• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS ISI PEMBERITAAN GEMPA BUMI LOMBOK DI MEDIA DARING TEMPO.CO DAN KOMPAS.COM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS ISI PEMBERITAAN GEMPA BUMI LOMBOK DI MEDIA DARING TEMPO.CO DAN KOMPAS.COM"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)

Oleh

Fathra Abdul Racman NIM 1113051000212

PROGRAM STUDI JURNALISTIK

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1441 H/ 2020 M

(2)
(3)

iii

DI MEDIA DARING TEMPO.CO DAN KOMPAS.COM

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)

Oleh:

Fathra Abdul Racman NIM 1113051000212

Pembimbing

Drs. Jumroni, M.Si NIP. 196305151992031006

PROGRAM STUDI JURNALISTIK

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1441 H/ 2020

(4)
(5)

v

NIM : 1113051000212

Analisis Isi Pemberitaan Gempa Bumi Lombok di Media Daring Tempo.co dan Kompas.com

Bencana gempa bumi terjadi di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada 2018. Setidaknya ada enam kali gempa bumi yang memiliki magnitudo lebih dari 5,5 dan lebih dari 2000 gempa susulan baik yang dirasakan maupun tidak. Sebanyak 460 orang meninggal dunia, 7.733 korban luka-luka, 417.529 orang mengungsi serta kerugian materi ditaksir mencapai triliunan. Media massa ramai-ramai menjadikan peristiwa ini sebagai bahan pemberitaan. Hingga, perbincangan tentang bencana gempa bumi di Lombok pun ramai di ruang publik. Media massa yang cukup intens dalam memberitakan bencana gempa bumi Lombok pada 2018 di antaranya adalah Tempo.co dan Kompas.com. Berdasarkan paparan sebelumnya, penulis memunculkan sebuah pertanyaan; “Seperti apa pemberitaan serta agenda media Tempo.co dan Kompas.com terkait bencana gempa bumi di Lombok pada 2018?”, “Apakah hanya sekadar memberitakan ada sebuah bencana gempa bumi di Lombok?”, serta “Apa peran suatu media dalam peristiwa bencana?”.

Penelitian ini dilakukan dengan melihat pemberitaan kedua media pada periode 29 Juli 2018 sampai 23 September 2018. Penulis menggunakan teori agenda media yang merupakan hasil proses pemilahan di ruang redaksi. Metode yang digunakan adalah analisis isi (content analysis) deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Penulis menggunakan coding sheet sebagai alat ukur penelitian ini dengan menggunakan rumus Holsti (1969). Dari penghitungan yang penulis lakukan, angka koefisien reliabilitas yang diperoleh sebesar 0,77 dan angka komposit reliabilitasnya mencapai 0,90. Artinya, kategori yang ditentukan dianggap reliabel sebagai sebuah kategori penelitian.

Hasil dari penelitian ini didapati sepuluh kategori terkait penanggulangan bencana alam di Tempo.co dan Kompas.com dalam pemberitaan bencana gempa bumi Lombok pada 2018. Masing-masing kategorinya yaitu analisa gempa bumi;

edukasi gempa bumi, evakuasi korban bencana; penyediaan fasilitas darurat;

distribusi bantuan; dampak; kebijakan pemerintah dalam mengatasi bencana;

perbaikan dan pembangunan; hambatan-hambatan penanganan bencana; serta skala bencana. Terdapat perbedaan frekuensi dan persentase di masing-masing kategori dari kedua media tersebut. Kategori analisa gempa bumi menjadi kategori paling dominan di Tempo.co yang mencapai 368 paragraf (25,93%). Sedangkan Kompas.com, kategori dampak ditetapkan sebagai kategori yang tertinggi dengan 529 paragraf (23,12%). Sementara itu, kategori yang paling rendah adalah kategori penyediaan fasilitas darurat yang hanya ditemukan 34 paragraf (2,40%) di Tempo.co. Untuk Kompas.com, kategori edukasi gempa bumi menjadi kategori paling sedikit muncul dengan 45 paragraf (3,17%).

Kata Kunci: Agenda Media, Analisis Isi, Bencana Gempa Bumi Lombok, Tempo.co, Kompas.com

(6)

vi

Bismillahirrahmanirrahim, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas nikmat dan karuniaNya penelitian skripsi ini dapat berjalan dengan baik tanpa halangan yang berarti. Shalawat dan serta salam juga tidak lupa ditunjukkan kepada Rasulullah Muhamad SAW.

Begitu banyak kesan dan manfaat yang dirasakan oleh penulis saat menyelesaikan skripsi ini. Penulis tidak hanya mendapatkan ilmu tetapi juga mendapatkan pelajaran bahwa tidak ada kesuksesan tanpa usaha dan kerja keras.

Penelitian skripsi ini tentu memiliki beragam tantangan dalam pengerjaannya. Namun, dengan adanya dukungan dan semangat dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan sebaik-baiknya. Karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Orang tua tercinta, Bapak saya H. Tukirin, M.Si. dan Ibu saya Hj. Agustina yang sangat luar biasa memerjuangkan dan mendukung saya untuk bisa meraih pendidikan setinggi-tingginya, memberikan kasih sayang dan doa yang tak terhingga sehingga saya bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

2. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dr. Suparto, M.Ed., Wakil Dekan I Bidang Akdemik Dr. Siti Napsiyah, Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum Dr. Sihabuddin Noor, M.Ag., Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan Drs. Cecep Sastra Wijaya, M.A.

3. Ketua Program Studi Jurnalistik Kholis Ridho, M.Si., Sekretaris Jurusan Jurnalistik Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, M.A. yang telah meluangkan waktunya untuk berkonsultasi dan membantu dalam hal perkuliahan.

4. Dr. Tantan Hermansah, M.Si. sebagai Dosen Pembimbing Akademik yang telah membantu perkuliahan selama ini.

5. Drs. Jumroni, M.Si. sebagai Dosen Pembimbing yang telah begitu bijaksana memberikan ilmu dan waktunya kepada penulis di tengah kesibukannya yang padat, serta membimbing penulis dengan sabar hingga skripsi ini selesai dengan baik.

(7)

vii

kesalahan kata atau sikap yang menyinggung selama perkulihan.

7. Segenap Staf Perpustakaan Utama UIN Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah berbaik hati dalam melayani peminjaman buku-buku yang dibutuhkan oleh penulis.

8. Teruntuk kakak saya, Basyiruddin Muchlis, S.E. dan Amiruddin Maulana yang selalu memberi motivasi dan dukungan tiap saat.

9. Segenap keluarga besar Journo Liberta yang selalu memberikan tempat dan waktu bagi saya untuk belajar dan berkarya.

10. Untuk teman-teman Jurnalistik 2013, Rheza Alfian, Denny Aprianto, Fadillah Syafii, Kalingga Ramadhan, Bisri, Fakhrizal Haq, Syah Rizal, Singgih Aprilian Dani, Arief Rachman, Agung Suryono, Alboja Atmojo, Irhas Ilmawan, Arfan Maulana, Robby Maulana, dan kawan-kawan lain yang tidak bisa saya sebutkan semua satu persatu. Terima kasih telah banyak membantu dan memberi dukungan kepada saya. Semoga kita sukses dan silaturahim di antara kita tetap terjaga sampai kapan pun.

11. Kawan-kawan SFC Nepul terima kasih telah mendoakan dan memberikan semangat kepada saya untuk menyelesaikan skripsi ini.

12. Semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Dengan segala kekurangan dan keterbatasan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta maupun bagi khalayak luas.

