• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DAFTAR ISI. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian..."

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xv

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Gangguan Jiwa ... 9

2.1.1 Pengertian Gangguan Jiwa ... 9

2.1.2 Penggolongan Gangguan Jiwa ... 10

2.1.3 Tingkat Status Mentak ODGJ ... 13

2.2 Konsep Dasar Kesehatan Spiritual ... 17

2.2.1 Pengertian Kesehatan Jiwa ... 17

2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Spiritual ... 20

2.2.3 Kebutuhan Spiritual ... 21

(2)

2.2.4 Peran Keluarga dalam Pemenuhan Kebutuhan Spiritual ... 24

2.3 Hubungan Tingkat Spiritual dengan Tingkat Status Mental ... 24

BAB 3 KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Konsep ... 28

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ... 29

3.3 Hipotesis ... 30

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian ... 32

4.2 Kerangka Kerja ... 33

4.3 Tempat dan Waktu Penelitian ... 34

4.4 Populasi, Teknik Sampling Penelitian dan Sampel ... 34

4.5 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 36

4.6 Pengolahan dan Analisis Data ... 41

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ... 45

5.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 50

5.3 Keterbatasan Penelitian ... 62

BAB 6 PENUTUP 6.1 Simpulan ... 61

6.2 Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(3)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel ... 30

Tabel 4.1 Interpretasi nilai Koefisien Korelasi ... 44 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 47 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis

Kelamin ... 47 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian Berdasarkan Lama Sakit .. 48 Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Pada

Subjek Penelitian ... 49 Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Tingkat Status Mental Pada Subjek

Penelitian ... 49 Tabel 5.6 Hasil Analisis Hubungan Pemenuhan Kebutuhan Spiritual dengan

Tingkat Status Mental Pada Subjek Penelitian ... 50

(4)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Kesehatan Spiritual : Pendekatan penyatuan ... 19

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 28 Gambar 4.1 Kerangka Kerja Penelitian ... 33

(5)

ABSTRAK

Pemenuhan kebutuhan spiritual sangat diperlukan pada orang dengan ganggguan jiwa (ODGJ) mengingat kebutuhan spiritual sangat berperan penting dalam perubahan status mental. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pemenuhan kebutuhan spiritual dengan tingkat status mental pada orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Timur. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional.

Sampel penelitian adalah 69 responden dengan pengambilan sampel dengan menggunakan purposive sampling. Teknik pengolahan data menggunakan teknik Spearmen-Rho. Instrumen yang digunakan dalam pengambilan data adalah kuesioner pemenuhan kebutuhan spiritual dan kuesioner Mini Mental State Examination (MMSE). Hasil penelitian menunjukan mayoritas responden pemenuhan kebutuhan spiritual baik yaitu sebanyak 46 responden atau 66.7 %.

Sedangkan mayoritas reseponden memiliki tingkat status mental tinggi yaitu sebanyak 37 responden atau 53.6 %. Hasil analisis menunjukkan ada Hubungan Antara Pemenuhan Kebutuhan Spiritual dengan Tingkat Status Mental pada ODGJ dengan nilai p-value 0,000 (p<0.05) dengan keeratan korelasi kuat 0.863 dan arah korelasi positif. Berdasarkan hasil temuan di atas, disarankan kepada perawat untuk membuat program terkait dengan spiritual seperti persembahyangan rutin bersama dan peguyuban ODGJ yang didalamnya terkandung makna spiritual.

Kata Kunci : orang dengan gangguan jiwa (odgj), pemenuhan kebutuhan spiritual, tingkat status mental

(6)

ABSTRACT

The fulfillment of spiritual needs is required by the people with Psychiatric Diorder (ODGJ), considering the spiritual needs are very important in the change of mental status. This study is aimed at finding out the correlation between Fulfillment of Spiritual Needs and Mental Status Level in people with Psychiatric Disorder (ODGJ) at Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Timur. This is a quantitative study that applies cross sectional method. The sample for this study is 69 respondents by using purposive sampling technique. The data are analyzed by using Spearman-Rho. The instruments which are used for collecting data of this study are a questionnaire about spiritual fulfillment and Mini Mental State Examination (MMSE) questionnaires.

