• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PERBEDAAN TINGGI PENGGENANGAN AIR TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN PADI SAWAH VARIETAS MEKONGGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KAJIAN PERBEDAAN TINGGI PENGGENANGAN AIR TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN PADI SAWAH VARIETAS MEKONGGA"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PERBEDAAN TINGGI PENGGENANGAN AIR TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN PADI SAWAH

VARIETAS MEKONGGA

SKRIPSI

OLEH :

SITI FATMA AZZAHRA LUBIS 120308056

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(2)

KAJIAN PERBEDAAN TINGGI PENGGENANGAN AIR TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN PADI SAWAH

VARIETAS MEKONGGA

SKRIPSI

OLEH :

SITI FATMA AZZAHRA LUBIS 120308056/KETEKNIKAN PERTANIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(3)
(4)

Panitia Penguji Ujian Skripsi Prof. Dr. Ir. Sumono, M.S Dr. Taufik Rizaldi, STP, MP Nazif Ichwan, STP, M.Si Sulastri Panggabean, STP, M.Si

(5)

ABSTRAK

SITI FATMA AZZAHRA LUBIS : Kajian Perbedaan Tinggi Penggenangan Air Terhadap Komponen Pertumbuhan Padi Sawah Varietas Mekongga, dibimbing oleh SUMONO dan TAUFIK RIZALDI.

Penelitian ini merupakan eksperimen yang bertujuan untuk mengkaji perbedaan tinggi penggenangan air terhadap komponen pertumbuhan padi sawah varietas Mekongga. Penelitian dilaksanakan dilahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara bulan Oktober 2018 sampai Februari 2019. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap non faktorial dengan 5 perlakuan tinggi penggenangan air yang terdiri dari 2,5 cm, 5 cm, 7,5 cm, 10 cm dan 12,5 cm dengan 5 ulangan. Parameter penelitian terdiri dari jumlah anakan, evapotranspirasi tanaman, koefisien tanaman, bobot bulir, bobot basah dan bobot kering tanaman. Hasil penelitian berupa komponen hasil diuji secara statistik menggunakan Analisis Of Variance (ANOVA). Hasil penelitian menunjukkan tanah sawah dengan jenis ultisol yang memiliki tekstur tanah lempung liat berpasir, dengan kandungan bahan organik tinggi, unsur N dengan kriteria sedang, unsur P dan K sangat rendah dan pH sangat masam. Nilai evapotranspirasi tanaman berkisar 0,24-0,78 mm/hari dan koefisian tanaman berkisar 0,60-1,00.

Perlakuan tinggi penggenangan air terhadap perameter jumlah anakan, bobot bulir, bobot basah tanaman dan bobot kering tanaman menunjukkan perbedaan tidak nyata. Bobot bulir yang diperoleh berkisar antara 12,8-18 g/rumpun.

Keyword : tinggi penggenangan, padi, Mekongga.

(6)

ABSTRACT

SITI FATMA AZZAHRA LUBIS : Study Of Differences In Waterlogging Height On The Growth Components Of Mekongga Variety Rice, supervised by SUMONO and TAUFIK RIZALDI.

This research is an experiment that aims to examine the differences in the height of waterlogging against the growth components of Mekongga variety. The research was conducted in the field of Faculty of Agriculture, University of North Sumatra in October 2018 to February 2019. The research was using randomized complete design non factorial with 5 treatments i.e hight of waterlogging consisting of 2,5 cm, 5 cm, 7,5 cm, 10 cm and 12,5 cm with 5 replications. The parameters of research consisted of number of tillers, plant evapotranspiration, plant coefficients, grain weight, wet weight and plant dry weight. The results of research in the form of component results were statistically tested using Analysis of Variance (ANOVA). The results showed that rice field's soils with ultisol soil that has a texture of sandy clay loam, high organic matter content, N elements with moderate criteria, P and K elements were very low and pH was very were acidic. The plants evapotranspiration value of ranges from 0,24 to 0,78 mm/day and plant coefficients range were from 0,60 to 1,00. The treatments with hight of waterlogging to perameter of number of tillers, grain weight, wet weight and plant dry weights showed non significant difference. The grain weight obtained were ranged from 12,8-18 g/clumps.

Keyword: inundation height, rice, Mekongga.

(7)

RIWAYAT HIDUP

Siti Fatma Azzahra Lubis, dilahirkan di Jakarta pada tanggal 11 Juni 1994 dari ayahanda dr.H.Indra Lubis, M.H.A dan ibunda Dina Sri Rejeki Siregar, S.H.

Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Pendidikan formal yang ditempuh adalah SD Swasta Diponegoro Kisaran lulus pada tahun 2006, SMP Swasta Ir.H.Djuanda Tebing Tinggi lulus pada tahun 2009 dan tahun 2012 penulis lulus dari SMA Swasta Al-Azhar Medan dan pada tahun yang sama lulus seleksi penerimaan mahasiswa baru jalur UMB Mandiri pada program studi Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif dalam keanggotaan Ikatan Mahasiswa Keteknikan Pertanian (IMATETA) periode pengurusan tahun 2015/2016.

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PTP Nusantara III PKS Kebun Rambutan Tebing Tinggi dari Januari sampai Februari 2015.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Kajian Perbedaan Tinggi Penggenangan Air Terhadap Komponen Pertumbuhan Padi Sawah Varietas Mekongga” di Lahan Fakultas Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua Orangtua yang telah membesarkan, mendidik dan memberi dukungan baik secara moril maupun materil kepada penulis selama ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Sumono, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Taufik Rizaldi, STP, MP selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Keteknikan Pertanian serta semua rekan yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini berguna bagi kita semua.

Medan, September 2019

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... ... i

ABSTRACT ... ... ii

RIWAYAT HIDUP ... ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... ... v

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Irigasi Padi Sawah ... 5

Karakteristik Tanah Sawah ... 8

Tekstur Tanah... 8

Bahan Organik ... 11

Tinggi Penggenangan Air ... 15

Evapotranspirasi ... 17

Koefisien Tanaman ... 21

Jumlah Rumpun Produktif ... 22

Bobot Basah dan Bobot Kering Tanaman ... 23

Konsumsi Air ... 25

Tanaman Padi Varietas Mekongga ... 26

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 29

Alat dan Bahan Penelitian ... 29

Metode Penelitian... 29

Prosedur penelitian ... 30

Parameter... 31

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah ... 32

Jumlah Anakan ... 34

Evapotranspirasi (ETc)... 35

Evaporasi (ET0) ... 36

Koefisien Tanaman (Kc) ... 37

Produksi Tanaman Padi... 39

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 41

Saran…. ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

(10)

DAFTAR TABEL

No Hal

1. Koefisien Setiap Jenis Tanaman Padi ... 22

2. Analisis Tanah ... 32

3. Jumlah Anakan ... 34

4. Evapotranspirasi (ETc) ... 35

5. Evaporasi (ET0) ... 37

6. Koefisien Tanaman (Kc) ... 38

7. Produksi Tanaman Padi ... 39

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No Hal

1. Flowchart Penelitian ... 45

2. Analisis Tanah ... 46

3. Jumlah Anakan ... 48

4. Analisis Sidik Ragam Jumlah Anakan ... 49

5. Evapotranspirasi Tanaman (ETc)... 50

6. Evaporasi Tanaman (ET0) ... 51

7. Koefisien Tanaman (Kc) ... 52

8. Bobot Bulir, Bobot Basah dan Bobot Kering Tanaman Padi Sawah Varietas Mekongga Pada Beberapa Tinggi Penggenangan Air (g) ... 57

9. Bobot Bulir Tanaman ... 58

10. Analisis Sidik Ragam Bobot Bulir Tanaman ... 59

11. Analisis Sidik Ragam Bobot Basah Tanaman ... 60

12. Analisis Sidik Ragam Bobot Kering Tanaman ... 61

13. Data Suhu (°C) ... 62

14. Denah Penelitian ... 65

15. Gambar ... 66

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman penghasil beras yang merupakan makanan pokok, lebih dari setengah penduduk dunia. Di Indonesia, padi merupakan komoditas utama dalam menyokong pangan masyarakat. Untuk itu negara harus memiliki ketahanan pangan yang besar dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Kendala dan tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional adalah kompetisi dalam pemanfaatan sumber daya lahan dan air. Konversi lahan pertanian untuk kegiatan non pertanian terutama di Jawa menyebabkan lahan pertanian semakin sempit, sehingga sektor pertanian perlu meningkatkan efisiensi dan optimalisasi pemanfaatan sumber daya lahan. Peningkatan tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan efisiensi pertanaman melalui pengaturan sistem tanam dan mengefisienkan umur bibit dilahan persemaian. Pengaturan sistem tanam dan umur bibit yang tepat, serta penggunaan varietas unggul padi selain efektif dalam pertumbuhan tanaman juga efisiensi dalam waktu dan mendapatkan produktivitas yang optimal (Anggraini dkk, 2013).