Aamiin Ya Rabbal Alamiin

Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Jakarta, Maret 2020

Fathra Abdul Racman

(8)

viii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ………ii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... iii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Batasan dan Rumusan Masalah ... 5

C.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

D.Tinjauan Kajian Terdahulu ... 7

E.Sistematika Penulisan ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

A.Agenda Setting ... 10

B.Agenda Media ... 15

C.Berita ... 18

D.Media Online ... 23

E.Peran Media Online dalam Penanggulangan Bencana ... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 31

A.Paradigma Penelitian ... 31

B.Pendekatan Penelitian ... 31

C.Metode Penelitian ... 32

D.Subjek dan Objek Penelitian ... 33

(9)

ix

G. Teknik Analisis Isi ... 35

H. Definisi Operasional …...………...……....………..39

I. Validitas dan Reliabilitas...……..………...………...….………..43

BAB IV TEMUAN DATA DAN PEMBAHASAN ... 47

A.Temuan Data ... 48

B.Pembahasan ... 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

A.Kesimpulan ... 68

B.Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 72

LAMPIRAN ... 77

(10)

x

Tabel 3.1 Kategori Pemberitaan Bencana Gempa Bumi Lombok pada 2018 di Tempo.co dan Kompas.com ... 41 Tabel 3.2 Koefisien Reliabilitas ……….…... 45 Tabel 4.1 Temuan Data Pemberitaan Bencana Gempa Bumi Lombok 2018 di Tempo.co …... 48 Tabel 4.2 Temuan Data Pemberitaan Bencana Gempa Bumi Lombok 2018 di Kompas.com ... 49 Tabel 4.3 Perbandingan Data Pemberitaan Bencana Gempa Bumi Lombok 2018 antara Tempo.co dan Kompas.com ... 51

(11)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap media massa mempunyai tujuan dalam setiap pemberitaannya.

Tujuan dalam pemberitaan di media massa lebih dikenal dengan agenda media atau agenda setting.

Dalam literatur komunikasi, teori agenda media atau agenda setting dikemukakan oleh Maxwell McCombs dan Donald L. Shaw sekitar 1968.1 Menurut mereka, teori ini mempunyai kemampuan mentransfer isu untuk memengaruhi agenda publik. Khalayak menganggap suatu isu itu penting karena media menganggap isu itu penting juga.

Menurut Cohen, agenda setting adalah media membentuk persepsi khalayak yang dianggap penting.2 Dengan teknik pemilihan dan penonjolan, media memberikan isyarat atau tanda tentang isu mana yang lebih penting. Oleh karena itu, model agenda setting mengasumsikan adanya hubungan positif antara penilaian yang diberikan media massa pada suatu persoalan dengan perhatian yang diberikan khalayak pada persoalan itu.3 Singkatnya apa yang dianggap penting oleh media, akan dianggap penting pula oleh masyarakat.

1 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), h. 224.

2 Dewi Saidah, Metode Penelitian Dakwah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015), h.

52.

3 Jumroni dan Suhaimi, Metode-metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 54.

(12)

Media massa juga dapat dan memang telah memengaruhi perubahan, apalagi jika itu menyangkut kepentingan orang banyak. Media juga mampu menggalang opini publik terhadap suatu peristiwa. Media massa baru akan benar- benar berpengaruh jika sebelumnya ia berhasil menjalin kedekatan dengan khalayaknya.4

Jadi, media bukan memengaruhi pikiran masyarakat dengan memberitahu apa yang mereka pikirkan dan apa saja ide atau nilai yang mereka miliki, namun memberitahu hal dan isu apa yang harus dipikirkan. Masyarakat luas cenderung menilai bahwa apa-apa yang disampaikan melalui media massa adalah hal yang memang layak untuk dijadikan isu bersama dan menjadi cakupan ranah publik.

Dalam tataran praktis, pemberitaan medialah yang menentukan apa yang menjadi bahan pemikiran dan obrolan publik (public agenda). Teori agenda media menegaskan betapa besar pengaruh media pada pemikiran dan perilaku publik.

Itulah sebabnya media disebut sebagai “kekuatan keempat” (fourth estate) setelah pemerintahan (eksekutif), parlemen (legislatif), dan peradilan (yudikatif).

Menurut penulis, media massa yang melakukan agenda media atau agenda setting direpresentasikan dengan penerbitan berita Bencana Gempa Bumi di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) di Tempo.co dan Kompas.com pada 2018.

Setidaknya ada enam kejadian gempa bumi yang memiliki magnitudo lebih dari 5,5. Gempa bumi magnitudo 6,4 yang terjadi pada 29 Juli 2018 merupakan awal dari rangkaian gempa bumi Lombok pada 2018.

4 William L. Rivers, Jay W. Jensen, Theodore Peterson, Media Massa dan Masyarakat Modern, (Jakarta: Prenada Media Group, 2003), h. 41.

(13)

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat, setidaknya ada 585 kejadian gempa susulan sampai dengan pukul 07.00 WIB, 5 Agustus 2018.5 Pukul 18.46 WIB, gempa bumi magnitudo 6,9 pada kedalaman hiposenter 34 km kembali menghantam Lombok bagian utara. Secara kekuatan, gempa kedua ini lebih besar dari gempa yang pertama.

Berselang empat hari setelah gempa kedua, tepatnya pada 9 Agustus 2018 pukul 12.25 WIB, gempa dengan kekuatan 5,9 kembali terjadi di Lombok bagian barat. Sekitar sepuluh hari setelah gempa ketiga tepatnya 19 Agustus 2018, terjadi dua gempa dengan kekuatan lebih besar dari magnitudo 6,0 terjadi di Lombok yang posisi gempanya lebih ke timur. Kedua gempa tersebut memiliki magnitudo 6,3 terjadi pada pukul 11.10 WIB dengan kedalaman hiposenter 7,9 km dan magnitudo 7,0 terjadi pada pukul 21.56 WIB dengan kedalaman hiposenter 25 km.

Pada 25 Agustus 2018, gempa magnitudo 5,5 terjadi di timur Lombok atau lebih tepatnya di Sumbawa bagian barat. Gempa ini bisa dikatakan gempa keenam dari rangkaian Gempa Lombok yang magnitudonya lebih dari 5,5. Jumlah keseluruhan, gempa-gempa yang terjadi di Lombok baik yang dirasakan maupun tidak adalah lebih dari 2000 kejadian.

Berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), perkiraan kerugian akibat gempa bumi Lombok pada 2018 mencapai triliunan.6

5 Amir Sodikin, Melihat Kembali Gempa Lombok 2018 dan Sejarah Kegempaannya, Diakses dari https://regional.Kompas.com/read/2018/09/23/11321551/melihat-kembali-gempa- lombok-2018-dan-sejarah-kegempaannya?page=all pada 17 Agustus 2019 pukul 17.00 WIB.

6 Amir Sodikin, Melihat Kembali Gempa Lombok 2018 dan Sejarah Kegempaannya, Diakses dari https://regional.Kompas.com/read/2018/09/23/11321551/melihat-kembali-gempa- lombok-2018-dan-sejarah-kegempaannya?page=all pada 17 Agustus 2019 pukul 17.00 WIB.

(14)

Angka ini belum termasuk kerugian yang diakibatkan oleh penurunan kunjungan wisatawan lokal dan mancanegara.

Secara keseluruhan kerusakan yang diakibatkan oleh rangkaian gempa bumi Lombok pada 2018 adalah 71.962 unit rumah rusak, 671 fasilitas pendidikan rusak, 52 unit fasilitas kesehatan, 128 unit fasilitas peribadatan dan sarana infrastruktur.

Sedangkan data korban adalah 460 orang meninggal dunia, 7.733 korban luka-luka, 417.529 orang mengungsi.7

Tempo.co dan Kompas.com melakukan proses jurnalistik di Lombok, NTB.

Di tengah suhu ekonomi dan politik yang memanas, Tempo.co dan Kompas.com tidak segan menurunkan berita terkait gempa bumi di Lombok pada 2018 secara berkelanjutan. Pemberitaan mengenai bencana gempa bumi di Lombok pada 2018 pun menjadi topik perbincangan di media massa, masyarakat, bahkan di pemerintahan.

Melalui agenda media yang ditentukan, media dapat mengurangi risiko kerugian yang lebih besar akibat bencana. Agenda media dapat dilihat dari isi berita atau kategori yang menonjol. Penulis berasumsi bahwa dengan menonjolkan isi berita atau kategori, media berperan dalam penanggulangan bencana alam.

