• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA SENYAWA METAMFETAMIN PADA SABU-SABU DI BALAI PENGUJIAN DAN IDENTIFIKASI BARANG ( BPIB ) MEDAN LAPORAN TUGAS AKHIR ANGGIA SHAFITRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISA SENYAWA METAMFETAMIN PADA SABU-SABU DI BALAI PENGUJIAN DAN IDENTIFIKASI BARANG ( BPIB ) MEDAN LAPORAN TUGAS AKHIR ANGGIA SHAFITRI"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA SENYAWA METAMFETAMIN PADA SABU-SABU DI BALAI PENGUJIAN DAN IDENTIFIKASI BARANG ( BPIB )

MEDAN

LAPORAN TUGAS AKHIR

ANGGIA SHAFITRI 152401077

PROGRAM STUDI D-III KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISA SENYAWA METAMFETAMIN PADA SABU-SABU DI BALAI PENGUJIAN DAN IDENTIFIKASI BARANG ( BPIB )

MEDAN

LAPORAN TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh gelar Ahli Madya

ANGGIA SHAFITRI 152401077

PROGRAM STUDI D-III KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

(3)

PERNYATAAN ORISINALITAS

ANALISA SENYAWA METAMFETAMIN PADA SABU-SABU DI BALAI PENGUJIAN DAN IDENTIFIKASI BARANG ( BPIB )

MEDAN

LAPORAN TUGAS AKHIR

Saya menyatakan bahwa laporan tugas akhir ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2018

Anggia Shafitri 152401077

(4)

PENGESAHAN TUGAS AKHIR

Judul : ANALISA SENYAWA METAMFETAMIN

PADA SABU-SABU DI BALAI PENGUJIAN DAN IDENTIFIKASI BARANG ( BPIB ) MEDAN

Kategori : LaporanTugasAkhir

Nama : AnggiaShafitri

NomorIndukMahasiswa : 152401077

Program Studi : D-III Kimia

Fakultas : MIPA – Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Juli 2018

Ketua Program Studi D-III Kimia Dosen Pembimbing

Dr. Minto Supeno, MS Dr. Juliati Br. Tarigan, S.Si, M.Si NIP. 196105091987031002 NIP. 917205031999032001

(5)

ANALISA SENYAWA METAMFETAMIN PADA SABU-SABU DI BALAI PENGUJIAN DAN IDENTIFIKASI BARANG ( BPIB )

MEDAN

ABSTRAK

Metamfetamin merupakan psikotropika golongan 2 yang merupakan obat stimulan yang dapat mempengaruhi dengan kuat system saraf pusat yang menimbulkan efek adiksi bila dikonsumsi. Jumlah kasus penyalahgunaan obat terlarang di Indonesia dalam tahun terakhirini paling didominasi oleh metamfetamin sehingga dibutuhkan analisis yang akurat untuk mendeteksi senyawa tersebut. Telah dilakukan penelitian analisis senyawa metamfetamin pada sabu-sabu. Analisis kualitatif sampel sabu-sabu dengan metode marquis test menunjukkan adanya metamfetamin dengan perubahan warna dari putih menjadi orange-merah. Senyawa metamfetamin diekstraksi dari sabu-sabu 0,01 gram dengan 5 ml klorofom. Hasil ekstraksi dianalisis dengan metode GC-MS menunjukkan adanya senyawa metamfetamin pada m/z= 134 dengan puncak dasar m/z= 58. Analisis dengan FT-IR menunjukkan gugus fungsi pada senyawa metamfetamin yakni : C=C (1652 cm-1), C- N (1209 – 1019 cm-1) dan N-H (3445 cm-1).

Kata kunci : FT-IR, GC-MS, Metamfetamin

(6)

ANALYSIS OF METHAMPHETAMINE COMPOUND AT SABU- SABU AT TESTING OFFICE AND IDENTIFICATION OF GOODS

(BPIB) MEDAN

ABSTRACT

Methamphetamine is a class 2 psychotropic which is a stimulant drug that can affect the central nervous system strongly causing the effects of addiction when consumed. The number of cases of drug abuse in Indonesia in recent years is most dominated by methamphetamine so that accurate analysis is needed to detect the compound. Analysis of methamphetamine compound at sabu-sabu has been done. The qualitative analysis of sabu-sabu samples by the marquis test method showed the presence of methamphetamine with discoloration from white toorange-red. The methamphetamine compound was extracted from 0.01 g sabu-sabu with 5 ml of chlorofomes. The extraction results were analyzed by the GC-MS method showing the presence of methamphetamine at m/z = 134 with the base peak m/z = 58. Analysis with FT-IR indicates a functional group on a methamphetamine compound ie : C=C (1652 cm-1), C-N (1209 – 1019 cm-1) and N-H (3445 cm-1).

Keywords : FT-IR, GC-MS, Methamphetamine

(7)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa mencurahkan segala nikmat dan karunia-Nya, serta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir ini dengan judul Analisa Senyawa Metamfetamin Pada Sabu-Sabu di Balai Pengujian dan Identifikasi Barang (BPIB) Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Kedua orang tua tercinta, untuk Ayahanda Mariono dan Ibunda Tri Umiyati S.Pd yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, motivasi dan dengan sabar terus mendoakan penulis. Kepada abang-abang saya tersayang Eko Prastiono dan Pandu Prabudy yang memberikan semangat kepada saya.

