• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3. PERUMUSAN PERMASALAHAN DAN ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS PERKEBUNAN BERKELANJUTAN DI KABUPATEN SINTANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 3. PERUMUSAN PERMASALAHAN DAN ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS PERKEBUNAN BERKELANJUTAN DI KABUPATEN SINTANG"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3. PERUMUSAN PERMASALAHAN DAN ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS PERKEBUNAN BERKELANJUTAN DI KABUPATEN SINTANG

Penyusunan Rencana Induk Perkebunan Berkelanjutan

Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat

(2)

Perumusan permasalahan dan analisis isu strategis pengelolaan perkebunan di Kabupaten Sintang merupakan dasar untuk merumuskan tujuan dan sasaran pengelolaan perkebunan di masa datang. Dalam rangka menjamin konsistensi dan sinergitas pengelolaan multipihak, maka proses perumusan permasalahan dan analisis isu strategis perkebunan melibatkan semua stakeholder dalam proses perumusannya.

Tujuan Perumusan permasalahan perkebunan adalah untuk mengidentifikasi berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan atau kegagalan kinerja pengelolaan perkebunan berkelanjutan terutama dari 4 (empat) aspek, yaitu: (1) Aspek Fisik dan Lingkungan, (2) Aspek Sosial, (3) Aspek Ekonomi (4) Aspek Kebijakan dan Kelembagaan.

3.1. Perumusan Permasalahan

Perumusan permasalahan perkebunan dilakukan dengan melakukan identifikasi dan inventarisasi permasalahan yang ada baik Aspek Fisik dan Lingkungan, Aspek Sosial, Aspek Ekonomi, dan Aspek Kebijakan dan Kelembagaan.

Tabel 3.1. Identifikasi Masalah Pokok, Masalah dan Akar Masalah Perkebunan di Kabupaten Sintang

No Masalah Pokok Permasalahan Akar Masalah

(1) (2) (3) (4)

A Aspek Fisik dan Lingkungan 1 Kebakaran lahan

dan hutan ● Kurangnya monitoring dalam pembukaan lahan perkebunan.

● Kapasitas petani dalam pembukaan lahan perkebunan masih rendah.

● Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap risiko kebakaran hutan.

● Belum adanya teknologi tanpa bakar yang lebih mudah dan murah sebagai pengganti cara pembukaan lahan dengan membakar.

● Ketidakpahaman masyarakat terhadap alih status lahan ke HGU, sehingga masyarakat masih menggunakan lahan HGU yang belum diusahakan untuk berladang.

● Masih adanya perladangan gilir balik sebagai budaya masyarakat lokal dalam berladang.

● Masyarakat masih membuka ladang dengan membakar sebagai cara yang paling mudah dan murah sehingga merusak kehati dan meningkatkan emisi karbon

● Pembakaran lahan susah di monitor karena pengaruh perubahan iklim dimana waktu pembakaran yang biasa dilakukan di musim kemarau menjadi berubah tergantung pergeseran waktu perubahan musim yang semakin sulit diprediksi.

● Pembukaan lahan dan pembakaran terjadi di lahan-lahan konsesi (HGU) yang belum diusahakan sebagai respon dari konflik masyarakat dengan perusahaan terkait dengan lahan

● Areal lahan gambut yang tidak dikelola dengan sistem tata air yang baik, berakibat pada tereksposnya bahan tanah di permukaan yang potensial terbakar

(3)

No Masalah Pokok Permasalahan Akar Masalah

(1) (2) (3) (4)

2 Deforestasi ● Kurangnya sosialisasi kawasan hutan terutama Kawasan Hutan Konservasi termasuk KEE (Kawasan Ekosistem Esensial) dan kurangnya sosialisasi Perda Provinsi Kalimantan Barat No 6/2018 tentang Pengelolaan Usaha Berbasis Lahan Berkelanjutan

● Kurangnya pengawasan untuk menjaga kelestarian kawasan-kawasan konservasi dan KEE

● Kurangnya kesadaran masyarakat dan pelaku usaha akan pentingnya kawasan hutan konservasi dan KEE