Salah satu faktor yang sangat penting dalam usaha peningkatan produksi pertanian melalui pasca usaha tani adalah pengairan. Air adalah salah satu syarat mutlak bagi kehidupan dan pertumbuhan tanaman. Air dapat diperoleh dari hujan atau irigasi yang berupa irigasi teknis, setengah teknis dan irigasi sederhana (Mubyarto, 1985).

(13)

Tantangan lain dalam budidaya padi sawah adalah perubahan cuaca di Indonesia mengalami perubahan yang cukup dinamis. Salah satu kondisi yang dirasakan adalah semakin meningkatnya suhu udara dan tidak seimbangnya jumlah air di musim kemarau dan musim hujan. Masyarakat mengalami kekurangan air di musim kemarau dan kebanjiran di musim hujan. Suhu yang makin tinggi berpengaruh pada peningkatan evaporasi dan evapotranspirasi pada akhirnya menipisnya ketersedian air. Sementara itu, petani tidak cukup mampu beradaptasi terhadap perubahan cuaca yang ditandai dengan tidak berubahnya pola penggunaan air pada sawah yang makin terbatas jumlahnya (Sesbany, 2010).

Evapotranspirasi merupakan gabungan proses evaporasi dan transpirasi.

Evaporasi adalah peristiwa air menjadi uap naik ke udara dan berlangsung terus menerus dari permukaan air, permukaan tanah, padang rumput, persawahan, hutan dan lain-lain. Evapotranspirasi merupakan gabungan proses evaporasi disekitar tanaman dan proses transpirasi dari tanaman melalui proses metabolisme didalam daun yang akan mengeluarkan uap air dari daun ke atmosfir. Besarnya evapotranspirasi ini menunjukkan jumlah air yang dibutuhkan tanaman untuk kehidupannya. Di lapang besarnya evapotranspirasi tanaman dapat ditentukan secara langsung dengan pengukuran menggunakan alat seperti lisimeter atau secara sederhana melalui pengukuran kehilangan air pada lahan tanaman untuk satuan waktu tertentu. Secara tidak langsung evapotranspirasi tanaman dapat ditentukan berdasarkan perhitungan perkalian koefisien tanaman dengan evaporasi potensial.

Pengetahuan tentang evapotranspirasi dan koefisien tanaman ini sangat penting dalam upaya menentukan kebutuhan air bagi tanaman, khususnya

(14)

tanaman padi sawah, yang airnya bersumber dari air irigasi. Besarnya evapotranspirasi tanaman berbeda-beda sesuai dengan jenis atau varietas tanaman dan umur tanamannya.

Tanaman padi umumnya tahan dalam genangan air, namun bila genangan itu terlalu lama maka tanaman akan mati. Hal ini karena pada saat tanaman terendam air, suplai oksigen dan karbondioksida menjadi berkurang sehingga mengganggu proses fotosintesis dan respirasi. Efek genangan sangat kompleks dan bervariasi tergantung genotip, status karbohidrat sebelum dan sesudah genangan, tingkat perkembangan tanaman pada saat terjadi genangan, tingkat dan lama, serta derajat turbiditas air genangan. Secara morfologis dan fisiologis, efek genangan dapat dicirikan dengan klorosis daun, hambatan pertumbuhan, elongasi daun dan batang yang terendam, dan kematian keseluruhan jaringan tanaman.

Sebagian besar kultivar padi memperlihatkan pemanjangan batang sebagai tanggapan terhadap penggenangan. Elongasi batang selama penggenangan merupakan strategi penghindaran (escape strategy) yang memungkinkan tanaman padi untuk melakukan metabolisme secara aerob dan fiksasi CO2 dengan batangnya ke permukaan air. Selain itu, penggenangan juga menginduksi pembentukan akar adventif dengan adanya etilen yang juga memfasilitasi pembentukan aerenkim (Rachmawati dan Retnaningrum, 2013).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh perbedaan tinggi penggenangan air terhadap komponen pertumbuhan padi sawah varietas mekongga.

(15)

Hipotesis penelitian

Pemberian beberapa perbedaan tinggi penggenangan berpengaruh nyata terhadap komponen pertumbuhan padi sawah varietas mekongga.

Manfaat Penelitian

1. Bagi penulis yaitu sebagai bahan untuk menyusun yang merupakan syarat untuk dapat menyelesaikan pendidikan di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

2. Bagi mahasiswa, sebagai informasi pendukung untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai padi.

3. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Irigasi Padi Sawah

Irigasi adalah usaha untuk memperoleh air menggunakan bangunan dan saluran buatan untuk keperluan penunjang produksi pertanian. Air merupakan faktor yang penting dalam bercocok tanam. Selain jenis tanaman, kebutuhan air bagi suatu tanaman juga dipengaruhi oleh sifat dan jenis tanah, keadaan iklim, kesuburan tanah, cara bercocok tanam, luas areal pertanaman, topografi, periode tumbuh dan sebagainya. Cara pemberian air irigasi pada tanaman padi, tergantung pada umur dan varietas padi yang ditanam (Mawardi, 2007).

Adapun tujuan umum irigasi yaitu menjamin keberhasilan produksi tanaman dalam menghadapi kekeringan jangka pendek, mendinginkan tanah dan atmosfer sehingga akrab untuk pertumbuhan tanaman, mengurangi bahaya kekeringan, mencuci atau melarutkan garam dalam tanah, mengurangi bahwa pemipaan tanah, melunakkan lapisan olah dan gumpalan-gumpalan tanah, dan menunda pertunasan dengan cara pendinginan lewat evaporasi (Pusposutardjo, 2001).

Berdasarkan cara pengaturan pengukuran aliran air dan lengkapnya fasilitas, jaringan irigasi dapat dibedakan ke dalam tiga tingkatan yaitu :

1. Jaringan irigasi sederhana (non teknis), pembagian air tidak diukur atau diatur, air lebih akan mengalir ke saluran pembuang. Para petani pemakai air itu tergabung dalam satu kelompok jaringan irigasi yang sama, sehingga tidak memerlukan keterlibatan pemerintah didalam organisasi jaringan irigasi semacam ini. Persediaan air biasanya berlimpah dengan

(17)

kemiringan berkisar antara sedang sampai curam. Oleh karena itu hampir- hampir tidak diperlukan teknik yang sulit untuk sistem pembagian airnya.

2. Jaringan irigasi semi teknis adalah bendungannya terletak disungai lengkap dengan pengambilan dan bangunan pengukur dibagian hilirnya. Mungkin juga dibangun bangunan permanen dijaringan saluran. Sistem pembuangan air biasanya serupa dengan jaringan sederhana mungkin bahwa pengambilan dipakai untuk melayani atau mengaliri daerah yang luas dari pada daerah layanan. Organisasinya lebih sulit dan jika bangunan tetapnya berupa bangunan pengambilan dari sungai maka diperlukan lebih banyak keterlibatan dari pemerintah dalam hal ini Departemen Pekerjaan Umum.

3. Jaringan irigasi teknis adalah pemisah antara jaringan irigasi dan jaringan pembuang/pemutus. Hal ini berarti bahwa baik saluran irigasi atau pembuang tetap bekerja sesuai fungsinya masing-masing dari hulu hingga ke hilir. Petak tersier menduduki fungsi sentral dalam jaringan irigasi teknis. Sebuah petak tersier terdiri dari sejumlah sawah dengan luas keseluruhan yang umumnya berkisar antara 50 – 100 Ha, kadang-kadang sampai 150 Ha. Petak tersier menerima air disuatu tempat dalam jumlah yang sudah diukur dari suatu jaringan pembawa yang sudah diatur oleh dinas pengairan, kemudian pembagian air dalam petak tersier diserahkan kepada petani.

4. Jaringan saluran tersier dan kuarter mengalirkan air ke sawah, kelebihan air ditampung didalam suatu jaringan saluran pembuang tersier dan kuarter, kemudian dialirkan ke jaringan pembuang primer

(Dept. Pekerjaan Umum, 2010).

(18)

Maksud irigasi adalah suatu sistem pemberian air ketanah-tanah pertanian guna mencukupi kebutuhan tanaman agar tanaman tersebut tumbuh dengan baik.

Adapun tujuan dari irigasi antara lain:

1. Membasahi tanaman, membasahi tanah dengan menggunakan air irigasi bertujuan memenuhi kekurangan air di daerah pertanian pada saat air hujan kurang atau tidak ada. Hal ini penting sekali karena kekurangan air yang diperlukan untuk tumbuh dapat mempengaruhi hasil panen tanaman tersebut.

2. Merabuk adalah pemberian air yang tujuannya selain membasahi juga memberi zat-zat yang berguna bagi tanaman itu sendiri.

3. Mengatur suhu, tanaman dapat tumbuh dengan baik pada suhu yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah, sesuai dengan jenis tanamannya.

4. Membersihkan tanah/memberantas hama, yaitu irigasi juga bertujuan untuk membasmi hama-hama yang berada dan bersarang dalam tanah dan membahayakan bagi tanaman sehingga pada musim kemarau sebaiknya sawah diberikan air agar sifat garamnya hilang.