2. Ibu Dr. Cut Fatimah Zuhra S.Si, M.Si, selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA USU Medan

3. Bapak Dr. Minto Supeno MS, selaku Ketua Program Studi D-III Kimia FMIPA USU

4. Ibu Dr. Juliati Br. Tarigan S.Si, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah dengan sabar meluangkan waktu, tenaga, pikiran serta memberikan masukan, saran, petunjuk, bimbingan kepada penulis dalam penyusunan tugas akhir ini.

5. Kepada teman sejak maba Lisari, Zakaria, Edo, Rima, Adinda Gusti, Adinda Mustika, Glory yang telah memberikan kenangan di kehidupan perkuliahan 6. Kepada Abang dan Kakak, Muchsinul, Alvian, Darwin, Hardyon, Harry, Rio,

Nula, Sella, Tessa, Ainun yang telah banyak membantu selama masa perkuliahan.

7. Kepada teman-teman stambuk 2015 yang telah bersama-sama berjuang dari awal

(8)

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pihak pembaca sangat diharapkan penulis.

Akhir kata semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2018

Anggia Shafitri

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ORISINALITAS ii

PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR iii

ABSTRAK iv

ABSTRACT v

PENGHARGAAN vi

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

DAFTAR SINGKATAN xiv

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 2

1.3 Hipotesa 2

1.4 Tujuan Penelitian 2

1.5 Manfaat Penelitian 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian NAPZA 3

2.1.1 Jenis-JenisNarkoba 3

2.1.1.1 Narkotika 3

2.1.1.2 Alkohol 4

2.1.1.3 Psikotropika 4

2.1.1.4 Zat Aditif lainnya 5

2.2 Sabu-Sabu 5

(10)

2.3 Spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FT-IR) 7

2.4 Kromatografi 10

2.4.1 Kromatografi Gas 10

2.4.2 Spektrometer Massa 12

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Alat 13

3.2 Bahan 13

3.3 Prosedur Penelitian 13

3.3.1 Marquis Test 13

3.3.2 Analisa dengan Menggunakan Instrumen Fourier 14 Transform Infrared (FT-IR)

3.3.3 Analisa dengan Menggunakan Instrumen Gas 14 Chromatography – Mass Spectrometry (GC-MS)

3.3.3.1 Preparasi Sampel 14

3.3.3.2 Analisa dengan GC-MS 15

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian 16

4.1.1 Hasil Analisis Metamfetamin dengan Marquis Test 16 4.1.2 Hasil Analisis Metamfetamin dengan Gas 16

Chromatography – Mass Spectrometry (GC-MS)

4.1.3 Hasil Analisis Metamfetamin dengan Fourier 17 Transform Infrared (FT-IR)

4.2 Pembahasan 17

4.2.1 Analisis Berdasarkan Marquis Test 17 4.2.2 Anaalisis Berdasarkan Gas Chromatography – 17

Mass Spectrometry (GC-MS)

4.2.3 Analisis Berdasarkan FT-IR 19

(11)

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 20

5.2 Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 21

LAMPIRAN 23

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

3.1 Hasil analisis metamfetamin dengan FT-IR 14 4.1 Hasil analisis metamfetamin dengan intrumen 16

GC-MS

4.2 Hasil analisis metamfetamin dengan FT-IR 17

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar

2.1 Diagram Skematis Spektrofotometer FT-IR 7

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran

1 Hasil analisa metamfetamin dengan 23

menggunakan instrumen FT-IR

2 Senyawa Benzeneethanamine, 24 N-alpha-dimethyl (s) dengan waktu retensi 4.155

3 Senyawa metamfetamin dengan waktu retensi 4.287 25 4 Senyawa metamfetamin dengan waktu retensi 4.55 26 5 Senyawa metamfetamin dengan waktu retensi 8.807 27 6 Senyawa metamfetamin denganwaktu retensi 8.954 28 7 Senyawa metamfetamin dengan waktu retensi 10.314 29

(15)

DAFTAR SINGKATAN

FT – IR= Fourier Transform – Infra Red

GC – MS = Gas Chromatography – Mass Spectra

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk mengobati gangguan jiwa. Metamfetamin merupakan psikotropika golongan 2 yang merupakan obat stimulan yang dapat mempengaruhi dengan kuat sistem saraf pusat yang menimbulkan efek adiksi bila dikonsumsi.

Efek metamfetamin dalam jangka pendek antara lain meningkatkan konsentrasi, meningkatkan aktifitas, menurunkan kelelahan, menahan rasa lapar, rasa gembira berlebihan (euphoria), peningkatan respirasi dan peningkatan suhu badan (hipertemia). Sedangkan efek dalam jangka panjang adalah terjadinya ketergantungan, paranoid, halusinasi dan psikosis, gangguan mood, gangguan aktifitas motorik, stroke dan penurunan berat badan (Mehling, 2007)

Perkembangan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba yang melanda dunia juga berimbas ke tanah air. Data pada United Nation International Drug Control Program (UNDP), saat ini lebih dari 200 juta orang di seluruh dunia telah menyalahgunkan narkoba. Secara nasional rata-rata penyalahgunaan narkoba di tiap- tiap ibukota provinsi mencapai 3,9%. Tetapi terdapat 10 ibukota provinsi yang berada diatas rata-rata nasional,yakni: Medan (6,4%), Surabaya (6,3%), Maluku Utara (5,9%), Padang (5,5%), Bandung (5,1%), Kendari (5%), Banjarmasin (4,3%), Palu (8,4%), Pontianak (4,1%), dan Yogyakarta (4,1%) (Afiatin, 2008). Berdasarkan latar belakang diatas, timbul keinginan penulis untuk melakukan penelitian dengan judul

“Analisa Senyawa Metamfetamin pada Sabu-Sabu di Balai Pengujian dan Identifikasi Barang (BPIB) Medan”

(17)

1.2 Permasalahan

1. Bagaimanakah kandungan metamfetamin yang terkandung pada sabu-sabu yang ditentukan secara kualitatif, GC-MS dan FT-IR ?

