• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL QURAN (TELAAH SURAH AL-ISRA AYAT 23-25)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL QURAN (TELAAH SURAH AL-ISRA AYAT 23-25)"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

i SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Pendidikan Islam ( S.Pd.I ) pada Program Studi Pendidikan Agama Islam

Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar

ANDI ILHAM PATANGAI NIM: 105 191 781 12

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 1438H/2017M

(2)
(3)

i

peneliti sendiri. Jika kemudian hari terbukti bahwa ia merupakan duplikat, tiruan, plagiat di buat atau dibantu secara langsung orang lain keseluruhan, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.

Makassar, 05 Dzulqa’idah 1437 H 08 Agustus

2016 M

Peneliti

ANDI ILHAM PATANGAI

(4)
(5)
(6)

i









Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah

diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu

kerjakan (al-Hashr/59: 18).

Jangan Bergerak Kalau Tidak Maju, Jangan Maju Kalau Tidak Sampai, Jangan Sampai Kalau Bukan Pada Tujuan.

Bergerak & Membaca Adalah Bagian Dari Perlawanan.

(7)

ii

هم َحُم هنَأ ُدَهْشَأ َو ُالله هلاِإ َهَلِإ َلا ْنَأ ُدَهْشَأ َو .ُهَل َيِداَه َلاَف ْلِلْضٌُ ْنَم َو ُهَل هل ِضُم َلاَف ُالله ُهُل ْوُس َر َو ُهُدْبَع اًد

َةَلاَسِّرلا َغهلَبَ ،ُهَد ْعَب َل ْوُسَر َلا َو هًِبَن َلا هدَأ و

.ِهِداَهِج هقَح ِهِلٌِْبَس ًِْف َدَهاَج َو َةهمُلأْا َحَصَن َو َةَناَمَلأْا ى

َم َو ِهِب ْحَص َو ِهِلآ ىَلَع َو َمهلَس َو ِهٌَْلَع ُالله ىهلَص ٍدهمَحُم ىَفَطْصُمْلا اَنٌِِّبَن ىَلَع ُمَلاهسلا َو ُةَلاهصلَا ُهَلٌِْبَس َََلَس ْن

ْوٌَ ىَلِإ هاَدُهِب ىَدَتْها َو .ِنٌِّْدلا ِم

Segala puji hanya bagi Allah swt, penguasa alam semesta, yang telah menurunkan petunjuk untuk manusia sehingga manusia dapat membedakan mana yang haq dan mana yang bathil. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada utusan Allah swt, Nabi Muhammad saw, yang telah menghibahkan hidupnya di jalan Allah swt, dan juga kepada orang-orang yang senantiasa berjuang di jalan-Nya hingga akhir zaman.

Syukur alhamdulillah, akhirnya penulis dapat menyelesaikan risalah yang berjudul Ayat-ayat ukhuwah dalam AlQuran (Telaah Pemikiran M.Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah), guna memenuhi salah satu syarat kelulusan di Pendidikan Ulama Tarjih Universitas Muhammadiyah Makassar Selesainya risalah ini tentunya tidak terlepas dari peran serta dari berbagai pihak yang memberikan bimbingan dan bantuan kepada penulis. Oleh karena itu dengan rasa hormat dan terima kasih penulis sampaikan kepada:

(8)

iii

2. Bapak Dr. H. Irwan Akib. M,Pd Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar yang bekerja sehingga kampus Universitas Muhammadiyah Makassar menjadi kampus terkemuka di Indonesia bagian timur.

3. Bapak Drs. H. Mawardi Pewangi, M.Pd.I. Dekan Fakultas Agama Islam, yang senantiasa melakukan pengembangan Fakultas sehingga Fakultas Agama Islam menjadi Fakultas yang terareditasi Baik.

4. Ibu Amirah Mawardi, S.Ag.,M.Si. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam, yang senantiasa memberikan pelayanan yang baik bagi Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam termasuk penulis.

5. Bapak Dr. Abd. Rahim Razaq, M.Pd. sebagai Dosen Pembimbing I dan Bapak Ahmad Nashir,S.Pd.I,.M.Pd.I. sebagai Dosen Pembimbing II, dalam penyesaian skripsi, yang telah menyediakan waktunya selama proses dan sampai pada penyelesaian skripsi ini.

6. Seluruh Dosen dan staf Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar, yang senantiasa membimbing dan memberikan pelajaran Ilmu selama perkuliahan berlangsung, sehingga saya dapat menyelasaikan Study dengan baik.

7. Saudara seperjuangan di Pendidkan Ulama Tarjih dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah FIKOM FAI Universitas Muhammadiyah Makassar yang senantiasa memberi dukungan dan inspirasi pada penulis, serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

(9)

iv

membangun dari semua pihak demi penyempurnaan risalah ini.

Teriring do’a semoga jasa-jasa dan kebaikan mereka mendapatkan imbalan yang lebih baik dari Allah swt. amin.

Makassar, 05 Dzulqa’idah 1437 H 08 Agustus 2016 M

Penulis

ANDI ILHAM PATANGAI NIM: 1051 9178 112

(10)

v

Judul : Nilai-Nilai Pendidikan Dalam Al-Qur’an (Telaah Surah Al- Isra’ Ayat 23-25). Dibimbing Oleh Bapak Abd.Rahim Razak dan Ahmad Nashir.

Skripsi ini membahas nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam Q.S Al-Isra’ Ayat 23-25.Kajiannya dilatar belakangi oleh minimnya pendidikan aqidah (Mengesakan Allah) dan berbuat baik kepada kedua orang tua (birrul walidaini). Studi ini dimaksudkan untuk menjawab permasalahan:(1) Apa nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam Q.S.

Al-Isra’ ayat 23-25? (2) Bagaimanakah aktualisasi nilai-nilai pendidikan agama berdasarkan Q.S.Al-Isra’ ayat 23-25? Permasalahan tersebut dibahas melalui kitab suci al-quran yang menjadi pedoman hidup orang Islam.

Kajian ini menunjukkan bahwa: Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam Q.S.Al-Isra’ ayat 23-25 yaitu pertama, pendidikan akidah yakni Allah mewajibkan hamba-hamba-Nya untuk mengesakan- Nya dalam ibadah dan dalam penyembahan serta melarang mereka menyekutukan Allah dengan apa pun atau siapa pun. Oleh sebab itu, yang berhak mendapat penghormatan tertinggi hanyalah yang menciptakan alam dan semua isinya yaitu Allah swt. kedua, Pendidikan birrul walidaini yakni sesudah Allah memerintahkan supaya jangan menyembah selain Dia lalu Allah memerintahkan kepada kaum Muslimin agar mereka benar-benar memperhatikan urusan kebaktian kepada kedua ibu bapak dan tidak menganggapnya sebagai urusan yang remeh, dengan menjelaskan bahwa Tuhanlah yang lebih mengetahui apa yang tergetar dalam hati mereka.

Aktualisasi nilai-nilai pendidikan berdasarkan Q.S Al-Isra’ ayat 23- 25 yaitu pertama, pendidikan akidah di sekolahan hendaknya mengajarkan kepada peserta didik bertauhid meng-Esakan Allah bahwa tidak ada tuhan yang patut disembah selain Allah Tuhan Yang Maha Esa.

Jumlah jam pelajaran yang terbatas dengan materi yang diserat menyebabkan guru agama mengambil jalan pintas yang paling mudah, yaitu melihat pendidikan agama tidak lebih sebagai pelajaran dari pada sebagai pendidikan.kedua, pendidikan birrul walidain dalam dunia modern sekarang ini justru perlakuan terhadap orang tua yang sudah lanjut usia sungguh terbalik. Di saat mereka membutuhkan perhatian lebih dari orang-orang terdekat terutama seorang anak, malahan mereka kebanyakan diasingkan dari keluarga dengan alasan supaya mendapatkan perhatian yang lebih baik. Akhirnya mereka dititipkan dipanti jompo atau yang lain.