Berdasarkan paparan di atas, pemberitaan bencana gempa bumi Lombok di Tempo.co dan Kompas.com pada 2018 menarik untuk diteliti. Apa kategori dominan yang Tempo.co dan Kompas.com angkat serta bagaimana perbandingan frekuensi kategori terkait penanggulangan bencana alam. Untuk itu penulis

7 Amir Sodikin, Melihat Kembali Gempa Lombok 2018 dan Sejarah Kegempaannya, Diakses dari https://regional.Kompas.com/read/2018/09/23/11321551/melihat-kembali-gempa- lombok-2018-dan-sejarah-kegempaannya?page=all pada 17 Agustus 2019 pukul 17.00 WIB.

(15)

melakukan penelitian dengan judul Analisis Isi Pemberitaan Gempa Bumi Lombok di Media Daring Tempo.co dan Kompas.com.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka penulis merumuskan batasan dan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Batasan Masalah

Penelitian ini difokuskan pada pemberitaan bencana gempa bumi Lombok, Nusa Tenggara Barat di Tempo.co dan Kompas.com periode 29 Juli 2018 sampai 23 September 2018. Teori yang akan dipakai dalam penelitian ini hanya teori agenda media, tidak termasuk agenda publik, dan agenda pemerintah.

2. Rumusan Masalah

a. Apa kategori dominan terkait penanggulangan bencana alam yang Tempo.co angkat dalam pemberitaan bencana gempa bumi di Lombok pada 2018?

b. Apa kategori dominan terkait penanggulangan bencana alam yang Kompas.com angkat dalam pemberitaan bencana gempa bumi di Lombok pada 2018?

c. Bagaimana perbandingan kategori dominan terkait penanggulangan bencana alam antara Tempo.co dan Kompas.com dalam pemberitaan bencana gempa bumi di Lombok pada 2018?

(16)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, penelitian ini memiliki tujuan dan manfaat sebagai berikut:

1. Tujuan Penelitian

a. Mengetahui kategori dominan terkait penanggulangan bencana alam yang Tempo.co muat dalam pemberitaan bencana gempa bumi di Lombok pada 2018.

b. Mengetahui kategori dominan terkait penanggulangan bencana alam yang Kompas.com muat dalam pemberitaan bencana gempa bumi di Lombok pada 2018.

c. Mengetahui perbandingan kategori dominan terkait penanggulangan bencana alam yang Tempo.co dan Kompas.com muat dalam pemberitaan bencana gempa bumi di Lombok pada 2018.

2. Manfaat Penelitian:

Adapun penelitian ini diharapkan memberikan manfaat secara akademis maupun sosial masyarakat tentang bagaimana suatu media memberitakan sesuatu yang dianggap penting bagi publik dan media itu sendiri.

a. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan terkait media massa dan teori-teori komunikasi serta perkembangannya hingga saat ini.

b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat terkait agenda yang dilakukan oleh media massa.

(17)

Masyarakat diharapkan mengerti bahwa semua yang diberitakan oleh media massa merupakan hasil pemilihan tema di ruang redaksi.

D. Tinjauan Kajian Terdahulu

Dalam penyusunan skripsi ini, sebelum penulis memulai penelitian lebih jauh dan menyusun menjadi skripsi. Maka langkah awal yang penulis tempuh adalah mengkaji terlebih dahulu skripsi yang memiliki kajian yang sama dengan kajian yang akan penulis teliti. Adapun maksud dari penelitian ini untuk mengetahui permasalahan yang penulis teliti berbeda dengan yang diteliti sebelumnya.

Setelah penulis melakukan tinjauan kajian terdahulu, maka penulis menemukan beberapa karya ilmiah yang akan penulis jadikan tinjauan. Di antaranya, skripsi “Strategi Pemulihan Citra Pariwisata NTB Pasca Gempa Bumi (Studi Kasus Pada Dinas Pariwisata NTB Melalui Program Recovery NTB Bangkit)” oleh Nazilatus Syiam pada 2019, mahasiswa Ilmu Komunikasi Hubungan Masyarakat, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.

Berikutnya skripsi “Perilaku Penemuan Informasi Bencana Gempa Bumi Lombok” oleh Solicha Nur Karina pada 2019, mahasiswa Ilmu Informasi dan Perpustakaan, Universitas Airlangga.

Lalu Tesis “Kebijakan Pendidikan Pasca Gempa di Kabupaten Lombok Barat” oleh Fitria Apriani pada 2019, Program Magister Manajemen Pendidikan Islam Pascasarjana, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

(18)

Dari tinjauan kajian terdahulu di atas, mempunyai kesamaan peristiwa yakni Gempa Bumi Lombok pada 2018. Namun berbeda analisis dari penelitian yang penulis buat. Dapat disimpulkan bahwa penelitian skripsi ini tidak hasil dari penjiplakan atau penelitian ulang skripsi terdahulu. Skripsi ini benar-benar dibuat sesuai dengan kriteria yang berlaku. Yaitu dengan melakukan penelitian yang belum pernah dilakukan sehingga jauh dari plagiarisme.

E. Sistematika Penulisan

Teknik penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan pedoman penulisan karya ilmiah (Skripsi, Tesis, Disertasi) yang telah disusun oleh tim Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.8 Untuk mempermudah penulisan, maka sistematika penulisan ini terdiri dari lima bab dan masing-masing bab terdiri dari sub bab dengan penyusunan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pemaparan latar belakang masalah yang menjelaskan permasalahan penulisan skripsi ini. Di dalamnya juga dijelaskan, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan kajian terdahulu, dan sistematika penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI

Penjelasan mengenai agenda setting, agenda media, berita, media online, dan peran media online dalam penanggulangan bencana.

8 LPM UIN Jakarta, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Diakses dari http://lpm.uinjkt.ac.id/wp-content/uploads/2017/09/SK-REKTOR-NOMOR-507-TENTANG- PEDOMAN-PENULISAN-KARYA-ILMIAH.pdf pada 12 Maret 2020 pukul 20.00 WIB.

(19)

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Membahas tentang paradigma penelitian, pendekatan penelitian, metode penelitian, subjek dan objek penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, teknik analisis isi, definisi operasional, serta validitas dan reliabilitas.

BAB IV : TEMUAN DATA DAN PEMBAHASAN

Penjabaran temuan data yang diperoleh dan pembahasan temuan data akan dibahas pada bab ini.

BAB V : PENUTUP

Merupakan tahap akhir dari skripsi yang berisi kesimpulan dan saran.

(20)

10

LANDASAN TEORI

A. Agenda Setting

Teori agenda setting dikemukakan oleh Maxwell McCombs dan Donald L.

Shaw sekitar 1968.1 Mereka menuliskan bahwa audiens tidak hanya mempelajari berita-berita dan hal-hal lainnya melalui media massa, tetapi juga mempelajari seberapa besar arti penting diberikan pada suatu isu atau topik dari cara media massa memberikan penekanan terhadap topik tersebut.2

Setelah model uses and gratifications dikritik, model agenda setting menghidupkan kembali model jarum hipodermik, tetapi dengan fokus penelitian yang telah bergeser. Efek pada sikap dan pendapat bergeser kepada efek kesadaran dan pengetahuan; dari efek afektif ke efek kognitif.

Media massa tidak hanya menyediakan informasi bagi audiensi, tetapi juga dengan informasi itu media memengaruhi khalayak. Secara tidak sadar, sebenarnya media massa telah menciptakan suatu agenda atau catatan tentang bagaimana rata- rata pikiran, perasaan, dan perbuatan dari pada pembacanya. Berdasarkan catatan tersebut media massa seolah-olah menyiarkan sesuatu yang cocok dengan selera khalayaknya. Atau media memengaruhi orang untuk menyusun agenda kehidupan setiap hari.

1 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), h. 224.

2 H. Ardial, Paradigma dan Model Penelitian Komunikasi, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2015), h. 229.

(21)

Cohen (1963), hampir satu dasawarsa sebelum McCombs dan Shaw mengemukakan model agenda setting, dengan singkat menyatakan asumsi dasar model ini.3 Menurutnya, the press is significantly more than a surveyor of information and opinion. It may not be successful much of the time in telling the people what to think, but it is stunningly successful in telling readers what to think about (1963:13).4 To tell what to think about artinya, membentuk persepsi khalayak tentang apa yang dianggap penting.