5. Kolmatase adalah pengairan dengan maksud memperbaiki atau meninggikan permukaan tanah.

6. Menambah persediasan air tanah untuk keperluan sehari-hari. Biasanya dilakukan dengan cara menahan air disuatu tempat, sehingga memberikan kesempatan pada air tersebut untuk meresap kedalam tanah yang pada akhirnya dimanfaatkan oleh yang memerlukan

(Dept. Pekerjaan Umum, 2010).

(19)

Karakteristik Tanah Sawah

Karakteristik lahan merupakan sifat lahan yang dapat diukur atau diduga.

Karakteristik lahan terdiri atas 1) Karakteristik tunggal, misalnya total curah hujan, kedalaman tanah, lereng, dan lain-lain, 2) Karakteristik majemuk, misalnya permeabilitas tanah, drainase, kapasitas tanah menahan air, dan lain-lain (Rayes, 2007).

Lahan sawah sebagai tanah yang tergenang akan terbatas ketersediaan O2

dan mengalami proses pereduksian. Perubahan penting sifat kimia dan elektrokima pada tanah sawah antara lain, menurunnya potensial redox, meingkatnya pH, pereduksian ferri (Fe3+) menjadi fero (Fe2+) dan Mn4+/3+ menjadi Mn2+, pereduksian NO3- dan NO2- menjadi NO, N2O dan N2 berupa gas, pereduksian SO42-, peningkatan ketersediaan unsur hara N dan P serta meningkatnya kandungan CO2, CH4 serta mengurangu produk senyawa beracun seperti as organik dan H2S. Penggenangan yang dilakukan pada tanah sawah akan merubah sifat-sifat fisik dan kimia tanah (Darra,1981).

Tekstur Tanah

Tekstur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang sangat menentukan kemampuan tanah untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Tektur tanah akan mempengaruhi kemampuan tanah menyimpan dan menghantarkan air, menyimpan dan menyediakan hara tanaman. Tanah bertekstur pasir yaitu tanah dengan kandungan pasir >70%, porositasnya rendah (<40%), sebagian ruang pori berukuran besar sehingga aerasinya baik, daya hantar air cepat, tetapi kemampuan menyimpan zat hara rendah. Tanah pasir mudah diolah, sehingga juga disebut tanah ringan. Tanah disebut bertekstur berliat jika liatnya >35% kemampuan

(20)

menyimpan air dan hara tanaman tinggi. Air yang ada diserap dengan energi yang tinggi, sehingga liat sulit dilepaskan terutama bila kering sehingga kurang tersedia untuk tanaman. Tanah liat juga disebut tanah berat karena sulit diolah, tanah berlempung, merupakan tanah dengan proporsi pasir, debu, dan liat sedemikian rupa sehingga sifatnya berada diantara tanah berpasir dan berliat (Islami dan Utomo, 1995).

Tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah berdasarkan perbandingan banyaknya butir-butir pasir, debu dan liat. Tekstur tanah dipengaruhi oleh faktor dan proses pembentukan tanah tersebut. Faktor pembentukan tanah yang penting antara lain adalah bahan induk tanah. Bahan induk bertekstur kasar cenderung menghasilkan tanah bertekstur kasar dan sebaliknya (Hardjowigeno, 2003).

Tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah (separat) yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi (%) relatif antara fraksi pasir (sand), debu (silt), dan liat (clay). Partikel berukuran diatas 2 mm seperti kerikil dan bebatuan kecil tidak tergolong sebagai fraksi tanah tetapi harus diperhitungkan dalam evaluasi tekstur tanah. Klasifikasi ukuran, jumlah dan luas permukaan fraksi-fraksi tanah menurut sistem USDA tertera pada Gambar 1.

(21)

Gambar 1. Diagram segitiga tekstur tanah menurut klasifikasi USDA (Hanafiah, 2005).

Khusus pada tanah sawah walaupun kondisinya tergenang, dalam satu tahun pasti ada periode kering beberapa bulan yang memungkinkan terjadinya oksidasi bahan organik menjadi meneral tanah. Namun oksidasi akan dihambat oleh suasana tergenang, sehingga fungsi fraksi pasir dalam aerasi tanah tidak berlangsung dengan baik. Hal ini juga terlihat dari rendahnya koefisien korelasi antara C organik dengan pasir (-0,1241) yang tergolong tidak nyata (Tangketasik, dkk, 2012).

Fraksi liat paling berpengaruh terhadap kadar bahan organik tanah karena fraksi liat mempunyai luas permukaan jenis paling besar yaitu mencapai 800 m2/g (Luas permukaan jenis yang besar sangat aktif dalam adsorpsi air). Oleh karena

(22)

itu, tanah yang didominasi oleh fraksi liat mempunyai daya pegang air yang besar dan pori aerase yang rendah. Keadaan yang pertukaran udara tidak lancar atau semi anaerob akan berpengaruh terhadap dekomposisi bahan organik, yaitu bahan organik akan mengalami proses humifikasi sehingga dihasilkan senyawa organik yang tahan terhadap pelapukan (Stevenson, 1994).

Bahan Organik

Bahan organik dapat berperan langsung sebagai sumber hara tanaman setelah mengalami proses mineralisasi dan tidak langsung dapat menciptakan suatu kondisi lingkungan pertumbuhan tanaman yang lebih baik dengan meningkatkan ketersedian hara untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Bahan organik dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang pada gilirannya akan memperbaiki pertumbuhan dan produksi tanaman (Murbandono, 2005).

Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan ukuran kemampuan suatu koloid untuk mengadsorbsi dan mempertukarkan kation. KTK ini dapat didefinisikan pula sebagai ukuran kuantitas kation, yang segera dapat dipertukarkan dan yang menetralkan muatan negatif tanah. Penetapan KTK merupakan pengukuran jumlah muatan negatif per unit berat bahan. Besarnya KTK tanah tergantung kepada (1) tekstur tanah, (2) tipe mineral liat dan, (3) kandungan bahan organik.

Semakin tinggi kadar liat atau tekstur semakin halus maka KTK tanah akan semakin besar. Kadar K larutan ditetapkan dengan menginterpolasikan nilai absorben sampel ke kurva standar.

tu ar( e ⁄ ) rt

a t r en encer ...(1) (Mukhlis, 2007).

(23)

Bahan organik merupakan pembentuk granulasi dalam tanah dan sangat penting dalam pembentukan agregat tanah yang stabil. Bahan organik adalah bahan pemantap agregat tanah. Melalui penambahan bahan organik, tanah yang tadinya berat menjadi berstruktur remah yang relatif lebih ringan. Pergerakan air secara vertikal atau infiltrasi dapat diperbaiki dan tanah dapat menyerap air lebih cepat sehingga aliran permukaan dan erosi diperkecil. Demikian pula dengan aerasi tanah yang menjadi lebih baik karena ruang pori tanah (porositas) bertambah akibat terbentuknya agregat (Agrica, 2008).

Ada beberapa metode yang biasa dilakukan dalam analisis bahan organik tanah. Antara lain dengan pembakaran, oksidasi basah. Kebanyakan metode dari manual hingga yang otomatis menduga kadar C organik melalui oksidasi seluruh atau sebagian karbon dan menentukan perkembangan CO2 yang terbentuk. C organik dihancurkan oleh oksidasi kalium bikromat akibat penambahan asam sulfat. Perubahan reduksi kromat oleh C organik menjadi kromium menimbulkan perubahan warna. Perubahan warna tersebut diukur secara spektometri.

r ( -

S)

...(2) Dimana :

T = Volume titrasi Fe(NH4)2(SO4)2 0,5 N dengan tanah

S = Volume titrasi Fe(NH4)2(SO4)2 0,5 N blanko (tanpa tanah)

0.003 = 1 mL K2Cr2O7 1 N + H2SO4 mampu mengoksidasi 0,003 g C organik 1/0,77 = metode ini hanya 77% C organik yang dapat dioksidasi

BCT = Berat Contoh Tanah

(24)

Bahan organik dapat dihitung dengan persamaan :

a an r an r an ...(3) (Mukhlis, 2007).

Mengingat begitu penting peranan bahan organik, maka penggunaannya pada lahan-lahan yang kesuburannya mulai menurun menjadi amat penting untuk menjaga kelestarian sumber daya lahan tersebut. Berikut ini beberapa manfaat dari pupuk organik : Mampu menyediakan unsur hara makro dan mikro yang relatif kecil jika dibandingkan dengan pupuk kimia, mampu memperbaiki struktur tanah, menyebabkan tanah menjadi ringan untuk diolah, dan mudah ditembus akar, dapat meningkatkan daya menahan air (water holding capacity), sehingga kemampuan tanah untuk menyediakan air menjadi lebih banyak. Kelengasan air tanah lebih terjaga, dapat memperbaiki kehidupan biologi tanah, mengandung mikrobia dalam jumlah cukup yang berperan dalam proses dekomposisi bahan organik, aman bagi lingkungan, dan dapat membantu peningkatan pH tanah (Pramono, 2004).

pH tanah merupakan suatu ukuran intensitas kemasaman, bukan ukuran total asam yang ada ditanah tersebut. Pada tanah-tanah tertentu, seperti tanah liat berat, gambut yang mampu menahan perubahan pH atau keasaman yang lebih besar dibandingkan dengan tanah yang berpasir. Nilai pH tanah tidak sekedar menununjukkan suatu tanah asam atau alkali, tetapi juga memberikan informasi tentang sifat-sifat tanah yang lain, seperti ketersediaan fosfor, status kation-kation basa, status kation atau unsur racun, dsb. Kebanyakan tanah-tanah pertanian memiliki pH 4 hingga 8. Serenson (1909) mendefinisikan pH sebagai negatif logaritma dari konsentrasi ion hidrogen, dengan rumus :

a ...(4)

(25)

Dimana : aH+ = aktivitas ion hidrogen (Mukhlis, 2007).

