• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI PEMASOK-PENGECER DAN KEBIJAKAN PENETAPAN HARGA BARANG YANG BERPENGARUH TERHADAP PERMINTAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI PEMASOK-PENGECER DAN KEBIJAKAN PENETAPAN HARGA BARANG YANG BERPENGARUH TERHADAP PERMINTAAN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

1

MODEL PERSEDIAAN TERINTEGRASI PEMASOK-PENGECER DAN KEBIJAKAN PENETAPAN HARGA BARANG YANG BERPENGARUH

TERHADAP PERMINTAAN

Shidiq Tegar Irsanianto, Sutanto, Nughthoh Arfawi Kurdhi Program Studi Matematika FMIPA UNS

ABSTRAK. Manajemen persediaan yang baik dapat dipenuhi dengan adanya integrasi pemasok-pengecer. Model persediaan terintegrasi digunakan untuk memaksimumkan keuntungan pada sistem persediaan pemasok-pengecer, sebaliknya model persediaan terpisah digunakan untuk memaksimumkan keuntungan masing-masing. Terdapat dua kebijakan penetapan harga barang pada model terpisah yaitu Stackelberg dan retail fixed mark-up (RFM). Kebijakan Stackelberg adalah pemasok menetapkan harga barang terlebih dahulu dan pengecer mengikuti penetapan harga dari pemasok. Sementara itu, kebijakan

RFM menjelaskan bahwa pemasok dan pengecer melakukan negosiasi sebelum menetapkan harga barang dan disepakati nilai mark-up (𝛼). Nilai 𝛼 merupakan keuntungan pengecer dari penjualan barang kepada konsumen (persen). Tujuan penelitian ini untuk menurunkan model persediaan terintegrasi pemasok-pengecer, menentukan penyelesaian optimal dari banyaknya pemesanan, harga grosir, dan harga eceran untuk model terintegrasi dan terpisah, serta penerapannya. Hasil penelitian ini adalah model persediaan terintegrasi pemasok-pengecer dan penyelesaian optimalnya. Hasil penerapannya diperoleh kebijakan

RFM dengan 𝛼 ∈ [0.74 , 0.80] yang merupakan strategi pareto efficient.

Kata Kunci :model persediaan terintegrasi, kebijakan penetapan harga barang, permintaan bergantung harga barang (price dependent demand).

1. PENDAHULUAN

Persediaan barang memerlukan pengelolaan yang baik untuk meningkatkan efisiensi biaya sehingga manajemen persediaan barang menjadi hal yang sangat penting di setiap perusahaan. Dalam mengatasi hal tersebut, diperlukan kerjasama yang baik antara pemasok dan pengecer. Kerjasama ini melibatkan komitmen jangka panjang, pemecahan masalah bersama, dan berbagi informasi. Pembuatan keputusan secara bersama dapat meningkatkan total keuntungan keduanya.

Beberapa penelitian telah mengembangkan masalah persediaan dengan menggabungkan antara pemasok dan pengecer. Model persediaan terintegrasi pemasok-pengecer diperkenalkan pertama kali oleh Goyal [3]. Penelitian model persediaan terintegrasi pemasok-pengecer diasumsikan dengan laju permintaan konsumen yang dipengaruhi oleh harga barang. Menurut Mankiw [4], variabel yang mempengaruhi laju permintaan barang adalah harga barang. Ketika harga barang naik mengakibatkan permintaan cenderung mengalami penurunan dan sebaliknya. Dengan demikian, pemasok dan pengecer harus tepat dalam menetapkan harga barang.

(2)

commit to user

2

Pada dasarnya, pemasok dan pengecer memiliki tujuan dan biaya sendiri sehingga model persediaan terpisah digunakan untuk memaksimumkan keuntungan masing-masing.Terdapat dua macam kebijakan penetapan harga barang yaitu teori Stackelberg dan RFM yang melibatkan pemasok dan pengecer. Teori Stackelberg mengasumsikan pemasok bertindak sebagai pemimpin (leader) dan pengecer berlaku sebagai pengikut (follower). Pemasok dapat menetapkan harga grosir dan memberikan informasi kepada pengecer. Kemudian pengecer menetapkan harga eceran dan banyaknya pemesanan ke pemasok. RFM merupakan kebijakan penetapan harga barang yang ditentukan dengan menambahkan mark-up ke biaya produk oleh pemasok.

