(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2015)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi
Oleh:
Maria Gabriella Indah Nugraheny
NIM : 132114105
PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
HUBUNGAN CEO GENDER DAN
KONSERVATISME AKUNTANSI
(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2015)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi
Oleh:
Maria Gabriella Indah Nugraheny
NIM : 132114105
PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
PERSEMBAHAN
“Karena seindah apapun tidaklah berguna bila tidak mempunyai kuda yang
menariknya. Lama-lama akan terbengkalai dan terpendam salju. Sama halnya
dengan manusia, yang tidak akan bertahan lama bila tidak ada yang mendukung
atau mendampinginya, betapapun hebatnya, mereka pasti akan terlupakan.”
Prisca Primasari
Skripsi ini kupersembahkan untuk Tuhan Yesus
Dua orang hebat, ibu dan bapak yang aku sayangi
Kedua kakak dan adikku
PERSEMBAHAN
“Karena seindah apapun tidaklah berguna bila tidak mempunyai kuda yang
menariknya. Lama-lama akan terbengkalai dan terpendam salju. Sama halnya
dengan manusia, yang tidak akan bertahan lama bila tidak ada yang mendukung
atau mendampinginya, betapapun hebatnya, mereka pasti akan terlupakan.”
Prisca Primasari
Skripsi ini kupersembahkan untuk Tuhan Yesus
Dua orang hebat, ibu dan bapak yang aku sayangi
Kedua kakak dan adikku
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat dan karunia kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
skripsi ini. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi
Universitas Sanata Dharma.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mendapat bantuan, bimbingan dan
arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang
tak terhingga kepada:
1. Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D., selaku Rektor Universitas Sanata
Dharma yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan
mengembangkan kepribadian penulis.
2. A. Yudi Yuniarto, S.E., MBA., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas
Sanata Dharma.
3. Drs. YP. Supardiyono, M.Si., Ak., QIA., CA., selaku Ketua Jurusan
Akuntansi Universitas Sanata Dharma.
4. Dr. FA. Joko Siswanto, MM., Ak., QIA., CA., selaku dosen pembimbing
akademik.
5. Drs. Gabriel Anto Listianto, M.S.A., Ak. selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah membantu serta membimbing penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
6. Dosen penguji.
7. Semua dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma yang telah
membagikan ilmu dan pengalamannya dalam proses perkuliahan.
8. Orang tua yang selalu memberi motivasi, doa dan semangat selama
penyusunan skripsi.
9. Kedua adek dan kakak yang selalu menyemangati dan meminta saya untuk
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi
F. Konservatisme Akuntansi dalam PSAK ... 18
I. Pengukuran Konservatisme Akuntansi ... 23
J. Hubungan CEO Gender dan Konservatisme Akuntansi ... 31
K. Penelitian Terdahulu ... 34
L. Kerangka Konseptual Penelitian ... 37
BAB III METODE PENELITIAN ... 38
3. Menghitung Konservatisme Akuntansi ... 40
4. Mengklasifikasi Data Konservatisme Akuntansi ... 41
5. Melakukan Analisis Hubungan denganTabulasi Silang (Crosstab) ... 41
3. Penghitungan Konservatisme Akuntansi ... 73
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Pedoman Interprestasi Koefisien Korelasi ... 42
Tabel 2. Kriteria Pemilihan Populasi Sasaran ... 43
Tabel 3. Penentuan CEO Gender ... 70
Tabel 4. Penghitungan Konservatisme Akuntansi ... 74
Tabel 5. Frekuensi CEO gender di Perusahaan ... 77
Tabel 6. Statistik Deskriptif Konservatisme Akuntansi ... 78
Tabel 7. Klasifikasi Data Konservatisme Akuntansi ... 79
Tabel 8. Tabulasi silang antara CEO Gender dan Konservatisme Akuntansi ... 80
DAFTAR GAMBAR
Halaman
ABSTRAK
HUBUNGAN CEO GENDER DAN KONSERVATISME AKUNTANSI
(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2015)
Maria Gabriella Indah Nugraheny NIM : 132114105
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
2017
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui menganalisis hubungan CEO gender dan konservatisme akuntansi. Adanya kebebasan dalam pemilihan metode akuntansi yang diterapkan perusahaan dapat memberikan peluang untuk melakukan tindak kecurangan dalam laporan keuangan. Salah satu cara menangani tindak kecurangan dengan diterapkan metode akuntansi konservartisme akuntansi.
Jenis penelitian ini adalah studi empiris. Data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dengan menggunakan Teknik dokumentasi. Jumlah populasi sasaran sebanyak 90 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2011-2015. Teknik analisa data yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat lemah dan negatif antar CEO gender dan konservatisme akuntansi.
ABSTRACT
THE RELATIONSHIPS BETWEEN CEO GENDER AND ACCOUNTING
CONSERVATISM
(Empirical Study on Manufacturing Companies Listed in Indonesia Stock Exchange in 2011-2015)
Maria Gabriella Indah Nugraheny NIM : 132114105
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
2017
This research objective is to analyze the relationship between the CEO gender and accounting conservatism. The existence of freedom in the selection of accounting methods applied by the company can provide opportunities to commit fraud in the financial statements. One way to handle fraud with applied accounting method of accounting conservatism.
The type of research is empirical study. The used secondary data is obtained by using a documentation technique. The target population is 90 manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange in the year of 2011-2015. Technique data analysis uses descriptive statistical analysis.
The result showed that there was a very weak and negative association between CEO gender and accounting conservatism.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
CEO tentu mempunyai gambaran, visi, misi, dan strategi yang dapat
dimanfaatkan untuk kemajuan perusahaan. Kehadiran tim manajer yang kokoh
selalu menjadi alasan yang penting bagi perusahaan untuk memenangkan
persaingan di dunia bisnis yang sulit diprediksi perubahannya (Lindrianasari
dan Jogiyanto, 2011). Pernyataan ini mengatakan makna bahwa Chief
Executive Officer (CEO) sebagai penentu tim yang akan selalu berupaya untuk
meningkatkan perusahaan. CEO pada masa sekarang tidak selalu diduduki oleh
laki-laki, tetapi perempuan juga dapat menduduki jabatan sebagai CEO.
Jabatan seorang CEO laki-laki dan perempuan tentu saja akan berbeda.
Hal ini dikarenakan adanya gender. CEO gender dapat menyebabkan
perbedaan pengambilan keputusan yang diambil antara CEO laki-laki dan
perempuan. Pengambilan keputusan antara CEO laki-laki dan perempuan
mengalami perbedaan karena CEO laki-laki memiliki sifat maskulin,
sedangkan CEO perempuan lebih cenderung memiliki sifat feminim. Selain itu,
saat pengambilan keputusan CEO akan memiliki kendali penuh atas laporan
keuangan dan untuk meminimalisir terjadinya ketidakseimbangan informasi
dengan cara melihatnya dari prinsip konservatisme yang dipergunakan dalam
Salah satu cara untuk mengatasi ketidakseimbangan informasi atau cara
untuk mengatasi kecurangan dengan cara menerapkan prinsip konservatisme.
Menurut Basu (1997), konservatisme merupakan sebuah tendensi yang dimiliki
akuntan dengan mensyaratkan tingkat verifikasi yang lebih tinggi dalam
mengakui laba daripada mengakui kerugian. Akibatnya, laba yang ada dalam
laporan keuangan cenderung understated atau terlalu rendah dalam periode
sekarang dan overstated terhadap laba pada periode-periode berikutnya.
Beberapa dekade ini penerapan konservatisme akuntansi memiliki pengaruh
penting dalam teori dan praktik akuntansi.
Penerapan konservatisme akuntansi lebih ditekankan kepada
perusahaan untuk menetralisir perusahaan yang optimis melaporkan keuangan
perusahaannya agar menarik calon investor baru untuk menanamkan modalnya
di perusahaan tersebut. Konservatisme akuntansi juga digunakan sebagai
kebijakan yang digunakan perusahaan dalam proses menyempurnakan laporan
keuangan. Ghozali dan Chariri (2007) menyatakan konservatisme akuntansi
berarti harus segera mengakui kerugian, biaya atau hutang yang mungkin akan
terjadi dan tidak boleh mengakui laba, pendapatan atau aktiva sebelum
benar-benar terjadi. Atas pernyataan tersebut, maka dapat dijelaskan akibat yang
terjadi atas penggunaan prinsip konservatisme akuntansi yaitu laporan
keuangan akan menghasilkan laba yang rendah, karena memperlambat
pengakuan pendapatan dan mempercepat pengakuan biaya.