Kompos adalah suatu produk yang terdiri dari sebagian besar dari sampah buangan organik yang secara keseluruhan atau sebagian telah mengalami kondisi pengeraman dalam suhu yang tinggi (Rinsema, 1993).

Pemupukan yang dilakukan harus mempertimbangkan kebutuhan tanaman terhadap unsur hara. Unsur N dibutuhkan oleh tanaman pada saat pertumbuhan atau fase vegetatif, sebab N pada tanaman memiliki fungsi sebagai pembentuk klorofil dan protein, sedangkan unsur hara P dan K dibutuhkan pada saat fase generatif, sebab unsur hara P berfungsi sebagai penyimpan dan transfer energi, komponen penting asam nukleat, nekleotida, koenzim, fosfolipid dan gula fosfat.

Unsur hara K pada tanaman berfungsi sebagai pembentukan karbohidrat aktifasi enzim dan katalisator penyimpanan fotosintat (Hartatik, 1990).

Tanaman lebih sering mengalami kekurangan nitrogen (N) dibandingkan unsur-unsur yang lain dan tidak ada metode uji tanah untuk N yang dapat diterima secara luas dan tepat. Hal ini disebabkan kerena 97-99% dari N ditanah berada sebagai komples organik dan lambat menjadi tersedia bagi tanaman melalui dekomposisi mikroorganisme.

erat ana

...(5) (Mukhlis, 2007).

Ada banyak metode yang telah dikembangkan untuk mengekstrak dan meminimalisir fosfor (P) total dalam tanah. Hanya dua metode yang sampai sekarang umum digunakan yaitu metode peleburan natrium karbonat dan metode

(26)

destruksi asam. Metedo peleburan natrium karbonat dianggap sebagai metode yang dapat diandalkan namun membutuhkan peralatan yang sangat mahal, seperti cawan platina. Sementara metode destruksi asam kurang dapat menduga kadar P total karena tidak dapat mengekstrak P dari mineral apatik. Kemampuan suatu destruksi asam dapat mengekstrak P tergantung pada jenis asam atau kombinasi asam yang dipakai. Keefektifan ekstraksi dari asam HF > HclO4> H2So4.

ta ( ) arutan -

- ...(6) (Mukhlis, 2007).

Tinggi Penggenangan Air

Air adalah faktor penting dalam bercocok tanam. Suatu sistem pengairan yang baik akan menghasilkan pertumbuhan tanaman yang optimal, sedangkan pengairan merupakan segala usaha yang berhubungan dengan pemanfaatan air dan sumbernya. Hubungan erat antara air dan tanaman padi disebabkan karena fungsi air yang penting dalam penyelenggaraan dan kelangsungan hidup tanaman tersebut, antara lain :

1. Untuk penguapan (transpirasi), dengan penguapan, panas terik matahari dapat dikurangi oleh tanaman, sehingga temperatur relatif tetap.

2. Untuk assimilasi, air diperlukan disamping sinar matahari dan CO2 untuk pembentukan gula/pati.

3. Sebagai pelarut, melarutkan zat-zat hara didalam tenah untuk memungkinkan terabsorbsi oleh tanaman.

4. Sebagai pengangkut, air sebagai media untuk mengangkut zat hara dari akan ke daun, maupun gula/pati dari daun ke bagian tanaman lain.

(27)

5. Merupakan bagian dari tanaman, baik sebagai tumbuh tanaman itu sendiri maupun sebagai bermacam-macam larutan didalam tanah.

(Suprayono dan Setyono, 1993).

Padi merupakan tanaman yang dapat tumbuh dengan baik pada kondisi tergenang. Akan tetapi, kondisi genangan yang diatas normal juga akan mempengaruhi kondisi tanaman padi itu sendiri, terutama produksi padi yang dihasilkan. Perbedaan waktu dan lama penggenangan akan memberikan pengaruh yang berbeda pada pertumbuhan padi sawah. Tinggi dan lamanya penggenangan secara substansial mempengaruhi pertumbuhan tanaman padi. Tinggi genangan memberikan informasi kondisi tanah aerob atau anaerob, tetapi penelitian tentang bagaimana tinggi genangan dan lama penggenangan mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan toleransi tanaman padi terhadap penggenangan masih terbatas (Rachmawati dan Retnaningrum, 2013).

Biasanya tenaman padi tumbuh dalam keadaan tergenang, dengan demikian dapat saja bertahan dengan sedikit kelebihan air. Untuk varietas unggul tinggi air 100 mm dianggap cukup tinggi. Muka air antara 50-150 mm dapat dianjurkan.

Kedalaman air yang lebih dari 150 mm harus dihindari, karena air yang lebih

dalam untuk jangka waktu yang lama akan mengurangi hasil panen (Departemen PU, 1986).

Bila tanah digenangi, persediaan oksigen akan menurun sampai mencapai nol dalam waktu kurang dari sehari. Laju diffusi oksigen udara melalui udara atau pori yang berisi udara. Hal ini juga terjadi pada pH tanah yang digenangi hampir semua jenis tanah mencapai pH 6,5-7,2 dalam waktu satu bulan setelah penggenangan dan tetap stabil sampai tanah tersebut tidak digenangi lagi.

(28)

Pengaruh keseluruhan dari penggenangan adalah peningkatan pH pada tanah asam dan menurunkan pH pada tanah yang basa (Sanchez, 1993).

Evapotranspirasi

Evaporasi adalah proses menguapnya air dari permukaan tanah dan permukaan air menuju atmosfer bumi. Besar kecilnya evaporasi dipengaruhi oleh faktor-faktor suhu air, suhu udara, kelembaban tanah, kecepatan angin, tekanan udara dan sinar matahari. Suhu air, suhu udara dan sinar matahari berbanding lurus dengan besarnya evaporasi. Sementara kelembaban tanah, dan tekanan udara berbanding terbalik dengan besarnya evaporasi. Perhitungan besarnya evaporasi dinyatakan dalam satuan mm/hari (Dumairy, 1992).

Evaporasi permukaan air bebas secara langsung diukur dengan mencatat pengurangan tinggi di muka air dalam panci. Metode ini sangat sederhana dan paling sering digunakan.

1. Panci diatas tanah, kerugian panci ini adalah evaporasi dari panci dalam hubungannya dengan evaporasi air permukaan bebas disebabkan oleh radiasi extra yang jatuh pada sisi-sisi panci. Tipe panci ini, merupakan paling mudah bekerjanya dan memeliharanya, paling luas digunakan.

2. Panci dalam tanah atau ditanam, pemanasan dinding panci karena radiasi langsung dapat dihindari. Kesalahan yang disebabkan oleh panci yang ditanam, adalah pertukaran panas yang cukup besar antara panci dan tanah sekitarnya, kebocoran yang tak terduga, pengaruh penyaringan vegetasi disekitar panci, kemasukan kotoran, dan kesulitan memasang serta memelihara.

(29)

3. Panci apung, tipe ini yang mengapung pada permukaan danau, dianggap memberikan hasil korelatif terbaik. Kendalanya pengamatan, biayanya tinggi dan percikan oleh pengaruh gelombang.

(Seyhan, 1990).

Umumnya banyaknya evaporasi dari panci evaporasi yang kecil adalah lebih besar dari evaporasi panci yang besar. Hubungan antara banyaknya evaporasi dalam setahun dari permukaan air yang luas dengan evaporasi dari panci evaporasi telah diselidiki. Hubungan itu disebut koefisien panci. Untuk panci evaporasi dengan diameter 1,20 m, koefisiennya itu adalah rata-rata 0,70.

Mengingat harga yang didapat dari panci evaporasi itu dianggap telah mewakili daerah yang bersangkutan, maka letak panci evaporasi itu harus disesuaikan dengan kondisi permukaan lahan sekelilingnya seperti persawahan, perladangan, padang rumput dan sebagainya (Sosrodarsono dan Takeda, 1983).

Evapotranspirasi adalah penguapan dari seluruh air, tanah, salju, es, tumbu- tumbuhan, permukaan-permukaan lain ditambah transpirasi. Evapotranspirasi potensial yang dikenalkan oleh thornthwaite didefinisikan sebagai kehilangan air yang akan terjadi, bila tidak pernah terdapat kekurangan air dalam tanah untuk digunakan oleh tanaman. Evapotranspirasi potensial tidak bergantung pada sifat ataupun keadaan permukaannya, kecuali berkenaan dengan kelengasan yang tersedia ataupun harus ditetapkan dalam besaran permukaan yang khusus (Linsley, dkk., 1989).