Alaei et al. [1] membahas model persediaan terintegrasi pemasok-pengecer dengan kurva permintaan bergantung harga bersifat linear. Namun kurva permintaan masyarakat terhadap barang dalam kehidupan sehari-hari adalah tak linier. Salah satu contoh kurva tak linier adalah kurva iso-elastis. Model persediaan terintegrasi dengan kurva permintaan bergantung harga bersifat iso-elastis diperkenalkan oleh Rad et al. [5].

Penelitian ini mengembangkan model persediaan terintegrasi pemasok-pengecer dengan kurva permintaan bergantung harga bersifat iso-elastis yang mengacu pada Rad et al. [5] serta digunakan kebijakan Stackelberg dan RFM untuk model persediaan terpisah yang mengacu pada Alaei et al. [1]. Selanjutnya banyaknya pemesanan, harga grosir, dan harga eceran optimal ditentukan untuk memaksimumkan keuntungan berdasarkan model terintegrasi dan terpisah serta mengintepretasikan hasilnya dalam sebuah penerapan.

2. ASUMSI

Berikut adalah asumsi dalam pembentukan model persediaan.

(1) Terdapat satu pemasok dan satu pengecer dalam sistem persediaan produksi. (2) Kekurangan persediaan (shortage) tidak diperbolehkan.

(3) Untuk setiap unit barang, pemasok menghabiskan biaya pengadaan sebesar

𝑐 dan menerima dari pengecer sebesar 𝑤 dari penjualan barang. Setelah itu, pengecer menjual barang kepada konsumen sebesar 𝑝, dengan 𝑝 > 𝑤 > 𝑐. (4) Mengacu pada Rad et al. [5], kurva permintaan bergantung harga bersifat

iso-elastis dirumuskan dengan 𝐷(𝑝) = 𝛾𝑝−𝛽, 𝛾(𝛾 > 0) adalah faktor skala dan 𝛽(𝛽 > 1) adalah koefisien elastisitas harga.

3. SISTEM OPERASI PERSEDIAAN

Konsumen meminta barang kepada pengecer dengan laju permintaan per tahun sebesar 𝐷. Untuk memenuhi permintaan konsumen, pengecer memesan barang kepada pemasok sebesar 𝑄 unit sebagai persediaan selama satu siklus. Selama proses pemesanan, biaya yang dikeluarkan pengecer sebesar 𝐴. Selanjutnya

(3)

commit to user

3

pemasok membeli bahan mentah untuk pengadaan barang. Biaya yang dikeluarkan pemasok sebesar 𝑐 per unit. Sebelum proses produksi, pemasok mengeluarkan biaya sebesar 𝑆 untuk persiapan produksi. Kemudian pemasok mulai memproduksi barang untuk memenuhi pesanan dari pengecer. Selama proses produksi, pemasok mengeluarkan biaya produksi dan biaya investasi berturut-turut sebesar 𝑘1 dan 𝑘2. Setelah barang jadi, barang disimpan di gudang selama proses produksi dan mengeluarkan biaya penyimpanan sebesar 𝐻. Selama proses produksi bahan mentah ke barang jadi terdapat waktu tunggu 𝑙. Setelah proses produksi selesai, barang jadi dikirim ke pengecer. Pemasok menetapkan harga barang sebesar 𝑤 per unit. Setelah barang diterima oleh pengecer, barang didistribusikan ke konsumen dengan harga 𝑝 dan pengecer mengeluarkan biaya penyimpanan sebesar ℎ. Pada penelitian ini, permintaan konsumen kepada pengecer dipengaruhi oleh harga barang 𝑝. Oleh karena itu, pengecer harus mengoptimalkan banyaknya pemesanan

𝑄 kepada pemasok dan harus tepat dalam menetapkan harga barang 𝑝 untuk memaksimumkan keuntungan.