Konservatisme sampai sekarang masih menjadi prinsip yang
Financial Reporting Standard (IFRS) konservatisme sudah tidak
diperbolehkan lagi untuk digunakan karena tidak sesuai dengan karakteristik
laporan keuangan yakni harus tidak bias (Hellman, 2007). Sebagai gantinya,
munculah prudence dalam IFRS. Dalam konteks konservatisme, laba dan
pendapatan akan diakui jika benar-benar telah terealisasi, tetapi jika rugi akan
segera diakui. Brilianti (2013) dalam konsep prudence terjadi ketika laba dan
pendapatan atau menurunnya kewajiban dan beban, walaupun belum terealisasi
akan tetap diakui jika kriteria dalam pengakuan sudah terpenuhi.
Beberapa peneliti terdahulu sudah menguji CEO dengan akuntansi
konservatisme. Harris et al (2015) menemukan bahwa Non-CEO family
ownership berpengaruh positif dan signifikan terhadap konservatisme
akuntansi. Ho et al (2014) menunjukkan di perusahaan adanya hubungan
positif antara CEO perempuan dan konservatisme akuntansi. Palvia et al (2014)
menemukan adanya hubungan positif antara gender dan konservatisme
akuntansi. Boussaid et al (2015) menemukan hubungan positif antara
keanekaragaman gender dan kondisional konservatisme akuntansi.
Huang dan Kisgen (2013) menemukan perempuan di tingkat eksekutif
berpengaruh positif terhadap konservatisme akuntansi. Francis (2009)
menemukan bahwa sensitivitas perempuan di tingkat eksekutif memiliki
hubungan positif dengan konservatisme akuntansi. Krishnan dan Parsons
(2008) mengamati hubungan yang positif antara eksekutif perempuan dengan
Banyak penelitian yang sudah meneliti hubungan CEO perempuan atau
eksekutif perempuan terhadap konservatisme. Namun penelitian terhadulu
hanya mengamati CEO perempuan dan belum mengamati CEO laki-laki
terhadap konservatisme akuntansi. Oleh karena itu peneliti bermaksud untuk
mengamati CEO gender , peneliti tidak hanya mengamati CEO perempuan
tetapi juga mengamati CEO laki-laki didalam perusahaan dengan judul
“Hubungan CEO Gender dan Konservatisme Akuntansi”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah: Bagaimana hubungan CEO Gender dan Konservatisme
Akuntansi?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan CEO Gender dan
Konservatisme Akuntansi.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Perusahaan
Penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk pengambilan
kebijakan oleh perusahaan sehubungan dengan penggunaan konservatisme
2. Bagi Investor
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pengambilan
keputusan investasi pada perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar
di Indonesia dengan melihat tingkat konservatisme yang diterapkan
perusahaan.
3. Bagi Kreditur
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pengambilan
keputusan kreditur pada perusahaan-perusahaan manufaktur yang terdaftar
di Indonesia dengan melihat tingkat konservatisme yang diterapkan
perusahaan.
4. Bagi Penulis
Penelitian ini merupakan kesempatan bagi penulis untuk menambah
pengetahuan mengenai hubungan CEO gender dan praktek konservatisme
akuntansi di perusahaan.
5. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi
pada penelitian selanjutnya berkaitan dengan hubungan CEO gender dan
konservatisme akuntansi di perusahaan.
E. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini menjelaskan mengenai teori-teori pendukung dan hasil
penelitian terdahulu sebagai acuan dari penelitian ini.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini menguraikan jenis penelitian, objek penelitian, populasi
sasaran, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, dan teknik
analisis data.
BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
Bab ini memberikan gambaran mengenai data yang digunakan
dalam penelitian, cara peneliti menentukan populasi sasaran, serta
profil seluruh perusahaan yang digunakan sebagai populasi sasaran.
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini membahas mengenai pengujian yang dilakukan, analisis
terhadap data, dan temuan empiris yang diperoleh.
BAB VI PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan hasil uji dan analisis data yang dilakukan
pada BAB V, dan keterbatasan pada saat proses penelitian. Dari
kesimpulan dan keterbatasan penelitian, penulis memberikan
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Chief Executive Officer (CEO)
1. Definisi CEO
Suatu perusahaan tidak dapat berjalan tanpa adanyan jajaran
eksekutif. Eksekutif adalah orang-orang yang menduduki jajaran direksi
dan mengatur arah serta jalannya perusahaan. Pada jajaran direksi tetap
dibutuhkan seorang leader. Leader ini dapat disebut juga sebagai direktur
utama atau biasa disebut CEO.
CEO merupakan singkatan dari Chief Executive Officer. Chief
berarti kepala atau yang memimpin. CEO merupakan eksekutif yang
berada di puncak suatu perusahaan dan memiliki tanggung jawab untuk
kelangsungan dan keberhasilan perusahaan. CEO berarti seseorang yang
dipercaya untuk memimpin jajaran direksi suatu perusahaan, yang didalam
beberapa organisasi dapat memutuskan keseluruhan startegi yang akan
diambil organisasi untuk mencapai tujuan (Anthony et al, 2005).
CEO (Chief Executive Officer) merupakan jabatan tertinggi di
dalam manajemen puncak perusahaan. Menurut D’Ewart (2015), CEO
merupakan pihak yang diberikan kewenangan luas dalam perusahaan dan
dibebankan secara menyeluruh kepemimpinan, strategi, dana arah
perusahaan. CEO diangkat oleh dewan komisaris, dan umumnya
dari lima tahun atau sepuluh tahun tergantung kebijakan yang ditetapkan
perusahaan.
CEO di Indonesia lebih dikenal dengan istilah direktur atau dewan
direksi. Direktur merupakan penyebutan secara umum terhadap pemimpin
suatu perusahaan dalam Perseroan Terbatas (PT). Peraturan di Indonesia
terhadap direktur (CEO) terdapat dalam UU No. 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas. UU No. 40 Tahun 2007 Bab VII mengatur fungsi,
wewenang, dan tanggung jawab direksi. Seorang direktur atau dewan
direksi jumlah dalam suatu perusahaan (minimal satu), yang dapat
dicalonkan sebagai direktur, dan cara pemilihan direktur ditetapkan dalam
anggaran dasar perusahaan.
2. Ciri-Ciri CEO
Para pemimpin (CEO) itu memahami perlunya menciptakan
perusahaan yang cukup kuat dan tangguh untuk menghadapi badai atau
masa sulit. CEO juga melakukan tolak ukur penting untuk mengevaluasi
kinerja perusahaan yang diperdagangkan secara umum dan tentu CEO
yang memimpin akan melihat dalam jangka panjang (Krames, 2003).
Gelar CEO secara tidak langsung hal tersebut memberikan arti bahwa
CEO telah berhasil mendirikan bisnis atas usaha sendiri. Namun tentu
keberhasilan mendirikan saja tidak cukup, ada beberapa ciri CEO menurut
(Krames, 2003).
a. CEO terbaik mulai dengan memahami pasar dan menanamkan sudut
yang paling efektif selalu mulai dengan mempelajari pasar, kemudian
kembali bekerja untuk menciptakan sebuah organisasi yang terpusat
kepada pemuasan kebutuhan pelanggan.
b. CEO hebat akan memiliki gen kepemimpinan evangelis (pendakwah).
