• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang dikenal sebagai hak cipta haruslah dihargai dan dilindungi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang dikenal sebagai hak cipta haruslah dihargai dan dilindungi"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

18 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Tentang Hak Cipta 1. Pengertian Hak Cipta

Karya adalah sebuah hasil perbuatan seseorang yang bukan saduran, salinan, atau terjemahan.11 Sebuah karya dapat tercipta karena ada proses panjang yang dilalui oleh penciptanya mulai dari proses berfikir untuk menemukan ide sampai dengan proses menuangkan ide tersebut menjadi sebuah karya nyata yang dalam prosesnya banyak membutuhkan waktu, tenaga, dan materi. Oleh karena itu hak pencipta atas karya ciptaannya atau yang dikenal sebagai hak cipta haruslah dihargai dan dilindungi

WIPO atau World Intellectual Property Organization mendefinisikan hak cipta sebagai “a legal form describing rights given to creators for their literary and artistic work”.12Sedangkan menurut Pasal 1 Angka 1 Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta mendefinisikan hak cipta sebagai suatu hak eksklusif yang secara otomatis muncul ketika suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata. Hak tersebut muncul secara deklaratif atau tanpa mengharuskan adanya pencatatan, pendaftaran, pengakuan atau proses lainnya terlebih dahulu. Sedangkan yang dimaksud

11 “Arti Kata Karya - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online,” accessed December 9, 2021, https://kbbi.web.id/karya.

12 “Copyright,” accessed February 15, 2022, https://www.wipo.int/copyright/en/.

(2)

19 dengan hak eksklusif adalah hak yang hanya dimiliki oleh penciptanya saja sehingga tidak ada pihak lain yang dapat memanfaatkan hak tersebut tanpa izin dari pencipta.13

Hak cipta memberikan kewenangan bagi para pemegang hak tersebut untuk memperbanyak, mengumumkan, atau menerjemahkan hasil ciptaan.

Selain itu, pemilik hak juga dapat membatasi penggunaan ciptaan, baik secara legal maupun ilegal, dan juga dapat menuntut apabila terjadi pelanggaran atas ciptaan tersebut. Merujuk pada Pasal 16 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, disebutkan bahwa hak cipta adalah benda bergerak yang tidak berwujud, yang artinya konsep hak milik turut melekat dalam hak cipta sehingga hak cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian kepada pihak lain karena pewarisan; hibah; wakaf; wasiat; perjanjian tertulis; atau sebab lain yang dibenarkan oleh undang-undang.

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa hak cipta lahir secara otomatis ketika suatu ciptaan lahir, karena itu pada dasarnya hak cipta tidak diwajibkan untuk dicatatkan atau didaftarkan. Indonesia sebagai negara hukum, menganjurkan para pemegang hak untuk mendaftarkan hak ciptanya agar haknya terlindungi karena ketika terjadi sengketa hak cipta, ciptaan yang tidak didaftarkan akan sulit dan memakan waktu cukup lama dalam hal pembuktian hak ciptanya daripada ciptaan yang telah didaftarkan.

13 Penjelasan Pasal 4 UU No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.

(3)

20 2. Isi Hak Cipta

Pasal 4 Undang-Undang Hak Cipta menyebutkan bahwa hak cipta terdiri dari 2 (dua) hak lainnya, yakni hak moral dan hak ekonomi. Hak moral adalah hak yang melekat erat pada pencipta dan tidak dapat dihapuskan dengan alasan apapun selama pencipta masih hidup namun pelaksanaan dari hak tersebut masih dapat dilaksanakan dengan berdasarkan wasiat atau cara lainnya yang telah diatur oleh undang-undang setelah pencipta meninggal dunia.14

Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Hak Cipta menjelaskan bahwa dengan adanya hak moral pada diri pencipta, maka pencipta memiliki hak untuk mencantumkan nama asli atau nama samarannya dalam ciptaannya dan salinannya dalam hubungan penggunaan secara umum, selain itu pencipta dapat mencegah adanya bentuk-bentuk distorsi, mutilasi, atau jenis perubahan lainnya yang berhubungan dengan karya cipta yang pada akhirnya akan merusak apresiasi dan reputasi pencipta. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa hak moral merupakan hak pribadi pencipta karya.