4. FORMULASI MODEL

Pada bagian ini diuraikan tentang formulasi model yaitu model persediaan pengecer, model persediaan pemasok, dan model persediaan terintegrasi pemasok-pengecer.

4.1.Model Persediaan Pengecer. Mengacu pada Alaei et al. [1], tingkat

persediaan pengecer ditunjukkan pada Gambar 1(a).

(a) (b)

Gambar 1. Tingkat persediaan (a) pengecer dan (b) pemasok

Berdasarkan Gambar 1(a) nampak bahwa pengecer melakukan pemesanan sebesar

𝑄 unit barang pada pemasok untuk persediaan selama satu siklus (T satuan waktu). Frekuensi pemesanan per tahun sebesar 𝐷𝑄. Banyaknya permintaan konsumen pada harga eceran 𝑝 dinyatakan dengan 𝐷(𝑝). Pada penelitian ini, laju permintaan konsumen dirumuskan dengan 𝐷(𝑝) = 𝛾𝑝−𝛽 (Rad et al. [5]). Pengecer mengeluarkan biaya sebesar 𝐴 setiap kali pemesanan sehingga biaya pemesanan pengecer per tahun sebesar 𝐴 𝐷(𝑝)𝑄 . Pengecer dikenakan biaya sebesar 𝑤 per unit

(4)

commit to user

4

barang sehingga diperoleh biaya pembelian pengecer per tahun sebesar 𝐷(𝑝) 𝑤. Barang yang diterima oleh pengecer dari pemasok kemudian disimpan dengan biaya penyimpanan per tahun sebesar ℎ 𝑄2. Selanjutnya barang dijual kepada konsumen dengan harga barang 𝑝 sehingga dapat diperoleh pendapatan penjualan pengecer per tahun sebesar 𝐷(𝑝) 𝑝. Dengan demikian, total keuntungan tahunan untuk pengecer dinyatakan sebagai

𝑇𝑃𝑟(𝑝, 𝑄) = pendapatan penjualan pengecer – biaya pemesanan – biaya pembelian – biaya penyimpanan

= (𝛾𝑝−𝛽) (𝑝 −𝐴

𝑄− 𝑤) − ℎ 𝑄

2 . (4.1)

4.2.Model Persediaan Pemasok. Mengacu pada Alaei et al. [1], tingkat

persediaan pemasok ditunjukkan pada Gambar 1(b). Pada Gambar 1(b) nampak bahwa barang sebesar 𝑄 unit diproduksi oleh pemasok dalam satu siklus dengan laju produksi 𝜇 dalam sekali produksi. Setiap siklus produksi barang, terdapat waktu tunggu sebesar 𝑄𝜇. Pemasok mengeluarkan biaya pengadaan per unit barang sebesar 𝑐. Biaya sebesar 𝐷(𝑝) 𝑐 dikeluarkan oleh pemasok untuk biaya pengadaan per tahun. Biaya yang dikeluarkan pemasok per tahun untuk penyimpanan barang sebesar 𝐻 𝑄 𝑙2 . Pemasok mengeluarkan biaya sebesar 𝑆 𝐷(𝑝)𝑄 untuk persiapan produksi dalam satu tahun. Setiap proses produksi, biaya sebesar 𝑘1 𝑄

𝜇 dikeluarkan oleh pemasok. Ketika terjadi peningkatan pemesanan barang, pemasok menyiapkan biaya investasi sebesar 𝑘2 𝜇 untuk meningkatkan tingkat produksi. Dengan demikian, total keuntungan tahunan untuk pemasok dinyatakan sebagai

𝑇𝑃𝑚(𝑝, 𝑄) = pendapatan penjualan pemasok – biaya pengadaan – biaya persiapan biaya produksi – biaya investasi – biaya penyimpanan