(11)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... iii

PENGESAHAN SKRIPSI ... iv

BERITA ACARA MUNAQASYAH ... v

MOTTO ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... xi

DAFTAR ISI ... xii

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 3

D. Kajian Pustaka ... 4

E. Sistematika Pembahasan ... 5

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A. Surah Al-Isra’ Ayat 23-25 ... 6

1. Redaksi Ayat danTerjemahan ... 6

2. Munasabah ... 6

3. Asbabun Nuzul ... 10

B. Pendapat Mufasir Klasik Tentang Penafsiran Q.S Al-Isra’ ayat 23-25 ... 13

(12)

vii

A. Fokus Penelitian ... 30

B. Variabel Penelitian ... 30

C. Defenisi Operasional Variabel ... 31

D. Teknik Pengumpulan Data ... 32

E. Teknik Pengel olaan Data ... 33

F. Teknik Analisis Data ... 33

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 36

A. Nilai-nilai Pendidkan Dalam Q.S. Al-Isra’ Ayat 23-25 ... 36

1. Pendidikan Tauhid ... 36

2. Pendidikan Birrul Walidaini ... 45

B. Aktualisasi Nilai Pendidikan Q.S Al-Isra’ Ayat 23-25 ... 58

1. Penguatan Aqidah Peserta Didik ... 58

2. Penanaman Nilai Birrul Walidaini ... 72

BAB V PENUTUP ... 79

A. Kesimpulan ... 79

B. Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA... 85

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... 89

(13)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Ngainun Naim menjelasakan:

Al quran merupakan (kalam) Allah yang diturunkan kepada Nabi dan Rasul terakhir (Muhammad saw) melalui perantara malaikat Jibril ditulis dalam mashahif (lembaran-lembaran) sampai kepada umat manusia secara mutawatir (berurutan) dan membacanya termasuk ibadah, diawali dengan surat al-Fatihah (pembukaan) dan ditutup dengan surat al-Nas (manusia).al quran juga sebagai sumber utama ajaran agama Islam. Di dalamnya mencakup ajaran tentang I’tiqad (keyakinan), akhlak (etika), sejarah, serta amaliyah (tindakan praktis). (Ngainun Naim, 2009: 56).

Raqhib As Siraji menjelaskan:

Al quran merupakan peraturan bagi umat sekaligus sebagai way of life yang kekal hingga akhir masa. Oleh karena itu, kewajiban umat Islam adalah memberikan perhatian yang besar terhadap al quran baik dengan cara membacanya, menghafalkan atau mempelajarinya.

Dalam al quran tidak terdapat sedikitpun kebatilan serta kebenarannya terpelihara dan dijamin keasliannya oleh Allah SWT sampai hari kiamat (Raqhib As Siraji, 2010: 16).

Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Hijr ayat 9

:

















Terjemahnya

:

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”.(Kemenag RI, 2012: 263).

Al quran diturunkan bertujuan untuk menjadi hudan (petunjuk) dan pedoman bagi manusia dalam menata perjalanan hidupnya dunia sampai akhirat. al quran sebagai petunjuk tidak akan bermanfaat sebagaimana mestinya jika tidak dibaca, dipahami maknanya (kognitif),

(14)

dihayati kandungannya (afektif), dan kemudian diamalkan dalam kehidupan sehari-hari (psikomotor). al quran bukanlah merupakan kitab undang-undang dan lebih lagi bukan buku sains dan teknologi (Mana’

Khalil Al-Qattan dalam Mudzakkir, 2007: 19).

A.Qodry Azizy menjelaskan:

Tujuan pokok al quran adalah ajaran moral Fazlur Rahman. jika melihat kebelakang, keadaan dimana pertama kali al-quran diturunkan, maka akan ditemui keadaan masyarakat Makkah yang penuh dengan berbagai problem sosial. Dari yang paling kronis berupa praktek-praktek polyteisme penyembahan kepada berhala- berhala, eksploitasi terhadap orang yang miskin, penyalahgunaan di dalam perdagangan, sampai pada tidak adanya tanggung jawab umum terhadap masyarakat. Merespon situasi masayarakat seperti itu, al-quran meletakkan ajaran tauhid atau ketuhanan Yang Maha Esa, dimana setiap manusia harus bertanggungjawab kepadanya, dan pemberantasan kejahatan sosial dan ekonomi dari tingkat yang paling bawah sampai ke tingkat yang paling atas.(A.Qodry Azizy, 2003: 92).

Selain pelajaran mengenai aqidah, dalam ayat ini penulis juga mengidentifikasi masalah lain yang menjadi pokok kandungannya, diantaranya yaitu aspek akhlak yang menjelaskan tentang birrul walidain (berbuat baik pada kedua orang tua). Dimana akhlak seorang anak terhadap kedua orang tua saat-saat mereka sangat membutuhkan yakni di saat kedua orang tua dalam usia lanjut. Bagaimana seorang anak berbuat baik kepeda kedua orang tua karena pada saat lanjut usia perilaku mereka berubah seperti anak-anak dan banyak lupa. Ini termasuk bagian dari perilaku birrul walidain (berbuat baik pada kedua orang tua) seorang anak terhadap kedua orang tua.(M.Quraish Shihab, 2007: 45).

(15)

B. Rumusan Masalah

Dalam tulisan ini, yang penulis jadikan sebagai rumusan masalah adalah:

1. Nilai-nilai pendidikan apa yang terkandung dalam Q.S. Al-Isra ayat 23- 25?

2. Bagaimanakah aktualisasi nilai-nilai pendidikan agama Is l a m berdasarkan Q.S. Al-Isra ayat 23-25 dalam dunia modern?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan pada pokok permasalahan tsb, tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai-nilai yang terkandung pada surat Al-Isra ayat 23-25 dan aktualisasinya dalam dunia modern.

Sedangkan manfaat yang dapat kita ambil dari penelitian telaah al-quran ini adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan wawasan yang lebih komprehensif terhadap pemahaman nilai-nilai yang terkandung dalam Q.S Al-Isra ayat 23-25 dan aktualisasinya dalam dunia modern.

2. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu membantu dalam usaha penghayatan dan pengamalan terhadap isi kandungan dan nilai-nilai yang ada pada al-quran baik yang tersirat atau pun yang tersurat, lebih khusus lagi pada Q.S Al-Isra ayat 23-25 dan aktualisasinya dalam dunia modern.

(16)

3. Penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi literatur ilmu pendidikan dalam beberapa aspek, yaitu aspek aqidah, akhlak, dan mua’malah.

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka merupakan kajian penting dalam sebuah penelitian yang akan dilakukan. “Kajian pustaka disebut juga kajian literal. Kajian pustaka merupakan sebuah uraian tentang literatur yang relevan dengan bidang atau topik tertentu”. (Punaji Setyosari, 2007: 72).

Penelitian pustaka ini pada dasarnya bukan penelitian yang benar- benar baru. Sebelum ini banyak yang sudah mengkaji objek penelitian tentang nilai-nilai pendidikan. Oleh karena itu, penulisan dan penekanan skripsi ini harus berbeda dengan skripsi yang telah dibuat sebelumnya.

Adapun telaah yang digunakan pada penulisan skripsi ini ialah menggunakan ةقباسلا ثاحبلأا (penelitian terdahulu). ةقباسلا ثاحبلأا yaitu penelitian terdahulu yang telah membahas nilai-nilai pendidikan.

Namun ةقباسلا ثاحبلأا yang digunakan penulis dalam pembuatan skripsi ini, adalah nilai-nilai pendidikan yang telah dikhususkan objek kajiannya, seperti nilai- nilai pendidikan akidah dan akhlak, dan lain sebagainya. Dari hal inilah, penulis akan mencoba memaparkan dan menganalisis tentang, nilai-nilai pendidikan yang ada pada Q.S Al-Isra ayat 23-25.

(17)

E. Sistematika Pembahasan

Bab I : Dimulai dengan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka, metodologi penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab II: Mendeskripsikan tentang Q.S Al-Isra ayat 23-25 menurut para mufassir yakni menurut mufassir klasik dan mufassir kontemporer.

Bab III: Pemaparan nilai-nilai pendidikan dalam Q.S Al-Isra ayat 23-25.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Surat Al-Isra’ Ayat 23-25

1. Redaksi Ayat dan Terjemahan









































































































Terjemahnya:

23: dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia.

24. dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".

25. Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang-orang yang baik, Maka Sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat.( Kemenag RI, 2012:

285).

2. Munasabah (kemiripan atau keserupaan)

Munasabah secara etimologi berarti kedekatan (al-muqarabah) dan kemiripan atau keserupaan (al-musyakalah). Ia juga bisa berarti

(19)

hubungan atau persesuaian. Secara terminologi munasabah adalah ilmu al-quran yang digunakan untuk mengetahui hubungan antar ayat atau surat dalam al-quran secara keseluruhan dan latar belakang penempatan tertib ayat dan suratnya. Menurut M . Quraisy Shihab munasabah adalah kemiripan-kemiripan yang terdapat pada hal-hal tertentu dalam al-quran baik surat maupun ayat-ayatnya yang menghubungkan uraian satu dengan yang lainnya.(Nashruddin Baidam, 2010: 184-185).

Pendapat lain mengatakan bahwa munasabah merupakan sebuah ilmu yang digunakan untuk mengetahui alasan-alasan penertiban bagian-bagian dari al-quran. Bahkan pendapat lain mengatakan munasabah merupakan usaha pemikiran manusia dalam menggali rahasia hubungan antar ayat atau surat yang dapat diterima oleh akal. Dengan demikian, ilmu ini menjelaskan aspek-aspek hubungan antara beberapa ayat atau surat al-quran baik sebelum maupun sesudahnya. Hubungan tersebut bisa berupa hubungan am (umum) dan khas (khusus), antara yang abstrak dan yang kongkrit, antara sebab dan akibat, antara yang rasional dan yang irasional, atau bahkan antara dua hal yang kontradiktif.

Adapun yang menjadi ukuran (kriteria) dalam menerangkan macam- macam munasabah ini dikembalikan kepada derajat kesesuaian tamatsu atau tasyabuh (terserap) antara aspek-aspek yang dibandingkannya. Jika munasabah itu terjadi pada masalah-masalah yang

(20)

satu sebabnya dan ada kaitan antara awal dan akhirnya, maka munasabah ini dapat dipahami dan diterima akal. Sebaliknya, jika munasabah itu terjadi pada ayat-ayat yang berbeda sebabnya dan masalahnya tidak ada keserasian antara satu dengan lainnya, maka hal itu tidak dikatakan tanasub (berhubungan), karena sebagian ulama mengatakan:

Adapun yang menjadi ukuran (kriteria) dalam menerangkan macam- macam munasabah ini dikembalikan kepada derajat kesesuaian (tamatsul atau tasyabuh) antara aspek-aspek yang dibandingkannya. Jika munasabah itu terjadi pada masalah-masalah yang satu sebabnya dan ada kaitan antara awal dan akhirnya, maka munasabah ini dapat dipahami dan diterima akal. Sebaliknya, jika munasabah itu terjadi pada ayat-ayat yang berbeda sebabnya dan masalahnya tidak ada keserasian antara satu dengan lainnya, maka hal itu tidak dikatakan berhubungan (tanasub), karena sebagian ulama mengatakan: “Munasabah adalah suatu urusan (masalah) yang dapat dipahami, jika ia dikemukakan terhadap akal, niscaya akal menerimanya”.(Supiana dan M. Karman, 2002: 161-162).

Jadi dapat disimpulkan bahwa munasabah termasuk hasil ijtihad mufasir, bukan tawqifi (petunjuk Nabi), buah penghayatannya terhadap kemukjizatan (i’jaz) al-quran dan rahasia retorika (makna) yang dikandungnya.(Supiana dan M. Karman, 2002: 161-162). Adapun letak

(21)

persesuaian antara surat ini dengan surat an-Nahl dan sebabnya surat ini diletakkan sesudahnya adalah sebagai berikut:

1. Bahwa Allah swt. pada surat an-Nahl menceritakan tentang perselisihan umat Yahudi mengenai hari Sabtu, sedang pada surat ini Allah menunjukkan Syari’at Ahlus-Sabti (Syariat Yahudi) yang telah allah syari’atkan dalam Taurat. Menurut riwayat yang dikeluarkan dari Ibni Jarir dan Ibnu Abbas, bahwa dia pernah mengatakan: Sesungguhnya isi Taurat seluruhnya terdapat pada lima belas ayat dari surat Bani Israil.

2. Bahwa setelah Allah swt. memerintahkan Nabi saw. supaya bersabar dan menahan agar jangan bersedih dan jangan bersempit dada terhadap tipu daya orang-orang Yahudi pada surat yang lalu, maka pada surat ini Allah menyebutkan tentang kemuliaan Nabi-Nya dan keluhuran di sisi Tuhannya.

3. Pada surat tersebut, Allah menyebutkan beberapa nikmat yang banyak, sehingga karenanya surat itu disebut surat an-Ni’am. Maka, di sini pun Allah menyebut beberapa nikmat khusus maupun umum.

4. Pada surat tersebut, Allah menyebutkan bahwa lebah mengeluarkan dari dalam perutnya suatu minuman yang bermacam-macam dan mengandung obat bagi manusia. Maka Allah berfirman dalam surat al- Isra’ ayat 82 yaitu:



























Terjemahnya:

(22)

“Dan Kami turunkan dari al quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian”.

(Kemenag RI, 2012: 291).

5. Pada surat tersebut, Allah SWT menyuruh supaya menyantuni kepada kerabat. Hal yang sama juga diperintahkan oleh Allah di samping diperintahkan pula agar memberi sesuatu kepada orang miskin dan ibnu sabil.(Ahmad Mustafa Al-Maragi dalam Hery Noer Aly dkk, 1993: 1-2).

3. Asbabun Nuzul (Sebab-Sebab Turunnya Ayat-Ayat al-quran) Shubhi Al-Shalih dalam Zainal Abidin Abdul Kadir menjelasakn:

Menurut bahasa “Asbabun Nuzul” berarti sebab-sebab turunnya ayat-ayat al quran. al quran di turunkan Allah swt. kepada Muhammad saw. secara berangsur-angsur dalam masa kurang lebih 23 tahun. al quran diturunkan untuk memperbaiki akidah, akhlak, ibadah dan pergaulan manusia yang sudah menyimpang dari kebenaran. Sebab al-Nuzul atau asbabunnuzul (sebab-sebab turunnya ayat) di sini dimaksudkan sebab-sebab yang secara khusus berkaitan dengan turunnya ayat-ayat tertentu.(Shubhi Al-Shalih dalam Zainal Abidin Abdul Kadir, 1992: 201).

Memberi definisi asbabunnuzul (sebab-sebab turunnya ayat) yaitu:

هِع ْوُق ُو َنَم َز ِهِمْكُحِل ًةَنِّيَبُم ْوَا ُهْنَع ًةَبْيِجُم ْوَا ُهَل ًةَنٍّمَضَتُم ِهِبَبَسِب ُتَايلآا ِتَلَزَنا م

Artinya:

“Sesuatu yang dengan sebabnya turun suatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung sebab itu, tau memberi jawaban terhadap sebab itu atau menerangkan hukumnya pada masa terjadinya sebab tersebut”.(Shubhi Al-Shalih dalam Zainal Abidin Abdul Kadir, 1992:

201).

Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i menjelaskan:

Berdasarkan rumusan di atas bahwa asbabunnuzul (sebab turun suatu ayat) adakalanya berbentuk peristiwa dan adakalanya

(23)

berbentuk pertanyaan. Suatu ayat atau beberapa ayat turun untuk menerangkan hal yang berhubungan dengan peristiwa tertentu atau memberi jawaban terhadap pertanyaan tertentu.(Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i, 2000: 89-90).

