• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberitaan Media Terhadap Bencana Jepang (Studi Analisis Wacana Teun A. Van DIJK Pada Harian Kompas Tentang Pemberitaan Gempa Dan Tsunami Jepang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemberitaan Media Terhadap Bencana Jepang (Studi Analisis Wacana Teun A. Van DIJK Pada Harian Kompas Tentang Pemberitaan Gempa Dan Tsunami Jepang)"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERITAAN MEDIA TERHADAP BENCANA JEPANG

(STUDI ANALISIS WACANA TEUN A. VAN DIJK PADA HARIAN KOMPAS TENTANG PEMBERITAAN GEMPA DAN TSUNAMI JEPANG)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Diajukan oleh:

Agatha Rebecca Rajagukguk 090922062

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI EKSTENSI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul “Pemberitaan Media Terhadap Bencana Gempa” (Studi Analisis Wacana Teun A. Van Dijk pada Harian Kompas Tentang Pemberitaan Gempa dan Tsunami Jepang). Dalam hal pemberitaan realita di masyarakat, media tidak hanya memberitakan apa yang terjadi, tetapi juga mengkonstruksi realita tersebut, menyembunyikan sebagian fakta dan menonjolkan fakta lainnya. Belakangan ini ada peristiwa yang terjadi pada negara besar yang telah menjadi berita yang besar pula dalam berbagai media massa seperti televisi, radio, internet, majalah dan surat kabar. Masyarakat dunia dikejutkan dengan terjadinya bencana hebat yang melanda negara Jepang yang memiliki sebutan negara Sakura dan negara Matahari Terbit. Negara Jepang ini kembali diguncang gempa yang sangat dasyat setelah 140 tahun terakhir ini baru mengalami kembali bencana yang luar biasa.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa teori yang relevan, yaitu: Komunikasi dan Komunikasi Massa, Pers dan Jurnalistik, Media Massa dan Surat Kabar, Ideologi, Analisis Wacana kritis, Analisis Wacana Teun A. van Dijk.

(3)

oleh wartawan.

(4)

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Jl. Dr. Sofyan No. 1 Telp. (061) 8217168

Lembar Persetujuan Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

Nama : Agatha Rebecca Rajagukguk

Nim : 090922062

Judul : Pemberitaan Media terhadap Bencana Jepang (Studi Analisis Wacana Teun A.

Van Dijk pada Harian Kompas tentang pemberitaan gempa dan tsunami

Jepang)

Pembimbing Ketua Departemen

(Haris Wijaya, S.Sos, M.Comm) (Dra. Fatma Wardi Lubis, MA)

NIP. 197711062005011001 NIP. 196208281986012001

Dekan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Universitas Sumatera Utara

(Prof. Dr. Badarrudin, M.Si)

(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ……….. i

KATA PENGANTAR………... ii

DAFTAR ISI………...vi

DAFTAR TABEL……… ix

BAB 1 PENDAHULUAN………. 1

I.1 Latar Belakang……….. 1

I.2 Perumusan Masalah……….. 6

I.3 Pembatasan Masalah………... 6

I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian………. 7

I.4.1 Tujuan Penelitian………7

I.4.2 Manfaat Penelitian………. 7

I.5 Kerangka Teori………. 7

I.5.1 Imperialisme Budaya……… 8

I.5.2 Representasi………... 9

I.5.3 Ideologi...……… 11

I.5.4 Analisis Wacana Kritis... 13

I.5.5 Analisis Wacana Teun A.Van Dijk...14

I.6 Kerangka Konsep………15

I.7 Operasionalisasi Konsep………... 16

BAB II URAIAN TEORITIS………. 18

II.1 Imperialisme Budaya………. 18

II.2 Representasi...………... .. 22

(6)

II.4 Analisis Wacana Kritis……….. 30

II.5 Analisis Wacana Teun A. Van Dijk... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN………. 44

III.1 Deskripsi Objek Penelitian…...……….. 44

III.2 Tipe Penelitian………... 45

III.3 Subjek Penelitian...……… 46

III.4 Unit dan Level Analisis..………... . 46

III.5 Teknik Pengumpulan Data………. 47

III.6 Teknik Analisis Data... 47

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………... 49

IV.1 Analisis Wacana Novel Indiana Chronicle Blues... 50

IV.2 Diskusi dan Pembahasan………. 155

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….. 161

V.1 Kesimpulan……… 161

V.2 Saran……….. 162

DAFTAR PUSTAKA……….. 163 LAMPIRAN

(7)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul “Pemberitaan Media Terhadap Bencana Gempa” (Studi Analisis Wacana Teun A. Van Dijk pada Harian Kompas Tentang Pemberitaan Gempa dan Tsunami Jepang). Dalam hal pemberitaan realita di masyarakat, media tidak hanya memberitakan apa yang terjadi, tetapi juga mengkonstruksi realita tersebut, menyembunyikan sebagian fakta dan menonjolkan fakta lainnya. Belakangan ini ada peristiwa yang terjadi pada negara besar yang telah menjadi berita yang besar pula dalam berbagai media massa seperti televisi, radio, internet, majalah dan surat kabar. Masyarakat dunia dikejutkan dengan terjadinya bencana hebat yang melanda negara Jepang yang memiliki sebutan negara Sakura dan negara Matahari Terbit. Negara Jepang ini kembali diguncang gempa yang sangat dasyat setelah 140 tahun terakhir ini baru mengalami kembali bencana yang luar biasa.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa teori yang relevan, yaitu: Komunikasi dan Komunikasi Massa, Pers dan Jurnalistik, Media Massa dan Surat Kabar, Ideologi, Analisis Wacana kritis, Analisis Wacana Teun A. van Dijk.

(8)

oleh wartawan.

(9)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Semenjak masa reformasi dunia pers dan jurnalistik mengalami perkembangan pesat. Perkembangan ini ditandai dengan munculnya media massa mulai dari media cetak hingga media massa elektronik. Bahkan, dari segi isi dan pemberitaan, media juga dapat dikatakan lebih ‘berani’ dalam memberitakan realita pada masyarakat atau mengomentari kebijakan pemerintah bahkan mengeluarkan pendapat mengenai oknum-oknum tertentu.

Pers berkembang pesat ini mempunyai sistem terbuka dan cenderung mempunyai kualitas penyesuaian, yang berarti ia akan menyesuaikan diri kepada perubahan dalam lingkungan demi kelangsungan hidupnya. Jika saja pers tidak mampu menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi dan situasi yang semakin pesat ini, maka pers bisa saja akan mati, mati karena dimatikan (dicabut ijinnya atau dilarang terbit), atau mati karena tidak diminati oleh khalayak.

(10)

Jurnalistik adalah kegiatan menghimpun berita, mencari fakta dan melaporkan peristiwa. Jurnalistik sangat penting kapan pun, dimana pun dan sampai kapan pun. Secara sederhana jurnalistik juga dapat didefinisikan sebagai teknik mengelola berita mulai dari mendapatkan bahan sampai kepada menyebarluaskan berita tersebut kepada khalayak (Effendy, 2007: 95).

Pada awalnya, jurnalistik hanya mengelola hal-hal yang sifatnya informasi saja. Produk jurnalistik yang pertama adalah Acta Diurna yang digunakan oleh Kaisar Julius Caesar sebagai alat komunikasi yang berisikan pengumuman-pengumuman dari Kaisar yang saat itu berkuasa kepada khalayak dengan ditempel pada semacam papan pengumuman.

Dalam perkembangan masyarakat selanjutnya, surat kabar yang dapat mencapai seluruh rakyat secara massal itu dipergunakan oleh kaum idealis untuk melakukan sosial kontrol, sehingga surat kabar tidak hanya bersifat informatif melainkan bersifat persuasif. Bukan hanya memberikan informasi saja, tetapi juga mampu membujuk dan mengajak khalayak untuk mengambil sifat tertentu agar berbuat melakukan sesuatu ataupun tidak melakukan sesuatu. Sehingga dengan latar belakang inilah surat kabar dikategorikan kepada media massa.

(11)

Jenis-jenis media massa adalah media massa cetak (printed media), media massa elektronik (electronic media) dan media online (cybermedia). Media elektronik adalah radio, televisi dan film. Sedangkan media cetak berdasarkan formatnya terdiri dari koran atau suratkabar, tabloid, newsletter, majalah, bulletin dan buku. Media online adalah website internet yang berisikan informasi aktual layaknya media massa cetak.

Dipandang dari sudut sejarah produk jurnalistik, surat kabar merupakan produk jurnalistik yang tertua. Acap kali ketika berbicara mengenai surat kabar ataupun koran maka yang terbersit di pemikiran adalah sekumpulan berita yang disajikan untuk khalayak. Sehingga surat kabar sering kali identik dengan berita.

Definisi berita ataupun news begitu banyak yang dapat diketahui dari berbagai literatur, yang satu dengan yang lain dapat berbeda karena pandangan masing-masing yang dapat berbeda-beda juga. Definisi berita dapat ditemukan sangat banyak, puluhan bahkan hingga ratusan dari berbagai sumber. Menurut Prof. Mitchel V. Charnley berita adalah laporan tercatat mengenai fakta atau opini yang mengandung hal yang menarik minat atau penting, atau kedua-duanya, bagi sejumlah besar penduduk. Unsur fakta yang dilaporkan dalam berita seharusnya mencakup 5W+1H: what (apa yang terjadi), who (siapa pelaku atau orang yang terlibat dalam kejadian itu), why (kenapa hal itu terjadi), when (kapan kejadiannya), where (di mana terjadinya) dan how (bagaimana proses kejadiannya).

