• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Virtual Reality

Virtual Reality adalah sebuah teknologi yang dinikmati melalui stimulasi indera manusia sehingga penggunanya dapat menerima realitas baru yang dibuat oleh komputer. Seperti yang dikatakan oleh Steuer bahwa kunci utama dalam mendefinisikan virtual reality adalah konsep kehadiran. virtual reality dapat membuat pengguna merasa berada di dunia baru sehingga pesan yang ingin disampaikan akan lebih mudah dicapai dibandingkan dengan media lain seperti menonton film karena penggunanya mengalami imersi terhadap realitas yang dibangun. Steuer juga membagi teori imersi menjadi dua yaitu, kedalaman informasi dan luasnya informasi.

Menurut Steuer media virtual reality merupakan media yang dapat memberikan informasi jauh lebih dari media film, buku, game dan juga musik.

Karena pada pengguna virtual reality akan mendapatkan informasi dari gambar, suara dan experience seperti di dunia aslinya.

Pada artikel Dale’s Cone of Experience menurut Davis (2015), informasi dapat tersampaikan dengan baik melalui media yang memiliki kombinasi gambar, suara, dan experience pengguna yang seperti di dunia asli, sehingga pengguna akan lebih mudah mengingat informasi yang disampaikan.

(2)

7 Gambar 2.1. Diagram Dale’s Cone of Experience

(sumber: Davis, 2015)

Menurut Sherman (2002) virtual reality merupakan media yang dibuat mirip seperti di dunia nyata sehingga pengguna dapat berinteraksi dan memberikan umpan balik (feedback). virtual reality juga merupakan dunia yang tidak nyata (virtual) dan pengguna bisa berinteraksi. virtual reality mempunyai 4 elemen kunci yang diperhatikan saat perancangan media virtual reality yaitu: virtual world, immersion, sensory feedback, dan interactivity.

1. Virtual world. Menurut Sherman (2002) virtual world merupakan konten dunia virtual yang diciptakan dalam bentuk screenplay atau script.

2. Immersion. Immersion merupakan sensasi pengguna yang menggunakan teknologi virtual reality dan pengguna tersebut merasakan seperti di dalam sebuah lingkungan nyata. Immersion terbagi menjadi 3, yaitu:

a. Mental immersion, membuat pengguna seperti didalam dunia nyata.

(3)

8 b. Physical immersion, pengguna yang merasakan fisik tubuhnya di

dalam lingkungan sekitar yang terdapat didalam virtual reality.

c. Mentally immersed, membuat pengguna merasakan sensasi pada lingkungan yang terdapat pada virtual reality.

3. Sensory Feedback. Sensory feedback adalah media virtual world yang dibuat dapat menyampaikan informasi melalui indera pengguna, sensory feedback tersebut mencakup penglihatan (visual), pendengaran (audio), dan sentuhan (vibrate controller)

4. Interactivity. Interactivity merupakan respon dari pengguna saat menggunakan virtual reality, dan membuat pengguna bisa berinteraksi pada dunia virtual (virtual world). Ketika pengguna memakai headset virtual reality, pengguna dan perangkat tersebut akan memberikan reaksi yang membawa pengguna seakan disituasi yang nyata mulai dari fisik dan psikologis pengguna.

2.1.1 Jenis-jenis Tampilan Virtual Reality

Tampilan virtual reality memiliki 5 jenis tampilan yang berbentuk perangkat, yaitu fishtank, projection, head-based, monocclusive head-based, dan handheld (Sherman, 2002).

1. Fishtank

Tampilan fishtank adalah tampilan virtual reality yang menggunakan layar monitor sebagai Lapisan tampilan utama pada virtual reality. Pengguna yang menggunakan tampilan fishtank akan melihat objek virtual reality seperti di dalam akuarium ikan dan pada tampilan fishtank harus

(4)

9 menggunakan alat tambahan seperti head tracking, kegunaan head tracking

adalah untuk membaca Gerakan kepala dari pengguna.

Gambar 2.2. Tampilan Fishtank (sumber: shorturl.at/blqO9) 2. Projection

Projection merupakan tampilan fishtank yang menggunakan alat tambahan proyektor, sehingga tampilan virtual reality bisa dilihat oleh orang lain.

Gambar 2.3. Tampilan Projection (sumber: shorturl.at/isyAM) 3. head-based (Occlusice)

Tampilan Head-based sangat berbeda dengan fishtank dan projection, karena pada tampilan Head-based menggunakan lapisan layar yang

(5)

10 dipasang dekat mata pengguna, kegunaanya adalah untuk membuat

tampilan virtual world pada virtual reality lebih maksimal.

Gambar 2.4. Tampilan Head-based (Occlusive) (sumber: shorturl.at/csuGL)

4. Monocclusive head-based

Monocclusive head-based atau yang lebih dikenal sekarang yaitu Mixed Reality (MR) merupakan gabungan head-based dengan kamera yang merekam pengguna sehingga virtual world dengan gambar dari dunia nyata.