= (𝛾𝑝−𝛽) (𝑤 − 𝑐 − 𝑆 𝑄− 𝑘1 𝑙 𝑄 − 𝑘2 𝑙 − 𝐻 𝑙 2 ). (4.2)

4.3.Model Persediaan Terintegrasi Pemasok-Pengecer. Total keuntungan

tahunan terintegrasi pemasok-pengecer (𝐽𝑇𝑃) adalah jumlahan dari total keuntungan tahunan untuk pengecer (𝑇𝑃𝑟) dan pemasok (𝑇𝑃𝑚) sehingga permasalahan yang harus diselesaikan adalah memaksimumkan

𝐽𝑇𝑃(𝑝, 𝑄) = (𝛾𝑝−𝛽) (𝑝 − 𝑐 −(𝑆+𝐴+𝑘1 𝑙) 𝑄 − 𝐻 𝑙 2 − 𝑘2 𝑙) − ℎ 𝑄 2 . (4.3) Untuk memaksimumkan 𝐽𝑇𝑃(𝑝, 𝑄), diperlukan penyelesaian optimal dari 𝑝 dan 𝑄.

5. PENYELESAIAN OPTIMAL

5.1.Penyelesaian Optimal untuk Model Terintegrasi. Pada penelitian ini,

permasalahan yang harus diselesaikan adalah memaksimumkan persamaan (4.3). Menurut Bazaraa dan Shetty [2], syarat perlu untuk mendapatkan penyelesaian

(5)

commit to user

5

optimal 𝑝 dan 𝑄 diperoleh dari turunan parsial pertama 𝐽𝑇𝑃(𝑝, 𝑄) terhadap 𝑝 dan

𝑄 yang disamadengankan nol sehingga didapatkan

𝑝∗ = 𝛽(𝑐+(𝑆+𝐴+𝑘1 𝑙)𝑄 + 𝐻 𝑙 2+𝑘2𝑙) 𝛽−1 (5.1) dan 𝑄∗ = √2 𝛾 𝑝−𝛽(𝑆+𝐴+𝑘1 𝑙) √ℎ .

(5.2)

Proposisi 5.1. Banyaknya pemesanan Q* terintegrasi adalah

ℎ𝑄2− 21+𝛽𝛾(𝑆 + 𝐴 + 𝑘

1𝑙) (𝛽(2𝑙(𝑆+𝐴+𝑘1𝑙𝑄(𝛽−1)𝑙)+2𝑘2𝑄+𝑙𝑄(2𝑐+𝐻𝑙)))

−𝛽

= 0, (5.3) dan harga eceran p* terintegrasi adalah didapatkan dari persamaan

𝑝∗ =𝛽(𝑐+(𝑆+𝐴+𝑘1 𝑙)𝑄 + 𝐻 𝑙

2+𝑘2𝑙)

𝛽−1 .

Bukti. Persamaan (5.1) disubstitusikan ke persamaan (5.2), selanjutnya ruas kanan dipindah ke ruas kiri sehingga diperoleh persamaan (5.3). Dari persamaan (5.3), diperoleh satu akar positif dan satu akar negatif. Matriks Hessian dari 𝐽𝑇𝑃(𝑝, 𝑄) adalah 𝑯 = ( 𝜕2𝐽𝑇𝑃(.) 𝜕𝑝2 𝜕2𝐽𝑇𝑃(.) 𝜕𝑝𝜕𝑄 𝜕2𝐽𝑇𝑃(.) 𝜕𝑄𝜕𝑝 𝜕2𝐽𝑇𝑃(.) 𝜕𝑄2 ).

Menurut Winston [6], berdasarkan matriks Hessian dari 𝐽𝑇𝑃(𝑝, 𝑄) diperoleh principal minor determinant pertama dan kedua sebagai 𝐻11< 0 dan 𝐻22> 0 sehingga matriks Hessian dari 𝐽𝑇𝑃(𝑝, 𝑄) adalah definit negatif. Fungsi 𝐽𝑇𝑃(𝑝, 𝑄) merupakan fungsi konkav. Dengan demikian, 𝑝∗ dan 𝑄∗ digunakan untuk memaksimumkan keuntungan dari fungsi 𝐽𝑇𝑃(𝑝, 𝑄).

