• Tidak ada hasil yang ditemukan

PREFERENSI BERMUKIM PENGHUNI PERUMAHAN FORMAL DI KAWASAN URBAN FRINGE KOTA MATARAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PREFERENSI BERMUKIM PENGHUNI PERUMAHAN FORMAL DI KAWASAN URBAN FRINGE KOTA MATARAM"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PREFERENSI BERMUKIM PENGHUNI PERUMAHAN FORMAL DI KAWASAN URBAN FRINGE KOTA MATARAM

Novita Ratni, Wulan Dwi Purnamasari, Wisnu Sasongko

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Jalan Mayjen Haryono 167 Malang 65145 -Telp (0341)567886

Email: novitaratni16@gmail.com

ABSTRAK

Kenaikan jumlah permintaan rumah untuk permukiman di Kota Mataram terus mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Dalam setahun, telah terjadi pengurangan daerah pertanian sekitar 1,6% akibat konversi lahan untuk pembangunan fasilitas publik dan perumahan (RPJP Kota Mataram, 2005- 2025). Tingginya harga dan keterbatasan lahan yang tersedia di kawasan pusat kota Mataram mengakibatkan pengembang perumahan memilih lahan yang berada di kawasan pinggiran kota untuk pembangunan perumahan baru. Kawasan pinggiran kota merupakan kawasan yang berada dalam proses transisi dari daerah pedesaan menjadi perkotaan, lokasinya ditentukan oleh proporsi penggunaan lahan dan jarak terhadap pusat kota (Agustin dan Kubota, 2013). Kawasan pinggiran Kota Mataram mempunyai karakteristik/corak yang berbeda-beda pada setiap sisinya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi preferensi bermukim penghuni perumahan di kawasan pinggiran Kota Mataram. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah deliniasi wilayah untuk mengetahui kawasan pinggiran Kota Mataram dan Analisis Faktor untuk mengetahui preferensi bermukim penghuni perumahan. Dari hasil analisis didapatkan terbentuk 5 faktor yang menjadi preferensi bermukim penghuni perumahan. Faktor yang paling berpengaruh bagi preferensi bermukim penghuni perumahan di kawasan pinggiran kota adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan aksesibilitas.

Kata Kunci : Pinggiran-Kota, Penghuni-Perumahan, Preferensi-Bermukim.

ABSTRACT

The demand of settlement in Mataram City had increased due to the population`s growth. In a year, 1,6% of agricultural area has been converted to houses and public facilities (RPJP Kota Mataram, 2005-2025).Due to high of land prices and limitation of land availability, developers in Mataram city preferred to build houses in urban fringe areas instead of Mataram’s urban area. Urban fringe areas are the transitioning area from rural to urban, and the location is determined by land use proportion and distance from city center ( Agustin and Kubota, 2013). The urban fringe of Mataram City has various characteristics on its side. This research was using some analysis to deliniate the fringe area of Mataram City and to find out factor analysis of residents‘ living preferences. This research found that there are 5 factors that became the living preference of residents. The most influenced factors are factors that related with accessibilities in urban fringe area of Mataram City.

Keywords: Urban-Fringe, Housing-Residents, Living-Preference.

PENDAHULUAN

Perumahan merupakan salah satu bentuk sarana pemenuhan kebutuhan akan tempat tinggal. Perumahan dianggap sebagai unsur utama dari pemukiman. Perumahan diartikan sebagai wadah fisiknya sedangkan pemukiman dibayangkan sebagai panduan antara wadah dengan isinya, yaitu manusia yang hidup bermasyarakat dan berbudaya (Kuswartojo, 2005). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, rumah didefinisikan sebagai bangunan gedung yang berfungsi

sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. Terpenuhinya kebutuhan tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia yang akan terus ada dan berkembang sesuai dengan tahapan atau siklus kehidupan manusia. Pemenuhan kebutuhan perumahan akan semakin mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk pada suatu wilayah (RPJP Kota Mataram, 2005-2025).

Kota Mataram pada tahun 2016 memiliki jumlah penduduk sebanyak 459.314 jiwa (Kota Mataram Dalam Angka, 2017). Dalam kurun

(2)

waktu lima tahun, terjadi kenaikan sebesar 45.692 jiwa atau sebesar 11,05% dari jumlah penduduk tahun 2011. Adanya kenaikan jumlah penduduk ini berdampak pada konversi lahan pertanian di Kota Mataram. Dalam setahun, telah terjadi pengurangan daerah pertanian sekitar 1,6% akibat alih fungsi lahan (RPJPD Kota Mataram, 2005-2025). Menurut Sasongko (2017), faktor-faktor yang menyebabkan konversi lahan pertanian diantaranya adalah pertambahan jumlah penduduk dan kebutuhan tempat tinggal. Adanya pengalihan fungsi lahan di Kota Mataram disebabkan oleh tingginya permintaan untuk pemanfaatan lahan pertanian menjadi non pertanian, baik konversi lahan yang dilakukan oleh pemerintah kota untuk pembangunan fasilitas publik ataupun permintaan dari masyarakat untuk pembangunan perumahan (Atmayanti, 2014).

Pembangunan perumahan di Kota Mataram terus mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk.