● Belum adanya instrumen kebijakan terkait pemberian insentif dan disinsentif agar masyarakat mau ikut berpartisipasi menjaga kawasan hutan konservasi dan KEE

● Masih adanya perladangan gilir balik sebagai budaya masyarakat lokal dalam berladang

● Pembukaan kawasan hutan untuk ladang dan kebun rakyat

● Pembukaan kawasan hutan untuk PETI (Penambangan Emas Tanpa Izin)

● Pengelolaan kawasan-kawasan konservasi yang belum optimal dan dukungan kebijakan yang masih lemah terutama untuk menjaga kelestarian Kawasan Hutan Konservasi dan KEE yang telah ditetapkan

3 Banjir ● Perubahan iklim meningkatkan risiko kejadian banjir

● Perubahan tata guna lahan mengurangi kapasitas wilayah untuk menyerap, menampung, dan mengalirkan air permukaan

● Belum memiliki RTRW yang

mempertimbangkan perlunya upaya-upaya adaptasi dan mitigasi terhadap bencana banjir

● Topografi Kabupaten Sintang yang sebagian besar landai sehingga menjadi area rawan banjir

● Aliran permukaan yang tinggi akibat kerusakan hutan dan lahan

B Aspek Sosial 1 Distribusi dan

Serapan tenaga kerja

● Distribusi dan serapan serapan tenaga kerja tidak merata di tiap-tiap kecamatan dan setiap komoditas.

Data Dinas Perkebunan tahun 2018 menunjukan bahwa distribusi dan serapan tenaga kerja tidak merata di tiap-tiap kecamatan.

Selain itu, pada subsektor perkebunan, fluktuasi tenaga kerja pada periode tahun 2011 sampai tahun 2018 dapat dikatakan tinggi dengan kecenderungan jumlah tenaga kerja yang semakin menurun pada beberapa komoditas. Bahkan pada

komoditas Tebu di tahun 2014 dan Cengkeh di tahun 2016, para petani sudah tidak mengembangkan lagi komoditas tersebut.

● Kapasitas teknis budidaya dan pasca panen, serta manajemen perkebunan yang belum memadai

● Fluktuasi harga dan tren pertumbuhan bisnis komoditas

● Kesesuaian keterampilan calon tenaga kerja dengan kebutuhan keterampilan pada industri perkebunan.

(4)

yang memiliki pertumbuhan jumlah tenaga kerja signifikan pada periode 2011-2018.

● Kecenderungan peningkatan tenaga kerja, tidak meningkatkan skala produksi komoditas perkebunan. Faktor terpenting peningkatan produksi adalah produktivitas dan luas lahan kelola.

Analisis Model Estimasi Data Panel tahun 2011-2018 di 14 kecamatan dan seluruh jenis komoditas perkebunan di Kabupaten Sintang menunjukan faktor-faktor yang berpengaruh

“positif” pada volume produksi adalah produktivitas, dan luas lahan tanaman perkebunan.

Sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh

“negatif” pada produksi adalah tenaga kerja dan persentase tanaman tua.

● Ketimpangan pertumbuhan penduduk usia produktif dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT).

Laju pertumbuhan penduduk kelompok usia produktif sebesar 1,45% di tahun 2019.

Persentase Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) semakin besar seiring dengan bertambahnya penduduk usia produktif tersebut. Peningkatan jumlah pengangguran terbuka terjadi sejak tahun 2016 dan di tahun 2019 jumlahnya mencapai 3,2%. Hal ini menunjukan bahwa pertumbuhan penduduk usia produktif dan penyerapan tenaga kerja lokal tidak seimbang.

2 Konflik perkebunan masih sering terjadi dan belum terkelola

● Kurang harmonisnya hubungan antara masyarakat dan perusahaan.

Masih terjadi kasus konflik pada perkebunan seperti konflik Tenurial, Tenaga Kerja - Masyarakat adat & Gender. - Konflik Pertambangan dengan Masyarakat Kec Sepauk. Perkebunan Citra Kalbar Sarana (lahannya spotted)- Konversi Lahan (Belum tuntas - di 11 desa, Kec Sepauk) - Sebagian sudah selesai.