Model agenda setting mengasumsikan adanya hubungan positif antara penilaian yang diberikan media pada suatu persoalan dengan perhatian yang diberikan khalayak pada persoalan itu.5 Singkatnya, apa yang dianggap penting oleh media, akan dianggap penting pula oleh masyarakat. Apa yang dilupakan media, akan luput juga dari perhatian masyarakat.

Dalam literatur lain, agenda setting atau penentuan agenda ialah saat media menunjukkan arti penting dari suatu isu melalui liputan-liputannya. Penentuan isu liputan dalam suatu media pun tidak ditentukan secara sepihak, tetapi juga mempertimbangkan audiens dalam menentukan prioritas liputan.6

Stephen W. Littlejohn dan Karren A. Foss mengutip Rogers dan Dearing mengatakan bahwa fungsi agenda setting merupakan proses linear yang terdiri dari tiga bagian.7 Pertama, agenda media itu sendiri harus disusun oleh awak media.

Kedua, agenda media dalam beberapa hal memengaruhi atau berinteraksi dengan

3 Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: Remadja Karya, 1985), h. 78.

4 Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, h. 78.

5 Jumroni dan Suhaimi, Metode-metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 54.

6 John Vivian, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 495.

7 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, h. 225.

(22)

agenda publik atau naluri publik terhadap pentingnya isu, yang nantinya memengaruhi agenda kebijakan. Ketiga, agenda kebijakan (policy) adalah apa yang dipikirkan para pembuat kebijakan publik dan privat penting atau pembuatan kebijakan publik yang dianggap penting oleh publik, karena itu, riset yang menggunakan model ini, harus mengkaji ketiga hal tersebut.

Sementara itu, Manhein dalam pemikirannya tentang konseptualisasi agenda yang potensial untuk memahami proses agenda setting, menyatakan bahwa agenda setting meliputi tiga agenda, yaitu agenda media, agenda khalayak, dan agenda kebijaksanaan.8 Masing-masing agenda itu mencakup dimensi-dimensi sebagai berikut:

1. Agenda Media, dimensinya adalah:

a. Visibialitas (visibility), yaitu jumlah dan tingkat menonjolnya berita.

b. Tingkat menonjol bagi khalayak (audience salience), yakni relevansi isi berita dengan kebutuhan khalayak.

c. Valensi (valence), yakni menyenangkan atau tidak menyenangkan cara pemberitaan suatu peristiwa.

2. Agenda Publik, dimensinya adalah:

a. Keakraban (familiarity), yakni derajat kesadaran khalayak akan topik tertentu.

b. Penonjolan pribadi (personal salience), yakni relevansi kepentingan individu dengan ciri pribadi.

8 H. Ardial, Paradigma dan Model Penelitian Komunikasi, h. 230.

(23)

c. Kesenangan (favorability), yakni pertimbangan senang atau tidak senang akan topik berita.

3. Agenda Kebijakan, dimensinya adalah:

a. Dukungan (support), yakni kegiatan menyenangkan bagi posisi suatu berita tertentu.

b. Kemungkinan kegiatan (likelihood of action), yakni kemungkinan pemerintah melaksanakan apa yang diibaratkan.

c. Kebebasan bertindak (freedom of action), yakni nilai kegiatan yang mungkin dilakukan pemerintah.

Menurut Sosiolog Robert Park, media lebih banyak menciptakan kesadaran tentang suatu isu, bukan menciptakan pengetahuan ataupun sebuah sikap.9 Ada tiga level agenda setting menurut Park, yaitu:

1. Penciptaan kesadaran. Jika individu menyadari suatu isu, maka akan memerhatikan isu tersebut.

2. Menentukan prioritas. Orang memercayai berita dari media untuk mengetahui kejadian-kejadian dan mengurutkan kejadian itu berdasarkan arti pentingnya.

3. Mempertahankan isu. Liputan media secara terus-menerus akan membuat isu menjadi terlihat penting.

Para peneliti telah lama mengetahui bahwa media memiliki kemampuan untuk menyusun isu-isu bagi masyarakat. Wartawan Amerika Serikat, Walter Lippmann memandang masyarakat tidak merespons pada kejadian sebenarnya

9 John Vivian, Teori Komunikasi Massa, h. 495.

(24)

dalam lingkungan, tetapi ada “gambaran di dalam kepala” yang disebut dengan lingkungan palsu (pseudo environment).10 Menurut Lippmann, sebuah lingkungan sebenarnya terlalu besar dan kompleks, juga menuntut adanya kontak langsung sehingga menimbulkan banyak detail dan keragaman. Masyarakat harus membuat model yang lebih sederhana untuk memahami apa yang sedang terjadi. Kemudian, media massa yang menciptakan model sederhana dengan menyusun agenda untuk masyarakat.

Donald L. Shaw dan Maxwell McCombs juga mengatakan pengaruh media massa (kemampuan untuk memengaruhi perubahan kognitif antar individu untuk menyusun pemikiran mereka) disebut sebagai fungsi penyusunan agenda dari komunikasi massa.11 Di sini terletak pengaruh paling penting dari komunikasi massa, kemampuannya untuk menata mental, dan mengatur dunia. Singkatnya, media massa mungkin tidak berhasil dalam memberitahukan apa yang ada di pikiran masyarakat, tetapi mereka secara mengejutkan berhasil dalam memberitahukan kita tentang apa yang harus dipikirkan.

Dengan demikian, dapat disimpulkan, media massa melalui fungsi agenda setting menimbulkan perubahan sikap tertentu. Dengan menyesuaikan apa yang disukai oleh khalayak demi penyusunan agenda kehidupan setiap harinya.

Perubahan sikap itu juga merupakan akibat dari sosialisasi pesan media itu sendiri.

10 Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss, Teori Komunikasi, (Jakarta: Salemba Humatika, 2009), h. 415.

11 Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss, Teori Komunikasi, h. 416.

(25)

B. Agenda Media

Definisi agenda dalam konsep agenda media adalah sebuah daftar hal-hal yang disusun berdasarkan urutan kepentingannya, dengan yang paling penting berada di tempat paling atas.12 Sedangkan media (media massa) memiliki arti alat atau sarana komunikasi seperti surat kabar, radio, televisi, atau internet yang berfungsi untuk menyebarkan berita atau informasi kepada khalayak.

Konsep mengenai agenda media ini diambil melalui teori agenda setting yang diperkenalkan oleh McCombs dan Shaw.13 Teori penentuan agenda (agenda setting theory) adalah teori yang menyatakan bahwa media massa merupakan pusat penentuan kebenaran dengan kemampuan media massa untuk mentransfer dua elemen, yaitu kesadaran dan informasi ke dalam agenda publik kemudian kesadaran publik serta perhatiannya diarahkan kepada isu-isu yang dianggap penting oleh media massa.14

Asumsi dasar dalam teori ini adalah apa yang dianggap penting oleh media akan dianggap penting pula oleh publik. Jika media memberikan penekanan terhadap suatu isu tertentu, maka khalayak akan terpengaruh untuk menganggap isu itu menjadi penting. Teori agenda setting menganggap bahwa masyarakat akan belajar mengenai isu-isu apa, dan bagaimana isu-isu tersebut disusun berdasarkan tingkat kepentingannya.15

12 Werner J. Severin dan James W. Tankard, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode dan Terapan di Dalam Media Massa, (Jakarta: Prenada Media Group, 2011), h. 290.

13 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, h. 224.

14 Apriadi Tamburaka, Agenda Setting Media Massa, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), h. 22.

15 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Anggota IKAPI, 2007), h. 287.

(26)

McCombs dan Shaw mengatakan bahwa pembaca tidak hanya mempelajari berita-berita dan hal-hal lainnya melalui media massa, tetapi juga mempelajari seberapa besar arti penting yang diberikan pada suatu isu atau topik dari cara media massa memberikan penekanan terhadap topik tersebut.16 Ide dasar dari teori ini bahwa media memberikan perhatian atau penekanan berbeda untuk setiap isu yang muncul di suatu media massa.

Dari berbagai isu yang mengemuka, ada isu yang diberitakan dengan frekuensi besar dan ada juga yang diberitakan dengan frekuensi kecil. Perbedaan perhatian yang diberikan oleh media massa ini akan berpengaruh terhadap efek kognitif (pengetahuan dan citra) khalayak yang membacanya.