The results showed the number of loading spiritual needs either as much as 46 respondents or 66.7%. Meanwhile,most of the respondet has a high level of mental status that is 37 respondents or 53.6%. The result of the analysis shows that there is a correlation between fulfillment of spiritual needs and Mental Status Level on ODGJ with p value 0.000 with positive correlation 0,863 and positive direction. Based on the findings above, it is advisable to the nurse to make programs related to the spiritual such as routine joint prayer and ODGJ peguyuban which is spiritual meaning.

Keywords : ODGJ, fullfillment of spiritual needs, mental status level

(7)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Kesehatan Jiwa No.18 tahun 2014 pasal 1 adalah kondisi dimana seseorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Hal ini serupa dengan konsep World Health Organization (2009) ketika seseorang tersebut merasa sehat dan bahagia, mampu menghadapi tantangan hidup serta dapat menerima orang lain sebagaimana seharusnya serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain maka seseorang tersebut dikatakan sehat jiwa.

Masalah kesehatan jiwa setiap tahunnya selalu meningkat secaea signifikan. Prevalensi masalah kesehatan jiwa di Indonesia mencapai 13% dari penyakit secara keseluruhan dan kemungkinan akan berkembang menjadi 25% di tahun 2030 (WHO, 2009). Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 (Departemen Kesehatan, 2008), menjelaskan bahwa di Indonesia pravalensi gangguan jiwa berat 4,6 %, sedangkan gangguan mental emosional jauh lebih besar yakni 11,6 %. Tingginya angga masalah kesehatan jiwa tersebut mengidentifikasikan bahwa individu mengalami suatu perubahan emosional yang apabila tidak ditangani dengan baik dapat berkembang menjadi patologis yaitu menjadi sakit atau mengalami gangguan jiwa.

Menurut Yosep (2011) gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berpikir (cognitive), kemauan (volition),emosi (affective), tindakan (psychomotor). Gangguan jiwa merupakan suatu keadaan yang mengacu pada suatu kondisi yang mempengaruhi pikiran, emosi, dan perilaku seseorang (Kessler et al, 2010). Gangguan jiwa adalah gangguan pada pikiran atau perilaku seseorang sehingga mengakibatkan ketidakmampuan dalam menghadapi tuntutan dan menjalani rutinitas hidup. Gangguan jiwa terjadi dikarenakan orang tidak dapat memuaskan macam-macam kebutuhan jiwa mereka. Hal yang sama dijelaskan oleh Erviana Kustanti (2008) dalam Journal new in Nursing bahwa gangguan jiwa dapat terjadi dikarenakan karena kehidupan yang semakin

(8)

sulit dan kompleks serta semakin bertambah stressor psikososial akibat budaya masyarakat yang semakin modern, sehingga dapat menyebabkan manusia tidak dapat menghindari tekanan-tekanan kehidupan yang mereka alami.

Berdasarkan data Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2012), gangguan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan bagi setiap negara tidak hanya di Indonesia saja. Orang yang mengalami gangguan jiwa sepertiganya tinggal di negara berkembang, sebanyak 8 dari 10 penderita gangguan mental itu tidak mendapatkan perawatan (Kemenkes RI, 2012). Diperkirakan dari sekitar 220 juta penduduk Indonesia, ada sekitar 50 juta atau 22 persennya, mengidap gangguan kejiwaan (Hawari, 2009). Data Riskesdas (2013) didapatkan data gangguan jiwa berat terbanyak berada pada provinsi Yogyakarta, disusul provinsi Aceh, Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Bali, dan Provinsi Jawa Tengah.