● Adanya konflik lahan dan non lahan.

Lahan (Over Claim) dan Non Lahan (ketenagakerjaan, akses jalan)

● Belum dilakukannya proses Persetujuan Atas Dasar Informasi di Awal Tanpa Paksaan (PADIATAPA) dengan benar pada seluruh proses pembangunan kebun;

● Belum tersedianya Rencana Tata Guna Lahan (RTGL) di tingkat kampung yang dapat menjadi dasar perencanaan bersama perusahaan;

● Beberapa perusahaan belum serius membangun kebun plasma dan tanah kas desa sesuai regulasi yang berlaku;

dan Perjanjian Kerjasama Tenaga Kerja;

● Optimalisasi dan penguatan kelembagaan multipihak (dukungan yurisdiksi) untuk pengelolaan perkebunan dan penanganan konflik

(5)

No Masalah Pokok Permasalahan Akar Masalah

(1) (2) (3) (4)

perkebunan (seluruh Komoditas) (?).

Seperti Forum Komunikasi Masyarakat Sintang (CSO), Sekber Multipihak Pengelolaan Perkebunan;

● Penguatan kelembagaan Tim Koordinasi Pembangunan Perkebunan Kabupaten (TKP3) - Belum multipihak;

● Belum optimalnya koordinasi antar instansi pemerintah yang berwenang mengeluarkan izin.

C Aspek Ekonomi 1 Produktivitas

tanaman

perkebunan rendah

● Kapasitas teknis budidaya dan penerapan Good Agriculture Practices (GAP) masih lemah di tingkat petani.

● Terbatasnya akses petani terhadap input pertanian (bibit, pupuk, tenaga kerja), dan terbatasnya jasa dan informasi pertanian (pengetahuan, tenaga penyuluhan, pendampingan);

● Tingkat produktivitas 4 komoditas utama di Kab Sintang masih belum mencapai potensi produktivitas yang optimal, kecuali lada.

Tingkat produktivitas 4 komoditas utama di Kab Sintang masih belum mencapai potensi produktivitas yang optimal, kecuali lada.

Produktivitas beberapa tanaman perkebunan pada tahun 2019 adalah : karet sebesar 313 kg per hektar, kelapa sawit sebesar 2,07 ton per hektar, kopi sebesar 260 kg per hektar, Kakao sebesar 100 kg/hektar dan lada sebesar 846 kg/hektar (BPS Kabupaten Sintang, 2020). Jika dibandingkan dengan rata-rata produktivitas nasional, produktivitas tanaman perkebunan di Kabupaten Sintang tergolong cukup rendah (kecuali lada). Untuk tanaman karet, dari total luasan perkebunan karet yang ada, 33% tanaman karet yang ada adalah tanaman yang baru tanam (tanaman belum menghasilkan - TBM) dan 10% adalah tanaman tua atau rusak yang sebaiknya perlu dimasukkan pada program peremajaan (replanting).

Sebagai gambaran, rataan tingkat produktivitas Kalimantan Barat pada tahun 2019 adalah sebagai berikut : karet 911 kg/hektar, kelapa sawit 3,282 ton CPO/hektar, Kopi 559 kg/ha, Kakao 511 kg/ha dan

● Secara umum manajemen budidaya petani di Kabupaten Sintang masih menggunakan bibit bukan klon/varietas unggul (tidak bersertifikat), jarak tanam yang belum sesuai dengan standar teknis, belum dilakukan pemupukan tanaman yang sesuai dengan kebutuhan tanaman;

● Kondisi tanah yang kurang subur (S3) menyebabkan kebutuhan input produksi yang cukup tinggi dan pada tanaman lada sudah mulai banyak yang terserang penyakit busuk pangkal batang.