(12)

yang terjadi. Dan setiap peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam segala aspek kehidupan dapat dijadikan sebuah berita. Dan dengan adanya berita khalayak akan lebih mengerti dan paham tentang peristiwa yang terjadi dan dilaporkan melalui berita.

Dalam hal pemberitaan realita di masyarakat, media tidak hanya memberitakan apa yang terjadi, tetapi juga mengkonstruksi realita tersebut, menyembunyikan sebagian fakta dan menonjolkan fakta lainnya. Alex Sobur berpendapat, bahwa isi media pada hakekatnya adalah hasil konstruksi realitas dengan bahasa sebagai perangkat dasarnya. Media menyusun realitas dari berbagai peristiwa yang terjadi hingga menjadi cerita atau wacana yang bermakna. Pembuatan berita di media pada dasarnya adalah penyusunan realitas-realitas hingga membentuk sebuah cerita atau wacana yang bermakna (Hamad, 2004: 11). Belakangan ini ada peristiwa yang terjadi pada negara besar yang telah menjadi berita yang besar pula dalam berbagai media massa seperti televisi, radio, internet, majalah dan surat kabar. Kembali masyarakat dunia dikejutkan dengan terjadinya bencana hebat yang melanda negara Jepang yang memiliki sebutan negara Sakura dan negara Matahari Terbit. Negara Jepang ini kembali diguncang gempa yang sangat dasyat setelah 140 tahun terakhir ini baru mengalami kembali bencana yang luar biasa.

(13)

yang menyapu bersih sebagian Jepang utara, jaringan listrik, telepon dan transportasi di Tokyo, ibu kota negara, pun putus total.

Televisi, media cetak, radio dan situs berita online di seluruh dunia telah merilis bencana itu. Hal yang mengagumkan dunia, seluruh kejadian serta momen dramatis dan mendebarkan direkam televisi Jepang detik demi detik, sejak awal gempa, datangnya tsunami, hingga air bah itu ”diam”. Jepang lalu mengabarkan drama amuk alam yang menyebabkan lebih dari 10.000 orang tewas dan 10.000 orang hilang itu ke seluruh dunia. Meski sempat panik, Jepang dengan cepat bangkit, mengerahkan seluruh kekuatannya, mulai dari tentara, kapal, hingga pesawat terbang. Jumlah tentara dinaikkan dua kali lipat dari 51.000 personel menjadi 100.000 personel. Sebanyak 145 dari 170 rumah sakit di seluruh daerah bencana beroperasi penuh.

Sekalipun kelaparan dan krisis air bersih mendera jutaan orang di sepanjang ribuan kilometer pantai timur Pulau Honshu dan pulau lain di Jepang, para korban sabar dan tertib menanti distribusi logistik. Hingga hari keempat pascabencana, tidak terdengar aksi penjarahan dan tindakan tercela lainnya (Kompas: Rabu, 16 Maret 2011, hal 1).

(14)

kabar berskala nasional yang memuat berita gempa dan tsunami Jepang. Selain itu, harian ini juga memiliki berita-berita yang baik dan layak untuk dipelajari dan dianalis.

Harian Kompas dengan motto “Amanat Hati Nurani Rakyat” merupakan harian yang terbit untuk umum, terbit sejak 28 Juni 1965. Harian Kompas ini berkantor pusat di Jakarta yang merupakan bagian dari kelompok Kompas Gramedia. Selain itu, Harian Kompas adalah satu-satunya koran di Indonesia yang diaudit oleh Audit Boreau of Circulations (ABC). Bahkan Harian Kompas telah menyediakan e-paper dengan konsep surat kabar digital, sehingga dapat membantu peneliti mendapatkan tambahan informasi walaupun terbitan yang sudah lewat sekalipun melalui situs

I.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah ini ditujukan untuk upaya membatasi penelitian agar lebih terarah dan tidak terlalu luas namun tetap dalam fokus yang diharapkan dan yang telah ditentukan. Berdasarkan latar belakang dari uraian yang sebelumnya, maka rumusan masalah penelitian ini adalah yang berikut ini:

“Bagaimanakah pemberitaan media terhadap bencana alam gempa dan tsunami Jepang pada Harian Kompas?”

I.3. Pembatasan Masalah

(15)

membatasi masalah yang akan diteliti. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif, untuk mengetahui pemberitaan gempa dan tsunami Jepang 2011.

2. Penelitian ini menggunakan pisau analisis wacana Teun Van Dijk. Media yang diteliti adalah media massa cetak harian Kompas. 3. Berita yang diteliti adalah pemberitaan mengenai bencana alam

gempa bumi dan tsunami Jepang 2011. Penelitian ini terbatas pada analisis wacana berita headline news dari Harian Kompas terbitan 12 Maret 2011 – 19 Maret 2011.

4. Penelitian ini dilakukan dalam bulan Maret – Agustus 2011.

I.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut ini:

1. Penelitian bertujuan untuk menganalis wacana berita mengenai gempa dan tsunami Jepang pada Harian Kompas.

(16)

I.5. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara akademis, penelitian diharapkan mampu memperluas atau mampu menambah khasanah penelitian komunikasi dan sumber bacaan kepada mahasiswa di Departemen Ilmu Komunikasi Ekstensi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU.

2. Secara teoritis, penelitian ini untuk menerapkan ilmu yang diterima peneliti selama menjadi mahasiswa Ilmu Komunikasi Ekstensi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU, serta menambah cakrawala dan wawasan peneliti mengenai wacana berita dari jenis berita jurnalistik.

3. Secara praktis, penelitian ini dapat memberikan masukan kepada siapa saja yang tertarik pada berita jurnalistik serta memberikan masukan kepada bidang yang bergerak di dunia jurnalistik termasuk juga Harian Kompas.

I.6. Kerangka Teori

(17)

Setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan untuk memecahkan masalah atau menyoroti masalah tersebut. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana penelitian disorot. Uraian di dalam kerangka teori ini merupakan hasil berfikir rasional yang dituangkan secara tertulis meliputi aspek-aspek yang terdapat di dalam masalah ataupun sub-sub masalah (Nanawi, 2002: 39-40). Dalam penelitian ini, teori-teori yang dianggap relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:

I.6.1. Komunikasi dan Komunikasi Massa

Istilah komunikasi semula merupakan fenomena sosial, kemudian menjadi ilmu yang secara akademik berdisiplin mandiri. Ilmu komunikasi dewasa ini dianggap amat penting sehubungan dengan dampak dan manfaat sosial yang dibutuhkan bagi kemasyarakatan.

Secara sederhana komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator (pengirim pesan) kepada komunikan (penerima pesan). Proses penyampaian ini biasanya menggunakan media bahasa. Bahasa adalah lambang yang mewakili sesuatu, baik berwujud maupun yang tidak berwujud.

Harold D. Lasswell (Effendy, 2007: 28) menyatakan cara yang terbaik untuk menerangkan proses komunikasi adalah menjawab pertanyaan: who says what in which channel to whom with what effect (siapa mengatakan apa melalui

saluran apa kepada siapa dengan efek apa).

(18)

secara serentak. Komunikasi massa menyampaikan informasi, gagasan dan sikap kepada komunikan yang beragam dalam jumlah banyak dengan menggunakan media, yaitu media massa.

Komunikasi massa merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh (terpencar), sangat heterogen dan menimbulkan efek tertentu. Secara sederhana komunikasi massa adalah menyiarkan informasi, gagasan dan sikap kepada komunikan yang beragam dalam jumlah yang banyak dengan menggunakan media. Komunikasi massa biasanya menghendaki organisasi resmi dan rumit untuk melakukan operasinya (Effendy, 2007: 80).

Menurut Everett M. Rogers, media massa terbagi dalam dua bentuk, yakni media massa modern dan media massa tradisional. Media massa modern antara lain adalah televisi, surat kabar, radio, film, dan lain-lain. Media massa tradisional meliputi teater rakyat, juru dongeng keliling, juru pantun dan lain-lain (Effendy, 2007: 79). Komunikasi massa yang dibahas dalam penelitian Everett ini adalah komunikasi massa modern.

I.6.2. Pers dan Jurnalistik

(19)

Pers mempunyai dua macam pengertian, yakni pers dalam arti sempit dan pers dalam arti luas. Pers dalam arti sempit adalah media massa cetak, seperti surat kabar, majalah, mingguan tabloid dan sebagainya, sedangkan pers dalam arti luas meliputi media massa cetak elektronik, antara lain radio siaran dan televisi siaran, sebagai media yang menyiarkan karya jurnalistik. Jadi, tegasnya pers adalah lembaga atau badan atau organisasi yang menyebarkan berita sebagai karya jurnalistik kepada khalayak.

Jurnalistik ataupun journalisme berasal dari perkataan journal, artinya catatan harian, ataupun catatan mengenai kejadian sehari-hari. Dari perkataan itulah lahir kata jurnalis, yaitu orang yang melakukan kegiatan ataupun pekerjaan jurnalistik. Secara sederhana jurnalistik dapat didefinisikan sebagai teknik mengelola berita mulai dari mendapatkan bahan samapai kepada menyebarluaskannya kepada khalayak (Effendy, 2007: 95).

Juranlistik juga diart ikan sebagai semacam kepandaian mengarang yang pokoknya untuk memberi perkabaran pada masyarakat dengan selekas-lekasnya agar tersiar seluas-luasnya. Karena perkembangan zaman, jurnalistik diartikan sebagai salah satu bentuk komunikasi yang menyiarkan berita atau ulasan berita tentang berita mengenai peristiwa-peristiwa sehari-hari yang umum dan aktual dengan secepat-cepatnya (Kusumaningrat, 2007: 15).

(20)

tanpa disampaikan oleh pers sebagai medianya, bahkan boleh dikatakan bahwa pers adalah media khusus untuk digunakan dalam mewujudkan dan menyampaikan karya jurnalistik kepada khalayak.