Apabila terjadi pelanggaran atas hak moral tersebut yang pasti akan merugikan kepentingan pencipta, maka pencipta atau ahli waris dapat mengajukan gugatan atas pelanggaran tersebut ke pengadilan niaga.15

14 Septiani Ayu Rizkiyana, “Perjanjian Lisensi Dalam Penggunaan Musik Sampling,” Notaire 1, no. 1 (July 25, 2018): 173, https://doi.org/10.20473/NTR.V1I1.9103.

15 Ibid.

(4)

21 Selain hak moral, hak cipta juga terdiri dari hak ekonomi. Pasal 9 ayat 1 Undang-Undang Hak Cipta menjelaskan hak ekonomi merupakan hak pencipta untuk melakukan penerbitan, penggandaan dalam segala bentuk, penerjemahan, pengadaptasian, pengaransemenan, pentranformasian, pendistribusian, pertunjukan, pengumuman, komunikasi, dan penciptaan terhadap ciptaan. Dengan adanya hak ekonomi tersebut, maka pencipta berhak untuk mendapatkan keuntungan ekonomi atas penggunaan ciptaannya.16 Berbeda dengan hak moral, hak ekonomi tidak hanya terbatas dimiliki oleh pencipta namun juga dimiliki oleh pemegang hak cipta. Pasal 1 angka 4 undang-undang hak cipta menjelaskan bahwa pemegang hak cipta tidak hanya terbatas pada pencipta, tetapi juga orang lain yang yang secara sah mendapatkan peralihan hak atas karyanya dari pencipta.

Hak ekonomi dalam hak cipta terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu sebagai berikut :17

a. Hak Penggandaan, yaitu penambahan kuantitas ciptaan dengan cara pembuatan yang hampir menyerupai atau benar-benar menyerupai ciptaan tersebut dengan menggunakan bahan-bahan yang sama maupun tidak.

16 Faiza Tiara Hapsari, “Eksistensi Hak Moral Dalam Hak Cipta Di Indonesia,” Masalah-Masalah Hukum 41, no. 3 (July 24, 2012): 460–64, https://doi.org/10.14710/MMH.41.3.2012.460-464.

17 Iswanto Satang, “Penegakkan Hukum Terhadap Pelanggaran Hak Cipta Musik Dan Lagu Dalam Bentuk Digital Di Indonesia” (Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, 2017), http://repository.untag- sby.ac.id/1716/2/Bab II.pdf.

(5)

22 b. Hak Adaptasi, yaitu penyesuaian dari satu bentuk ke bentuk lain, seperti novel atau komik yang diadaptasi menjadi film atau sinetron, atau novel berbahasa inggris yang diterjemahkan ke Bahasa Indonesia.

c. Hak Distribusi, yaitu hak untuk menyebarkan suatu karya kepada masyarakat dapat dalam bentuk penyewaan, penjualan, atau bentuk lainnya dengan tujuan agar ciptaan tersebut dikenal oleh masyarakat.

d. Hak Penyiaran, yaitu penyiaran, pembacaan, penyuaraan, atau penyebaran ciptaan dengan alat apapun dengan peralatan tanpa kabel sehingga ciptaan dapat didengar, dijilat, dibaca, dijual, atau disewa oleh pihak lain.

e. Hak Pertunjukan, yaitu hak untuk mengungkapkan karya seni dalam bentuk pertunjukan seni oleh musisi, seniman, dramawan, pragawati, dan rekaman lagu pada televisi, radio, atau tempat lainnya. Setiap orang yang ingin menampilkan atau menggunakan suatu karya cipta, diharuskan meminta izin kepada pencipta karya terlebih dahulu. Di Indonesia, hak pertunjukan atau performance right sepenuhnya diurus oleh Lembaga Manajemen Kolektif dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional untuk mempermudah proses perizinan tersebut.18

3. Hak – Hak Yang Berkaitan dengan Hak Cipta

Hak terkait (neighbourding right) merupakan turunan dari hak cipta misalnya penampilan live penyanyi adalah hak cipta tapi untuk penyiarannya

18 Ibid.

(6)

23 di televisi atau pada media lain yakni berupa hak atas siaran adalah hak terkait atau Lagu X diciptakan oleh Y adalah hak cipta kemudian dinyanyikan oleh penyanyi A dan disiarkan pada stasiun B adalah hak terkait.19 Undang- Undang Hak Cipta mendefinisikan hak terkait sebagai hak eksklusif yang diperuntukan bagi pelaku pertunjukan, produser rekaman suara dan lembaga penyiaran. Para pemegang hak terkait diberikan hak untuk memberikan izin atau melarang pihak lain untuk menggunakan karya tersebut, selain itu para pemegang hak terkait dapat memperbanyak atau menyewakan karya tersebut kepada pihak lain.