Begitu juga dengan pengulangan berita yang diangkat oleh media massa akan menimbulkan efek bahwa suatu berita itu dianggap penting dan ini merupakan kemampuan media massa yang berfungsi sebagai penentu agenda. Fungsi penentuan agenda media mengacu pada kemampuan media, dengan liputan berita yang diulang-ulang, untuk mengangkat pentingnya sebuah isu dalam benak publik.17

Para peneliti sebelum McCombs dan Shaw mempunyai beberapa gagasan yang sangat mirip dengan hipotesis penentuan agenda. Pernyataan itu dicetuskan oleh Bernard Cohen (1963) yang mengatakan barangkali mereka tidak terlalu

16 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), h. 282.

17 Werner J. Severin dan James W. Tankard, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Media Massa, h. 261.

(27)

sukses dalam menyuruh apa yang dipikirkan seseorang, tetapi mereka biasanya sukses menyuruh orang mengenai apa yang seharusnya mereka pikirkan.18

“Media massa memaksakan perhatian pada isu-isu tertentu. Media massa membangun citra publik tentang figur-figur politik. Media massa secara konstan menunjukkan apa yang hendaknya dipertimbangkan, diketahui dan dirasakan individu-individu dalam masyarakat”.19

Agenda media merupakan hasil proses pemilahan tentang berita mana yang akan dimuat serta ditonjolkan melalui halaman pertama suatu surat kabar. Surat kabar yang memberitakan suatu isu dalam jumlah besar, dengan halaman panjang, dan ditempatkan pada tempat yang mencolok mencerminkan agenda itulah yang dibawa oleh media kepada publik. Indikator-indikator agenda media, yaitu:20

1. Visibialitas (visibility), yaitu jumlah dan tingkat menonjolnya berita.

2. Tingkat menonjolnya bagi khalayak (audience salience), yakni relevansi isi berita dengan kebutuhan khalayak.

3. Valensi (valence), yakni menyenangkan atau tidak menyenangkan cara pemberitaan bagi suatu masyarakat.

Konsep agenda media relatif sederhana, tidak kompleks, tidak memiliki dimensi, sehingga dari konsep dapat diturunkan ke dalam indikator yang dapat diukur yaitu:21

18 Apriadi Tamburaka, Agenda Setting Media Massa, h. 21.

19 Werner J Severin dan James W. Tankard, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Media Massa, h. 264.

20 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, h. 225.

21 Eriyanto, Analisis Isi Pengantar Metodologi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu- ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), h. 197.

(28)

1. Isu yang diberitakan media. Dengan melihat isu mana yang paling banyak diberitakan oleh media, maka isu tersebutlah yang ingin disorot oleh media.

2. Panjang berita dalam surat kabar. Dengan mengukur panjang berita dalam halaman surat kabar.

3. Penempatan isu tersebut dalam halaman-halaman surat kabar.

Dengan tiga indikator di atas, agenda media yang dimaksud adalah isu-isu yang mendapat perhatian media dengan frekuensi pemunculan isu yang sering, pemberian kolom yang panjang, dan penempatan isu di halaman depan sehingga mudah diakses oleh khalayaknya.

Indikator-indikator agenda media kemudian diukur melalui analisis isi kuantitatif. Analisis isi tersebut bertujuan untuk menentukan peringkat berita berdasarkan panjangnya (waktu dan ruang), penonjolan tema berita (ukuran, headline, penempatannya, frekuensinya), konflik (cara penyajiannya).22

Atas dasar itu, diharapkan analisis penelitian ini mampu mengkaji fenomena agenda media dalam pemberitaan bencana gempa bumi Lombok pada 2018 di Tempo.co dan Kompas.com.

C. Berita

Berita adalah informasi yang penting dan menarik perhatian banyak orang.

Dari segi epistimologis, berita sering disebut juga dengan warta. Warta berasal dari kata Sansekerta, yaitu “vrit” atau “vritta”, yang mempunya arti kejadian atau peristiwa yang telah terjadi. Persamaan dalam bahasa Inggris, dapat dimaknakan

22 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, h. 225.

(29)

dengan “write”. 23 Istilah berita dalam bahasa Indonesia disadur dari asal kata

“vritta” dalam bahasa Sansekerta, yang berarti kejadian atau peristiwa yang telah terjadi.

Jika diteliti secara bahasa dan diartikan per kata, “news” merupakan istilah dalam bahasa Inggris yang berasal dari kata “new” yang berarti baru, kata baru tersebut di sini bukan mengartikan segala sesuatu yang baru, melainkan bahan informasi baru yang berguna bagi semua publik dalam bentuk berita (news).24

Charles Dana mengemukakan, “when a dog bites a man, that is not news, but when a man bites a dog, that is news”.25 Artinya, ketika anjing menggigit manusia itu bukanlah berita, tetapi ketika manusia menggigit anjing, itu baru berita.

Dalam pengertian ini Charles berpendapat batasan berita secara filosofis, bahwa segala sesuatu yang di luar kebiasaan atau sesuatu yang unik adalah definisi dari berita.26

Doug Newsom dan James A. Wollert mengemukakan, berita adalah apa saja yang ingin dan perlu diketahui orang atau lebih luas lagi oleh masyarakat. Dengan melaporkan berita, media massa memberikan informasi kepada masyarakat mengenai apa yang mereka butuhkan.27

Charnley dan James M. Neal mengatakan, berita adalah laporan yang menarik, harus disampaikan secepatnya kepada khalayak, peristiwa, opini, kondisi,

23 Syarifudin Yunus, Jurnalistik Terapan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 46.

24 Kustandi Suhandang, Pengantar Jurnalistik, (Bandung: Penerbit Nuansa, 2004), h. 102- 103.

25 Askurifai Baksin, Jurnalistik Televisi: Teori dan Praktik, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2010), h. 83.

26 Askurifai Baksin, Jurnalistik Televisi: Teori dan Praktik, h. 83.

27 AS Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2006) h. 64.

(30)

kecenderungan situasi, dan interpretasi yang penting.28 Sementara Doug Newsom dan James WA Wollert mendefinisikan berita sebagai apa saja yang ingin dan perlu diketahui orang atau lebih luas lagi oleh masyarakat.29

Menurut The New Grolier Webester International Dictionary menyebutkan berita adalah:30

1. Informasi hangat tentang sesuatu yang telah terjadi, atau tentang sesuatu yang belum diketahui sebelumnya.

2. Berita adalah informasi seperti yang disajikan oleh media semisal surat kabar, radio, atau televisi.

3. Berita adalah sesuatu atau seseorang yang dipandang oleh media merupakan subjek yang layak untuk diberitakan.

Mengacu pada definisi-definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa berita merupakan laporan informasi penting yang baru atau telah terjadi dan menarik perhatian publik serta layak dipublikasikan melalui media massa.

Suatu peristiwa tidak serta-merta layak menjadi sebuah berita. Peristiwa yang dijadikan berita harus memiliki unsur-unsur dalam berita sehingga layak dikonsumsi.31 Pertama, berita harus memiliki keakuratan, cermat, tepat, lengkap, adil dan berimbang. Kemudian berita pun tidak mencampurkan fakta dan opini

28 AS Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional, h. 64.

29 AS Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional, h. 64.

30 Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik: Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), h. 39.

31 Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik: Teori dan Praktek, h.

47.

(31)

sendiri atau biasa disebut dengan objektif. Lalu, penulisan berita harus ringkas, jelas, dan hangat.

Dalam setiap pemberitaan, media mesti menjunjung tinggi apa yang disebut dengan objektif. Objektif berarti berita yang dibuat itu selaras dengan kenyataan dan tidak berat sebelah dan bebas prasangka.32 Pencari berita dalam hal ini wartawan bertindak sebagai penonton dari berita yang diliput atau biasa disebut reportase objektif. Reportase objektif mengharuskan suatu pendekatan yang tidak memihak dalam mengumpulkan dan menyajikan fakta. Wartawan tidak terlibat dalam berita, wartawan adalah pengamat yang netral.33

Tidak cukup hanya dengan objektivitas, berita juga harus memperhatikan nilai berita sebagai suatu elemen penting untuk mengukur atau sebagai penyeleksian apakah berita tersebut layak dimuat atau tidak. Nilai berita harus mengandung delapan unsur, yakni:34

1. Konflik

Informasi yang menggambarkan pertentangan antara seseorang, masyarakat, atau lembaga perlu dilaporkan kepada khalayak. Dengan demikian, khalayak mudah untuk mengambil sikap.