Surat ini mempunyai beberapa nama, antara lain yang paling populer adalah surat al-Isra’ dan surat Bani Isra’il. Ia dinamai al-Isra’

karena awal ayat ini berbicara tentang al-Isra’ yang merupakan uraian yang tidak ditemukan secara tersurat selain pada surat ini. Demikian juga dengan nama Bani Isra’il, karena hanya di sini diuraikan tentang pembinaan dan penghancuran Bani Isra’il. Ia juga dinamakan dengan surat subhana (kejayaan) karena awal ayatnya dimulai dengan kata tersebut. Nama yang populer bagi kumpulan ayat ini pada masa Nabi SAW. adalah surat Bani Isra’il. Pakar hadits at-Tirmidzi meriwayatkan melalui Aisyah ra., istri Nabi bahwa Nabi SAW. tidak akan tidur sebelum membaca surat az-Zumar dan Bani Isra’il.

Surat ini menurut mayoritas ulama turun sebelum Nabi saw berhijrah ke Madinah, dengan demikian ia merupakan salah satu surat makiyyah.(M. Quraish Shihab, 2002: 401). Surat al-Isra’ di turunkan di kota Makkah, setelah turunnya surat al-Qashas. Dalam urutan yang ada di dalam al quran, surat al-Isra’ berada setelah surat al-Nahl dan memiliki 111 ayat (Amir Khalid, 2009: 339).

Ada yang mengecualikan dua ayat, yaitu ayat 73 dan 74, dan ada yang menambahkan juga ayat 60 dan ayat 80. Masih ada pendapat lain menyangkut pengecualian-pengecualian beberapa ayat Makiyyah.

Pengecualian itu disebabkan karena ayat-ayat yang dimaksud dipahami

(24)

sebagai ayat yang membicarakan tentang keadaan yang diduga terjadi pada periode Madinah, namun pemahaman tersebut tidak harus demikian.

Karena itu penulis cenderung mendukung pendapat ulama yang menjadikan seluruh ayat surat ini Makiyyah.

Memang peristiwa hijrah terjadi tidak lama setelah peristiwa Isra’

dan Mi’raj Nabi SAW., yakni sekitar setahun lima bulan dan ini berarti turunnya surat ini pada tahun XII kenabian, di mana jumlah kaum muslimin ketika saat itu relatif banyak, walau harus diakui bahwa dibukanya surat ini dengan uraian tentang peristiwa Isra’, belum tentu ia langsung turun sesudah peristiwa itu. Bisa saja ada ayat-ayat yang turun sebelumnya dan ada juga yang turun sesudahnya. (M. Quraish Shihab, 2002: 401-402).

Imam Al-Biqa’i berpendapat bahwa tema utama surat ini adalah ajakan menuju ke hadirat Allah swt., dan meninggalkan selain-Nya, karena hanya Allah pemilik rincian segala sesuatu dan Dia juga yang mengutamakan sesuatu atas lainnya. Itulah yang dinamakan taqwa yang batas minimalnya adalah pengakuan Tauhid/Keesaan Allah swt. Yang juga menjadi pembuka surat yang lalu (an-Nahl) dan puncaknya adalah ihsan (berbuat baik) yang merupakan penutup uraian surat an- Nahl. Ihsan mengandung makna fana’, yakni peleburan diri kepada Allah swt

Semua nama-nama surat ini mengacu pada tema itu. Namun subhana yang mengandung makna penyucian Allah swt. Merupakan

(25)

nama yang paling jelas untuk tema itu, karena siapa yang Maha Suci dari segala kekurangan, maka dia sangat wajar untuk diarahkan kepada-Nya semata-mata hanya untuk pengabdian dan berpaling dari selain-Nya.

Demikian juga nama Bani Israil. Siapa yang mengetahui rincian keadaan mereka dan perjalanan mereka menuju negeri suci yaitu Bait Al-Maqdis yang mengandung makna isra’, yaitu perjalanan malam, akan menyadari bahwa hanya Allah yang harus dituju. Dengan demikian,semua nama surat ini mengarah kepada tema utama yang disebut dengan aqidah.

M. Quraish Shihab menjelaskan:

Thabathaba’i berpendapat bahwa surat ini memaparkan tentang Keesaan Allah SWT. dari segala macam persekutuan. Surat ini lebih menekankan sisi pensucian Allah dan sisi pujian kepada-Nya, karena itu berulang-ulang disebut di sini kata subhana (Maha Suci). Ini terlihat pada ayat 1, 43, 93, 108, bahkan penutup surat ini memuji- Nya dalam konteks bahwa Dia tidak memiliki anak,tidak juga sekutu dengan kerajaan-Nya dan Dia tidak membutuhkan penolong.(M. Quraish Shihab, 2002: 402-403).

B. Pendapat Mufasir Klasik Tentang Penafsiran Surat Al-Isra’ ayat 23- 25

Ali Anwar Yusuf menjelaskan:

Menurut bahasa kata “tafsir” diambil dari kata “fassara-yufassiru- tafsiran” yang artinya adalah keterangan, penjelasan atau menerangkan dan mengungkapkan sesuatu yang tidak jelas. Tafsir al quran adalah penjelasan atau keterangan-keterangan tentang firman Allah SWT. yang berhubungan dengan makna dan tujuan kandungan atau keterangan dan penjelasan tentang sesuatu kata atau kalimat yang digunakan di dalamnya.(Ali Anwar Yusuf, 2003:

79).

(26)

Adapun pengertian tafsir secara istilah seperti yang diungkapkan oleh Syaikh Al-Jazairi adalah menjelaskan kata yang sukar dipahami oleh para pendengar sehingga berusaha mengemukakan sinonimnya atau makna yang mendekati dengan jalan mengemukakan salah satu petunjuknya (dilalahnya). Imam Al-Kilabi mengartikan tafsir adalah menjelaskan ayat-ayat al quran, menerangkan maknanya dan menjelaskan tujuan yang dikehendaki oleh nash atau teks al-quran tersebut.

Dari pengertian tafsir di atas dapat disimpulkan bahwa tafsir adalah suatu hasil usaha tanggapan, penalaran, atau pemahaman manusia dalam menyikapi nilai-nilai samawi atau nilai-nilai Ilahiyyah yang terdapat di dalam al quran. Oleh karena itu, perbedaan-perbedaan dalam penafsiran al quran sangat mungkin terjadi karena dipengaruhi oleh latar belakang, disiplin ilmu, metode dan corak yang digunakan oleh para penafsirnya sendiri.(Ali Anwar Yusuf, 2003: 79-80).









… 

Terjemahnya:

“Dan Tuhanmu memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia…”. (Kemenag RI, 2012: 285).

Ahmad Musthafa Al-Maraghiy dalam Hery Noer Aly dkk menjelaskan:

Maksud dari potongan ayat di atas adalah Tuhanmu memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia, karena ibadah adalah puncak pengagungan yang tidak patut dilakukan kecuali terhadap

(27)

Tuhan yang dari padanyalah keluar kenikmatan dan anugerah atas hamba-hamba-Nya, dan tidak ada yang dapat memberi nikmat kecuali Dia.(Ahmad Musthafa Al-Maraghiy dalam Hery Noer Aly dkk, 1993: 58).

Dalam tafsir Imam Qurthubi dinyatakan bahwa kata Qodhoo itu artinya memerintahkan (amara),mengharuskan (alzama), dan mewajibkan (awjaba). (Muhammad Al-Fahham, 2006: 133). Ibnu Abbas, Hasan, dan Qatadah berkata: “Qodhoo di sini bukanlah qodhoo yang berarti memutuskan suatu perkara (qodho’uhukmin), melainkan qodhoo yang berarti memerintahkan suatu perkara (qodho amri)”.(Nizam Muhammad Saleh Ya’kubi dan Muhammad Shadik, 2009: 18). Kata ”qodhoo”

Maksudnya memerintahkan, semua perintah mengandung konsekuensi hukum wajib (al-aslufilamri lil wujub).(Abdul Hamid Hakim, 2007 : 11).

Menurut Imam Nawawi dalam kitab Murohu Lubaid tafsir an-Nawawi perintah di sini adalah perintah yang mewajibkan.(Muhammad An- Nawawi dalam Ahmad Sunarto, 1987 :476).