Ciri khas ini berbeda dengan karisma. Kepemimpinan evangelis
bercirikan semangat yang berapi-api atau semangat juang yang sangat
antusias. CEO yang memiliki evangelis dapat menunjukkan semangat
yang tinggi untuk suatu pekerjaan, perusahaan mereka dan tujuan
mereka. CEO memiliki semangat membara yang membantu
membangkitkan semangat orang lain. CEO juga meyakini gagasan,
produk, atau proses tertentu, dan mampu memanfaatkan jabatan
strategis CEO untuk secara efektif menyebarluaskan evangelis.
c. CEO yang paling efektif memahami peran kritis budaya perusahaan,
dan sulitnya membuat perubahan budaya yang bermakna. Perubahan
budaya yang autentik membutuhkan waku bertahun-tahun, bukan
bulanan. CEO harus tahu bahwa budaya perusahaan akan menjadi
kunci untuk meningkatkan kinerja dan mencapai tujuan utama
perusahaan.
d. CEO menciptakan atau menyesuaikan produk, proses, atau jalan
keluar untuk generasi selanjutnya. Ciri khas ini banyak berkaitan
dengan visi dan kemampuan untuk mengantisipasi kebutuhan yang
akan muncul dan yang akan datang, serta untuk menciptakan produk,
kebutuhan-kebutuhan. Dalam beberapa hal, perusahaan besar dibentuk karena
CEO melihat ada sebuah tren penting dan CEO di dalam perusahaan
tidak mau perusahaan lain mengalahkan dalam hal visi. CEO melihat
sesuatu yang mengindikasikan masa depan sebuah industri, dan CEO
tidak ingin hal itu terjadi tanpa dirinya.
e. CEO menerapkan gagasan terbaik tanpa melihat asal-usulnya. Inilah
ciri pemimpin hebat dan juga ciri kunci sebuah budaya belajar. Dalam
sebuah organisasi belajar, CEO mendorong karyawan untuk
mendapatkan gagasan terbaik dari berbagai macam sumber. Ciri CEO
ini sama sekali tidak mempermasalahkan asal gagasan. CEO lebih
pedulikan adalah cepat dan efektif suatu gagasan diterima.
3. Tugas dan Tanggung Jawab CEO
Tugas dari seorang CEO adalah memimpin perusahaan dengan
menentukan kebijakan-kebijakan perusahaan, memilih, menetapkan,
mengawasi tugas dari karyawan dan kepala bagian, menyetujui anggaran
tahunan perusahaan, dan menyampaikan laporan kepada pemegang saham
atas kinerja perusahaan (Adiasih, 2011). CEO bertanggungjawab untuk
menentukan tujuan organisasi, menetapkan strategi untuk mencapai tujuan
perusahaan, mengawasi dan menginterpretasikan lingkungan eksternal,
serta mengambil keputusan yang mempengaruhi seluruh organisasi. Di
antara tanggung jawab tersebut yang paling penting untuk CEO adalah
perusahaan, dan menjaga semangat kewirausahaan yang dapat membantu
perusahaan menyeimbangi perubahan yang cepat (Daft, 2006).
CEO memiliki tugas dan tanggung jawab penuh terhadap
perusahaan, kekuasaan tertinggi tetap berada ditangan RUPS (Rapat
Umum Pemegang Saham). Segala bentuk yang berkaitan dengan
perubahan anggaran dasar perusahaan, termasuk perubahan dalam
kepengurusan perusahaan harus diputuskan melalui RUPS. RUPS
mempuyai tugas dan wewenang yang tidak diberikan kepada direksi
maupun dewan komisaris (UU No 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas).
B. Gender
Setiawan (1999) menjelaskan dalam perkembangan, gender digunakan
sebagai tujuan analisis untuk memahami realitas sosial berkaitan dengan
perempuan dan laki-laki. Feminisme dan maskulin merupakan kesan yang
muncul ketika membicarakan gender. Padahal keduanya hanya merupakan
bagian dari gender itu sendiri. Kata gender berasal dari Inggris, gender berarti
jenis kelamin. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata gender
berarti gamelan Jawa yang dibuat dari bilah-bilah logam berjumlah empat belas
buah dengan penggema dari bamboo. Arti gender dalam KBBI memiliki makna
yang berbeda, maka penelitian ini menggunakan kata gender dari istilah
Bahasa Inggris. Gender dapat diartikan sebagai perbedaan laki-laki dan
gender, Oakley et al (2005) mendefinisikan bahwa gender adalah perbedaan
perilaku antara perempuan dan laki-laki yang secara sosial diciptakan oleh
mereka sendiri, oleh karena itu gender merupakan persoalan budaya.
C. Perbedaan Gender
Perbedaaan jenis kelamin mengacu pada perbedaan fisik, terutama pada
perbedaan fungsi reproduksi, sementara gender merupakan konstruksi
sosio-kultural. Istilah gender adalah suatu konsep sosial bukan biologis, karena
secara biologis perbedaan jenis kelamin merupakan hal yang bersifat kodrat,
sedangkan konsep gender merupakan perbedaan sejumlah karakter perilaku
yang melekat pada pria dan wanita yang dikonstruksikan secara teologis,
sosial, budaya, politik maupun ekonomi yang berlangsung secara relatif
(Santosa, 2001).
Menurut Costa et al (2001) sejumlah model psikologi teoritis telah
dikembangkan untuk menjelaskan perbedaan-perbedaan ini. Model biologis
berkaitan perbedaan kepribadian, karakteristik, temperamental bawaan,
hormon androgenik, tingkat yang lebih tinggi dari depresi dan kecemasan yang
lebih tinggi sering dialami perempuan. Model sosial budaya menganggap
perbedaan gender dalam kepribadian disebabkan oleh faktor-faktor sosial dan
budaya seperti peran sosial dan stereotip gender (misalnya ketegasan pada
laki-laki dan fearfulness pada perempuan). Model biososial mengakui bahwa
perbedaan gender memiliki kedua penyebab biologis dan sosial budaya (Costa
Secara keseluruhan, model teoritis memprediksi perbedaan gender
dalam kepribadian. Menurut Costa et al (2001) literatur psikolog menemukan
perempuan menjadi kurang tegas dan kurang agresif. Menurut Maccoby et al
(1974) dalam Hall (1990) menggambarkan perempuan lebih cemas daripada
laki-laki. Gangguan kecemasan umum dan depresi didiagnosis secara
substansial lebih sering dialami oleh perempuan daripada laki-laki (Amerika
Psychiatric11 Asosiasi, 1994). Selain itu, perempuan cenderung untuk terlibat
dalam perilaku berisiko, seperti perjudian (Levin et al, 1988).
D. CEO Gender
Efek gender terhadap perilaku manusia telah lama menjadi topik
kontroversial di bidang akademis. Dalam beberapa tahun terakhir, isu gender
telah menarik perhatian di bidang bisnis dan keuangan. Gerakan hukum untuk
keragaman gender di dewan direksi ini tampaknya berasal dari anggapan
bahwa direksi wanita tidak berperasaan cenderung mengambil risiko tinggi dan
cenderung bersikap etis daripada direktur laki-laki, menunjukkan bahwa
mempekerjakan anggota eksekutif perempuan dapat meningkatkan
transparansi perusahaan (Betz et al 1989 dalam Niessen dan Ruenzi 2006).
Secara khusus, gender seorang CEO dapat mempengaruhi laba
perusahaan saat CEO perusahaan memiliki dorongan kuat untuk meningkatkan
atau menurunkan penghasilan laba. CEO memiliki kekuatan untuk membuat
keputusan untuk perusahaan. Jenis kelamin CEO dapat mempengaruhi laba
dengan memberikan bukti empiris bahwa perusahaan yang dicurigai cenderung
memanipulasi laba jika mereka dioperasikan oleh CEO laki-laki. Perusahaan
dengan CEO perempuan tidak teribat dalam laba. Hasil ini dapat menjelaskan
gagasan bahwa CEO perempuan cenderung lebih konservatif dan kurang
cenderung mengambil risiko dalam keputusan.
Huang dan Kisgen (2013) mengamati bahwa eksekutif perempuan
kurang overconfident dalam membuat akuisisi dan keputusan penerbitan utang
dari rekan-rekan laki-laki mereka. Selain itu, bisnis dan ekonomi memberikan
bukti penghindaran risiko di kalangan perempuan. Perusahaan berisiko tinggi
lebih mungkin terjadi jika menunjuk CEO perempuan untuk memodulasi risiko
(Martin et al, 2009). Dalam suatu pengamatan, jika terjadi pengurangan yang
signifikan, risiko tersebut lebih besar terhadap perempuan dibandingkan CEO
laki-laki, hal ini mencerminkan persepsi pasar dari CEO perempuan yang
memiliki risiko relatif lebih tinggi (Martin et al, 2009).
CEO perempuan ditemukan untuk menghindari pembiayaan berisiko
dan investasi peluang. Perusahaan dengan CEO perempuan memiliki leverage
yang lebih rendah, pendapatan kurang stabil, dan kesempatan yang lebih
rendah untuk bertahan hidup daripada perusahaan dengan CEO laki-laki
(Faccio et al, 2012).