Dalam kenyataannya jurnalistik selalu berberhubungan dengan pers. Jurnalistik diibaratkan sebagai bentuk komunikasinya, bentuk kegiatannya, isinya. Sedangkan pers itu adalah media di mana jurnalistik itu disalurkan. Pers dan jurnalistik merupakan dwitunggal. Pers tidak mungkin berorganisasi tanpa jurnalistik, sebaliknya jurnalistik tidak mungkin mewujudkan suatu karya bernama berita tanpa pers. Pers dan jurnalistik acap kali diibaratkan sebagai jiwa dan raga yang saling mengisi dan melengkapi.

I.6.3. Media Massa dan Surat Kabar

Komunikasi massa diadopsi dari istilah bahas inggris, mass communication, kependekan dari mass media communication (komunikasi media massa). Artinya, komunikasi yang menggunkan media massa.

Menurut Nurudin (2004: 1) komunikasi massa adalah studi ilmiah tentang media massa beserta pesan yang dihasilkan pembaca atau pendengar atau penonton yang coba diraihnya dan efeknya terhadap mereka. Komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa. Sebab, awal perkembangannya, komunikasi massa berkembang dari kata media of mass communications (Nurhidayat, 2004: 20).

(21)

sehari-hari, istilah media massa ini sangat sering disingkat menjadi (http://id.wikipedia.org)

Keuntungan komunikasi dengan menggunakan media massa adalah bahwa media massa menimbulkan keserempakan artinya suatu pesan dapat diterima oleh komunikan yang jumlah relatif banyak. Jadi untuk menyebarkan informasi, media massa sangat efektif untuk dapat mengubah sikap, pendapat dan prilaku komunikasi.

Media massa yang paling pertama ditemukan adalah media cetak, dalam hal ini berupa surat kabar atau majalah, definisi surat kabar tidak bisa lepas dari karakteristiknya, surat kabar (news paper) dibatasi pengertiannya sebagai berikut: “ Penerbitan yang berupa lembaran yang berisi berita-berita, karangan-karangan, dan iklan yang dicetak dan secara tetap atau periodik dan dijual umum”. (Assegaf, 1983 : 140).

Sebuah surat kabar isinya merupakan catatan peristiwa (berita) atau karangan (artikel, feature dan sebagainya) dan iklan karena biasa memuat hal yang bersifat dagang (promosi) diterbitkan secara berkala (periodik) waktu penerbitannya akan menggolongkan sebagai sebuah surat kabar atas harian, mingguan, bulanan, atau mungkin tahunan. Surat kabar dijual untuk umum karena surat kabar ditujukan untuk umum atau khalayak luas bukan personal.

(22)

Di Indonesia sendiri, surat kabar berkembang dan mempunyai peranannya sendiri di tengah masyarakat hingga sekarang. Sejarah mencatat bahwa produk mesin ceta cukup signifikan dalam perkembangan surat kabar di aspek kehidupan keterkaitannya sebagai media massa yang berpengaruh di masyarakat. (http://id.wikipedia.org)

I.6.4. Analisis Wacana Kritis

Analisis wacana adalah istilah umum yang dipakai dalam beberapa disiplin ilmu dan dengan berbagai pengertian. Titik singgung dari setiap pengertian tersebut adalah analisis wacana berhubungan dengan studi mengenai bahasa atau pemakaian bahasa. Kalau analisis isi kuantitatif lebih menekankan pada pertanyaan ‘apa’ (what), sedangkan analisis wacana lebih melihat pada ‘bagaimana’ (how) dari pesan atau teks komunikasi. Lewat analisis wacana kita bukan hanya mengetahui isi teks berita, tetapi juga bagaimana pesan itu disampaikan. Lewat kata, frasa, kalimat, metafora seperti apa suatu berita disampaikan. Dengan melihat bagaimana bangunan struktur kebahasaan tersebut, analisis wacana lebih bisa melihat makna yang tersembunyi dari suatu teks (Eriyanto, 2001: xv).

(23)

memiliki hubungan dengan pengalaman empiris. Salah satu ciri dari pemikiran ini adalah pemisahan antara pemikiran dan realitas. Dalam kaitannya dengan analisis wacana, konsekuensi logis dari pemahaman ini adalah orang tidak perlu mengetahui makna-makna subjektif atau nilai yang mendasari pernyataannya, Sebab yang penting adalah apakah pernyataan itu dilontarkan secara benar menurut kaidah sintaksis dan semantik.

Pandangan kedua, disebut sebagai konstruktivisme. Aliran ini menolak pandangan positivis-empiris yang memisahkan subjek dan objek bahasa. Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan yang dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pernyataan. Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan wacana serta hubungan-hubungan sosialnya. Dalam hal ini, seperti dikatakan A.S Hikam, subjek memiliki kemampuan melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana. Bahasa dipahami dalam paradigma ini diatur dan dihidupkan oleh pernyataan-pernyataan yang bertujuan. Setiap pernyataan pada dasarnya adalah tindakan penciptaan makna, yakni tindakan pembentukan diri serta pengungkapan jati diri dari sang pembicara.

(24)

perilaku-perilakunya.

Analisis wacana tidak dipusatkan pada kebenaran/ketidakbenaran struktur tata bahasa atau proses penafsiran seperti pada analisis konstruktivisme. Analisis wacana menekankan pada konstelasi kekuatan yang terjadi pada proses produksi dan reproduksi makna. Bahasa tidak dipahami sebagai medium netral yang terletak di luar diri si pembicara. Bahasa dipahami sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subjek tertentu, tema-tema wacana tertentu, maupun strategi-strategi di dalamnya. Oleh karena itu analisis wacana dipakai untuk membongkar kuasa yang ada di dalam setiap proses bahasa; batasan-batasan apa yang diperkenankan menjadi wacana, perspektif yang mesti dipakai, topik apa yang dibicarakan. Wacana melihat bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan, karena menggunakan paradigma kritis, analisis wacana kategori ini disebut juga dengan analisis wacana kritis.

Dalam analisis wacana kritis, wacana disini tidak dipahami sebagai studi bahasa. Bahasa di sini dianalisis bukan dengan menggambarkan semata dari aspek kebahasaan tetapi juga menghubungkan dengan konteks. Artinya bahasa dipakai untuk tujuan dan praktek tertentu termasuk di dalamnya praktek kekuasaan dalam melihat ketimpangan yang terjadi.

I.6.5. Ideologi

(25)

plan or like” (sesuatu yang ada dalam pikiran atau rencana). Sedangkan logis

berasal dari kata logos yang berarti word. Kata ini berasal dari kata legein berarti science atau pengetahuan atau teori. Jadi ideologi menurut kata adalah

pencakupan dari yang terlihat atau mengutarakan apa yang terumus dalam pikiran sebagai hasil dari pemikiran.

Menurut Aart Van Zoest, dalam sebuah teks tidak akan pernah luput dari sebuah ideologi dan memiliki kemampuan untuk memanipulasi pembaca ke arah suatu ideologi (Sobur, 2004: 60). Setiap makna yang dikonstruksikan selayaknya memiliki suatu kecenderungan ideologi tertentu. Ideologi sebagai kerangka berpikir atau kerangka referensi tertentu yang dipakai oleh individu untuk melihat realitas dan bagaimana mereka menghadapinya (Sudibyo, 2001: 12).

Dalam pengertian yang paling umum, ideologi adalah pikiran yang terorganisir yakni nilai, orientasi dan kecenderungan yang saling melengkapi sehingga membentuk perspektif-perspektif ide yang diungkapkan melalui komunikasi dengan media teknologi dan komunikasi antar pribadi. Ideologi dipengaruhi asal-usulnya, asosiasi kelembagaan dan tujuannya, meskipun sejarah dan hubungan-hubungannya tidak pernah jelas seluruhnya (Lull, 1998: 1).

(26)

Kedua adalah suatu sistem kepercayaan yang dibuat, dalam ranah ini ideologi merupakan ide palsu atau kesadaran palsu yang akan hancur ketika dihadapkan dengan pengetahuan ilmiah. Jika diartikan, ideologi adalah seperangkat kategori yang dibuat dan kesadaran palsu dimana kelompok yang berkuasa atau yang menempatkan diri sebagai posisi yang dominan menggunakan kekuasaannya untuk mendominasi kelompok yang tidak dominan. Ideologi digambarkan bekerja dengan membuat hubungan-hubungan sosial yang tampak nyata, wajar dan alamiah. Dengan sadar ataupun tidak kita dibuat untuk menerima ideologi tersebut sebagai suatu kebenaran.

Ranah yang ketiga, merupakan suatu proses umum produksi makna dan ide. Ideologi diartikan sebagai istilah yang digunakan untuk menggambarkan produksi makna. Berita yang disajikan secara tidak sengaja merupakan gambaran dari ideologi tertentu. Sejumlah perangkat ideologi yang diangkat atau dibentuk dan diperkuat oleh media massa diberikan suatu legitimasi oleh mereka dan didistribusikan secara persuasif, sering menyolok kepada sejumlah khalayak yang besar dalam kategori jumlahnya.

I.6.6. Analisis Wacana Teun Van Djik

Menurut Van Dijk penelitian atas wacana tidak cukup jika didasarkan pada analisis atas teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu praktik produksi yang diamati. Perlu dilihat bagaimana suatu teks diproduksi sehingga kita memperoleh suatu pengetahuan kenapa teks bisa seperti itu (Eriyanto, 2001: 221).

(27)

kognisi sosial dipelajari proses produksi berita yang melibatkan kognisi individu dan wartawan. Sedangkan konteks sosial mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah (Eriyanto, 2001: 222).

