• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Umur Dan Tingkat Juvenilitas Dengan Keberhasilan Stek Dan Sambungan Pucuk Meranti Tembaga (Shorea leprosula MIQ.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Antara Umur Dan Tingkat Juvenilitas Dengan Keberhasilan Stek Dan Sambungan Pucuk Meranti Tembaga (Shorea leprosula MIQ.)"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA UMUR DAN TINGKAT JUVENILITAS

DENGAN KEBERHASILAN STEK DAN SAMBUNGAN

PUCUK MERANTI TEMBAGA (

Shorea leprosula

MIQ.)

DANU

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang berjudul Hubungan Antara Umur dan Tingkat Juvenilitas dengan Keberhasilan Stek

dan Sambungan Pucuk Meranti Tembaga (Shorea leprosula Miq.) adalah

karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2009

(3)

ABSTRACT

DANU. The relation between age and juvenility stage with rooted cuttings

and grafting of Shorea leprosula Miq. Under academic supervision of

ISKANDAR Z. SIREGAR, CAHYO WIBOWO, and ATOK SUBIAKTO.

Shorea leprosula Miq. is categorized as fast growing dipterocarps. Although classified as a promising species for plantation, there is still a problem in terms of large scale seedling procurement. The seed is characterized as recalcitrant and produced irregularly. Vegetative propagation is one of the promising techniques for overcoming this problem. The main obstacle in vegetative propagation is the cutting material maturity or juvenility stage. The research was conducted with the objectives of determining relation between age of stock plants reflecting various juvenility stages and the success of rooted cuttings and grafting. Juvenility stage of S. leprosula stock plant were determined based on character of leaf morphology, stem cutting anatomy, nutrition and auxin content, and rooting ability of cutting and grafting ability of stock plants whose age were 2 years or less, 10 years, and 25 years. The results revealed that cuttings collected from 2 years old S. leprosula stock plants produced higher percentage of rooted cutting than those of older trees (>10 years old). The cutting ability to root was affected by C/N ratio and IAA as shown from biplot analyses.

(4)

RINGKASAN

DANU. Hubungan Antara Umur dan Tingkat Juvenilitas dengan Keberhasilan Stek dan Sambungan Pucuk Meranti Tembaga (Shorea leprosula Miq. Dibimbing oleh ISKANDAR Z. SIREGAR, CAHYO WIBOWO, dan ATOK SUBIAKTO.

Shorea leprosula Miq. merupakan tanaman dipterokarpa yang tergolong cepat tumbuh, namun benihnya bersifat rekalsitran dan musim berbuah tidak menentu. Perbanyakan vegetatif merupakan salah satu alternatif untuk memperbanyak jenis ini. Umur tanaman menentukan tingkat juvenilitas dan kemampuan bahan stek untuk berakar. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan umur dan tingkat juvenilitas dengan keberhasilan stek dan sambungan pucuk S. leprosula.

Pengujian tingkat juvenilitas dilakukan terhadap bahan stek tanaman meranti tembaga umur ≤ 2 tahun, 10 tahun dan 25 tahun. Peubah yang diamati meliputi karakter morfologi daun, anatomi batang bahan stek, kandungan hara, kandungan auksin, kemampuan perakaran stek dan grafting. Pengamatan morfologi bahan stek meliputi bentuk daun, panjang daun (PD), lebar daun (LD), panjang tangkai daun (PP), panjang dari petiole ke bagian daun yang terlebar (PPD). Pengamatan anatomi dilakukan pada bagian basal stek melalui preparat sayat dan preparat maserasi. Peubah yang diamati meliputi ukuran pembuluh dan serat. Pengakaran stek dan grafting menggunakan KOFFCO System yaitu rumah kaca yang dilengkapi sistem pendingin. Kandungan hara bahan stek yang diukur meliputi unsur karbon (C), nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), dan nisbah C/N. Pengujian kandungan hara dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB. Kandungan auksin diukur menggunakan HPLC (High Performance liquid Chromatography) di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2008 – April 2009.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan stek berumur ≤ 2 tahun memiliki ukuran daun dan tangkai daun yang lebih panjang, ukuran pembuluh yang lebih panjang dengan serat yang lebih pendek dibandingkan dengan bahan stek dewasa (≥ 10 tahun). Bahan stek umur ≤ 2 tahun memiliki tingkat juvenilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan bahan stek dari tanaman dewasa yang ditunjukkan dengan tingginya persen keberhasilan stek berakar dan grafting, sejalan dengan dengan tingginya nisbah C/N dan kadungan IAA dalam pucuk. Berdasarkan analisis biplot, kandungan IAA dalam daun dan nisbah C/N batang stek memberikan pengaruh yang lebih kuat terhadap keberhasilan perakaran stek dan sambungan pucuk S. leprosula. Teknik grafting sistem celah dapat digunakan untuk penyambungan tanaman meranti tembaga dewasa (umur 10 tahun dan 25 tahun). Simpulan dari penelitian ini adalah tingkat juvenilitas bahan stek meranti tembaga umur ≥ 10 tahun mulai menurun yang ditunjukkan dengan rendahnya persen stek berakar dan grafting.

(5)

©Hak cipta milik IPB tahun 2009 Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(6)

HUBUNGAN ANTARA UMUR DAN TINGKAT JUVENILITAS

DENGAN KEBERHASILAN STEK DAN SAMBUNGAN

PUCUK MERANTI TEMBAGA (

Shorea leprosula

MIQ.)

Danu

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Mayor Silvikultur Tropika

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

(8)

Judul Tesis : HUBUNGAN ANTARA UMUR DAN TINGKAT

JUVENILITAS DENGAN KEBERHASILAN STEK DAN SAMBUNGAN PUCUK MERANTI TEMBAGA (Shorea leprosula MIQ.)

Nama : Danu

NRP : E 451070104

Mayor : Silvikultur Tropika (SVK)

Disetujui Komisi Pembimbing

Ketua

Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc.

Dr. Ir. Cahyo Wibowo, M.Sc.F. Anggota

Ir. Atok Subiakto, M.App.Sc. Anggota

Diketahui

Koordinator Mayor Silvikultur Tropika

Prof.Dr. Ir. IGK Tapa Darma, M.Sc.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains (M.Si.) di Institut Pertanian

Bogor. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah “Hubungan Antara Umur dan Tingkat Juvenilitas dengan Keberhasilan Stek dan Sambungan Pucuk Meranti Tembaga (Shorea leprosula Miq.).

Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya terutama kepada Pembimbing, yaitu Bapak Dr. Iskandar Z.

Siregar, M.For.Sc., Dr. Ir. Cahyo Wibowo, M.Sc.F. dan Ir. Atok Subiakto, M.App.Sc. yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran selama penulis menempuh studi S2. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R., MS. selaku Penguji Luar Komisi yang telah banyak memberikan koreksi dan arahan untuk perbaikan tesis.

Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan yang telah mengadakan program beasiswa sekolah riset pascasarjana dengan IPB dan mendanai penelitian ini. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Laboratorium KOFFCO System beserta teknisinya, Zaenal Ahmad Abidin S.Hut. teknisi Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Bogor, Wahyudiyono analis Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen, Usep Sudardji dan Tutiana analis Laboratorium Anatomi Kayu Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, yang telah membantu pada kegiatan laboratorium. Ungkapan terima kasih juga penulis

sampaikan kepada bapak, ibu, istri, anak-anak dan seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Tidak lupa kepada rekan-rekan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dan kebersamaannya.

Penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Juli 2009

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Majalengka, Jawa Barat pada tanggal 13 September 1963 putra kelima dari enam bersaudara pasangan Markat dan Kawi. Pada tanggal 13 Oktober 1991 penulis menikah dengan Anih Setiyawati; dikaruniai dua orang anak yaitu: Maulidani Tresnaputri (1992) dan Agung Ahmad Khairudin (1996).

Penulis lulus dari SD Negeri Weragati di Majalengka tahun 1975, SMP

Negeri Leuwimunding di Majalengka tahun 1979, dan SMA Negeri Jatiwangi di Majalengka tahun 1982. Penulis menyelesaikan program sarjana muda di Akademi Ilmu Kehutanan (AIK) tahun 1986 dan program sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Bandung Raya, Bandung pada tahun 1992. Tahun

1986-1989 bekerja sebagai teknisi di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan ITB. Sejak tahun 1989 penulis bekerja sebagai peneliti di Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Bogor, Departemen Kehutanan. Pada tahun 2007 penulis mendapatkan beasiswa program sekolah riset (research school) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan untuk melanjutkan studi pascasarjana di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan mengambil

(11)

HUBUNGAN ANTARA UMUR DAN TINGKAT JUVENILITAS

DENGAN KEBERHASILAN STEK DAN SAMBUNGAN

PUCUK MERANTI TEMBAGA (

Shorea leprosula

MIQ.)

DANU

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang berjudul Hubungan Antara Umur dan Tingkat Juvenilitas dengan Keberhasilan Stek

dan Sambungan Pucuk Meranti Tembaga (Shorea leprosula Miq.) adalah

karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2009

(13)

ABSTRACT

DANU. The relation between age and juvenility stage with rooted cuttings

and grafting of Shorea leprosula Miq. Under academic supervision of

ISKANDAR Z. SIREGAR, CAHYO WIBOWO, and ATOK SUBIAKTO.