Muhammad Al-Fahham menjelasakan:

Menurut Ibn Abbas, Hasan dan Qatadah, Allah telah memerintahkan kita untuk beribadah kepada-Nya dan mentauhidkan (mengesakan) Dzatnya. Selanjutnya Allah telah menjadikan perbuatan berbakti kepada kedua orangtua sebagai kewajiban yang berkaitan dengan hal itu, sebagaimana Dia juga mengaitkan antara syukur (berterima kasih) kepada orang tua dengan syukur kepada- Nya.(Muhammad Al-Fahham, 2006 : 133-134).





...

Terjemahnya:

“Dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak…”.(Kemenag RI, 2012: 285).

(28)

Maksud dari potongan ayat di atas adalah agar kamu berbuat baik dan kebajikan terhadap orang tua, supaya Allah telah menyertai kamu.

(Ahmad Musthafa Al-Maraghiy dalam Hery Noer Aly dkk, 1993: 58). Yang dimaksud dengan kata “ihsan” atau berbuat baik dalam ayat tersebut adalah berbakti kepada keduanya yang bertujuan untuk mengingat kebaikan orang tua karena sesungguhnya dengan adanya orang tua seorang anak itu ada dan Allah menguatkan hak-hak orang tua dengan memposisikan di bawah kedudukan setelah beribadah kepada Allah yakni mengtauhidkan Allah.(Abdullaah bin Ibrahim Al-Ansari dalam Rohmani Astuti, 1248: 375).

Allah mengurutkan kedua amal tersebut dengan menggunakan lafazh tsumma yang memberikan pengertian “tertib” atau “teratur”. Dalam tafsir Al-Munir karya Wahbah Az-Zuhaili dalam tim Darul Fikr, (2007: 116) dijelaskan bahwa Allah sering mengaitkan antara perintah untuk beribadah kepadanya dengan perintah untuk berbakti dan berbuat baik kepada kedua orang tua dengan cara memperlakukan mereka berdua dengan perlakuan yang baik dan sempurna.

Hal itu disebabkan karena kedudukan mereka berdua di bawah kedudukan Allah. Yang merupakan sebab hakiki (yang sesungguhnya) dari keberadaan manusia (di muka bumi). Adapun mereka berdua (keduanya) hanyalah merupakan sebab zhahiri (yang nampak) dari keberadaan anak-anak, di mana mereka berdua akan mendidik mereka

(29)

dalam suasana yang penuh dengan cinta, kelembutan, kasih sayang, dan sikap mengutamakan anak dari pada diri mereka berdua.

Oleh karena itu, di antara sikap yang menunjukkan kesetiaan dan muru’ah seorang anak adalah membalas kebaikan mereka berdua itu, baik dengan cara memperlihatkan perilaku yang baik dan akhlak yang disenangi maupun dengan memberikan bantuan berupa materi jika mereka berdua memang membutuhkannya dan jika sang anak memang mampu melakukan hal tersebut.(Muhammad Al-Fahham, 2006: 135).

…













Terjemahnya:

“…Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu…”.( Kemenag RI, 2012: 285).

Maksud dari potongan ayat di atas adalah apabila kedua orang tua atau salah seorang di antaranya berada di sisimu hingga mencapai keadaan lemah tidak berdaya dan tetap berada di sisi mereka berdua pada awal umurmu, maka kamu wajib belas kasih dan sayang terhadap keduanya. Kamu harus memperlakukan kepada keduanya sebagaimana orang yang bersyukur terhadap orang yang telah memberi karunia kepadanya. Ibnu Jarir dan Ibnu Munzir telah mengeluarkan sebuah riwayat dari Abu AI-Haddaj yang katanya: Pernah saya berkata kepada Sa’id bin Al-Musayyab, segala apa yang disebutkan oleh Allah

(30)

dalam Al-Quran mengenai birru i-walidain, saya telah tahu, kecuali firman- Nya:

…







...

Terjemahnya:

…Maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”...(Kemenag RI, 2012: 285).

Apa yang dimaksud perkataan yang mulia disini?

Maka, berkatalah Ibnu AI-Musayyab: yaitu seperti perkataan seorang budak yang berdosa di hadapan tuannya yang galak.(Ahmad Musthafa Al-Maraghiy dalam Hery Noer Aly dkk, 1993: 61-62). Menurut imam Jalalain dalam kitabnya tafsir jalalain yang dimaksud dengan perkataan yang mulia adalah perkataan yang yang baik dan sopan (jamilan layyinan),(Abu Bakar Bahrul, 1990 :230). begitu juga menurut imam Nawawi perkataan yang mulia yakni perkataan yang lembut dan baik yang bertujuan untuk menghormati.(Muhammad An-Nawawi dalam Ahmad Sunarto, 1987: 476).

Setelah Allah melarang melontarkan ucapan buruk dan perbuatan tercela, maka Allah SWT. menyuruh berkata-kata baik dan berbuat baik kepada keduanya.(Maimunah Hasan, 2000: 86-87).













...

Terjemahnya:

(31)

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang…”.(Kemenag RI, 2012: 285).

Maksud potongan ayat di atas adalah rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan adalah hendaknya seorang anak selalu menyenangkan hati kedua orang tuanya berapapun besarnya, baik itu dengan perkataan, dengan sikap dan perangai yang baik, dan jangan sekali-kali menyebabkan mereka itu murka atau benci atas putra-putrinya.(Maimunah Hasan, 2000: 86-87).

Dalam Kitab Tafsir Imam Qurthubi menjelaskan Allah swt telah menyebutkan aspek pendidikan (yang dilakukan oleh kedua orang tua) itu secara khusus dengan maksud agar seorang hamba mau mengingat akan kasih sayang kedua orang tua kepada anaknya serta rasa letih yang telah dirasakan oleh mereka berdua dalam mendidik anaknya. Hal ini dapat menambah rasa sayang dan cinta dalam hati seorang hamba kepada orang tuanya.(Muhammad Al-Fahham, 2006: 135-136).

…











...

Terjemahnya:

“…Dan ucapkanlah wahai tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil…”.(Kemenag RI, 2012: 285).

Maksud dari potongan ayat di atas adalah ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil” adalah janganlah kamu merasa cukup dengan

(32)

kasih sayangmu yang telah kamu berikan kepada mereka berdua, karena kasih sayangmu itu tidaklah kekal. Akan tetapi, hendaklah kamu berdoa kepada Allah agar dia mengasihi keduanya dengan kasihnya yang kekal, dan jadikanlah do’a itu sebagai balasan atas kasih sayang dan pendidikan yang telah mereka berikan kepadamu saat kamu masih kecil.

























Terjemahnya:

Tuhanmu telah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu adalah orang yang baik, maka sungguh, dia maha pengampun kepada orang yang bertaubat.(Kemenag RI, 2012: 285).

Bahrul Abu Bakar menjelaskan:

Maksud dari ayat di atas adalah Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu, baik berupa perasaan berbakti dan menyakiti jika kamu orang- orang yang baik yakni orang-orang yang taat kepada Allah, maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat yakni orang-orang yang kembali kepada Allah dengan berbuat taat kepada-Nya.(Bahrul Abu Bakar , 1990: 1137).

Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam Q.S. Al-Isra’ ayat 23-25 menurut mufasir klasik yaitu berisi tentang pendidikan tauhid (mengesakan Allah) dan pendidikan akhlak birrul walidaini yang mana keduanya saling keterkaitan. Di sini Allah menempatkan posisi berbuat baik kepada orang tua langsung di bawah posisi pengesaan Allah dan penghambaan kepada-Nya tanpa disela dengan apapun. Menurut Imam An-Naisaburi dalam tafsirnya bahwa Allah sengaja menempatkan berbuat baik kepada orang tua

(33)

langsung setelah ibadah kepada Allah karena keeratan korelasinya dengan ibadah, diantaranya:

1. Keduanya adalah fasilitator kelahiran mereka di muka bumi sekaligus fasilitator pendidikan mereka. Tidak ada persembahan yang lebih agung setelah persembahan Allah daripada persembahan orang tua.

2. Pemberian mereka mirip seperti pemberian Allah karena keduanya tidak meminta pujian maupun pahala dibalik pemberiannya.