Teks bukan sesuatu yang datang begitu saja, tetapi teks dibentuk dalam suatu praktek diskursus. Van Dijk tidak hanya membongkar teks semata, tetapi ia melihat bagaimana struktur sosial, dominasi, dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan bagaimana kognisi atau pikiran dan kesadaran yang membentuk dan berpengaruh terhadap teks tersebut. Wacana oleh Van Dijk dibentuk oleh tiga dimensi: teks, kognisi sosial, dan konteks sosial (Eriyanto, 2001: 222).

Analisis wacana menekankan bahwa wacana adalah juga bentuk interaksi. Menurut Van Dijk, sebuah wacana berfungsi sebagai suatu pernyataan (assertion), pertanyaan (question), tuduhan (accusation), atau ancaman (threat).

Wacana juga dapat digunakan untuk mendiskriminasi atau mempersuasi orang lain untuk melakukan diskriminasi.

I.7. Kerangka Konsep

(28)

Jadi, berdasarkan pengertiannya kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional dalam menguraikan rumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari masalah yang diuji kebenarannya. Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah memakai model dari analisis wacana Teun A. Van Dijk. Van Dijk menganalisis pada tiga tahap, yaitu teks, kognisi sosial, dan konteks social (Eriyanto, 2001; 225). Analisis teks Van Dijk dibagi pada tiga level, yaitu:

1. Struktur makro, merupakan makna global/umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang dikedepankan dalam suatu berita.

2. Superstruktur, merupakan struktur wacana yang berhubungan dengan kerangka suatu teks, bagaimana bagian-bagian teks tersusun ke dalam berita secara utuh.

3. Struktur mikro merupakan wacana yang dapat diamati dari bagian kecil dari suatu teks yakni kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrase, dan gambar.

I.8. Operasional Konsep

(29)

1.Tematik

Menunjukkan gambaran umum dari suatu teks. Bisa juga disebut sebagai gagasan inti, ringkasan, atau yang utama dari suatu teks.

2.Skematik

Skema atau alur dari pendahuluan sampai akhir. Bagaimana bagian-bagian dalam teks disusun dan diurutkan sehingga terbentuk suatu kesatuan arti.

3.Latar

Bagian berita yang dapat mempengaruhi semantik (arti) yang ingin ditampilkan, menentukan kearah mana pandangan khalayak hendak dibawa.

4.Detil

Berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan seseorang untuk melakukan penonjolan dan penciptaan citra tertentu.

5.Maksud

Menunjukkan bagaimana kebenaran tertentu ditonjolkan secara eksplisit dan secara implisit mengaburkan kebenaran yang lain.

6. Koherensi

Pertalian atau jalinan antar kata dan kalimat dalam teks. Dua buah kalimat yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan sehingga tampak koheren.

7. Koherensi Kondisional

(30)

8. Koherensi Pembeda

Berhubungan dengan bagaimana dua peristiwa atau fakta hendak dibedakan. Dua buah peristiwa dapat dibuat saling bertentangan dan berseberangan.

9. Pengingkaran

Bagaimana wartawan menyembunyikan apa yang akan diekspresikan secara implisit.

10.Bentuk kalimat

Merupakan segi sintaksis yang berhubungan dengan cara berpikir logis, prisnsip kausalitas. Tidak hanya persoalan teknis di ketatabahasaan tapi menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat itu.

11.Kata ganti

Elemen ini untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif. Kata ganti merupakan alat untuk menunjukan dimana posisi seseorang dalam wacana.

12. Leksikon

Menandakan bagaimana pemilihan kata dilakukan atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Pilihan kata yang dipakai menunjukan sikap dan idiologi tertentu.

13.Praanggapan

Pernyataan yang digunakan untuk mendukung makna suatu teks dengan memberikan premis yang dipercaya kebenarannya.

14.Grafis

(31)

ditonjolkan. 15.Metafora

(32)

BAB II

URAIAN TEORITIS

Setiap penelitian sosial membutuhkan teori, karena salah satu unsur yang paling besar peranannya dalam penelitian adalah teori (Singarimbun, 1995: 40). Maka teori berguna untuk menjelaskan titik tolak atau landasan berfikir dalam memecahkan masalahnya. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian yang akan disoroti (Nanawi, 2002: 40).

Fungsi teori dalam suatu riset penelitian adalah membantu peneliti dalam menerangkan fenomena sosial atau fenomena alami yang menjadi pusat perhatiannya (Kriyantono, 2007: 45). Teori yang relevan dengan penelitian ini adalah: komunikasi dan komunikasi massa, pers dan jurnalistik, media massa dan surat kabar, analisis wacana kritis, ideologi dan analisis wacana Teun A. Van Djik. Secara lebih rinci dapat dilihat pada uraian-uraian berikut ini.

II.1. Komunikasi dan Komunikasi Massa

Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata Latin communis yang berarti “sama”, communico, communicatio dan communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna atau suatu pesan dianut secara sama (Mulyana, 2005: 41).

(33)

proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.

Dari begitu banyaknya pendapat tentang pengertian komunikasi, tujuan komunikasi secara spesifik sebagai berikut (Effendy,2007: 54) :

1. Mengubah sikap (to change attitude)

2. Mengubah opnini/pendapat/pandangan (to change the opinion) 3. Mengubah perilaku (to change behavior)

4. Mengubah masayarakat (to change the society)

Sedangkan fungsi komunikasi itu sendiri menurut Effendy (2007: 55) adalah menginformasikan (to inform), mendidik (to educate), menghibur (to entertain), mempengaruhi (to influence). Fungsi komunikasi tersebut sangat dibutuhkan dalam kehidupan itu sendiri.

Secara sederhana komunikasi massa adalah menyiarkan informasi, gagasan dan sikap kepada komunikan yang beragam dalam jumlah yang banyak dengan menggunakan media. Komunikasi massa biasanya menghendaki organisasi resmi dan rumit untuk melakukan operasinya.

Menurut Everett M. Rogers, media massa terbagi dalam dua bentuk, yakni media massa modern dan media massa tradisional. Media massa modern antara lain adalah televisi, surat kabar, radio, film dan lain-lain. Media massa tradisional meliputi teater rakyat, juru dongeng keliling, juru pantun, dan lain-lain (Effendy, 2007: 79).

(34)

umum, dan film-film yang dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop.

Karakteristik media massa menurut Onong Uchjana Effendy (2007: 81) yaitu sebagai berikut:

a. Komunikasi massa bersifat umum b. Komunikasi massa bersifat heterogen

c. Komunikasi massa menimbulkan keserempakan

d. Hubungan komunikasi komunikator-komunikan bersifat non-pribadi

II.2. Pers dan Jurnalistik

Istilah pers, atau press berasal dari istilah latin pressus artinya tekanan, atau tertekan, terhimpit, padat. Pers dalam kosakata Indonesia berasal dari bahasa Belanda yang mempunyai arti sama dengan bahasa Inggris press, sebagai sebutan untuk alat cetak (Wahidin, 2007: 35).

(35)

Fungsi pers adalah berikut ini (Effendy, 2007: 93-95) : 1. Menyiarkan informasi

Hal ini merupakan fungsi yang pertama dan utama karena khalayak pembaca memerlukan informasi mengenai berbagai hal di bumi ini. 2. Mendidik (to educate);

Mendidik artinya sebagai sarana pendidikan massa (mass education). Adapun isi dari media atau hal yang dimuat dalam media mengandung unsur pengetahuan khalayak pembaca pengetahuannya.

3. Menghibur (to entertaint),

Khalayak pembaca selain membutuhkan informasi juga membutuhkan hiburan. Ini juga menyangkut minat insani.

4. Mempengaruhi (control social)

Tidak dapat dipungkiri dalam kehidupan ini ada kejanggalan-kejanggalan, baik langsung ataupun tidak langsung, berdampak pada kehidupan social. Pada fungsi ini media dimungkinkan menjadi control social, yang karena isi dari media sendiri bersifat mempengaruhi.

(36)

Hubungan pers dan jurnalistik merupakan suatu kesatuan yang bergerak dalam bidang penyiaran informasi, hiburan, keterangan, dan penerangan. Artinya adalah bahwa antara pers dan jurnalistik mempunyai hubungan yang erat. Pers sebagai media komunikasi massa tidak akan berguna apabila sajiannya jauh dari prinsip-prinsip jurnalistik. Sebaliknya karya jurnalistik tidak akan bermanfaat tanpa disampaikan oleh pers sebagai medianya, bahkan boleh dikatakan bahwa pers adalah media khusus untuk digunakan dalam mewujudkan dan menyampaikan karya jurnalistik kepada khalayak.

Dalam kenyataannya jurnalistik selalu berberhubungan dengan pers. Jurnalistik diibaratkan sebagai bentuk komunikasinya, bentuk kegiatannya, isinya. Sedangkan pers itu adalah media di mana jurnalistik itu disalurkan.

Pers dan jurnalistik merupakan dwitunggal. Pers tidak mungkin berorganisasi tanpa jurnalistik, sebaliknya juranlistik tidak mungkin mewujudkan suatu karya bernama berita tanpa pers.

Fungsi pers berarti fungsi jurnalistik. Pada zaman modern sekarang ini, jurnalistik tidak hanya mengelola berita, tetapi juga aspek-aspek lain untuk isi surat kabar. Karena itu, fungsinya bukan lagi menyiarkan informasi, tetapi juga mendidik, menghibur dan mempengaruhi agar khalayak melakukan kegiatan atau hal tertentu.

(37)

berita tersebut kepada khalayak ramai, dibarengi dengan penjelasan tentang peristiwa tersebut. Dan orang yang melakukan pekerjaan jurnalistik disebut dengan jurnalis (Kusumaningrat, 2007: 15).