Menurut Kepala Dinas Tata Kota Mataram (2012), perumahan sudah menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat, sehingga pembangunan perumahan tidak bisa dibatasi, jumlah rumah yang tersedia masih kurang sedangkan masyarakat berkeinginan untuk mempunyai rumah. Real Estate Indonesia (REI) Provinsi Nusa Tenggara Barat kesulitan membangun hunian di wilayah perkotaan karena harga tanah yang terus mengalami kenaikan. Menurut pernyataan Ketua REI NTB tahun 2012, kenaikan harga tanah di Kota Mataram hingga mencapai 3 kali lipat.

Pertumbuhan ekonomi Kota Mataram yang demikian pesat menjadi salah satu faktor melambungnya harga tanah (Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, 2018). Kota Mataram sudah menjadi barometer investasi. Banyak investor berdatangan untuk berbisnis di Kota Mataram.

Imbasnya kepada pengembang perumahan yang semakin sulit memperoleh lahan untuk pembangunan perumahan (Ketua REI NTB, 2012). Selain harga lahan yang tinggi, keterbatasan lahan di pusat Kota Mataram juga menjadi penyebab sulitnya pengembang perumahan memperoleh lahan untuk pembangunan. Tingginya harga lahan dan keterbatasan lahan yang tersedia di pusat kota Mataram (Urban) mengakibatkan pengembang perumahan memilih lahan yang berada di daerah pinggiran kota (Urban Fringe) dengan asumsi lahan yang tersedia untuk pembangunan

perumahan baru memiliki harga yang lebih rendah dibandingkan dengan harga lahan di pusat kota (Ketua REI NTB, 2012).

Pinggiran kota Mataram (Urban Fringe) memiliki karakteristik/corak kawasan yang berbeda-beda. Kawasan pinggiran yang terletak di sebelah utara dari pusat kota dekat dengan jalur pariwisata alam maupun kuliner serta pusat oleh-oleh, sedangkan kawasan pinggiran yang terletak di sebelah selatan dari pusat kota dekat dengan pusat pemerintahan. Kemudian kawasan pinggiran yang terletak di sebelah timur dari pusat kota dekat dengan daerah pertanian.

Pembangunan perumahan baru oleh pengembang atau yang disebut sebagai perumahan formal pada kawasan pinggiran kota (Urban Fringe) memberikan pilihan yang beragam kepada masyarakat selaku penghuni perumahan tersebut dalam memilih lokasi perumahan yang diinginkan. Selain karakteristik/corak kawasan yang berbeda-beda, terdapat faktor lainnya seperti pendapatan individu atau keluarga yang berubah, keinginan mendapatkan lingkungan dan fasilitas tempat tinggal yang lebih baik, kemudahan transportasi serta kemudahan dalam mengakses sarana dan prasarana yang terdapat pada perumahan formal tentunya juga menjadi pertimbangan bagi penghuni dalam memilih lokasi hunian (Kuswartojo, 2005). Berbagai hal yang berkaitan tersebut akan menjadi salah satu atau beberapa faktor penentu bagi penghuni perumahan formal dalam memilih sebuah perumahan menjadi lokasi untuk bertempat tinggal. Penelitian ini difokuskan untuk mencari tahu pertimbangan dan alasan masyarakat selaku konsumen dalam mengambil keputusan memilih perumahan.

Berdasarkan hal-hal tersebut, penelitian ini akan membahas mengenai Preferensi Bermukim Penghuni Perumahan Formal di Kawasan Urban Fringe Kota Mataram.

METODE PENELITIAN

Penelitian Preferensi Bermukim Penghuni Perumahan Formal di Kawasan Urban Fringe Kota Mataram menggunakan metode kuantitatif, karena untuk mengisi kuisioner responden memberikan penilaian dengan menggunakan skala likert. Data yang didapatkan dari responden adalah berupa data ordinal yang kemudian diubah ke dalam bentuk data interval, setelah itu data dimasukkan ke dalam SPSS untuk dilakukan analisis faktor.

(3)

Variabel Penelitian

Penentuan variabel penelitian berdasarkan dari tinjauan teori yang digunakan.

Untuk mendeliniasi kawasan Urban fringe Kota Mataram variabel yang digunakan mengambil tinjauan dari Agustin & Kubota (2013) tentang Conflicts of Location in the Rural-Urban Fringe Area, sementara untuk mengetahui preferensi bermukim penghuni perumahan formal variabel yang digunakan mengambil tinjauan dari dari Purbosari & Hendarto (2012), Soepardi (2008), dan Nurhadi (2004) tentang faktor-faktor pemilihan tempat tinggal. Berikut merupakan variabel yang digunakan dalam penelitian.

Tabel 1. Variabel Penelitian

No. Tujuan

Penelitian Variabel

1 Mengetahui karakteristik kawasan Urban Fringe Kota Mataram

Penggunaan Lahan Jarak

2 Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaru hi preferensi bermukim masyarakat perumahan formal terhadap pemilihan lokasi perumahan masyarakat di kawasan Urban Fringe Kota Mataram.

Kedekatan dengan tempat tinggal keluarga

Kedekatan terhadap tempat kerja Kedekatan terhadap pusat perbelanjaan Kedekatan terhadap sarana pendidikan Kedekatan dengan sarana kesehatan Kedekatan dengan sarana peribadatan Kedekatan dengan sarana hiburan dan rekreasi

Kemudahan mengakses sarana transportasi umum

Kemudahan mengakses jalan keluar/masuk perumahan

Kualitas jaringan air bersih

Kualitas jaringan pembuangan air kotor/drainase

Ketersediaan taman/ruang terbuka hijau

Kondisi lingkungan aman dari tindak kriminalitas

Kondisi lingkungan aman dari bencana alam

Lingkungan kondusif Kondisi lingkungan Masyarakat Luas tanah dan bangunan

Kesesuaian harga dengan luas dan kualitas

Kualitas desain perumahan

Kesaman lingkungan sosial/status ekonomi

Kesan elit/bergengsi

Kesesuaian harga dengan manfaat Kemampuan menjaga privasi penghuni

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu survei primer dan survei sekunder. Survei primer yang dilakukan yaitu observasi ke lokasi wilayah studi secara langsung

dan penyebaran kuesioner kepada responden.