32 Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik: Teori dan Praktek, h.

54.

33 Luwi Ishwara, Catatan-catatan Jurnalisme Dasar, (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2007), h. 44.

34 Asti Musman dan Nadi Mulyadi, Jurnalisme Dasar: Panduan Praktis Para Jurnalis, (Bantul: Komunika, 2017), h. 114.

(32)

2. Kemajuan

Informasi tentang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi senantiasa perlu dilaporkan pada khalayak. Dengan demikian khalayak mengetahui kemajuan peradaban.

3. Penting

Informasi yang penting bagi khalayak dalam rangka menjalankan kehidupan mereka sehari-hari perlu dilaporkan pada khalayak.

4. Dekat

Informasi yang memiliki kedekatan emosi dan jarak geografis dengan khalayak perlu segera dilaporkan. Makin dekat suatu lokasi peristiwa dengan khalayak, informasinya akan semakin disukai khalayak.

5. Aktual

Informasi tentang peristiwa yang baru terjadi perlu segera dilaporkan kepada khalayak. Untuk sebuah harian, ukuran aktual biasanya sampai dua hari. Artinya, peristiwa yang terjadi dua hari yang lalu masih aktual untuk diberitakan sekarang.

6. Unik

Informasi tentang peristiwa yang unik, yang jarang terjadi perlu segera dilaporkan pada khalayak. Banyak sekali peristiwa unik, misalnya persahabatan manusia dengan gorila.

7. Manusiawi

Informasi yang bisa menyentuh emosi khalayak, seperti yang bisa membuat menangis, terharu, tertawa, dan sebagainya, perlu dilaporkan kepada

(33)

khalayak. Dengan begitu, khalayak dapat meningkatkan taraf kemanusiaannya.

8. Berpengaruh

Informasi mengenai peristiwa yang berpengaruh terhadap kehidupan orang banyak perlu dilaporkan kepada khalayak. Misalnya, informasi tentang banjir, informasi harga terbaru bahan bakar, dan sejenisnya.

D. Media Online

Perkembangan zaman mengakibatkan perubahan. Penyesuaian pun dilakukan dari berbagai lini, tidak terkecuali media massa harus melakukan penyesuaian. Penyesuaian itu dilakukan dengan menghadirkan media online. Media online juga dikenal dengan nama media siber ataupun media baru yang merupakan media komunikasi yang pemanfaatannya menggunakan perangkat internet.35

Pengguna media online harus memiliki pengetahuan tentang program komputer untuk dapat mengakses informasi atau berita dan harus memiliki jaringan teknologi informasi dengan menggunakan perangkat komputer.36 Dalam keterkaitan dengan jurnalisme, Jo Bardoel mengatakan internet akan mengarah pada pengembangan jenis baru yaitu jurnalisme online.37 Aktivitas jurnalisme online akan membuat penggunaan efektif atribut utama internet, yang menyebabkan pembaharuan jurnalisme.

35 Asep Syamsul M. Romli, Jurnalistik Online: Panduan Praktis Mengelola Media Online, (Bandung: Nuansa Cendekia, 2012), h. 30.

36 Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar Teori dan Praktik, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), h. 46.

37 Dudi Sabil Iskandar, Keruntuhan Jurnalisme, (Jakarta: Lentera Ilmu Cendekia, 2015), h.

83.

(34)

Teknologi internet menjadi sarana paling mudah dalam mengakses informasi atau berita. Dari sini pula, media online hadir dan makin luas pengaruhnya. Bahkan kini, hampir semua media cetak dan media elektronik pun memiliki media online sebagai penunjang dan basis dokumentasi penyajian informasi dan berita yang dilakukannya. Setiap berita yang disajikan di media cetak maupun media elektronik, kini juga dapat diakses melalui media online.

Cikal bakal media online bermula dari Mark Bowden, seorang jurnalis Amerika Serikat yang menginginkan hasil liputannya dimuat dalam website www.philly.com.38 Ia kerap berdiskusi dengan seorang jurnalis muda, Jenifer Musser yang menangani website www.philly.com. Mark menyeleksi setiap data seperti foto-foto, data audio, dan rekaman video, karena menurutnya tidak mungkin semua data dapat dimasukkan.

Namun, kecanggihan website yang dibuat oleh Jennifer dan koleganya, berhasil memasukan semua data berupa foto, teks, audio, maupun video yang dimiliki Bowden. Bahkan, data berupa ilustrasi, peta, hingga rubrik tanya jawab dapat pula ditambahkan.39

Sedangkan kemunculan media online di Indonesia, ditandai dengan hadirnya internet pada tahun 1995, penggunaan internet masih terbatas di beberapa universitas untuk kegiatan penelitian. Sejak munculnya Radnet pada pertengahan tahun 1900-an, konsumsi internet menjadi lebih luas.40 Hingga pada tahun 2010

38 Asep Syamsul M. Romli, Jurnalistik Online: Panduan Praktis Mengelola Media Online, h. 29.

39 Asep Syamsul M. Romli, Jurnalistik Online: Panduan Praktis Mengelola Media Online, h. 29.

40 Hermin Indah Wahyuni, Kebijakan Media Baru Di Indonesia, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2013), h. 68.

(35)

pengguna internet di Indonesia mencapai 30 juta lebih dengan domain didominasi bidang industri atau perusahaan (.co.id), web (.web.id), school (.sch.id), other (.or.id), pemerintah (.go.id) dan perguruan tinggi (.ac.id).41

Media online memiliki beberapa keunggulan, yakni informasi yang bersifat up to date, real time, praktis, dan memiliki fasilitas hyperlink.42 Up to date karena media online dapat melakukan upgrade suatu informasi atau berita dari waktu ke waktu. Hal ini terjadi karena media online memiliki proses penyajian informasi dan berita yang lebih mudah dan sederhana. Real time, karena media online dapat langsung menyajikan informasi dan berita saat peristiwa berlangsung.

Selanjutnya, praktis, karena media online dapat diakses di mana saja dan kapan saja, sejauh didukung oleh fasilitas teknologi internet. Fasilitas hyperlink, yaitu sistem koneksi antara website ke website lain. Fasilitas hyperlink dapat dengan mudah menghubungkan dari situs satu ke situs lainnya sehingga pengguna dapat mencari atau memperoleh informasi lainnya.

Media online atau media baru telah menyediakan wadah baru bagi tampilan media konvensional.43 Program-program di media cetak, radio, dan televisi dikembangkan dalam berbagai program yang berplatform internet. Penggunaan teknologi digital dalam media memungkinkan teknologi transmisi baru dibandingkan media konvensional. Transmisi baru memberikan sajian audio visual dan manipulasi dilakukan menggunakan teknologi komputer. Sementara untuk teks, informasi dapat dicetak dan diakses melalui internet.44

41 Hermin Indah Wahyuni, Kebijakan Media Baru di Indonesia, h. 70.

42 Syarifudin Yunus, Jurnalistik Terapan, h. 32.

43 Hermin Indah Wahyuni, Kebijakan Media Baru Di Indonesia, h. 97.

44 Hermin Indah Wahyuni, Kebijakan Media Baru Di Indonesia, h. 97.

(36)

Kemunculan teknologi digital dengan platform media internet, menjadikan media konvensional seperti media cetak memanfaatkannya untuk berintegrasi di dalamnya. Prinsipnya, isi masih serupa, tetapi formatnya dapat dipilih oleh pembacanya melalui media cetak atau media internet. Tantangan dalam media internet, informasi yang disajikan tidak lagi dibatasi pada edisi harian atau mingguan, tetapi dalam hitungan jam.45

Sementara untuk televisi, digitalisasi dapat diintegrasikan melalui internet.