1.3 Hipotesa

Sampel sabu-sabu di Balai Pengujian dan Identifikasi Barang (BPIB) Medan mengandung metamfetamin.

1.4. Tujuan Penelitian

1. Untuk menentukan kandungan metamfetamin pada sabu-sabu dengan metode kualitatif, GC-MS dan FT-IR

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi mengenai metode dalam menganalisis senyawa metamfetamin berdasarkan Marquis Test, FT- IR, dan GC-MS.

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian NAPZA

Narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya biasa dikenal dengan singkatan NAPZA. Dewasa ini bahan kimia tersebut beredar secara luas dan dikonsumsi oleh banyak orang, terutama dalam dunia orang yang melawan hukum.

Bahan kimia tersebut banyak disalahgunakan (drug abuse), sehingga seseorang yang mengonsuksi obat tersebut banyak melanggar aturan masyarakat yang ada.

Zat-zat yang tergolong NAPZA sebenarnya mengacu pada sekelompok zat yang umumnya mempunyai resiko pada pemakainya yaitu kecanduan (adiksi). NAPZA merupakan bahan/zat yang bila masuk ke dalam tubuh akan mempengaruhi tubuh terutama susunan syaraf pusat/otak sehingga bila disalahgunakan akan menyebabkan gangguan fisik, psikis/jiwa dan fungsi sosial. Pengaruh tersebut berupa pembiusan, hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat, halusinasi atau timbulnya khayalan- khayalan yang menyebabkan efek ketergantungan bagi pemakainya (Sofiyah,2007).

2.1.1. Jenis-Jenis Narkoba 2.1.1.1. Narkotika

Merujuk pada Undang – Undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika, pengertian Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Dari aturan tersebut maka narkotika dibagi atas 3 golongan, yaitu: (Undang - Undang RI No. 35 Tahun 2009)

a. Narkotika golongan I: dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan, dilarang diproduksi dan/atau digunakan dalam proses produksi, kecuali dalam jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan

(19)

dan teknologi. Contoh: ganja, morphine, putauw adalah heroin tidak murni berupa bubuk.

b. Narkotika golongan II : adalah narkotika yang memilki daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : petidin dan turunannya, benzetidin, betametadol.

c. Narkotika golongan III : adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi dapat bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contoh : codein dan

turunannya.

2.1.1.2. Alkohol

Nama kimia dari alkohol adalah etanol atau etil alkohol. Banyak jenis dan merek dari alkohol yaitu bir, wiski, gin,vodka, martini, brem, arak, ciu, tuak dll. Minum minuman beralkohol tidak dilarang oleh undang-undang. Namun penggunaan alkohol secara berlebih dan dalam jangka waktu yang lama dpat menyebabkan kanker hati, pendarahan lambung, radang pancreas, penyakit otot jantung, pikun, cacat pada janin.

Menurut KUHP pasal 492, mabuk di muka umum menggangu lalu lintas atau menggangu ketertiban atau mengancam orang lain akan terjerat ancaman pidana paling lama 6 hari (Joewana,2001).

2.1.1.3. Psikotropika

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang – Undang RI No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, pengertian psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk mengobati gangguan jiwa.

Menurut Undang-Undang No.5 tahun 1997, psikotropika digolongkan lagi menjadi 4 kelompok, yaitu:

a. Golongan I adalah dengan daya adiktif yang sangat kuat, belum diketahui manfaatnya untuk pengobatan dan sedang diteliti khasiatnya. Contoh: MDMA,

(20)

b. Golongan II adalah psikotropika dengan daya adiktif kuat serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: amfetamin, metamfetamin, dan metakualon.

c. Golongan III adalah psikotropika dengan daya adiksi sedang serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: lumibal, buprenorsina, dan fleenitrazepam.

d. Golongan IV adalah psikotropika yang memiliki daya adiktif ringan serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contoh: nitrazepam ( BK, mogadon, dumolid ) dan diazepam.

2.1.1.4. Zat Adiktif Lainnya

Selain narkotika dan psikotropika, kita juga mengenal zat adiktif lainnya. Zat adiktif adalah obat serta bahan – bahan aktif yang jika dikonsumsi oleh organisme hidup dapat menyebabkan kerja biologi serta menimbulkan ketergantungan atau adiksi yang sulit untuk dihentikan. Dan sesuai dengan Undang-Undang RI No.5 Tahun 1997 tentang Psikotropika menyebutkan beberapa obat yang mengandung zat adiktif di antaranya adalah amfetamin, metamfetamin, amobarbital, flunitrazepam, diahepam, bromazepam, fenobarbital, minuman beralkohol atau miras, tembakau atau rokok, halusinogen, bahan pelarut seperti bensin, tiner, lem, cat, solvent (Undang- Undang RI No. 35 Tahun 2009) dan (Undang - Undang RI No.5 Tahun 1997).