Nilai penguapan pada panci dapat digunakan untuk menentukan nilai evapotranspirasi tanaman sesuai dengan ukuran pancinya, maka besarnya evaporasi yang terjadi dapat dihitung dengan rumus:

(30)

...(7) Dimana :

Eto = Evaporasi (mm/hari)

Ep = Penguapan dari Panci (mm/hari) Kp = Koefisien Panci

(Soewarno,2000).

Berpedoman pada alat ukur penguapan standart di USA (panci penguapan) dengan diameter 122 cm dan dalamnya 25,4 cm, maka untuk menentukan jumlah permukaan air yang luas dilapangan atau perlu dikalikan koefisien 0,7 (Sosrodarsono dan Takeda, 1983).

Evapotranspirasi (ET) adalah jumlah air total yang dikembalikan lagi ke atmosfer dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi oleh adanya pengaruh faktor-faktor iklim dan fisiologis vegetasi. Sesuai dengan namanya, ET juga merupakan gabungan antara proses-proses epavorasi, dan transpirasi. Evaporasi adalah proses penguapan, yaitu perubahan dari zat cair menjadi uap air atau gas dari semua bentuk permukaan kecuali vegetasi (Asdak, 2007).

Jumlah air yang digunakan untuk pertumbuhan pada umumnya dihitung berdasarkan nilai evapotranspirasi tanaman/aktual yang merupakan gabungan antara evaporasi dan transpirasi. Besarnya evapotranspirasi tanaman sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan tanaman. Pada awal tanam, kebutuhannya relatif kecil dan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan tanaman. Kebutuhan tanaman mencapai puncakya pada masa produktif dan mulai menurun ketika padi mulai menguning. Selain itu besarnya evapotranspirasi tanaman juga sangat dipengearuhi oleh ketersedian air pada lahannya (Sujono, 2012).

(31)

Untuk mengetahui faktor-faktor yang dianggap berpengaruh terhadap besarnya evapotranspirasi, maka dalam hal ini evapotranspirasi perlu dibedakan menjadi evapotranspirasi potensial (PET) dan evapotranspirasi aktual (AET). PET lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor meteorologi (Asdak, 2007).

Nilai evapotranspirasi dapat diperoleh dengan pengukuran dilapangan atau dengan rumus-rumus empirik. Untuk keperluan perhitugan kebutuhan air irigasi dibutuhkan nilai evapotranspirasi potensial (Et0) yaitu evapotranspirasi terjadi apabila tersedia cukup air. Evapotranspirasi dapat ditentukan secara langsung dengan mengukur tinggi air di areal pertanaman. Selisih antara tinggi air pada waktu pengamatan pertama (H1) dan pengamatan kedua (H2) dalam kurun waktu tertentu merupakan besarnya evapotranspirasi

c ( - )wa tu ...(8) Kebutuhan air tanaman dapat juga ditentukan berdasarkan nilai Et0 dikalikan dengan suatu koefisien tanaman.

c t ...(9) Atau

c ...(10) Dimana :

ETc = Evapotranspirasi tanaman (mm/hari) ETo = Evaporasi(mm/hari)

Kc = Koefisien tanaman (Limantara, 2010).

Alat ukur penguapan yang digunakan di Jepang adalah sebuah panci silinder tembaga dengan diameter 20 cm dan dalamnya 10 cm yang bagian dalamnya

(32)

dilapisi dengan timah. Silinder itu ditempatkan sama tinggi dengan permukaan tanah yang telah dibersihkan. Air dituangkan ke dalam silinder dan diukur penguapannya sesudah 24 jam. Untuk pengukuran digunakan meteran pengukur dalamnya air dan timbangan. Biasanya digunakan saja meteran biasa. Jumlah penguapan permukaan air yang luas, seperti dilapangan perlu dikalikan dengan

koefisien 0,5 dari jumlah penguapan air dari alat tersebut (Sosrodarsono dan Takeda, 1983).

Koefisiensi Tanaman

Koefisien konsumtif tanaman (Kc) didefinisikan sebagai perbandingan antara besarnya evapotranspirasi potensial dengan evaporasi acuan tanaman pada kondisi pertumbuhan tanaman yang tidak terganggu. Dalam hubungannya dengan pertumbuhan dan perhitungan evapotranspirasi acuan tanaman (ET0), maka dimasukkan nilai Kc yang nilainya tergantung pada musim, serta tingkat pertumbuhan tanaman (Allen, et al., 1998).

Faktor-faktor yang memperngaruhi evapotranspirasi adalah suhu air, suhu udara (atmosfer), kelembanan, kecepatan angin, tekanan udara, sinar matahari dan lain-lain yang saling berhubungan satu sama lain. Pada waktu pengukuran evaporasi, maka kondisi/keadaan ketika itu harus diperhatikan, mengingat faktor ini sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan. Kondisi-kondisi itu tidak merata diseluruh daerah (Sosrodarsono dan Takeda, 1983).

Koefisien tanaman tergantung dari tiap jenis tanaman, dan nilainya bervariasi menurut umur tanaman. Koefisien tanaman untuk padi dalam pelaksanaan salah satu kegiatan proyek irigasi di Indoneisa dapat dilihat pada Tabel 1.

(33)

Tabel 1. Koefisien Tanaman Padi Bulan Ke

Nedeco FAO

Lokal Unggul Lokal Unggul

0,5 1,20 1,20 1,10 1,10

1,0 1,20 1,27 1,10 1,10

1,5 1,32 1,33 1,10 1,05

2,0 1,40 1,30 1,10 1,05

2,5 1,35 1,30 1,10 0

3,0 1,24 0 1,05

3,5 1,12 0,95

4,0 0 0

Sumber: dep. PU (1987) dalam Soewarno (2000) Jumlah Rumpun Produktif

Tanaman padi mempunyai batang yang beruas-ruas. Rangkaian ruas-ruas batang padi mempunyai panjang yang berbeda-beda. Pada ruas batang bawah pendek, semakin ke atas mempunyai ruas batang yang semakin panjang. Ruas pertama terdiri atas merupakan ruas yang terpanjang. Ruas batang padi berongga dan bulat. Diantara ruas batang padi terdapat buku, pada tiap-tiap buku duduk sehelai daun. Batang baru akan muncul pada ketiak daun, semula berupa kuncup.

Kuncup tersebut mengalami pertumbuhan yang akhirnya menjadi batang baru (Aak, 1990).

Daun padi tumbuh pada buku-buku dengan susunan berseling-seling. Pada tiap buku tumbuh satu daun yang terdiri dari pelepah daun, helai daun, telinga daun (uricle) dan lidah daun (ligula). Daun yang paling atas memiliki ukuran terpendek dan disebut daun bendera. Daun keempat dari daun bendera merupakan

(34)

daun terpanjang. Jumlah daun pertanaman tergantung varietas. Varietas unggul umumnya memiliki 14-18 daun (Suparyono dan Setyono, 1993).

Tanaman padi berbentuk maupun dengan anakannya, biasanya anakan tumbuh pada dasar batang. Anakan pertama tumbuh diantara dasar batang dan daun sekunder, sedangkan pada pangkal batang anakan pertama akan berbentuk perakaran. Anakan ini tetap melekat pada batang utama sehingga masa pertumbuhan berikutnya. Anakan kedua tumbuh pada batang bawah anakan pertama yaitu pada buku pertama dan juga membentuk perakaran sendiri. Anakan ketiga tumbuh pada buku pertama pada batang anakan kedua. Jumlah anakan maksimum dicapai pada umur 50-60 hari setelah tanam (Aak, 1990).

Bobot Basah dan Bobot Kering Tanaman

Menurut cara yang efektif dan efisien untuk meningkatkan produksi padi nasional secara berkelanjutan adalah meningkatkan produktivitas melalui ketepatan pemilihan komponen teknologi dengan memperhatikan kondisi lingkungan biotik, lingkungan abiotik serta pengelolaan lahan yang optimal.

Penggunaan teknologi sistem tanam dan budidaya padi diharapkan dapat mempengaruhi pendapatan pertanian pangan. Yoshie dan Rita (2010) mengatakan, teknologi budidaya yang tepat tidak hanya menyangkut masalah penggunaan vaietas unggul, tetapi juga pemilihan metode tanam yang tepat (Makarim dan Las, 2005).

Dalam pertumbuhan padi dibagi atas 4 fase, yakni:

1. Fase pertama : vegetatif cepat. Mulai dari pertumbuhan bibit sampai jumlah anakan maksimum. Selama fase ini jumlah anakan, tinggi tanaman dan berat jerami terus bertambah. Jumlah anakan bertambah dengan cepat dapat

(35)

digolongkan dengan rendah (71-100 cm), sedang (101-130 cm), tinggi (131- 160 cm) dan sangat tinggi (lebih dari 160 cm). Jumlah anakan maksimum biasanya dicapai pada minggu keenam atau ketujuh setelah tanam. Jumlah anakan maksimum per batang dapat digolongkan sangat rendah (kurang dari 5 batang), randah (5-8 batang), sedang (9-12 batang), tinggi (13-16 batang) dan sangat tinggi (lebih dari 16 batang).