3. Allah SWT tidak pernah jemu memberi kenikmatan pada hamba, mesti hamba- Nya melakukan dosa besar sekalipun. Begitu juga orang tua, mereka tidak akan memutuskan aliran kemurahan mereka pada anaknya meskipun ia tidak berbakti kepadanya.

4. Sama seperti Allah yang hanya menginginkan kebaikan bagi hamba- Nya, orang tua pun hanya menginginkan kesempurnaan bagi anaknya.

Seorang anak tidak akan bisa sempurna kecuali berkat peran dan obsesi ayahnya. Buktinya, orangtua tidak pernah iri pada anaknya meskipun ia diungguli dan anak lebih baik dari pada diri mereka, bahkan justru mereka senang dan mendambakannya. Sebaliknya seorang anak tidak menginginkan jika ada orang lain yang lebih baik dari pada dirinya.

C. Pendapat Mufasir Kontemporer Tentang Penafsiran Surat Al-Isra’

Ayat 23-25.













...

(34)

Terjemahnya:

“Dan Tuhanmu memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia…”.(Kemenag RI, 2012: 285)

Maksud dari ayat di atas adalah Tuhanmu telah menetapkan sesuatu ketetapan yang harus dilaksanakan yaitu jangan engkau menyembah selain Dia.(T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, 1954: 812). Agar tidak menyembah tuhan-tuhan yang lain selain Dia. Termasuk pada pengertian menyembah tuhan selain Allah yakni mempercayai adanya kekuatan lain yang dapat mempengaruhi jiwa dan raga, selain kekuatan yang datang dari Allah. Semua benda yang ada yang kelihatan ataupun yang tidak adalah makhluk Allah.(Menteri Agama Republik Indonesia, 1990: 343).

Thahir Ibn Asyur menilai ayat ini dan ayat-ayat berikutnya merupakan perincian tentang syari’at Islam yang ketika turunnya merupakan perincian pertama yang disampaikan kepada kaum muslimin agar di Mekkah.

M. Quraish Shihab meenjelaskan:

Menurut Sayyid Quthb ayat ini berkaitan dengan tauhid (mengesakan Allah), bahkan dengan tauhid itu dikaitkan dengan segala ikatan dan hubungan, seperti ikatan keluarga, kelompok, bahkan ikatan hidup. (M. Quraish Shihab, 2002: 62).

Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh dalam Bahrun Abu Bakar dkk menjelaskan:

Menurut Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh dalam al-qur’ab Allah berfirman seraya memerintahkan agar hamba-Nya hanya beribadah kepada-Nya saja, tiada sekutu bagi- Nya.(Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh dalam Bahrun Abu Bakar dkk , 1994: 238).

(35)

Begitu juga menurut Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) pada ayat 22 di atas tujuan hidup dalam dunia ini telah dijelaskan yaitu mengakui hanya satu Tuhan itu yakni Allah swt.

barangsiapa mempersekutukan-Nya dengan yang lain maka akan tercela dan terhina. Pengakuan bahwa hanya satu Tuhan tiada bersyarikat dan bersekutu dengan yang lain. Bahwasanya Tuhan Allah itu sendiri yang menentukan, yang memerintah dan memutuskan bahwa Dialah yang mesti disembah, dipuji dan dipuja. Dan tidak boleh dan dilarang keras menyembah selain Dia. Oleh sebab itu, maka cara beribadah kepada Allah, Allah sendirilah yang menentukan. Maka tidak pulalah sah ibadah kepada Allah yang hanya dikarang-karangkan sendiri. Untuk menunjukkan peribadatan kepada Allah Yang Maha Esa itulah, Dia mengutus Rasul-rasul-Nya. Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), 1999: 4030).

…

…

Terjemahnya:

“…Dan hendakalah berbuat baik kepada ibu bapak…”.(Kemenag RI, 2012: 285).

Maksud dari ayat di atas adalah supaya berbuat ihsan kepada ibu bapak (T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, 1954: 812). yakni berbuat baik kepada keduanya dengan sikap sebaik-baiknya. Allah memerintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada ibu bapak sesudah memerintahkan untuk beribadah kepada-Nya. Dengan maksud

(36)

agar manusia memahami betapa pentingnya berbuat baik terhadap ibu bapak dan mensyukuri kebaikan mereka seperti betapa besarnya penderitaan yang telah mereka rasakan pada saat melahirkan, betapa pula banyaknya kesulitan dalam mencari nafkah dan dalam mengasuh serta mendidik putra-putra mereka dengan penuh kasih sayang.

Kementrian Agama Republik Indonesia menjelasakn:

Maka pantaslah apabila berbuat baik kepada kedua ibu bapak, dijadikan sebagai kewajiban yang paling penting diantara kewajiban- kewajiban yang lain dan diletakkan Allah dalam urutan kedua sesudah kewajiban manusia beribadah hanya kepada Allah Yang Maha Kuasa.(Kementrian Agama Republik Indonesia, 1990: 554).

Berbuat baik kepada kedua orang tua merupakan tugas yang pertama sesudah beriman (T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, 1954: 817).

Menurut Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) dalam lanjutan ayat ini terang sekali bahwasanya berkhidmat kepada ibu bapak, menghormati kedua orang tua yang telah menjadikan sebab bagi manusia dapat hidup di dunia ini ialah kewajiban yang kedua sesudah beribadah kepada Allah.(Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), 1999: 4031).

Sayyid Quthb dalam As’ad Yasin menjelaskan:

Menurut Sayyid Quthb dalam Tafsir Fi Zhilalil-Quran bahwa sebuah ikatan yang pertama sesudah ikatan akidah adalah ikatan keluarga. Atas dasar inilah susunan ayat mengaitkan berbakti kepada kedua orang tua dengan pengabdian kepada Allah, sebagai deklarasi akan tingginya nilai berbakti kepada keduanya di sisi Allah.(Sayyid Quthb dalam As’ad Yasin, 2003: 248).

…













...

(37)

Terjemahnya:

“…Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu…”.(Kemenag RI, 2012:

285).

Maksud dari ayat di atas adalah jika usia keduanya atau salah seorang di antara keduanya, ibu dan bapak itu sampai meninggal tua sehingga tak kuasa lagi hidup sendiri sudah sangat bergantung kepada belas kasih puteranya hendaknya sabar dan berlapang hati memelihara orang tua. Bertambah tua terkadang bertambah dia seperti kanak- kanak seperti dia minta dibujuk, minta belas kasihan anak. Terkadang ada juga bawaan orang tua membosankan anak, maka janganlah keluar dari mulut seorang anak walaupun itu satu kalimat yang mengandung rasa bosan atau jengkel di saat memelihara orang tua.(Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), 1999: 4031).

…







Terjemahnya:

…Maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”....(Kemenag RI, 2012: 285).

Maksud dari ayat di atas adalah hendaklah katakan kepada kedua orang tua dengan perkataan yang mulia, yang pantas, kata-kata yang keluar dari mulut orang yang beradab, sopan dan santun.(Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), 1999: 4033).

(38)













...

Terjemahnya:

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang…”.(Kemenag RI, 2012: 285).

Maksud dari ayat di atas adalah Allah memerintahkan agar merendahkan diri kepada kedua orang tua dengan penuh kasih sayang. Yang dimaksud dengan merendahkan diri dalam ayat ini adalah mentaati apa yang mereka perintah selama perintah itu tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan syara’. Taat anak kepada kedua orang tuanya merupakan tanda kasih sayang kepada kedua orang tuanya yang sangat diharapkan terutama pada saat keduanya sangat memerlukan pertolongannya. Menurut M. Quraish Shihab Pada ayat ini tidak membedakan antara ibu dan bapak. Memang pada dasarnya ibu hendaknya didahulukan atas ayah, tetapi ini tidak selalu demikian.

M. Quraish Shihab menjelaskan:

Thahir Ibn Asyur menulis bahwa Imam Syafi’i pada dasarnya mempersamakan keduanya sehingga bila ada salah satu yang hendak didahulukan, sang anak hendaknya mencari faktor-faktor penguat guna mendahulukan salah satunya. Karena itu pula, walaupun ada hadits yang mengisyaratkan perbandingan hak ibu dengan bapak sebagai tiga dibanding satu, penerapannya pun harus setelah memperhatikan faktor-faktor yang dimaksud.(M.