Beberapa televisi swasta nasional yang memiliki situs alamat di internet, memiliki layanan streaming sehingga pengguna internet dapat menikmati acara televisi melalui internet pada tayangan-tayangan tertentu.46

Media online makin dipilih dan digemari oleh kalangan jurnalistik dan masyarakat karena tidak hanya dapat mencari dan memperoleh informasi semata, tetapi juga dapat melakukan korespondensi atau komunikasi tertulis dengan narasumber.

Satu catatan dari media online bahwa pemanfaatan media berbasis teknologi internet akan semakin berkembang pesat di masa yang akan datang. Oleh karena itu, media massa perlu lebih jeli dalam menyikapi keberadaan media online untuk tetap mempertahankan eksistensinya di mata publik.

E. Peran Media Online dalam Penanggulangan Bencana

Upaya penanggulangan bencana di Indonesia saat ini memerlukan dukungan dari media massa dalam memberikan informasi kepada masyarakat.

45 Hermin Indah Wahyuni, Kebijakan Media Baru Di Indonesia, h. 98.

46 Hermin Indah Wahyuni, Kebijakan Media Baru Di Indonesia, h. 101.

(37)

Mulai dari informasi pra bencana, bencana, hingga pasca bencana yang berkaitan dengan penanggulangan bencana. Hal tersebut diperlukan untuk mencapai human security dalam pembangunan yang berkelanjutan sehingga dapat meminimalisasi dampak korban jiwa maupun material.

Perkembangan teknologi informasi sangat pesat dengan hadirnya internet yang dapat diakses di mana saja dan kapan saja. Kelebihan dari media online dapat dijadikan sistem peringatan dini (early warning system) bagi masyarakat dan mengingatkan masyarakat untuk lebih siap saat menghadapi bencana.47

Kemampuan media online untuk menjangkau masyarakat secara luas dan cepat menjadi aspek yang sangat penting dalam kondisi potensial bencana.

Masyarakat dapat menerima informasi yang sama dalam waktu yang hampir bersamaan meskipun di tempat yang berbeda karena pemanfaatan media online.

Dengan kepraktisannya, media online juga diharapkan mampu memberikan edukasi kepada masyarakat tentang bencana dan pencegahannya.

Media sebenarnya tidak berfungsi sebagai pencegah datangnya suatu bencana. Tapi media dapat berfungsi sebagai kontribusi mencegah atau mengurangi dampak bencana dengan mendidik masyarakat agar lebih mengetahui bencana.

Media dituntut untuk tanggap dalam penyampaian informasi dan edukasi kepada masyarakat.

Tifatul Sembiring Menteri Komunikasi dan Informatika (periode 2014) di Jakarta dalam pertemuan Media untuk Perubahan Iklim dan Pengurangan Risiko Bencana memaparkan, media jangan hanya menampilkan sisi traumatis dan sisi

47 Donna Asteria, Optimalisasi Komunikasi Bencana di Media Massa Sebagai Pendukung Manajemen Bencana, (Jurnal Komunikasi ISKI, Vol. 1, No. 1, 2016), h. 1.

(38)

dramatis dari bencana untuk menarik penonton.48 Media diharapkan mampu berperan memberikan informasi yang mendidik kepada masyarakat baik tentang potensi bencana dan dampaknya. Informasi yang disebarkan oleh media online seharusnya membantu masyarakat agar mengenal berbagai potensi bencana dan cara penanggulangannya.

Media seharusnya dapat memberi informasi dan pendidikan kepada masyarakat mengenai cara bagaimana mengatasi tiga keadaan yakni sebelum bencana terjadi, saat bencana dan pasca bencana. Media seharusnya mengutamakan kepentingan publik dalam memperoleh informasi yang benar dan menyeluruh mengenai bencana yang terjadi.

Pemberitaan media tentang bencana selain menyajikan fakta juga dapat bermanfaat sebagai acuan bagi wilayah lain yang memiliki kerentanan bencana yang sama. Misalnya, berita tentang proses evakuasi, identifikasi tanda-tanda alam tentang terjadinya bencana. Hal tersebut dapat menjadi pedoman masyarakat ke depannya agar lebih waspada dengan segala kemungkinan yang dapat terjadi.

Informasi yang disampaikan melalui media online sangat membantu berbagai pihak untuk mengetahui bencana alam apa yang sedang terjadi berikut dengan perkembangannya. Terkait liputan bencana alam, media online bukan hanya menyajikan informasi pada saat terjadi bencana tetapi juga informasi yang berkaitan dengan pemulihan atau recovery di wilayah yang terkena bencana. Media online menjadi acuan bagi masyarakat untuk memperoleh informasi secara resmi sesuai dengan fungsinya sebagai kontrol sosial.

48 Puji Lestari, dkk, Pemberitaan di Media Online untuk Pengurangan Risiko Bencana Gunung Sinabung, (Unpad: Jurnal Kajian Komunikasi, Vol. 6, No. 1, Juni 2018), h. 111.

(39)

Media juga melakukan fungsi pengawasan dan pengamatan terhadap hal- hal yang terjadi di masyarakat, sehingga masyarakat selalu dapat mengetahui segala sesuatu yang terjadi di lingkungannya. Media juga menjalankan fungsi interpretasi yaitu memberikan penjelasan mengapa suatu peristiwa terjadi.

Dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana disebutkan bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi secara tertulis dan/atau lisan tentang kebijakan penanggulangan bencana dan berkewajiban untuk memberikan informasi yang benar kepada publik tentang penanggulangan bencana. Ketentuan undang-undang tersebut menyebutkan bahwa media merupakan salah satu pemangku kepentingan yang memiliki peran penting untuk menyebarluaskan informasi tentang kebijakan dalam pencegahan dan pengurangan risiko bencana.

Dissasterchannel.co49 mengutip makalah yang berjudul Media dan Agenda- agenda Pemberdayaan Pasca Bencana menyatakan ada dua hal yang mengindikasikan besarnya peran dan perhatian media terhadap bencana. Pertama, bencana biasanya menciptakan situasi yang tidak pasti (uncertainty). Dalam situasi seperti itu, masyarakat akan memuncak rasa ingin tahunya. Kedua, bencana bagi media merupakan sebuah “event” besar yang tidak bisa dilewatkan begitu saja.

49 Disasterchannel.co adalah portal kebencanaan pertama di Indonesia. Portal ini diinisiasi oleh Planas PRB, TEMPO, serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Portal ini merupakan langkah awal dari tujuan besar pihak-pihak tersebut untuk membangun knowledge management center untuk mereduksi dampak bencana. Berbeda dengan portal lainnya, porsi informasi kebencanaan dalam portal DisasterChannel.co lebih banyak tentang semangat pengurangan risiko bencana.

(40)

Sebagai sebuah “event”, bencana memiliki daya tarik yang luar biasa tanpa harus direkayasa. Bencana sendiri sudah mengandung unsur dramatik bukan buatan.50

Pemberitaan mengenai bencana dapat menjadi sebuah pemicu untuk menumbuhkan empati. Rasa empati, pada akhirnya dapat mendorong yang tidak berada pada situasi sulit untuk membantu yang berada pada situasi sulit, sehingga dalam konteks bencana, kesulitan korban bisa diminimalkan. Namun, peran media tidak hanya sampai di situ. Media mesti berperan membangun kesejajaran antara korban dan bukan korban; bahwa empati adalah kewajaran yang mesti dimiliki dalam hubungan antar sesama manusia. Karena dengan hal tersebut, akan terjadi empati yang berkelanjutan serta solidaritas yang kokoh, sehingga tidak ada lagi korban-korban yang terabaikan.

Media juga berperan dalam mengontrol serta menjembatani informasi tentang kondisi dan kebutuhan korban terhadap publik, sehingga distribusi bantuan bisa tepat guna dan tepat sasaran.

Topik berita tentang bencana gempa bumi dapat diakses melalui media online yang menyuguhkan informasi pada saat pra bencana, bencana, maupun pasca bencana. Banyak media yang tertarik untuk memberitakan informasi bencana, seperti bencana gempa bumi di Lombok pada 2018. Media online yang tertarik dan ikut memberitakan hal tersebut antara lain media online Tempo.co dan Kompas.com yang menjadi kajian penelitian ini.