Committee of Concerned Journalist menyimpulkan sekurang-kurangnya ada sembilan prinsip jurnalisme yang harus dikembangkan ( Ishwara, 2008: 9-13):

1. Kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran

2. Loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada warga masyarakat 3. Inti jurnalisme adalah disiplin untuk melakukan verifikasi

4. Para wartawan harus memiliki kebebasan dari sumber yang mereka liput

5. Wartawan harus mengemban tugas sebagai pemantau yang bebas terhadap kekuasaan

6. Jurnalisme harus menyediakan forum untuk kritik dan komentar publik

7. Jurnalisme harus berusaha membuat yang penting menjadi menarik dan relevan

8. Wartawan harus menjaga agar berita itu proporsional dan komprehensif

9. Wartawan itu memiliki kewajiban utama terhadap suara hatinya Seperti halnya di negara-negara lain di dunia, jurnalistik Indonesia dipengaruhi sistem pemerintahan yang berganti-ganti. Di Indonesia pers mulai dikenal pada abad 18, tepatnya pada tahun 1744, ketika surat kabar bernama “Bataviasche Nouvelles”, surat kabar pertama yang diterbitkan oleh perusahaan

(38)

tahun 1854 ketika majalah “Bianglala” diterbitkan, disusul “Bromartani” pada tahun 1885 kedua-duanya di Weltevreden, dan pada tahun 1856 “Soerat Kabar Bahasa Melajoe” di Surabaya (Kusumaningrat, 2007: 16).

Dan pada abad 20 muncul koran pertama milik bangsa Indonesia, yakni “Medan Prijaji” yang terbit di Bandung. Medan Prijaji yang dimiliki dan dikelola oleh Tirto Hadisurjo alias Raden Mas Djokomono ini mulanya, yakni tahun 1907 berbentuk mingguan, kemudian pada tahun 1910 diudbah menjadi harian. Tirto Hadisurjo ini dianggap sebagai pelopor yang meletakkan dasar jurnalistikmodern di Indonesia, baik dalam cara pemberitaan, pemuatan karangan, iklan dan lain-lain.

Komunikasi massa merupakan suatu tipe komunikasi manusia (human communication) yang lahir bersamaan dengan mulai digunakannya alat-alat mekanik, yang mampu melipatgandakan pesan-pesan komunikasi. Dalam sejarah publisistik dimulai satu setengah abad setelah ditemukan mesin cetak oleh Johannes Gutenberg. Sejak itu dimulai suatu zaman yang dikenal dengan zaman publisistik atau awal dari era komunikasi massa. Sebaliknya, zaman sebelumny dikenal sebagai zaman pra publisistik (Umar, 2000: 1).

Istilah publisistik sering dipakai dalam arti yang identik dengan istilah komunikasi massa. Lee dalam bukunya Publisistik Pers mendefenisikan ilmu publisistik sebagai ilmu kemasyarakatan.

II.3. Media Massa dan Surat Kabar

(39)

komunikasi mekanis seperti surat kabar, film, radio, televisi (Cangara, 2000: 8). Media menampilkan diri sendiri dengan peranan yang diharapkan, dinamika masyarakat akan terbentuk, dimana media adalah pesan. Jenis media massa yaitu media yang berorentasi pada beberapa aspek yaitu :

a. penglihatan (verbal visual) misalnya media cetak

b. pendengaran (audio) semata-mata (radio, tape recorder), verbal vokal

c. pada pendengaran dan penglihatan (televisi, film, video) yang bersifat ferbal visual vokal

Media massa digunakan dalam komunikasi apabila komunikasi berjumlah banyak dan bertempat tinggal jauh. Media massa yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari umumnya adalah surat kabar, radio, televisi, dan film bioskop, yang beroperasi dalam bidang informasi, edukasi dan rekreasi, atau dalam istilah lain penerangan, pendidikan, dan hiburan (Effendy, 2007: 54).

Keuntungan komunikasi dengan menggunakan media massa adalah bahwa media massa menimbulkan keserempakan artinya suatu pesan dapat diterima oleh komunikan yang jumlah relatif banyak. Jadi untuk menyebarkan informasi, media massa sangat efektif yang dapat mengubah sikap, pendapat dan prilaku komunikasi.

(40)

dan iklan yang dicetak dan secara tetap atau periodik dan dijual umum”. (Assegaf, 1983: 140).

Menurut Undang-undang Pers 1982, surat kabar di Indonesia adalah sebagai berikut: “Lembaga-lembaga kemasyarakatan yang mempunyai hak dan kewajiban antara lain menuntut bahwa pers membantu memperkuat kesatuan nasional dalam meningkatkan kehidupan intelektual rakyat serta mendorong kesertaan masyarakat dalam usaha-usaha pembangunan nasional.”

Surat kabar merupakan penerbitan yang berupa lembaga yang berisi berita–berita karangan, iklan yang dicetak dan di terbitkan secara tetap atau lebih periodik dan untuk dijual kepada umum. Isi berita didalamnya dapat berupa kejadian–kejadian perang, politik dan pemerintahan ekonomi, kecelakaan, bencana, pendidikan serta seni kebudayaan.

Surat kabar sebagai salah satu produk jurnalistik boleh dikatakan sebagai media massa tertua sebelum ditemukan film, radio dan televisi. Surat kabar memiliki keterbatasan karena hanya bisa dinikmati oleh mereka yang melek huruf serta lebih banyak disenangi oleh orangtua daripada kaum remaja dan anak-anak (Cangara, 2000: 139).

Surat kabar memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Publisitas

Pengertian publisitas ialah surat kabar diperuntukkan umum artinya surat kabar harus menyangkut kepentingan umum.

2. Universalitas

(41)

segala aspek kehidupan manusia. 3. Aktualitas

Aktualitas di sini maksudnya adalah kecepatan mengumpulkan laporan mengenai kejadian di masyarakat kepada khalayak. Saat ini aktualitas surat kabar harus dapat mengimbangi aktualitas berita media elektronik.

4. Periodisitas

Periodisitas artinya keteraturan terbitnya surat kabar pada waktu yang telah ditentukan baik harian maupun mingguan. Surat kabar memiliki kelebihan khusus bila dibandingkan dengan media cetak lainnya yaitu pesan-pesan yang disampaikan melalui surat kabar bersifat permanen, mudah disimpan serta diambil kembali dan pengaruhnya dapat dikontrol pembaca. Isi pesannya dapat dibaca dimana dan kapan saja, yang berarti tidak terikat pada waktu.

Berita yang dimuat dalam surat kabar sendiri memiliki unsur layak berita (Kusumaningrat, 2007: 48) sebagai berikut :

a. Akurat

Dalam sebuah berita fakta yang disajikan dalam berita harus persis seperti adanya, tidak dilebih-lebihkan ataupun dikurangi. Dengan kata lain sebuah berita haruslah memiliki tingkat akurasi yang tinggi, sehingga dapat dipercaya oleh khalayak.

(42)

melakukan pembodohan dan membohongi khalayak pembaca. Untuk menjaga akurasi dalam penulisan berita, perlu perhatikan beberapa hal berikut:

1. Dapatkan berita yang benar

2. Lakukan pengecekan ulang terhadap data yang diperoleh 3. Jangan mudah berspekulasi denga isu atau desas-desus

4.Pastikan semua informasi dan data yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan kewenangan dan keabsahannya.

b. Lengkap, Adil dan Berimbang

Lengkap, adil dan berimbang yang dimaksud adalah bahwa seorang wartawan harus melaporkan apa yang sesungguhnya yang terjadi. Unsur lengkap, adil dan berimbang menempatkan wartwan selaku wakil dari pembaca dimana berita haruslah tidak boleh memihak kepada apapun atau siapapun.

Keseimbangan dimungkinkan dengan mengakomodir kedua golongan (misalnya dalam penulisan berita tentang konflik). Hal demikian dalam jurnalistik disebut dengan “Both Side Covered”.

c. Objektif

Unsur objektif adalah berita yang dibuat itu selaras dengan kenyataan, tidak berat sebelah, bebas dari prasangka. Dalam pengertian objektif ini, termasuk pula keharusan wartawan menulis dalam konteks peristiwa secara keseluruhan, tidak dipotong-potong oleh kecenderungan subjektif.

d. Ringkas dan Jelas

(43)

ringkas, terarah, tepat, menggugah. Inilah kandungan-kandungan kualitas yang harus dikejar oleh setiap penulis.

Faktor kejelasan bisa diukur apakah khalayak mengerti isi dan maksud berita yang disampaikan, bukan jelas dalam konteks teknis, namun lebih condong pada faktor topik, alur pemikiran, kejelasan kalimat, kemudian pemahaman bahasa dan pernyaratan penulisan lainnya.

e. Hangat

Syarat umumnya sebuah berita haruslah hangat, merupakan hal yang baru, merupakan hal yang terkini, hal yang tidak basi, ataupun hal yang baru-baru saja terjadi.

Sementara itu nilai berita dalam pandangan modern adalah aktualitas (timeliness), kedekatan (proximity), dampak (consequence), dan human interest (Kusumaningrat, 2007: 58-65). Sedangkan dalam menulis sebuah berita ada prinsip yang dikenal dengan prinsip dasar penulisan ataupun sepuluh dasar prinsip menulis berita (Ishwara, 2008: 105-108) :

1. Usahakan agar kalimat rata-rata pendek 2. Pilih yang sederhana daripada yang kompleks 3. Pilihlah kata-kata yang lazim

4. Hindari kata-kata yang tidak perlu 5. Beri kekuatan pada kata kerja

6. Tulislah sebagaimana anda berbicara

(44)

10. Menulislah untuk menyatakan, bukan untuk mempengaruhi

II.4. Analisis Wacana Kritis

Analisis wacana (discourse analysis) sebagai disiplin ilmu dengan metodologi yang jelas dan eksplisit, baru benar-benar berkembang secara mantap pada awal tahun 1980-an. Berbagai buku kajian wacana terbit pada dasawarsa itu, misalnya Stubbs (1983), Brown dan Yule (1983), dan yang paling komprehensif karya Van Dijk (1985). Pokok perhatian analisis wacana juga terus berkembang dan merebak pada hal-hal atau persoalan yang banyak diperbincangkan orang di masa sekarang, seperti perbedaan gender, wacana politik, dan emansipasi wanita, serta sejumlah masalah social lainnya (Mulyana, 2005: 69).