Shorea leprosula Miq. is categorized as fast growing dipterocarps. Although classified as a promising species for plantation, there is still a problem in terms of large scale seedling procurement. The seed is characterized as recalcitrant and produced irregularly. Vegetative propagation is one of the promising techniques for overcoming this problem. The main obstacle in vegetative propagation is the cutting material maturity or juvenility stage. The research was conducted with the objectives of determining relation between age of stock plants reflecting various juvenility stages and the success of rooted cuttings and grafting. Juvenility stage of S. leprosula stock plant were determined based on character of leaf morphology, stem cutting anatomy, nutrition and auxin content, and rooting ability of cutting and grafting ability of stock plants whose age were 2 years or less, 10 years, and 25 years. The results revealed that cuttings collected from 2 years old S. leprosula stock plants produced higher percentage of rooted cutting than those of older trees (>10 years old). The cutting ability to root was affected by C/N ratio and IAA as shown from biplot analyses.

(14)

RINGKASAN

DANU. Hubungan Antara Umur dan Tingkat Juvenilitas dengan Keberhasilan Stek dan Sambungan Pucuk Meranti Tembaga (Shorea leprosula Miq. Dibimbing oleh ISKANDAR Z. SIREGAR, CAHYO WIBOWO, dan ATOK SUBIAKTO.

Shorea leprosula Miq. merupakan tanaman dipterokarpa yang tergolong cepat tumbuh, namun benihnya bersifat rekalsitran dan musim berbuah tidak menentu. Perbanyakan vegetatif merupakan salah satu alternatif untuk memperbanyak jenis ini. Umur tanaman menentukan tingkat juvenilitas dan kemampuan bahan stek untuk berakar. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan umur dan tingkat juvenilitas dengan keberhasilan stek dan sambungan pucuk S. leprosula.

Pengujian tingkat juvenilitas dilakukan terhadap bahan stek tanaman meranti tembaga umur ≤ 2 tahun, 10 tahun dan 25 tahun. Peubah yang diamati meliputi karakter morfologi daun, anatomi batang bahan stek, kandungan hara, kandungan auksin, kemampuan perakaran stek dan grafting. Pengamatan morfologi bahan stek meliputi bentuk daun, panjang daun (PD), lebar daun (LD), panjang tangkai daun (PP), panjang dari petiole ke bagian daun yang terlebar (PPD). Pengamatan anatomi dilakukan pada bagian basal stek melalui preparat sayat dan preparat maserasi. Peubah yang diamati meliputi ukuran pembuluh dan serat. Pengakaran stek dan grafting menggunakan KOFFCO System yaitu rumah kaca yang dilengkapi sistem pendingin. Kandungan hara bahan stek yang diukur meliputi unsur karbon (C), nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), dan nisbah C/N. Pengujian kandungan hara dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB. Kandungan auksin diukur menggunakan HPLC (High Performance liquid Chromatography) di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2008 – April 2009.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan stek berumur ≤ 2 tahun memiliki ukuran daun dan tangkai daun yang lebih panjang, ukuran pembuluh yang lebih panjang dengan serat yang lebih pendek dibandingkan dengan bahan stek dewasa (≥ 10 tahun). Bahan stek umur ≤ 2 tahun memiliki tingkat juvenilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan bahan stek dari tanaman dewasa yang ditunjukkan dengan tingginya persen keberhasilan stek berakar dan grafting, sejalan dengan dengan tingginya nisbah C/N dan kadungan IAA dalam pucuk. Berdasarkan analisis biplot, kandungan IAA dalam daun dan nisbah C/N batang stek memberikan pengaruh yang lebih kuat terhadap keberhasilan perakaran stek dan sambungan pucuk S. leprosula. Teknik grafting sistem celah dapat digunakan untuk penyambungan tanaman meranti tembaga dewasa (umur 10 tahun dan 25 tahun). Simpulan dari penelitian ini adalah tingkat juvenilitas bahan stek meranti tembaga umur ≥ 10 tahun mulai menurun yang ditunjukkan dengan rendahnya persen stek berakar dan grafting.

(15)

©Hak cipta milik IPB tahun 2009 Hak cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(16)

HUBUNGAN ANTARA UMUR DAN TINGKAT JUVENILITAS

DENGAN KEBERHASILAN STEK DAN SAMBUNGAN

PUCUK MERANTI TEMBAGA (

Shorea leprosula

MIQ.)

Danu

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Mayor Silvikultur Tropika

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(17)

(18)

Judul Tesis : HUBUNGAN ANTARA UMUR DAN TINGKAT

JUVENILITAS DENGAN KEBERHASILAN STEK DAN SAMBUNGAN PUCUK MERANTI TEMBAGA (Shorea leprosula MIQ.)

Nama : Danu

NRP : E 451070104

Mayor : Silvikultur Tropika (SVK)

Disetujui Komisi Pembimbing

Ketua

Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc.

Dr. Ir. Cahyo Wibowo, M.Sc.F. Anggota

Ir. Atok Subiakto, M.App.Sc. Anggota

Diketahui

Koordinator Mayor Silvikultur Tropika

Prof.Dr. Ir. IGK Tapa Darma, M.Sc.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.

(19)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains (M.Si.) di Institut Pertanian

Bogor. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah “Hubungan Antara Umur dan Tingkat Juvenilitas dengan Keberhasilan Stek dan Sambungan Pucuk Meranti Tembaga (Shorea leprosula Miq.).

Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya terutama kepada Pembimbing, yaitu Bapak Dr. Iskandar Z.

Siregar, M.For.Sc., Dr. Ir. Cahyo Wibowo, M.Sc.F. dan Ir. Atok Subiakto, M.App.Sc. yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran selama penulis menempuh studi S2. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R., MS. selaku Penguji Luar Komisi yang telah banyak memberikan koreksi dan arahan untuk perbaikan tesis.

Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan yang telah mengadakan program beasiswa sekolah riset pascasarjana dengan IPB dan mendanai penelitian ini. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Laboratorium KOFFCO System beserta teknisinya, Zaenal Ahmad Abidin S.Hut. teknisi Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Bogor, Wahyudiyono analis Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen, Usep Sudardji dan Tutiana analis Laboratorium Anatomi Kayu Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, yang telah membantu pada kegiatan laboratorium. Ungkapan terima kasih juga penulis

sampaikan kepada bapak, ibu, istri, anak-anak dan seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Tidak lupa kepada rekan-rekan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dan kebersamaannya.

Penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Juli 2009

(20)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Majalengka, Jawa Barat pada tanggal 13 September 1963 putra kelima dari enam bersaudara pasangan Markat dan Kawi. Pada tanggal 13 Oktober 1991 penulis menikah dengan Anih Setiyawati; dikaruniai dua orang anak yaitu: Maulidani Tresnaputri (1992) dan Agung Ahmad Khairudin (1996).

Penulis lulus dari SD Negeri Weragati di Majalengka tahun 1975, SMP

Negeri Leuwimunding di Majalengka tahun 1979, dan SMA Negeri Jatiwangi di Majalengka tahun 1982. Penulis menyelesaikan program sarjana muda di Akademi Ilmu Kehutanan (AIK) tahun 1986 dan program sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Bandung Raya, Bandung pada tahun 1992. Tahun

1986-1989 bekerja sebagai teknisi di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan ITB. Sejak tahun 1989 penulis bekerja sebagai peneliti di Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Bogor, Departemen Kehutanan. Pada tahun 2007 penulis mendapatkan beasiswa program sekolah riset (research school) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan untuk melanjutkan studi pascasarjana di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan mengambil

(21)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ...

DAFTAR GAMBAR ...

DAFTAR LAMPIRAN ...

I PENDAHULUAN ... 1.1 Latar Belakang ... 1.2 Rumusan Masalah ... 1.3 Tujuan Penelitian ... 1.4 Manfaat Penelitian ... 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 1.6 Hipotesis Penelitian ...

II TINJAUAN PUSTAKA ... 2.1 Deskripsi Umum Meranti Tembaga (Shorea leprosula Miq.) ... 2.2 Perbanyakan Vegetatif ... 2.3 Juvenilitas Bahan Stek ...

III METODE PENELITIAN ... 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 3.2 Bahan dan Alat ... 3.3 Prosedur Penelitian ...

3.3.1 Eksperimen 1. Karakteristik Juvenilitas Bahan Stek Pucuk Meranti Tembaga ... 3.3.1.1 Morfologi Daun Bahan Stek ... 3.3.1.2 Anatomi Batang Bahan Stek ... 3.3.1.3 Kandungan Auksin dan Hara Bahan Stek ... 3.3.2 Eksperimen 2. Respon Umur Bahan Stek terhadap Perakaran 3.3.3 Eksperimen 3. Hubungan Umur Bahan Stek terhadap

Keberhasilan Penyambungan ... 3.4 Analisa Data ...

IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 4.1 Eksperimen 1. Karakteristik Juvenilitas Bahan Stek Pucuk Meranti Tembaga ...

4.1.1 Karakteristik Morfologi Daun ... 4.2 Karakteristik Anatomi Bahan Stek Pucuk Meranti Tembaga ... 4.3 Kandungan Hara ……… 4.4 Kandungan Auksin ……… 4.2 Eksperimen 2. Respon Umur Bahan Stek terhadap Perakaran ... 4.3 Eksperimen 2. Respon Umur Bahan Stek terhadap Keberhasilan 4.4 Pola Hubungan antara Kandungan Hara dan Auksin dengan Keberhasilan Perakaran Stek dan Grafting ...

(22)

V SIMPULAN DAN SARAN ... 5.1 Simpulan ... 5.2 Saran ...

DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN ... 34 34 34

35

(23)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Kondisi pohon induk bahan stek ...

2 Hasil pengukuran morfologi daun meranti tembaga ………...

3 Hasil pengukuran anatomi kayu bahan stek ………..

4 Persen keberhasilan stek dan graftingS. leprosula setelah berumur 3 bulan setelah tanam (BST) ...

16

23

25

(24)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Rumusan Masalah dan Kerangka Pemikiran ...