Survei sekunder yaitu berupa survei instansi yang bertujuan untuk mendapatkan data RTRW, dan SHP terkait dengan penggunaan lahan di Kota Mataram.

Populasi dan Sampel

Penelitian Preferensi Bermukim Penghuni Perumahan Formal di Kawasan Urban Fringe Kota Mataram menggunakan Metode Probability Sampling yang memberi peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik Probability Sampling yang digunakan adalah Proportional Random Sampling, dimana sampel ditarik secara langsung dari populasi yang tidak terbagi atas sub sampel dengan karakteristik perumahan yang homogen. Besaran jumlah sampel (n) dihitung menggunakan rumus Slovin (Sevilla et al, 1993) sehingga jumlah sampel yang diperoleh adalah sebanyak 194 responden.

Tabel 2. Persebaran Sampel Penelitian pada Perumahan Formal di Kawasan Urban fringe

Letak Kecamatan Nama Perumahan Sampel Utara Ampenan Komplek Taman Sejahtera 14

Griya Pesona Rinjani 5

Selaparang Puri lestari 1

Taman Istana Angkasa 3

Permata Rembiga 2

Griya Udayana 1

Selatan Sekarbela Mapak Kopajali 2 Arya Banjar Getas

Residence 1

Batu Indah Regency 2

Royal Mataram 21

Perumnas Tanjung Karang 49 Green Raflesia Residence 2

Mataram Aura Mutiara 5

Lingkar Pratama 28

Timur Cakrane-

gara Seganteng Indah 22

Griya Citra Agung 2

Green Hastina 3

Sandubaya Sweta Indah 24

Babakan Asri 2

Griya Intan Babakan 1

Taman Mandalika 4

Skala Pengukuran

Skala yang digunakan adalah skala Likert.

Dalam skala ini respon subjek (penghuni perumahan formal) terhadap objek (pertanyaan) dibagi atas lima kategori jawaban yang menunjukkan derajat berpengaruh dan tidak berpengaruh. Nilai tertinggi diberikan terhadap variabel yang dianggap paling berpengaruh, sedangkan nilai terendah diberikan terhadap variabel yang dianggap tidak mempengaruhi

(4)

preferensi bermukim penghuni perumahan formal.

Uji Validitas dan Reliabilitas

Sebelum melakukan survei untuk kuisioner faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi bermukim masyarakat, dilakukan survei pendahuluan untuk uji validitas dan realibilitas. Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuisioner. Dari hasil output SPSS, suatu indikator pertanyaan dapat dikatakan valid apabila nilai total skor variabel lebih besar daripada nilai r tabel.

Analisis Faktor

Analisis faktor dalam penelitian ini bertujuan untuk menyederhanakan sekumpulan besar data menjadi kelompok-kelompok variabel yang lebih kecil (faktor). Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Principal Component Analysis. Tujuannya adalah untuk mendapatkan jumlah faktor minimum yang dapat mewakili sejumlah data.

1. Konversi data ordinal menjadi interval Data dari instrumen analisis faktor dikonvrsi dari skala ordinal menjadi skala interval menggunakan MSI (Method of Succesiv Internsal) agar dapat dianalisis lebih lanjut.

2. Uji kelayakan analisis faktor

Uji Barlett of Sphericity merupakan uji statistik untuk menentukan ada tidaknya korelasi antar variabel. Jika pada Barlett test level memiliki nilai signifikasi kurang dari derajat kebebasan (degree of freedom) maka dapat dikatakan bahwa antar variabel terdapat korelasi. Alat uji lain yang digunakan untuk mengukur tingkat interkorelasi antar variabel dan dapat tidaknya dilakukan analisis faktor adalah Kaiser-Olkin Measure of Sampling Adequacy (KMO MSA).

3. Anti-image matrics (reduksi variabel) Tabel anti-image matrics berfungsi untuk mereduksi variabel sehingga layak untuk dilakukan analisis faktor. Informasi ini terdapat pada baris anti-image correlation yang ditandai dengan huruf “a” dan tersusun secara diagonal.

Apabia seluruh variabel diuji memenuhi persyaratan MSA yaitu di atas 0,5, maka analisis faktor layak dilakukan.

4. Communalities (komunalitas)

Komunalitas adalah persentase variansi variabel yang dijelaskan oleh faktor-faktor. Nilai ekstrim komunalitas yaitu antara 0,0 sampai 1,0.

Nilai 0,0 memiliki arti bahwa suatu variabel tidak berkorelasi dengan variabel lain, sedangkan 1,0 berarti variansi variabel secara sempuran disebabkan oleh sejumlah faktor bersama.

5. Total variance explained (jumlah faktor terbentuk)

Besarnya vairan yang dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk dapat dilihat pada tabel total variance explained. Jumlah faktor yang terbentuk dapat dilihat dari jumlah variabel dengan nilai initial eigenvalues ≥1.

