• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN SIFAT-SIFAT FINISHING ANYAMAN BAMBU TALI (Gigantochloa apus (J.A & J. H. Schultes) Kurz) GUNAWAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN SIFAT-SIFAT FINISHING ANYAMAN BAMBU TALI (Gigantochloa apus (J.A & J. H. Schultes) Kurz) GUNAWAN"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN SIFAT-SIFAT

FINISHING

ANYAMAN BAMBU TALI

(

Gigantochloa apus

(J.A & J. H. Schultes) Kurz)

GUNAWAN

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(2)

KAJIAN SIFAT-SIFAT

FINISHING

ANYAMAN BAMBU TALI

(

Gigantochloa apus

(J.A & J. H. Schultes) Kurz)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA KEHUTANAN

Pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

GUNAWAN

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(3)

Judul :Kajian Sifat-sifatFinishingAnyaman Bambu Tali

(Gigantochloa apus(J.A & J. H. Schultes) Kurz) Nama : Gunawan

NIM : E24101022

Menyetujui: Dosen Pembimbing

Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc. NIP. 131 956 689

Mengetahui:

Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr. NIP. 131 578 788

(4)

RINGKASAN

Gunawan. Kajian Sifat-sifatFinishing Anyaman Bambu Tali (Gigantochloa apus (J.A & J. H. Schultes) Kurz). Dibimbing oleh Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M Sc

Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia mengakibatkan meningkatnya pemanfaatan kayu untuk memenuhi kebutuhan manusia, baik untuk kebutuhan bahan bangunan maupun perkakas rumah tangga. Oleh karena itu diperlukan bahan alternatif lain khususnya untuk keperluan perkakas rumah tangga atau produk lainnya.

Jenis bahan atau material yang memiliki peluang besar untuk dijadikan bahan baku alternatif adalah bambu tali (Gigantochloa apus (J.A & J. H. Schultes) Kurz) yang potensinya cukup besar dan banyak ditemukan dilahan-lahan milik rakyat di pulau Jawa. Bambu jenis ini merupakan bambu yang paling banyak dimanfaatkan untuk keperluan bangunan rumah sederhana atau penunjang bangunan modern. Di Indonesia selama ini pemanfaatan bambu sudah berlangsung sangat lama namun masih terbatas untuk daerah-daerah di pedesaan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya bangunan rumah berbahan bambu berdiri tegak di pedesaan.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan sifat-sifat finishing anyaman bambu tali, khususnya daya tahan lapisan finishing anyaman bambu tali yang menggunakan beberapa jenis bahan finishing interior, terhadap bahan kimia rumah tangga, penguapan air panas dan pengasapan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berat labur cat dasar (base coat) pada masing-masing aplikasi adalah relatif sama, karena pengaplikasiannya menggunakangun sprayer pada tekanan 4,5 kg/cm2. Berat labur cat dasar (base coat) yang diperoleh adalah 0,0014 gram/cm2. Selanjutnya pelaburan cat akhir (top coat) tidak menunjukkan perbedaan berat labur yang mencolok.

Uji lapisan bahan finishing terhadap bahan kimia rumah tangga memperlihatkan bahwa melamin lak dan nitroselulosa tidak mengalami kerusakan. Lapisan vernis mengalami kerusakan oleh bahan kimia rumah tangga minyak sayur dan saus. Dengan uji asap, ketiga jenis lapisan bahanfinishing tidak mengalami kerusakan, sedangkan dengan uji uap air panas lapisan vernis mengalami kerusakan 100 % dan lapisan melamin lak dan nitroselulosa tidak mengalami kerusakan.

(5)

KATA PENGANTAR

Skripsi hasil penelitian ini berjudul Kajian Sifat-sifat Finishing Anyaman Bambu Tali (Gigantochloa apus (J.A & J. H. Schultes) Kurz).

Penelitian dilakukan bertempat di laboratorium Kayu Solid dan Laboratorium Pengerjaan Kayu Fakultas Kehutanan IPB selama lima bulan. Bahan anyaman bambu diperoleh dari desa gunung Malang, kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor Jawa barat.

Skripsi ini memuat pendahuluan, tinjauan pusataka, metodologi penelitian, hasil dan pembahasan, kesimpulan dan saran dan lampiran-lampiran. Pada BAB I, mencakup latar belakang, tujuan dan manfaat penelitian seperti tercantum pada bab I. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan sifat-sifat

finishing anyaman bambu tali. Pada BAB II dijelaskan mengenai metode

penelitian dan pengujian. Metode aplikasi ketiga bahan finishing interior (vernis, melamin dan nitroselulosa) menggunakan gun sprayer, sedangkan pengujian mengacu pada standar ASTM D 1308-02 dan kelas finishing mengacu pada ASTM D 1654-92. Pada BAB III memuat tentang pustaka-pustaka yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu dijelaskan tentang bambu tali secara umum dan aplikasi sistemfinishing.

Hasil penelitian ditunjukkan pada BAB IV, yaitu mengenai berat labur rata-rata cat dasar (base coat), berat labur rata-rata cat dasar (base coat) yang diperoleh adalah 0,0014 gram/cm2, selanjutnya berat labur rata-rata cat akhir (top coat) masing-masing sistem finishing. Pada bab ini pula ditunjukan hasil pengujian daya tahan lapisan finishing terhadap bahan kimia rumah tangga, memperlihatkan bahwa melamin lak dan nitroselulosa tidak mengalami kerusakan. Lapisan vernis mengalami kerusakan oleh bahan kimia rumah tangga minyak sayur dan saus. Dengan uji asap, ketiga jenis lapisan bahanfinishingtidak mengalami kerusakan, sedangkan dengan uji uap air panas lapisan vernis mengalami kerusakan 100 % dan lapisan melamin lak dan nitroselulosa tidak mengalami kerusakan.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc., selaku dosen pembimbing yang dengan segala perhatianya

(6)

telah memberikan bimbingan dan arahan pada penulis, Terima kasih kepada Staf dosen Pengajar di Fakultas Kehutanan IPB dan kepada kedua orang tua.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2008

(7)

RIWAYAT HIDUP

Gunawan dilahirkan di Ciamis, Jawa Barat pada tanggal 28 April 1982, sebagai anak ke lima dari enam bersaudara dari ayah bernama Tukiman dan ibu bernama Juariah.

Penulis mulai belajar formal pada tahun 1989 di SDN 2 Banjarsari dan lulus pada tahun 1995. Penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 1 Banjarsari dan lulus pada tahun 1998. Kemudian penulis melanjutkan pada Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri 1 Banjarsari dan lulus pada tahun 2001. Melalui jalur USMI, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan.

Selama kuliah di IPB, Penulis aktif di DKM Al-Hurriyah tahun 2003-2004. Pada tahun 2006, penulis melakukan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah Kesatuan Pemangkuan Hutan Gunung Slamet Barat. Penulis melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT Injakayu Terpadu, Gunung Putri Bogor, tahun 2007.

Dalam rangka menyelesaikan studi di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul .

“Kajian Sifat-sifatFinishing Anyaman Bambu Tali (Gigantochloa apus(J.A & J. H. Schultes) Kurz)”, dibimbing oleh Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc.

(8)

DAFTAR ISI

DAFTRA ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 2

1.3. Manfaat Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bambu Secara Umum ... 3

2.2.Bambu Tali ... 5

2.3.BahanFinishing... 5

2.4.Aplikasi BahanFinishing... 6

2.5.TahapanFinishing... 7

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 9

3.2. Bahan dan Alat ... 9

3.3. Metode Penelitian... 9

3.4. ProsesFinishingdengan sistem Vernis, sistem Nitroselulosa dan Sistem Melamin... 11

3.4.1. Persiapan Permukaan Anyaman Bambu ... 11

3.4.2. Pemberian Cat Dasar (Base Coat)... 12

3.4.3. Pengecatan Akhir(Top Coating) ... 12

3.5. Pengujian Contoh Uji 3.5.1. Uji Daya Tahan Lapisan Terhadap Bahan Kimia Rumah Tangga ... 12

3.5.2. Uji Ketahanan Terhadap Pengasapan ... 14

(9)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Berat Labur Rata-rata Cat Dasar (Base Coat)

Cat Akhir (Top Coat) ... 16

4.2. Cacat Yang Terjadi Selama Proses Pengerjaan, Sebelum Pengujian ... 17

4.3. Daya Tahan Terhadap Bahan Kimia Rumah Tangga ... 18

4.4. Daya Tahan Terhadap Uap Air Panas ... 25

4.5. Daya Tahan Terhadap Asap... 28

V. KESIMPULAN DA SARAN 5.1.Kesimpulan ... 31

5.2.Saran... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32

(10)

DAFTAR GAMBAR

1. Penyiapan bambu tali bahan penelitian... 10

2. Sayatan bambu bahan anyaman contoh uji ... 10

3. Pola anyaman bambu ... 11

4. Variasi jenis bahan anyaman bambu ... 11

5. Pembagian jenis pengujian ... 13

6. Pembagian waktu pengamatan ... 13

7. Alat pengujian daya tahan terhadap asap ... 14

8. Alat pengujian daya tahan terhadap uap air panas ... 15

9. Penampilan cacatBlushingpada aplikasi sistem nitroselulosa... 18

10. Diagram kelasfinishing rata-rata pada anyaman berbahan daging bambu dengan uji minyak sayur ... 19

11. Diagram kelasfinishing rata-rata pada anyaman berbahan campuran daging dan kulit bambu dengan uji minyak sayur ... 19

