : Soko Guru

B : Soko Majapahit (serambi) C : Mihrab

A : Soko Tatal sunan Kalijaga

Gambar IV.4

Isometri Masjid Agung Demak Sumber : Sumalyo Yulianto (2000)

Keterangan : A : R. SholatUtama B : Serambi

C : Mihrab

Gambar IV.5

Potongan Melintang Masjid Agung Demak Sumber : Sumalyo Yulianto (2000)

(19)

13 Gambar IV.6

Potongan Membujur Masjid Agung Demak Sumber : Sumalyo Yulianto (2000)

Ruang Wudlu

Ruang wudlu di Masjid Agung Demak ada 2 buah yakni ruang wudlu putra yang berada di sebelah Utara ruang utama sholat dan ruang wudlu putri yang berada di sebelah Selatan ruang utama sholat.

Gambar IV.7

(20)

14 Tritisan Samping Kanan- Kiri Masjid

Tritisan yang merupakan perpanjangan tepi atap masjid yang berada di samping kanan-kiri masjid, ditopang dengan struktur kolom yang besar. Kolom ini berbeda bentuknya dengan kolom-kolom yang lain yang ada di masjid Agung Demak.

Gambar IV.8

(21)

15 2. Masjid Sunan Kalijaga Kadilangu

Sampai saat ini Masjid Kadilangu terawat dengan baik serta masih asli dan utuh. Lokasinya berada di desa Kadilangu KM2 Demak-Purwodadi. Terdapat prasasti didalam masjid yang menggunakan tulisan huruf Jawa yang berbunyi : “menika tiki mongso ngadekipun masjid ngadilangu hing dino ahad wage tanggal 16 sasi dzulhijjah tahun tarikh jawi 1456”, artinya ini waktunya berdiri masjid Kadilangu pada hari ahad wage tanggal 16 bulan dzulhijjah tahun tarikh Jawa 1456 (Amar, 1992 : 22).

Masjid kadilangu memiliki ciri bangunannya berbentuk tajug, atapnya limasan bersusun dua (tumpeng/meru), genting terbuat dari kepingan kayu (sirap), diatas pengimaman/mihraf terdapat lambang Suryo majapahit yang merupakan simbol kebesaran Kasultanan Bintoro.

Masjid Kadilangu pada awal berdirinya masih berupa surau/langgar. Setelah Sunan Kalijaga wafat dan digantikan oleh putranya yang bernama Sunan Hadi (putra ketiga) surau/langgar tersebut disempurnakan bangunannya hingga menjadi masjid seperti yang kita lihat sekarang ini.

Gambar IV.9

Tampak Masjid Sunan Kalijaga Kadilangu

Masjid Kadilangu terletak kurang lebih 2 km dari pusat Kota Demak ke arah Tenggara. Di dekat masjid tersebut terdapat makam Sunan Kalijaga, kerabat serta keluarganya.

Masjid Sunan Kalijaga sekarang menjadi aset pariwisata religi bagi Kabupaten Demak dimana banyak penziarah yang datang dan menggunakan masjid Sunan Kalijaga ini sebagai tempat sholat.

(22)

16

Gambar IV.10

Denah Masjid Sunan Kalijaga Kadilangu

Gambar IV.11

Ruang Utama Sholat Masjid Sunan Kalijaga Kadilangu

Ruang utama sholat berbentuk bujur sangkar. Ada penambahan serambi dalam dengan kosntruksi dari kayu dan atap pelana. Dalam perkembangannya diberi tambahan serambi luar dari struktur beton dan atap pelana.

U DENAH MASJID 1350 350 350 400 1650 150 400 280 2120 100 200 0 350 1870 750 850 250 120 450 150 500 700 450 1100 640 640

(23)

17

Gambar IV.12

Serambi Masjid Sunan Kalijaga Kadilangu

Pada sisi kanan dan kiri ruang utama, digunakan sebagi tempat sholat wanita dan tambahan tempat sholat laki-laki. Disamping itu tempat wudlu diletakkan di kana-kiri ruang utama.

Gambar IV.13

Ruang Wudlu Masjid Sunan Kalijaga Kadilangu

3. Masjid Grogol Demak

Letaknya di Desa Grogol Kecamatan Karang Tengah pada KM 5 dari Kota Demak arah Semarang. Bentuknya seperti Masjid Kadilangu, namun simbol surya Majapahit yang ada di atas pengimaman sudah tidak ada. Meskipun tidak diketahui titimongso pendiriannya, namun masih ada bukti benda-benda bersejarah seperti yang ada di sekitar Masjid Agung Demak yaitu batu Ompak.