Gambar 2.5. Tampilan Monocclusive head-based atau Mixed Reality (sumber: shorturl.at/dovHZ)

5. Handheld

(6)

11 Handheld merupakan tampilan dunia virtual pada media handphone atau

kacamata, Handheld juga disebut augmented reality (AR) karena pengguna bisa menggeser, memperbesar atau memutar object pada media tersebut.

Contohnya aplikasi instagram – instastory.

Gambar 2.6. Tampilan Handheld atau Augmented Reality (sumber: shorturl.at/hiGOT)

2.1.2 Pola Interaksi Virtual Reality

Interaksi pada virtual reality menurut Parisi (2015) pada bukunya yang berjudul Learning virtual reality: Developing Immersive Experiences and Applications for Desktop, Web, and Mobile, mengatakan bahwa interaksi pengguna dengan virtual reality merupakan penyesuaian dengan perangkat keras (hardware). Menurut Parisi interaksi pada virtual reality yang lebih baik digunakan adalah interaksi langsung, karena interaksi langsung membuat pengguna masih merasakan sensor pada indera kulitnya sehingga jika pengguna menggerakan benda fisik misalnya controller virtual reality maka benda yang terdapat pada dunia virtual juga akan bergerak.

Menurut Jerald (2016) tahap awal untuk perancangan pada virtual reality, menentukan storyboard dan sketsa yang dikembangkan dengan referensi-referensi, setelah referensi telah dapat maka perancang virtual reality tersebut dilanjutkan ke

(7)

12 tahap desain prototype dengan penyesuain programming dengan perangkat keras

(hardware) yang telah ditentukan. Pada selanjutnya jika prototype sudah, maka akan lanjut ke tahap desain interaksi pengguna dengan dunia virtual dan penyesuain dengan perangkat keras yang bekerjasama dengan perancang visual, jika visual dan programming telah dikumpulkan atau sudah tersusun maka perancangan tersebut lanjut kata terakhir dengan menambahkan shader atau efek pada virtual reality.

Untuk mencapai semua tahapan tersebut dapat dibantu dengan desain interaksi yang dibuat oleh Norman, 2013. Desain interaksi tersebut dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu:

1. Affordances, merupakan bagaimana virtual reality dapat berinteraksi dengan pengguna, seperti controller pada virtual reality, jika pengguna memakai controller tersebut maka pengguna dapat memberi input ke benda atau UI pada dunia virtual dan secara bersamaan media virtual reality akan memberikan output berupa suara, getaran atau tampilan UI pada tampilan virtual reality.

2. Signifiers, adalah penanda pada suatu objek yang dapat berinteraksi dengan jelas dan pengguna dapat mengartikan penanda dapat memberikan informasi atau tulisan. Penanda yang baik pada virtual reality harus mengaplikasikan penanda tersebut dengan objek di dunia nyata.

3. Constraints, adalah batasan pengguna dengan interaksi pada virtual reality, seperti pengguna dibatasi untuk menjelajahi dunia virtual pada virtual reality.

4. Feedback, merupakan umpan balik dari media virtual reality ke pengguna yang melakukan aksi atau kegiatan, umpan balik yang baik adalah dapat membuat

(8)

13 pengguna lebih penasaran sehingga pengguna akan melakukan interaksi di virtual

reality.

5. Mappings, atau bagian dari UI/UX yang berguna untuk membantu pengguna saat berinteraksi dengan objek yang tidak bisa di jangkau.

6. Non-spatial mapping, merupakan sebuah Gerakan (gesture) tangan pengguna sehingga memberikan input ke sistem, contoh: Hand Tracking pada Oculus Quest, saat pengguna menggenggam tangan maka input tersebut akan menghasilkan tampilan pada UI Oculus akan tertutup.

2.1.3. Unity virtual reality

Media virtual reality pada engine unity merupakan perangkat lunak yang mudah dipakai karena pada unity terdapat tools untuk membantu perancang untuk membuat media virtual reality, seperti HDRP (High Definition Render Pipeline), particle system, spatial audio, dan stereo instancing.

1. HDRP (High Definition Render Pipeline)

HDRP merupakan fitur untuk membuat hasil visual seperti fotorelistik atau visual yang terdapat pada dunia asli karena pada HDRP fitur ini didukung

a. Ambient Occlusion (AO)

Ambient occlusion merupakan efek yang dimanipulasi oleh perangkat lunak unity sendiri, efek tersebut berupa efek bayangan pada setiap sudut di objek 3D yang sudah disusun pada suatu scene pada engine tersebut.