4. Jangka Waktu Perlindungan Hak Cipta

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa hak cipta itu melekat dan kekal bersama pemiliknya selama penciptanya masih hidup.

Konvensi Internasional Hak Cipta yang dikenal UCC 1952 revisi Paris 1971, tepatnya pada Pasal 4 Ayat (2a) mengatur bahwa perlindungan hak cipta tidak boleh kurang dari masa hidup pencipta, dan 25 tahun setelah pencipta meninggal dunia. Lebih lanjut dalam pasal yang sama Ayat (2b) disebutkan bahwa perlindungan hak cipta dimulai pada saat ciptaan pertama kali diumumkan atau didaftarkan.

Indonesia mengatur jangka waktu perlindungan hak cipta dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Dalam Pasal 58

19 Edwita Ristyan, “Perlindungan Hukum Hak Terkait Terhadap Karya Siaran Skysports Yang Dipublikasikan Melalui Situs Internet” (Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2017), https://e- journal.uajy.ac.id/12295/.

(7)

24 disebutkan bahwa perlindungan atas ciptaan berupa buku dan semua hasil karya tulis lainnya, ceramah dan pidato, seni tari (koreografi), segala bentuk seni rupa, seni batik, ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks, karya arsitektur berlaku selama hidup pencipta dan terus berlangsung 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1 januari tahun berikutnya. Selanjutnya dalam Pasal 59 disebutkan perlindungan atas karya cipta berupa karya fotografi, sinematografi, program computer, terjemahan, adaptasi, aransemen, atau modifikasi, hak cipta berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali diumumkan.

B. Kajian Tentang Lisensi dan Royalti Hak Cipta Lagu Atau Musik 1. Lisensi

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, sebelum ada hak terkait maka terlebih dahulu ada hak cipta yang meliputi hak moral dan hak ekonomi. Hak terkait memberikan kesempatan pada pihak pemegang hak terkait untuk memberikan izin atau melarang pihak lain untuk menggunakan karya tersebut, selain itu para pemegang hak terkait dapat memperbanyak atau menyewakan karya tersebut kepada pihak lain. Izin menggunakan karya tersebut disebut dengan lisensi. Lisensi berasal dari bahasa latin, licencia, yang artinya kebebasan atau izin. Secara luas, lisensi dapat didefinisikan sebagai tindakan pemberian kuasa yang tertuang dalam perjanjian tertulis atau akta atas penggunaan karya cipta dan/atau produk hak terkait oleh

(8)

25 pemilik hak cipta atau pemegang hak cipta (pemberi lisensi) kepada pihak lain (penerima lisensi).20

Lisensi terbagi menjadi 2 (dua) jenis, yakni lisensi wajib dan lisensi umum. Lisensi wajib adalah lisensi yang diberikan untuk melakukan penerjemahan atau penggandaan ciptaan dalam bidang pendidikan yang diberikan berdasarkan keputusan Menteri atas dasar permohonan. Sedangkan lisensi umum adalah lisensi yang didalamnya terdapat negosiasi antara para pihak untuk pemberian izin penggunaan hak kekayaan intelektual.21 Pada lisensi umum, penerima lisensi wajib membayarkan royalti atas penggunaan karya cipta tersebut yang besarannya telah ditentukan oleh perjanjian atau peraturan perundang-undangan.

Dalam konteks penggunaan karya ciptaan berupa lagu dan/atau musik, pada dasarnya ada 5 (lima) macam lisensi, yaitu:

a) Lisensi mekanikal (mechanical licenses), yakni lisensi yang diberikan kepada perusahaan rekaman. Setiap pihak yang ingin merekam, memperbanyak, serta mengedarkan sebuah ciptaan untuk kepentingan komersial wajib mendapatkan Lisensi Mekanikal.