5.2.Penyelesaian Optimal untuk Model Terpisah (Kebijakan Stackelberg).

Diasumsikan pemasok bertindak sebagai leader dan pengecer berlaku sebagai follower. Pemasok dapat menetapkan harga grosir dan memberikan informasi kepada pengecer. Pengecer dapat menentukan banyaknya pemesanan dan harga eceran berdasarkan strategi penetapan harga barang oleh pemasok. Penyelesaian optimal 𝑝 dan 𝑄 pada pengecer diperoleh dari turunan parsial pertama 𝑇𝑃𝑟 terhadap

𝑝 dan 𝑄 yang disamadengankan nol sehingga didapatkan

𝑝∗ =𝐴 𝛽+𝑄 𝑤 𝛽

𝑄(𝛽−1) (5.4) dan

𝑄∗ =√2 𝐴 𝛾 𝑝−𝛽

√ℎ .

Proposisi 5.2. Pada kebijakan Stackelberg, banyaknya pemesanan optimal Q*

(6)

commit to user 6 ℎ 𝑄2− 2 𝐴 𝛾 ((𝐴+𝑄 𝑤)𝑝 𝑄(𝛽−1) ) −𝛽 = 0, (5.5) harga grosir optimal 𝑤∗ didapatkan dari persamaan

((𝐴+𝑄 𝑤)𝑝𝑄(𝛽−1) )−𝛽(2 𝑙 (𝐴+𝑄 𝑤)𝛾+(2𝑘2𝑄+𝑙(2𝑆+2𝑘1𝑙+𝑄(2𝑐+𝐻𝑙−2𝑤)))𝛾𝛽)

2 𝑙 (𝐴+𝑄 𝑤) = 0, (5.6)

dan harga eceran optimal 𝑝∗adalah

𝑝∗ = 𝐴 𝛽+𝑄 𝑤 𝛽 𝑄(𝛽−1) .

5.3.Penyelesaian Optimal untuk Model Terpisah (Kebijakan RFM). Pemasok

melakukan negosiasi dengan pengecer dalam menetapkan harga masing-masing. Pemasok dan pengecer menyepakati mark-up sebelum transaksi operasional terjadi. Setelah pemasok menetapkan harga grosir, pengecer tidak punya kuasa dalam menetapkan harga eceran karena pengecer telah menyepakati mark-up, tetapi pengecer dapat menentukan banyaknya pemesanan yang diminta. Nilai mark-up yang diterima oleh pengecer sebesar 𝛼, dengan 𝛼 = 1 −𝑤𝑝 sehingga

𝑤 = (1 − 𝛼)𝑝. (5.7) Persamaan (5.7) disubstitusikan ke persamaan (4.1) dan (4.2) sehingga didapatkan

persamaan sebagai 𝑇𝑃𝑟(𝑝, 𝑄) = (𝛾 𝑝−𝛽) (𝛼𝑝 −𝐴 𝑄) − ℎ 𝑄 2 dan 𝑇𝑃𝑚(𝑝, 𝑄) = (𝛾 𝑝−𝛽) (𝑝 − 𝛼𝑝 − 𝑐 −𝑆 𝑄− 𝐻 𝑙 2 − 𝑘1 𝑙 𝑄 − 𝑘2 𝑙).

Proposisi 5.3. Pada kebijakan RFM, banyaknya pemesanan optimal Q* diperoleh

dari persamaan

ℎ 𝑄2 2 𝐴 − 𝛾 𝑝

−𝛽 = 0, (5.8) harga eceran optimal 𝑝∗ didapatkan dari persamaan

𝑝−1−𝛽𝛾 (2𝑘2𝑄𝛽 + 𝑙2(2𝑘

1+ 𝐻𝑄)𝛽 + 2𝑙((𝑆 + 𝑐𝑄)𝛽 + 𝑝𝑄(𝛽 − 1)(𝛼− 1))) = 0, (5.9) dan harga grosir optimal 𝑤∗ adalah