Menurut Yoce (2004: 49), analisis wacana kritis adalah sebuah upaya atau proses (penguraian) untuk memberi penjelasan dari sebuah teks (realitas sosial) yang mau atau sedang dikaji oleh seseorang atau kelompok dominan yang kecenderungannya mempunyai tujuan tertentu untuk memperoleh apa yang diinginkan. Artinya, dalam sebuah konteks harus disadari akan adanya kepentingan.

(45)

menempatkan diri pada posisi sang penulis dengan mengikuti struktur makna dari sang penulis sehingga bentuk distribusi dan produksi ideologi yang disamarkan dalam wacana dapat diketahui. Jadi, wacana dapat dilihat dari bentuk hubungan kekuasaan terutama dalam pembentukan subjek dan berbagai tindakan representasi.

Dalam Eriyanto (2001: 7) analisis wacana kritis, wacana disini tidak dipahami sebagai studi bahasa. Bahasa di sini dianalisis bukan dengan menggambarkan semata dari aspek kebahasaan tetapi juga menghubungkan dengan konteks. Artinya bahasa dipakai untuk tujuan dan praktek tertentu termasuk di dalamnya praktek kekuasaan dalam melihat ketimpangan yang terjadi. Habermas dalam Yoce (2004: 53) mengemukakan pendapatnya tentang analisis wacana kritis bertujuan membantu menganalisis dan memahami masalah sosial dalam hubungannya antara ideologi dan kekuasaan.

Tujuan analisis wacana kritis adalah untuk mengembangkan asumsi-asumsi yang bersifat ideologis yang terkandung dibalik kata-kata dalam teks atau ucapan dalam berbagai bentuk kekuasaan. Analisis wacana kritis bermaksud untuk menjelajahi secara sistematis tentang keterkaitan antara praktik-praktik diskursif, teks, peristiwa, dan struktur sosiokultural yang lebih luas. Jadi, analisis wacana kritis dibentuk oleh struktur sosial (kelas, status, identitas etnik, zaman dan jenis kelamin), budaya, dan wacana (bahasa yang digunakan). Analisis wacana krtis mencoba mempersatukan dan menentukan hubungan antara teks aktual, latihan diskursif dan konteks sosial yang berhubungan dengan teks dan latihan diskursif (Eriyanto, 2001: 13).

(46)

melihat wacana –pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan- sebagai bentuk dari praktik sosial. Menggambarkan wacana sebagai praktik sosial menyebabkan sebuah hubungan dialektis diantara peristiwa diskursif tertentu dengan situasi, institusi, dan struktur sosial yang membentuknya. Praktik wacana bisa jadi menampilkan efek ideologi: ia dapat memproduksi dan mereproduksi hubungan kekuasaan yang tidak imbang antara kelas sosial, laki-laki dan wanita, kelompok mayoritas dan minoritas melalui mana perbedaan itu direpresentasikan dalam posisi yang ditampilkan.

Untuk menyempurnakan pandangan di atas, Fairclough mengemukakan pengertian wacana secara komprehensif dari pandangan kritis. Menurut Fairclough wacana harus dipandang simultan, yaitu sebagai (1) teks-teks bahasa, baik lisan maupun tulisan, (2) praksis kewacanaan, yaitu produksi teks dan interpretasi teks, (3) praksis sosiokultural, yaitu perubahan-perubahan masyarakat institusi, budaya yang menentukan bentuk dan makna sebuah wacana. Menganalisis wacana secara kritis pada hakikatnya adalah menganalisis tiga dimensi wacana secara integral dan ketiga dimensi tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Analisis wacana kritis dipakai untuk mengungkap tentang hubungan suatu ilmu pengetahuan dan kekuasaan, juga digunakan untuk mendeskripsikan sesuatu, menerjemahkan, menganalisis, dan mengkritik kehidupan sosial yang tercermin dalam teks atau ucapan.

(47)

Adapun karakteristik analisis wacana kritis menurut Teun A. van Dijk, Fairclough dan Wodak adalah:

1. Tindakan

Wacana dipahami sebagai sebuah tindakan (action) yang diasosiakan sebagai bentuk interaksi. Wacana dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan, apakah untuk mempengaruhi, mendebat, membujuk, menyangga, beraksi dan sebagainya, Seseorang berbicara atau menulis mempunyai maksud tertentu, baik besar maupun kecil. Kedua, wacana dipahami sebagai sesuatu yang diekspresikan secara sadar, terkontrol, bukan sesuatu yang di luar kendali atau diekspresikan di luar kesadaran.

2. Konteks

Analisis wacana kritis mempertimbangkan konteks dari wacana, seperti latar, situasi, peristiwa dan kondisi. Wacana di sini dipandang diproduksi, dimengerti, dan dianalisis pada suatu konteks tertentu. Mengikuti Guy Cook, analisis wacana juga memeriksa konteks dari komunikasi: siapa yang mengkomunkasikan dengan siapa dan mengapa; dalam jenis khalayak dan situasi apa; melalui medium apa; bagaimana perbedaan tipe dari perkembangan komunikasi; dan hubungan untuk setiap masing-masing pihak. Guy Cook menyebutkan ada tiga hal yang sentral dalam pengertian wacana; teks, konteks, dan wacana. Teks adalah semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak di lembar kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara, citra dan sebagainya.

(48)

teks tersebut diproduksi, fungsi yang dimaksudkan, dan sebagainya. Titik perhatian dari analisis wacana adalah menggambarkan teks dan konteks secara bersama-sama dalam suatu proses komunikasi. Wacana kritis mendefinisikan teks dan percakapan pada situasi tertentu; wacana berada dalam situasi sosial tertentu. Meskipun demikian, tidak semua konteks dimasukkan dalam analisis, hanya yang relevan dan dalam banyak hal berpengaruh atas produksi wacana. Pertama, partisipan wacana, latar siapa yang memproduksi wacana. Kedua, setting sosial tertentu, seperti tempat, waktu, posisi pembicara dan pendengar atau lingkungan fisik adalah konteks yang berguna untuk mengerti suatu wacana. Oleh karena itu, wacana harus dipahami dan ditafsirkan dari kondisi dan lingkungan sosial yang mendasarinya.

3. Historis

Pemahaman mengenai wacana teks ini hanya akan diperoleh kalau kita bisa memberikan konteks historis di mana teks itu diciptakan. Bagaimana situasi sosial politik, suasana pada saat itu. Oleh karena itu, pada waktu melakukan analisis perlu tinjauan untuk mengerti mengapa wacana yang berkembang atau dikembangkan seperti itu, mengapa bahasa yang dipakai seperti itu, dan seterusnya.

4. Kekuasaan

(49)

Kekuasaan itu dalam hubungannya dengan wacana, penting untuk melihat apa yang disebut sebagai kontrol. Kontrol di sini tidaklah harus selalu dalam bentuk fisik dan langsung tetapi juga kontrol secara mental atau psikis. Bentuk kontrol terhadap wacana tersebut dapat berupa kontrol atas konteks, atau dapat juga diwujudkan dalam bentuk mengontrol struktur wacana.

5. Ideologi

Wacana dipandang sebagai medium kelompok yang dominan mempersuasi dan mengkomunikasikan kepada khalayak produksi kekuasaan dan dominasi yang mereka miliki, sehingga tampak absah dan benar. Ideologi dari kelompok dominan hanya efektif jika didasarkan pada kenyataan bahwa anggota komunitas termasuk yang didominasi menganggap hal tersebut sebagai kebenaran dan kewajaran. Analisis wacana tidak bisa menempatkan bahasa secara tertutup, tetapi harus melihat konteks terutama bagaimana ideologi dari kelompok-kelompok yang ada tersebut berperan dalam membentuk wacana.

II.5. Ideologi

Menurut Sukarna (Sobur, 2004: 64) secara etimologis, ideologi berasal dari bahasa Greek yang terdiri dari idea dan logia. Idea berasal dari kata idein yang berarti melihat. Idea dalam Webster’s New Colligate Dictionary berarti “something existing in the mind as the result of the formulation on an opinion, plan or like” (sesuatu yang ada dalam pikiran atau rencana). Sedangkan logis

berasal dari kata logos yang berarti word. Kata ini berasal dari kata legein berarti science atau pengetahuan atau teori.

(50)

mengutarakan apa yang terumus dalam pikiran sebagai hasil dari pemikiran. Asal mula ideologi sebagai sebuah konsep kritis dalam teori sosial dapat ditelusuri ke Perancis pada akhir abad ke – 18. Sejak saat itu ideologi menurut definisi manapun menjadi perhatian utama para sejarahwan, filsuf, kritikus, sastra ahli semiotika, ahli retorika yang dapat mewakili semua bidang ilmu humaniora dan sosial (Lull, 1998: 2).