2. Fase kedua : vegetatif lambat. Mulai dari saat jumlah anakan maksimum sampai keluarnya primordia (bakal malai) disebut fase vegetatif lambat.

Primordia keluar biasanya pada umur 50 hari setelah tanam. Pada fase ini beberapa anakan akan mati dengan demikian jumlah anakan menjadi berkurang. Tinggi tanaman dan berat jerami terus bertambah, tetapi tidak pada secepat fase vegetatif aktif.

3. Fase ketiga : reproduksi. Mulai dari fase keluarnya primordia sampai malai berbunga. Tinggi dan berat jerami bertambah cepat.

4. Fase keempat : pemasakan. Mulai keluarnya bunga sampai panen. Berat mulai bertambah dengan cepat, sedang, berat jerami menurun.

(Vergara, 1990).

Bobot gabah (kebernasan) sangat dipengaruhi oleh biomassa yang terkandung dalam gabah. Semakin bernas gabah menandakan biomassa yang terkandung didalamnya semakin banyak. Kemampuan tanaman untuk menyimpan biomassa (fotosintat) dalam gabah sangat dipengaruhi oleh terjaminnya fungsi fisiologis tanaman, ketersediaan hara dan jumlah gabah per malai. Semakin banyak gabah yang terbentuk semakin berat beban tanaman untuk membentuk gabah isi (bernas) (Mahmud, dkk, 2010).

(36)

Kadar air merupakan salah satu sifat fisik dari bahan yang menunjukkan banyaknya air yang terkandung didalam bahan. Kadar air biasanya dinyatakan dengan persentase berat air terhadap bahan basah atau dalam gram air untuk setiap 100 gram bahan yang disebut dengan kadar air basis basah (bb). Berat bahan kerinng atau padatan adalah berat bahan setelah mengalami pemanasan beberapa waktu tertentu sehingga beratnya tetap atau konstan (Safrizal, 2010).

Produksi tanaman diukur dengan menghitung bobot kering tanaman tersebut. Setelah tanaman dicuci (dikontaminasi) selanjutnya dikeringkan pada oven pengering. Pengeringan dioven ini bertujuan untuk mengurangi dan menghentikan proses biokimia tanaman, terutama aktifitas enzim. Aktifitas enzim tana an da at d ent an den an en ven an ada te eratur 6 ˚ n a 8 ˚C, tetapi pada temperatur yang lebih tinggi dapat mengubah unsur hara yang akan dianalisis. Oleh sebab itu disarankan mengovenkan tanaman pada temperatur

± ˚ se a a 48 jam (Mukhlis, 2007).

Konsumsi Air

Umumnya pemberian air yang dilakukan petani pada padi sawah irigasi adalah dengan digenangi terus menerus. Selain tidak efisien, cara ini juga berpotensi mengurangi efisiensi serapan hara nitrogen, meningkatkan emisi gas metan ke atmosfer, dan menaikkan rembesan yang menyebabkan makin banyak air irigasi yang dibutuhkan. Pengelolaan air pada padi sawah merupakan upaya untuk menekan kehilangan air dipetakan sawah guna mempertahankan atau meningkatkan hasil gabah per satuan luas dan volume air.

Ketersediaan air irigasi untuk budidaya padi sawah makin terbatas karena : 1. Bertambahnya penggunaan air untuk sektor industri dan rumah tangga

(37)

2. Curah hujan makin pendek akibat perubahan iklim 3. Cadangan sumber air lokal juga berkurang dan 4. Terjadinya pendangkalan waduk

Adapun penghematan air sawah irigasi diprioritaskan pada musim kemarau dialiran irigasi yang biasanya rawan kekeringan. Adapun alternatif strategi yangbisa dilakukan adalah pemilihan varietas dan metode pengelolaan air (metode macak-macak, gilir giring dan alternasi basah kering). Dengan cara ini areal sawah yang dapat diairi pada musim kemarau menjadi 2 kali lebih luas (Epetani, 2010).

Umur varietas padi sawah berpengaruh terhadap tingkat konsumsi air.

Makin pendek atau genjah (90-100 hari) umur tanaman padi, makin sedikit total konsumsi air bila dibanding dengan varietas padi sawah berumur lebih panjang (>125 hari). Beberapa ciri varietas padi sawah yang relatif toleran terhadap kekurangan air adalah laju transpirasi rendah dan air daun potensial tetap tinggi pada kondisi tanah kekurangan air, dan bersifat ampibi yaitu bisa ditanam pada lahan sawah dan kering (Epetani, 2010).

Tanaman Padi Varietas Mekongga

Suatu varietas padi adalah segolongan tanaman yang satu sama lain mempunyai sifat-sifat yang sama. Sifat-sifat tanaman itu diwariskan oleh tanaman-tanaman itu kepada turunannya, unggul secara singkat, berarti lebih dari lainnya. Jadi varietas unngul adalah varietas dimana tanaman-tanaman mempunyai sifat-sifat yang lebih dari pada sifat yang dimiliki varietas padi lainnya. Sifat unggul itu bisa merupakan: daya hasil yang lebih tinggi, umur yang lebih pendek, ketahanan terhadap gangguan serangga dan cendawan, tahan

(38)

terhadap kerebahan, mutu beras dan rasa nasi yang lebih tinggi atau lebih enak (Siregar, 1981).

Mekongga merupakan persilangan antara padi jenis Galur A2970 yang berasal dari Arkansas Amerika Serikat, dengan varietas yang sangat populer di Indonesia yaitu IR 64. Umur tanam Mekongga cukup singkat yaitu hanya 116 hingga 125 hari. Secara fisik, bentuk tanamannya tegak dengan tinggi tanaman berkisar antara 91 sampai 106 cm. Anakan produktif 13-16 batang. Bentuk gabahnya sendiri ramping panjang dengan tekstur rasa beras yang pulen karena kadar amilosanya mencapai 23 persen. Bobot 1000 butir gabah Makongga yaitu 28 gram. Rata-rata hasil mencapai 5,08 ton/ha sehingga kurang lebih potensi hasil varietas ini mencapai 8,4 ton per hektar dengan budidaya yang tepat tentunya (Badan Litbang Pertanian, 2014).

Taksonomi tanaman Padi adalah:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Monotyledonae Ordo : Poales

Famili : Gramineae (Poaceae) Genus : Oryza

Spesies : Oryza Sativa L.

Tanah yang baik untuk areal persawahan ialah tanah yang mampu memberikan kondisi tumbuh tanaman padi. Kondisi yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi sangat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu posisi topografi yang

(39)

berkaitan dengan kondisi hidrologi, porositas tanah yang rendah dan tingkat keasaman tanah yang netral, sumber air alam, serta kanopinas modifikasi sistem alam oleh kegiatan manusia (Suprayono dan Setyono, 1997).

(40)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, pada bulan Oktober 2018 – Februari 2019.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit tanaman padi, tanah, kompos, pot, air, drum, pipa, selang infuse, lem pipa, kayu, kain kasa, paku, timbangan dan kran.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah meteran, gergaji, bor, hekter, palu, thermometer, plastik sample, timbangan analitik, spidol, cutter.

Metode Penelitian

Penelitian ini mengunakan metode percobaan (eksperimen) untuk mengetahui perbedaan tinggi penggenangan air terhadap komponen pertumbuhan padi sawah varietas mekongga perlakuan: P1 = 2,5 cm, P2 = 5 cm, P3 = 7,5 cm, P4 = 10 cm, P5= 12,5 cm, dan masing-masing dengan 5 ulangan.

Dengan persamaan :

ŷ j µ + αi + ∑ j ...(11) Dimana:

Yij = hasil pengamatan dari faktor penggenangan air pada taraf ke-i dan ulangan ke-j

µ = nilai tengah sebenarnya

α = pengaruh faktor penggenangan air pada taraf ke-i

(41)

∑ j = pengaruh galat pada perlakuan penggenangan air pada padi taraf ke-i dan taraf ulangan ke-j

Analysis Of Variance (ANOVA) dilakukan untuk menguji bobot basah dan

bobot kering tanaman dan bobot bulir padi. Apabila terdaat perbedaan yang signifikan, maka dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT).

Prosedur Penelitian

Adapun prosedur penelitian ini adalah:

1. Disiapkan bahan dan alat penelitian.

2. Diseleksi benih dengan cara perendaman benih dalam larutan air selama 48 jam.

3. Diambil benih yang tenggelam, lalu dicuci dan siapkan untuk disemaikan, sedangkan benih yang mengapung dapat dibuang.

4. Dipisahkan benih dan dikeringanginkan selama 24 jam.

5. Dipindahkan benih yang disemaikan keatas nampan sampai usia 5-7 hari dalam keadaan berbentuk kecambah lengkap dengan bijinya, biasanya berukuran 7 cm.

6. Diambil tanah dari lapangan kemudian dikering anginkan.

7. Dimasukkan tanah yang telah dicampur dengan kompos ke dalam seluruh pot sebanyak 10 kg per pot. Tanah dalam pot diberi air sampai jenuh.

8. Ditanam benih padi ke dalam pot yang telah dilubangin sebelum hari ke 15 (pada umur 7-10 hari), sesuai dengan perlakuan.