6. Tabel component matrix

Tabel Component Matrix menunjukkan distribusi variabel-variabel pada faktor baru yang terbentuk, dengan kata lain bahwa tabel Component Matrix digunakan untuk memilah variabel sesuai dengan kelompok faktornya.

Jika pada tabel component matrix nilai loading faktor yang dihasilkan belum mampu memberikan arti sebagaimana yang diharapkan dan mempersulit untuk mengelompokkan suatu variabel menjadi bagian dari komponen yang ada, maka perlu dilakukan rotasi dengan metode varimax.

7. Rotated component matrix (kelompok faktor)

Setelah dilakukan rotasi faktor dengan metode varimax, diperoleh tabel Rotated Component Matrix. Terdapat perbedaan nilai korelasi variabel dengan setiap faktor sebelum dan sesudah dilakukan rotasi varimax. Tujuan melakukan rotated component matrix adalah agar loading faktor yang dirotasi telah dapat memberikan arti sebagaimana yang diharapkan dan setiap faktor sudah dapat diinterpretasikan dengan jelas.

8. Interpretasi faktor

Pemberian nama pada kelompok faktor yang terbentuk sesuai dengan karakter variabel- variabelnya.

• Memberikan nama faktor yang dapat mewakili nama-nama variabel yang membentuk faktor tersebut.

• Memberikan nama faktor berdasarkan variabel yang memiliki nilai loading factor

(5)

tertinggi. Hal ini dilakukan apabila tidak dimungkinkan untuk memberikan nama faktor yang dapat mewakili semua variabel yang membentuk faktor tersebut.

Interpretasi pada analisis faktor dilakukan dengan judgment, karena sifatnya subjektif, sehingga hasilnya bisa saja berbeda apabila dilakukan oleh orang lain.

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. Deliniasi Kawasan Urban fringe Kota Mataram

Kawasan Urban Fringe Kota Mataram ditentukan berdasarkan jenis penggunaan lahan dan jarak terhadap pusat kota (Agustin dan Kubota, 2013). Untuk menentukan kawasan urban fringe suatu kota, terlebih dahulu dilakukan identifikasi terhadap pusat kota. Pusat Kota Mataram pada penelitian ini ditetapkan berdasarkan rencana struktur ruang pada Peraturan Daerah Kota Mataram Nomor 12 Tahun 2011, dimana Pusat Pelayanan Kota (PPK) untuk Kota Mataram berada di Kelurahan Dayan Peken, Kelurahan Ampenan Selatan, Kelurahan Ampenan Tengah, Kelurahan Mataram Barat, Kelurahan Mataram Timur, Kelurahan Pejanggik, Kelurahan Cakranegara Timur, Kelurahan Mayura, dan Kelurahan Mandalika.

Tabel 3. Penggunaan Lahan di Pusat Kota Mataram

Tipe Guna

Lahan No. Klasifikasi Luas (Ha) Forest and

Farmlands 1. Sawah 87,95

2. Perkebunan 21,77

Urban

Lands 3. Perumahan/permuk

iman 355,96

4. Kawasan industri 7,45

5. Perkantoran 30,92

6. Kawasan militer 4,38

7. Perdagangan dan

Jasa 116,17

Public Land 8. Terminal/bandara 0

9. Jalan/drainase 77,64

10. Pendidikan 17,11

11. Peribadatan 9,27

12. Rekreasi/Pariwisata 2,59

13. Kesehatan 4,68

14. RTH 17,14

Developing

Land 15. Lahan Kosong 11,99

Peruntukan Lainnya 25,99

Total 790,00

Berdasarkan Tabel 3. dapat diketahui bahwa pusat Kota Mataram memiliki luas 790,00 Ha dengan pengunaan lahan yang paling

mendominasi yaitu kawasan

perumahan/permukiman seluas 355,96 Ha.

Gambar 1. Peta Penggunaan Lahan di Kota Mataram

Kawasan Urban Fringe dibagi menjadi dua sub-zona (Agustin dan Kubota, 2013). Pertama adalah Inner Fringe, dimana lahan non-pertanian mulai menjadi dominan yang terdiri dari 40 persen sampai 60 persen dari kawasan pertanian dan konservasi. Wilayahnya 2 kilometer dari pusat kota. Yang kedua adalah Outer Fringe, dimana penggunaan lahan didominasi oleh fitur daerah yang terdiri dari 60 persen sampai 90 persen dari kawasan pertanian dan konservasi.

Wilayahnya mencakup lebih dari 2 kilometer sampai 5 kilometer dari pusat kota. Pengukuran jarak dari masing-masing sub-zona dihitung dari batas radius terluar pusat kota.

Langkah pertama dalam penentuan kawasan urban fringe Kota Mataram dilakukan dengan mendeliniasi kawasan berdasarkan jarak untuk menentukan kawasan mana yang termasuk ke dalam inner fringe dan outer fringe.

Gambar 2. Pembagian Kawasan Perkotaan (Agustin dan Kubota, 2013)

(6)

Gambar 3. Peta Urban Fringe Kota Mataram Setelah mendeliniasi kawasan berdasarkan jarak yang terbagi menjadi kawasan inner fringe dan outer fringe, kemudian dapat dilakukan perhitungan terhadap luasan masing- masing penggunaan lahan pada kawasan inner fringe dan outer fringe Kota Mataram.