12. Diagram kelasfinishing rata-rata pada anyaman berbahan daging bambu dengan uji kecap ... 21

13. Diagram kelasfinishing rata-rata pada anyaman berbahan campuran daging dan kulit bambu dengan uji kecap ... 21

14. Diagram kelasfinishing rata-rata pada anyaman berbahan daging bambu dengan uji saus ... 22

15. Diagram kelasfinishing rata-rata pada anyaman berbahan campuran daging dan kulit bambu dengan uji saus ... 22

16 Penampilan anyaman bambu setelah uji daya tahan lapisanfinishing terhadap bahan kimia rumah tangga ... 24

17 Diagram kelasfinishing rata-rata pada anyaman berbahan daging bambu dengan uji uap air panas ... 25

18 Diagram kelasfinishing rata-rata pada anyaman berbahan campuran daging dan kulit bambu dengan uji uap air panas ... 26

19 Penampilan anyaman bambu setelah uji daya tahan lapisanfinishing terhadap uap air panas ... 27

20. Diagram kelasfinishing rata-rata pada anyaman berbahan daging bambu dengan uji Asap ... 28

21. Diagram kelasfinishing rata-rata pada anyaman berbahan campuran daging dan kulit bambu dengan uji Asap ... 28

22. Penampilan anyaman bambu setelah uji daya tahan lapisan finishing terhadap asap ... 29

(11)

DAFTAR TABEL

1. Klasifikasi kondisi permukaan dalam 10 kelas ...14 2. Berat labur rata-rata cat dasar dan cat akhir (gr/cm2)...16

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Rekapitulasi KelasFinishingPada Pengujian Minyak Sayur...33

2. Rekapitulasi KelasFinishingPada Pengujian kecap...35

3. Rekapitulasi KelasFinishingPada Pengujian Saus...36

4. Rekapitulasi KelasFinishingPada Pengujian Uap Air Panas………...38

5. Rekapitulasi KelasFinishingPada Pengujian Asap……….……....40

6. KelasFinishingRata-Rata Setelah Pelaburan Dengan Uji Bahan Kimia Rumah Tangga , Uji Uap Air Panas dan Uji Asap……….. .42

(13)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia menyebabkan meningkatnya kebutuhan manusia akan kayu, baik itu sebagai kebutuhan bahan bangunan maupun perkakas rumah tangga. Disisi lain kondisi hutan Indonesia dari tahun ketahun semakin rusak akibat pembalakan liar. Oleh karena itu diperlukan bahan alternatif lain untuk keperluan perkakas rumah tangga atau produk lainya. Potensi bambu yang cukup besar di Indonesia diharapkan bisa dijadikan alternatif sebagai bahan baku perkakas rumah tangga atau kerajinan lainya.

Jenis bahan atau material yang memiliki peluang besar untuk dijadikan bahan baku alternatif adalah bambu tali (Gigantochloa apus (J.A & J. H. Schultes) Kurz) yang potensinya cukup besar dan banyak ditemukan dilahan-lahan milik rakyat di pulau Jawa. Bambu jenis ini merupakan bambu yang paling banyak dimanfaatkan untuk keperluan bangunan rumah sederhana atau penunjang bangunan modern. Di Indonesia bambu tali tersebut belum dimanfaatkan secara optimal dan belum memiliki nilai tambah yang tinggi. Bambu merupakan bahan alternatif bagi produk-produk berbahan kayu. Pemanfaatan bambu sudah berlangsung sangat lama namun penggunaan terbanyak masih di pedesaan. Hal ini nampak dari masih banyaknya bangunan rumah berbahan dari bambu di daerah pedesaan.

Bambu untuk keperluan bahan perkakas dituntut memiliki sifat-sifat kekuatan, keawetan, pengerjaan danfinishing yang baik. Dari sifat-sifat tersebut, finishing bambu belum mendapatkan perhatian yang cukup khususnya untuk anyaman bambu. Dengan demikian, untuk meningkatkan nilai estetika dari anyaman bambu, dilakukan penelitian mengenai sifat finishing anyaman bambu tali.

Di pasaran terdapat jenis cat yang biasa digunakan masyarakat pedesaan untuk mengecat anyaman bambu, yaitu jenis vernis (vernish). Namun ada cat-cat jenis lain dipasaran yang belum pernah dicobakan sebagai bahan untuk finishing anyaman bambu. Jenis cat lain yang terkenal dan banyak digunakan adalah jenis meuble lack atau nitrocellulose (NC) dan melamine lack yang diproduksi oleh PT. Propan Raya Jakarta.

(14)

Dari batang bambu tali yang dipilih dapat dibuat bahan anyaman dengan berbagai kemungkinan, yaitu anyaman dari daging bambu dan campuran dari daging dan kulit bambu tali. Pola anyaman bambu bisa dibuat dengan berbagai macam pola yang sangat menarik. Oleh karena itu dilakukan penelitian mengenai sifat-sifatfinishing pada anyaman dari daging bambu, dan campuran daging dan kulit dengan berbagai pola.

Bambu tali yang digunakan sebagai bahan penelitian ini, diharapkan dapat menghasilkan pola anyaman yang menarik sehingga bisa dijadikan sebagai bahan baku pengganti. Selanjutnya penampilan anyaman bambu tali hasil proses finishingdiharapkan bisa memberikan informasi positif bagi masyarakat di daerah pedesaan.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk menentukan daya tahan lapisan finishing anyaman bambu tali, dan untuk mendapatkan penampilan produk anyaman yang menarik, serta untuk memperkenalkan jenis bahanfinishing yang memiliki potensi untuk digunakan padafinishinganyaman bambu.

1.3. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi pengembangan dan pemanfaatan bambu tali sebagai bahan baku industri anyaman bambu yang bernilai ekonomi tinggi.

(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bambu Secara Umum

Bambu merupakan sumber daya hutan bukan kayu. Bambu termasuk kedalam famili Gramineae, suku Bambuseae dan sub famili Bambusoideae, memiliki karakteristik seperti kayu. Bambu terdiri dari batang, akarRhizoma yang kompleks dan mempunyai sistem percabangan dan tangkai daun yang menyelubungi batang (Dransfield dan Widjaya, 1995).

Heyne (1987) menyatakan bambu merupakan tumbuhan yang batangnya berbentuk buluh, beruas, berongga, mempunyai ranting, berimpang, mempunyai daun buluh yang menonjol. Berbeda dengan rotan, buluh bambu sulit untuk dibengkokkan. Bambu tidak memiliki elemen-elemen sel radial seperti dalam kayu. Batang bambu berbentuk seperti pipa-pipa pada jarak-jarak tertentu terdapat sekat. Bagian dalam dan bagian luar bambu dilapisi oleh kutikula (kulit) yang keras. Batang mencapai tinggi lengkap dalam setengah tahun pertama dan dalam dua tahun kemudian terjadi lignifikasi dan batang menjadi dewasa. Batang dewasa pada bagian bawah lebih banyak mengandung lignin daripada bagian atas dan bagian dalam lebih sedikit lignin daripada bagian luar (Yap, 1967).

Bambu seringkali menjadi pilihan utama untuk berbagai keperluan (Morisco, 2005). Hal ini dikarenakan bambu sangat serba guna, pertumbuhannya cepat dan pengerjaanya mudah (Dransfield dan Widjaya, 1995). Bahkan dibanding kayu, bambu mempunyai beberapa keuntungan, yaitu, ratio energi perunit tegangan yang rendah dan kekuatan lentur yang lebih baik, sehingga bangunan yang terbuat dari bambu lebih aman terhadap gempa bumi.

2.1.1 Sifat anatomis bambu

Batang bambu terdiri atas sekitar 50% parenkim, 40% serat dan 10% sel penghubung (sel pembuluh dan sel pembuluh tapis). Parenkim dan sel pembuluh lebih banyak ditemukan pada bagian dalam batang, sedangkan serat lebih banyak terdapat pada bagian luarnya. Kisaran serat pada ruas penghubung antar buku, cenderung bertambah besar dari bawah ke atas sementara parenkimnya makin berkurang (Dransfield dan Widjaya, 1995).

(16)

Ikatan vaskular bambu terdiri dari xylem dan satu atau dua proto xylem yang kecil dan dua meta xylem yang besar (40-120 mikron). Pori bagian dalam dari batang lebih besar dan semakin kecil ke arah bagian luar. Batang, pori dan phloemdikelilingi oleh selubung sklerenkim yang berbeda dalam bentuk, ukuran dan lokasi menurut posisi didalam batang dan jenis bambu. Ikatan vaskular memiliki bentuk, ukuran, susunan dan jumlah ruang yang memberikan ciri suatu jenis bambu (Liese, 1985).

Serabut dicirikan oleh sklerenkim yang berada disekitar ikatan vaskular. Panjang dari serabut berbeda-beda tergantung dari jenis, akan tetapi terjadi peningkatan dari panjang serat dibagian luar dan maksimum bagian tengah dan menurun pada bagian dalam batang. Panjang serat lebih pendek pada bagian dalam sekitar 20-40% dari pada bagian dalam (Dransfield dan Widjaya, 1995).

Menurut Liese (1985), sel parenkim merupakan jaringan didalam batang bambu dan dapat dibedakan atas dua macam yaitu sel parenkim pendek yang terletak berselang seling diantaranya. Sel parenkim panjang memiliki dinding sel lebih tebal dan mengalami lignifikasi pada masa pertumbuhan awal pucuk, sedangkan sel parenkim pendek berdinding tipis dengan sitoplasma yang tetap aktif serta tetap mengalami lignifikasi walaupun telah dewasa. Sel parenkim saling berhubungan satu sama lain melalui noktah sederhana yang terletak pada dinding longitudinal.