(9)

14 Gambar 2.7.Ambient Occlusion (AO) Pada Bangunan

(sumber: shorturl.at/Op331)

b. Screen Space Reflection (SSR)

Screen Space Reflection (SSR) adalah sebuah efek refleksi objek dengan cahaya yang terdapat pada unity dan efek tersebut di manipulasi oleh unity sendiri.

Gambar 2.8.Refleksi pantulan 3D Objek ke Air (sumber: shorturl.at/ii24p)

c. Particle system

Particle system adalah fitur yang disediakan oleh perangkat unity, kegunaan fitur ini adalah untuk memberikan efek partikel seperti kabut, api, hembusan angin atau debu.

(10)

15 Gambar 2.9.Parcticle System Pada Unity

(sumber: https://forum.unity.com/attachments/virtual reality-particle-error-png.190113/) d. Audio Spatial

Audio Spatial merupakan fitur audio atau suara yang bisa diatur oleh perancang media, fitur ini akan membuat suara seberapa gelombang yang didengar oleh telinga kiri dan kanan pengguna.

Gambar 2.10.Panel setting Audio Spatial Pada Unity (sumber: shorturl.at/Op331)

e. Stereo Instancing

Stereo instancing adalah fitur untuk mengoptimalkan sebuah media virtual reality sehingga visual media agar berjalan pada fps (frame per second) yang normal.

(11)

16 Gambar 2.11,Panel setting Stero Instancing Pada Unity

(sumber: shorturl.at/oiu11) 2.1.4. Oculus Quest

Oculus adalah anak perusahaan dari facebook group yang didirikan pada tahun 2012. Oculus telah membuat perangkat mulai dari oculus development kit sampai yang terbaru adalah Oculus Quest. Oculus Quest merupakan perangkat virtual reality yang tidak membutuhkan komputer atau laptop atau disebut virtual reality standalone. Spesifikasi pada Oculus Quest adalah Qualcomm® Snapdragon 835 untuk processor dengan didukung oleh RAM 4GB dan GPU Qualcomm®

Adreno™ 540 GPU, karena pada perangkat ini menggunakan qualcomm maka data aplikasi dan sdk yang dibaca oleh perangkat ini adalah Android application package (.APK).

Gambar 2.12. Virtual Reality Oculus Quest (sumber: shorturl.at/atuS0)

(12)

17 Keunggulan pada Oculus quest selain tidak membutuhkan perangkat

tambahan seperti PC/laptop, Oculus Quest sangat mudah untuk step-up pertama pada pengguna yang baru memakai perangkat ini dan Oculus Quest sudah build in tracking sensor sehingga pengguna tidak perlu untuk memasang camera sensor.

Selain keunggulan yang banyak pada perangkat ini terdapat peraturan atau peringatan, yaitu pada perangkat Oculus Quest hanya boleh digunakan pada umur 13 tahun keatas, karena lingkar kepala pada anak-anak masih belum bisa menahan headset virtual reality dan otak anak-anak masih terlalu rentan akan glombang

sensor pada Oculus Quest dan dari team Oculus Quest juga menganjur bagi yang sudah bisa memakai Oculus Quest lebih baik tidak dipakai lebih dari 45 menit, karena bila pengguna memakai Oculus Quest melebihi waktu maka pengguna akan merasakan sakit kepala bahkan sampai mual. (Oculus, 2019).

2.2 Serious Game

Menurut Grajewska (2016), Serious game dapat didefinisikan sebagai game yang memiliki tujuan lain selain kegembiraan belaka. Serious games dapat dibagi menjadi kategori menurut wilayahnya. Dengan demikian, kategori tersebut merupakan kesehatan, game edukasi, game olahraga, atau game bahasa asing (hal.

3-4). Serious games sangat penting untuk edukasi bahwa game mempengaruhi motivasi dan membantu perkembangan aliran kognitif dan pembelajaran.

Dalam karakteristik dan perbedaan dalam serious games, ada beberapa fungsi utama yang dapat diperhatikan. 5 P merupakan model yang muncul sebagai fungsi utama. 5 P sendiri memiliki singkatan problem-solving, personae, people, proficiency, and persuasion.

(13)

18 Gambar 2.13.Diagram Serious Game

(sumber: shorturl.at/lo44w) 2.2.1. Game Simulasi

Game simulasi adalah genre game yang menggunakan peraturan atau hukum yang ada dunia dengan cara mereplikasi sistem, perangkat keras, dan pengalaman (Novak, 2012). Game simulasi diciptakan untuk sarana hiburan dan edukasi tetapi terdapat juga pemerintah, militer, dan kedokteran yang mengembangkan game simulasi untuk keperluan latihan. Ada beberapa tipe game simulasi seperti kendaraan, partisipatif, dan konstruksi bangunan.

1. Simulasi Kendaraan merupakan simulasi yang menyesuaikan interaksi dengan kendaran di dunia nyata, misalnya simulasi mengemudi mobil, terdapat alat (gear) seperti steer, pedal gas, transmission handle, dan tampilan layer yang besar untuk membuat pengguna merasakan situasi mengemudi mobil.