Tabel 4. Penggunaan Lahan Kawasan Urban Fringe Kota Mataram

Tipe Guna Lahan

Klasifi- kasi

Luas (Ha) Inner

Fringe Outer

Fringe Urban Fringe Forest

and Farm- lands

Sawah 2.309,65 2.388,37 4.698,02 Perke-

bunan 758,01 4.558,93 5.316,94 Urban

Lands Peru- mahan/

Permu- kiman

1.636,17 585,96 2.222,13

Kawasan

industri 30,92 12,31 43,23

Perkan-

toran 76,84 13,32 90,16

Kawasan

militer 11,17 0 11,17

Perdagan -gan dan

Jasa 356,38 27,87 384,25

Public

Land Terminal

/bandara 55,00 0 55,00

Jalan/

drainase 327,89 57,33 385,22

Pendi-

dikan 121,02 12,45 133,47

Periba-

datan 38,01 5,86 43,87

Rekreasi/

Pariwi-

sata 4,12 1,37 5,49

Kesehat-

an 12,87 0 12,87

RTH 81,61 1.088,98 1.170,59

Develo- ping Land

Lahan

Kosong 63,93 64,20 128,13

Peruntukan Lainnya 150,26 1.291,47 1.441,73 Total 6.033,84 10.108,42 16.142,26

Berdasarkan Tabel 4. dapat diketahui bahwa luas kawasan inner fringe Kota mataram yaitu 6.033,84 ha dan luas kawasan outer fringe Kota Mataram yaitu 10.108,42 ha. Luas keseluruhan kawasan urban fringe kota Mataram adalah 16.142,26 Ha.

Langkah selanjutnya dalam penentuan kawasan urban fringe Kota Mataram adalah dengan membandingkan proporsi penggunaan lahan antara kawasan pertanian/konservasi dan kawasan non pertanian.

Tabel 5. Perbandingan Luas Kawasan Pertanian/Konservasi dan Kawasan Non Pertanian

Jenis Lahan Total Luas Inner Fringe (Ha)

Presen -tase

Total Luas Outer Fringe (ha)

Presen -tase Kawasan

Pertanian/k

onservasi 3.067,66 50,84% 6.947,31 68,73%

Kawasan

Non Pertanian 2.966,18 49,16% 3.161,11 31,27%

Total 6.033,84 100% 10.108,4 100%

Total Luas Kawasan Urban Fringe

16.142,26 Ha

Berdasarkan Tabel 5. dapat diketahui bahwa proporsi penggunaan lahan untuk kawasan pertanian/konservasi pada kawasan inner fringe yaitu sebesar 50,84% dan proporsi penggunaan lahan untuk kawasan pertanian/konservasi pada kawasan outer fringe yaitu sebesar 68,73%. Hal tersebut membuktikan bahwa hasil penentuan kawasan inner fringe dan kawasan outer fringe Kota Mataram telah sesuai dengan teori yang digunakan untuk menentukan kawasan urban fringe suatu kota.

Pada penelitian ini, Urban Fringe Kota Mataram dibagi menjadi 3 kawasan berdasarkan karakteristik/corak kawasan yang berbeda yaitu kawasan pinggiran yang terletak di sebelah utara dari pusat kota cenderung memiliki corak wisata karena dekat dengan jalur pariwisata Pantai Senggigi di Kabupaten Lombok Barat bagian utara, kawasan pinggiran yang terletak di sebelah selatan dari pusat kota lebih kepada kawasan yang dekat dengan pusat pemerintahan, sedangkan kawasan pinggiran yang terletak di sebelah timur dari pusat kota memiliki corak pertanian. Urban fringe pada masing-masing sisi di Kota Mataram dibagi berdasarkan batas administrasi kecamatan.

(7)

Tabel 6. Luas Urban Fringe Kota Mataram per Kecamatan

No. Letak Kecamatan Luas (ha) Presen -tase 1. Utara pusat

kota

Ampenan 683,9 4,24%

Selaparang 862,7 5,34%

Batulayar 1.169,3 7,24%

Gunungsari 1.736,7 10,76%

2. Selatan pusat kota

Sekarbela 1.060,6 6,57%

Mataram 828,3 5,13%

Labuapi 1.895 11,74%

Kediri 1716,5 10,63%

3. Timur pusat kota

Cakranegara 756,9 4,69%

Sandubaya 979,9 6,07%

Narmada 3.939 24,40%

Pringgarata 513,3 3,18%

Gambar 4. Peta Pembagian Kawasan Urban Fringe Kota Mataram

II. Preferensi Bermukim Penghuni Perumahan Formal di Kawasan Urban Fringe Kota Mataram

Analisis faktor digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi preferensi masyarakat untuk bermukim di perumahan formal kawasan urban fringe Kota Mataram. Variabel yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan teori Purbosari

& Hendarto (2012), Purbarini (2008), dan Nurhadi (2004), kemudian disimpulkan 23 variabel terpilih.

1. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas

Berdasarkan hasil uji validitas yang telah dilakukan, dapat dikethui bahwa setiap variabel memiliki nilai pearson atau nilai R hitung lebih besar dari R tabel sehingga dinyatakan valid.

Dalam penelitian ini, nilai alpha sebesar 0,943 atau 94,3%, sehingga dapat disimpulkan variabel-variabel yang digunakan dalam

penelitian ini reliabel untuk digunakan dalam analisis faktor.