2.1.2 Kandungan kimia bambu

Komponen kimia utama bambu terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin, serta sedikit zat kimia lainya yaitu, resin, tanin, lilin dan garam. Hasil penelitian terhadap bambu menunjukan bahwa kandungan holoselulosa berkisar antara 53,6-54,4%, pentosan 30,8-32,9%, lignin 24,0-32,9%, abu 1,1-1,2% dan zat ekstraktif yang larut dalam alkohol benzene 7,5-9,3%. Kandungan kimia bambu tergantung pada jenis, kondisi lapang pertumbuhan, umur dari bambu dan letak pada bagian batang. Pada musim kering kandungan pati pada bambu lebih besar dari pada musim hujan dan kandungan pati terbesar adalah pada bagian dalamnya dan terkecil pada bagian luarnya (Liese,1985).

(17)

2.1.3 Sifat fisis bambu

Berat jenis kayu merupakan sifat fisis yang paling penting dan kebanyakan sifat mekanis berhubungan dengan berat jenis dan kerapatan. Berat jenis didefinisikan sebagai perbandingan antara kerapatan kayu (atas dasar berat kering tanur dan volume pada kandungan air yang telah ditentukan) dengan kerapatan air pada suhu 40 C (air memiliki kerapatan 1 gr/cm3 , atau 1000 kg/m3 pada suhu strandar tersebut). Berat jenis dipengaruhi oleh kadar air kayu, kadar zat kayu dan zat ekstraktif (Haygreen dan Bowyer, 1996).

Menurut Dransfield dan Widjaya (1995), kadar air batang bambu merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi sifat-sifat mekanisnya dan sangat ditentukan oleh jumlah air yang terdapat dalam batang bambu. Kadar air cenderung bertambah dari bawah ke atas pada batang bambu yang berumur 1-3 tahun dan lebih banyak persentasenya saat musim penghujan dibanding musim kemarau. Biasanya bila batang bambu sudah berumur lebih dari 3 tahun, akan mengalami penurunan kadar air. Pada batang bambu muda penurunan kadar air berkisar antara 50-99%, sedangkan pada batang bambu tua bervariasi antara 12-18%.

2.2 Bambu Tali

Jenis bambu ini umumnya mempunyai rumpun yang rapat. Buluhnya mencapai tinggi 10-20 m, berwarna hijau terang sampai kekuning-kuningan. Percabangan tidak besar. Panjang ruas bambu tali 45 cm – 65 cm dengan diameter batang 5 cm – 8 cm. Batang bambu yang berumur 3 – 5 tahun memiliki tebal daging dan kulit 3 mm – 15 mm(Morisco, 2005). Cabang primer tumbuh dengan baik yang kemudian diikuti oleh cabang-cabang berikutnya. Pada buku-bukunya tampak adanya penonjolan dan berwarna agak kuning dengan miang coklat kehitam hitaman yang melekat. Pelepah buluhnya tidak mudah lepas dari buluhnya meskipun buluh sudah tua (Sastrapraja et al, 1980).

2.3. BahanFinishing

Finishing dalam pengerjaan produk meuble menggambarkan perlakuan akhir pada permukaan kayu yang bertujuan untuk melindungi dan memperindah penampilannya (Hoadley, 2000). Yuswanto (1999) menyatakan bahwa finishing

(18)

berfungsi melindungi permukaan kayu atau perabot rumah tangga, sehingga terhindar dari hal-hal berikut:

1. Korosi atau pengaruh bahan-bahan kimia yang merusak permukaan kayu. 2. Rusaknya permukaan karena terkelupas atau tergores.

3. Pengaruh cuaca seperti kelembaban, sinar matahari dan perubahan bentuk. 4. Jamur-jamur pewarna dan pelapuk kayu.

5. Serangga yang sering melubangi dan memakan zat organik pada kayu. Proses produksi pada dasarnya merupakan suatu bentuk kegiatan untuk mengolah satuan bahan baku (input produksi) menjadi produk (output produksi). Untuk melaksanakan proses atau kegiatan tersebut diperlukan satu rangkaian proses pengerjaan yang bertahap. Perancangan proses produksi dalam hal ini akan tergantung pada karakteristik produk yang dihasilkan dan pola kebutuhan yang harus dipenuhi dalam proyek pembuatan produk. Untuk mendapatkan produk akhir yang sangat bagus, indah dan berpenampilan menarik, maka aspek teknologi proses finishing sangatlah berperan penting (Sobur A, 2005). Proses finishing merupakan faktor penentu pada sentuhan akhir suatu produk.

Ambrosi dan Offredi (1996), menyatakan bahwa bahan finishing terbuat dari bahan utama, yakni bahan pembentuk film (binder) yang dikenal sebagai resin atau polimer. Bahan pembentuk film ini dilarutkan dalam pelarut organik (solvent). Disamping cat, ada jenis lain bahan finishing yang bisa digunakan sebagai top coat yaitu varnish dan lackuer. Varnish dan lack ini memiliki sifat yang transparan dan jernih sehingga tembus cahaya. Suatu produk yang dilapisi dengan bahan ini akan menampilkan corak alami bahan produk tersebut.

2.4. Aplikasi BahanFinishing

Aplikasi bahanfinishing memberikan efek tampilan yang berbeda, dengan karakteristik yang khas. Macam-macam aplikasi bahan finishing antara lain menggunakan kuas, rol dan alat semprot (gun sprayer). Aplikasi dengan alat semprot memiliki kualitas dan kapasitas produksi yang lebih baik dibandingkan dengan kuas dan rol. Kemampuan alat spray gun untuk melapiskan sejumlah bahan cat yang efektif menempel pada permukaan bahan adalah jauh lebih baik dari pada kuas dan rol.

(19)

2.5. TahapanFinishing

Agar hasil prosesfinishing diperoleh maksimal, perlu diperhatikan proses tahapan aplikasi bahan finishing(Agus sunaryo, 1997). Tahapan pelapisan bahan finishingdijelaskan pada sub bab berikut.

2.5.1. Persiapan permukaan atau pengamplasan

Setiap proses finishing harus diawali dengan proses persiapan permukaan atau pengamplasan. Tujuan pengamplasan adalah untuk meratakan permukaan kayu dan mendapatkan permukaan licin, sehingga kayu siap menerima pelapisan berikutnya. Pada tahap pengamplasan ini dilakukan pembersihan debu, minyak atau lemak, goresan pinsil dan cacat rakit. Persiapan permukaan harus ditangani dengan serius karena merupakan kunci utama dari prosesfinishing(Aceng, 2005). Apabila proses pengamplasan baik dan bersih, maka produk akhir akan menjadi sempurna baik dari segi penampilan maupun kualitas.

2.5.2. Pengisian permukaan atau pendempulan (Filling)

Pendempulan bertujuan untuk mendapatkan permukaan bidang kayu yang halus dan seragam. Khususnya diaplikasikan pada kayu dengan serat terbuka, kayu yang memiliki cacat tergores serta celah-celah sambungan. Tanpa pemberian filler maka bahan-bahan seperti vernis atau cat akan meresap ke dalam kayu, sehingga terjadi pemborosan penggunaan vernis atau cat.

2.5.3. Pewarnaan dasar (Staining)

Pewarnaan dasar dipergunakan untuk mencerahkan atau mengubah warna alami dari substrat (kayu atau rotan), namun tidak mengubah penampilan alami dari substrat. Pewarna dasar (stain) dapat diencerkan atau saling dicampurkan untuk memperoleh warna yang dikehendaki.

2.5.4. Penutupan permukaan (sealing)

Bahan penyekat (sealer) diberikan dengan tujuan sebagai pemisah antara pewarna dasar (stain) dan cat akhir (top coat), untuk mencegah migrasi bahan lapisan cat akhir (top coat) ke dalam substrat (kayu) atau dari substrat ke lapisan cat akhir. Selain itu, sealer juga akan membantu memudahkan pengamplasan, mempercepat pengeringan dan menjaga kestabilan kayu (menurunkan hiroskopisitaskayu). Sealeryang baik adalah sealer yang mempunyai daya tutup

(20)

permukaan yang baik dan agak lambat kering. Selaer yang mengandung filler disebut sebagaisanding sealer.

2.5.5. Pengecatan akhir (top coating)

Merupakan tahap pelapisan akhir yang dilakukan dalam tahapan proses finishing yang membentuk lapisan tipis yang melindungi dan memberikan kesan keindahan terhadap permukaan yang dilapisi. Bahan-bahan untuk top coat bisa berupa vernis, laquer atau cat.

(21)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan, mulai tanggal 25 Januari 2008 sampai dengan tanggal 20 Juni 2008, bertempat di laboratorium Kayu Solid dan Laboratorium Pengerjaan Kayu Fakultas Kehutanan IPB.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: anyaman bambu dari jenis bambu tali, dan bahan-bahan finishing yang digunakan adalah sanding sealerSS-121, melamine sanding sealer MSS-123, top coat meuble lack NC-141 dan melamine lack ML-131 dan tiner serba guna. Untuk pengujian daya tahan lapisan cat, bahan-bahan yang digunakan adalah bahan kimia rumah tangga (minyak sayur, saus dan kecap), sekam padi untuk pengujian asap dan air destilata.

Alat yang digunakan dalam peneltian ini adalah gergaji, pisau serut untuk membuat contoh uji, alat-alat gelas, alat-alat tulis, timbangan, pengaduk penggaris, stopwatch, kalkulator, ember/wadah plastik, kain ball, kain lap, kuas ukuran kecil dan sedang, sikat halus, lup, kompor gas mini dan alatgun sprayer.