CEO laki-laki memiliki karakter maskulin yang akan mendominasi
dalam setiap pengambilan keputusan. Chafetz (1999) menjelaskan tujuh
karakter maskulin diantaranya memiliki fisik yang jantan, atletis, kuat, berani;
interpersonal dan berorientasi untuk menjadi sukses. Adapun, CEO perempuan
memiliki karakter feminis. Tetapi kemudian makna feminis mengalami distorsi
sesuai perkembangan zaman, yaitu bukan zaman yang hanya membela
perempuan tertindas, melainkan siapa saja yang mengalami ketidakadilan baik
laki-laki maupun perempuan.
Jackson et al (2009) salah seorang penulis teori-teori feminisme
kontemporer menyoroti pola produksi masyarakat modern sebagai buah dari
relasi kapitalisme dan patriarkhisme. Dominasi laki-laki dalam ekonomi
menyebabkan sub-ordinasi terhadap perempuan diantaranya:
1. Posisi perempuan dalam pasar tenaga kerja berbeda dari laki-laki,
perempuan cenderung dibayar lebih rendah, karena terpusat pada pekerjaan
yang lebih terbatas, cenderung dipekerjakan tidak terus-menerus
dibandingkan laki-laki dan lebih sering dipekerjakan paruh waktu sehingga
berimplikasi pada nilai guna dari penghasilan wanita terhadap laki-laki.
2. Perempuan menghadapi rintangan yaitu kerja yang tidak dibayar,
perempuan umumnya terlibat dalam pekerjaan domestik di rumah (Jackson
et al, 2009).
CEO gender pada penelitian ini dihitung menggunakan variabel
dummy. Variabel dummy adalah variabel yang digunakan untuk
mengkuantitatifkan variabel yang bersifat kulitatif (Sekaran, 2006). Variabel
dummy hanya memiliki 2 nilai yaitu 1 dan 0.
1 = jika perempuan sebagai CEO pada perusahaan
E. Konservatisme Akuntansi
Konservatisme merupakan prinsip akuntansi yang dihormati dengan
memaksakan standar verifikasi ketat untuk mengakui kabar baik sebagai
keuntungan dari berita buruk sebagai kerugian (Basu, 1997). Penerapan prinsip
ini mengakibatkan pilihan metode akuntansi dengan metode yang melaporkan
laba atau aktiva yang lebih rendah serta melaporkan hutang lebih tinggi.
Haniati dan Fitriany (2010) menyatakan bahwa pemberi pinjaman akan
menerima perlindungan atas risiko menurun (downside risk) dari neraca yang
menyajikan aset bersih dan laporan keuangan yang melaporkan berita buruk
secara tepat waktu. Menurut The Financial Accounting Standards Board
(FASB, 1983) Concepts Statement No. 2 mendefinisikan konservatisme
akuntansi yaitu sikap yang dimiliki oleh akuntan untuk bersikap hati-hati
(prudence) terhadap ketidakpastian dalam pengakuan suatu kejadian ekonomi.
Suwardjono (2005) menyatakan bahwa konservatisme akuntansi
merupakan tindakan kehati-hatian dengan mengakui biaya atau rugi yang
kemungkinan akan terjadi, tetapi tidak segera mengakui pendapatan atau laba
yang akan datang walaupun kemungkinan terjadinya besar. Reaksi
kehati-hatian terhadap ketidakpastian ini mencoba menyakinkan bahwa
ketidakpastian dan risiko yang melekat dalam kondisi bisnis cukup layak untuk
dipertimbangkan dan pelaporan yang didasari kehati-hatian akan memberi
manfaat yang terbaik untuk semua pemakai laporan keuangan karena aktivitas
Secara umum konservatisme akuntansi merupakan konsep akuntansi
yang kontroversial, pada kenyataannya terdapat pro dan kontra seputar
penerapan prinsip konservatisme. Pengguna laporan keuangan untuk
mengevaluasi risiko perusahaan. Beberapa pihak yang mendukung
konservatisme adalah Ahmed et al (2000) yang mengatakan konservatisme dari
akuntan penting untuk mengatasi konflik dari manajer dan pemilik akibat
kebijakan akuntansi yang diterapkan oleh perusahaan. Selain itu konservatisme
akuntansi menghasilkan laba yang lebih berkualitas karena prinsip ini
mencegah perusahaan melakukan tindakan membesar-besarkan laba dan
membantu pengguna laporan keuangan dengan menyajikan laba dan aktiva
yang tidak overstate (Fala, 2007).
Menurut Kam (1995) dan Qiang (2003) dalam Juanda (2007) penolakan
terhadap konservatisme disebabkan oleh beberapa aspek yaitu:
1. Ketidakkonsistenan. Ketika laba yang dilaporkan terlalu rendah pada
periode sekarang maka pada periode berikutnya laba akan dilaporkan terlalu
tingi.
2. Ketidakteraturan. Kebijakan perusahaan akan mempengaruhi tingkat
konservatisme dalam laporan keuangan.
3. Penyembunyian. Investor mengalami kesulitan menentukan dan
menemukan jumlah asset yang dilaporkan terlalu rendah.
4. Kontradiktif. Konservatisme akuntansi bertentangan dengan prinsip
akuntansi lainnya antara prinsip kos, prinsip penandingan, prinsip
5. Konservatisme akuntansi tidak sesuai dengan karakteristik kualitatif
laporan keuangan antara lain, relevan, reliabilitas, dan komparabilitas.
Chairi dan Imam (2007) menyatakan bahwa apabila perusahaan
memilih suatu diantara dua teknik akuntansi yang ada, maka harus dipilih
alternatif yang kurang menguntungkan bagi ekuitas pemegang saham. Teknik
yang dipilih adalah teknik yang menghasilkan nilai aset dan pendapatan yang
rendah atau yang menghasikan nilai utang dan biaya yang tinggi.
Konsekuensinya, apabila terdapat kondisi yang kemungkinan menimbulkan
kerugian, biaya atau utang, maka kerugian, biaya dan utang harus segera diakui.
Sebaliknya, apabila terdapat kondisi yang memungkinkan laba, pendapatan atau
aset, maka laba, pendapatan atau aset tidak dapat langsung diakui sampai
kondisi tersebut benar-benar telah terjadi.
Konservatisme merupakan pandangan yang pesimistik dalam
akuntansi. Akuntan yang konservatis berarti bahwa akuntan bersikap pesimis
dalam menghadapi ketidakpastian laba atau rugi dengan menggunakan prinsip
memperlambat pengakuan pendapatan, mempercepat pengakuan biaya,
merendahkan penilaian aset dan meninggikan penilaian utang (Lo, 2005).
F. Konservatisme Akuntansi dalam PSAK
PSAK sebagai standar pencatatan akuntansi di Indonesia menjadi
pemicu timbulnya penerapan prinsip konservatisme. Pengakuan prinsip
konservatisme di dalam PSAK tercermin dengan terdapatnya berbagai pilihan
tersebut akan mengakibatkan angka-angka yang berbeda dalam laporan
keuangan yang pada akhirnya akan menyebabkan laba yang cenderung
konservatisf. Beberapa pilihan metode pencatatan di dalam PSAK yang dapat
menimbulkan laporan keuangan konservatif diantaranya (Enni, 2016) adalah:
1. PSAK No. 14 tentang persediaan yang menyatakan bahwa perusahaan
dapat mencatat biaya persediaan dengan menggunakan salah satu metode
yaitu FIFO (first in first out) atau masuk pertama keluar pertama dan
metode rata-rata tertimbang.
2. PSAK No.16 tentang aktivat tetap dan aktiva lain-lain yang mengatur
estimasi masa manfaat suatu aktiva tetap. Estimasi masa manfaat suatu
aktiva didasarkan pada pertimbangan manajemen yang berasal dari
pengalaman perusahaan saat menggunakan aktiva yang serupa. Estimasi
masa manfaat haruslah diteliti kembali secara periodik dan jika
manajemen menemukan bahwa masa manfaat suatu aktiva berbeda dari
estimasi sebelumnya maka harus dilakukan penyesuaian atas beban
penyusutan saat ini dan di masa yang akan dating. Standar ini
memungkinkan perusahaan untuk mengubah masa manfaat aktiva yang
digunakan dan dapat mendorong timbulnya laba yang konservatif.