Setelah variabel lolos uji validitas dan uji reliabilitas, maka variabel yang telah ditentukan tersebut dianalisis dengan perhitungan menggunakan Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis) dengan program SPSS.

2. Uji Kelayakan KMO

Uji Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling (KMO) digunakan untuk uji kelayakan.

Analisis layak dilakukan jika nilai KMO >0,5. Nilai signifikansi uji digunakan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antar variabel bebas. Jika signifikansi <0,05 maka analisis dapat dilakukan.

Pada kawasan urban fringe Kota Mataram nilai KMO >0,5 yaitu 0,845, sehingga layak untuk dilakukan analisis faktor. Sig. <0,05 yaitu 0,000 artinya terdapat korelasi antar variabel bebas sehingga analisis dapat dilakukan.

3. Nilai MSA

Nilai MSA pada tabel Anti-Image Correlation pada SPSS digunakan untuk menentukan variabel yang tereduksi dan variabel yang dapat dianalisis lebih lanjut. Jika nilai MSA = 1, variabel tersebut dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel lain; jika nilai MSA

> 0,5, variabel masih bisa diprediksi dan dianalisis lebih lanjut; sedangkan jika nilai MSA <

0,5, variabel tersebut tidak dapat diprediksi lebih lanjut dan tidak bisa dianalisis lebih lanjut atau dikeluarkan dari variabel lainnya.

Tabel 8. Nilai MSA

No Faktor Preferensi Bermukim Nilai MSA X1 Kedekatan dengan tempat tinggal keluarga 0,602 X2 Kedekatan terhadap tempat kerja 0,932 X3 Kedekatan terhadap pusat perbelanjaan 0,877 X4 Kedekatan terhadap sarana pendidikan 0,887 X5 Kedekatan dengan sarana kesehatan 0,899 X6 Kedekatan dengan sarana peribadatan 0,890 X7 Kedekatan dengan sarana hiburan dan

rekreasi 0,905

X8 Kemudahan mengakses sarana transportasi

umum 0,924

X9 Kemudahan mengakses jalan keluar/masuk

perumahan 0,915

X10 Kualitas jaringan air bersih 0,891 X11 Kualitas jaringan pembuangan air

kotor/drainase 0,917

X12 Ketersediaan taman/ruang terbuka hijau 0,912 X13 Kondisi lingkungan aman dari tindak

kriminalitas 0,839

X14 Kondisi lingkungan aman dari bencana alam 0,814

X15 Lingkungan kondusif 0,699

X16 Kondisi lingkungan Masyarakat 0,730

X17 Luas tanah dan bangunan 0,728

(8)

No Faktor Preferensi Bermukim Nilai MSA X18 Kesesuaian harga dengan luas dan kualitas 0,702

X19 Kualitas desain perumahan 0,346

X20 Kesaman lingkungan sosial/status ekonomi 0,663

X21 Kesan elit/bergengsi 0,584

X22 Kesesuaian harga dengan manfaat 0,809 X23 Keampuan menjaga privasi penghuni 0,890

Bedasarkan Tabel 8. dapat diketahui bahwa terdapat variabel yang harus direduksi dan tidak dapat digunakan untuk analisis selanjutnya. Variabel yang tereduksi tersebut adalah “Kualitas desain perumahan”. Hal ini terjadi karena perolehan nilai MSA dari variabel

“Kualitas desain perumahan” dibawah 0,5, yaitu hanya 0,346. Oleh karena itu, variabel “Kualitas desain perumahan” dikeluarkan dan dilakukan proses analisis ulang kepada 22 variabel yang memiliki nilai MSA diatas 0,5.

4. Komunalitas

Tabel komunalitas (communalities) digunakan untuk mengukur persentase variansi variabel yang dijelaskan oleh faktor-faktor yang terbentuk. Nilai komunalitas berkisar antara 0,0 sampai 1,0. Semakin mendekati 0,0 berarti variabel semakin tidak berkorelasi dengan variabel lain. Sebaliknya, jika semakin mendekati 1,0 maka variansi variabel semakin mendekati sempurna karena sejumah faktor bersama.

Tabel 9. Nilai Ektraksi Komunalitas

No Faktor Preferensi Bermukim Ekstraksi Komunalitas X1 Kedekatan dengan tempat tinggal

keluarga 0,640

X2 Kedekatan terhadap tempat kerja 0,578 X3 Kedekatan terhadap pusat

perbelanjaan 0,657

X4 Kedekatan terhadap sarana

pendidikan 0,664

X5 Kedekatan dengan sarana kesehatan 0,771 X6 Kedekatan dengan sarana

peribadatan 0,649

X7 Kedekatan dengan sarana hiburan

dan rekreasi 0,747

X8 Kemudahan mengakses sarana

transportasi umum 0,571

X9 Kemudahan mengakses jalan

keluar/masuk perumahan 0,693

X10 Kualitas jaringan air bersih 0,579 X11 Kualitas jaringan pembuangan air

kotor/drainase 0,657

No Faktor Preferensi Bermukim Ekstraksi Komunalitas X12 Ketersediaan taman/ruang terbuka

hijau 0,630

X13 Kondisi lingkungan aman dari tindak

kriminalitas 0,713

X14 Kondisi lingkungan aman dari

bencana alam 0,596

X15 Lingkungan kondusif 0,782

X16 Kondisi lingkungan Masyarakat 0,771

X17 Luas tanah dan bangunan 0,736

X18 Kesesuaian harga dengan luas dan

kualitas 0,613

X20 Kesaman lingkungan sosial/status

ekonomi 0,810

X21 Kesan elit/bergengsi 0,792

X22 Kesesuaian harga dengan manfaat 0,331 X23 Keampuan menjaga privasi penghuni 0,573

5. Nilai Eigenvalue

Nilai eigenvalues diperoleh dari tabel Total Variance Explained yang menjelaskan jumlah faktor dan besarnya varian yang dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk.