Beberapa dampak yang dapat diakibatkan dari gangguan jiwa menurut Baihaqi, dkk (2005) adalah apabila seseorang mengalami gangguan jiwa maka seseorang tersebut tidak sanggup menilai dengan baik kenyataan, tidak dapat lagi menguasai dirinya untuk mencegah mengganggu orang lain atau merusak atau menyakiti dirinya sendiri. Gangguan jiwa dapat berdampak secara holistik baik berdampak pada aspek fisik atau biologis, psikologi, sosial dan spiritual. Menurut Stuart, G.W., dan Laraia (2001) dampak fisik yang dapat terjadi pada pasien dengan gangguan jiwa antara lain perilaku mencederai diri sendiri dan peningkatan pergerakan aktivitas tubuh.

Secara psikologis orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) sering merasa emosional, mudah marah, mudah tersinggung dan menentang sedangkan secara spiritual yang sering terjadi ODGJ ialah merasa dirinya sangat berkuasa sehingga seseorang tersebut akan merasa tidak bermoral. Selain itu, secara sosial ODGJ akan merasa malu terhadap penyakitnya, hilangnya rasa percaya diri, muncul pikiran menganggap tidak penting dan tidak ada gunanya berinteraksi dengan orang lain sehingga menurunkan motivasi pasien untuk berinteraksi dengan orang lain (Nyumirah, S., 2013).

Hal diatas menyatakan bahwa gangguan jiwa merupakan suatu keadaan yang perlu mendapatkan perhatian dari berbagai pihak baik pihak medis maupun non medis karena gangguan jiwa menimbulkan gangguan pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Menurut data WHO pada tahun 2012 angka penderita gangguan jiwa menjelaskan bahwa sekitar 450 juta orang yang menderita gangguan mental.

(9)

Pieper, J., dan Uden., M.V (2006) mendefinisikan kesehatan mental adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak mengalami perasaan bersalah terhadap dirinya sendiri, memiliki estimasi yang realistis terhadap dirinya sendiri dan dapat menerima kekurangan atau kelemahannya, kemampuan menghadapi masalah-masalah dalam hidupnya, memiliki kepuasan dalam kehidupan sosialnya, serta memiliki kebahagiaan dalam hidupnya. Dalam ilmu psikiatri dan psikoterapi, kata mental sering digunakan sebagai ganti dari kata personality (kepribadian) yang berarti bahwa mental adalah semua unsur-unsur jiwa termasuk pikiran, emosi, sikap (attitude) dan perasaan yang dalam keseluruhan dan keputusan akan menentukan tingkah laku, cara menghadapi suatu hal yang menekan perasaan, mengecewakan atau menggembirakan, menyenangkan dan sebagainya.

Status mental dapat diukur melalui observasi tingkah laku seseorang dengan menggunakan beberapa kuesioner. Kuesioner yang dapat digunakan salah satunya ialah Mini Mental State Examination (MMSE). Pemeriksaan MMSE kini adalah instrumen skrining yang paling luas digunakan untuk menilai status kognitif dan status mental pada usia lanjut (Kochhann dkk. 2009, Burnsdkk. 2002). Skor MMSE normal 24 – 30. Bila skor kurang dari 24 mengindikasikan gangguan fungsi kognitif (Folstein dkk. 1975, Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003).

Penelitian yang dilakukan oleh Bonab, B.G, Hakimirad dan Habibi (2010) menjelaskan bahwa status kesehatan mental seseorang berhubungan dengan tingkat spiritual seseorang, dimana dengan spiritual seseorang akan mampu menemukan makna hidup, hubungan dengan Tuhan, tindakan yang dapat dilakukan untuk aktualisasi diri dan dapat ikut serta dalam kegiatan sosial.