50 RN, Peran Media dalam Bencana, Diakses dari

http://disasterchannel.co/2015/05/02/peran-media-dalam-bencana/ pada 11 Juli 2019 pukul 00.20 WIB.

(41)

31

METODOLOGI PENELITIAN

A. Paradigma Penelitian

Penelitian ini menggunakan salah satu jenis paradigma yakni positivisme.

Paradigma ini menjelaskan bahwa realitas atau suatu fenomena itu dapat diklasifikasikan, teramati dan terukur. Kepentingan utama dari penelitian tentang paradigma positivisme ialah untuk menemukan kebenaran universal dengan membuktikan konsep-konsep atau variabel tertentu.

Pengaruh positivisme dalam penelitian komunikasi sangat jelas ketika persoalan yang dipertanyakan berkaitan dengan perilaku-perilaku orang dalam berkomunikasi.1 Termasuk kekuatan media dalam memengaruhi dan mengubah perilaku khalayak.

B. Pendekatan Penelitian

Metode pendekatan penelitian yang digunakan adalah kuantitatif.

Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mendapat informasi guna penarikan kesimpulan dan pengambilan keputusan yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya.2 Alur berpikir yang mendasari penelitian dengan pendekatan ini adalah deduktif, yang berarti penelitian didasarkan pada teori atau konsep tertentu yang akan dibuktikan atau untuk menjawab permasalahan.

1 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014), h. ix.

2 Benny Kurniawan, Metodologi Penelitian, (Tangerang: Jelajah Nusa, 2012), h. 21.

(42)

Pendekatan kuantitatif merupakan pendekatan yang menggambarkan atau menjelaskan suatu masalah yang hasilnya dapat digeneralisasikan. Dengan demikian tidak terlalu mementingkan kedalaman data atau analisis. Penulis lebih mementingkan aspek keluasan data atau hasil riset dianggap merupakan hasil representasi dari seluruh populasi.3 Pendekatan kuantitatif bertujuan untuk menggambarkan atau menjelaskan suatu kejadian. Pendekatan kuantitatif pada penelitian ini digunakan agar dapat mengetahui kuantitas ketertarikan media dalam pemberitaan bencana gempa bumi di Lombok, Nusa Tenggara Barat pada 2018.

C. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan ialah analisis isi. Analisis isi merupakan teknik penelitian ilmiah yang ditujukan untuk menarik referensi dari isi dan mengetahui gambaran karakteristik isi. Penelitian dengan metode analisis isi bertujuan untuk mengidentifikasi secara sistematis isi komunikasi yang tampak, objektif, valid, replikasi dan reliabel.4

Pada dasarnya, analisis isi menekankan metode penelitian yang menggunakan seperangkat prosedur untuk membuat kesimpulan yang valid dari suatu teks. Maksud dari kesimpulan adalah tentang pengirim pesan, pesan itu sendiri, ataupun penerima pesan.5 Dengan cara menghitung atau mengukur aspek dari isi dan menyajikannya secara kuantitatif. Analisis isi hanya menekankan pada apa yang tersurat dengan memberi tanda atau meng-coding apa yang dilihat penulis.

3 Rachmat Kriyantono, Teknis Praktis Riset Komunikasi, h. 55.

4 Eriyanto, Analisis Isi Pengantar Metodologi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu- ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011) h. 15.

5 Robert Philip Weber, Basic Content Analysis, 2th ed, (California: Sage Publications, 1990), h. 9.

(43)

Jenis penelitian yang akan penulis lakukan ialah berbentuk deskriptif. Jenis penelitian deskriptif bertujuan memberikan gambaran lengkap mengenai keadaan sosial dan hubungan-hubungan yang terdapat dalam sebuah penelitian.6 Penelitian deskriptif ini akan menentukan dan melaporkan keadaan yang sekarang sedang terjadi. Jenis penelitian deskriptif juga membantu memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan dengan sejelas mungkin. Dalam penelitian ini data yang bersifat kuantitatif dengan teknik analisi isi akan diinterpretasikan hasil peng- coding-annya.

Unit pencatatan yang digunakan adalah unit tematik. Unit tematik melihat topik pembicaraan dari suatu teks yang sama menjadi satu kesatuan.7 Jadi, teknik analisis isi, menggunakan pendekatan kuantitatif berdasarkan dari frekuensi yang jelas akan jumlah dan persentase kejadian dari variabel melalui angka.

D. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek merupakan responden yang memahami objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian, sedangkan yang dimaksud dengan objek penelitian yaitu sasaran dalam penelitian.8

Subjek dalam penelitian ini adalah Tempo.co dan Kompas.com. Sedangkan objeknya adalah berita tentang bencana gempa bumi di Lombok pada 2018.

6 Rony Kountur, Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, (Jakarta: PPM, 2003), h. 105.

7 Eriyanto, Analisis Isi Pengantar Metodelogi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu- ilmu Sosial Lainnya, h. 84.

8 Burhan Bungin, Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 76.

(44)

E. Populasi dan Sampel

Populasi didefinisikan sebagai kesimpulan yang didapat dari wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh penulis untuk dipelajari, sedangkan sampel yakni sebagian dari elemen-elemen tertentu suatu populasi yang diteliti.9

Penulis menggunakan populasi sebagai sumber data penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah pemberitaan bencana gempa bumi di Lombok yang dipublikasikan Tempo.co dan Kompas.com sebanyak 554 berita antara tanggal 29 Juli 2018 sampai dengan 23 September 2018.

F. Teknik Pengumpulan Data

Penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara sebagai berikut:

1. Data Primer

Data primer didapat melalui observasi. Observasi merupakan kegiatan mengamati secara langsung tanpa mediator.10 Adapun observasi yang penulis lakukan dengan meninjau hasil berupa teks berita yang telah dipublikasikan oleh Tempo.co dan Kompas.com, dari 29 Juli 2018 sampai 23 September 2018.

Dalam periode itu, diperoleh sebanyak 554 berita.

9 Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), h. 139.

10 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, h. 106.

(45)

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diterbitkan atau digunakan oleh organisasi yang bukan pengolahnya. Data sekunder ini diperoleh dari buku, jurnal, dan situs-situs internet yang berkaitan dengan isu pemberitaan yang menjadi objek penelitian.

G. Teknik Analisis Isi

Adapun Teknik Analisis Isi yang akan penulis jabarkan di bawah ini, terdiri dari Definisi Analisis Isi dan Ciri-ciri dalam Analisis Isi. Berikut ini penjelasannya:

1. Definisi Analisis Isi

Analisis isi merupakan salah satu penelitian yang dipakai untuk mengetahui isi yang terdapat dalam dokumen. Perbedaan analisis isi dengan bentuk penelitian yang lain adalah penggunaannya. Analisis isi dipakai untuk mengukur secara kuantitatif aspek-aspek tertentu dari isi secara tersurat.11

Dalam sejarahnya menurut Krippendorff, analisis isi hadir pertama kali di Swedia pada abad XVII.12 Namun, sampai pada 1920-an analisis isi baru mendapat pengakuan sebagai metode ilmiah oleh para ilmuwan sosial dari berbagai bidang. Hingga saat ini, beragam disiplin ilmu menggunakan metode ini seperti sosiologi, komunikasi, psikologi, politik, dan antropologi. Pada abad

11 Eriyanto, Analisis Isi Pengantar Metodologi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu- ilmu Sosial Lainnya, h. 1.

12 Eriyanto, Analisis Isi Pengantar Metodologi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu- ilmu Sosial Lainnya, h. 6.

Gambar

Tabel 3.1  Kategori Pemberitaan Bencana Gempa Bumi Lombok pada 2018 di  Tempo.co dan Kompas.com ..........................................................
Tabel 3.2  Koefisien Reliabilitas
Tabel Kategori
Tabel Hasil Penjurian

Referensi

Dokumen terkait

menurut Anett Keller 61 , yakni Koran Tempo, SKH Kompas, Media Indonesia dan Republika dalam hal kasus Konflik Papua yang bergulir

Media Indonesia, Kompas, Koran Tempo menjadi pilihan obyek penelitian karena tergolong media besar (raksasa) di Indonesia dimana memiliki tiras yang cukup tinggi. Dalam penelitian