● Kondisi jalan produksi di sentra produksi belum memadai untuk mendukung transportasi hasil panen

2 Pendapatan petani dan pekerja kebun rakyat

● Rendahnya pendapatan petani

Data terkait NTP yang tersedia adalah data NTP perkebunan rakyat secara umum (tidak

● Stabilitas harga produk kurang terjaga (harga pasar fluktuatif) sehingga kepastian usaha perkebunan rakyat sulit

(6)

Kalimantan Barat. Data NTP Tanaman Perkebunan Rakyat (NTPR) Juli 2021 di Kalimantan Barat adalah sebesar 144,02 poin. NTPR bernilai positif dan NTPR>100, artinya pendapatan usahatani perkebunan dapat menutupi biaya produksi sehingga harga yang diterima lebih besar dibanding harga yang dibayar. Hal ini menunjukkan kesejahteraan hidup rumah tangga yang lebih baik. Namun demikian, belum tentu NTPR di Kabupaten Sintang sama atau lebih tinggi, terlebih lagi data NTPR Provinsi Kalimantan Barat tersebut bersifat umum untuk perkebunan (tidak berdasarkan komoditas).

dikendalikan dan menyebabkan tidak stabilnya pendapatan petani.

● Kurangnya informasi pasar di tingkat petani sehingga posisi tawar petani dalam menentukan harga lemah (dikuasai pembeli atau agen pemasaran).

● Sarana transportasi kurang memadai sehingga biaya penyediaan input, sarana prasarana, dan pemasaran sangat tinggi.

● Rendahnya daya saing produk karena kualitas produk perkebunan masih rendah.

● Harga produk tidak berdasarkan kualitas (harga produk dengan kualitas baik sama dengan harga produk dengan kualitas kurang baik).

● Suku bunga bank yang sangat tinggi, masa jatuh tempo yang pendek, dan flat rate sehingga petani yang mengajukan pinjaman modal/pembiayaan merugi.

● Rendahnya pendapatan buruh kebun rakyat. ● Belum ada standar upah bagi buruh kebun.

● Belum adanya standar pola bagi hasil antara pemilik/pengelola kebun dengan buruh kebun.

● Tenaga kerja buruh kebun tidak tercatat (tidak ada pendataan) sehingga sulit dipantau.

● Belum adanya regulasi khusus dan berpihak pada buruh kebun rakyat D Aspek Kebijakan dan Kelembagaan

1 Ketidaksesuaian kawasan perkebunan dengan RTRW

● Ketidaksesuaian eksisting kegiatan perkebunan dengan RTRW.

● Kurang optimalnya pengelolaan kawasan perkebunan terkait dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan.

● Kurangnya dukungan infrastruktur pada kawasan perkebunan yang dialokasikan di RTRW;

● Belum optimalnya keterlibatan antar sektor untuk verifikasi data spasial dalam proses penyusunan RTRW (khususnya terkait status Kawasan dan pola ruang);

● RTRW perlu diselaraskan dengan RPJMD yang Baru, dan dikaji dengan KLHS.

2 Sistem Data Informasi Perkebunan

● Pendataan dan registrasi kebun mandiri masih belum optimal.

● Pengelolaan data dan informasi perkebunan yang belum optimal.

● Terdapat perbedaan data yang cukup signifikan diantara instansi baik pemerintah maupun swasta

● Kurangnya dukungan SDM dan infrastruktur dalam pengelolaan data di Kabupaten Sintang;

● Pelaku perkebunan (perusahaan dan pekebun mandiri) masih ada yang kurang transparan dalam memberikan

keterangan/informasi dalam proses

(7)

No Masalah Pokok Permasalahan Akar Masalah

(1) (2) (3) (4)

pendataan dikarenakan kurangnya pemahaman terhadap tujuan pendataan

● Sistem pelayanan dan pelaporan yang masih manual, sehingga memerlukan waktu yang relatif lama;

● Tingkat kepatuhan perusahaan perkebunan dalam menyampaikan laporan masih belum optimal; dan

● Sistem pelaporan belum ada referensi secara spasial.