Quraish Shihab, 2002: 67).

…











Terjemahnya:

(39)

“…Dan ucapkanlah wahai tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil”.(Kemenag RI, 2012: 285).

Maksud dari ayat di atas adalah Allah memerintahkan untuk mendoakan kedua orang tua mereka, agar diberi limpahan kasih sayang Allah sebagai imbalan dari kasih sayang kedua orang tua itu dengan mendidik mereka ketika masih kanak-kanak.(Menteri Agama Republik Indonesia, 1990: 556-557).

M. Quraish Shihab menjelaskan:

Hanya saja ulama menegaskan bahwa doa kepada orang tua yang dianjurkan di sini adalah bagi yang muslim, baik masih hidup maupun telah meninggal. Sedangkan bila ayah atau ibu yang tidak beragama Islam telah meninggal terlarang bagi anak untuk mendoakannya. al-quran mengingatkan bahwa ada suri tauladan yang baik bagi kaum muslimin dari seluruh kehidupan Nabi Ibrahim as.(M. Quraish Shihab, 2002: 68).

























Terjemahnya:

“Tuhanmu telah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu adalah orang yang baik, maka sungguh, dia maha pengampun kepada orang yang bertaubat”.(Kemenag RI, 2012: 285).

Salim Bahreisy dan Said Bahreisy menjelaskan:

Maksud dari ayat di atas adalah Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu, jika kamu orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat, mengenai seseorang yang terburu nafsu mengucapkan kata-kata yang tidak sopan terhadap ayah ibunya, padahal bukan bermaksud menyakiti hati mereka, atau melakukan sesuatu perbuatan yang keliru, padahal dalam hatinya bermaksud baik dengan perbuatan itu, maka allah berfirman: “Tuhanmu lebih

(40)

mengetahui apa yang ada dalam hatimu”. (Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, 1990: 34).

Syu’bah menceritakan dari Yahya bin Sa’id dari Said bin al- Musayyab, ia mengatakan: “awwaabiin ialah orang-orang yang berbuat dosa lalu bertaubat, berbuat dosa lalu bertaubat.” Demikian juga yang diriwayatkan oleh Abdurrazzaq, Ma’mar, Atha’ bin Yasar, Said bin Jubair dan Mujahid mengatakan: “awwaabiin ialah orang-orang yang kembali kepada kebaikan”. Ibnu Jarir berkata: “di antara pendapat-pendapat tersebut yang paling tepat adalah pendapat yang menyatakan bahwa awwaabiin ialah orang yang bertaubat dari dosa dan meninggalkan maksiat menuju kepada ketaatan, bertolak dari apa yang dibenci Allah menuju kepada apa yang dicintai dan diridhai-Nya.” Apa yang dikatakan Ibnu Jarir inilah yang benar karena kata awwaabiin (orang-orang yang kembali) diambil dari kata al-aub yang berarti kembali.(Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh dalam Bahrun Abu Bakar dkk, 1994: 241).

Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam Q.S. Al-Isra’ ayat 23-25 menurut mufasir kontemporer yaitu berisi tentang pendidikan tauhid (mengesakan Allah) dan pendidikan birrul walidaini yang mana keduanya saling keterkaitan. Keyakinan akan keesaan Allah serta kewajiban mengikhlaskan diri kepada-Nya adalah dasar yang padanya bertitik tolak segala kegiatan. Setelah itu kewajiban pertama dan utama setelah kewajiban mengesakan Allah dan beribadah kepada-Nya adalah berbakti kepada kedua orang tua. Allah

(41)

memerintahkan berbuat baik terhadap kedua orang tua dikarenakan sebab-sebab sebagai berikut:

1. karena kedua orang tua itulah yang memberi belas kasih kepada anaknya, telah bersusah payah dalam memberikan kebaikan kepadanya dan menghindarkan dari bahaya. Oleh sebab itu, wajib lah hal itu diberi imbalan dengan berbuat baik dan syukur kepada kedua orang tua.

2. Bahwa kedua orang tua telah memberikan kenikmatan kepada anak, ketika anak itu sedang dalam keadaan lemah dan tidak berdaya sedikitpun. Oleh karena itu, wajib hal itu di balas dengan rasa syukur ketika kedua orang tua itu telah lanjut usia.

(42)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Fokus Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti mengemukakan fokus penelitian sebagai berikut : nilai-nilai pendidikan pada Q.S Al-Isra yang meliputi tentang aspek pendidikan aqidah dan aspek pendidikan birrul walidain (berbuat baik pada kedua orang tua), Bagaimana akhlak seorang anak terhadap kedua orangtua di saat mereka sangat membutuhkan yakni di saat kedua orang tua dalam usia lanjut.

Seharusnya seorang anak berbuat baik kepeda kedua orang tua karena pada saat lanjut usia perilaku mereka berubah seperti anak-anak dan banyak lupa. Ini bagian dari perilaku birrul walidain seorang anak terhadap kedua orang tua.

Penelitian ini secara tidak langsung juga merupakan studi sejarah mengenai cerita isra mirajnya nabi Muhammad SAW, karena hal tersebut juga terdapat pada Q.S Al-Isra’ ayat 23-25, dan yang menjadi fokus penelitian ini adalah mengenai isi dari Q.S Al-Isra’ ayat 23-25 dan aktualisasinya dalam dunia modern.

B. Variable Penelitian

Penulisan skripsi ini yang diteliti adalah nilai-nilai pendidikan dalam QS. al-Isra’ ayat 23 - 25. Data variable tersebut dianalisis

(43)

berdasarkan literatur yang ada tanpa memberikan analisis khusus.

Adapun variabel dalam penelitian ini:

1. Nilai-nilai Pendidikan sebagai indevendent variabel ( variabel bebas ) yaitu menjadi sebab terjadinya atau adanya suatu perubahan pada devendent variable ( variabel terikat ).

2. QS. al-Isra’ sebagai devendent variabel yaitu yaitu variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat adanya indevendent variabel.

C. Devenisi Operasional Variabel

Untuk menghindari kesalahpahaman atau kekeliruan dalam memahami maka perlu ditegaskan istilah judul tersebut. Adapun istilah yang perlu penulis jelaskan :

a. Nilai-nilai pendidikan dalam al quran

Nilai-nilai Pendidikan dalam al quran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk nilai-nilai pendidikan dalam Q.S. al-Isra’ ayat 23 – 25.

b. Quran surah al-Isra’ ayat 23-25

Nilai merupakan sesuatu yang bermanfaat dan berguna manusia sebagai acuan tingkah laku. Serta Nilai merupakan salah satu komponen pendidikan, yang mana apabila salah satu komponen tidak ada, maka proses pendidikan tidak akan bisa berjalan dengan baik.

(44)

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang ditempuh penulis yaitu melakukan riset kepustakaan (library research) yaitu suatu analisis dengan jalan membaca serta menelaah beberapa literature karya ilmiah yang ada kaitannya dengan skripsi yang diteliti dengan menggunakan cara pengambilan data sebagai berikut:

1. Kutipan langsung yaitu kutipan secara langsung tanpa mengubah satu katapun dari kata-kata pengarang.

2. Kutipan tidak langsung yaitu mengutip seluruh isi bacaan dengan menggunakan kata-kata sipeneliti atau sipembaca sendiri yang biasanya juga dengan parapharase (pengungkapan kembali suatu konsep dengan cara lain dalam bahasa yang sama, namun tanpa mengubah maknanya).

Maka dari itu, dalam penulisan ini dikumpulkan dua sumber data yakni:

a. Sumber data primer

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah merujuk pada salah satu sumber Islam yang autentik, yakni al quran dan kitab tafsir klasik maupun kontemporer yang ada kaitannya dengan pembahasan mengenai nilai-nilai pendidikan dalam al quran Surah al-Isra’ ayat 23- 25 serta merujuk pada pendapat-pendapat pemikir Pendidikan Islam yang terkait dengan pembahasan.

b. Sumber data sekunder

(45)

Suharsimi Arikanto menjelaskan:

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber lain yang masih berkaitan dengan masalah penelitian, dan memberi interpretasi terhadap sumber primer. Sumber data sekunder dapat berupa kitab-kitab tafsir maupun buku-buku bacaan yang masih relevan dengan pembahasan skripsi ini.(Suharsimi Arikanto, 2006:

231).