20 Annisa Fitha Ariasti, “Tinjauan Yuridis Mengenai Sistem Pembayaran Royalti Kepada Lembaga Manajemen Kolektif Terhadap Hak Cipta Lagu Yang Dimainkan Di Rumah Karaoke (Studi Di Anang Family Karaoke Malang)” (Universitas Muhammadiyah Malang, 2017), https://eprints.umm.ac.id/37822/.

21 Rizkiyana, Op.cit., “Perjanjian Lisensi dalam Penggunaan Musik Sampling”.

(9)

26 b) Lisensi pengumuman/penyiaran (performing licenses), yakni izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta kepada lembaga penyiaran seperti televisi, radio, konser dan lain sebagainya.

c) Lisensi sinkronisasi (synchronization licenses), yakni izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta kepada pihak yang ingin menggunakan ciptaannya dalam bentuk visual image seperti dalam bentuk film, video, program televisi, atau jenis audio visual lainnya untuk kepentingan komersial.

d) Lisensi mengumumkan lembar hasil cetakan (print licenses), yakni izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta untuk kepentingan pengumuman sebuah lagu dalam bentuk cetakan, baik untuk partitur musik maupun kumpulan notasi dan lirik lagu lagu yang diedarkan secara komersial.

e) Lisensi luar negeri (performing licenses), yakni izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta kepada sebuah Agency di sebuah negara untuk mewakili mereka dalam memungut royalti lagunya atas penggunaan yang dilakukan oleh user di negara bersangkutan.

2. Royalti

Proses penciptaan karya seni di bidang lagu dan/atau musik memerlukan waktu, tenaga, pikiran, dan materi yang tidak sedikit. Sehingga sudah sewajarnya karya pencipta lagu dan/atau musik tersebut dihargai dan dilindungi oleh hukum. Penghargaan yang diberikan kepada pencipta lagu dan/atau musik ketika ciptaan mereka digunakan untuk kepentingan

(10)

27 komersial dapat berbentuk bayaran (uang) yang dikenal sebagai royati.

Undang-undang Hak Cipta mendefinisikan royalti sebagai imbalan atas penggunaan hak ekonomi suatu ciptaan yang diterima oleh pencipta atau hak terkait. Keberadaan royalti dalam hak cipta memegang peran yang sangat penting, terlebih dalam industri musik karena inti dari industri musik terletak pada royalti.22

Penggunaan suatu ciptaan untuk kepentingan komersial diwajibkan untuk membayar royalti karena secara sadar atau tidak sadar, penggunaan karya ciptaan khususnya lagu dan musik memberikan dampak positif dalam kegiatan usaha seperti hotel, mall, supermarket, restoran, kafe, dan lainnya.

Besaran royalti yang harus dibayarkan oleh pemakai lagu dan/atau musik untuk kepentingan komersial (user) berbeda tergantung dari sektor bisnis yang menggunakan.23 Hal tersebut telah diatur dalam Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No: HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016.

Sebagai contoh, bagi restoran dan kafe yang memutar musik pada jam operasional usaha berlangsung, diwajibkan membayar royalti sebesar Rp.

120.000/kursi per tahunnya. Sedangkan besar royalti yang akan diterima oleh pemegang hak cipta tidak diatur di dalam peraturan perundang- undangan tetapi ditentukan berdasarkan persentase penggunaan karya pencipta tersebut oleh user untuk kepentingan komersial.

22 Antonio Rajoli Ginting, “Peran Lembaga Manajemen Kolektif Nasional Dalam Perkembangan Aplikasi Musik Streaming,” Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum 13, no. 3 (November 24, 2019): 379, https://doi.org/10.30641/KEBIJAKAN.2019.V13.379-398.

23 “Tentang Kami – LMKN,” accessed March 2, 2022, https://www.lmkn.id/tentang-kami/.

(11)

28 Proses pelaksanaan pemungutan royalti atas lagu dan/atau musik diserahkan oleh pencipta kepada Lembaga yang bergerak di bidang pemungutan royalti atas penggunaan lagu dan/atau musik untuk kepentingan komersial. Sejak ``Deklarasi Bali” yang dilaksanakan pada 26 April 2019, LMKN menjadi satu-satunya lembaga yang berwenang untuk menarik, menghimpun, dan mendistribusikan Royalti dari pengguna yang bersifat komersial (user).24 Sistem penarikan satu pintu ini diharapkan dapat menciptakan sistem pengelolaan royalti yang transparan, adil, dan efisien.