(14)

19 Gambar 2.14. Bermain Game Balapan Dengan Steer Simulasi

(sumber: shorturl.at/cxEJK)

2. Simulasi Partisipatif merupakan pemain yang akan menjadi peserta atau karakter pada game tersebut, misalnya pada game baseball, pengguna akan menjadi pemukul dan pengguna akan melakukan gerakan memukul seperti di dunia nyata.

Gambar 2.15.Simulasi Bermain Baseball (sumber: shorturl.at/bevBZ)

3. Simulasi Konstruksi Bangunan atau biasa dikenal construction and management sims (CMS) adalah simulasi yang penggunanya akan membuat atau membangun struktur gedung dengan objek-objek 3D yang telah disiapkan pada game tersebut dan pengguna juga dapat melakukan pengecekan terhadap konstruksi bandungan yang telah dibuat.

(15)

20 Gambar 2.16. Contoh Game Simulasi Konstruksi

(sumber: shorturl.at/aX467)

Menurut Bob Bates dalam buku Game Design (2004: 58-60), terdapat beberapa elemen yang harus ada dalam sebuah game simulasi yaitu, wish fulfillment, hard- core versus casual gamer, simple interface, keep it fun. Tujuan game simulasi adalah untuk membuat pengguna mendapatkan pengalaman seperti didunia asli dan ilmu yang terdapat pada game. Game simulasi memberikan kesempatan kepada pengguna untuk mendapatkan experience yang tidak dapat pada dunia nyata.

Contoh seorang yang tidak bisa berenang atau diving karena membutuhkan lisensi, seorang tersebut dapat merasakan bagaimana diving dengan game simulasi.

2.2.2. Level Design

Menurut Ahern (2017), membuat level design terdapat banyak metode pengerjaan yang berbeda-beda tergantung metode apa yang sesuai dengan perancangan game tersebut, jika perancang dapat menentukan metode yang sesuai, maka level designer dapat membuat level tersebut dengan cepat dan sesuai asset yang telah ditentukan, merancang level design terdapat 3 metode dalam merancang sebuah game, yaitu:

1. Modular, merupakan metode yang menggunakan grid atau snap, sehingga asset yang dipasang memiliki skala yang sama dan tidak berubah-ubah.

(16)

21 Bisanya metode modular digunakan untuk merancang dasar level yang

berbentuk persegi.

Gambar 2.17.Tampilan Metode Modular Pada Environment (sumber: shorturl.at/lk24P)

2. Freefrom/non-modular, adalah metode untuk merancang level tanpa menggunakan grid atau snap, sehingga perancang akan lebih bebas untuk menentukan ukuran dan posisi asset. Freefrom biasa juga dikombinasi dengan procuderal objek yang dimana asset tersebut akan tersebar secara acak di scene game tersebut, procuderal biasa digunakan untuk penetapan asset props, seperti pohon, batu, dan rumput.

Gambar 2.18. Metode Freefrom/Non-modular Pada Environment (sumber: shorturl.at/2jkOP)

3. Hybrid, adalah gabungan dari metode modular dengan freefrom/non- modular, sehingga metode tersebut akan membuat level yang komplek dan

(17)

22 tersusun atau tertata dengan baik. Metode ini juga bisa dikombinasi dengan

procuderal objek.

Gambar 2.19. Metode Hybrid Pada Environment (sumber: shorturl.at/kjk22)

Untuk merancang level design menurut Galuzin (2011) di level design tersebut harus terdapat storytelling, interactive, AI karena menurut Galuzin 3 komponen tersebut harus saling berhubungan dan sesuai dengan konsep yang dibuat.

1. Storytelling, merupakan lebih bebasnya cara dalam bercerita. Juga cerita yang ingin disampaikan akan lebih mudah tersampaikan karena sudah terlihat bentuk dan suara seperti di dalam cerita yang akan diceritakan.

Dengan kata lain penceritaan akan terasa lebih immersive

2. Interactive Environment adalah objek yang terdapat pada game tersebut bisa dikendalikan atau memberikan feedback ke pengguna.

3. AI (Artificial intelligence) merupakan objek benda yang bisa memberikan interactive ke pengguna tanpa pengguna tersebut memegang atau mendekati objek tersebut. Pada perancangan AI level designer akan menentukan seberapa jauh AI tersebut harus muncul dan menghilang.

(18)

23 2.2.3. Environment

Menurut Ahern (2017) Environment 3D pada game berfungsi untuk memperkuat atau melengkapi gameplay, story, dan goal pada game tersebut. Pada setiap environment game pasti mempunyai mood / color tone yang menggambarkan suasana, kondisi, jalannya cerita pada suatu scene game tersebut.