Kitab-kitab tafsir yang penulis jadikan sebagai referensi penulisan skripsi adalah sebagai berikut :

1) Tafsir klasik :

a) Tafsir Al-Maraghi, karya Ahmad Musthafa Al Maraghi b) Tafsir Al-Munir, karya Muhammad Nawawi Al Jawi c) Tafsir Fi Dzilalil Quran, karya Sayyid Quthb

2) Tafsir kontemporer :

a) Tafsir Al-Misbah, karya M.Quraish Shihab.

b) Tafsir Al-Azhar, karya Abdul Malik Karim Amrullah

c) Tafsir Al-Bayan, karya Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy

E. Teknik Pengelolaan Data

Seluruh data yang dihimpun melalui riset kepustakaan bersifat kualitatif, yaitu pengungkapan data melalui deskripsi, sehingga dalam pengelolaannya mangadakan dan mengemukakan sifat data yang diperoleh kemudian dianalisis lebih lanjut guna mendapatkan kesimpulan.

F. Teknik Analisis Data

Lexy J. Moleong menjelaskan:

(46)

Analisa data merupakan tahap terpenting dari sebuah penulisan.

Sebab pada tahap ini dapat dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga menghasilkan sebuah penyampaian yang benar- benar dapat digunakan untuk menjawab persoalan-persoalan yang telah dirumuskan. Secara definitif, analisa data merupakan proses pengorganisasian dan pengurutan data ke dalam pola kategori dan suatu uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang dirumuskan oleh data(Lexy J. Moleong, 2006: 280).

Analisis data berguna untuk mereduksi kumpulan data menjadi perwujudan yang dapat dipahami melalui pendeskripsian secara logis dan sistematis sehingga fokus studi dapat ditelaah, diuji, dan dijawab secara cermat dan teliti.

Teknik yang digunakan dalam analisis tulisan ini adalah teknik tahlili. Teknik Tahlili adalah menafsirkan ayat-ayat al quran dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu, serta menerangkan makna-makna yang mencakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufasir yang mentafsirkan ayat tersebut.

Dalam teknik ini, biasanya mufasir menguraikan makna yang terkandung dalam al quran, ayat demi ayat, dan surat demi surat sesuai dengan urutannya di dalam mushaf. Uraian tersebut mencakup berbagai aspek yang terkandung dalam ayat yang ditafsirkan, seperti pengertian kosakata, konotasi kalimatnya, latar belakang turun ayat, kaitannya dengan ayat-ayat lain, baik sebelum maupun sesudahnya. Dan tak ketinggalan pula pendapat yang telah diberikan berkenaan dengan

(47)

tafsiran ayat-ayat tersebut, baik yang disampaikan oleh Nabi, sahabat, para tabi’in, maupun ahli tafsir lainnya (Nashrudin Baidan, 2005: 31).

(48)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM Q.S AL-ISRA’ AYAT 23-25

1. Pendidikan Tauhid

Sugeng Ristianto menjelaskan:

Secara bahasa tauhid berasal dari kata wahhada-yuwahhidu- tauhiidan, yang berarti menjadikan sesuatu satu. Secara syara’

tauhid berarti mengesakan Allah dalam penciptaan dan pengaturan, mengikhlaskan ibadah hanya kepada-Nya dan meninggalkan ibadah kepada yang lain, menetapkan Asmaul Husna dan Sifat yang Mulia bagi-Nya, dan membersihkan-Nya dari sifat kurang dan tercela.(

Sugeng Ristianto, 2010: 1).

Jadi pengertian tauhid adalah meng-Esakan Allah dengan beribadah kepada-Nya, yakni agama yang disampaikan oleh para rasul Allah yang berisi tentang tauhid untuk hamba-Nya. Allah swt dalam ayat- ayat-Nya memerintahkan untuk menyembah-Nya, tidak menyekutukan- Nya dan selalu mengabdi kepada-Nya. Sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Isra’ ayat 23 yaitu:













… Terjemahnya:

Dan Tuhanmu memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia…(Kemenag RI, 2012: 285).

Maksud dari potongan ayat di atas adalah dan Tuhanmu memerintahkan agar kamu (manusia) jangan menyembah selain Dia, karena ibadah adalah puncak pengagungan yang tidak patut dilakukan

(49)

kecuali terhadap Tuhan (Allah). Dari pada-Nyalah keluar kenikmatan dan anugera3h atas hamba-hambanya dan tidak ada yang dapat memberi kenikmatan kecuali Dia (Allah).(Ahmad Mustafa al-Maragi dalam Hery Noer Aly dkk, 1993: 59).

Departemen Agama menjelasakn:

Allah swt melarang manusia mengada-adakan tuhan yang lain selain Allah, seperti menyembah patung dan arwah nenek moyang dengan maksud supaya dapat mendekatkan diri kepadanya.

Termasuk yang dilarang itu ialah meyakini adanya tuhan selain Allah mengakui adanya kekuasaan yang lain selain Allah yang dapat mempengaruhi dirinya, ataupun kekuatan ghaib yang lain. Larangan ini ditujukan kepada seluruh manusia, agar mereka tidak tersesat dan tidak menyesal karena melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan terhadap Penciptanya. Padahal mereka seharusnya mensyukuri nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepada mereka, tidak mengada-adakan tuhan yang lain, yang lain sebenarnya tidak berkuasa sedikitpun untuk memberikan pertolongan kepada mereka, dan tidak berdaya pula untuk memberi mudarat.( Departemen Agama, 1993: 553).

Menurut hemat penulis Pendidikan Tauhid adalah pendidikan dini yang sangat penting diperhatikan dan harus mengakar dalam jiwa setiap peserta didik. Bahkan setiap insan harus mampu mengejewantahkan dalam kehidupan di muka bumi mengenai dasar hidupnya (Tauhid).

Aidh al-Qarni dalam Samson Rahman menjelaskan:

Allah mewajibkan hamba-hamba-Nya untuk mengesakan-Nya dalam ibadah dan dalam penyembahan serta melarang mereka menyekutukan Allah dengan apa pun atau siapa pun.(Aidh al-Qarni dalam Samson Rahman, 2007: 488).

Oleh sebab itu, yang berhak mendapat penghormatan tertinggi hanyalah yang menciptakan alam dan semua isinya.Dia-lah yang memberikan kehidupan dan kenikmatan pada seluruh makhluk-Nya.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis data, pembahasan hasil penelitian, khususnya analisis data seperti yang telah diuraikan dalam pembahasan mengenai membangun kebiasaan anak membaca melalui program

Skripsi ini berbicara mengenai efektifitas penggunaan metode demonstrasi pada materi ajar haji dan umrah dalam meningkatkan hasil belajar siswa di SMK Muhammadiyah

Terkadang saya merasa malas untuk makan ketika bersama dengan teman – teman sekantor yang masih lama untuk pensiun.. Ketika pensiun nanti, saya percaya keluarga

Orang tua dan saudara-saudari semua yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan materil maupun moril yang tak ternilai sehingga skripsi ini dapat diselesaikan... Rekan-rekan

Menimbang, bahwa menurut Majelis Hakim tuntutan agar Putusan ini dapat dijalankan terlebih dulu meskipun ada upaya hukum verzet, banding maupun upaya hukum lainnya atau

Gugus fenolik pada antioksidan berfungsi juga sebagai pencegah pembentukan radikal bebas pada lemak yang telah teroksidasi dengan cara memberikan H• sehingga terbentuk

Menurut Pidada (2001) faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi sosial adalah : kecerdasan, penalaran moral dan kecerdasan emosional. Berdasarkan uraian yang telah

La duración media del plano en cada videoclip –obtenida mediante la división de la duración total de la pieza audiovisual por el número de planos contabilizados– da cuenta