Sehubungan dengan pentingnya dimensi agama dalam kesehatan, maka pada tahun 1984 Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) telah menambahkan, dimensi agama sebagai salah satu dari empat pilar kesehatan yaitu kesehatan manusia seutuhnya meliputi sehat jasmani/fisik (biologi), sehat secara kejiwaan (psikiatrik/psikologi), sehat secara sosial, dan sehat secara spiritual (kerohanian/agama). Dengan kata lain manusia yang sehat seutuhnya adalah manusia yang beragama dan hal ini sesuai dengan fitrah manusia (Clinebell dalam Hawari, 2002).Craven &

Hirnle (2007) mengatakan spiritualitas adalah kualitas atau kehadiran dari proses meresapi atau memaknai, integritas dan proses yang melebihi kebutuhan biopsikososial. Inti spiritual menurut Murray & Zentner (1993 dalam Craven & Hirnle, 2007) adalah kualitas dari suatu proses menjadi lebih religious, berusaha mendapatkan inspirasi, penghormatan, perasaan kagum, memberi makna, dan tujuan yang dilakukan oleh individu yang percaya maupun tidak percaya kepada Tuhan.

(10)

Telaah literature yang dilakukan oleh Roy R. Reeves, DO, PhD dan Marti D. Reynolds, MDiv tahun 2009 menjelaskan bahwa peran spiritual diperlukan dalam peningkatan status mental seseorang dengan gangguan jiwa, dimana kegiatan spiritual yang diselipkan dalam kegiatan sehari-hari pasien dengan gangguan jiwa dapat dijadikan aspek penting dalam kesehatan pasien. Hal ini terjadi karena kegiatan spiritual diduga dapat meningkatkan kepercayaan seseorang khususnya pasien dengan gangguan jiwa dan nantinya apabila muncul kepercayaan pada dirinya akan dapat meningkatkan imun pasien dengan gangguan jiwa tersebut.

Spiritual diartikan sebagian makna, transenden, harapan, cinta, kualitas, hubungan dan eksistensi (Emblen 1989, dalam Syam, A 2010). Menurut Bukhardt (1993 dalam Syam, A 2010), aspek spiritual meliputi hubungan dengan orang lain, hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan alam sekitar dan hubungan dengan Tuhan yang dicerminkan lewat agama. Hal diatas sesuai dengan konsep dari Virginia Henderson yang menyatakan bahwa salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan spiritual. tetapi masih jarang yang mempertimbangkan bahwa agama memiliki peran yang penting sebagai factor yang dapat mempengaruhi outcome penderita gangguan jiwa (Koenig 2009). Kebutuhan spiritual adalah harmonisasi dimensi kehidupan. Dimensi ini termasuk menemukan arti, tujuan, menderita, dan kematian kebutuhan akan harapan dan keyakinan hidup, dan kebutuhan akan keyakinan pada diri sendiri dan Tuhan. Ada 5 dasar kebutuhan spiritual manusia yaitu: arti dan tujuan hidup, perasaan misteri, pengabdian, rasa percaya dan harapan di waktu kesusahan (Hawari, 2009). Oleh karena itu kebutuhan spiritual sangat berperan dalam kehidupan manusia, ketika individu memiliki kepercayaan atau keyakinan berarti individu tersebut mempercayai atau mempunyai komitmen terhadap sesuatu atau seseorang.

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa agama dan atau spiritualitas sangat penting bagi penderita penyakit kronis, termasuk di antaranya bagi pasien dengan gangguan jiwa. Penelitian yang dilakukan oleh McIntosh, D.N, Poulin, M.J, Silver, R.C, dan Holman, E.A (2011) menjelaskan bahwa spiritual dan religious mampu memberikan dampak yang positif dalam meningkatkan kesehatan dan status mental seseorang. Dijelaskan juga bahwa dengan meningkatnya perilaku spiritual maka akan terjadi peningkatan kesehatan mental sesorang karena hubungan satu dengan yang lainnya sangat erat (Pargemant, et al. 2005). Hal tersebut juga didukung oleh Newton dan McIntosh (2010) spiritualitas mempengaruhi psikologis seseorang,