Contoh-contoh yang senada juga diungkapkan oleh Alifa, bahwa rokok, kelompok alkohol dan minuman lain yang memabukkan dan menimbulkan ketagihan serta thiner dan zat lainnya, seperti lem kayu, penghapus cair dan aseton, cat, bensin yang bila dihirup akan dapat memabukkan.

2.2 Sabu-sabu

2.2.1 Sejarah Metamfetamin

Metamfetamin disintesis pertama kali pada tahun 1919 oleh seorang kimiawan dari Jepang. Metamfetamin merupakan suatu stimulan dengan efek stimulan yang lebih kuat dibandingkan kokain atau stimulan alam lainnya. Penggunaan dalam jumlah besar dapat menyebabkan “violence” , halusinasi dan psikosis. Umumnya metamfetamin diproduksi sebagai kristal menyerupai serbuk, gumpalan besar Kristal

(21)

atau dalam bentuk tablet. Penggunaannya dapat dihisap dengan hidung, diminum, dihisap seperti rokok atau diinjeksikan.

Pada 1950-an dan 1960-an, metamfetamin diproduksi secara legal dan dijual sebagai obat OTC (over the counter) dengan nama Methedrine dan dipasarkan secara rumahan sebagai antidot depresi dan untuk penurun berat badan di Amerika. Saat ini, metamfetamin masih diproduksi secara legal, meskipun jarang diresepkan, untuk terapi gangguan konsentrasi dengan hiperaktifitas (ADHD-attention deficit hyperactivity disorder), kegemukan dan narkolepsi.

Adanya penyalahgunaan yang meluas dan menyebabkan paranoid serta psikotik pada para penyalahguna metamfetamin tersebut, menyebabkan keberadaan metamfetamin sangan dibatasi oleh suatu badan “Federal Controlled Substances Act”

di Amerika pada tahun 1970. Pembatasan tersebut ternyata menimbulkan permasalahan berupa tidak terpenuhinya kebutuhan para penyalahguna sehingga timbul produksi metamfetamin secara ilegal dan disebut sebagai clandestine industry atau clandestine laboratory.

Efek metamfetamin dalam jangka pendek antara lain meningkatkan konsentrasi, meningkatkan aktifitas, menurunkan kelelahan, menahan rasa lapar, rasa gembira berlebihan (euphoria), peningkatan respirasi dan peningkatan suhu badan (hipertemia). Sedangkan efek dalam jangka panjang adalah terjadinya ketergantungan, paranoid, halusinasi dan psikosis, gangguan mood, gangguan aktifitas motorik, stroke dan penurunan berat badan (Mehling, 2007)

2.2.2 Tinjauan Kimia Metamfetamin

Metamfetamin dikenali dengan beberapa nama kimia sebagai (αS)-N, α- Dimethylbenzene ethanamine, (S)-(+)-N, α-dimethylphenethyl amine, d- Nmethylamphetamine, d-deoxyephedrine, l-phenyl-2-methylaminopropane, dphenylisopropylmethylamine, methyl-β-phenylisopropylamine, Norodin (Maryadele, 2006).

(22)

disebut speed, meth, ice. Dikenal pula dengan nama “crank dan crystal”

(Mehling, 2007).

2.3 Spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FT-IR)

Ada dua jenis instrumen yang biasa digunakan untuk memperoleh spektrum inframerah yaitu: instrumen dispersive (menggunakan monokromator) dan transformasi fourier (menggunakan interferometer). Instrumen transformasi Fourier menghasilkan sumber radiasi tanpa memerlukan dispersi. Dalam hal infra merah instrumen ini memiliki prinsip yang sama dengan instrumen lain, tetapi instrumen ini menggunakan interferometer dengan cermin yang bergerak untuk memindahkan bagian radiasi yang dihasilkan oleh suatu sumber, sehingga menghasilkan interferogram dan diubah kedalam persamaan „transformasi fourier‟ untuk mengekstraksi spektrum dari suatu seri frekuensi yang bertumpang tindih (Watson, 2005).

Gambar 2.1 Diagram Skematis Spektrofotometer FT-IR (Watson, 2005)

Instrumen yang digunakan untuk mengukur resapan radiasi infra merah pada berbagai panjang gelombang disebut spektrometer inframerah. Pancaran inframerahumumnya mengacu pada bagian spektrum elektromagnet yang terletak di antara daerah tampak dan daerah gelombang mikro. Pancaran inframerah yang kerapatannya kurang dari pada 100 cm-1 (panjang gelombang lebih dari 100 µm) diserap oleh sebuah molekul organik dan diubah menjadi energi putaran molekul.

(23)

Penyerapan itu tercatu dan demikian spektrum rotasi molekul terdiri dari garis-garis yang tersendiri (Hartomo, 1986).

Serapan radiasi inframerah oleh suatu molekul terjadi karena interaksi vibrasi ikatan kimia yang menyebabkan perubahan polarisabilitas dengan medan listrik gelombang elektromagnetik. Terdapat dua macam getaran molekul, yaitu getaran ulur dan getaran tekuk. Getaran ulur adalah suatu gerakan berirama di sepanjang sumbu ikatan sehingga jarak antar atom bertambah atau berkurang. Getaran tekuk dapat terjadi karena perubahan sudut-sudut ikatan antara ikatan-ikatan pada sebuah atom, atau karena gerakan sebuah gugusan atom terhadap sisa molekul tanpa gerakan nisbi atom-atom di dalam gugusan. Contohnya liukan (twisting), goyangan (rocking) dan getaran puntir yang menyangkut perubahan sudut- sudut ikatan dengan acuan seperangkat koordinat yang disusun arbitter dalam molekul. Hanya getaran yang menghasilkan perubahan momen dwikutub secara berirama saja yang teramati di dalam inframerah (Hartomo, 1986).