3. PSAK No.19 tentang asset tidak berwujud yang berkaitan dengan metode
amortisasi. Dijelaskan bahwa terdapat beberapa metode amortisasi untuk
mengalokasikan jumlah penyusutan suatu asset atas dasar sistematis
4. PSAK No. 20 tentang biaya riset dan pengembangan yang menyebutkan
bahwa alokasi biaya riset dan pengembangan ditentukan dengan melihat
hubungan antara biaya dan manfaat ekonomis yang diharapkan perusahaan
akan diperoleh dari kegiatan riset dan pengembangan. Apabila besar
kemungkinan biaya tersebut dapat diukur secara handal, maka biaya-biaya
tersebut memenuhi syarat untuk diakui sebagai aktiva.
G. Konservatisme Akuntansi dalam IFRS
Konservatisme akuntansi tidak menjadi prinsip yang diatur dalam
standar auntansi Internasional (IFRS). Hellman (2007) menyatakan bahwa
jika dibandingkan dengan akuntansi konvensional, IFRS berfokus pada
pencatatan yang relevan sehingga menyebabkan ketergantungan yang
semakin tinggi sehingga terhadap estimasi dan berbagai judgement. Dalam
hal ini, kebijakn yang ditetapkan IASB dapat menyebabkan semakin
berkurangnya penekanan atas penerapan konservtisme akuntansi secara
konsisten dalam pelaporan keuangan berdasarkan IFRS.
Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia sudah mengadopsi IFRS
dan sudah dilakukan konvergensi sejak tahun 2012. Konsep konservatisme
akuntansi sudah bukan lagi merupakan karakteristik kualitatif dalam
kerangka konseptual yang baru. Konservatisme dianggap tidak sesuai dengan
kerangka teori IFRS karena laporan keuangan berdasarkan IFRS harus
bersifat dapat dimengerti, relevan dapat diandalkan dan sebanding tetapi
konsep prudence. Prudence merupakan inklusi dari tingkat kehati-hatian
yang dibutuhkan dalam membuat estimasi yang diperlukan saat kondisi yang
tidak pasti, seperti asset tidak overstated dan liabilitas atau biaya tidak
understated (IAS dalam Godfrey et al, 2010). Dalam konsep konservatisme,
laba dan pendapatan akan diakui jika benar-benar telah teralisasi, tetai jika
rugi akan segera diakui. Tetapi, dalam konsep prudence ketika terjadi laba
dan pendapatan atau menurunnya kewajiban dan beban, walaupun belum
terealisasi akan diakui jika memang kriteria dalam pengakuan tersebut sudah
terpenuhi.
H. Manfaat Akuntansi di Perusahaan
Prinsip konservatisme dalam laporan keuangan perusahaan
merupakan prinsip yang masih kontrovesial sampai saat ini. Ada beberapa
pihak yang mendukung diperlukannya prinsip konservatisme dalam
akuntansi karena bermanfaat, tetapi ada beberapa pihak juga yang tidak
mendukung adanya prinsip konservatisme karena tidak bermanfaat. Berikut
ini akan dijelaskan akuntansi konservatisme yang bermanfaat dan tidak
bermanfaat:
1. Konservatisme Akuntansi Bermanfaat
Salah satu diperlukannya prinsip konservatisme dalam laporan
keuangan perusahaan adalah menetralisir optimisme para manajer
dalam melaporkan hasil usahanya. Artinya laporan keuangan yang
konservatisme ini dapat menghindari sikap optimisme para
manajer dalam kontrak-kontrak yang menggunakan laporan keuangan
sebagai medianya. Dengan begitu prinsip konservatisme dapat
menghindari sifat moral hazard dan praktik manajemen laba oleh
manajer dalam perusahaan.
Watts (2003) menyatakan selain untuk membatasi perilaku
optimisme manajer, prinsip ini dapat memberikan manfaat bagi
perusahaan untuk meningkatkan nilai perusahaan karena akan
membatasi opportunistic payment kepada manajer dalam bentuk bonus
dan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen. Selain itu manfaat
lainnya adalah mengurangi potensi tuntutan hukum (litigation) akibat
pencatatan laba yang overstatement, dan terakhir menaati peraturan
yang dibuat oleh standar akuntansi dalam metode yang dipilih dalam
penyusunan laporan keuangan.
Prinsip ini sangat menolong para kreditur, pemegang saham
serta calon investor karena hasil laba yang dilaporkan perusahaan
merupakan nilai laba minimal. Menurut Almilia (2004) nilai laba dalam
laporan keuangan yang disusun menggunakan prinsip konservatisme
merupakan laba yang berkualitas karena menunjukan laba minimal atau
laba yang nilainya tidak dibesar besarkan.
2. Konservatisme Akuntansi Tidak Bermanfaat
Salah satu kritik yang sering muncul dalam penggunaan
laporan keuangan. Kiryanto dan Supriyanto (2006) menyatakan bahwa
jika laporan keuangan dibuat atas dasar metode konservatif hasilnya
cenderung bias dan tidak mencerminkan keadaan keuangan perusahaan
sebenarnya. Ini dikarenakan prinsip konservatisme yang lebih cepat
mengakui kewajiban dan biaya serta lebih lambat mengakui aktiva dan
pendapatan.
Menurut Klein dan Marquardt (2000), terdapat dua aspek yang
dapat menjadikan konservatisme akuntansi mengurangi kualitas dari
laporan keuangan, khususnya dalam hal relevansi. Pertama,
konservatisme melaporkan nilai laba dan aset terlalu rendah. Akibatnya
akan mempengaruhi kualitas relevansi laporan keuangan khususnya
netralitas dan adanya konservatisme akuntansi juga mendorong sikap
pesimistik yang akan menjadi masalah ketika melakukan analisis
ekuitas. Kedua, konservatisme menerapkan penundaan pengakuan
berita baik dan dengan segera mengakui berita buruk. Hal tersebut dapat
mengakibatkan understatement atas laba yang dilaporkan pada periode
saat ini, lalu overstatement terhadap laba yang dilaporkan pada periode
yang akan datang.
I. Pengukuran Konservatisme Akuntansi
Watts (2003) membagi konservatisme menjadi 3 pengukuran, yaitu
earning/stock return relation measure, net asset measure, earning/accrual
konservatisme. Ukuran konservatisme menurut Watts (2003), terdapat tiga
bentuk ukuran untuk menyatakan konservatisme, yaitu:
1. Earnings/stock return relation measures
Sari et al (2009) menyatakan bahwa keberadaan stock market
price dapat merefleksikan perubahan nilai aset pada saat terjadinya
perubahan atas rugi ataupun laba dalam nilai aset, stock return tetap
dilaporkan sesuai dengan waktunya. Menurut Basu (1997)
konservatisme menyebabkan kejadian-kejadian kabar buruk atau kabar
baik terefleksi dalam laba yang tidak sama (asimetri waktu pengakuan).
Sari et al (2009) memberikan alasan karena kejadian yang diperkirakan
akan menyebabkan kerugian bagi perusahaan harus segera diakui
sehingga mengakibatkan kabar buruk lebih cepat terefleksi dalam laba
dibandingkan kabar baik. Basu (1997) memprediksi bahwa
pengembalian saham dan earning cenderung merefleksikan kerugian
dalam periode yang sama, akan tetapi pengembalian saham
merefleksikan keuntungan lebih cepat daripada earnings. Basu (1997)
meregresi laba tahunan pada return saham tahunan yang sama:
NI = β0 + β1NEG + β2RET + β3RET*NEG + ε
Penjelasan:
NI : laba bersih sebelum extraordinary item dibagi dengan nilai pasar ekuitas pada awal tahun.
RET : return saham.
ß2 : mengukur ketepatan waktu dari laba dengan respon terhadap return positif (goodnews).
ß3 : mengukur ketepatan waktu dari laba incremental dengan respon terhadap return negatif (badnews).
Atau dalam modelnya Basu (1997) menggunakan model
piecewise linear regression sebagai berikut:
ΔNI = α0 + α1ΔNIt-1 + α2DΔNIt-1 + α3DΔNIt-1×ΔNIt-1 + εt
Penjelasan:
ΔNIt: net income sebelum adanya extraordinary items dari tahun t 1 hingga t, yang diukur dengan menggunakan total assets awal nilai buku.
DΔNIt-1: dummy variable, bernilai 1 jika perubahan ΔNIt-1 bernilai negatif.