(11)

sehingga seseorang tersebut akan merasa nyaman dan dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali pada bulan Mei tahun 2016 dijelaskan bahwa kegiatan spiritual telah rutin dilakukan setiap minggunya yang diselipkan dalam kegiatan rehabilitasi. Pasien yang direhabilitasi adalah pasien yang tidak mengalami kekambuhan diruangan. Kekambuhan yang terjadi pada pasien di ruangan tidak dapat dideteksi sebelumnya sehingga jumlah pasien yang direhabilitasi setiap harinya juga tidak dapat diketahui secara pasti. Untuk kegiatan spiritual khususnya agama hindu dilakukan setiap hari raya purnama dan tilem, sedangkan untuk yang beragama Islam dan agama Kristen dilaksanakan setiap hari senin. Kegiatan spiritual ini telah dilakukan kurang lebih sejak tahun 2006. Fasilitas dan sarana yang diberikan berbeda untuk setiap agama yang dianut. Pasien yang beragama hindu diberikan fasilitas sembahyang di pura yang berada di Rumah Sakit dan diberikan selendang, bunga dan kamen kepada setiap pasien. Sedangkan untuk yang beragama Islam dan Kristen diarahkan ke ruangan rehabilitasi khusus ruang berdoa dan diberikan kitab suci agama sesuai dengan agama yang dianut. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada salah satu petugas rehabilitasi dijelaskan bahwa dengan adanya kegiatan spiritual dirasa mampu meningkatkan komunikasi dan interaksi dari pasien dengan gangguan jiwa.

Saat kondisi pasien dengan gangguan jiwa telah mengalami peningkatan kesehatan maka pasien tersebut dapat kembali ke rumah dan masyarakat. Kondisi yang tenang seharusnya dapat dijaga dengan baik sehingga kondisi pasien saat dirumah tetap baik, bahkan lebih baik setiap harinya.

Manusia adalah mahluk sosial yang membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Hal ini tentu saja perlu kerjasama bukan hanya dari pasien tetapi lingkungan terdekatnya yaitu keluarga. Menurut Emnina (2010), peran serta keluarga sejak awal asuhan di rumah sakit jiwa akan membantu meningkatkan kemampuan keluarga merawat klien dirumah sehingga kemungkinan kekambuhan dapat dicegah.

Dari data Puskesmas II Denpasar Timur (2016) didapatkan jumlah orang dengan gangguan jiwa di wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Timur sebanyak 81 orang. Berdasarkan diagnosa keperawatan didapatkan 78 % defisit perawatan diri, 78 % halusinasi, 44 % isolasi sosial, 12 % harga diri rendah, 30 % risiko perilaku kekerasan, dan 2 % waham. Berdasarkan hasil wawancara

(12)

kepada salah satu perawat di Puskesmas II Denpasar Timur mengatakan bahwa kerap sekali terjadi kekambuhan pada orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang sudah berada di rumah. Perawat tersebut mengatakan tidak mengetahui alasan pasti terjadi kekambuhan tersebut. Kekambuhan terjadi akibat ketidakstabilan status mental khususnya pada ODGJ.

Didukung oleh penelitian Sulistiowati (2012), bahwa salah satu faktor yang dapat memicu tingginya angka kekambuhan gangguan jiwa adalah tidak tahunya keluarga tentang cara menangani klien gangguan jiwa ketika dikembalikan kepada pihak keluarga. Keluarga juga mengatakan bahwa tidak mengetahui secara pasti cara menangani apabila kekambuhan terjadi.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Zonia Ridawati pada tahun 2014 menjelaskan bahwa komitmen agama seseorang telah menunjukan peningkatan taraf kesehatan jiwanya. Pada penelitiannya juga dijelaskan bahwa pendektan spiritual dapat membantu menstabilkan status mental seseorang sehingga kekambuhan dapat diminimalisir. Studi pendahuluan dalam penelitian dilakukan di Puskesmas Galur 2 Kulon Progo pasien dengan gangguan jiwa sebanyak 161 orang dan kebanyakan sudah pernah dirawat sebelumnya di rumah sakit jiwa, dimana dari survey yang dilakukan pada keluarga pasien gangguan jiwa di Puskesmas diamati bahwa kekambuhan kerap sekali terjadi, hasil wawancara kepada keluarga dalam penelitiannya menjelaskan bahwa dari beberapa terapi yang diberikan oleh puskesmas terapi spiritualah yang jarang diberikan pada ODGJ.