C. Kajian Tentang Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN)

Lembaga Manajemen Kolektif Nasional yang disingkat menjadi LMKN adalah Lembaga bantu pemerintah non APBN yang berkewenangan untuk mengelola (menarik, menghimpun, dan mendistribusikan) royalti serta mengelola kepentingan hak ekonomi pencipta dan hak terkait di bidang lagu dan/atau musik. LMKN dibentuk oleh Menteri berdasarkan undang-undang hak cipta.

Kewenangan LMKN untuk mengumpulkan royalti penggunaan lagu dan /atau musik untuk kepentingan komersial dengan tarif yang ditetapkan dan disahkan dalam Keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia dan mendistribusikannya kepada para pencipta, pemegang hak dan pemilik hak terkait melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).25 Pelantikan Komisioner

24“Media HKI Vol II (2019),” 2019, accessed March 2, 2022, https://dgip.go.id/unduhan/media- hki?tahun=2019&csrt=9477691495046004069.

25 “Sejarah – LMKN.” accessed March 2, 2022, https://www.lmkn.id/tentang-kami/.

(12)

29 LMKN Pencipta dan Hak Terkait yang pertama kali dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM berlangsung pada tanggal 20 Januari 2015.26

Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik juga menegaskan bahwa setiap penggunaan lagu dan/atau musik secara komersial dalam bentuk layanan public yang bersifat komersial seperti pada restoran, kafe, seminar, konser musik, dan layanan umum lainnya diwajibkan membayar royalti pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau pemilik hak terkait melalui LMKN. User dapat mengisi formulir lisensi melalui website LMKN apabila ingin membayar royalti atas penggunaan lagu dan/atau musik pada tempat usahanya.27

Selain itu, Pasal 3 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 20 Tahun 2021 Tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 Tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik, selain menarik, menghimpun dan mendistribusikan royalti LMKN juga bertugas untuk merumuskan kode etik LMK yang berada di bidang lagu dan/atau musik, mengawasi kinerja LMK dalam hal pengelolaan royalti di bidang lagu dan/atau musik, merekomendasikan kepada Menteri untuk menjatuhkan sanksi atas pelanggaran kode etik, Menetapkan tata cara perhitungan pembayaran royalti oleh user; Menetapkan tata cara pendistribusian dan besaran royalti yang diterima oleh Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan Pemegang Hak Terkait;

26 “Sejarah – LMKN.” accessed March 2, 2022, https://www.lmkn.id/tentang-kami/.

27 “Pengguna Komersial – LMKN.” accessed March 2, 2022, https://www.lmkn.id/pengguna- komersial/.

(13)

30 Mengadakan mediasi terhadap sengketa pendistribusian Royalti oleh lembaga manajemen kolektif apabila anggota lembaga manajemen kolektif ada yang merasa keberatan; Menyampaikan rekomendasi kepada Menteri terkait dengan perizinan Lembaga manajemen kolektif di bidang lagu dan/atau musik di bawah koordinasinya; dan Menyampaikan laporan kinerja dan laporan keuangan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

D. Teori Efektivitas Hukum

Secara etimologi, kata efektif berasal dari Bahasa Inggris kata effective yang artinya berhasil. Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata efektif dapat diartikan sebagai sesuatu yang ada akibatnya sejak suatu peraturan mulai berlaku.28 Efektivitas hukum dapat didefinisikan sebagai kemampuan hukum untuk melahirkan keadaan yang dikehendaki oleh hukum.29 Suatu produk hukum dapat dinilai telah efektif atau tidak apabila produk hukum tersebut telah dilaksanakan.30 Seperti Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik yang merupakan salah satu produk hukum akan dapat dikatakan efektif apabila telah dilaksanakan.

28 “Arti Kata Efektif - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online,” accessed March 5, 2022, https://kbbi.web.id/efektif.