NI adalah laba per lembar saham sebelum adanya extraordinary
items. RET adalah tingkat pengembalian saham, sedangkan NEG adalah
variabel dummy dimana angka 1 untuk tingkat pengembalian negatif dan
0 untuk tingkat pengembalian positif. Menurut Basu (1997) perusahaan
menerapkan konservatisme akuntansi apabila ß3 sebagai reaksi antara
tingkat pengembalian dan variabel dummy menunjukkan hasil positif.
Hal ini didasarkan pada asumsi pasar saham lebih cepat bereaksi terhadap
bad news daripada good news.
Dalam pasar yang efisien, return saham untuk melihat secara
asimetri dan cepat mencerminkan seluruh news yang disediakan publik.
Hasilnya laba diduga akan berkorelasi dengan pergerakan harga saham
yang dikarakteristikkan sebagai good news. Dengan demikian,
digunakan return untuk mengukur news. Return negatif sebagai proksi
bad news, sedangkan return positif sebagai proksi good news (Basu,
1997).
2. Net asset measures
Ukuran selanjutnya untuk pengukuran tingkat konservatisme
laporan keuangan yaitu understatement atas nilai aktiva dan
overstatement atas nilai kewajiban. Proksi pengukuran menggunakan
rasio market to book equity, rasio yang mencerminkan nilai pasar
ekuitas relative terhadap nilai buku ekuitas perusahaan. Fala (2007)
menyatakan bahwa nilai buku dapat diketahui dengan menghitung nilai
ekuitas perusahaan pada tanggal neraca akhir periode dan nilai pasar
diukur dari harga penutupan saham saat tanggal pengumuman untuk
mencerminkan respon pasar terhadap laporan keuangan. Penerapan
akuntansi yang konservtaif dapat diketahui dengan melihat nilai rasio.
Jika nilai rasio lebih dari 1, itu mengindikasikan penerapan akuntansi
yang konservatif karena perusahaan mencatat nilai perusahaan di bawah
nilai pasar.
3. Earnings/accrual measures
Konservatisme dapat diukur menggunakan akrual, yaitu selisih
antara laba bersih sebelum depresiasi / amortisasi dengan arus kas
khusus kegiatan operasi. Menurut Givoly and Hayn (2002) setelah
bahwa konservatisme menghasilkan laba bersih lebih kecil daripada
arus kas operasi atau dapat disebut dengan akrual negatif dan
mengindikasikan digunakannya konservatisme. Semakin besar akrual
negatif maka akan semakin konservatif akuntansi yang diterapkan.
Semua ini didasari oleh teori konservatisme yang menunda pengakuan
pendapatan sebelum terjadi dan mempercepat pengguanaan biaya yang
akan terjadi. Dengan demikian, pada laporan laba rugi yang
konservatisme akan menunda pengakuan pendapatan yang belum
terealisasi dan biaya yang terjadi pada periode tersebut dibandingkan
dan dijadikan cadangan pada neraca. Dapat diperjelas dengan rumus
berikut:
Ait = NIit - CFit
Penjelasan:
Ait : nilai akrual pada perusahaan i saat waktu t.
NIit : laba bersih sebelum extraodinary item ditambah depresiasi dan amortisasi.
CFit : arus kas dari kegiatan operasi.
Akrual yang dimaksud adalah perbedaan antara laba bersih
sebelum depresiasi dan arus kas kegiatan operasi. Semakin besar akrual
negatif maka akan semakin konservatisme akuntansi yang diterapkan.
Hal ini dilandasi oleh teori bahwa konservatisme menunda pengakuan
pendapatan dan mempercepat penggunaan biaya (Givoly and Hayn,
Dalam hal ini, laporan laba rugi yang konservatisme menunda
pengakuan pendapatan yang belum terealisasi dan biaya yang terjadi
pada periode tersebut dibandingkan dan dijadikan cadangan pada neraca.
Sebaliknya, laporan keuangan yang oprimis akan cenderung memiliki
laba bersih yang lebih tinggi dibandingkan arus kas operasi sehingga
akrual yang dihasilkan adalah positif.
Givoly and Hayn (2002) membagi akrual menjadi dua, yaitu:
a. Operating accrual
Merupakan jumlah akrual yang muncul dalam laporan keuangan
sebagai hasil dari kegiatan operasional perusahaan. Menurut Sari et
al (2009), komponen utamanya adalah piutang dagang,
persediaan dan kewajiban yang merupakan akun yang biasa
digunakan untuk memanipulasi pendapatan untuk mencapai tujuan
pelaporan. Literatur Criterion Research Group menyatakan bahwa
operating accrual menangkap perubahan dalam aktiva lancar, kas
bersih dan investasi jangka pendek dikurang dengan perubahan
dalam aktiva lancar dan utang jangka pendek bersih.
b. Non-operating accrual
Merupakan jumlah akrual yang muncul dalam laporan keuangan
sebagai hasil diluar kegiatan operasional perusahaan. Menurut Sari
et al (2009), komponen utamanya terutama dalam sisi aktiva adalah
aktiva tetap dan aktiva tidak berwujud. Literatur Criterion Research
perbedaan dalam aktiva tidak lancar dan investasi yang bukan
ekuitas jangka panjang bersih dikurang dengan perubahan dalam
kewajiban tidak lancar, hutang jangka panjang bersih. Persamaannya
dapat dilihat seperti yang dijelaskan oleh Sari et al (2009) sebagai
berikut:
Non-operating accruals = Total accruals (before depreciation) –
Operating accruals.
Penjelasan:
Total Accrual = (laba bersih + depresiasi) – arus kas kegiatan operasi.
Operating Accrual = (Δpiutang + Δpersediaan + Δbeban dibayar dimuka) – (Δhutang + Δbeban yang masih harus dibayar + Δhutang pajak).
Menurut Givoly and Hyan (2000) depresiasi dikeluarkan
dari net income dalam perhitungan karena depresiasi merupakan
alokasi biaya dari aktiva yang dimiliki perusahaan. Pada saat
pembelian aktiva, kas yang dibayarkan termasuk dalam arus kas dari
kegiatan investasi dan bukan dari kegiatan operasi. Dengan
demikian, alokasi biaya depresiasi yang terdapat dalam net income
tidak berhubungan dengan kegiatan operasi dan harus dikeluarkan
dari perhitungan.
Givoly and Hayn (2000) menyatakan bahwa apabila akrual
bernilai negatif, maka laba digolongan konservatif, yang disebabkan
perusahaan pada periode tertentu. Rumus mengukur konservatisme
(Givoly and Hayn, 2000), yaitu:
� = [ � + ���− ] ×−
Penjelasan:
CONACC = Konservatisme akuntansi yang dikukur secara akrual.
NI = Net Income sebelum extra ordinary items.
CF = Cash flow from operation.
DEP = Depresiasi.
RTA = Rata-Rata Total Aktiva.
Semakin negatif tingkat akrual rata-rata selama periode
tertentu, maka prinsip akuntansi yang digunakan semakin
konservatis. Sementara itu, apabila terjadi akrual positif berarti
mengindikasikan perusahaan cenderung tidak menggunakan prinsip
konservatisme akuntansi. Dalam penelitian ini, hasil perhitungan
total akrual, kemudian dikalikan dengan -1 agar memudahkan dalam
pengelompokan dan pengolaha data (Ahmed and Duellman, 2007)
sehingga angka yang positif akan menunjukkan tingkat
konservatisme yang semakin tinggi.
Klasifikasi data juga diperlukan untuk memberikan ukuran
data menjadi beberapa kategori. Ukuran konservatisme akuntansi
berskala nominal. Bila data bernilai positif maka tingkat
tingkat konservtaisme semakin rendah (Ahmed dan Duellman,
2007). Dalam hal ini konservatif yang lebih kecil berarti itu tidak
baik, sementara konservatif yang lebih besar akan menyebabkan
perusahaan semakin bersifat konservatif. Kemudian dari nilai
negatif dan positif dibuat kategori menjadi:
X < 0 dengan kategori 0 = Tidak konservatif
X ≥ 0 dengan kategori 1 = Konservatif
Apabila terjadi akrual positif yang konsisten selama beberapa
tahun, maka merupakan indikasi diterapkannya konservatisme
akuntansi. Kemudian nilai variabel konservatisme akuntansi akan
diperoleh dengan merata-rata nilai setiap tahun (2011-2015) dengan
rumus:
∑ nilai akrual konservatisme tahun − 5 5
J. Hubungan CEO Gender dan Konservatisme Akuntansi
Basu (1997) menjelaskan konservatisme akuntansi adalah prinsip
akuntansi yang dihormati dengan penerapan yang melaporkan laba atau aktiva
lebih rendah dan melaporkan hutang lebih tinggi. Prinsip konservatisme secara
historis telah menjadi pedoman bagi banyak praktik akuntansi. Menurut prinsip
konservatisme ini, ketika kerugian terjadi maka seluruh kerugian tersebut akan
langsung diakui meskipun belum terealisasi, akan tetapi ketika keuntungan
menyediakan pedoman yang rasional (menyajikan angka laba bersih dan aktiva
yang rendah).