Mengingat masih kerap terjadi kekambuhan pada ODGJ saat di rumah , yang mana kekambuhan terjadi akibat tidak stabilnya keadaan mental seseorang, dan beberapa penelitian telah menjelaskan bahwa spiritual dirasa mampu menstabilkan status mental maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Antara Pemenuhan Kebutuhan Spiritual dengan Tingkat Status Mental Pada Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) Di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Timur”.

1. 2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah penelitian yaitu: “Apakah Ada Hubungan Antara Pemenuhan Kebutuhan Spiritual dengan Tingkat Status Mental Pada Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Timur”?

(13)

1. 3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui Hubungan Antara Pemenuhan Kebutuhan Spiritual dengan Tingkat Status Mental Pada Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Timur.

1.3.2 Tujuan Khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan :

a. Mengidentifikasi karakteristik orang dengan gangguan jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Timur.

b. Untuk mengidentifikasi pemenuhan kebutuhan spiritual pada orang dengan gangguan jiwa di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Timur.

c. Untuk mengidenfikasi tingkat status mental pada orang dengan gangguan jiwa diWilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Timur.

d. Menganalisa hubungan antara pemenuhan kebutuhan spiritual dengan tingkat status mental pada orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Timur.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang Ilmu Keperawatan Jiwa dalam meningkatkan kegiatan spiritual untuk meningkatkan status mental pasien dengan gangguan jiwa.

b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar atau acuan bagi peneliti selanjutnya dalam mencari terapi yang berkaitan dengan spiritual yang dapat meningkatkan status mental sehingga kualitas hidup pasien dengan gangguan jiwa dapat ditingkatkan.

(14)

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat diaplikasikan di lapangan antara lain:

a. Memberikan tambahan pengetahuan bahwa terdapat hubungan antara tingkat spiritual dengan status mental sehingga kualitas hidup pasien dengan gangguan jiwa dapat meningkat.

b. Digunakan oleh Puskesmas sebagai bahan pertimbangan dalam membuat program kegiatan spiritual yang dapat diberikan kepada masyarakat khususnya pasien dengan gangguan jiwa.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian promosi jabatan yang ada di Giant Ekstra nangka Pekanbaru tergolong dalam kategori baik, namun begitu kesempatan promosi jabatan yang

Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan adalah ketentuan yang berisi kegiatan dan penggunaan lahan yang diperbolehkan, kegiatan dan penggunaan lahan yang bersyarat secara

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu berkata : “Perselisihan itu tercela dari dua sisi, terkadang sebabnya adalah niat yang jelek dikarenakan di dalam jiwanya ada

Dalam kepekaan mengenali gejala anak, didapatkan tiga informan mulai menyadari adanya keanehan pada kemampuan komunikasi dan perilaku anak pada usia kurang dari 2 tahun,

Kesimpulan dalam pengabdian kepada masyarakat yang dilaksanakn dalam kegiatan KKN UNNES BMC berupa pendampingan belajar bagi anak sekolah yang dilakukan dengan metode

Sampel dalam penelitian ini diambil secara purposive sampling dengan kriteria inklusi yaitu bersedia menjadi responden, lansia yang tinggal di Panti Werdha Griya Asih

Hasil karakterisasi spektra inframereh (IR) zeolit alam nonaktivasi dan teraktivasi yang digunakan dalam proses pemurnian garam dapur sebelum rekristalisasi disajikan pada Gambar

Fungsi manajemen yang dapat diterapkan di dalam pengelolaan perpustakaan madrasah salah satunya adalah fungsi yang dikemukakan oleh Iskandar (2016:11-39)