(24)

18

Gambar IV.14 Tampak Masjid Grogol

Sebuah masjid di Desa Grogol Karangtengah Demak, Masjid Wali Grogol atau Masjid “Thukul” menurut cerita dibangun oleh seseorang wali hanya dalam waktu semalam. Tidak bisa disebutkan siapa saja wali-wali yang telah membangun masjid tersebut. Tetapi hanya diketahui bahwa mustaka dari masjid itu sendiri dibuat dan dibentuk langsung dengan kedua tangan Sunan Kalijaga menggunakan tanah liat yang telah dibakar. Saat itu ketika Walisongo berhajad mencari kayu jati besar untuk saka guru dalam rencana pembangunan Masjid Agung Demak. Setelah berputar-putar dan berjalan-jalan mencari kayu tersebut, ketika tiba di Desa Grogol para wali akan melaksanakan sholat. Namun melihat keasrian wilayah tersebut, maka terdoronglah mereka untuk membuat masjid. Dalam jangka waktu semalam masjid itupun jadi.

Karena mustaka masjid dianggap keramat, masyarakat menjulukinya Masjid Wali dengan mustaka yang bisa berputar sendiri menunjuk arah munculnya peristiwa besar yang akan terjadi. Mustaka akan berputar-putar

(25)

19

kemudian berhenti menunjuk arah dimana akan terjadi peristiwa besar. Mustaka yang terbuat dari tanah liat tersebut telah berusia 611 tahun. Masjid yang semula berukuran 7 meter persegi ini berdiri sejak tahun 1.400 Masehi.

Gambar IV.15 Mustaka Masjid Grogol

Pada tahun 1899 Masjid Wali pernah akan dibedol, digeser ke arah timur. Upaya pemindahan masjid tetap dalam bentuk seperti semula, diantaranya mustaka tetap berada di atas saka guru, tungku (ganjal) masjid di luar pengimaman, cagak mustaka dari kayu jati diletakan di dekat pengimaman. Serta geladak kayu dan dinding kayu disulap menjadi blandar untuk atap bangunan masjid yang baru. Tanah bekas bangunan masjid sengaja dibiarkan kosong. Kendati kanan kirinya adalah pemakaman umum.

Dilokasi tersebut, mantan Presiden Pertama RI Soekarno pernah bersemedi. Untuk memindah mustaka masjid dilakukan sangat hati-hati. Karena mustaka berlapis sembilan berbentuk seperti akar bunga bisa menunjuk arah munculnya peristiwa besar semacam musibah atau bencana alam.

(26)

20 IV.2 Pembahasan

Beberapa bangunan masjid di Kabupaten Demak dikenal dengan Masjid wali karena masjid-masjid tersebut didirikan semasa walisanga saat masih hidup.

1. Bangunannya ditopang 4 saka guru kayu

Bangunan masjid wali di kabupaten Demak dengan 4 saka guru terbuat dari kayu sebagai penopang struktur atapnya.

Bangunan dengan bentuk dasar bujur sangkar sehingga saka guru dalam ukuran yang sama antar saka guru membentuk bujur sangkar juga

Soko guru Masjid Agung Demak soko guru menopang tumpang atap yang paling atas. Sedangkan pada masjid Grogol, saka guru menopang tumpang atap kedua.

Untuk menopang tumpang atap dibantu blandar yang memperkokoh kedudukan saka guru.

Masjid Grogol Masjid Agung Demak

(27)

21 2. Atap tajug bersusun tiga (Tumpang/Meru)

Ketiga masjid memilik atap tajuk bersusun tiga. Ketiga susun atap tajug memiliki makna :

1. Iman

Adalah kepercayaan di dalam hati yang dilahirkan dengan tulisan atau ucapan dan dilaksanakan dengan gerakan semua anggota badan .

2. Islam

Artinya kaffah yaitu bsemua tingkah laku perbuatan dan ucapannya sudah menunjukkan tanda-tranda sebagai muslimyang taat.

3. Ikhsan

Ialah orang yang mukmin, muttaqin atau taqwa, hiduipnya banyak digunakan untuk kepentingan akhirat dan tidak mementingkan urusan dunia.

Tajuk susun tiga dibuat meruncing ke atas seperti piramida yang dibagi 3 lapisan.

Masjid Agung Demak

Masjid Grogol Masjid Sunan Kalijaga

(28)

22

3. Di depan bangunan induk terdapat serambi beratap limasan

Serambi depan dengan atap limasan merupakan perluasan ruang sholat bagi jamaah yang tidak tertampung di ruang utama sholat.

Masjid Sunan Kalijaga memiliki 2 serambi. Penambahan serambi baru menggunakan struktur kolom beton, sedangkan pada serambi lama masih menggunakan kolom kayu.

Serambi ditopang oleh saka pendamping yang menopang beban atap serambi.