29 Ria Ayu Novita, Agung Basuki Prasetyo, and Suparno, “Efektivitas Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian (Tanah Kering) Di Desa Bringin, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo,” Diponegoro Law Journal 6, no. 2 (2017): 1–12.

30 Ibid.

(14)

31 Menurut Soerjono Soekanto, ada 5 (faktor) yang bisa dijadikan tolak ukur efektivitas suatu produk hukum. Faktor-faktor tersebut yaitu sebagai berikut:31

1. Faktor Substansi Hukum

Mengukur efektivitas suatu pengaturan dengan menggunakan faktor substansi hukum dapat dilihat dari beberapa hal. Beberapa hal tersebut antara lain :32

a) Peraturan yang ada mengenai bidang-bidang kehidupan tertentu sudah cukup sistematis;

b) Peraturan yang ada mengenai bidang-bidang kehidupan tertentu sudah cukup sinkron, secara hierarki dan horizontal tidak ada pertentangan;

c) Secara kualitatif dan kuantitatif peraturan-peraturan yang mengatur bidang-bidang kehidupan tertentu sudah mencukupi;

d) Penerbitan peraturan-peraturan tertentu sudah sesuai dengan persyaratan yuridis yang ada.33

2. Faktor Penegak Hukum

Pada faktor ini, yang dilihat adalah pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. Efektivitas dari faktor penegak hukum dapat dilihat dari beberapa hal. Seperti sejauh mana petugas terikat dengan peraturan-peraturan yang ada, batasan petugas diperkenankan memberikan

31 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008).

32 Ibid. hal 80.

33 Ibid. hal.80..

(15)

32 kebijaksanaan, teladan macam apa yang sebaiknya diberikan oleh petugas kepada masyarakat, dan terakhir sejauh mana sinkronisasi penugasan yang diberikan kepada petugas sehingga memberikan batas-batas tegas pada wewenangnya.34

3. Faktor Sarana atau Fasilitas yang Mendukung Penegakan Hukum

Dalam faktor sarana yang dapat dijadikan alat ukur adalah keberadaan sarana dan prasarana, jika sudah ada apakah sudah cukup atau masih ada kurangnya, kemudian apakah prasarana yang telah ada itu sudah baik atau masih buruk.

4. Faktor masyarakat

Masyarakat merupakan tempat dimana suatu produk hukum berlaku atau ditetapkan. Untuk menilai apakah suatu produk hukum tersebut efektif maka harus dilihat apakah masyarakat mengerti dan memahami aturan yang ada kemudian apa yang menjadi penyebab masyarakat mematuhi atau tidak mematuhi peraturan tersebut.

5. Faktor Kebudayaan

Terakhir, dalam faktor kebudayaan, bisa dilihat pada masyarakat ada atau tidaknya suatu perlakuan terhadap aturan yang dijadikan kebiasaan oleh masyarakat baik kebiasaan baik atau yang bertentangan dengan aturan.

34 Ibid. hal. 86.

(16)

33 Selain Soerjono Soekanto, ada beberapa nama ahli lainnya yang juga mengemukakan pendapatnya mengenai teori efektivitas seperti Clerence J Dias dan Anthoni Allot. Clerence J Dias mengatakan bahwa: 35

“An effective legal system may be described as one in which there exists a high degree of congruence between legal rule and human conduct. Thus anda effective legal system will be characterized by minimal disparity between the formal legal system and the operative legal system is secured by

1. The intelligibility of its legal system.

2. High level public knowledge of the content of the legal rules 3. Efficient and effective mobilization of legal rules:

a. A committed administration and.

b. Citizen involvement and participation in the mobilization process;

4. Dispute settlement mechanisms that are both easily accessible to the public and effective in their resolution of disputes and.

5. A widely shared perception by individuals of the effectiveness of the legal rules and institutions.”

5 Pendapat Clerence J Dias tersebut dijelaskan oleh Marcus Priyo Guntarto sebagai berikut, terdapat 5 (lima) syarat bagi efektif tidaknya satu sistem hukum meliputi:36

1. Mudah atau tidaknya makna dari substansi peraturan tersebut ditangkap.

2. Luas tidaknya kelompok di dalam masyarakat yang mengetahui isi aturan aturan tersebut.

3. Efisien dan efektif tidaknya mobilisasi aturan-aturan hukum dicapai dengan bantuan aparat administrasi yang menyadari melibatkan dirinya dalam usaha

35 Marcus Priyo Gunarto, “Kriminalisasi Dan Penalisasi Dalam Rangka Fungsionalisasi Perda Pajak Dan Retribusi - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)” (Universitas Diponegoro, 2008), http://eprints.undip.ac.id/18091/.