Atom molekul bergerak dengan berbagai cara, tetapi selalu pada tingkat energi tercatu. Energi getaran rentang untuk molekul organik bersesuaian dengan radiasi inframerah dengan bilangan gelombang antara 1200 dan 4000 cm-1. Bagian tersebut dari spektrum inframerah khususnya berguna untuk mendeteksi adanya gugus fungsi dalam senyawa organik. Memang daerah ini sering dinyatakan sebagai daerah gugus fungsi karena kebanyakan gugus fungsi yang dianggap penting oleh para kimiawan organik mempunyai serapan khas dan nisbi tetap pada panjang gelombang tersebut (Pine, 1988).

Identifikasi pita absorpsi khas yang disebabkan oleh berbagai gugus fungsi merupakan dasar penafsiran spektrum inframerah (Creswell, 1972).Hadirnya sebuah puncak serapan dalam daerah gugus fungsi dalam sebuah spektrum inframerah hampir selalu merupakan petunjuk pasti bahwa beberapa gugus fungsi tertentu terdapat dalam senyawa cuplikan. Demikian pula, tidak adanya puncak dalam bagian tertentu dari daerah gugus fungsi sebuah spektrum inframerah biasnya berarti bahwa

(24)

Asam karboksilat mempunyai dua karakteristik absorbsi IR yang membuat senyawa -CO2H dapat diidentifikasi sengan mudah. Ikatan O-H dari golongan karboksil diabsorbsi pada daerah 2500 sampai3300 cm-1, dan ikatan C=O yang ditunjukkan diabsorbsi di antara 1710 cm-1sampai 1750 cm-1 (McMurry, 2007).

Daerah spektrum FT-IR dibagi menjadi tiga, yaitu : 1. Daerah gugus fungsi (4000 – 1300 cm-1) 2. Daerah sidik jari (1300 – 910 cm-1)

3. Daerah aromatik (910–650cm-1) (Cooper, 1980 ) Untuk identifikasi, pada spektrum bahan yang diuji dibandingkan dengan spektrum yang diperoleh dari bahan pembanding yang dilakukan secara bersamaan, atau dengan spektrum pembanding. Spektrometer inframerah konvensional mendispersi radiasi inframerah melalui kisi atau prisma. Pengembangan peralatan laboratorium dengan sistem komputerisasi memberikan pilihan tambahan yaitu dengan menggunakan interferometer yang dipasangkan dengan komputer untuk pengurangan data dengan membuat transformasi Fourier pada interferogram untuk memperoleh spektrum inframerah. Instrumen ini dikenal dengan Fourier Transform Infrared Spectrometers (FTIR). Terlepas dari perbedaan kecil pada frekuensi rendah, semua jenis instrumen inframerah yang disebutkan di atas menghasilkan data yang sebanding dan umumnya dapat saling menggantikan untuk analisis kualitatif.

Akan tetapi, setiap instrumen memiliki karakteristik sinyal terhadap detau (signal-to- noise) dan resolusi spesifik.

Spektrofotometer yang sesuai untuk uji identifikasi biasanya berkerja pada daerah 4000 – 600 cm-1 (2,5 – 16,7 μm) atau dalam beberapa kasus sampai 250 cm-1 (40 μm). Jika harus digunakan teknik pemantulan total terlemahkan, instrumen harus dilengkapi dengan tambahan elemen pemantul tunggal atau ganda yang sesuai. Setiap elemen tambahan harus sesuai dengan spektrofotometer sehingga diperoleh transmisi maksimum (Syahputri, 2007).

(25)

2.4 Kromatografi

Kromatografi merupakan suatu cara pemisahan fisik dengan unsur-unsur yang akan dipisahkan terdistribusikan antara dua fasa, satu dari fasa-fasa ini membentuk lapisan stasioner denagn luas permukaan yang besar dan yang lainnya merupakan cairan yang merembes lewat. Fasa stasioner mungkin suatu zat padat atau suatu cairan dan fasa yang bergerak mungkin suatu cairan atau suatu gas (Underwood, 1981).

Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat – sifat dari fasa diam, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa diam berupa zat padat disebut kromatografi serapan, jika berupa zat cair disebut kromatografi partisi.

Karena fasa gerak dapat berupa zat cair atau gas maka ada empat macam sistem kromatografi yaitu:

1. Fasa gerak cair–fasa diam padat (kromatografi serapan):

a. kromatografi lapis tipis b. kromatografi penukar ion

2. Fasa gerak gas–fasa diam padat, yakni kromatografi gas padat

3. Fasa gerak cair–fasa diam cair (kromatografi partisi), yakni kromatografi kertas.

4. Fasa gerak gas–fasa diam zat cair, yakni : a. kromatografi gas–cair

b. kromatografi kolom kapiler

Semua pemisahan dengan kromatografi tergantung pada kenyataan bahwa senyawa – senyawa yang dipisahkan terdistribusi diantara fasa gerak dan fasa diam dalam perbandingan yang sangat berbeda – beda dari satu senyawa terhadap senyawa yang lain (Sastrohamidjojo, 1991).