Pada perumahan formal yang terletak di kawasan Urban Fringe Kota Mataram, berdasarkan nilai Initial Eigenvalues yang memiliki nilai sama dengan atau lebih besar dari satu (λ ≥ 1), terbentuk lima komponen utama.

Lima komponen utama tersebut masing-masing terdiri dari variabel-variabel yang mengelompok membentuk sebuah faktor. Tabel 10.

menunjukkan potongan tabel Total Variance Explained dari program SPSS.

Tabel 10. Total Variance Explained

Komponen /Faktor

Initial Eigenvalues

Total % Variance Cumulative %

1. 7,152 32,508 32,508

2. 2,922 13,283 45,791

3. 1,861 8,457 54,248

4. 1,460 6,638 60,886

5. 1,159 5,268 66,154

6. Kelompok Faktor

Tabel Rotated Component matrix menunjukkan distribusi variabel pada kelima faktor yang terbentuk. Dalam matrix, angka- angka yang tertera pada tiap kolom disebut loading faktor yang menunjukkan korelasi antara suatu indikator dengan faktor yang terbentuk.

Tabel 11. Faktor yang Terbentuk pada Setiap Sisi Urban Fringe Kota Mataram

Kelompok Faktor Variabel Nilai Component

Matriks Faktor 1

1. Kedekatan dengan sarana kesehatan (X5) 2. Kedekatan terhadap sarana pendidikan (X4) 3. Kedekatan terhadap pusat perbelanjaan (X3) 4. Kedekatan terhadap tempat kerja (X2) 5. Kedekatan dengan sarana peribadatan (X6)

0,858 0,801 0,781 0,747 0,734

(9)

Kelompok Faktor Variabel Nilai Component Matriks 6. Kemudahan mengakses jalan keluar/masuk perumahan (X9)

7. Kemudahan mengakses sarana transportasi umum (X8) 8. Kedekatan dengan sarana hiburan dan rekreasi (X7)

0,662 0,643 0,608 Faktor 2

1. Lingkungan kondusif (X15)

2. Kondisi lingkungan Masyarakat (X16)

3. Kondisi lingkungan aman dari tindak kriminalitas (X13) 4. Kondisi lingkungan aman dari bencana alam (14)

0,877 0,857 0,734 0,573

Faktor 3

1. Kesesuaian harga dengan luas dan kualitas (X18) 2. Luas tanah dan bangunan (X17)

3. Kualitas jaringan pembuangan air kotor/drainase (X11) 4. Kualitas jaringan air bersih (X10)

5. Kesesuaian harga dengan manfaat (X22) 6. Ketersediaan taman/ruang terbuka hijau (X12)

0,708 0,607 0,506 0,496 0,492 0,482 Faktor 4 1. Kesamaan lingkungan sosial/status ekonomi (X20)

2. Kesan elit/bergengsi (X21) 0,880

0,880 Faktor 5 1. Kedekatan dengan tempat tinggal keluarga (X1)

2. Keampuan menjaga privasi penghuni (X23) 0,744

0,495

Pemberian nama faktor didasarkan atas penilaian subjektif berdasarkan karakteristik setiap faktor yang dilihat dari anggota kelompok masing-masing faktor.

Faktor 1 terdiri dari variable “Kedekatan dengan sarana kesehatan”, “Kedekatan terhadap sarana pendidikan”, “Kedekatan terhadap pusat perbelanjaan”, “Kedekatan terhadap tempat kerja”, “Kedekatan dengan sarana peribadatan”,

“Kemudahan mengakses jalan keluar/masuk perumahan”, “Kemudahan mengakses sarana transportasi umum”, dan “Kedekatan dengan sarana hiburan dan rekreasi”. Faktor 1 diberi nama “Aksesibilitas”, karena anggota kelompok Faktor 1 terdiri dari variabel-variabel terkait dengan kedekatan dan kemudahan untuk mengakses sarana-sarana bagi penghuni perumahan formal di kawasan Urban Fringe Kota Mataram.

Faktor 2 terdiri dari variabel “Lingkungan kondusif”, “Kondisi lingkungan Masyarakat”,

“Kondisi lingkungan aman dari tindak kriminalitas”, dan “Kondisi lingkungan aman dari bencana alam”. Faktor 2 diberi nama

“Kenyamanan dan keamanan”, karena anggota kelompok Faktor 2 terdiri dari variabel-variabel terkait dengan kenyamanan dan keamanan bagi penghuni perumahan formal yang berada di kawasan Urban Fringe Kota Mataram.

Faktor 3 terdiri dari variable “Kesesuaian harga dengan luas dan kualitas”, “Luas tanah dan bangunan”, “Kualitas jaringan pembuangan air kotor/drainase”, “Kualitas jaringan air bersih”,

“Kesesuaian harga dengan manfaat”, dan

“Ketersediaan taman/ruang terbuka hijau”.

Faktor 3 diberi nama “Kualitas Perumahan”, karena anggota kelompok Faktor 3 terdiri dari variabel-variabel terkait dengan kualitas dan

kelengkapan prasarana pada perumahan formal di kawasan Urban Fringe Kota Mataram.