3.3. Metode Penelitian

Contoh uji dibuat dari bambu tali yag berasal dari desa gunung Malang kecamatan Tenjolaya, kabupaten Bogor. Bambu tali ini diambil dari rumpun bambu dengan umur yang tidak terlalu tua. Bambu dipotong-potong, dibuang bagian ruasnya (Gambar 1). Buluh bambu kemudian dibelah belah dengan ukuran 1,5 cm dan dijemur dibawah sinar matahari langsung selama kurang lebih satu hari. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan bambu yang mudah untuk disayat tipis sebagai bahan anyaman.

(22)

Gambar 1. Jenis bambu tali bahan penelitian. Ket: (A) Kebun bambu; (B) Potongan buluh bambu.

Setelah dijemur satu hari, bambu disayat tipis-tipis dengan ketebalan 1-2 mm(Gambar 2). Sayatan tipis yang diperoleh, dijemur dibawah sinar matahri langsung sehingga diperoleh sayatan bambu yang cukup kering dan mudah untuk dianyam tanpa menimbulkan kerusakan pada sayatan bambu (diperoleh kestabilan dimensi sayatan bambu).

Gambar 2. Sayatan bambu bahan anyaman contoh uji.

Bambu yang telah disayat tipis, kemudian dianyam sehingga diperoleh dua jenis pola anyaman bambu, yaitu pola anyaman kajang dan kepang yang umum digunakan dimasyarakat (Gambar 3). Anyaman dibuat dengan ukuran 50 cm x 50 cm dengan variasi dua jenis bagian bambu yaitu kulit dan daging bambu (Gambar 4). Untuk pengujian asap dan uap air panas permukaan contoh uji yang akan dilakukan pengujian diberi garis-garis berukuran 40 cm x 40 cm dengan menggunakan pensil dan untuk pengujian dengan bahan kimia rumah tangga, contoh uji dibagi dalam empat bagian yang sama dengan diberi garis-garis berukuran 20 cm x 20 cm. Bambu yang telah dianyam diberi frame (kerangka)

(23)

untuk mempertahankan kestabilan anyaman dari goncangan dan lekukan dan memudahkan dalam pengerjaan. Masing-masing kombinasi perlakuan anyaman diberi 3 kali ulangan.

Gambar 3. Pola anyaman bambu kajang(A) Pola anyaman kepang(B).

Gambar 4. Variasi jenis bahan anyaman bambu. Ket: (A) Pola kajang berbahan campuran daging dan kulit bambu; (B) Pola kajang berbahan daging bambu; (C) Pola kepang berbahan campuran daging dan kulit bambu; (D) Pola anyaman kepang berbahan daging bambu.

3.4. Tahapan Finishing dengan Sistem Vernis, Sistem Nitroselulosa dan Sistem Melamin

Pada penelitian ini, sistem finishing yang diaplikasikan adalah sistem vernis, sistem nitroselulosa dan sistem melamin dengan menampilkan keindahan serat bambu secara alami. Tahapan aplikasi bahan finishing sistem melamin dan sistem nitroselulosa adalah hampir sama. Perbedaanya adalah pada pemberian cat dasar dan cat akhir yang digunakan. Akan tetapi untuk sistem vernis dilakukan berbeda dengan keduanya mengikuti sistem aplikasi vernis yang dilakukan masyarakat pada umumnya. Adapun urutan proses finishingnya dijelaskan pada sub pokok berikut.

3.4.1. Persiapan Permukaan Anyaman Bambu

Setiap contoh uji dilakukan pengapian/pembakaran beberapa detik/saat untuk menghilangkan bulu-bulu halus yang menempel sewaktu proses pengerjaan

(24)

dan kumbang penggerek perusak anyaman bambu. Kemudian permukaan dibersihkan dengan kuas halus dan penyemprotan dengan udara bertekanan. Anyaman yang telah bersih dari bulu-bulu halus kemudian dibagi-bagi kedalam empat bagian dengan ukuran 20 cm x 20 cm dengan memberikan garis menggunakan pinsil.

3.4.2. Pemberian Cat Dasar (Base Coat)

Pada sistem nitrocelulosa, pengecatan dasar menggunakansanding sealer SS-121 yang dicampur tiner(pengencer) dengan perbandingan adalah 1 : 1. Pada sistem melamin, pengecatan dasar menggunakan melamine sanding sealer MSS-123 dengan perbandingan campuran MSS-MSS-123 : pengeras : pengencer melamin adalah 9 : 1 : 6. Pada sistem vernis, pengecatan dasar menggunakan vernis yang telah diencerkan menggunakan pengencer dengan perbandingan 1 : 1,5. Cat dasar ini diaplikasikan menggunakan gun sprayer sebanyak dua kali searah serat anyaman bambu. Kemudian anyaman dikeringkan dengan cara diangin-anginkan selama 2 hari untuk mendapatkan permukaan cat dasar yang bebas pengencer.

3.4.3. Pemberian Cat Akhir (Top Coat)

Pada sistem melamin, pelapisan akhir menggunakan melamine lack ML-131 transparan yang memiliki tingkat kilap tinggi dengan perbandingan campuran ML-131 : pengeras : pengencer melamin adalah 9 : 1 : 6. Sedangkan pada sistem nitroselulosa, pelapisan akhirnya menggunakan meuble lack NC-141 transparan yang dicampur pengencer dengan perbandingan 1 : 1. Untuk sistem vernis, pelapisan akhirnya menggunakan copal vernish yang biasa digunakan oleh masyarakat umum tanpa dicampur dengan tambahan pengencer. Pemberian cat akhir ini diaplikasikan dengan menggunakan gun sprayer pada tekanan udara 4,5 kg/cm2. Selanjutnya contoh uji dikeringkan. Aplikasi dilakukan 2 kali untuk mendapatkan hasil yang lebih rata dan mengkilap.

3.5. Pengujian Contoh Uji

3.5.1. Uji Daya Tahan Lapisan Terhadap Bahan Kimia Rumah Tangga

Pengujian ini mengacu pada ASTM D 1308-02, dengan menggunakan larutan bahan kimia rumah tangga seperti minyak sayur, kecap, dan saus. Sebelum

(25)

dilakukan pengujian dengan bahan kimia rumah tangga ini, contoh uji dikering udarakan terlebih dahulu selama 1 minggu. Adapun urutan pengujianya adalah sebagai berikut:

a. Permukaan contoh uji ditandai dengan pensil dan penggaris kedalam 4 bagian jenis pengujian (Gambar 5). Kemudian masing-masing bagian dibagi kedalam empat bagian kecil.

b. Setiap bagian dilabur dengan bahan kimia rumah tangga dengan menggunakan botol semprot secara merata ke semua bagian permukaan contoh uji. Kemudian bagian-bagian kecil tersebut didiamkan selama 5-10 menit, 1 jam, 6 jam dan 24 jam (Gambar 6).

c. Bagian-bagian kecil contoh uji dibersihkan menggunakan kain bersih sesuai dengan interval waktu pengamatan. Kemudian diamati perubahan fisik lapisan cat yang terjadi. Perubahan fisik (cacat) cat yang terjadi kemudian diklasifikasikan dalam 10 kelas seperti yang tersaji pada Table 1.

Gambar 5. Pembagian jenis pengujian. Ket: (1) Uji Minyak sayur; (2) Uji Kecap; (3) Uji saos; (4) Kontrol.

Gambar 6. Pembagian waktu pengamatan. Ket: (A) Pengamatan setelah 5-10 menit; (B) Pengamatan setelah 1 jam; (C) Pengamatan setelah 6 jam; (D) Pengamatan setelah 24 jam; (E) Kontrol.

(26)

Tabel 1. Klasifikasi kondisi permukaan dalam 10 kelas

persentase permukaan bercacat (%) Kelas

tidak bercacat 10 0 – 1 9 2 – 3 8 4 – 6 7 7 – 10 6 11 – 20 5 21 – 30 4 31 – 40 3 41 – 55 2 56 – 75 1 > 75 0 Sumber : ASTM D 1654-92 (2000)

3.5.2. Uji Ketahanan Terhadap Pengasapan

Pengujian ini mengacu pada ASTM D 1308-02. Menggunakan asap yang diperoleh dari pembakaran sekam padi. Sebelum dilakukan pengujian, contoh uji dikering udarakan terlebih dahulu selama 1 minggu. Adapun urutan pengujianya adalah sebagai berikut:

a. Asap yang dibuat dari pembakaran sekam padi kemudian diarahkan pada permukaan contoh uji dengan menggunakan cerobong asap (Gambar 7). Pengujian dilakukan selama 5-10 menit.

b. Kemudian contoh uji diamati terhadap perubahan fisik (cacat) yang terjadi. Perubahan fisik (cacat) yang terjadi pada permukaan contoh uji diklasifikasikan dalam 10 kelas seperti tersaji pada Tabel 1.

(27)

3.5.3. Uji Ketahanan Terhadap Uap Air Panas

Pengujian dengan uap air panas ini mengacu pada ASTM D 1308-02. Uap air panas diperoleh dari perebusan air. Sebelum dilakukan pengujian, contoh uji dikering udarakan terlebih dahulu selama 1 minggu. Adapun urutan pengujianya adalah sebagai berikut:

a. Uap air panas yang diperoleh kemudian diarahkan pada permukaan contoh uji dengan menggunakan cerobong uap (Gambar 8). Pengujian dilakukan selama 5-10 menit.

b. Kemudian contoh uji diamati terhadap perubahan fisik (cacat) yang terjadi. Perubahan fisik (cacat) yang terjadi pada permukaan contoh uji diklasifikasikan dalam 10 kelas seperti tersaji pada Tabel 1.