2.4.1 Kromatografi Gas (KG)

Prinsip dasar kromatografi gas melibatkan volatilisasi atau penguapan sampel

(26)

komponen campuran kimia dalam suatu bahan berdasarkan polaritas campuran (Eaton, 1989). Komponen-komponen utama pada Kromatografi Gas :

1. Fase gerak

Fase gerak pada KG juga disebut dengan gas pembawa karena tujuan awalnya adalah untuk membawa solut ke kolom (Rohman, 2009). Fase gerak akan membawa campuran sampel menuju kolom. Campuran dalam fase gerak akan berintegrasi dengan fase diam (Eaton, 1989). Faktor yang menyebabkan suatu senyawa bergerak melalui kolom kromatografi gas adalah sifat mudah menguap dari cuplikan, aliran gas pembawa melalui kolom dapat terjadi karena perbedaan tekanan pada ujung masuk dan ujung keluar dari kolom tersebut. Gas pembawa yang sering dipakai adalah Helium (He), Argon (Ar), Nitrogen (N2), dan Karbondioksida (CO2). Gas pembawa yang dipakai harus disesuaikan dengan jenis detektornya (Mochamad, 1997).

2. Ruang suntik sampel

Lubang injeksi didesain untuk memasukkan sampel secara cepat dan efisien.

3. Kolom

Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di dalamnya terdapat fase diam. Oleh karena itu, kolom merupakan komponen sentral pada KG (Rohman, 2009). Keberhasilan suatu proses pemisahan terutama ditentukan oleh pemisahan kolom (Agusta, 2000). Kolom dapat dibuat dari tembaga, kuningan, aluminium, zat sintetik atau gelas, berbentuk lurus, melengkung, ataupun gulungan spiral sehingga lebih menghemat ruang (Herman dan Gottfried, 1988).

4. Detektor

Komponen utama selanjutnya dalam kromatografi gas adalah detektor. Detektor merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat keluar fase gerak gas pembawa yang membawa komponen hasil pemisahan. Detektor pada kromatografi adalah suatu sensor elektronik yang berfungsi mengubah sinyal gas pembawa dan komponen-komponen di dalamnya menjadi sinyal elektronik (Rohman, 2009). Fungsi detektor (terletak pada ujung kolom pemisah) untuk mengukur kuantitas dari komponen yang telah dipisahkan yang ada dalam aliran gas pembawa yang

(27)

meninggalkan kolom. Kolom dari detektor diumpan ke sebuah perekam yang menghasilkan suatu kurva yang disebut kromatogram (Griter,J.R, 1991).

5. Komputer

Kromatografi Gas modern menggunakan komputer yang dilengkapi dengan perangkat lunaknya (software) untuk digitalisasi sinyal detektor (Rohman, 2009).

2.4.2 Spektrometer Massa

Spektrometer massa adalah suatu alat berfungsi untuk mendeteksi masing- masing molekul komponen yang telah dipisahkan pada sistem kromatografi gas (Agusta,2000). Dari analisis GC-MS akan diperoleh dua informasi dasar, yaitu hasil analisis kromatografi gas yang ditampilkan dalam bentuk kromatogram dan hasil analisis spektrometri massa yang ditampilkan dalam bentuk spektrum massa. Dari kromatogram dapat diperoleh informasi mengenai jumlah komponen kimia yang terdapat dalam campuran yang dianalisis yang ditunjukkan oleh jumlah puncak yang terbentuk pada kromatogram dengan kuantitasnya masing-masing. Spektrum massa hasil analisis sistem spektroskopi massa merupakan gambaran mengenai jenis dan jumlah fragmen molekul yang terbentuk dari suatu komponen kimia. Setiap fragmen yang terbentuk dari pemecahan suatu komponen kimia memiliki berat molekul yang berbeda m/z (m/e, massa/muatan). Selanjutnya, spektrum massa komponen kimia yang diperoleh dari hasil analisis diidentifikasi dengan cara dibandingkan dengan spektrum massa yang terdapat dalam suatu bank data (Agusta, 2000).

(28)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat

 Pipet tetes

 Gelas ukur Pyrex

 Beaker glass Pyrex

 Spot test

 Fourier Transform Infrared ( FTIR )

 Gas Chromatography – Mass Spectrometry ( GC-MS )

 Botol vial

3.2 Bahan

 Sabu-sabu

 H2SO4(p)

 Formaldehid 40%

 Klorofom

3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1. Marquis Test

 Diukur 10 ml H2SO4(p) dan dimasukkan kedalam beaker glass

 Ditambahkan 8-10 tetes formaldehid 40% ke dalam asam sufat

 Diteteskan campuran asam sulfat dan formaldehid 40% tersebut ke sabu-sabu yang telah diletakkan pada spot test

 Diamati perubahan warna yang terbentuk

(29)

No Jenis Narkotika Perubahan Warna

1 Amphetamine Orange

2 MDMA Ungu tua

3 Cocaine Merah jambu

4 Opium Coklat

5 Heroine Ungu

6 Metamphetamine Orange-merah

Tabel 3.1 Perubahan Warna Jenis Narkotika dengan Metode Marquis Test

3.3.2 Analisa dengan Menggunakan Instrumen Fourier Transform Infrared (FT-IR)

 Dilakukan pengukuran background terlebih dahulu agar tidak ada senyawa lain yang ikut terukur