Pada saat melakukan perancangan suatu asset environment harus memperhatikan beberapa hal yang berguna untuk mendapatkan hasil dan kualitas asset sudah ditentukan, yaitu:

1. Technological assumtions

Dalam perancangan suatu game, pengetahuan tentang media output, aplikasi dan target yang diinginkan harus saling mendukung dan compatible.

2. Point of view

Point of view pada game juga hal yang sangat penting untuk mempunyai batasan saat merancang suatu game. Contoh jika pada game simulasi berenang fokus objeknya adalah air dan kolam renang maka perspektif kamera yang dipakai adalah perspektif orang pertama karena objek yang ingin difokuskan adalah permukaan, bawah air dan kolam renang.

3. Tema

Menentukan tema pada game untuk target visual asset yang telah ditentukan, misalnya referensi gambar atau foto asli.

(19)

24 4. Genre

Saat merancang game genre juga komponen yang sangat penting, karena dapat menentukan gaya visual dan asset yang dibutuhkan, tetapi harus diperhatikan juga bagaimana pengguna untuk menjelajahi environment tersebut, interaksi pengguna dengan environment, dan jarak antar tempat ke tempat lainya.

5. World Size

Luasnya game juga harus diperhatikan saat merancang environment, karena luasnya game juga akan mempengaruhi optimasi sebuah game tersebut dan bagaimana jika pemain jika menjelajahi tempat tersebut. Luasnya game juga didukung dengan interaksi yang ada pada tempat tersebut dan shader atau pengaturan cahaya dan texture.

6. Game Fiction

Cerita yang disampaikan ke pengguna akan mempengaruhi asset environment dan konsep cerita juga akan menentukan gaya visual yang akan dirancang.

2.2.4. Spatial Audio Virtual Reality

Spatial audio menurut John, (2019) pada artikel yang berjudul Virtual Reality sound design in unity adalah experience pengguna saat menggerakan kepalanya dengan virtual reality maka suara yang yang didengar akan seperti bergerak atau mengikuti pengguna, terdapat beberapa cara untuk membuat suara pada dunia virtual seperti aslinya, yaitu:

(20)

25 a. Panning objek adalah suara yang terdapat pada media tersebut mengikuti

objek 3D yang telah di tentukan dengan radius seberapa suara itu akan mengikuti objek tersebut.

b. Resonance audio merupakan fitur yang untuk membuat wilayah yang mengelurkan suara dengan efek reverb.

Gambar 2.20. Fiture Resonance Audio Pada Unity (sumber: shorturl.at/jh33p)

2.3 Interactive Design 2.3.1. User Interface (UI)

User Interface (UI) menurut Khirsna (2015) dalam bukanya “The Best Interface is No Interface”, sekarang adalah masanya layar digital yang banyak digunakan oleh para pengguna dan pada layar digital tersebut memiliki interface. Para pengguna berlomba-lomba untuk mencari interface yang efisiensi, mudah dipakai, dan kenyaman.

User Interface (UI) merupakan penengah antar pengguna dengan media digital yang diberikan untuk pengguna. Dalam User Interface (UI) menurut Khrisna UI yang baik adalah UI yang menampilkan interface seminim mungkin dan ketika pengguna dapat berinterkasi dengan ketidakhadiran sebuah UI. UI secara tidak langsung menghambat inovasi dengan membuat UX sering disalah persepsikan dan

(21)

26 berubah dari penyelesaian masalah berbasis pengguna (user-oriented problem

solving) menjadi cara teknis untuk mencapai suatu hasil tampilan, misalnya parallax text atau rounded rectangle (hlm. 49). Dalam perkembangannya sekarang, Rouse (2016) dalam artikel “user interaface” menyatakan jika Graphical User Interface (GUI) berevolusi mengikuti evolusi bidang multimedia. Evolusi ini memengaruhi suara, bunyi, video, bahkan virtual reality (virtual reality) menjadi bagian dari GUI. Pada perkembangan User Interface pada medium game, UI lebih dikenal dengan head-up display (HUD).

Stonehouse (2014) User Interface pada game berbeda dari desain UI lainnya karena UI pada game terdapat elemen tambahan fiksi yang membaginya menjadi empat bentuk besar UI, yaitu spatial, non-diagetic, diagetic, dan meta berdasarkan hubungan UI dengan narasi, maupun aset (karakter, lingkungan) dalam game.

2.3.1.1. Non-diagetic

Non-diagetic merupakan interface yang berdiri sendiri dan terpisah dari dunia game. Walaupun terpisah interface ini tetap butuh untuk menjaga kesatuan antar visual gambar.

Gambar 2.21. Non-diagetic Interface Pada “World War Craft” (2004)

(22)

27 2.3.1.2. Diagetic

Diagetic interface yang menyatu baik dengan game, pada Diagetic interface pengguna dapat berinteraksi baik lewat visual atau suara dan genre game sci-fi yang banyak menggunakan Diagetic interface, karena genre game sci- fi biasanya menggunakan karakter yang menyatu dengar interface. Sebagai contoh jam tangan pada Far Cry 2.