Sejumlah perangkat ideologi yang diangkat atau dibentuk dan diperkuat oleh media massa diberikan suatu legitimasi oleh mereka dan didistribusikan secara persuasif, sering menyolok kepada sejumlah khalayak yang besar dalam kategori jumlahnya (Lull, 1998:4). Dalam pengertian yang paling umum, ideologi adalah pikiran yang terorganisir yakni nilai, orientasi dan kecenderungan yang saling melengkapi sehingga membentuk perspektif-perspektif ide yang diungkapkan melalui komunikasi dengan media teknologi dan komunikasi antar pribadi. Ideologi dipengaruhi asal-usulnya, asosiasi kelembagaan dan tujuannya, meskipun sejarah dan hubungan-hubungannya tidak pernah jelas seluruhnnya (Lull, 1998: 1).

(51)

relasi sosial tersebut.

Sementara itu, teori Antonio Gramsci tentang hegemoni membangun suatu teori yang menekankan bagaimana penerimaan suatu kelompok yang didominasi terhadap kehadiran kelompok dominan berlangsung dalam suatu proses yang damai, tanpa tindakan kekerasan. Media menjadi sasaran dimana suatu kelompok mengukuhkan posisinya dan merendahkan kelompok lain. Seperti yang dikatakan Raymond William (Eriyanto, 2001:104) hegemoni bekerja melalui dua saluran: ideologi dan budaya melalui bagaimana nilai-nilai itu bekerja. Melalui hegemoni, ideologi kelompok dominan dapat disebarkan, nilai dan kepercayaan dapat ditukarkan.

Menurut Aart Van Zoest, dalam sebuah teks tidak akan pernah luput dari sebuah ideologi dan memiliki kemampuan untuk memanipulasi pembaca ke arah suatu ideologi (Sobur, 2004: 60). Setiap makna yang dikonstruksikan selayaknya memiliki suatu kecenderungan ideologi tertentu. Ideologi sebagai kerangka berpikir atau kerangka referensi tertentu yang dipakai oleh individu untuk melihat realitas dan bagaimana mereka menghadapinya (Sudibyo, 2001: 12).

Dalam konsep Marx, ideologi adalah bentuk kesadaran palsu. Kesadaran seseorang, siapa mereka dan bagaimana mereka menghubungkan dirinya dengan masyrakat dibentuk dan diproduksi oleh masyarakat. Menurut Hall (Eriyanto, 2001: 94) ada tiga bentuk hubungan pembaca dan penulisan dan bagaimana pesan itu dibaca oleh keduanya.

(52)

perbedaan penafsiran antara penulis dan pembaca disebabkan keduanya mempunyai ideologi yang sama.

Kedua, pembaca dinegoisasikan. Tidak ada pembaca dominan, yang terjadi adalah kode apa yang disampaikan penulis ditafsirkan secara terus-menerus diantara kedua belah pihak. Ketiga pembacaan oposisi. Pembaca akan menandakan secara berkala atau membaca secara berseberangan dengan apa yang disampaikan oleh khalayak tersebut, karena keduanya memiliki ideologi yang berbeda.

Raymond William mengklasifikasikan penggunaan ideologi dalam tiga ranah. Pertama, suatu sistem kepercayaan yang dimiliki oleh masyarakat atau kelompok atas stratifikasi kelas tertentu. Sebuah ideologi dipahami sebagai sesuatu yang berlaku di masyarakat dan tidak berasal dari dalam diri individu itu sendiri. Ideologi bukan sistem unik yang dibentuk oleh pengalaman seseorang, tetapi ditentukan oleh masyarakat di mana ia hidup, posisi sosial dia, pembagian kerja dan sebagainya.

(53)

berbagai instrumen dari pendidikan, politik sampai media massa.

Ranah yang ketiga, merupakan suatu proses umum produksi makna dan ide. Ideologi diartikan sebagai istilah yang digunakan untuk menggambarkan produksi makna. Berita yang disajikan secara tidak sengaja merupakan gambaran dari ideologi tertentu. Sejumlah perangkat ideologi yang diangkat atau dibentuk dan diperkuat oleh media massa diberikan suatu legitimasi oleh mereka dan didistribusikan secara persuasif, sering menyolok kepada sejumlah khalayak yang besar dalam kategori jumlahnya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa batasan ideologi ini adalah sebuah sistem nilai atau gagasan yang dimiliki oleh kelompok atau lapisan masyarakat tertentu, termasuk proses-proses yang bersifat umum dalam produksi makna dan gagasan.

Ideologi memiliki beberapa implikasi penting. Pertama, ideologi secara inheren bersifat sosial, tidak personal atau individual: ia membutuhkan share di antara anggota kelompok, organisasi atau kolektivitas dengan orang lainnya. Hal yang di-share-kan tersebut bagi anggota kelompok digunakan untuk membentuk solidaritas dan kesatuan langkah dalam bertindak dan bersikap. Kedua, ideologi meskipun bersifat sosial, ia digunakan secara internal di antara anggota kelompok atau komunitas. Oleh karena itu, ideologi tidak hanya menyediakan fungsi koordinatif dan kohesi tetapi juga membentuk identitas diri kelompok, membedakan dengan kelompok lain. Ideologi di sini bersifat umum, abstrak, dan nilai-nilai yang terbagi antar anggota kelompok menyediakan dasar bagaimana masalah harus dilihat.

(54)

selalu terkandung ideologi untuk mendominasi dan berebut pengaruh. Oleh karena itu, analisis wacana bisa tidak bisa menempatkan bahasa secara tertutup, tetapi harus melihat konteks terutama bagaimana ideologi dari kelompok-kelompok yang ada tersebut berperan dalam membentuk wacana.

Menurut Teun A. Van Dijk (Eriyanto,2001:13-14) ideologi terutama dimaksudkan untuk mengatur masalah tindakan dan praktik individu atau anggota suatu kelompok. Ideologi membuat anggota dari suatu kelompok akan bertindak dalam situasi yang sama, dapat menghubungkan masalah mereka, danmemberinya kontribusi dalam membentuk solidaritas dan kohesi di dalam kelompok. Dalam perspektif ini, ideologi mempunyai beberapa implikasi penting. Pertama, ideologi secara inheren bersifat sosial, tidak personal atau individual : ia membutuhkan share di antara anggota kelompok, organisasi atau kolektivitas dengan orang lainnya. Hal yang di-share-kan tersebut bagi anggota kelompok digunakan untuk emmbentuk solidaritas dan kesatuan langkah dalam bertindak dan bersikap.

Sejumlah perangkat ideologi diangkat dan diperkuat oleh media massa, diberikan legitimasi oleh mereka dan didistribusikan secara persuasif, sering dengan menyolok, kepada khalayak yang besar jumlahnya. Dalam proses itu, konstelasi-konstelasi ide yang terpilih memperoleh arti penting yang terus menerus meningkat, dengan memperkuat makna semula dan memperluas dampak sosialnya (Lull.1998:4).

II.6. Analisis Wacana Teun Van Dijk

(55)

yang diamati. Perlu dilihat bagaimana suatu teks diproduksi sehingga kita memperoleh suatu pengetahuan kenapa teks bisa seperti itu. Oleh karena itu, penelitian mengenai wacana tidak bisa mengeksklusi seakan-akan teks adalah bidang yang kosong. Sebaliknya dia adalah bagian kecil dari struktur masyarakat.

Dalam dimensi teks, yang diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Pada level kognisi sosial dipelajari proses produksi berita yang melibatkan kognisi individu dai wartawan. Sedangkan konteks sosial mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah (Eriyanto, 2001:222-224)

Teks bukan sesuatu yang datang begitu saja, tetapi teks dibentuk dalam suatu praktek diskursus. Van Dijk tidak hanya membongkar teks semata, tetapi ia melihat bagaimana struktur sosial, dominasi, dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan bagaimana kognisi atau pikiran dan kesadaran yang membentuk dan berpengaruh terhadap teks tersebut. Wacana oleh Van Dijk dibentuk oleh tiga dimensi : teks, kognisi sosial, dan konteks sosial.

Analisis wacana menekankan bahwa wacana adalah juga bentuk interaksi. Menurut Van Dijk, sebuah wacana berfungsi sebagai suatu pernyataan (assertion), pertanyaan (question), tuduhan (accusation), atau ancaman (threat).

Wacana juga dapat digunakan untuk mendiskriminasi atau mempersuasi orang lain untuk melakukan diskriminasi.

(56)

Tabel 1. Skema Penelitian dan Metode Van Dijk

STRUKTUR METODE

Teks Menganalisis bagaimana strategi wacana yang digunakan untuk menggambarkan seseorang atau peristiwa tertentu. Bagaimana strategi tekstual yang dipakai untuk memarjinalkan suatu kelompok, gagasan atau peristiwa tertentu.

Critical linguistic

Kognisi Sosial

Menganalisis bagaimana kognisis wartawan dalam memahami seseorang atau peristiwa tertentu yang akan ditulis

Wawancara mendalam

Analisis Sosial

Menganalisis bagaimana wacana yang berkembang dalam masyarakat, proses produksi dan reproduksi seseorang atau peristiwa digambarkan.

Studi pustaka, penelusuran sejarah

a. Analisa Teks

Van Dijk melihat teks terdiri dari berbagai struktur/tingkatan yaitu: 1. Struktur makro. Ini merupakan makna umum dari suatu teks yang

(57)

bukan hanya isi, tetapi juga sisi tertentu dari peristiwa.

2. Superstruktur adalah kerangka suatu teks; bagaimana struktur dan elemen wacana disusun dalam teks secara utuh.

3. Struktur mikro adalah makna wacana yang dapat diamati dengan menganalisis kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, paraphrase yang dipakai dan sebagainya.

b. Analisis Kognisi Sosial

Kognisi sosial merupakan dimensi untuk menjelaskan bagaimana suatu teks

diproduksi oleh individu/kelompok pembuat teks tertentu. Analisis sosial melihat

bagaimana teks dihubungkan lebih jauh dengan struktur sosial dan pengetahuan yang

berkembang di masyarakat atas suatu wacana.