Serambi masjid digunakan untuk kegiatan lain yang bersifat muamallah dengan masyarakat seperti pengajian, tadarrus qur’an dan sebagainya.

Masjid Grogol

Masjid Sunan Kalijaga Masjid Agung Demak

(29)

23

4. Diatas pengimaman/mihraf terdapat lambang surya Majapahit yang merupakan simbol kebesaran Kasultanan Bintoro

Surya Majapahit yang ada diatas Mihrab Masjid Agung Demak adalah duplikat dari gambar Surya Majapahit yang ada di tengah-tengah sandaran Dampar Kencana, yaitu tempat duduk raja Majapahit yang kemudian digunakan sebagai tempat duduk Sultan Patah.

Surya Majapahit tidak hanya terdapat di Masjid Agung Demak saja juga terdapat di Masjid Kadilangu Demak, Masjid Bener, Masjid Grogol dan Masjid Dempet.

Masjid wali masih banyak yang dapat digali, namun sayang dikarenakan minimnya informasi dan dokumentasi di masyarakat sehingga masjid peninggalan wali ini tidak dapat ditelusuri keberadaannya.

Masjid Grogol Masjid Sunan Kalijaga Masjid Agung Demak

(30)

24 1. Masjid Dempet

Lokasinya berada di sebelah timur Kota Demak pada KM 9 arah Purwodadi. Sebelum dipugar pada tahun 1981, gaya bangunannya mirip sekali dengan Masjid Kadilangu serta masih terdapat gambaer Surya Majapahit diatas pengimaman. Saat ini menjadi Masjid KUA Kecamatan Dempet.

2. Masjid Bener

Masjid ini peninggalan Kyai Palembang. Letaknya di desa Tri Donorejo Kecamatan Bonang KM 9 dari Kota Demak menuju arah barat laut. Bangunannya berbentuk limasan bersusun dua. Serambi limasan dan saka guru berukir yang motifnya sama dengan ukiran pada tiang serambi Masjid Agung Demak. Luas bangunannya 15x15 m serta masih terdapat simbol Surya Majapahit diatas pengimaman.

(31)

25

BAB V PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas, dapat ditarik kesimpulan :

1. Ciri-ciri masjid wali adalah :

- Bangunannya ditopang empat saka guru

- Atapnya limasan bersusun tiga (Tuimpang/Meru) - Di depan bangunan induk ada serambi atap limasan

- Diatas pengimaman/mihraf terdapat lambang surya Majapahit yang merupakan simbol kebesaran Kasultanan Bintoro.

2. Perlu upaya penelitian lebih lanjut terhadap masjid wali lain yang belum terdokumentasikan dengan baik, sehingga dapat menjadi arsip di masa yang akan datang.

V.2. Saran

1. Bagi Pemerintah Daerah

- Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam upaya pelestarian arsitektur masjid wali yang ada di kabupaten Demak

2. Bagi Ilmuan / Peneliti

Penelitian ini hanya ditekankan pada arsitekturnya saja, maka perlu ditindaklanjuti dengan penelitian berikutnya dari aspek yang lainnya.

(32)

26

DAFTAR PUSTAKA

Amar, Abu Imran. 1996. Sejarah Ringkas Kerajaan Islam Demak, Menara Kudus, Kudus,

Ayub, M.E. 1996. Manajemen Masjid : Petunjuk Praktis bagi Para Pengurus , Gema Insani Press, Jakarta.

Barliana, M.S. 2004. Tradisionalitas dan Modernitas Tipologi Arsitektur Masjid, Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur, 32, 110–118.

Gazalba, Sidi. 1977. Masjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam, Pustaka Antara, Jakarta

Frishman, M. dan Khan, H. 1994. The Mosque: History, architectural Development & Regional Diversity, Thames & Hudson Ltd, London. Jenks, Charles, 1977, The Language of Post Modern Architecture, Rhizzoli, New

York

Pijper, GF. 1984. Beberapa Studi tentang Sejarah Islam di Indonesia, UI Pres, Jakarta,

Rapoport, Amos , 1979, Culturural Origins of Architecture, An Introduction to Architecture, Me Graw Hill Book Company.

Shihab, M. Quraish, 1997. Wawasan Al Qur’an, Penerbit Mizan, Bandung.

Siswanto. (2005): Panduan Praktis Organisasi Remaja Masjid, Pustaka Al Kautsar, Jakarta Timur.

Sumalyo, Yulianto, 2000. Arsitektur Mesjid dan Monumen Sejarah Muslim, Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta

Gambar

Gambar IV.1:
Gambar IV.3
Gambar IV.4
Gambar IV.7
+7

Referensi

Dokumen terkait