Konservatisme akuntansi dapat dijelaskan sesuai dengan teori agensi.
Scott (2009), dalam teori keagenan disebutkan bahwa masing-masing pihak
yaitu agent dan principal berusaha memaksimalkan kepentingan dirinya
sendiri, sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara agent dan
principal. Hubungan agensi terjadi ketika salah satu pihak (principal)
menyewa pihak lain (agent) untuk melaksanakan suatu jasa dan dalam
melakukan hal itu dan medelegasikan wewenang untuk membuat keputusan
kepada agent tersebut. Dalam suatu korporasi, pemegang saham merupakan
principal dan Chief Executive Officer (CEO) adalah agent mereka. Pemegang
saham menyewa Chief Executive Officer (CEO) dan mengharapkan CEO untuk
bertindak bagi kepentingan mereka.
Menurut Eisenhardt (1989), menyatakan bahwa teori keagenan
menggunakan asumsi tiga sifat manusia, yaitu: (1) manusia umumnya
mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir
terbatas mengenai persepi masa mendatang (bounded rationality), (3) manusia
selalu menghindari risiko (risk averse). Berdasarkan tiga asumsi sifat dasar
manusia tersebut, manajer akan bertindak opportunistic untuk kepentingannya
sendiri. Dilihat dari tiga asumsi sifat manusia yang menyatakan teori agensi,
dapat dihubungkan juga dengan gender yang terlihat di dalam seorang CEO.
Bukti menunjukkan adanya hubungan gender bahwa CEO perempuan
dapat dijelaskan dengan teori feminisme (Jackson et al, 2009). CEO
perempuan secara biologis memiliki tingkat depresi, kecemasan,
temperamental yang lebih tinggi daripada laki-laki. Secara keseluruhan, model
teoritis akan mempresiksi perbedaan gender dalam kepribadian.
Menurut Costa et al (2001) literatur psikolog menemukan perempuan
menjadi kurang tegas dan kurang agresif. CEO perempuan cenerung memiliki
sensivitas yang tinggi dibandingkan dengan CEO laki-laki khususnya
menyangkut perilaku etis, dan perbedaan sensivitas yang menyebabkan
adanyan perbedaan pengambilan keputusan. Berbeda halnya dengan CEO
laki-laki yang dapat dijelaskan dengan karakter maskulin. Chaftez (1999)
menjelaskan ada tujuh karakter maskulin, diantaranya (1) memiliki fisik yang
jantan, atletis, kuat, berani; (2) bersifat fungsional; (3) seksual; (4) emosional;
(5) berpikiran intelektual; (6) bersikap interpersonal; (7) berorientasi untuk
menjadi sukses.
Perbedaan gender ini dapat dibuktikan menurut Huang and Kisgen
(2013) menemukan bahwa CEO perempuan dapat menyelesaikan masalah
yang signifikan dan memiliki perkiraan lebih tentang laba per saham (EPS)
daripada CEO laki-laki. Krishnan and Parsons (2008) mengamati profitabilitas
yang lebih tinggi dilakukan oleh CEO perempuan meski dengan
konservatisme. Perlu diperhatikan konservatif pikiran CEO perempuan
terdapat kecenderungan yang membuat mereka menjadi kurang tegas, kurang
Partisipasi perempuan bernilai positif terkait dengan pendapatan dan
ketepatan waktu yang koefisien. Koefisien keragaman jenis kelamin,
menunjukkan hasil positif yang signifikan. Konservatisme akuntansi adalah
aspek penting dalam monitoring yang baik dan dituntut oleh investor dengan
tingkat yang lebih tinggi karena merupakan tujuan penting bagi CEO.
Partisipasi perempuan digunakan untuk mencapai tujuan bagi suatu
perusahaan.
CEO merupakan pihak yang dapat mempengaruhi kualitas laporan
keuangan. CEO perempuanakan lebih berhati-hati dalam mengakui laba. CEO
perempuan harus dapat memastikan laba yang dilaporkan perusahaan
berkualitas dan menggunakan prinsip konservatisme akuntansi sehingga dapat
meningkatkan kualitas laba di perusahaan.
K. Penelitian Terdahulu
Pada bagian ini menjelaskan tentang beberapa penelitian terdahulu
mengenai hubungan CEO gender dan konservatisme akuntansi. Harris (2015)
menemukan bahwa non-CEO family ownership berpengaruh positif dan
signifikan terhadap konservatisme akuntansi. Hal ini menunjukkan bahwa
perusahaan dengan non-CEO family ownership akan memiliki konservatisme
yang lebih tinggi. Adanya pengaruh yang signifikan non-CEO family
ownership terhadap konservatisme akuntansi dengan arah positif,
menunjukkan bahwa non-CEO family ownership akan lebih hati-hati dalam
Ho et al (2014) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa perusahaan
dengan CEO perempuan lebih konservatif, karena CEO perempuan lebih etis
dan menghindari risiko. Ho et al (2014) mengharapkan CEO perempuan untuk
mengenali berita buruk laba yang dilaporkan tepat waktu dan konsisten bahwa
perusahaan dengan CEO perempuan dapat melaporkan pendapatan yang lebih
konservatif. Konsisten dalam hal ini berupa kebijaksanaan konvensional, yang
menghasilkan hubungan antara CEO perempuan dan konservatisme akuntansi.
Sebuah analisis cross-sectional dari efek CEO gender konservatisme akuntansi
menghasilkan hasil yang intuitif.
Palvia et al (2014) menemukan adanya hubungan gender dan
konservatisme akuntansi. Analisis mereka dimotivasi oleh perbedaan perilaku
yang terdokumentasi dengan baik antara perempuan dan laki-laki. Mengingat
bahwa perempuan umumnya lebih konservatif dan kurang cenderung untuk
mengambil risiko ekstrim, mereka mendalilkan bahwa CEO perempuan dalam
menilai risiko lebih konservatif. Khususnya, mereka mendokumentasikan
bahwa bank-bank dengan para CEO perempuan lebih konservatif.
Boussaid et al (2015) menemukan hubungan positif antara
keanekaragaman gender dan kondisional konservatisme akuntansi. Hubungan
positif menunjukkan bahwa direktur perempuan melakukan pemantauan untuk
mengenali kabar baik dalam laporan keuangan.
Huang dan Kisgen (2013) menemukan hubungan positif antara
eksekutif perempuan dan konservatisme akuntansi. Eksekutif perempuan di
daripada perkiraan eksekutif laki-laki. Etika yang lebih kuat terjadi oleh
eksekutif perempuan karena sensivitas eksekutif perempuan akan
mengarahkan untuk memperkirakan pendapatan menjadi tidak etis dan agresif,
sehingga meningkatkan kualiatas yang dilaporkan bersifat konservatif.
Menurut Francis (2009) menemukan hubungan positif antara
eksekutif perempuan dengan konservatisme akuntansi. Penelitian ini berfokus
pada sensivitas etika eksekutif perempuan saat berada di tingkat manajemen
puncak dam dalam melakukan pelaporan keuangan akan bersifat konservatif.
Krishnan dan Parson (2008) menemukan hubungan positif antara
eksekutif perempuan dan konservatisme akuntansi. Mereka mengamati
profitabilitas yang lebih tinggi namun laba lebih konservatif dengan eksekutif
perempuan dalam perusahaan. Mengingat pola pikir konservatif CEO
perempuan cenderung bersikap kurang agresif, kurang percaya diri dan akan
L. Kerangka Konseptual Penelitian
Penelitian ini ingin meneliti hubungan variabel CEO gender dan
konservatisme akuntansi, sehingga tidak ada perumusan hipotesis dalam
penelitian ini dan kesimpulan yang ditarik hanya terbatas pada populasi
sasaran. Penelitian ini menunjukkan variable yang dapat dihubungkan dengan
konservatisme akuntansi adalah CEO gender, dalam penelitian ini seperti
digambarkan berikut ini.