Ciri morfologi pohon Shorea leprosula Miq. (1) Bentuk pohon; (2) Daun dan buah ; (3) Buah ( Soerianegara dan Lemmens, 1993) ……….

Beberapa bentuk teknik penyambungan tanaman. a: scion (batang atas), b: stock (batang bawah) (Wudianto, 1999; Hartmann et al., 1997) …….. Contoh pucuk bahan stek meranti tembaga untuk analisis morfologi daun

Contoh herbarium S. leprosula untuk analisis morfologi daun …………... Preparat batang bagian bawah stek (A) irisan lintang, (B) pembuluh, (C) serat ………...

Kandungan hara dan auksin IAA dalam bahan stek meranti tembaga ...

Hasil biplot peubah dengan umur bahan stek S. leprosula. A: grafting, B: stek, C: panjang akar, D: jumlah akar, E: berat akar, F: berat kering akar, G: IAA daun, H: C daun, I: N daun, J: P daun, K: K daun, L: nisbah C/N daun, M: IAA batang, N: C batang, O: N batang, P: P batang, Q: K batang, R: nisbah C/N batang, dimensi vertikal 3,4%; horizontal 96,6% dengan skala 1.15803 (umur/peubah) ...

Pola hubungan antara kandungan hara dan auksin IAA dengan keberhasilan perakaran stek dan graftingS. leprosula ...

4

7

13

17

18

25

27

30

(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1

2

3

4

5

6

7

Kondisi harian lemari grafting dan sungkup propagasi dalam rumah kaca yang dilengkapi dengan sistem pengkabutan KOFFCO. ………… Hasil pengukuran morfologi daun meranti tembaga ………

Rekapitulasi F-hitung uji beda rata-rata morfologi daun ………

Rekapitulasi F-hitung uji beda rata-rata anatomi batang stek ………….

Rekapitulasi F-hitung pengaruh umur bahan stek terhadap kandungan hara dan auksin IAA ……….

Kandungan hara dan auksin IAA bahan stek meranti tembaga ...

Rekapitulasi F-hitung, nilai P, dan koefisiensi keragaman pengaruh umur terhadap perakaran stek dan grafting ………...

39

40

41

41

41

42

(26)

1.1 Latar Belakang

Shorea lepropsula Miq. (meranti tembaga) merupakan salah satu jenis meranti dari famili Dipterocarpaceae yang tergolong cepat tumbuh, sehingga pohon ini sangat potensial untuk pengembangkan hutan tanaman dipterokarpa. Pohon ini direkomendasikan untuk dikembangkan dalam teknik silvikultur Tebang Pilih Indonesia Intensif (TPII) karena : 1) jenis ini tersebar sangat luas dan

mudah didapat, (2) memiliki pertumbuhan diamater sedang, tidak terlalu cepat maupun tidak terlalu lambat, (3) dapat digunakan sebagai tanaman standar, (4) memungkinkan untuk dibangun sumber benihnya (Soekotjo 2007). Selain itu, jenis ini dapat menghasilkan kayu yang memiliki nilai ekonomi tinggi, dan pertumbuhannya relatif cepat, serta pengetahuan silvikulturnya telah diketahui

(Subiakto et al. 2007). Untuk menunjang industri perkayuan di masa depan, penanaman jenis ini dalam skala besar dapat diandalkan sehingga perlu dukungan penelitian termasuk pengadaan bibit. Jenis ini telah mendominasi pasar dunia sejak tahun 1980-an sampai dengan 1990-an karena memiliki beberapa keunggulan antara lain 1) kayunya mudah dikerjakan, 2) harga kayu olahannya

terjangkau masyarakat, 3) tersedia dalam jumlah yang cukup, 4) tektur kayu baik (Widyantoro & Sukardi 2007).

Benih meranti tembaga termasuk jenis rekalsitran, sehingga benih tanaman ini tidak dapat disimpan lama. Benih jenis ini umumnya hanya dapat disimpan

(27)

2

Keberhasilan pertumbuhan stek dipengaruhi oleh faktor-faktor bahan tanaman, lingkungan dan zat pengatur tumbuh (Hartmann et al. 1997). Faktor bahan tanaman meliputi genetik, kandungan cadangan makanan dalam jaringan

stek, ketersediaan air, hormon endogen dalam jaringan stek, umur tanaman, dan jenis tanaman. Faktor lingkungan yang mempengaruhi keberhasilan penyetekan, antara lain: media perakaran, kelembaban, suhu, intensitas cahaya dan teknik penyetekan.

Bahan stek yang baik dapat diperoleh dari pohon induk yang unggul dan

masih dalam fase pertumbuhan vegetatif (juvenil). Sementara itu, pohon induk hasil pemuliaan yang unggul umumnya memiliki umur yang memasuki fase kematangan (mature). Bahan stek dari pohon yang semakin tua akan semakin sulit berakar. Bahan stek S. leprosula yang sudah dewasa (10 tahun) hanya dapat menghasilkan persen berakar sebesar 14,70 % (Hendromono et al. 1996). Sementara itu, tanaman unggul S. leprosula hasil seleksi pemuliaan umumnya diketahui setelah berumur di atas 10 tahun. Sampai saat ini, pengadaan bibit tanaman S. leprosula dapat dilakukan secara masal dengan stek dari tanaman muda menggunakan teknologi KOFFCO system dan teknik pemangkasan bergulir (Sakai & Subiakto 2007).

Tingkat juvenilitas pucuk tanaman merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas bahan stek (Galopin et al. 1996; Hartmann et al. 1997). Bahan stek juvenil adalah tunas stek pada fase pertumbuhan juana yang dicirikan dengan tingginya vigoritas pertumbuhan vegetatif (mudah menghasilkan akar) dan

ketidakmampuan untuk menghasilkan bunga. Bahan stek pada fase juvenil memiliki kemampuan untuk menumbuhkan akar adventif yang lebih tinggi, dan kemampuan ini semakin dewasa semakin menurun (Salisbury & Ross 1995). Analisis tingkat juvenilitas pucuk bahan stek dapat ditentukan berdasarkan umur, karakater morfologi, anatomi, kandungan auksin, dan hara bahan stek. Saat ini,

(28)

1.2 Rumusan Masalah

Perbanyakan tanaman dengan metode stek sangat membantu dalam program penanaman dan pemuliaan pohon jenis Dipterocarpaceae, karena pohon ini tidak

berbuah setiap tahun dan benihnya bersifat rekalsitran sehingga tidak bisa disimpan lama. Namun tingkat keberhasilan perakaran stek tanaman meranti tembaga yang telah dewasa masih rendah.

Keberhasilan perakaran stek dipengaruhi oleh faktor-faktor bahan tanaman, lingkungan dan zat pengatur tumbuh (Gambar 1). Faktor bahan tanaman meliputi

genetik, kandungan cadangan makanan dalam jaringan stek, ketersediaan air, hormon endogen dalam jaringan stek, umur tanaman, dan jenis tanaman. Faktor lingkungan yang mempengaruhi keberhasilan penyetekan, antara lain: media perakaran, kelembaban, suhu, intensitas cahaya dan teknik penyetekan.

Tingkat juvenilitas pucuk tanaman merupakan salah satu faktor yang

menentukan kualitas bahan stek meranti tembaga yang sangat dipengaruhi oleh umur tanaman. Analisis tingkat juvenilitas pucuk bahan stek dilakukan berdasarkan karakater morfologi, anatomi, kandungan auksin, dan nutrisi bahan stek. Perbedaan morfologi dan anatomi bahan stek dipengaruhi oleh kandungan auksin dan nutrisi yang berbeda. Saat ini, informasi ilmiah mengenai tingkat

juvenilitas pada beberapa umur bahan stek serta hubungannya dengan keberhasilan perakaran stek meranti masih sangat terbatas sehingga perlu dilakukan penelitian tersebut, terutama untuk jenis S. leprosula.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pola hubungan antara

karakteristik morfologi, anatomi, kandungan auksin dan kandungan hara bahan stek dengan keberhasilan perakaran dan penyambungan pada beberapa kelas umur bahan stek. Pola hubungan diharapkan mampu menginformasikan faktor utama yang menyebabkan perbedaan tingkat keberhasilan pertumbuhan dan perakaran stek, sehingga memudahkan dalam menentukan perlakuan rejuvenasi bahan stek

agar dapat lebih mudah diperbanyak secara vegetatif.

1.3 Tujuan Penelitian

(29)

4

grafting meranti tembaga, dan 2) memperoleh teknik grafting untuk rejuvenasi bahan stek pucuk meranti tembaga.

Gambar 1 Rumusan Masalah dan Kerangka Pemikiran.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menginformasikan faktor bahan stek yang paling dominan mempengaruhi keberhasilan perakaran stek meranti

tembaga. Diketahuinya pola hubungan antara umur dan tingkat juvenilitas bahan stek dan metode rejunevasinya, diharapkan dapat mendukung program penanaman, pemuliaan dan konservasi tanaman jenis-jenis dipterokarpa, khususnya meranti tembaga.

Morfologi Anatomi

Kandungan Hara

Kandungan Hormon

Pemangkasan Pemupukan

Lingkungan Bahan stek

(umur/genetik)

Zat Pengatur Tumbuh Perakaran Stek

(30)

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Mempelajari faktor-faktor internal yang mempengaruhi juvenilitas tanaman S. leprosula, meliputi morfologi, anatomi, kandungan auksin dan hara pada bagian pucuk bahan stek dan kemampuan perakarannya. Selain itu, dipelajari juga teknik grafting yang dapat digunakan untuk merejuvenasi bahan stek.

1.6 Hipotesis Penelitian

(31)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Umum Meranti Tembaga (Shorea leprosula Miq.)