Faktor 4 terdiri dari variable “Kesamaan lingkungan sosial/status ekonomi” dan “Kesan elit/bergengsi”. Faktor 4 diberi nama

“Lingkungan Sosial”, karena anggota kelompok Faktor 4 terdiri dari variabel-variabel terkait dengan kondisi lingkungan sosial dan kesan elit/bergengsi pada perumahan formal yang berada di kawasan Urban Fringe Kota Mataram.

Faktor 5 terdiri dari variable “Kedekatan dengan tempat tinggal keluarga” dan

“Keampuan menjaga privasi penghuni”. Faktor 5 diberi nama “Kekerabatan”, karena anggota kelompok Faktor 5 terdiri dari variabel kedekaan perumahan formal dengan tempat tinggal keluarga.

KESIMPULAN

Kawasan Urban Fringe Kota Mataram ditentukan berdasarkan proporsi penggunaan lahan dan jarak terhadap pusat kota. Kawasan Urban Fringe Kota Mataram dibagi menjadi 3 kawasan berdasarkan karakteristik/corak kawasan yang berbeda yaitu kawasan pinggiran yang terletak di sisi sebelah utara, kawasan pinggiran yang terletak di sebelah selatan, dan kawasan pinggiran yang terletak di sebelah timur dari pusat kota.

Terdapat 5 faktor yang mempengaruhi preferensi bermukim penghuni perumahan formal di kawasan urban fringe Kota Mataram yaitu “Aksesibilitas”, “Kenyamanan dan Keamanan”, “Kualitas Perumahan”,

“Lingkungan Sosial”, dan “Kekerabatan”.

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Agustin, Imma W. & Kubota, Hisashi. (2013).

Conflicts of Location in the Rural-Urban Fringe Area. Journal of basic and Applied Scrientific Research. 2(11), 11910-11916.

Atmayanti, T. (2014). Analisa Pola Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian ke Non Pertanian dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi di Kota Mataram 2007- 2012. Tesis. Dipublikasikan. Yogyakarta:

Universitas Gadjah Mada.

Badan Pusat Statistik. (2017). Kota Mataram dalam Angka Tahun 2017. Mataram:

Badan Pusat Statistik.

Ghozali, Imam. (2013). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Kuswartojo, Tjuk. (2005). Perumahan dan Permukiman di Indonesia; Upaya membuat perkembangan kehidupan yang berkelanjutan. Bandung: ITB.

Nurhadi, Imam. (2004). Preferensi Masyarakat dalam Memilih Perumahan Perkotaan di Kota Tangerang. Tesis. Dipublikasikan.

Semarang: Universitas Diponegoro.

Peraturan Daerah Kota Mataram Nomor 12 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Mataram Tahun 2011 – 2031.

Purbosari, Annisa & Hendarto, R.M. (2012).

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Bertempat Tinggal di Kota Bekasi bagi Penduduk Migran Berpenghasilan Rendah yang Bekerja di Kota Jakarta. Diponegoro journal of economic. Volume 1 Nomor 1.

Republik Indonesia. (2007). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Republik Indonesia. (2008). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota Mataram tahun 2005-2025.

Sasongko, Wisnu. (2017). Konversi Lahan Pertanian Produktif akibat Pertumbuhan Lahan Terbangun di Kecamatan Kota Sumenep. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. Volume 6 Nomor 1.

Sevilla, C.G., Ochave, J.A., Punsalan, T.G., Regala, B.P., & Uriarte G.G. (1993). Pengantar Metode Penelitian. Terjemahan Tuwu Alimuddin. Jakarta: UI Press.

Soepardi, Lucia P. (2008). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mobilitas Tempat Tinggal Penghuni Rumah Susun Sederhana Sewa di Provinsi DKI Jakarta.

Tesis. Dipublikasikan. Jakarta: Universitas Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

 Ahli Untuk Untuk Layanan Layanan Jasa Jasa Konsultansi Konsultansi Konstruksi, Konstruksi, pada pada Pasal Pasal 12 12 ayat ayat (1) (1) disebutkan disebutkan

melihat stock penyimpanan bahan baku yang ada dan terkadang juga ada laporan dari salah satu karyawan mengenai ketersediaan bahan baku yang mereka butuhkan dalam

mempercepatkan pembaikan kerosakan, proses mengenal pasti kerosakan ini perlu dijalankan secara otomatik dan bukan manual.. masalah yang telah dikenal pasti tejadi

- Memastikan prefix kita tidak di drop oleh upsteram yang sudah implementasi RPKI. Drop RPKI Invalid di Router

jurnal sebagai sarana untuk kegiatan ilmuah baik para dosen maupun mahasiswa belum berjalan sesuai dengan harapan. Ketiadaan unit-unit penjamin mutu pada setiap unit, bagian,

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, pemerintah daerah Daerah Istimewa Yogyakarta telah melaksanakan berbagai kegiatan dalam program Pembinaan Bagi Para

kimia juga membahas tentang konsep  –   –   konsep kinetika seperti : hukum laju,orde   konsep kinetika seperti : hukum laju,orde reaksi,tetapan kelajuan,

Adapun Komisi VIII DPR RI meminta kepada penerima Program Keluarga Harapan (PKH) dari Kementerian Sosial (Kemensos) agar mampu melakukan percepatan perbaikan ekonomi