Gambar 2.22. Diagetic Interface Pada “Far cry 2” (2004) 2.3.1.3. Meta

Meta interface yang tidak masuk ke dalam tiga dimensi game, tetapi interface menjaga kesatuan naratif ke game. Meta interface berbentuk dua dimensi yang menambahkan experience pada saat bermain game. Sebagai contohnya adalah interaksi pengguna dengan telepon dalam game “watch dog”.

(23)

28 Gambar 2.23. Meta Interface pada “Watchdog” (2010)

2.3.1.4. Spatial

Spatial interface dibutuhkan untuk pengguna agar dapat informasi dari game tersebut. Spatial interface menyatu dengan asset tiga dimensi dalam game, tetapi tidak menyatu dengan cerita game.

Gambar 2.24. Spatial interface pada “Forza 4” (2010) 2.3.2. User Experience (UX)

Menurut Harson & Payla User experience merupakan gabungan dari pengguna, produk, dan kontent yang menjadi satu sehingga pengguna mendapatkan pengalaman dari media interactif. User experience pada virtual reality dari perspektif desain adalah gabungan dari teknologi dengan kualitas produk yang disesuai dengan teknologi virtual reality tersebut, karena menurut Gkouskos et al

(24)

29 pengalaman manusia tidak dapat dikurangi menjadi satu set variable. Karena jika

user interface pada teknologi virtual reality tidak bisa berjalan maka pengguna media tersebut tidak dapat user expreince.

Gambar 2.25. Diagram UX Dengan User, Content, dan Product

2.4 Terumbu Karang

Perusakan terumbu karang menjadi hal penting untuk diatasi atau ditangani karena perusakan terumbu karang dapat memengaruhi ekosistim bawah laut dan dapat menyebabkan kerugian terhadap negara. Perusakan terumbu karang di Indonesia sendiri sering sekali terjadi mulai dari perahu besar yang menurunkan jangkarnya, pemakaian bahan peledak untuk menangkap ikan, membuang sampah plastik kelaut, pencurian terumbu karang yang sampai sekarang masih sering terjadi dan ketidakpedulian masyarakat kota Jakarta terhadap kerusakan terumbu karang.

Pelestarian terumbu karang di Indonesia sendiri masih terbilang sedikit dan kurang pedulinya masyarakat yang tinggal di pusat perkotaan untuk melakukan pelestarian terumbu karang. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) merilis data terumbu karang pada tahun 2017 yaitu, kondisi baik 29.79 % dan kondisi buruk

(25)

30 sebesar 70.21 %. Sedangkan pada tahun 2018 yaitu, kondisi baik 29.52 % dan

kondisi buruk sebesar 70.48 %. LIPI medapatkan data dari 1064 lokasi di seluruh perairan Indonesia (Prayudha, 2018).

2.4.1. Anatomy Terumbu Karang

Menurut Suharsono, 2018 mengatakan terumbu karang atau bisa disebut binatang karang yang berbentuk seperti tabung dengan mulut yang berada pada ujung karang dan berfungsi sebagai lubang pembuang sisa makanan yang dijadikan sebagai karang kapur yang akan di jadikan rumah atau terumbu karang. Kegunaan karang kapur adalah sebagai penyangga jaringan pada terumbu karang, karena pada binatang karang terdapat organ lainnya seperti usus dan perut untuk mencerana makan binatang karang, makanan binatang karang yaitu, microba (plankton).

Struktur pada terumbu karang mempunyai 3 lapisan, yaitu ektoderma, mesoglea, dan endoderma. Ektoderma adalah jaringan terumbu karang yang paling luar, mesoglea merupakan lapisan seperti jelly, sedangkan lapisan endoderma adalah lapisan yang paling dalam dan pada lapisan ini organ pada bianatang karang ada. Pada permukaan terumbu karang terdapat sel cilia dan flagella, kedua sel ini berbentuk tentakel yang kegunaannya untuk menangkap microba (plankton) untuk makanan binatang karang.

(26)

31 Gambar 2.26. Anatomy Dan Struktur Kerangka Kapur Karang

(sumber: Suharsono, 2008)

Dari struktur kapur karang yang yang bertumbuh maka terbentuknya koloni karang yang bentuknya jenis-jenis koloni terumbu karang, jenis-jenis koloni terumbu karang tersebut, yaitu hydnoporoid, dendroid, phaceloid, plocoid, fl abellate, ceriroid, meandroid, dan kolini yang berbentuk pipa acropora.