(28)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Berat Labur Cat Dasar dan Cat Akhir

Berat labur rata-rata (gr/cm2) cat dasar (base coat) dan cat akhir (top coat) hasil perhitungan untuk masing-masing sistemfinishingdisajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Berat labur rata-rata cat dasar dan cat akhir (gr/cm2) Sampel

Berat labur cat dasar rata-rata

(gram/cm2)

Berat labur cat akhir rata-rata

(gram/cm2) DKM 0,0019 0,0064 DKL 0,0019 0,0043 DKV 0,0011 0,0085 DEM 0,0018 0,0073 DEL 0,0016 0,0070 DEV 0,0007 0,0096 CKM 0,0014 0,0058 CKL 0,0012 0,0057 CKV 0,0009 0,0056 CEM 0,0016 0,0055 CEL 0,0017 0,0045 CEV 0,0009 0,0057

Keterangan: Variasi anyaman bambu (D) bahan daging bambu; (C) Bahan campuran daging dan kulit bambu; (K) pola anyaman kajang; (E) pola anyaman kepang; (M) aplikasi sistem melamin; (L) aplikasi sistem nitroselulosa; (V) aplikasi sistem vernis.

Berat labur cat dasar pada masing-masing aplikasi adalah relatif sama, karena pengaplikasiannya menggunakan gun sprayer pada tekanan 4,5 kg/cm2. Berat labur rata-rata cat dasar yang diperoleh adalah 0,0014 gram/cm2. Aplikasi dengan gun sprayer dan campuran pengencer yang cukup tinggi mengakibatkan cat dasar cepat mengering. Kadar padatan yang terdapat pada sanding sealer adalah 33-35 % dengan jumlah pengencer sebanyak 50% dari campuran total dan nilai berat labur rata-ratanya adalah 0,0016 gr/cm2. Pada melamine sanding sealer lebih besar (komponen A = 52-58% dan komponen B = + 29 %) dengan jumlah pengencer sebanyak 6/16 bagian dari campuran total dan nilai berat labur

(29)

rata-ratanya adalah 0,0017gram/cm2 . Berbeda dengan melamine sanding sealer dan sanding sealer, pelapisan dasar dengan vernis memiliki berat labur yang paling kecil yaitu 0,0009 gr/cm2. Hal ini disebabkan karena kadar padatan vernis paling rendah.

Berat labur pada ketiga jenis cat akhir yaitu nitroselulosa, melamin dan vernis disajikan pada Tabel 2. Berat labur cat akhir sistem melamin lebih besar dari sistem nitroselulosa, yaitu 0.0062 gram/cm2 untuk melamin lack dan 0.0054 gram/cm2 untuk meuble lak. Hal ini disebabkan kadar padatan yang terdapat pada melamin lebih besar dari pada kadar padatan pada nitroselulosa. Berbeda dengan keduanya, vernis memiliki berat labur lebih besar yaitu 0.0073 gram/cm2. Hal ini diduga karena aplikasi cat vernis yang lebih tebal, aplikasi pada tekanan rendah, kecepatan semprot yang rendah dan jarak semprot yang terlalu dekat(Sunaryo, 1997).

4.2. Cacat Yang Terjadi Selama Proses Pengecatan

Cacat-cacat pengerjaan yang terjadi pada contoh uji selama proses finishingdapat diuraikan pada sub paragrap berikut.

4.2.1Poor adhesion

Poor adhesion disebabkan oleh adanya benda-benda asing seperti debu, air, wax, minyak dan lainnya yang menempel pada substrat anyaman bambu. Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah dengan membersihkan permukaan substrat dari debu dan yang lainnya sebelum dilapisi dengan bahanfinishing. 4.2.2Blisteringkarena kelembaban

Cacat ini disebabkan karena uap air yang terperangkap antara subtrat dan cat dasar, atau antara cat dasar dan cat akhir. Uap ini berasal dari udara atau dari kompresor. Oleh karena itu sebagai tindakan pencegahan sebaiknya dilakukan pengecekan awal apakah udara dalam kompresor sudah bebas air atau belum, kemudian hindari panas langsung pada lapisan cat basah yang tebal.

4.2.3Blushing

Blushing merupakan lapisan putih pada cat yang baru diaplikasikan. Hal ini disebakan oleh pengembunan uap air pada permukaan yang dingin. Cacat ini terjadi pada aplikasi nitroselulosa (NC) seperti tampak pada Gambar 9. Oleh

(30)

karena itu hindari aplikasi pada kelembaban tinggi, gunakan pengencer yang lambat mengering dan contoh uji yang diaplikasi sebaiknya di jemur terlebih dahulu. Aplikasi nitroselulosa pada anyaman bambu ini harus hati-hati, karena apabila muncul cacatBlushingyang parah akan sulit untuk diperbaiki.

4.2.4Orange Peel

Orange Peelmerupakan cacat pada cat akhir yang memberikan kesan raba yang kasar dengan tampilan seperti kulit jeruk. Cacat ini diduga disebabkan oleh tekanan angin yang terlalu tinggi, lingkungan luar yang terlalu dingin atau panas. Untuk mencegah terjadinya cacat ini gunakan pengencer yang sesuai dengan jumlah yang cukup, aplikasi pada suhu yang direkomendasikan, dan aplikasi pada tekanan sesuai rekomendasi dari produsen.

Gambar 9. Penampilan cacat Blushingpada aplikasi sistem nitroselulosa.

4.3. Daya Tahan Lapisan Cat Terhadap Bahan Kimia Rumah Tangga

Masing-masing contoh uji dibagi kedalam empat bagian. Keempat bagian itu diuji minyak sayur, uji saus, uji kecap dan kontrol. Masing-masing pengujian dilakukan empat kali pengamatan, dan hasilnya dirata-ratakan. Hasil pengamatan pada Gambar 10 memperlihatkan bahwa daya tahan terhadap minyak sayur dari anyaman berbahan daging bambu dengan pola anyaman kajang dari lapisan bahan melamin dan nitroselulosa memiliki kelas finishing 10, sedangkan pada sistem vernis memiliki kelasfinishing 0. Begitu pula pada pola anyaman kepang, lapisan finishingdengan bahan melamin dan bahan nitroselulosa memiliki kelasfinishing 10 dan pada sistem vernis memiliki kelasfinishing0.

(31)

10 10 0 10 10 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 K e la s F in is h in g Kajang Kepang Pola Anyaman melamin nitroselulosa vernis m

Gambar 10 Diagram kelas finishing rata-rata pada anyaman berbahan daging bambu dengan uji minyak sayur

Hasil pengamatan pada anyaman yang berbahan campuran daging bambu dan kulit bambu memperlihatkan bahwa daya tahan lapisan finishing terhadap minyak sayur untuk pola anyaman kajang pada aplikasi sistem melamin dan sistem nitroselulosa memiliki kelas finishing 10, sedangkan pada sistem vernis memiliki kelas finishing0 (Gambar 11). Begitu pula pada pola anyaman kepang, kelasfinishingdengan sistem melamin dan sistem nitroselulosa termasuk kelas 10 dan pada sistem vernis memiliki kelasfinishing0.

10 10 0 10 10 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 K e la s F in is h in g Kajang Kepang Pola Anyaman melamin nitroselulosa vernis m

Gambar 11. Diagram kelas finishing rata-rata pada anyaman berbahan campuran daging dan kulit bambu dengan uji minyak sayur

Hasil pengamatan menunjukan bahwa lapisan bahan finishing sistem melamin dan lapisan bahan finishing nitroselulosa untuk kedua jenis pola anyaman dan dua jenis bahan termasuk dalam kelasfinishing 10. Kelas finishing 10 tersebut menunjukan kelas finishing terbaik (ASTM D 1654-92, 2000). Kelas finishing terbaik ditunjukan dengan tidak terjadinya kerusakan atau cacat akibat

(32)

bahan pengujian. Hal ini disebabkan karena bahan penguji minyak sayur tidak dapat merusak struktur lapisan film baik itu pada lapisan melamin atau lapisan nitroselulosa. Cacat lapisan finishing terjadi apabila suatu zat kimia tertentu merusak struktur lapisan film (bereaksi secara kimiawi) sehingga film menjadi kasar atau tidak rata.

Berbeda dengan lapisan melamin dan lapisan nitroselulosa, lapisan vernis mengalami kerusakan setelah dilakukan uji minyak sayur. Dari hasil pengamatan menunjukan bahwa lapisanfinishingyang diaplikasikan pada kedua pola anyaman kajang dan kepang serta anyaman berbahan daging dan campuran daging dengan kulit bambu termasuk dalam kelasfinishing 0.

Cacat yang terjadi adalah lapisan vernis larut pada minyak sayur, sehingga permukaan lapisan vernis menjadi lengket, terkesan kasar dan berkurang kekilapannya. Penampilan anyaman bambu yang telah difinishing dengan vernis yang telah diuji minyak sayur tampak pada Gambar 16 (DKVP1a, DEVP1a, CKVP1a dan CEVP1a). Pengeringan vernis terjadi karena penguapan pelarut (evaporasi) dan bukan karena reaksi ikatan rantai silang secara kimiawi. Diantara unsur-unsur yang terkandung. Dengan demikian lapisan film yang terbentuk dipermukaan substrat, tidak tahan panas, tidak tahan cuaca serta tidak tahan terhadap pengencer/pelarut (thinner/solvent) (Agus sunaryo, 1997).