Shorea lepropsula Miq (meranti tembaga) (sinonim Hopea maranti Miq., Shorea maranti Burck, S. astrostricta Scort. Ex Foxw.) termasuk famili Dipterocarpaceae, tumbuh dominan di hutan tropis Asia Tenggara, termasuk Indonesia (Bawa 1998). Jenis ini tumbuh menyebar di daerah dataran rendah. Di banyak tempat 80 % dari individu-individu pohon ini berada pada lapisan tajuk

atas dan 40 % berada pada lapisan bagian bawah (Ashton 1992; Bawa 1998). Di Indonesia pohon ini terdapat di Sumatera, Kalimantan dan Maluku (Heyne 1987). Sebagian besar jenis ini terdapat pada daerah beriklim basah dan kelembaban tinggi di bawah 800 m dpl dengan curah hujan rata-rata di atas 2000 mm/tahun dengan musim kemarau yang pendek (Al Rasyid et al. 1991).

Pohon ini memiliki tajuk berwarna tembaga. Tinggi pohon dapat mencapai 60 m dengan tinggi banir 1,5 m, diameter 100 cm dan tinggi batang bebas cabang 30 m (Newman et al. 1999). Batang pohon berwarna abu-abu atau coklat beralur tidak dalam, mengelupas agak besar, kulit hidup berwarna coklat muda sampai merah atau kuning muda. Daun bulat telur terbalik atau lonjong, ujung runcing,

pangkal membulat, panjang ± 3-13 cm, lebar 3-6 cm, permukaan helai daun mengkilap, urat daun primer dan sekunder pada permukaan bawah berbulu bintang, urat sekunder berjumlah 12-17 pasang, kadang-kadang terdapat kelenjar domatia pada ketiak urat sekunder, tangkai daun berbulu halus, panjang tangkai

1-2 cm (Al Rasyid et al. 1991). Benih meranti tembaga termasuk jenis rekalsitran, sehingga benih tanaman ini tidak dapat disimpan lama. Benih meranti umumnya hanya dapat disimpan selama 6 sampai dengan 12 minggu (Soetisna et al. 1998), dan musim buahnya hanya 2 tahun sampai 5 tahun sekali serta tidak menentu (Jǿker 2002).

(32)

untuk berbagai keperluan seperti kayu lapis, kayu gergajian dan bahan bangunan (Heyne 1987; Al Rasyid et al. 1991; Ashton 1992; Bawa 1998).

Gambar 2 Ciri morfologi pohon Shorea leprosula Miq. (1) Bentuk pohon; (2) Daun dan buah ; (3) Buah ( Soerianegara & Lemmens 1993)

2.2 Perbanyakan Vegetatif

Perbanyakan vegetatif adalah memperbanyak tanaman dengan cara

menumbuhkan bagian-bagian organ, jaringan atau sel vegetatif yang masih dimungkinkan untuk mampu membentuk individu baru yang lengkap (totipotensi sel) (Hartmann et al. 1997;Salisbury & Ross 1995). Ada dua tipe perbanyakan vegetatif yaitu secara alami dan buatan. Perbanyakan vegetatif yang secara alami dapat berupa perbanyakan tunas adventif (terubusan), sementara yang secara buatan dapat terjadi melalui stek, cangkok dan kultur jaringan serta penyatuan bagian vegetatif seperti sambungan, dan penempelan atau okulasi ( Hartmann et al. 1997).

2.2.1 Stek

[image:32.612.230.415.145.336.2]
(33)

8

sempurna ( Soerianegara & Djamhuri 1979). Perbanyakan vegetatif secara stek umumnya digunakan untuk memperbanyak tanaman yang tidak mungkin diperbanyak dengan biji, melestarikan klon tanaman unggul dan untuk

memudahkan serta mempercepat perbanyakan tanaman (Rochiman & Harjadi 1973). Stek dapat diklasifikasikan berdasarkan bagian tanaman yang digunakan, yaitu : stek batang, stek daun, stek pucuk dan stek akar.

Pertumbuhan stek dipengaruhi oleh interaksi faktor bahan tanaman dan faktor lingkungan (Hartmann et al. 1997). Faktor bahan tanaman terutama meliputi genetik, kandungan cadangan makanan dalam jaringan stek, ketersediaan air, umur tanaman (pohon induk), hormon endogen dalam jaringan stek, dan jenis tanaman. Faktor lingkungan yang mempengaruhi keberhasilan penyetekan, antara lain: media perakaran, kelembaban, suhu, intensitas cahaya dan teknik penyetekan.

Setiap jenis tanaman mempunyai kemampuan pertumbuhan stek yang berbeda, ada yang mudah berakar dan ada yang sulit berakar. Kemudahan berakar yang dimiliki individu merupakan salah satu faktor penting dalam seleksi pohon untuk diperbanyak secara vegetatif. Dalam pembangunan hutan klon di Aracruz, dilaporkan bahwa dari 5000 pohon induk eukaliptus yang dipilih terdapat 150

klon yang dianggap baik dan hanya 31 klon yang terbaik untuk digunakan sebagai basis perbanyakan dan pengembangan klon sesuai karakteristik yang diharapkan (Ikemori 1984)

Media tumbuh yang baik harus dapat menahan air dan kelembaban tanah,

mempunyai aerasi yang baik serta bebas dari jamur dan patogen (Rochiman dan Harjadi, 1973). Media tumbuh mempunyai beberapa fungsi antara lain untuk menjaga stek tetap pada tempatnya selama pertumbuhan, menjaga kelembaban agar tetap tinggi dan dapat menyediakan oksigen yang cukup (Hartmann et al. 1997).

(34)

yang banyak menyerap air dan mempertahankannya, dan hal ini sangat baik dalam mempertahankan kelembaban medium.

Intensitas cahaya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan stek bervariasi untuk

setiap tanaman. Yasman dan Smith (1988) melaporkan bahwa intensitas cahaya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan stek dipterocarpa sebaiknya tidak lebih dari 5000 lux. Dilain pihak bila menggunakan KOFFCO System, intensitas cahaya dapat mencapai 10.000 – 20.000 lux (Sakai & Subiakto 2007).

Suhu optimum untuk pertumbuhan akar pada stek tidak sama untuk setiap

tanaman. Secara umum suhu yang diperlukan untuk pertumbuhan stek berkisar antara 21oC - 27oC (Hartmann et al. 1997). Yasman dan Smith (1988), melaporkan bahwa kisaran suhu media stek dipterokarpa antara 27oC – 30oC dan suhu udara tidak lebih dari 40oC.

2.2.1.1 Pembentukan Akar pada Stek

Pembentukan dan pertumbuhan akar pada stek terjadi karena adanya pergerakan ke arah bawah dari hormon pengatur tumbuh seperti auksin, karbohidrat, serta rooting cofactor baik dari tunas maupun dari daun. Senyawa ini akan terakumulasi di dasar stek yang selanjutnya akan menstimulir

pembentukan akar (Hartmann et al. 1997).

Proses pembentukan akar terjadi karena sel-sel meristematik yang terletak antara jaringan pembuluh akan membelah, kemudian memanjang dan membentuk kembali sel-sel yang nantinya berkembang menjadi bakal akar. Sebagian besar

sel-sel yang membelah akan membentuk ujung akar (root tip) yang tumbuh terus melewati korteks dan epidermis, dan akar yang muncul dibagian batang atau sel tersebut akan menjadi akar adventif, yaitu akar yang muncul bukan dari organ akar (Rochiman dan Harjadi 1973).

(35)

10

namun dihambat oleh konsentrasi auksin yang tinggi. Keempat, pertumbuhan dan munculnya akar primodial yang keluar melalui jaringan batang ditambah pembentukan sambungan pembuluh antara akar primordial dengan jaringan

pembuluh dari stek itu sendiri.

Menurut Pandit (1991), susunan anatomi akar stek pucuk meranti terdiri dari epidermis, korteks, endodermis, perisikel, xilem, floem, dan kambium. Hasil penelitian secara mikroskopis terhadap beberapa jenis meranti yang dilakukan oleh Kosasih et al. (1997), menunjukkan bahwa akar yang terbentuk pada stek meranti adalah akar liar (akar adventif), yang tumbuh dan berkembang dari jaringan kambium di dasar stek. Sebagian dari akar tersebut tumbuh secara geometris, mirip dan berfungsi sama dengan akar tunggang dan mulai tampak pada umur 6 bulan.

2.2.1.2 Hormon Pertumbuhan Akar

Hormon tumbuh auksin sangat penting peranannya dalam proses inisiasi pembentukan akar adventif (Hackett 1988). Auksin alami diketahui sebagai asam indoleasetat (IAA) yang merupakan gugus asam amino yang disintesis dari triptofan yang terdapat di jaringan muda, seperti meristem tajuk, daun dan buah

yang sedang tumbuh (Salisbury & Ross 1995). Hormon ini diangkut dari daun ke arah bawah (basipetal) secara polar dan lambat melalui sel parenkima yang bersinggungan dengan berkas pembuluh, tidak melalui tabung tapis floem atau xilem.

Untuk meningkatkan pertumbuhan akar stek dapat dilakukan penambahan hormon tumbuh auksin buatan dari luar. Hormon pertumbuhan auksin buatan yang sering digunakan untuk merangsang pertumbuhan akar di antaranya yaitu: IBA (indole butyric acid), IAA (indole acetic acid), NAA (naphthalene acetic acid) dan IPA (indole propionic acid) (Heddy 1987; Hartmann et al. 1997).

(36)

kimia IBA lebih stabil sehingga penggunaannya lebih efektif karena daya kerjanya lebih lama dan tidak mudah menyebar.