36 Ibid

(17)

34 mobilisasi yang demikian, dan para warga masyarakat yang terlibat dan merasa harus berpartisipasi dalam proses mobilisasi hukum.

4. Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya mudah diakses oleh setiap masyarakat, tetapi harus cukup efektif untuk menyelesaikan sengketa.

5. Adanya anggapan dan pengakuan yang cukup merata di kalangan warga masyarakat yang beranggapan bahwa aturan-aturan dan pranata-pranata hukum itu memang sesungguhnya berdaya mampu efektif

Efektivitas Hukum yang dikemukakan oleh Anthoni Allot sebagaimana dikutip Felik adalah sebagai berikut:37

“Hukum akan menjadi efektif jika tujuan keberadaan dan penerapannya dapat mencegah perbuatan-perbuatan yang tidak diinginkan dapat menghilangkan kekacauan. Hukum yang efektif secara umum dapat membuat apa yang dirancang dapat diwujudkan. Jika suatu kegelapan maka kemungkinan terjadi pembetulan secara gampang jika terjadi keharusan untuk melaksanakan atau menerapkan hukum dalam suasana baru yang berbeda, hukum akan sanggup menyelesaikan.”

Ketika berbicara mengenai efektivitas hukum maka kita pertama-tama harus dapat mengukur sejauh mana aturan hukum itu dipahami atau tidak dipahami dan ditaati atau tidak ditaati. Apabila suatu aturan hukum dipahami dan ditaati oleh sebagian besar target yang menjadi sasaran ketaatannya maka dapat dikatakan aturan hukum tersebut telah efektif.38

37 H.S Salim and Nurbani, Erlis Septian, Penerapan Teori Hukum Pada Tesis Dan Disertasi (Jakarta:

Rajawali Press, 2013).

38 Ibid. hal. 303.

(18)

35 Kesadaran hukum dan ketaatan hukum merupakan dua hal yang sangat menentukan efektif atau tidaknya pelaksanaan peraturan perundang-undangan atau aturan hukum dalam masyarakat. Kesadaran hukum, ketaatan hukum, dan efektivitas perundang-undangan adalah tiga unsur yang saling berhubungan.

Sering orang mencampuradukan antara kesadaran hukum dan ketaatan hukum, padahal kedua itu meskipun sangat erat hubungannya, namun tidak persis sama.39

Menurut Soerjono Soekanto terdapat 4 (empat) hal yang merupakan inti dari kesadaran hukum, yaitu:

1. Memiliki pengetahuan mengenai perilaku tertentu yang diatur oleh hukum tertulis (undang-undang), yaitu mengenai apa yang dilarang dan apa yang diperbolehkan;

2. Memiliki pengetahuan tentang isi dari aturan hukum tertulis tersebut (undang-undang), yaitu mengenai isi, tujuan, dan manfaat dari peraturan tersebut;

3. Masyarakat memiliki sikap hukum yakni suatu kecenderungan untuk menerima atau menolak hukum yang ada karena adanya penghargaan atau kesadaran bahwa hukum tersebut bermanfaat atau tidak bermanfaat bagi kehidupan manusia;

39 Bimo Aldhy Syahfiputro, “Efektivitas Pasal 15 Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Tempat Parkir Yang Berkaitan Dengan Kartu Tanda Pengenal Juru Parkir - UMM Institutional Repository” (Universitas Muhammadiyah Malang, 2017), https://eprints.umm.ac.id/37848/.

(19)

36 4. Pola perilaku hukum yakni berlaku atau tidaknya suatu aturan hukum dalam masyarakat. Jika berlaku suatu aturan hukum, sejauh mana berlakunya itu dan sejauh mana masyarakat mematuhinya.