 Diletakkan sabu-sabu pada aksesoris Smart iTR

 Dilakukan pengukuran spektrum sabu-sabu dengan meng-klik “ Collect Sample “

 Dibandingkan spektrum yang telah diukur dengan library

 Dicari titik puncak peak dengan klik “ find peak”

 Dicetak hasil analisa

3.3.3 Analisa dengan Menggunakan Instrumen Gas Chromatography–Mass Spectrometry (GC-MS)

3.3.3.1 Preparasi Sampel

 Diukur sabu-sabu sebanyak 0,01 gram

 Dilarutkan dengan 5 ml klorofom

 Dibagi kedalam 2 botol vial dan ditutup

 Dimasukkan klorofom kedalam 1 botol vial

(30)

3.3.3.2 Analisa dengan GC-MS

Sebanyak 1 µL metamfetamin yang telah diekstraksi dengan klorofom diinjeksikan dengan mode splitles. Temperatur oven mulai dari 40°C, ditahan selama 10 menit pada temperature 140°C, dan meningkat menjadi 280°C.

(31)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Hasil Analisis Metamfetamin dengan Marquis Test

Analisis metamfetamin dengan marquis test menyebabkan terjadinya perubahan warna pada kristal metamfetamin dari putih menjadi orange-merah.

4.1.2 Hasil Analisis Metamfetamin dengan Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS)

No Nama Senyawa Waktu Retensi (RT) Konsentrasi (%)

1 Benzeneethanamine, N,alpha- dimethyl (s)

4.155 22.49

2 Methamphetamine 4.287 14.71

3 Methamphetamine 4.55 5.18

4 Methamphetamine 8.807 0.88

5 Methamphetamine 8.954 1.03

6 Methamphetamine 10.314 50.71

Total 100

Table 4.1 Hasil analisis metamfetamin dengan intrumen GC-MS

(32)

4.1.3 Hasil Analisis Metamfetamin dengan Fourier Transform Infrared (FT-IR)

No Gugus Jenis Vibrasi Bilangan Gelombang

1 C-H Uluran tak simetrik

Uluran simetrik

Tekuk tak simetrik

Tekuk simetrik

Tekuk keluar bidang (aromatik)

2966 cm-1

2862 cm-1

1453 cm-1

1385 cm-1

885 – 747 cm-1

2 C=C Uluran 1652 cm-1

3 N-H Uluran 3445 cm-1

4 C-N Uluran 1209 – 1019 cm-1

Table 4.2 Hasil analisis metamfetamin dengan FT-IR

4.2 Pembahasan

4.2.1 Analisis Berdasarkan Marquis test

Berdasarkan uji dengan marquis test terhadap sabu-sabu menunjukkan perubahan warna dari putih menjadi orange-merah. Ini menunjukkan positif (+) adanya metamfetamin pada sabu-sabu tersebut.

4.2.2 Analisis Berdasarkan Gas Chromatography – Mass Spectrometry (GC-MS)

Untuk menentukan kandungan senyawa yang terdapat pada sabu-sabu dianalisis dengan GC-MS. Berdasarkan analisis tersebut, terdapat senyawa metamfetamin dengan waktu retensi (RT) yang berbeda-beda.

(33)

1. Senyawa Benzeneethanamine, N,alpha-dimethyl (s) memiliki waktu retensi 4.155 dengan pola fragmentasi m/z = 134, 115, 91, 77, 65, 58, dan 42 dengan puncak dasar m/z = 58

2. Senyawa Methamphetamine memiliki waktu retensi 4.287 dengan pola fragmentasi m/z = 134, 103, 91, 77, 58, dan 42 dengan puncak dasar m/z = 58

3. Senyawa Methamphetamine memiliki waktu retensi 4.55 dengan pola fragmentasi m/z = 148, 134, 103, 91, 77, 65, 58, 51 dan 42 dengan puncak dasar m/z = 58

4. Senyawa Methamphetamine memiliki waktu retensi 8.807 dengan pola fragmentasi m/z = 148, 134, 115, 103, 91, 77, 65, 58, 51, 42 dan 36 dengan puncak dasar m/z = 58

(34)

5. Senyawa Methamphetamine memiliki waktu retensi 8.954 dengan pola fragmentasi m/z = 148, 134, 115, 103, 91, 77, 65, 58, 51, 42 dan 36 dengan puncak dasar m/z = 58

6. Senyawa Methamphetamine memiliki waktu retensi 10.314 dengan pola fragmentasi m/z = 134, 115, 103, 91, 77, 65, 58 dan 42 dengan puncak dasar m/z

= 58

4.2.3 Analisis Berdasarkan FT-IR

Adanya gugus C-H menunjukkan vibrasi ulur tak simetrik pada bilangan gelombang 2966 cm-1 dan vibrasi ulur simetrik pada bilangan gelombang 2862 cm-1. Hal ini didukung oleh vibrasi tekuk tak simetrik muncul pada bilangan gelombang 1453 cm-1 dan vibrasi tekuk simetrik pada bilangan gelombang 1385 cm-1. Adanya gugus aromatic pada senyawa metamfetamin ditunjukkan dengan vibrasi ulur ikatan rangkap C=C pada bilangan gelombang 1652 cm-1 yang didukung oleh vibrasi tekuk keluar bidang untuk senyawa aromatik pada bilangan gelombang 885-747 cm-1. Adanya N-H pada senyawa metamfetamin ditunjukkan oleh vibrasi ulur pada bilangan gelombang 3445 cm-1 yang didukung oleh gugus C-N dengan vibrasi ulur pada bilangan gelombang 1209 – 1019 cm-1

(35)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

 Analisis metamfetamin berdasarkan marquis test menunjukkan hasil positif (+) karena terjadi perubahan warna dari putih menjadi orange-merah.