𝑤∗= (1 − 𝛼)𝑝. 6. PENERAPAN

Penerapan model persediaan menggunakan nilai parameter diperoleh dari Alaei et al. [1] dan Rad et al. [5]. Laju permintaan konsumen ke pengecer dapat dirumuskan sebagai 𝐷(𝑝) = 300000 𝑝−1,25 per tahun. Pengecer memesan barang ke pemasok dengan biaya sebesar $80 per pemesanan kemudian pemasok membeli bahan mentah untuk pengadaan barang dengan biaya sebesar $13 per unit. Sebelum proses produksi, pemasok mengeluarkan biaya sebesar $300 per persiapan. Selama proses produksi berlangsung, pemasok mengeluarkan biaya produksi dan investasi

(7)

commit to user

7

sebesar $1000 dan $0.0002 per siklus produksi. Waktu tunggu selama proses produksi sebesar 0.02 per siklus produksi. Pengecer dan pemasok mengeluarkan biaya penyimpanan sebesar $1.2 dan $1 per unit. Keduanya menyepakati mark-up sebesar 32%. Akan ditentukan penyelesaian optimal dan total keuntungan tahunan dari model persediaan terintegrasi dan terpisah.

Tabel 1. Penyelesaian optimal dan total keuntungan tahunan dari model persediaan pemasok dan pengecer terintegrasi dan terpisah

𝑄∗ 𝑤𝑝𝑇𝑃

𝑟 𝑇𝑃𝑚 JTP(p,Q)

Kebijakan Terintegrasi 1021 - 67.059 - - 83256 Kebijakan Stackelberg 152 77.768 391.479 53865 10792 64657 Kebijakan RFM 351 69.667 102.452 29754 51297 81051

Berdasarkan Tabel 1 (baris 1 kolom 7) nampak bahwa total keuntungan terintegrasi lebih besar dibandingkan dengan total keuntungan pada kebijakan RFM (baris 3 kolom 7) dan kebijakan Stackelberg (baris 2 kolom 7). Ketika digunakan model terpisah, total keuntungan pada kebijakan RFM lebih besar dibandingkan Stackelberg untuk 𝛼 = 32%. The competition penalty (𝜌) adalah perbandingan antara selisih total keuntungan terintegrasi dan total keuntungan pada kebijakan Stackelberg dan kebijakan RFM dengan total keuntungan terintegrasi (persen). Ketika nilai 𝜌 semakin kecil, total keuntungan untuk model terpisah semakin mendekati total keuntungan untuk model terintegrasi. Nilai 𝜌 pada kebijakan Stackelberg adalah 23% dan nilai 𝜌 pada kebijakan RFM adalah 3%. Oleh karena itu, total keuntungan gabungan pada kebijakan RFM dengan 𝛼 = 32% lebih mendekati total keuntungan terintegrasi dibandingkan kebijakan Stackelberg.

Tabel 1 menunjukkan bahwa pengecer cenderung menggunakan kebijakan Stackelberg daripada kebijakan RFM dengan 𝛼 = 32%. Sedangkan pemasok cenderung menggunakan kebijakan RFM ketika keduanya ingin memaksimumkan keuntungan masing-masing. Oleh karena itu, kebijakan RFM untuk 𝛼 = 32% bukan merupakan strategi pareto efficient karena hanya menguntungkan satu pihak. Strategi pareto efficient adalah suatu strategi ketika terdapat peluang perdagangan yang saling menguntungkan.

Berdasarkan Gambar 2 nampak bahwa kebijakan RFM lebih baik digunakan daripada kebijakan Stackelberg ketika 𝛼 ∈ [0.74 , 0.83] untuk pengecer. Pemasok menggunakan kebijakan RFM ketika 𝛼 ≤ 0.80. Dengan demikian, diperoleh irisan antara 𝛼 ∈ [0.74 , 0.83] dan 𝛼 ≤ 0.80 adalah 𝛼 ∈ [0.74 , 0.80] yang merupakan strategi pareto efficient untuk nilai parameter yang diberikan.