IBA mengandung unsur nitrogen (N) yang terdapat sebagai gugus amino

yang terikat kuat. IBA yang diberikan pada stek hanya berperan untuk membantu pembelahan sel dan pembentukan kalus yang diikuti oleh pembentukan primordia akar yang berkembang dari sel-sel meristematik, selanjutnya perkembangan akar primordia tersebut akan banyak dipengaruhi oleh karbohidrat cadangan hasil fotosintesis (Weaver 1972).

Menurut Yasman dan Smith (1988), konsentrasi dan jenis hormon pengatur pertumbuhan akar stek dipterokarpa tergantung jenis tanaman, unsur bahan stek dan teknik pemberian hormon pengatur pertumbuhan. Teknik pemberian hormon pertumbuhan akar stek dengan konsentrasi rendah umumnya menggunakan metode perendaman selama 60 menit.

Diana (1992) melalui penelitian terhadap stek Shorea leprosula dan S. seminis yang diberi kombinasi perlakuan umur bahan stek dan IBA. Umur bahan stek terdiri dari bahan stek yang berumur di bawah 2 tahun dan di atas 2 tahun, sedang IBA dengan konsentrasi 0 ppm, 50 ppm, 100 ppm, dan 200 ppm. Kombinasi IBA 200 ppm dengan umur bahan stek di bawah 2 tahun memberikan

persen tumbuh stek tertinggi yaitu 75,5% untuk S. leprosula dan 67,4% untuk S. seminis. Aminah et al.(1995) melakukan penelitian terhadap Shorea leprosula berumur 10 bulan yang diberi IBA 20µg per stek dapat menghasilkan stek berakar sebanyak 70% dengan jumlah akar sebanyak 5,05 setiap stek.

Lastini (1995) melaporkan bahwa stek S. platyclados dan S. leprosula yang diberi perlakuan IBA dengan konsentrasi 0 ppm, 50 ppm, 100 ppm, dan 200 ppm yang dikombinasikan dengan media tumbuh gambut, pasir, dan campuran pasir dengan tanah (1:1) pada kelembaban udara di bawah 90% menghasilkan menghasilkan persentase stek tumbuh sebesar 20% untuk S. leprosula dan 7,5% untuk S. platyclados pada media pasir dengan konsentarsi IBA 200 ppm.

(37)

12

0,0678 %, methyl –1- napthalene acetic acid (MNAA) sebanyak 0,033 %, methyl –1- napthalene acetamide (MNAD) sebanyak 0,013 %, indole – 3- butyric acid (IBA) 0,057 % dan tetramethlthiuram disulfida (Thiram) sebanyak 4 %. Umur bahan stek terdiri dari stek yang berumur 3-4 tahun dan di atas 10 tahun. Media tumbuh yang digunakan adalah campuran gambut, verlit, vermikulit (1:1:1). Rootone F dapat meningkatkan persen tumbuh pada bahan stek S. selanica, S. leprosula dan S. pinanga yang berumur 3-4 tahun masing-masing sebesar 94,3 %, 87,0 %, dan 33,87% sedangkan bahan stek yang berumur di atas 10 tahun

masing-masing sebesar 61,6 %, 14,7 % dan 17,5 %.

2.2.2 Grafting

Grafting atau sambungan adalah menggabungkan batang bawah dengan batang atas dari dua tanaman yang berbeda sedemikian rupa sehingga tercapai

persenyawaan. Kombinasi ini akan terus tumbuh membentuk tanaman baru.

Dari sekian banyak bentuk teknik penyambungan tanaman dapat digolongkan menjadi tiga golongan besar (Wudianto 1999; Hartmann et al. 1997), yaitu:

1. Bud-grafting atau budding dikenal juga dengan istilah okulasi, yaitu penyatuan mata tunas (bud) dengan batang bawah sehingga terbentuk tanaman baru yang mampu saling menyesuaikan diri secara komplek (Gambar 3 A). 2. Scion grafting atau top-cleft grafting yang lebih dikenal dengan grafting saja,

yaitu penyatuan pucuk (sebagai calon batang atas) dengan batang bawah

sehingga terbentuk tanaman baru yang mampu saling menyesuaikan diri secara komplek (Gambar 3 B).

3. Grafting by approach atau inarching, yaitu cara menyambung tanaman sehingga batang atas dan batang bawah masih berhubungan dengan akarnya masing-masing (Gambar 3 C).

(38)
[image:38.612.183.439.172.553.2]

potongan batang atas yang telah diiris runcing seperti baji diselipkan pada celah potongan batang bawah kemudian diikat plastik lentur, sedangkan sambung baji terbalik (inverted wedge grafting), cara penyambungan ini kebalikannya yaitu batang atas disisipi potongan batang bawah.

Gambar 3 Beberapa bentuk teknik penyambungan tanaman. a: scion (batang atas), b: stock (batang bawah) (Wudianto 1999; Hartmann et al. 1997).

Teknik penyambungan tanaman memiliki beberapa manfaat (Wudianto 1999; Hartmann et al. 1997), yaitu untuk:

1. memperbanyak tanaman yang belum bisa diperbanyak dengan stek, cangkok dan teknik perbanyakan vegetatif lainnya.

2. mendapatkan manfaat tertentu dari tanaman bawah A Budding (okulasi)

a

b

C Inarching

a b

Inarching batang

a

b

Inarching kulit B Grafting (sambungan)

a

b a

b

(39)

14

3. mengubah varitas tanaman

4. mempercepat tanaman agar cepat dewasa dan cepat berbuah 5. mendapatkan bentuk tanaman tertentu

6. memperbaiki tanaman yang rusak

7. mempelajari pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta membuat tanaman yang bebas virus.

8. merejuvenasi tanaman yang sudah dewasa.

2.3 Juvenilitas Bahan Stek

Tingkat juvenilitas bahan stek tanaman sangat menentukan keberhasilan pertumbuhan akar stek. Fase juvenil adalah fase pertumbuhan vegetatif sebelum fase pembungaan (generatif). Fase juvenil dengan fase dewasa dapat ditunjukkan dengan perbedaan bentuk morfologi daun, fisiologi dan anatominya (Salisbury &

Ross 1995; Hartmann et al. 1997). Karakter daun tanaman fase juvenil dan fase dewasa bervariasi untuk setiap jenis, antara lain bentuk, ukuran, warna, dan permukaan daun, sedangkan secara fisiologi umunya mampu melakukan fotosintesis yang lebih cepat dibandingkan dengan tanaman dewasa (Greenwood & Hutchison 1993). Perbedaan anatomi batang antara fase juvenil dengan fase

dewasa telah diamati pada tanaman Malus domestica dan Herdera helix (Hackett 1988). Batang M. domestica juvenil kurang memiliki serat pericycle dan pada floem primer relatif tidak memiliki serat dan sclereid, sedangkan pada H. helix memiliki selundang serat floem yang lebih tipis dibandingkan dengan tanaman

dewasa.

(40)

akan menghasilkan bahan stek yang semakin sulit berakar (Greenwood & Hutchison 1993; Salisbury & Ross 1995; Browne et al. 1997). Jaringan meristem pada pohon dapat menjadi juvenil atau dewasa, umumnya merupakan respon dari

keberadaan hara dan hormon pertumbuhan (Bonga & Aderkas 1993). Bahan stek juvenil tanaman ekaliptus dapat diperoleh dari terubusan yang muncul pada potongan pohon setinggi 12 cm dari permukaan tanah dan berumur 45-55 hari setelah pemangkasan (Ikimori 1984).

Tingkat juvenlitas tanaman dapat dipertahankan melalui perbanyakan

berseri, pemangkasan, subkultur beberapa kali dan penyimpanan jaringan (Talbert et al. 1993; Bonga & Aderkas 1993; Haapala et al. 2004). Tanaman yang tua dan sulit berakar dapat direjuvensi, antara lain dengan metode: 1) memunculkan tunas adventif dari bagian akar, 2) memotong tunas apikal atau tunas samping kemudian menyemprotnya dengn larutan sitokinin atau gibberellin, 3) mendorong

(41)

III METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Silvikultur Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam (PPPH dan KA), Gunungbatu, Bogor. Penelitian dimulai bulan Juni 2008 sampai dengan bulan April 2009.

3.2 Bahan dan Alat

[image:41.612.132.512.373.453.2]

Penelitian menggunakan pucuk dari tanaman S. leprosula yang berumur ≤ 2 tahun, 10 tahun, dan 25 tahun. Bahan stek umur ≤ 2 tahun dikumpulkan dari persemaian PPPH dan KA, Gunungbatu, Bogor. Bahan stek umur 10 tahun dan 25 tahun dikumpulkan dari tegakan meranti tembaga di Kebun Percobaan Dramaga, Jawa Barat masing-masing sebanyak 3 pohon.

Tabel 1 Kondisi pohon induk bahan stek

Umur Tinggi (m) Diameter (cm)

≤ 2 tahun 0,58 0,54

10 tahun 22,50 45,85

25 tahun 30,67 53,18

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: ruang pengakaran stek menggunakan KOFFCO System (akronim dari Komatsu-FORDA Fog Cooling System). Teknologi ini dikembangkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan yang bekerjasama dengan Research Centre, Komatsu Ltd. Kondisi

ruang pengakaran ini memiliki suhu antara 24oC – 30oC, kelembaban udara lebih dari 95%, dan intensitas cahaya antara 10.000 – 20.000 lux (Sakai & Subiakto 2007).

3.3 Prosedur Penelitian

Penelitian terdiri dari tiga eksperimen (percobaan) yaitu: Eks.1 Karakteristik

(42)

3.3.1 Ekperimen 1. Karakteristik Juvenilitas Bahan Stek Pucuk Meranti Tembaga

Tingkat juvenilitas bahan stek meranti diukur dengan cara menganalisis

morfologi, anatomi, kandungan auksin dan hara bahan stek pucuk terhadap kemampuan berakar stek. Pengujian tingkat juvenilitas bahan stek dilakukan terhadap tanaman meranti tembaga berumur ≤ 2 tahun, 10 tahun, dan 25 tahun.