(27)

32 Gambar 2.27. Bentuk-Bentuk Pada Koloni Karang

(sumber: Suharsono, 2008)

Gambar 2.28. Bentuk-bentuk Perancangan Koloni dan Radial Koralit Dari Marga Acropora (sumber: Suharsono, 2008)

(28)

33 2.4.2. Jenis Terumbu Karang

Terumbu karang di kepulauan seribu memiliki ±100 jenis karang yang tersebar di wilayah kepulauan seribu, karena lokasi di kepulauan seribu adalah wilayah tropis dan tempat yang bagus untuk terumbu karang berkembang karena sinar air laut di Indonesia memiliki suhu yang hangat. Jenis-jenis terumbu karang yang terdapat pada kepulauan seribu, yaitu:

1. Acropora carduus

Terumbu karang Acropora carduus memiliki bentuk pada Acropora carduus menyerupai sikat botol yang cabang utama bertumbu keatas, dan warna coklat tua dengan ujung yang memutih.

Gambar 2.29. Terumbu Karang Acropora Carduus (sumber: Suharsono, 2008)

1. Acropora divaricate

Terumbu karang Acropora divaricate memiliki bentuk yang hampir sama seperti Acropora carduus yang menyerupai sikat botol, tetapi Terumbu karang Acropora divaricate mempunyai cabang yang sejajar dan warna pada jenis karang ini coklat muda kuning dengan unjung yang berwarna keunguan.

(29)

34 Gambar 2.30. Terumbu Karang Acropora Divaricate

(sumber: Suharsono, 2008)

2. Acropora echinate

Jenis terumbu karang ini mempunyai bentuk seperti duri tetapi dan jenis karang ini bisa ditemukan pada kedalaman sekitar 15-20meter dan biasa tumbu di dasar pasir, warna pada jenis karang ini yaitu coklat muda atau kuning muda.

Gambar 2.31. Terumbu Karang Acropora Echinate (sumber: Suharsono, 2008)

3. Acropora Formosa

Terumbu karang ini memilki bentuk cabang dari besar ke kecil seperti ranting pohon yang cabang dan warna pada jenis karang ini, yaitu coklat muda dan coklat tua. Jenis karang ini yang paling sering di jumpai oleh wisatawan saat snorkeling atau diving, karena sebaran pada jeni karang ini terdapat pada kedalaman 3-5meter.

(30)

35 Gambar 2.32. Terumbu Karang Acropora Formosa

(sumber: Suharsono, 2008)

4. Acropora gemmifera

Bentuk pada jenis karang ini seperti pyramid yang terdiri dari 2 cabang yang besar dibawah ini karang ini dan cabang kecil yang berbentuk pyramid, warna pada terumbu karang ini, yaitu: Kuning muda, coklat, dan ungu.

Gambar 2.33. Terumbu Karang Acropora Gemmifera (sumber: Suharsono, 2008)

5. Astreopora gracilis

Bentuk pada terumbu karang ini berbentuk koloni yang membulat dan mempunyai pori-pori yang tersebar disemua karang tersebut, terumbu karang ini termasuk marga astreopora, dan mempunyai warna coklat muda dan kuning.

(31)

36 Gambar 2.34. Terumbu Karang Astreopora Grasilis

(sumber: Suharsono, 2008)

6. Mantipora aequituberculata

Merupakan terumbu karang marga montipora yang berbentuk seperti bunga yang yang lebar dan saling tumpang tindih dan memiliki ketebalan 3-5cm dengan permukaan yang kasar, warna pada karang ini kunig pucat, dan coklat dengan pinggiran pada terumbu karang ini berwarna ungu.

Gambar 2.35. Terumbu Karang Montipora Aequituberculata (sumber: Suharsono, 2008)

7. Wellsophyllia radiata

Merupakan terumbu karang marga wellsophyllia yang mempunyai bentuk seperti kubah dengan sususan yang meilngkar, warna pada terumbu karang ini coklat tua, hijau atau biru campur merah.

(32)

37 Gambar 2.36. Terumbu Karang Wellsophyllia Radiata

(sumber: Suharsono, 2008)

8. Trachyphyllia geoffroyi

Terumbu karang ini mempunyai bentuk yang sama dengan Wellsophyllia radiata tetapi yang membedakan adalah lekukan dr terumbu karang ini tidak simetris, warna pada terumbu karang ini adalah hijau dan coklat, dan terumbu karang ini juga dibedkan marganya yaitu Trachpyyllia.