9. Ditanam benih padi secara tunggal (1 benih/pot).

(42)

10. Melakukan pemberian air kedalam pot sesuai perlakuan terhadap tanaman padi berumur 30 hari atau sebatas pertumbuhan padi lebih tinggi dari penggenangan 12,5 cm setiap hari menggunakan selang infuse.

11. Mengukur suhu setiap hari pada jam 07.00, 12.00 dan 17.00 WIB.

12. Mengidentifikasi tanah.

Parameter Penelitian

1. Menghitung jumlah anakan padi pada akhir fase vegetatip.

2. Mengukur evapotranspirasi tanaman berdasarkan selisih perbedaan ketinggian air dalam rentang pengukuran selama 2 hari. ETc ditentukan berdasarkan Persamaan (9).

3. Mengukur evaporasi menggunakan evapopan berdasarkan selisih perbedaan ketinggian air dalam evapopan selama 2 hari.

4. Menghitung koefisien tanaman berdasarkan Persamaan (10).

5. Menghitung bobot bulir tanaman padi setelah panen.

6. Menimbang bobot basah tanaman setiap pot perlakuan.

7. Mengeringkan bobot kering tanaman padi per pot yang dikeringkan dengan su u ˚ se a a 8 ja e ud an d t ban

(43)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Analisis Tanah

Hasil analisis tanah dapat dilihat pada Tabel 2 dan Lampiran 2 menunjukkan keadaan awal tanah dan akhir tanah pada media tanam dalam penelitian.

Tabel 2. Analilsis tanah sawah pada sebelum tanam dan setelah selesai penelitian (%).

Jenis Tekstur Satuan Sample Kriteria

Pasir % 52,25 Lempung Liat Berpasir

Debu % 25,70 Lempung Liat Berpasir

Liat % 22,04 Lempung Liat Berpasir

Jenis

Analisis Satuan Sample

Awal Kriteria Sample

Akhir Kriteria

C Organik % 3,53 2,83

Bahan

Organik % 6,08 Tinggi 4,90 Sedang

N % 0,45 Sedang 0,22 Sedang

P ppm 0,50 Rendah 0,12 Rendah

K % 0,09 Sangat Rendah 0,12 Sangat

Rendah

pH 4,34 Sangat Masam 5,62 Agak

Masam

Pada Tabel 2 dari hasil analisis sampel tanah didapat tekstur tanah dalam penelitian ini yaitu lempung liat berpasir yang merupakan jenis tanah ultisol. Hal ini didapat dari perbandingan pasir, debu dan liat yang memiliki persentase komposisi yang berbeda. Hanafiah (2005) menyatakan bahwa tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah (separat) yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi (%) relatif antara fraksi pasir (sand), debu (silt) dan liat (clay). Hardjowigeno (2003) menambahkan tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah berdasarkan perbandingan banyaknya butir-butir pasir, debu

(44)

dan liat. Tekstur tanah dipengaruhi oleh faktor dan proses pembentukan tanah tersebut.

Dari hasil analisis sampel tanah diakhir penelitian pada Tabel 2 menunjukkan unsur-unsur bahan organik, NPK yang lebih rendah. Hal ini dipengaruhi oleh kebutuhan tanaman padi akan unsur hara NPK yang cukup tinggi terutama pada unsur hara N dan P dalam pertumbuhan tanaman padi, sehingga penambahan bahan organik dan unsur hara N dan P ke dalam tanah sangat membantu dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman. Ketersedian unsur hara yang cukup sangat baik dalam pertumbuhan dan produksi tanaman padi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Murbandono (2005) yang menyatakan bahwa bahan organik dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang pada gilirannya akan memperbaiki pertumbuhan dan produksi tanaman.

Berdasarkan hasil analisis sampel tanah pada Tabel 2 didapat pH lebih tinggi setelah penelitian. Hal ini karena penggenangan air sangat berpengaruh dalam meningkatkan tanah dengan pH masam maupun menurunkan tanah dengan pH basah. Tidak hanya penggenangan air penambahan unsur hara kedalam tanah melalui bahan organik dapat membuat tekstur tanah menjadi ringan dalam penyerapan air, sehingga dapat meningkatkan pH tanah yang pada gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman padi. Pramono (2004) menyatakan bahwa beberapa manfaat pupuk organik yaitu kelengasan air tanah lebih terjaga, dapat memperbaiki kehidupan biologi tanah, mengandung mikrobia dalam jumlah cukup yang berperan dalam proses dekomposisi bahan organik, aman bagi lingkungan, dan dapat membantu peningkatan pH tanah. Sanchez

(45)

(1993) menambahkan pengaruh keseluruhan dari penggenangan adalah peningkatan pH asam pada tanah dan menurunkan pH basa pada tanah.

Jumlah Anakan

Data pengamatan jumlah anakan dan sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 3 sampai Lampiran 4 yang menunjukkan bahwa perlakuan beberapa ketinggian penggenangan tanaman berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah anakan. Jumlah anakan tanaman padi sawah pada beberapa ketinggian penggenangan air dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah anakan tanaman padi sawah varietas mekongga pada beberapa tinggi penggenangan air (Tanaman).

Ketinggian air (cm)

Ulangan

Rataan

I II III IV V

2,5 6 6 7 6 7 6,4

5 5 5 6 7 7 6

7,5 6 5 7 6 6 6

10 6 6 5 6 6 5,8

12,5 5 6 7 6 6 6

Rataan 5,6 5,6 6,4 6,2 6,4 6,0

Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan beberapa ketinggian penggenangan terhadap rataan jumlah anakan tanaman padi sawah tertinggi pada 2,5 cm yaitu 6,4. Sedangkan perlakuan penggenangan dengan rataan terendah pada 10 cm yaitu 5,8 yang berpengaruh tidak nyata dengan perlakuan yang lainnya. Dalam hal ini jumlah anakan tersebut termasuk sedikit, hal ini dipengaruhi ketersediaan unsur N yang masih kurang untuk memenuhi kebutuhan pembentukan anakan tanaman padi saat fase vegetatif. Hartatik (1990) menyatakan unsur N dibutuhkan oleh tanaman pada saat pertumbuhan atau fase vegetatif, sebab N pada tanaman memiliki fungsi sebagai pembentuk klorofil dan

(46)

protein. Badan Litbang Pertanian (2014), menyatakan jumlah anakan produktif varietas mekongga berkisar 13-16 batang.

Evapotranspirasi (Etc)

Dari hasil pengamatan didapat nilai evapotranspirasi terhadap tanaman padi sawah varietas mekongga pada beberapa tinggi penggenangan air selama dua hari pada setiap fase pertumbuhan dapat dilihat pada Tabel 4 dan perhitungannya pada Lampiran 5.

Tabel 4. Nilai evapotranspirasi tanaman padi sawah varietas mekongga pada beberapa tinggi penggenangan air (mm/hari).

Fase pertumbuhan

Evapotranspirasi x 0,5 Untuk

genangan 2,5 cm

Untuk genangan

5 cm

Untuk genangan

7,5 cm

Untuk genangan

10 cm

Untuk genangan

12,5 cm Fase

vegetatif (31-45 hari)

0,27 0,54 0,54 0,42 0,63

Fase

reproduktif (46-80 hari)

0,57 0,73 0,80 0,78 0,83

Fase

pemasakan (81-125

hari)

0,41 0,66 0,63 0,67 0,88

Rata-rata 0,42 0,64 0,66 0,62 0,78

Berdasarkan Tabel 4, dapat dilihat bahwa nilai evapotranspirasi tanaman pada rataan jumlah terbesar pada genangan 12,5 cm sebesar 0,78 mm/hari dan terkecil pada genangan 2,5 cm sebesar 0,42 mm/hari. Nilai evapotranspirasi tanaman yang terkecil terdapat pada fase vegetative yaitu pada genangan 2,5 cm sebesar 0,27 mm/hari dan untuk penggenangan terbesar pada fase pemasakan pada genangan 12,5 cm sebesar 0,88 mm/hari. Pada fase awal pertumbuhan tanaman

(47)

padi besaran evapotranspirasi cukup rendah, kemudian kembali meningkat pada fase berikutnya dan mengalami puncak pada fase reproduktif kemudian kembali menurun pada fase pemasakan. Sujono (2012) dalam hasil penelitiannya besarnya evapotranspirasi tanaman sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan tanaman. Pada awal tanam, kebutuhan relatif kecil dan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan tanaman. Kebutuhan tanaman mencapai puncaknya pada masa produktif dan mulai menurun ketika padi mulai menguning. Selain itu besarnya evapotranspirasi tanaman sangat dipengaruhi oleh ketersedian air pada lahannya.

Pada Tabel 4 menunjukkan perbedaan rataan nilai evapotranspirasi pada tinggi penggenangan. Nilai evapotranspirasi tertinggi terdapat pada tinggi penggenangan 12,5 cm yaitu 0,78 mm/hari dan terendah pada ketinggian penggenangan 2,5 cm yaitu 0,42 mm/hari. Hal ini terjadi karena faktor-faktor iklim dan fisiologi tanaman sangat menentukan tingginya evapotranspirasi.