Pada pengujian dengan bahan kecap (Gambar 12) hasil pengamatan menunjukan bahwa anyaman pola kajang berbahan daging bambu pada aplikasi sistem melamin, sistem nitroselulosa dan sistem vernis memiliki kelas finishing 10. Pada pola anyaman kepang daya tahan lapisan cat sistem melamin, sistem nitroselulosa dan sistem vernis juga memiliki kelasfinishing10.

(33)

10 10 10 10 10 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 K e la s fi n is h in g Kajang Kepang Pola Anyaman melamin nitroselulosa vernis

Gambar 12. Diagram kelas finishing rata-rata pada anyaman berbahan daging bambu dengan uji kecap

Hasil pengamatan pada anyaman berbahan campuran daging bambu dan kulit bambu (Gambar 13) menunjukan bahwa daya tahan lapisan finishing terhadap untuk pola anyaman kajang pada aplikasi sistem melamin, sistem nitroselulosa dan sistem vernis memiliki kelasfinishing10, sedangkan untuk pola anyaman kepang dengan sistem melamin, sistem nitroselulosa dan sistem vernis memiliki kelas finishing 10. Penampilan anyaman bambu yang telah difinishing dan diuji kecap tampak pada Gambar 16b.

10 10 10 10 10 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 K e la s fi n is h in g Kajang Kepang Pola Anyaman melamin nitroselulosa vernis

Gambar 13. Diagram kelas finishing rata-rata pada anyaman berbahan campuran daging dan kulit bambu dengan uji kecap

Daya tahan lapisanfinishingsistem melamin dan sistem nitroselulosa pada anyaman berbahan daging bambu dengan pola kajang terhadap bahan saos masuk dalam kelas finishing 10, sedangkan pada sistem vernis masuk dalam kelas finishing 4. Selanjutnya daya tahan lapisan finishing sistem melamin dan sistem

(34)

nitroselulosa pada anyaman kepang termasuk kelas finishing 10, dan pada sistem vernis termasuk kelasfinishing3 (Gambar 14).

10 10 4 10 10 3 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 K e la s F in is h in g Kajang Kepang Pola Anyaman melamin nitroselulosa vernis

Gambar 14. Diagram kelas finishing rata-rata pada anyaman berbahan daging bambu dengan uji saus

Anyaman dengan bahan campuran daging bambu dan kulit bambu untuk pola kajang dengan lapisan melamin dan nitroselulosa menujukkan daya tahan terhadap saus dalam kelas finishing 10, sedangkan dengan lapisan sistem vernis masuk dalam kelasfinishing 3. Selanjutnya pola anyaman kepang dengan lapisan sistem melamin dan sistem nitroselulosa memiliki kelas finishing 10 dan dengan lapisan sistem vernis memiliki kelasfinishing4 (Gambar 15).

10 10 3 10 10 4 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 K el a s F in is h in g Kajang Kepang Pola Anyaman melamine nitroselulosa vernis

Gambar 15. Diagram kelas finishing rata-rata pada anyaman berbahan campuran daging dan kulit bambu dengan uji saus

Kelasfinishing terbaik ditunjukan dengan tidak terjadinya kerusakan atau cacat akibat bahan pengujian. Hal ini disebabkan bahan penguji kecap tidak dapat merusak struktur lapisan film baik itu pada lapisan melamin maupun pada lapisan nitroselulosa. Lain halnya dengan lapisan vernis. Pada uji saos, lapisan vernis

(35)

mengalami kerusakan/cacat dan masuk kelas finishing 4 pada anyaman bambu pola kajang berbahan daging bambu, kelas finishing 3 pada anyaman kepang berbahan daging bambu. Berbeda pada anyaman berbahan campuran daging dan kulit bambu, kelas finishing lapisan vernis pada pola kajang termasuk kelas finishing 3 dan pada pola kepang termasuk kelas finishing 4. Daya tahan lapisan vernis dengan uji saos termasuk kelas finishing rendah. Penampilan anyaman bambu yang telah difinishing dan diuji saos tampak pada Gambar 16c.

Cacat lapisan finishing terjadi apabila suatu zat kimia tertentu merusak struktur lapisan film (bereaksi secara kimiawi) sehingga film menjadi kasar atau tidak rata. Dengan uji saos, kerusakan/cacat yang terjadi pada lapisan vernis adalah lapisan vernis menjadi kasar dan hilang kilapnya. Hal ini diduga karena lapisan vernis yang tidak melekat kuat dengan substrat dan ikatan yang lemah antar bahan yang terkandung dalam vernis. Sehingga pada saat saos mengering, lapisan vernis tertarik/melekat oleh saos.

(36)

Gambar 16 Penampilan anyaman bambu setelah uji daya tahan lapisanfinishing terhadap bahan kimia rumah tangga.

Keterangan:

DKMP1 = Anyaman pola kajang berbahan daging bambu yang diaplikasi dengan melamin.

DKLP1 = Anyaman pola kajang berbahan daging bambu yang diaplikasi dengan nitroselulosa.

DKVP1 = Anyaman pola kajang berbahan daging bambu yang diaplikasi dengan vernis.

DEMP1 = Anyaman pola kepang berbahan daging bambu yang diaplikasi dengan melamin.

DELP1 = Anyaman pola kepang berbahan daging bambu yang diaplikasi dengan nitroselulosa.

(37)

DEVP1 = Anyaman pola kepang berbahan daging bambu yang diaplikasi dengan vernis.

CKMP1 = Anyaman pola kajang berbahan campuran daging dan kulit bambu yang diaplikasi dengan melamin.

CKLP1 = Anyaman pola kajang berbahan campuran daging dan kulit bambu yang diaplikasi dengan nitroselulosa.

CKVP1 = Anyaman pola kajang berbahan campuran daging dan kulit bambu yang diaplikasi dengan vernis.

CEMP1 = Anyaman pola kepang berbahan campuran daging dan kulit bambu yang diaplikasi dengan melamin.

CELP1 = Anyaman pola kepang berbahan campuran daging dan kulit bambu yang diaplikasi dengan nitroselulosa.

CEVP1 = Anyaman pola kepang berbahan campuran daging dan kulit bambu yang diaplikasi dengan vernis.

a = Uji minyak sayur;

b = Uji Kecap;

c = Uji saos;

P1 = Uji bahan kimia rumah tangga.

4.4. Daya Tahan Terhadap Uap Air Panas

Pada pengujian dengan uap air panas, lapisan finishing sistem melamin dan sistem nitroselulosa, baik pada bahan anyaman daging bambu (Gambar 17) maupun campuran daging dan kulit bambu (Gambar 18) memiliki kelas finishing 10, yaitu termasuk kedalam kelas finishing terbaik. Namun demikian lapisan finishing sistem vernis pada anyaman berbahan daging atau berbahan campuran daging dan kulit memiliki kelasfinishing0, yaitu kelasfinishing terendah.

10 10 0 10 10 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 K el a s F in is h in g Kajang Kepang Pola Anyaman melamin nitroselulosa vernis m

Gambar 17 Diagram kelas finishing rata-rata pada anyaman berbahan daging bambu dengan uji uap air panas

(38)

10 10 0 10 10 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 K e la s F in is h in g Kajang Kepang Pola Anyaman melamin nitroselulosa vernis m

Gambar 18 Diagram kelasfinishing rata-rata pada anyaman berbahan campuran daging dan kulit bambu dengan uji uap air panas

Pada uji uap air panas, lapisan melamin dan lapisan nitroselulosa tidak mengalami kerusakan. Hal ini disebabkan kedua bahan finishing ini memiliki daya tahan yang baik terhadap panas. Ikatan antar bahan yang terkandung dalam melamin dan nitroselulosa, menjadikan lapisan bahan finishing ini tidak mudah rusak terkena panas. Kerusakan yang terjadi pada lapisan vernis adalah lapisan vernis menjadi tampak kasar tidak mengkilap dan membentuk butiran halus (granule) (Gambar 19; DKVP2, DEVP2, CKVP2, CEVP2). Lapisan vernis yang tidak tahan panas, tidak tahan cuaca menjadikan bahanfinishing ini hanya cocok untuk pelapisan bahan pada penggunaan interior (Agus sunaryo, 1997).

(39)

Gambar 19 Penampilan anyaman bambu setelah uji daya tahan lapisan finishing terhadap uap air panas.

Keterangan:

DKMP2 = Anyaman pola kajang berbahan daging bambu yang diaplikasi dengan melamin.

DKLP2 = Anyaman pola kajang berbahan daging bambu yang diaplikasi dengan nitroselulosa.

DKVP2 = Anyaman pola kajang berbahan daging bambu yang diaplikasi dengan vernis.

DEMP2 = Anyaman pola kepang berbahan daging bambu yang diaplikasi dengan melamin.

DELP2 = Anyaman pola kepang berbahan daging bambu yang diaplikasi dengan nitroselulosa.

(40)

DEVP2 = Anyaman pola kepang berbahan daging bambu yang diaplikasi dengan vernis.

CKMP2 = Anyaman pola kajang berbahan campuran daging dan kulit bambu yang diaplikasi dengan melamin.

CKLP2 = Anyaman pola kajang berbahan campuran daging dan kulit bambu yang diaplikasi dengan nitroselulosa.

CKVP2 = Anyaman pola kajang berbahan campuran daging dan kulit bambu yang diaplikasi dengan vernis.