Gambar 2.37. Terumbu Karang Trachyphyllia Geoffroyi (sumber: Suharsono, 2008)

9. Psammocora digitata

Jenis terumbu karang ini merupakan salah satu terumbu karang besar yang ukuran diameternya bisa mencapai 1 sampai 1,5 meter, sedangkan bentuk pada terumbu

(33)

38 karang ini sering memebntuk seperti kubah dengan di setiap rongganya yg

berbentuk pipa, untuk warna pada terumbu karang ini yaitu abu-abu dan coklat muda dan terumbu karang ini termasuk dalam marga psammocora

Gambar 2.38. Terumbu Karang Psammocora Digitata (sumber: Suharsono, 2008)

10. Porites Lobata

Terumbu karang ini juga termasuk kategori terumbu karang besar yang ukuran diameternya bisa menjadi 1,5 meter, sedangakn terumbu karang ini juga mempunyai bentuk seperti batu coral sehingga untuk membedakan terumbu karang ini dengan batu-batu sekitar penyelam harus melihat lebih dekat, ciri-ciri yang membedakan terumbu karang ini dengan batu adalah terdapat pori-pori di terumbu kareang teresebut, untuk warna pada terumbu karang ini yaitu coklat keabu-abuan, dan terumbu karang ini masuk ke kategori marga porites.

(34)

39 Gambar 2.39. Terumbu Karang Porites Lobata

(sumber: Suharsono, 2008) 11. Goniopora stutchburyi

Terumbu karang ini merupakan marga Goniopora yang terumbu karang ini menyebar secara berkoloni yang satu menyatui sehingga seperti terumbu karang yang besar, bentuk pada terumbu karang ini seperti tumpukan bunga yang berwarna coklat muda sampai biru dan terumbu karang ini bisa ditemukan pada kedalaman 5-12 meter.

Gambar 2.40. Terumbu Karang Goniopora Stutchburyi (sumber: Suharsono, 2008)

12. Goniopora stokesi

Terumbu karang termasuk kedalam marga Goniopora yang mempunyai bentuk seperti pipa yang lentur dengan dan di setiap ujung pada terumbu karang ini sperti kelompok bunga, warna pada terumbu karang ini yaitu hijau atau abu-abu.

(35)

40 Gambar 2.41. Terumbu Karang Goniopora Stokesi

(sumber: Suharsono, 2008) 13. Stylophora pistillata

Stylophora pistillata termasuk terumbu karang marga Stylophora yang mempunyai bentuk bercabang pendek dan ujung yang tumpul dan terumbu karang ini mempunyai warna kuning cerah dengan ujung berwarna putih.

Gambar 2.42. Terumbu Karang Stylophora Pistillata (sumber: Suharsono, 2008)

14. Symphyllia recta

Termasuk terumbu karang marga Symphyllia yang mempunyai bentuk seperti kubah yang bulat, terumbu karang ini juga sering didengar sebagai terumbu karang otak, karena rongga pada terumbu karang ini mempuntai alur yang seperti otak manusia, warna pada terumbu karang yaitu kuning pucat atau hijau.

(36)

41 Gambar 2.43. Terumbu Karang Symphyllia Recta

(sumber: Suharsono, 2008) 15. Scolymia vitiensis

Terumbu karang ini termasuk ke dalam marga Scolymia yang mempuntai bentuk seperti mangkuk terbalik dan diameter terumbu karang ini hanya mencapi 6 cm dengan tekstur yang kasar dan terumbu karang mempunyai warna coklat tua atau hijau tua.

Gambar 2.44. Terumbu Karang Scolymia vitiensis (sumber: Suharsono, 2008)

Gambar

Gambar 2.2. Tampilan Fishtank   (sumber: shorturl.at/blqO9) 2.  Projection
Gambar 2.5. Tampilan Monocclusive head-based atau Mixed Reality   (sumber: shorturl.at/dovHZ)
Gambar 2.6. Tampilan Handheld atau Augmented Reality  (sumber: shorturl.at/hiGOT)
Gambar 2.8.Refleksi pantulan 3D Objek ke Air    (sumber: shorturl.at/ii24p)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pelatihan dilaksanakan di tempat tersebut dengan pertimbangan, yaitu: (1) kedua kelompok mitra belum memiliki alat dan lokasi finishing, (2) lokasi adalah milik

Tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kompetensi dan pemahaman guru dalam menyelesaikan masalah matematika dengan menggunakan Scientific Calculator Casio

Hasil penelitian menunjukan bahwa tepung tempe dan virgin coconut oil (VCO) memberi pengaruh berbeda nyata (signifikan) terhadap kadar lemak, protein, volume

2 Hasil temuan empiris pada olah data yang dilakukan pada penelitian sebagai berikut; Variabel kapital, tenaga kerja, keterbukaan ekonomi dan investasi asing langsung berpengaruh

MAHASISWA DALAM PENGISIAN KRS HARUS MENGISI KELAS SUPAYA NAMANYA TERCANTUM DALAM DAFTAR ABSEN KULIAH MAUPUN DAFTAR ABSEN

Pemberian perasan daun pepaya disetiap konsentrasi tidak berbeda nyata.Rata-rata peningkatan kadar hemoglobin tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol pembanding

Meskipun demikian, penelitian ini setidaknya melengkapi gambaran tentang penerapan hukum waris pada masyarakat Bali kuno ditinjau dari segi prasasti dan