Dengan semakin tingginya penggenangan maka semakin tinggi laju evapotranspirasi dari badan air dan tanaman. Asdak (2007) menyatakan bahwa evapotranspirasi (ET) adalah jumlah air total yang dikembalikan lagi ke atmosfer dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi adanya pengaruh faktor-faktor iklim dan fisiologis vegetasi.

Evaporasi (Et0)

Dari hasil pengukuran, nilai evaporasi (Et0) pada setiap fase pertumbuhan dapat dilihat pada Tabel 5 dan perhitungannya pada Lampiran 6.

(48)

Tabel 5. Nilai evaporasi dari panci evapopan berdasarkan selisih perbedaan ketinggian air (mm/hari).

Fase pertumbuhan Rataan suhu

Evaporasi dari panci

Koefisien panci

Evaporasi potensial Fase vegetatif

(31-45 hari) 27,46 1,43 0,7 1,00

Fase reproduktif

(46-80 hari) 27,39 1,00 0,7 0,70

Fase pemasakan

(81-125 hari) 27,26 0,82 0,7 0,57

Rata-rata 27,37 1,08 0,7 0,76

Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata evaporasi potensial yang terbesar terdapat pada fase vegetatif yaitu 1,00 mm/hari, dan nilai evaporasi potensial yang terkecil terdapat pada fase pemasakan yaitu 0,57 mm/hari. Dalam penelitian ini besarnya nilai evaporasi potensial dipengaruhi oleh faktor cuaca seperti suhu. Semakin tinggi suhu maka evaporasi pun semakin meningkat, begitu juga sebaliknya suhu rendah maka evaporasi menurun. Dalam penelitiannya Dumairy (1992) menyatakan bahwa besar kecilnya evaporasi dipengaruhi oleh faktor-faktor suhu air, suhu udara, kelembapan tanah, kecepatan angin, tekanan udara dan sinar matahari.

Koefisien Tanaman (Kc)

Dari hasil pengukuran, nilai koefisien tanaman pada setiap fase pertumbuhan dapat dilihat pada Tabel 6 dan perhitungannya pada Lampiran 7.

(49)

Tabel 6. Nilai koefisien tanaman padi sawah varietas mekongga pada beberapa tinggi penggenangan air.

Fase pertumbuhan

Bulan ke-

Genangan ketinggian

2,5 5 7,5 10 12,5

Fase vegetatif

(31-45 hari) 1,5 0,27 0,54 0,54 0,42 0,63

Fase reproduktif

(46-80 hari) 2,6 0,81 1,04 1,14 1,11 1,19

Fase pemasakan

(81-125 hari) 3,2 0,72 1,15 1,10 1,17 1,17

Rata-rata 0,60 0,91 0,93 0,90 1,00

Berdasarkan Tabel 6, dapat dilihat pada fase reproduktif dan fase pemasakan nilai koefisien tanaman memenuhi nilai koefisien tanaman pada tanaman padi lokal dan unggul, kecuali pada semua fase vegetatif dan reprodutif pada tinggi penggenangan 2,5 cm. Dengan rata-rata nilai koefisien tanaman padi yang lebih besar pada genangan 12,5 cm sebesar 1,00 sedangkan yang lebih kecil terdapat pada genangan 2,5 cm yaitu 0,60. Hal ini menunjukkan tingkat pertumbuhan tanaman berpengaruh dalam menentukan nilai koefisien tanaman dan ketinggian air penggenangannya. Pada fase pertumbuhan aktif koefisien tanaman memiliki nilai yang rendah dan meningkat sampai fase pemasakan. Hal ini sesuai dengan sumber data dari Dep. PU (1987) berdasarkan FAO yang menyatakan pada bulan ke-1,5 nilai koefisien tanaman padi lokal sebesar 1,10 dan tanaman padi unggul yaitu 1,05, sedangkan pada bulan ke-2,5 besaran nilai koefisien tanaman padi lokal yaitu 1,10 dan tanaman padi unggul yaitu 0; dan pada bulan ke-3,5 nilai koefisien padi lokal sebesar 0,95 dan tanaman padi unggul sebesar 0. Sejalan dengan penelitian Allen, et al (1998) menyatakan bahwa dalam hubungannya dengan pertumbuhan dan perhitungan evapotranspirasi acuan

(50)

tanaman (Et0) maka dimasukkan koefisien tanaman tergantung pada musim serta tingkat pertumbuhan tanaman.

Produksi Tanaman Padi

Tabel 7. Rataan Bobot bulir, bobot basah dan bobot kering tanaman padi sawah varietas mekongga pada beberapa tinggi penggenangan air (g).

Tinggi penggenangan (cm)

Bobot bulir (g)

Bobot basah tanaman (g)

Bobot kering tanaman (g)

2,5 12,8 73,6 39

5 15,6 68,2 33,4

7,5 14,8 66,8 33

10 14,6 70 34,4

12,5 18,2 68,2 34,4

Hasil analisis sidik ragam terhadap bobot bulir dapat dilihat pada Lampiran 10, bobot basah tanaman dapat dilihat pada Lampiran 11 dan bobot kering tanaman dapat dilihat pada Lampiran 12, yang menunjukkan bahwa perlakuan dengan ketinggian penggenangan air berpengaruh berbeda tidak nyata terhadap parameter bobot bulir, bobot basah dan bobot kering tanaman. Rata-rata bobot bulir yang dihasilkan 15,04 g per rumpun tanaman padi, dengan jarak tanam padi 25 cm x 25 cm akan diperoleh jumlah rumpun padi dalam 1 (satu) hektar

±160.000. sehingga produktifitas yang diperoleh 2,41 Ton/Ha. Produktifitas ini masih lebih rendah dibandingkan produktifitas varietas mekongga di lapangan sekitar 5,08 Ton/Ha. Rendahnya produktifitas padi varietas mekongga pada penelitian ini dapat disebabkan karena unsur hara tanah sawah yang digunakan, khususnya unsur hara N dalam kriteria sedang, sehingga unsur hara P dan K dengan kriteria sangat rendah, sehingga menyebabkan menghasilkan jumlah anakan yang masih sedikit (Badan Litbang Pertanian, 2004). Di samping itu kemungkinan faktor sinar matahari yang rendah, karena berdasarkan kisaran suhu

(51)

selama penelitian ini adalah 25,67 °C – 29 °C. Hal ini dapat dilihat dari nilai evapotranspirasinya yang sangat rendah berkisar antara 0,42 mm/hari – 0,78 mm/hari. Sedangkan di lapangan evapotranspirasi tanaman padi berkisar antara 5,0 – 6,5 mm/hari (Dumairy, 1992).

(52)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Tanah sawah bertekstur lempung liat berpasir dengan kandungan bahan organik tinggi unsur N sedang dan P dan K sangat rendah serta pH sangat masam.

2. Evapotranspirasi tanaman padi mekongga berkisar antara 0,42 mm/hari – 0,78 mm/hari dengan nilai koefisien tanaman 0,60 – 1,00.

3. Perlakuan tinggi penggenangan air terhadap parameter jumlah anakan, bobot bulir, bobot basah tanaman dan bobot kering tanaman menunjukkan perbedaan tidak nyata. Bobot bulir padi yang diperoleh berkisar antara 12,8 – 18 g per rumpun, masih belum memenuhi bobot varietas mekongga di lapangan.

Saran

Penelitian lanjutan perlu dilakukan dengan bisa meningkatkan kesuburan tanahnya terutama unsur N, P dan K.

Gambar

Gambar 1. Diagram segitiga tekstur tanah menurut klasifikasi USDA  (Hanafiah, 2005).

Referensi

Dokumen terkait

Tahap monitoring Tahap monitoring program BOS di SDN Tlogosari Wetan 01 Kecamatan Pedurungan dilakukan oleh dua pihak yaitu oleh Tim Manajemen BOS Kota Semarang

Penekanan desain yang digunakan dalam perancangan Bangunan Shopping mall dengan konsep city walk di Semarang menggunakan desain bertema Hi-Tech yang untuk

Disamping itu, LBH Padang juga mendapatkan dana yang berasal dari pembagian keuntungan dari menjalankan aktivitas yang dipercayakan oleh lembaga lain kepada LBH Padang, seperti

Penelitian lainnya dilakukan Panjares dan Schunk [11] menemukan bahwa mahasiswa dengan tingkat self- efficacy yang tinggi juga menunjukan tingkat pengaturan

Perubahan temperatur dies cukup signifikan pengaruhnya terhadap perubahan ukuran dari fasa silikon primer pada temperatur 250°C dan tekanan 50 bar terlihat pada gambar

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan pada bab pembahasan, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa perilaku bully siswa laki-laki di SMP Muhammadiyah

Skripsi ini berjudul “ Pengaruh Sistem Akuntansi Terkomputerisasi Dan Transparansi Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pada BUMN Di Pangkalpinang (Studi Kasus PT

Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa untuk penjaran pulau terluar di Indonesia dapat dilakukan dengan cara sertifikasi pulau, peranan pemerintah (baik di pusat dan