 Analisis metamfetamin berdasarkan GC-MS menunjukkan senyawa metamfetamin pada m/z = 134 yang menyatakan berat molekul 134 dengan puncak dasar m/z = 58

 Analisis metamfetamin dengan spektrofotometri FT-IR menunjukkan gugus- gugus pada senyawa metamfetamin yakni vibrasi ulur gugus C=C pada bilangan gelombang 1652 cm-1, vibrasi ulur gugus N-H pada bilangan gelombang 3445 cm-1, dan vibrasi ulur gugus C-N pada bilangan gelombang 1209 – 1019 cm-1.

5.2 Saran

 Pada saat melakukan analisis marquis test, saat meneteskan campuran H2SO4

dengan formaldehid dilakukan melalui dinding spot test secara perlahan agar perubahan warnanya terlihat jelas.

 Saat melakukan analisis dengan menggunakan FT-IR, perlu diperhatikan bilangan gelombang pada peak yang diperoleh agar tidak bertumpuk satu sama lain sehingga menyebabkan kesulitan melihat bilangan gelombang antar peak.

 Saat melakukan analisis dengan menggunakan FT-IR perlu diperhatikan dalam pengukuran background, hal ini bertujuan agar tidak ada zat lain yang ikut terukur.

(36)

DAFTAR PUSTAKA

Afiatin T, 2008. Pencegahan Peyalahgunaan Narkoba Dengan Program Aji. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Agusta A, 2000.Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Penerbit ITB. Bandung.

Cooper J.W, 1980. Spectroscopic Techniques For Organic Chemists. John Wiley &

Sons. New York.

Darmono, 2009. Toksikologi Narkoba dan Alkohol. UI-Press. Jakarta.

Day R.A, Underwood A.L, 1981. Analisa Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.

Eaton.D.C, 1989. Laboratory Investigations In Organic Chemistry. Mc Graw-Hill.

Gritter R.J. 1991. Pengantar Kromatografi. Penerbit ITB. Bandung.

Hartomo J.A, 1986. Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik. Edisi Keempat.

Erlangga. Jakarta.

Herman J.R, Gottried B, 1988. Analisis Farmasi. Penerbit Gadjah Mada. Yogyakarta.

Joewana S, 2001. Petunjuk Praktis Bagi Keluarga Untuk Mencegah Penyalahgunaan Narkoba. Penerbit Media Pressindo. Yogyakarta

Maryadele J.O.N, 2006. The Merck Index An Encyclopedia Of Chemicals, Drugs, and Biologicals. 14th Edition. Merck&Co Inc. new York.

McMurry J, 2008. Organic Chemistry. Graphic World Inc. New York.

Mochamad A, 1997. Teknik Kromatografi Untuk Analisis Bahan Makanan.

Penerbit ANDI. Yogyakarta.

Pine S, 1998. Kimia Organik. Terbitan Keempat. Penerbit ITB. Bandung.

(37)

Rohman A, 2009. Kromatografi Untuk Analisis Obat. Edisi Pertama. Graha Ilmu.

Yogyakarta.

Sastrohamidjojo H, 2004. Kimia Minyak Atsiri. Cetakan Pertama. UGM-Press.

Yogyakarya

Sofiyah , 2007. Mengenal NAPZA dan Bahayanya. Be Champion. Jakarta

Syahputri M.V, 2007. Pemastian Mutu Obat. Volume1. Penerbit Buku Kedokteran.

Jakarta.

Watson D.G, 2005. Analisis Farmasi. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.

(38)

LAMPIRAN

Hasil analisa metamfetamin dengan menggunakan instrumen FT-IR

(39)

c

(40)

Senyawa metamfetamin dengan waktu retensi 4.287

(41)
(42)

Senyawa metamfetamin dengan waktu retensi 8.807

(43)
(44)

Senyawa metamfetamin dengan waktu retensi 10.314

Referensi

Dokumen terkait

Inovasi produk di Sentra Industri Keramik Kiaracondong berada pada tingkat kurang baik maka para pengusaha harus meningkatkan inovasi produknya dengan meningkatkan

Sehingga dapat disimpulkan bahwa meskipun Kantor Pertanahan Kabupaten Kulon Progo tidak dapat melakukan penanganan dan penyelesaian sengketa tanah di Desa

[r]

Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Priyantini Widiyaningrum, M.S. Pengomposan merupakan salah satu metode yang dapat

Teknik analisa data dalam penelitian ini adalah data reduction (reduksi data), data display (penyajian data) dan verifikasi data. Berdasarkan hasil penelitian dapat

Pola sebaran MPT dan kekeruhan di perairan muara Sungai Porong, menunjukkan bahwa stasiun yang terletak jauh dari muara sungai cenderung memiliki nilai konsentrasi yang

Landfilling dan daur ulang (recycling) tidak dapat menjadi solusi dari permasalahanlimbah plastik dikarenakan landfilling membutuhkan area yang sangat luas dan sangat mahal,

Selain itu, para online shop atau perusahaan yang akan menggunakan celebrity endorser dalam mengiklankan produk, hendaknya memperhatikan tingkat kepercayaan (