Intinya adalah kesadaran hukum masyarakat dapat diketahui melalui faktor-faktor apakah suatu ketentuan hukum tertentu diketahui, dipahami, ditaati, dan dihargai. Jika warga masyarakat hanya mengetahui keberadaan suatu ketentuan hukum, maka tingkat kesadaran hukumnya lebih rendah dari mereka yang memahaminya, dan seterusnya. Selanjutnya mengenai ketaatan hukum, sedikit banyaknya tergantung pada apakah kepentingan-kepentingan warga masyarakat dalam bidang-bidang tertentu dapat ditampung oleh ketentuan- ketentuan hukum tersebut. Disamping itu, ketaatan sangat banyak tergantung pada daya upaya persuasif untuk melembagakan ketentuan-ketentuan hukum tertentu dalam masyarakat. Usaha-usaha untuk memperbesar derajat ketaatan biasanya dilakukan dengan jalan membiarkan para warga masyarakat untuk mengerti ketentuan-ketentuan hukum yang dihadapi. Hal ini akan memberikan kesempatan untuk dapat meresapkan pendirian bahwa teladan-teladan yang paling buruk adalah perbuatan melanggar peraturan.

Jika suatu peraturan ditaati oleh sebagian besar target yang menjadi sasaran ketaatanya, maka dapat dikatakan bahwa aturan hukum yang bersangkutan adalah efektif. Namun demikian, sekalipun dapat dikatakan aturan yang ditaati itu sudah efektif, namun kita masih dapat mempertanyakan derajat efektivitasnya. Seseorang menaati atau tidak menaati suatu aturan hukum,

(20)

37 tergantung pada kepentinganya. Seperti yang dikemukakan oleh H.C.

Kelman,yaitu :40

1. Ketaatan yang bersifat Compliance, yaitu seseorang taat terhadap aturan hukum karena sanksinya.

2. Ketaatan yang bersifat Identification, yaitu seseorang taat terhadap aturan hukum karena takut hubungan baiknya dengan pihak lain menjadi rusak.

3. Ketaatan yang bersifat Internalization, yaitu jika seseorang taat terhadap aturan hukum karena peraturan tersebut sesuai dengan nilai-nilai intrinsik yang dianutnya.

Apabila sebagian besar masyarakat menaati hukum karena kepentingan yang bersifat Compliance atau hanya takut sanksi, maka derajat ketaatan nya sangat rendah, karena membutuhkan pengawasan yang terus menerus. Berbeda kalau ketaatan yang bersifat Internalization, yang ketaatanya karena aturan hukum tersebut benar-benar cocok dengan nilai intrinsik yang dianutnya, maka derajat ketaatan nya yang tertinggi.41

40 Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum Dan Kepatuhan Hukum (Jakarta: Rajawali Press, 1982). Hal.

49-50.

41 Syahfiputro, “Efektivitas Pasal 15 Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Tempat Parkir Yang Berkaitan dengan Kartu Tanda Pengenal Juru Parkir - UMM Institutional Repository.” Loc.cit.

Referensi

Dokumen terkait

Atau sdr menggunakan berbagai metoda pembelajaran seperti yang diajarkan di pekerti/AA sehingga setiap kali kuliah ada metoda baru dan mahasiswa jadi tidak jenuh dan lebih rajin

issue memiliki pengaruh lebih kuat dibandingkan kurs rupiah terhadap harga saham PT Telekomunikasi Indonesia Tbk Ramya & Right issue Event study, t Right issue Bhuvaneshwari dan Harga

Langileen Estatutuak arautzen dituen, eta ikusi di- tugun, barruko malgutasunako neurriak eta kaleratzearen arteko interakzioa aztertuz gero, salatu beharra dago legeak ez

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dapat dikemukakan bahwa teknik pemberian reinforcement (penguatan) merupakan salah satu teknik pembelajaran Fisika yang

Tripar Multivision plus dan Ram Jethmal Punjabi dan Hanung Bramantyo atas dasar kepemilikan ciptaan naskah film Soekarno bahwa Rachmawati adalah pencipta dari naskah

Upaya Orangtua dalam memberikan nasehat kepada anak remaja, dalam rangka membina akhalak mereka. Menyimpulkan berdasarkan data yang penulis dapatkan dilapangan

Secara definisi, sebuah tabel berada pada bentuk normal ketiga (3NF) jika tabel sudah berada pada 2NF dan setiap kolom yang bukan kunci tidak tergantung secara transitif pada

Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya.Pada perkara