Sumber: Analisis Tim Berdasarkan FGD, 12 dan 13 Agustus 2021

3.2. Analisis Isu Strategis

Analisis isu-isu strategis merupakan bagian-bagian penting dan sangat menentukan dalam proses Penyusunan Rencana Induk Perkebunan Berkelanjutan untuk melengkapi tahapan-tahapan yang telah dilakukan sebelumnya. Identifikasi isu-isu strategis bertujuan untuk memberikan arahan yang menjadi menjadi fokus dan prioritas pengembangan lima tahun ke depan. Isu-isu strategis ini mempunyai pengaruh yang besar, luas, dan signifikan terhadap perbaikan kondisi masyarakat pada lima tahun mendatang.

Dengan memprioritaskan penanganan isu-isu strategis tersebut maka peluang tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan lima tahun mendatang akan lebih besar dan lebih pasti. Namun jika isu-isu strategis ini tidak ditangani dengan serius, maka hal yang sebaliknya akan terjadi yakni tujuan dan sasaran menjadi sulit tercapai.

Analisis isu strategis merupakan suatu kondisi yang berpotensi menjadi masalah maupun menjadi peluang di masa datang. Sehingga isu strategis lebih berorientasi pada masa depan. Isu strategis adalah suatu hal yang belum menjadi masalah saat ini, namun berpotensi akan menjadi masalah daerah pada suatu saat.

Selain itu isu strategis juga dapat diartikan sebagai potensi daerah yang belum terkelola, dan jika dikelola secara tepat dapat menjadi kekuatan yang signifikan.

Tabel 3.2. Identifikasi Isu Strategis Perkebunan Kabupaten Sintang No Isu Strategis Perkebunan Kabupaten Sintang

1 Kebakaran lahan dan hutan 2 Deforestasi

3 Banjir

4 Distribusi dan Serapan tenaga kerja

5 Konflik perkebunan masih sering terjadi dan belum terkelola 6 Produktivitas tanaman perkebunan rendah

7 Pendapatan petani dan pekerja kebun rakyat 8 Ketidaksesuaian kawasan perkebunan dengan RTRW 9 Sistem Data Informasi Perkebunan

Sumber: Analisis Tim berdasarkan FGD 12 dan 13 Agustus 2021

Gambar

Tabel 3.1.  Identifikasi Masalah Pokok, Masalah dan Akar Masalah Perkebunan di Kabupaten Sintang
Tabel 3.2.  Identifikasi Isu Strategis Perkebunan Kabupaten Sintang  No  Isu Strategis Perkebunan Kabupaten Sintang

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal ini penggarap ingin menggabungkan ketiga jenis wayang tersebut, beserta teknik permainannya menjadi suatu garapan yang utuh ke dalam wujud seni pertunjukan wayang

1 POTENSI WILAYAH KECAMATAN DI KABUPATEN BANTUL PADA BULAN APRIL 2014.. DESA PKB DU SUN PPKBD RT SUB PPKBD KKB DPS BPS RS KKB

Biaya adalah biaya medik langsung berdasarkan perspektif rumah sakit yaitu rata-rata biaya untuk pasien BPJS yang terkait dengan terapinya berdasarkan perspektif rumah sakit

Tujuan dan Sasaran Rencana Induk Perkebunan Berkelanjutan Kabupaten Sintang dirumuskan berdasarkan hasil analisis isu-isu strategis dengan mengacu dan menyesuaikan Visi dan Misi

Kebijakan ini sesuai dengan misi ke-5 juga sesuai dan relevan guna meningkatkan kehidupan beragama, seni dan budaya untuk membangun karakter kehidupan sosial yang

Tahap analisis ini dilakukan untuk mengetahui kebutuhan yang diperlukan dalam proses pembelajaran ditinjau dari hasil wawancara dengan dosen pengampu mata kuliah

Permasalahan lainnya yang masih dihadapi Gresik adalah masih adanya masyarakat yang kekurangan gizi (undernutrition) dan kerdil (stunting). Penyelesaian permasalahan ini

Variabel-variabel yang terletak pada kuadran I memiliki nilai positif dari kedua dimensi, sehingga dapat dikatakan menjadi variabel yang menjadi keunggulan produk susu “DAU