Dalam kerangka analaisis wacana Van Dijk perlu meneliti kognisi sosial, yakni

kesadaran mental wartawan yang membentuk teks tersebut. Pendekatan ini didasarkan

pada asumsi bahwa teks tidak mempunyai makna, makna diberikan oleh pengguna bahasa

(dalam kasus ini wartawan). Oleh karena itu dibutuhkan penelitian mengenai representasi

kognisi dan strategi wartawan dalam memproduksi berita. Menurut Van Dijk penelitian

terhadap struktur dan proses mental ini perlu dilakukan dengan dua alasan. Pertama,

mengerti teks, bagaimana makna teks secara strategis dikontruksi dan ditampilkan dalam

memori sebagai representsi teks. Kedua, pemakaian bahasa, dalam hal ini wartawan

mempunyai posisi yang unik, mempunyai pandangan tertentu yang dipresentasikan dalam

teks.

Peristiwa dipahami berdasarkan skema atau model. Skema dikonseptualisasikan

sebagai struktur mental di mana tercakup cara pandang terhadap manusia, peranan sosial

dan peristiwa. Skema menunjukkan bagaimana kita menggunakan struktur mental untuk

(58)

ditentukan oleh pengalaman dan sosialisasi. Sebagai sebuah struktur mental menolong

kita untuk menjelaskan realitas dunia yang kompleks.

Skema bekerja secara aktif untuk mengkonstruksi realitas. Skema

menggambarkan bagaimana seseorang menggunakan informasi yang tersimpan dalam

memorinya dan bagaimana diintegrasikan dengan informasi baru yang menggambarkan

bagaimana peristiwa dipahami, ditafsirkan dan dimasukkan dalam pengetahuan sebagai

realitas. Pemahaman terhadap realitas ini dipengaruhi oleh pengalaman dan memori. Jika

suatu berita mempunyai bias umumnya karena model/skema wartawan yang

menggambarkan struktur karena itu menurut Van Dijk analisis wacana harus

menyertakan bagaimana reproduksi kepercayaan menjadi landasan wartawan

menciptakan teks tertentu (Eriyanto, 2001; 262-263).

Ada beberapa skema/model yang dapat digunakan dalam analisis kognisi sosial

wartawan, digambarkan sebagai berikut:

Tabel 2. Skema/Model Kognisi Sosial

Skema person (person

schemas)

Skema ini menggambarkan bagaimana

seseorang menggambarkan dan memandang orang

lain

Skema diri (self schemas)

Skema ini berhubungan dengan bagaimana

diri sendiri dipandang, dipahami dan digambarkan

seseorang

Skema peran (role schemas) Skema ini berhubungan dengan bagaimana

seseorang memandang dan menggambarkan peranan

dan posisi yang ditempati seseorang dalam

masyarakat. Pandangan ini akan mempengaruhi

(59)

Skema peristiwa(event

schemas)

Skema ini barangkali yang paling banyak

digunakan wartawan

Elemen lain yang juga penting dalam kognisi selain skema/model yaitu memori. Schlessinger dan Groves (Rakhmat, 2009: 62) mendefinisikan memori sebagai sistem yang sangat terstruktur yang menyebabkan organism sanggup merekam fakta tentang pengolahan informasi dikenal dua jenis memori yaitu memori jangka pendek(short term memory) dan memori jangka panjang(long term memory). Memori jangka pendek digunakan untuk mengingat peristiwa yang terjadi beberapa waktu lalu (durasi waktunya pendek). Memori ini sangat terpengaruh oleh interferensi. Bila informasi berhasil dipertahankan maka akan masuk pada memori jangka panjang. Karena jangka waktu yang panjang seringkali ada perbedaan realitas dengan memori ini.

Kognisi sosial lebih mempertimbangkan memori jangka panjang. Memori ini terdiri dari dua bagian besar yakni, memori episodik (episodic memory) dan memori semantik (semantic memory). Memori episodik yaitu memori yang berhubungan dengan diri kita sendiri. Sedangkan memori semantik adalah memori yang digunakan pengetahuan tentang dunia/realitas.

(60)

wartawan tersebut digunakan dalam memproduksi berita? Van Dijk menjelaskan tiga strategi besar yang dilakukan dalam analisis kognisi sosial:

1. Seleksi. Seleksi adalah strategi-strategi yang kompleks yang menunjukkan bagaimana sumber, peristiwa, informasi diseleksi wartawan untuk ditampilkan dalam berita.

2. Reproduksi. Reproduksi berhubungan dengan pemilihan informasi apa yang dipilih untuk ditampilkan, apakah informasi tersebut dikopi, digandakan, atau tidak digunakan sama sekali. Terutama berhubungan dengan sumber berita dari kantor barita atau proses release.

3. Penyimpulan. Penyimpulan ini berhubungan dengan bagaimana realitas yang kompleks dipahami dan ditampilkan secara ringkas. Oleh karena itu dalam penyimpulan ini paling tidak ada tiga hal terkait. Pertama, adalah penghilangan dengan merangkum informasi dan menghilangkan informasi yang tidak relevan. Kedua generalisasi di mana informasi yang agak mirip dijadikan sumber informasi yang berlaku umum. Ketiga adalah konstruksi yang berhubungan dengan kombinasi beberapa fakta atau informasi sehingga membentuk pengertian secara kesluruhan.

(61)

perubahan urutan(permutation).

c. Analisis Sosial

Wacana adalah bagian dari wacana yang berkembang dalam masyarakat

sehingga untuk meneliti teks perlu dilakukan analisis intertekstual dengan meneliti

bagaimana wacana tentang suatu hal diproduksi dan direkonstruksi oleh masyarakat. Titik

penting dari analisis ini adalah bagaimana makna dihayati bersama, kekuasaan sosial

yang dproduksi lewat praktek diskursus dan legitimasi. Menurut Van Dijk dalam analisis

sosial ini ada dua hal penting yang perlu diperhatikan yaitu kekuasaan (power) dan

akses(access).

Kekuasaan menurut Michel Foucault tidak dimaknai dalam term kepemilikan.

Kuasa dipraktekan dalam ruang lingkup di mana ada banyak posisi yang strategis

berkaitan satu sama lain. Strategi kuasa ini berlangsung di mana-mana. Kuasa ini

menentukan susunan, aturanaturan danhub-hubungan dari dalam . kekuasaan bagi

Foucault selalu terakulasikakan melalui pengetahuan, dan pengetahuan selalu mempunyai

efek kuasa. Kuasa penyelenggaraan kekuasaan selalu memproduksi pengetahuan sebagai

basis dari kekuasaannya. Tidak ada pengetahuan tanpa kuasa dan sebaliknya tidak ada

kuasa tanpa pengetahuan. Lebih lanjut kekuasaan selalu berpretensi menghasilkan rezim

kebenaran tertentu yang disebarkan lewat wacana yang dibentuk oleh kekuasaan.

Foucault menambahkan bahwa kuasa ini bekerja melalui normalisasi dan regulasi.

Berbeda dengan Foucault, Van Dijk mendefinisikan kekuasaan sebagai

kepemilikan yang dimiliki oleh suatu kelompok (atau anggotanya), satu kelompok untuk

mengontrol kelompok (atau anggota) dari kelompok lain. Kekuasaan ini didasarkan pada

kepemilikan atas sumber-sumber yang bernilai. Selain kontrol yang bersifat langsung dan

fisik kekuasaan juga berbentuk persuasif. Analisis wacana juga mempertimbangkan

dominasi yang diproduksi oleh pemberian akses yang khusus pada suatu kelompok

Gambar

Tabel 1. Skema Penelitian dan Metode Van Dijk
Tabel 2. Skema/Model Kognisi Sosial
Tabel 3. Karangka Analisis Wacana Van Dijk
Tabel 4. Daftar Berita Headline News tentang Bencana di Jepang

Referensi

Dokumen terkait

Melalui analisis wacana model Theo van Leeuwen peneliti mendapatkan hasil: pertama, dalam pemberitaannya harian Kompas, dalam menyajikan konflik yang terjadi antara SBY vs

MONIKA WUTUN, NPM: 210120110008, Analisis Berita Politik Tentang Gubernur Nusa Tenggara Timur Di Media Massa Cetak (Studi Analisis Wacana Model Teun A.Van Dijk

Penulis bersyukur karena selama penulisan skripsi, yang berjudul:Berita dan Kekerasan Negara (Analisis Wacana Kritis Model Teun Van Dijk Terhadap Berita Metro

Setelah penulis melalukan penelitian dengan uraian dan analisis wacana menggunakan analisis wacana Teun A Van Dijk dalam meningkatkan kualiatas rubrik keagamaan pada

Van Dijk peneliti dapat menemukan latar permasalahan dalam konten pemberitaan yang disajikan Majalah Tempo mengenai isu Politik Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap

Iqbal Fathur Rizki, 2019; Pesan Dakwah dalam Serial Kartun Upin dan Ipin Episode Mengaji surat Al-Falaq (Analisis Wacana : Teun Van Dijk) Kartun bernuansa Islami ‘Upin dan Ipin’

Melalui analisis wacana model Theo van Leeuwen peneliti mendapatkan hasil: pertama, dalam pemberitaannya harian Kompas, dalam menyajikan konflik yang terjadi antara SBY vs

STUDI ANALISIS WACANA MODEL VAN DIJK PADA PEMBERITAAN VOA INDONESIA TENTANG KASUS PELECEHAN SEKSUAL DI TEMPAT IBADAH “X” DI DEPOK EDUARDUS SULTAN ABSTRAK Setiap pemberitaan yang