CEMP2 = Anyaman pola kepang berbahan campuran daging dan kulit bambu yang diaplikasi dengan melamin.

CELP2 = Anyaman pola kepang berbahan campuran daging dan kulit bambu yang diaplikasi dengan nitroselulosa.

CEVP2 = Anyaman pola kepang berbahan campuran daging dan kulit bambu yang diaplikasi dengan vernis.

P2 = Uji uap air panas

4.6. Daya Tahan Lapisan Finishing Terhadap Asap

Pada pengujian dengan asap, ketiga metode pelapisan bahan finishing yaitu sistem melamin, sistem nitroselulosa dan sistem vernis pada pola anyaman kajang dan kepang baik dari bahan daging bambu ataupun campuran daging dan kulit bambu memiliki kelasfinishing10 (Gambar 20 dan Gambar 21).

10 10 10 10 10 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 K e la s fi n is h in g Kajang Kepang Pola Anyaman melamin nitroselulosa vernis

Gambar 20. Diagram kelas finishing rata-rata pada anyaman berbahan daging bambu dengan uji Asap

10 10 10 10 10 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 K e la s fi n is h in g Kajang Kepang Pola Anyaman melamin nitroselulosa vernis

Gambar 21. Diagram kelas finishing rata-rata pada anyaman berbahan campuran daging dan kulit bambu dengan uji Asap

(41)

Kelas finishing 10 tersebut menunjukan kelas finishing terbaik. Kelas finishing terbaik ditunjukan dengan tidak terjadinya kerusakan pada lapisan finishing atau cacat akibat bahan pengujian asap, hal ini disebabkan asap (bahan yang terkandung dalam asap) tidak dapat merusak struktur lapisan film baik itu pada lapisan melamin, lapisan nitroselulosa dan lapisan vernis. Penampilan anyaman bambu yang telah difinishingdan diuji asap seperti tampak pada Gambar 22 berikut.

Gambar 22 Penampilan anyaman bambu setelah uji daya tahan lapisan finishing terhadap asap.

(42)

Keterangan:

DKMP3 = Anyaman pola kajang berbahan daging bambu yang diaplikasi dengan melamin.

DKLP3 = Anyaman pola kajang berbahan daging bambu yang diaplikasi dengan nitroselulosa.

DKVP3 = Anyaman pola kajang berbahan daging bambu yang diaplikasi dengan vernis.

DEMP3 = Anyaman pola kepang berbahan daging bambu yang diaplikasi dengan melamin.

DELP3 = Anyaman pola kepang berbahan daging bambu yang diaplikasi dengan nitroselulosa.

DEVP3 = Anyaman pola kepang berbahan daging bambu yang diaplikasi dengan vernis.

CKMP3 = Anyaman pola kajang berbahan campuran daging dan kulit bambu yang diaplikasi dengan melamin.

CKLP3 = Anyaman pola kajang berbahan campuran daging dan kulit bambu yang diaplikasi dengan nitroselulosa.

CKVP3 = Anyaman pola kajang berbahan campuran daging dan kulit bambu yang diaplikasi dengan vernis.

CEMP3 = Anyaman pola kepang berbahan campuran daging dan kulit bambu yang diaplikasi dengan melamin.

CELP3 = Anyaman pola kepang berbahan campuran daging dan kulit bambu yang diaplikasi dengan nitroselulosa.

CEVP3 = Anyaman pola kepang berbahan campuran daging dan kulit bambu yang diaplikasi dengan vernis.

(43)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu:

1. Lapisanfinishingmelamin dan nitroselulosa mempunyai daya tahan yang baik terhadap minyak, saos dan kecap, sedangkan lapisan finishing vernis mempunyai daya tahan yang rendah terhadap saos dan minyak sayur.

2. Sistem finishing melamin dan nitroselulosa memiliki daya tahan yang baik terhadap uap air panas, sedangkan vernis memiliki daya tahan yang rendah terhadap uap air panas.

3. Ketiga bahan finishing melamin, nitroselulosa dan vernis mempunyai daya tahan yang baik terhadap asap.

4. Bahan anyaman daging dan kulit baik untuk pola kajang maupun kepang, memperlihatkan daya tahan yang sama pada ketiga jenis bahanfinishing.

5.2. Saran

1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai daya protektif bahan finishing terhadap organisme perusak seperti rayap.

2. Jenis bahan finishing melamin dan nitroselulosa dapat diaplikasikan pada anyaman bambu.

(44)

DAFTAR PUSTAKA

[ASTM] American Society for Testing and Material. 2000. ASTM D 1654-92: West Conshohocken: ASTM

[ASTM] American Society for Testing and Material. 2000. ASTM D 1308-02: West Conshohocken: ASTM

Aceng. 2005. Antique Finish Mebel Antik dari Masa Kini. Asmindoimage. Asmindo – Jakarta.

Ambrosi P and P Offredi. 1996. The Painter’s Manual: A Guid To Profesional Wood Painting. HB PI. Erre Editrice. Italy

Dransfield, S and E. A Widjaya. 1995. Plant Reourch of South East Asia (PROSEA) no. 7: Bamboo, Bachuys Publisher. Leiden

Haygree, J.G. and J.L. Bowyer.1982. Forest Product and Wood Science, An Introduction. Iowa State University Press. Iowa

Heyne. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Badan penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.

Hoadley. 2000. Understanding wood: A crftman’s Guid to Wood Technologi. United State Of America: the Taunton Press.

Liese, W. 1985. Anatomy of Bamboo Proceding Workshop Bamboo Research in Asia, Singapore 28-30 May 1980. International Development Research Center. Ottawa.

Morisco. 2005. Teknologi Bambu. Program magister teknologi bahan bangunan-UGM. Yogyakarta.

Sastrapraja, S, E A. Widjaja, S. Prawiroatmodjo, ddan S. Soenarko. 1980. Beberapa Jenis Bambu. Lembaga Biologi Nasional-LIPI. Bogor.

Sobur, A. 2005. Mencermati Eksistensi Industri Mebel dan Kerajinan di Tanah Air. Asmindoimage. Asmindo – Jakarta.

Sunaryo, A. 1997. Reka Oles Mebel Kayu. Kanisius. Yogyakarta.

Yap F. K. H. 1967. Bambu Sebagai Bahan Bangunan. Lembaga Penyelidikan Bahan Bangunan. Bandung.

(45)
(46)

Lampiran 1. Rekapitulasi KelasFinishingPada Pengujian Minyak Sayur Minyak Sayur

5-10 menit 1 jam 6 jam 24 jam KelasFinishing

No Sampel % muka cacat kelas % muka cacat kelas % muka cacat kelas % muka cacat kelas rata-rata 1 DKMP1U1 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10

2 DKMP1U2 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 3 DKMP1U3 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10

rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 10 4 DKLP1U1 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10

5 DKLP1U2 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 6 DKLP1U3 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10

rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 10

7 DKVP1U1 100 0 100 0 100 0 100 0

8 DKVP1U2 100 0 100 0 100 0 100 0

9 DKVP1U3 100 0 100 0 100 0 100 0

rata-rata 0 rata-rata 0 rata-rata 0 rata-rata 0 0 10 DEMP1U1 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10

11 DEMP1U2 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 12 DEMP1U3 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10

rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 10 13 DELP1U1 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10

14 DELP1U2 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 15 DELP1U3 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10

rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 10

16 DEVP1U1 100 0 100 0 100 0 100 0

17 DEVP1U2 100 0 100 0 100 0 100 0

18 DEVP1U3 100 0 100 0 100 0 100 0

rata-rata 0 rata-rata 0 rata-rata 0 rata-rata 0 0 19 CKMP1U1 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10

20 CKMP1U2 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 21 CKMP1U3 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10

rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 10 22 CKLP1U1 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10

23 CKLP1U2 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 24 CKLP1U3 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10

rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 10

25 CKVP1U1 100 0 100 0 100 0 100 0

26 CKVP1U2 100 0 100 0 100 0 100 0

27 CKVP1U3 100 0 100 0 100 0 100 0

rata-rata 0 rata-rata 0 rata-rata 0 rata-rata 0 0 28 CEMP1U1 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10

29 CEMP1U2 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 30 CEMP1U3 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10

(47)

Lampiran 1. Lanjutan

Minyak Sayur

5-10 menit 1 jam 6 jam 24 jam KelasFinishing

No Sampel % muka cacat kelas % muka cacat kelas % muka cacat kelas % muka cacat kelas rata-rata 31 CELP1U1 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10

32 CELP1U2 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 33 CELP1U3 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10

rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 10

34 CEVP1U1 100 0 100 0 100 0 100 0

35 CEVP1U2 100 0 100 0 100 0 100 0

36 CEVP1U3 100 0 100 0 100 0 100 0

(48)

Lampiran 2. Rekapitulasi KelasFinishingPada Pengujian Kecap

Kecap

No Sampel 5-10 menit 1 jam 6 jam 24 jam KelasFinishing

% muka cacat kelas % muka cacat kelas % muka cacat kelas % muka cacat kelas rata-rata 1 DKMP1U1 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10

2 DKMP1U2 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 3 DKMP1U3 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10

rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 10 4 DKLP1U1 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10

5 DKLP1U2 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 6 DKLP1U3 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10

rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 10 7 DKVP1U1 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10

8 DKVP1U2 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 9 DKVP1U3 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10

rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 10 10 DEMP1U1 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10

11 DEMP1U2 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 12 DEMP1U3 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10

rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 10 13 DELP1U1 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10

14 DELP1U2 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 15 DELP1U3 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10

rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 10 16 DEVP1U1 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10