3.3.1.1 Morfologi Daun Bahan Stek

[image:42.612.225.412.350.598.2]

Pengamatan morfologi bahan stek meliputi bentuk daun dan permukaan tepi daun (rata atau bergerigi), panjang daun (PD), lebar daun (LD), panjang tangkai daun (petiole) (PP), panjang dari petiole ke bagian daun yang terlebar (PPD) (Gambar 4). Contoh pucuk terdiri dari pucuk umur ≤ 2 tahun, 10 tahun dan umur

25 tahun (Gambar 5). Daun yang diamati mulai daun ke-1 sampai daun ke-5 dari pucuk. Masing-masing kelompok umur diwakili oleh 10 pucuk tanaman (ulangan).

Gambar 4 Contoh pucuk bahan stek meranti tembaga untuk analisis morfologi daun.

Keterangan: LD = lebar daun; PD = panjang daun; PP = panjang tangkai daun; PPD panjang dari tangkai daun ke daun yang terlebar

5 cm LD

PPD

(43)

18

Gambar 5 Contoh herbarium S. leprosula untuk analisis morfologi daun.

3.3.1.2 Anatomi Batang Bahan Stek

Pengamatan anatomi bahan stek dilakukan di Laboratorium Anatomi Kayu,

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bagian dasar stek untuk setiap variasi umur (≤ 2 tahun, 10 tahun, 25 tahun) diwakili oleh 3 pucuk tanaman dibuat preparat sayat dan maserasi.

Pembuatan preparat sayat dilakukan dengan cara bagian bawah bahan stek dipotong sepanjang 0,5 cm, kemudian difiksasi dengan larutan FAA ( 50 ml ethyl alcohol 95%, 5 ml glacial acetic, 10 ml formaldehyde 40%, dan 35 ml air), selajutnya diinfiltrasi dengan 20% poly ethylene glycol (PEG) 2000 dalam

alkohol teknis menurut petunjuk Richter dan Wijk (1990). PEG dimasukan ke dalam oven pada suhu 60oC selama 5 – 6 hari sampai semua alkohol menguap. Setelah didinginkan, PEG beku yang menempel pada bahan stek dibersihkan kemudian dicetak dalam PEG cair dan bekukan dalam lemari es. Selanjutnya dibuat sayatan dengan mikrotom ke melintang setebal 12-25 µm. Kemudian

sayatan dipindahkan ke kaca preparat (mikroskop slide) dengan bantuan kuas yang telah dibasahi larutan gliserin. Selanjutnya sayatan diberi zat pewarna (safranin 2-5%) dan diamkan beberapa menit. Sayatan dibersihkan dengan aquades, kemudian didehidrasi dengan cara merendam dalam alkohol berturut-turut 30%, 50%, 70%, 96%, absolute (ethanol tanpa air), karboxylol, dan toluene masing-masing ± 5

menit. Sayatan dipindahkan ke kaca preparat lalu ditetesi entelan dan segera ditutup dengan cover glass secara perlahan-lahan. Setelah kering, sayatan diamati di bawah mikroskop.

a. umur ≤ 2 tahun

5 cm

b. umur 10 tahun

5 cm

c. umur 25 tahun

[image:43.612.153.504.83.217.2]
(44)

Pembuatan preparat maserasi dilakukan dengan cara bagian bawah bahan stek dipotong sepanjang 0,5 cm kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 30% larutan hydrogen peroksida dan larutan asam asetat glacial dengan

perbandingan 1:1 sampai terendam. Tabung reaksi dipanaskan dalam waterbath

sampai potongan batang stek berwarna putih dan terlihat adanya tanda-tanda serabut mulai lepas (selama 16 jam), kemudian dicuci dengan air 2-3 kali. Untuk mendapatkan serabut yang terlepas dengan sempurna, serabut batang stek dicuci kembali dan dikocok dengan aquades secara berulang-ulang sampai serabut

tersebut bebas asam. Kemudian serabut dipindahkan ke cawan petri dan diberi 2-4 tetes safranin 2% selama 6-8 jam. Setelah itu, sel-sel serabut dicuci dengan air bersih. Agar zat pewarna safranin dapat bertahan lama, sel-sel serabut tersebut dicuci berturut-turut dengan alkohol 10%, 30%, dan 70% masing-masing selama 2 menit. Sesudah proses dehidrasi, serabut dipindahkan ke kaca preparat kemudian

diberi sedikit gliserin alkohol dan dilakukan pemisahan serabut agar serat tidak bertumpuk. Selanjutnya diberi satu tetes canada balsem (entelan) dan tutup dengan kaca penutup preparat, penutupan dilakukan dengan hati-hati agar tidak ada gelembung udara yang terperangkap (Tesoro 1989). Preparat diamati dan divisualisasi menggunakan mikroskop Elict Wetzler yang dilengkapi dengan

kamera Nikon FX35DK dan vilar mikrometer; mikroskop Fluricent Carl Zeiss

yang dilengkapi dengan kamera Axio, Axio Imager, Axio Vision dan kamera digital Photometrix CoolSnap Fx (Roper Scientific). Paramater yang diamati meliputi ukuran pembuluh dan serat yang dianjurkan oleh komite Internastional

Association of Wood Anatomist (Wheeler at al. 1989). Ciri kuantitatif panjang pembuluh, diameter pembuluh, frekuensi pembuluh, panjang serat, diameter serat, dan tebal dinding masing-masing diukur 25, 25, 10, 25, 25, 15, 15 kali.

3.3.1.3Kandungan Auksin dan Hara Bahan Stek

(45)

20

3.3.1.3.1 Analisis Auksin Bahan Stek

Kandungan auksin diukur dengan menggunakan HPLC yang dilengkapi dengan detector UV-Vis di Laboratorium Pengujian, Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Pascapanen Pertanian. Sampel ditimbang sebanyak ± 0,5 gram kemudian potong kecil-kecil. Selanjutnya sampel diekstrak dengan 25 ml metanol yang mengandung 0,02% sodium diethylditiokarbonat, kemudian dikocok dengan

shaker pada kecepatan 148 rpm selama ± 2 jam. Filtrat disaring kemudian dikeringkan dengan waterbath pada suhu 40oC. Setelah kering filtrat dilarutkan

dalam 10 ml buffer phospate pH 7,5 – 8 dan disaring lagi dengan miliphore 0,45 mikron, kemudian filtrat diinjek ke HPLC (High Performance liquid Chromatography) sebanyak 20 µl (Linskens & Jackson 1987).

3.3.1.3.2 Analisis Hara Bahan Stek

Kandungan hara bahan stek yang diukur meliputi unsur C,N,P,K dan nisbah C/N. Nisbah C/N dihitung berdasarkan kadungan unsur C (karbon) dan N (nitrogen) bahan stek. Pengujian dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Contoh daun dan batang dikeringkan pada suhu 60oC. Tulang daun dipisahkan

karena tidak termasuk contoh daun. Kemudian masing-masing contoh digiling sampai lembut menggunakan mesin penggiling tanaman dan diayak menggunakan saringan 0,2 mm. Kandungan C ditetapkan dengan menggunakan metode C-Mobius, sedangkan unsur N ditetapkan menggunakan metode Kjeldahl.

Kandungan P dan K ditetapkan dengan metode bluemolybdate. Penetapan P menggunakan alat spectrophotometer UV-Vis, sedangkan penetapan K menggunakan alat flame photometer.

3.3.2 Ekperimen 2. Respon Umur Bahan Stek terhadap Perakaran

(46)

campuran sabut kelapa dan sekam padi steril dengan perbandingan 2:1 (v/v) dalam potray ukuran 4,5 cm x 4,5 cm x 12 cm. Media tanam sebelumnya dibuat lubang tanam dengan menggunakan potongan batang kayu yang runcing, agar

ujung stek tidak terluka pada saat penanaman. Bagian bawah stek dibubuhi hormon pengatur tumbuh rootone-F (Napthalene acetamide (NAD) sebanyak 0,0678 %, Methyl –1- Napthalene Acetic Acid (MNAA) sebanyak 0,033 %,

Methyl –1- Napthalene Acetamide (MNAD) sebanyak 0,013 %, Indole – 3- butyric Acid (IBA) 0,057 % dan Tetramethlthiuram disulfida (Thiram) sebanyak 4

%. ) kemudian ditanam di media pot-tray, selanjutnya media dipadatkan dengan cara ditekan menggunakan dua jari agar stek tidak bergoyang saat penyiraman. Tanaman diletakan di rumah kaca yang dilengkapi dengan sistem pendingin (cooling system) atau ruang KOFFCO. Selesai penanaman kemudian dilakukan penyiraman dengan percikan air yang halus. Penyiraman dilakukan setiap 3 hari

pada minggu pertama, kemudian seminggu sekali pada minggu ke-3 sampai dengan minggu ke-4, selanjutnya penyiraman dilakukan setiap bulan. Pengamatan akhir dilakukan setelah stek berumur 3 bulan setelah tanam. Data pertumbuhan stek yang diukur meliputi: persen stek berakar, stek segar, stek bertunas, panjang akar, jumlah akar, dan biomasa akar. Biomasa akar diukur dengan cara bagian

akar dikeringkan dengan oven pada suhu 70oC selama 2 x 24 jam selanjutnya ditimbang.

Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Setiap ulangan terdiri dari 45 stek. Model statistik yang digunakan adalah sebagai berikut

(Mattjik & Sumertajaya 2006):

Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ = rataan umum

τi = pengaruh perlakuan ke-i

εij = pengaruh acak perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

3.3.3 Ekperimen 3. Respon Umur Bahan Stek terhadap Keberhasilan Penyambungan

Untuk menguji kemampuan grafting pucuk meranti tembaga, pucuk tanaman umur ≤ 2 tahun, 10 tahun, 25 tahun disambung (grafting) pada tanaman

(47)

22

bawah jenis yang sama yang berumur ≤ 2 tahun. Grafting dilakukan dengan cara menyambungkan cabang orthotrop dari beberapa variasi umur pada tanaman bawah dengan menggunakan sistem celah (bentuk “V”) atau sambung baji.

Kemudian sambungan diikat dengan plastik yang lentur berukuran lebar 1cm, sehingga ikatan dapat semakin kuat dan rapat. Dalam pengikatan dan penutupan sambungan diusahakan jangan sampai ada yang terbuka, agar air tidak bisa masuk ke dalam sambungan karena dapat menimbulkan pembusukan. Pucuk yang digunakan terdiri dari 3-4 ruas, daunnya dipotong dan disisakan ¼ bagian.

Grafting disimpan dalam lemari grafting yang ditempatkan ditempat ruang KOFFCO selama ± 30 hari. Kemudian lemari grafting dibuka sebentar untuk pengamatan dan kegiatan pewiwilan tunas-tunas yang tumbuh pada batang bawah. Pengamatan dapat dilakukan seminggu sekali dengan cara membuka lemari grafting selama 1 jam pada pagi hari kemudian ditutup rapat kembali.

Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok lengkap (RAKL). Setiap kelompok terdiri dari 10 sambungan dengan 4 kelompok (ulangan). Model statistik yang digunakan adalah sebagai berikut (Mattjik & Sumertajaya 2006):

Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

µ = rataan umum

Kj = pengaruh perbedaan kelompok ke-j

τi = pengaruh perlakuan ke-i

εij = pengaruh acak perlakuan ke-i kelompok ke-j

3.4 Analisis Data

Analisis keragaman dilakukan dengan menggunakan personal komputer program SAS 9.1. Untuk mengetahui adanya pengaruh perbedaan dalam masing-masing perlakuan dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) (Steel & Torrie 1993). Untuk mengetahui hubungan antara pengamatan dengan

peubah dan tingkat kedekatan antar peubah dilakukan analisis Biplot (Jollife 1986; Sartono et al. 2003).

(48)

4.1 Ekperimen 1. Karakteristik Juvenilitas Bahan Stek Pucuk Meranti Tembaga

4.1.1 Karakteristik Morfologi Daun

Karakteristik morfologi daun dapat menunjukkan tingkat juvenilitas suatu tanaman (Clearwater & Gould 1994; Galopin 1996; Gras 2005). Hasil pengukuran karakteristik morfologi daun meranti tembaga meliputi panjang daun, lebar daun, panjang tangkai daun menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada taraf uji

[image:48.612.134.509.320.432.2]

95% terhadap kelas umur bahan stek kecuali jumlah urat daun sekunder (Tabel 2).

Tabel 2 Hasil pengukuran morfologi daun meranti tembaga

Peubah Umur

≤ 2 tahun 10 tahun 25 tahun Panjang daun (cm) 12,5 ± 1,5a 11,3 ± 1,0b 11,0 ± 0,9b

Lebar daun (cm) 6,5 ± 0,6 a 5,8 ± 0,5 b 5,7 ± 0,3 b Jumlah urat daun sekunder 14,7 ± 1,8 a 13,7 ± 1,0 a 14,4 ± 0,8 a Panjang tangkai daun (cm) 1,8 ± 0,2 a 1,1 ± 0,1 b 1,1 ± 0,1b Panjang dari tangkai daun

ke daun terlebar (cm) 6,5 ± 0,7

a

5,4 ± 0,5 b 5,0 ± 0,5 b

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT)

Bahan stek yang berumur muda (≤ 2 tahun) memiliki panjang daun, lebar daun yang lebih besar dibandingkan dengan daun yang sudah tua (≥ 10 tahun). Tangkai daun (petiole) dan jarak dari petiole ke daun yang paling lebar pada bahan stek yang muda lebih panjang dibandingkan dengan bahan stek umur ≥ 10 tahun. Selanjutnya hasil pengamatan secara kualitatif, ternyata daun dari kelas umur tua memiliki permukaan daun yang lebih kaku dan kasar dibandingkan dengan daun dari kelas umur muda. Ciri lain seperti keberadaan kelenjar dometia, bentuk permukaan tepi daun, dan warna daun ternyata relatif sama untuk semua umur

tanaman.

(49)

24

sudah dewasa. Daun tanaman Hidrangea macrophylla “Leuchtfeuer” yang juvenil hasil pemangkasan memiliki bentuk morfologi daun sama dengan daun muda asal biji (Galopin et al. 1996). Tanaman Pseudopanax crassifolius (Cunn.) C. Kooch dewasa memiliki tunas apikal meristem yang lebih besar dibandingkan dengan tanaman juvenil dengan panjang daun yang sama, ukuran primordial daun lebih pendek daripada tanaman muda namun proses pendewasaan selanjutnya berlangsung sama (Clearwater & Gould 1994).

Daun secara umum berfungsi sebagai sumber auksin, fotosintat dan rooting cofactor. Keberadaan daun sangat mempengaruhi perakaran stek. Dengan gugurnya daun akan mendorong munculnya tunas baru dan menghambat pembentukan akar. Disampaing itu daun dapat melanjutkan proses fotosintesis dan menyimpan karbohidrat (Aminah 1996; Thomas & Schiefelbein 2004). Bahan stek Hopea odorata tanpa daun hanya dapat menghasilkan 1,7% stek berakar sedangkan stek yang memiliki 1-2 daun dapat menghasilkan 86,7 % stek berakar (Aminah 1996). Luas daun bahan stek yang optimal untuk setiap jenis tanaman berbeda, untuk Shorea leprosula luas daun stek berukuran 15 cm2 dapat menghasilkan persen akar yang lebih tinggi dibandingkan dengan luas daun 30 cm2 dan 60 cm2 (Aminah et al. 1997).

4.1.2 Karakteristik Anatomi Batang Stek Pucuk Meranti Tembaga

Umur bahan stek mempengaruhi karakeristik anatomi pangkal bahan stek meranti tembaga terutama pada ukuran pembuluh dan serat. Bahan stek dari

tanaman muda memiliki panjang pembuluh yang lebih panjang dibandingkan dengan tanaman dewasa, dengan panjang serat yang lebih pendek (Tabel 3 dan Gambar 6), sedangkan parameter lainnya seperti frekuensi pembuluh, diameter pembuluh, diameter lumen pembuluh, tebal dinding pembuluh tidak beraturan. Frekuensi pembuluh, diameter pembuluh, dan diameter lumen pada bahan stek

(50)
[image:50.612.140.487.82.397.2]

Gambar 6 Contoh preparat batang bagian bawah stek (A) irisan lintang, (B) pembuluh, (C) serat.

Tabel 3 Hasil pengukuran anatomi kayu bahan stek

Parameter Umur

≤ 2 tahun 10 tahun 25 tahun Frekuensi pembuluh per

mm2 39,6 ± 10,0

c 82,0 ± 7,6 a 65,2 ± 13,8 b

Panjang pembuluh (µm) 442,0 ± 65,9 a 412,0 ± 72,2 ab 376,6 ± 58,7 b Diameter pembuluh (µm) 42,1 ± 7,6 c 67,4 ± 17,0 a 55,9 ± 17,0 b Diameter lumen

pembuluh (µm) 38,2 ± 7,7

c

62,6 ± 16,5 a 51,7 ± 16,8 b Tebal dinding pembuluh

(µm) 1,9 ± 0,4

b

2,4 ± 0,5 a 2,1 ± 0,5 b

Panjang serat (µm) 1251,6 ± 177,5 c 1493,5 ± 216,9 a 1359,9 ± 187,0 b Diameter serat (µm) 22,9 ± 2,7 a 24,1 ± 2,9 a 23,0 ± 1,9 a Diameter lumen serat

(µm) 18,5 ± 2,9

a

20,3 ± 3,1a 18,8 ± 2,2 a

Tebal dinding serat (µm) 2,2 ± 0,4 a 1,9 ± 0,4 a 2,1 ± 0,5 a Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji

5% (DMRT)

a. umur ≤ 2 tahun b. umur 10 tahun c. umur 25 tahun

a. umur ≤ 2 tahun b. umur 10 tahun c. umur 25 tahun

a. umur ≤ 2 tahun b. umur 10 tahun c. umur 25 tahun A

B

[image:50.612.135.506.475.682.2]
(51)

26

Bahan stek meranti tembaga dari tanaman muda dapat menghasilkan pertumbuhan akar yang lebih tinggi dibandingkan dari tanaman dewasa (Tabel 4). Penurunan kemampuan perakaran stek pada tanaman dewasa umumnya

berkorelasi dengan perubahan morfologi dan anatomi bahan stek. Namun pada stek Persoonia virgata R.Br. terdapat kesinambungan pita serat floem dalam tanaman muda maupun tanaman dewasa, sehingga tidak terjadi lignifikasi yang dapat menghambat pertumbuhan akar pada stek (Bauer et al. 1999).

Dengan demikian tingkat juvenilitas bahan stek meranti tembaga secara

morfologi dapat ditunjukkan dengan tangkai daun bahan stek yang lebih panjang, dan secara anatomi dapat ditunjukkan dengan pembuluh yang lebih panjang dengan ukuran serat yang pendek, diameter dan lumen pembuluh yang berukuran kecil.