Gambar 1. Kerangka Konseptual Penelitian
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian studi empiris pada perusahaan
manufaktur yang listing (terdaftar) di BEI (Bursa Efek Indonesia). Studi
empiris adalah penelitian dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh
dari www.idx.co.id, dan kemudian diolah dan dianalisis secara menyeluruh.
B. Objek Penelitian
Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI (Bursa Efek Indonesia) tahun
2011-2015. Periode pelaporan ditentukan berdasarkan satu tahapan program
perusahaan manufaktur di Indonesia.
C. Populasi Sasaran
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdapat di Bursa
Efek Indonesia (BEI) yang melaporkan laporan keuangan yang lengkap dan
dipublikasikan pada Indonesia Capital Market Directory (ICMD) dengan
sampel perusahaan manufaktur. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari
laporan keuangan perusahaan manufaktur tahun 2011-2015.
Populasi sasaran dalam penelitian ini diambil berdasarkan
1) Terdaftar sebagai perusahaan publik di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari
tahun 2011-2015.
2) Perusahaan manufaktur yang konsisten mempublikasikan laporan
keuangan pada Bursa Efek Indonesia periode tahun 2011-2015.
3) Laporan keuangan dinyatakan dalam mata uang rupiah.
4) Perusahaan manufaktur yang melaporkan laporan keuangan tahunan di
BEI dari tahun 2011-2015
5) Terdapat kelengkapan data yang dibutuhkan berturut-turut dari tahun
2011-2015.
6) CEO gender yang konsisten dari tahun 2011-2015.
D. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data kuantitatif yang dapat diolah atau
dianalisis menggunakan teknik perhitungan statistika. Data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah laporan tahunan perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) yang melaporkan laporan keuangan dan dipublikasikan
pada Indonesia Market Directory (ICMD). Penelitian ini menggunakan data
sekunder dari laporan keuangan lima periode yaitu tahun 2011-2015. Data
sekunder dalam penelitian ini berupa laporan keuangan perusahaan manufaktur
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah
teknik dokumentasi. Teknik dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan,
mempelajari, dan menganalisa data sekunder yang berupa laporan keuangan
perusahaan manufaktur. Selain itu juga menggunakan studi pustaka dengan
mengolah data, artikel, jurnal, maupun sumber tertulis lain yang berkaitan
dengan topik penelitian.
F. Teknik Analisis Data
1. Mengumpulkan Data
Mengumpulkan data untuk menentukan CEO gender yaitu melihat CEO
di perusahaan dipimpin laki-laki atau perempuan (jenis kelamin) di dalam
annual report dengan melihat profil direktur utama atau dengan melihat
surat pernyataan direksi. Kemudian mengumpulkan data untuk
menghitung tingkat konservatisme akuntansi.
2. Menentukan CEO Gender
Menentukan CEO gender yang dilihat dari pemegang CEO di perusahaan
selama tahun 2011-2015 adalah laki-laki atau perempuan dengan
menggunakan variabel dummy berdasarkan nama CEO dengan melihat
keterangan jenis kelamin atau foto yang terdapat di profil direksi.
3. Menghitung Konservatisme Akuntansi
Konservatisme akuntansi dapat dihitung dengan rumus akrual.
Kemudian nilai variable konservatisme akuntansi akan diperoleh dengan
merata-rata nilai setiap tahun (2011-2015).
∑ nilai akrual konservatisme tahun − 5 5
4. Mengklasifikasikan Data Konservatisme Akuntansi
Klasifikasi data konservatisme akuntansi untuk memberikan ukuran data
menjadi kategori, dengan cara menentukan konservatisme bila data bernilai
positif dan tidak konservatisme bila data bernilai negatif (Ahmed dan
Duellman, 2007).
5. Melakukan Analisis Hubungan denganTabulasi Silang (Crosstab)
Analisis tabulasi silang (crosstab) menyajikan data dalam bentuk tabulasi
yang meliputi baris dan kolom dan data untuk penyajian crosstab adalah
data dengan skala nominal atau kategori (Ghozali, 2011). Analisis tabulasi
silang (crosstab) menggunakan aplikasi SPSS 16.
6. Menarik Kesimpulan
Kesimpulan diambil dari hasil analisis pada table tabulasi silang (crosstab)
antar variable CEO gender dengan variable konservatisme akuntansi,
kemudian pemeliti akan menarik kesimpulan dengan melihat arah dan
Ukuran yang digunakan untuk interprestasi koefisien korelasi seperti yang
tertera pada table di bawah ini (Sarwono, 2009).
Table 1. Pedoman Interprestasi Koefisien Korelasi
No Interval Nilai Tingkat Hubungan
1 r = 0 Tidak ada korelasi
2 0 < r ≤ 0,25 Sangat Lemah
3 0,25 < r ≤ 0,5 Cukup kuat
4 0,5 < r ≤ 0,75 Kuat
5 0,75 < r ≤ 0,99 Sangat kuat
BAB IV
GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
A. Populasi Sasaran
Populasi sasaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh
perusahaan manufaktur go public yang terdaftar di situs resmi PT Bursa Efek
Indonesia (www.idx.co.id) di tahun 2011-2015, dan yang terpilih memenuhi
kriteria yang telah ditentukan. Subjek penelitian adalah seluruh perusahaan
manufaktur go public yang terdaftar di PT Bursa Efek Indonesia. Objek
penelitian ini adalah laporan keuangan yang diungkapkan oleh perusahaan
manufaktur yang dapat diunduh pada website resmi BEI. Populasi sasaran
ditentukan dengan membuat kriteria-kriteria tertentu yang sesuai dengan
penelitian, untuk kemudian dianalisis lebih lanjut. Kriteria pemilihan
perusahaan yang menjadi populasi sasaran dijabarkan pada tabel dibawah ini:
Tabel 2. Kriteria Pemilihan Populasi Sasaran
Kriteria Populasi Jumlah
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2011-2015
140
Perusahaan manufaktur yang tidak konsisten terdaftar di BEI tahun 2011-2015
(13)
Perusahaan yang menggunakan mata uang asing (27) Perusahaan manufaktur yang tidak melaporkan
laporan keuangan tahunan di BEI pada tahun 2011-2015
(1)
Perusahaan yang tidak memiliki kelengkapan data (7) CEO gender yang tidak konsisten di tahun
2011-2015
(2)
Jumlah Perusahaan 90
Berdasarkan tabel 2, diketahui bahwa terdapat 140 perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI selama periode tahun 2011-2015, namun ada
13 perusahaan yang tidak secara konsisten terdaftar selama tahun 2011-2015.
Ada perusahaan yang baru listing pada tahun selama pengamatan dan juga ada
yang mengalami delisting atau sahamnya ditarik dari pasar modal. Penelitian
ini menggunakan laporan keuangan yang menggunakan mata uang rupiah,
terdapat 27 perusahaan yang tidak menggunakan mata uang rupiah dalam
laporan keuangan yang diterbitkan sehingga jumlah perusahaan yang
memenuhi kriteria menjadi 100.
Penelitian ini menggunakan perusahaan manufaktur yang dalam tahun
2011-2015 secara melaporkan laporan keuangan. Penelitian ini menemukan 1
perusahaan yang tidak melaporkan laporan keuangan dari tahun 2011-2015.
Dengan demikan setelah dikurangi dengan jumlah perusahaan yang tidak
menerbitkan laporan keuangan secara berturut-turut selama periode tahun
2011-2015 menjadi perusahaan 99.
Kriteria terakhir adalah perusahaaan yang memiliki kelengkapan data
agar bisa diolah sesuai pengukuran yang diperlukan, adapun data tersebut
adalah: total aset, arus kas dari operasional, depresiasi, laba bersih sebelum
extra ordinary items, dan profil CEO di perusahaan. Penelitian tidak
menemukan 7 perusahaan yang tidak memiliki kelengkapan data sehingga
jumlah akhir perusahaan dalam penelitian ini adalah 90 perusahaan. Penelitian
dilakukan untuk periode 2011-2015 sehingga jumlah anggota populasi sasaran