17 DEVP1U2 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 18 DEVP1U3 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10

rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 10 19 CKMP1U1 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10

20 CKMP1U2 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 21 CKMP1U3 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10

rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 10 22 CKLP1U1 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10

23 CKLP1U2 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 24 CKLP1U3 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10

rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 10 25 CKVP1U1 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10

26 CKVP1U2 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 27 CKVP1U3 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10

rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 10 28 CEMP1U1 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10

29 CEMP1U2 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 30 CEMP1U3 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10

rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 10 31 CELP1U1 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10

32 CELP1U2 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 33 CELP1U3 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10

rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 10 34 CEVP1U1 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10

35 CEVP1U2 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 36 CEVP1U3 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10

(49)

Lampiran 3. Rekapitulasi KelasFinishingPada Pengujian Saus

5-10 menit 1 jam 6 jam 24 jam

No Sampel % muka cacat kelas % muka cacat kelas % muka cacat kelas % muka cacat kelas 1 DKMP1U1 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 2 DKMP1U2 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 3 DKMP1U3 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 4 DKLP1U1 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 5 DKLP1U2 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 6 DKLP1U3 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 7 DKVP1U1 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 28 4 8 DKVP1U2 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 20 5 9 DKVP1U3 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 23 4 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 4 10 DEMP1U1 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 11 DEMP1U2 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 12 DEMP1U3 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 13 DELP1U1 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 14 DELP1U2 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 15 DELP1U3 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 16 DEVP1U1 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 46 2 17 DEVP1U2 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 30 4 18 DEVP1U3 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 45 2 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 3 19 CKMP1U1 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 20 CKMP1U2 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 21 CKMP1U3 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 22 CKLP1U1 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 23 CKLP1U2 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 24 CKLP1U3 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 25 CKVP1U1 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 34 3 26 CKVP1U2 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 32 3 27 CKVP1U3 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 29 4 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 3 28 CEMP1U1 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 29 CEMP1U2 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 30 CEMP1U3 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10

(50)

Lampiran 3. Lanjutan

5-10 menit 1 jam 6 jam 24 jam

No Sampel % muka cacat kelas % muka cacat kelas % muka cacat kelas % muka cacat kelas 31 CELP1U1 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 32 CELP1U2 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 33 CELP1U3 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 34 CEVP1U1 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 36 3 35 CEVP1U2 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 27 4 36 CEVP1U3 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 tidak bercacat 10 26 4 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 10 rata-rata 4

(51)

Lampiran 4. Rekapitulasi KelasFinishingPada Pengujian Uap Air Panas

Uap Air Panas 5-10 menit

No Sampel % muka bercacat kelas

1 DKMP2U1 tidak bercacat 10 2 DKMP2U2 tidak bercacat 10 3 DKMP2U3 tidak bercacat 10 rata-rata 10 4 DKLP2U1 tidak bercacat 10 5 DKLP2U2 tidak bercacat 10 6 DKLP2U3 tidak bercacat 10 rata-rata 10

7 DKVP2U1 100 0

8 DKVP2U2 100 0

9 DKVP2U3 100 0

rata-rata 0 10 DEMP2U1 tidak bercacat 10 11 DEMP2U2 tidak bercacat 10 12 DEMP2U3 tidak bercacat 10 rata-rata 10 13 DELP2U1 tidak bercacat 10 14 DELP2U2 tidak bercacat 10 15 DELP2U3 tidak bercacat 10 rata-rata 10

16 DEVP2U1 100 0

17 DEVP2U2 100 0

18 DEVP2U3 100 0

rata-rata 0 19 CKMP2U1 tidak bercacat 10 20 CKMP2U2 tidak bercacat 10 21 CKMP2U3 tidak bercacat 10 rata-rata 10 22 CKLP2U1 tidak bercacat 10 23 CKLP2U2 tidak bercacat 10 24 CKLP2U3 tidak bercacat 10 rata-rata 10

25 CKVP2U1 100 0

26 CKVP2U2 100 0

27 CKVP2U3 100 0

(52)

Lampiran 4. Lanjutan

Uap Air Panas 5-10 menit

No Sampel % muka bercacat kelas

28 CEMP2U1 tidak bercacat 10 29 CEMP2U2 tidak bercacat 10 30 CEMP2U3 tidak bercacat 10 rata-rata 10 31 CELP2U1 tidak bercacat 10 32 CELP2U2 tidak bercacat 10 33 CELP2U3 tidak bercacat 10 rata-rata 10

34 CEVP2U1 100 0

35 CEVP2U2 100 0

36 CEVP2U3 100 0

(53)

Lampiran 5. Rekapitulasi KelasFinishingPada Pengujian Asap

Asap Sekam Padi 5 -10 menit

No Sampel % muka bercacat kelas

1 DKMP3U1 tidak bercacat 10 2 DKMP3U2 tidak bercacat 10 3 DKMP3U3 tidak bercacat 10 rata-rata 10 4 DKLP3U1 tidak bercacat 10 5 DKLP3U2 tidak bercacat 10 6 DKLP3U3 tidak bercacat 10 rata-rata 10 7 DKVP3U1 tidak bercacat 10 8 DKVP3U2 tidak bercacat 10 9 DKVP3U3 tidak bercacat 10 rata-rata 10 10 DEMP3U1 tidak bercacat 10 11 DEMP3U2 tidak bercacat 10 12 DEMP3U3 tidak bercacat 10 rata-rata 10 13 DELP3U1 tidak bercacat 10 14 DELP3U2 tidak bercacat 10 15 DELP3U3 tidak bercacat 10 rata-rata 10 16 DEVP3U1 tidak bercacat 10 17 DEVP3U2 tidak bercacat 10 18 DEVP3U3 tidak bercacat 10 rata-rata 10 19 CKMP3U1 tidak bercacat 10 20 CKMP3U2 tidak bercacat 10 21 CKMP3U3 tidak bercacat 10 rata-rata 10 22 CKLP3U1 tidak bercacat 10 23 CKLP3U2 tidak bercacat 10 24 CKLP3U3 tidak bercacat 10 rata-rata 10 25 CKVP3U1 tidak bercacat 10 26 CKVP3U2 tidak bercacat 10 27 CKVP3U3 tidak bercacat 10 rata-rata 10

(54)

Lampiran 5. Lanjutan

Asap Sekam Padi 5-10 menit

No Sampel % muka bercacat kelas

28 CEMP3U1 tidak bercacat 10 29 CEMP3U2 tidak bercacat 10 30 CEMP3U3 tidak bercacat 10 rata-rata 10 31 CELP3U1 tidak bercacat 10 32 CELP3U2 tidak bercacat 10 33 CELP3U3 tidak bercacat 10 rata-rata 10 34 CEVP3U1 tidak bercacat 10 35 CEVP3U2 tidak bercacat 10 36 CEVP3U3 tidak bercacat 10 rata-rata 10

Keterangan:

D = Bahan daging bambu.

C = Bahan campuran daging dan kulit bambu. K = Pola anyaman kajang.

E = Pola anyaman kepang M = Aplikasi sistem melamin L = Sistem aplikasi nitroselulosa V = Sistem aplikasi vernis

P1 = Pengujian daya tahan terhadap bahan kimia rumah tangga P2 = Pengujian daya tahan terhadap uap air panas

P3 = Pengujian daya tahan terhadap pengasapan U1 = Ulangan ke 1

U2 = Ulangan ke 2 U3 = Ulangan ke 3

Gambar

Gambar 2. Sayatan bambu bahan anyaman contoh uji.
Gambar 4. Variasi jenis bahan anyaman bambu. Ket: (A) Pola kajang berbahan campuran daging dan kulit bambu; (B) Pola kajang berbahan daging bambu; (C) Pola kepang berbahan campuran daging dan kulit bambu;
Gambar 6. Pembagian waktu pengamatan. Ket: (A) Pengamatan setelah 5-10 menit; (B) Pengamatan setelah 1 jam; (C) Pengamatan setelah 6 jam;
Tabel 1. Klasifikasi kondisi permukaan dalam 10 kelas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pembentukan varietas padi tipe baru yang lebih tinggi potensi hasilnya, tahan terhadap hama dan penyakit utama, serta bermutu beras baik menggunakan ber- bagai sumber gen

Penelitian ini juga bertujuan men supaya bank syariah dapat meningkatkan kualitas pelayanannya kepada para nasabahnya guji hubungan kualitas pelayanan dan kepuasan nasabah dengan

Pangeran Sulaeman Sulendraningrat memberi catatan bahwa pembangunan di keraton Cirebon terus berlangsung, mulai pembangunan istana kerajaan Cirebon dan juga Masjid

Untuk mengetahui pengaruh penggunaan ultrasound (us), transcutaneous electrical nerve stimulation (tens) dan terapi latihan pada kodisi medial meniscus tear knee

Berpakaian juga merupakan aktivitas harian yang akan di lakukan anak dan merupakan kemampuan untuk mengurus dan memenuhi kebutuhan diri sendiri yang

Anderson (2006) mengemukakan bahwa dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dengan berbagai sumber belajar yang tersedia melaui Internet, keterampilan siswa

Bila perbuatan hukum dilakukan oleh orang yang tidak wenang berbuat, maka perbuatan hukumnya itu dapat dimintakan pembatalannya (Vermetigbaarheid). Tapi perbuatan

Jika status guru dalam pelaksanaan penelitian sebelumnya adalah guru sekolah yang menjadi objek penelitian dan kemudian dipromosikan/dimutasikan ke sekolah lain ataupun