4.1.3 Kandungan Hara

Pertumbuhan tunas dan akar stek secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh komposisi kimia bahan stek, lingkungan dan interkasinya. Kandungan kimia bahan stek bervariasi untuk setiap tanaman induk maupun umur yang berbeda (Gambar 7). Hasil analisis kandungan hara dan auksin (IAA)

menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada p<0,05 antara bahan stek muda dan bahan stek dewasa terutama pada kandungan C, N, P, K dan nisbah C/N (Lampiran 5).

Kandungan unsur N dalam batang bahan stek yang berumur muda lebih

(52)
[image:52.612.181.503.77.323.2]

Gambar 7 Kandungan hara dan auksin IAA dalam bahan stek meranti tembaga.

Daun muda dan daun dewasa tanaman E. polyanthemos dan E. regnans memiliki karbohidrat tidak berbeda nyata (Gras 2005). Kandungan nitrogen tanaman Juniperus occidentalis Hook muda dan dewasa relatif sama pada bulan Agustus yaitu masing-masing 1,17% dan 1,35 kecuali pada bulan Juli tanaman

dewasa lebih tinggi dibandingkan tanaman muda yaitu 1,05% dan 0,95%. (Miller et al. 1995).

4.1.4 Kandungan Auksin

Fitohormon kelompok auksin merupakan faktor utama yang mempengaruhi tingginya persen tumbuh stek tanaman. Kandungan auksin IAA dalam bahan stek meranti umur ≤ 2 tahun lebih tinggi dibandingkan dengan bahan stek umur 10 tahun dan 25 tahun terutama pada bagian daun, sedangkan kandungan auksin IAA pada batang relatif sama untuk semua kelas umur (Gambar 7). Kadungan auksin

endogen dapat menigkatkan kemampuan perakaran stek meranti. Bahan stek meranti dari tanaman muda (≤ 2 tahun) dapat menghasilkan persen akar, persen tunas, persen segar, jumlah akar, dan panjang akar yang lebih tinggi dibandingkan dengan bahan stek dari tanaman yang telah berumur ≥ 10 tahun (Tabel 4).

c b a b a a 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50

2 10 25

N (%)

b ab a a a a 50.00 52.00 54.00 56.00 58.00 60.00

2 10 25

C (%)

a

a b b

a b b 0.00 50.00 100.00 150.00 200.00

2 10 25

C/N ratio

b b a b a a

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00

2 10 25

P (ppm)

daun batang

a a a a a a

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00

2 10 25

K (ppm)

a b b a a a 0.00 50.00 100.00 150.00 200.00

2 10 25

IAA (ppm)

(53)

28

Keberadaan auksin IAA dalam daun lebih berperan terhadap keberhasilan perakaran stek meranti. Pada tanaman Abies normanniana, kandungan auksin IAA tertinggi terdapat dalam bagian tengah pucuk plagiatrop maupun orthotrop, (Vierskov et al. 2007), dan memiliki pola yang sama terhadap musim dan pertumbuhan stek batang Arundo donax (Wijte et al. 2005). Auksin paling banyak diproduksi di bagian pucuk apikal dan bagian lain seperti daun muda dan primordial daun kemudian dialirkan ke tanaman bagian bawah (Woodward & Bartel 2005).

4.2 Ekperimen 2. Respon Umur Bahan Stek terhadap Perakaran

Umur bahan stek sangat berpengaruh terhadap persen tumbuh, pertumbuhan akar dan kemampuan penyambungan S. leprosula disamping faktor genetik dan lingkungan. Tanaman yang berumur ≤ 2 tahun dapat menghasilkan persen

[image:53.612.137.505.489.675.2]

tumbuh rata-rata 88,33 %, sedangkan tanaman yang berumur 10 tahun dan 25 tahun masing-masing hanya menghasilkan rata-rata persen tumbuh sebesar 12,22 % dan 2,22 %. (Tabel 4). Dua minggu setelah tanam, daun bahan stek umur 10 tahun dan 25 tahun sudah ada yang rontok. Stek yang sudah rontok daunnya sulit untuk tumbuh tunas dan akar.

Tabel 4 Persen keberhasilan stek dan grafting S. leprosula setelah berumur 3 bulan setelah tanam (BST).

Parameter Umur bahan stek

≤ 2 tahun 10 tahun 25 tahun

Stek segar (%) 100,00 ± 0,00 a 36,67 ± 8,11 b 35,56 ± 3,39 b Stek bertunas (%) 92,78 ± 5,56 a 16,67 ± 11,26 b 9,44 ± 2,13 b Stek berakar (%) 88,33 ± 5,56 a 12,22 ± 9,85 b 2,22 ± 1,81 b Jumlah akar 7,00 ± 1,73 a 4,00 ± 2,00 ab 1,33 ± 0,58 b Panjang akar (cm) 8,78 ± 0,63 a 3,63 ± 2,65 b 0,50 ± 0,00 b Berat akar (g) 0,107 ± 0,05 a 0,053 ± 0,05 a 0,053 ± 0,05 a Berat kering akar (g) 0,051 ± 0,02 a 0,021 ± 0,02 a 0,021 ± 0,02 a Grafting (%) 100,00 ± 0,00 a 37,50 ± 29,86 b 5,00 ± 5,77 c

(54)

Kemampuan bahan stek untuk berakar menurun seiring dengan semakin bertambahnya umur tanaman. Hal ini sesuai dengan penelitian-penelitian pada tanaman hutan lainnya. Bahan stek Pinus banksiana umur 3 bulan ke 12 tahun perakarannya turun dari 80-95% menjadi 0-18%, dan bahan stek umur 4- 6 tahun menghasilkan 40-30% (Browne at al. 1997). Stek Prosopis cineraria umur 6 bulan dengan diberi auksin konsentarsi 1000 dan 4000 ppm menghasilkan persen berakar 60%, bahan stek umur 8 tahun dengan auksin yang sama menghasilkan persen akar 35% (Arya et al. 1994).

4.3 Ekperimen 3. Respon Umur Bahan Stek terhadap Keberhasilan

Penyambungan

Umur tanaman juga mempengaruhi kempampuan sambungan pucuk (scion) dan batang bawah dalam perbanyakan tanaman secara grafting (penyambungan). Scion S. leprosula yang berumur ≤ 2 tahun dapat menghasilkan grafting dengan persen tumbuh yang tinggi yaitu sebesar 100 %, sedangkan scion yang berumur 10 tahun dan 25 tahun hanya sebesar 37,5% dan 5 persen (Tabel 2). Bahan scion dewasa selain menghasilkan grafting yang tumbuh rendah, juga sangat lambat dalam proses penyambungan dan pertumbuhan tunasnya, sehingga dapat

memperlambat proses aklimatisasinya. Dengan demikian untuk menyediakan bibit meranti melalui stek hanya dapat dilakukan dengan menggunakan bahan tanaman yang berumur muda (juvenil). Untuk memperbanyak tanaman meranti yang berumur dewasa (≥ 10 tahun) perlu dilakukan rejuvenasi bahan stek dengan

melakukan pemangkasan, penyambungan, pemberian hormon tumbuh dan pemupukan nitrogen pada tanaman induk atau penambahan auksin pada stek (Hartmann et al. 1997).

4.4 Pola Hubungan antara Kandungan Hara dan Auksin dengan

Keberhasilan Perakaran Stek dan Grafting

(55)

30

Hal ini menunjukkan bahwa peubah tersebut mempunyai hubungan (korelasi) positif yang cukup erat. Dengan arti makin tinggi nilai peubah (IAA dan nisbah C/N) maka cenderung diikuti pula persen stek berakar yang makin tinggi (Gambar

8). Peubah lainnya mengelompok di titik pusat, berarti pengaruh umur terhadap peubah tersebut sangat rendah.

Gambar 8 Hasil biplot peubah dengan umur bahan stek S. leprosula. A: grafting, B: stek, C: panjang akar, D: jumlah akar, E: berat akar, F: berat kering akar, G: IAA daun, H: C daun, I: N daun, J: P daun, K: K daun, L: nisbah C/N

Gambar

Gambar 1  Rumusan Masalah dan  Kerangka Pemikiran.
Gambar 2  Ciri morfologi pohon Shorea leprosula Miq. (1) Bentuk pohon; (2)  Daun dan buah ; (3)  Buah ( Soerianegara & Lemmens 1993)
Gambar 3  Beberapa bentuk teknik penyambungan tanaman. a: scion (batang atas), b: stock (batang bawah) (Wudianto 1999; Hartmann et al
Tabel 1  Kondisi pohon induk bahan stek
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pertumbuhan Meranti Merah ( Shorea leprosula Miq.) pada Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur di Areal IUPHHK-HA

Miq.) dan sifatnya sebagai antibakteri belum banyak dilakukan.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit apa saja yang terdapat pada

Penanggulangan juga tidak perlu dilakukan karena dari hasil penelitian intensitas serangan pada jenis meranti Shorea leprosula Miq termasuk rusak sedang dan masih

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui intensitas serangan hama dan penyakit jenis meranti Shorea leprosula Miq pada tingkat semai dan tindakan silvikultur

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui intensitas serangan hama dan penyakit jenis meranti Shorea leprosula Miq pada tingkat semai dan tindakan silvikultur

RIDHO ANGGARA KUSUMA: Kualitas Balok Laminasi dari Kayu Sengon ( Paraserienthes falcataria (L) Nielsen) dan Kayu Meranti Merah ( Shorea leprosula Miq.) dengan Perlakuan

Viabilitas biji Shorea leprosula tertinggi pada media simpan serbuk gergaji kadar air 40% dengan persentase perkecambahan mencapai 100% selama penyimpanan 2 dan 4