7. KESIMPULAN

(1) Model persediaan terintegrasi pemasok-pengecer (𝑝, 𝑄) adalah persamaan (4.3).

(8)

commit to user

8

Gambar 2. Hubungan keuntungan pemasok dan pengecer terhadap variasi 𝛼 dengan kebijakan Stackelberg dan RFM

(2) Penyelesaian optimal berdasarkan model persediaan terintegrasi adalah persamaan (5.1) dan persamaan (5.3), penyelesaian optimal berdasarkan model terpisah adalah persamaan (5.4), persamaan (5.5), dan persamaan (5.6) pada kebijakan Stackelberg dan persamaan (5.7), (5.8), dan (5.9) pada kebijakan RFM.

(3) Berdasarkan penerapan, kebijakan RFM belum baik digunakan dalam sistem persediaan terintegrasi pemasok-pengecer, namun lebih mengarah pada perbaikan sistem. Kebijakan RFM dapat meningkatkan keuntungan masing-masing ketika 𝛼 ∈ [0.74 , 0.80] yang merupakan strategi pareto efficient.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Alaei, S., M. Behravesh, and N. Karegar, Analysis of Production-Inventory Decisions In A Desentralized Supply Chain, International Journal of Production Economics 2 (2014), 198-216.

[2] Bazaraa, M.S. and C.M. Shetty, Nonlinear Programming: Theory and Algorithms. John Willey and Sons, Inc., Singapura, 1990.

[3] Goyal, S.K., An Integrated Inventory Model for a Single Supplier-Single Customer Problem, International Journal of Production Research 15 (1976), no. 1, 107-111.

[4] Mankiw, N.G., Teori Makro Ekonomi, Terjemahan Imam Nurmawan, 4 ed., Penerbit Erlangga, Jakarta, 2003.

[5] Rad, M.A., F. Khoshalhan, and M. Setak, Supply Chain Single Vendor-Single Buyer Inventory Model with Price-Dependent Demand, Journal of Industrial Enginering and Management 7 (2014), no. 4, 733-748.

[6] Winston, W.L., Operation Research Aplication and Algorithms, Duxbury Press, California, 1994.

Gambar

Gambar 1. Tingkat persediaan (a) pengecer dan (b) pemasok
Gambar 2. Hubungan keuntungan pemasok dan pengecer terhadap variasi

Referensi

Dokumen terkait

Selain ancaman dalam bidang militer, sebagai bangsa yang majemuk kita harus mewaspadai adanya ancaman di bidang ekonomi dalam arti negara beserta aparatur negara bersifat dominan

Konsekuensi baik yuridik, non yuridik yang harus dihadapi oleh pemerintah sebagai pelaksana kegiatan pengadaan tanah ketidakmampuan operasional/ implementatif kaidah hukum,

Proses pengolahan produk udang beku ( frozen shrimp ) peeled and deveined (PD) dimulai dari tahapan penerimaan bahan baku ( receiving raw materials ),

Video klip yang merupakan kumpulan potongan-potongan visual yang dirangkai dengan atau tanpa efek-efek tertentu dan disesuaikan berdasarkan ketukan- ketukan pada irama lagu,

Tujuan dari penelitian ini mengetahui adanya pengaruh variasi jenis semangka merah dan kuning terhadap karakteristik total BAL, total gula, dan pH minuman probiotik

Berdasarkan jenis kelamin diperoleh data bahwa dari 31 orang responden ditemukan 22 orang responden perempuan (71,0%) dan 9 orang responden laki-laki (29,0%) (Tabel 1).Dari 31

Serta mempelajari sistem persediaan dan pengawasan persediaan dengan menggunakan metode klasifikasi ABC untuk membedakan jenis-jenis bahan mana yang masuk kedalam kategori

Penulisan laporan ini memfokuskan pada proses produksi lemari es, khususnya lemari es SHARP dua pintu tipe VR-176N dan pengukuran waktu operator dengan metode jam henti, yang