• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

SIMULASI ALIRAN FLUIDA PADA ALAT PENUKAR KALOR TIGA LAPIS TABUNG KONSENTRISDENGAN MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC

(CFD)

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh :

ERIK JULIANTO NIM.130401100

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, yang mana telah memberikan berkat dan karunia-NYA kepada penulis sehingga bisa menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat kelulusan tingkat Strata Satu di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berjudul “SIMULASI ALIRAN FLUIDA ALAT PENUKAR KALOR TIGA LAPIS TABUNG KONSENTRIS DENGAN MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC (CFD”. Dalam penulisan skripsi ini, banyak tantangan dan hambatan yang penulis hadapi, baik secara teknis maupun non teknis. Penulis telah berupaya keras dengan segala kemampuan dan penyajian, baik dengan disiplin ilmu yang diperoleh, serta bimbingan dan arahan dari dosen pembimbing.

Selama penulisan skripsi ini, penulis juga mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada:

1. Kedua orangtua penulis Bernad Padang dan Masnah Sihombing, Edo Pranata Padang selaku adik kandung yang selalu mendukung secara moril ataupun materil, serta selalu terus mendoakan penulis dengan sepenuh hati dari sejak mulai kuliah hingga sampai menyelesaikan tugas sarjana ini

2. Bapak Dr. Ir. M. Sabri, M.T., selaku Ketua Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.

3. Bapak Terang Ukur Hidayat Solihin Ginting Manik, ST., M.T. selaku dosen pembimbing skripsi saya yang sudah membimbing dan memberikan solusi dalam berbagai permasalahan yang penulis hadapi dalam proses penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak/Ibu Staff Pengajar dan Pegawai di Departemen Teknik Mesin USU.

5. Mei Aman, H. Pasaribu, Yudha yang tergabung bersama dalam TEAM HORAS USU, yang telah mendukung dalam setiap masalah dan membantu selama dalam perkuliahan.

(10)

6. Senior penulis Saudara Very Nando Sihombing stambuk 2008 sekaligus sepupu kandung penulis yang telah memberikan semangat dan arahan dalam hal perkuliahan di Teknik Mesin USU.

7. Rekan-Rekan SDG yang imut dan lucu yang menghiasi kehidupan di selama di perkuliahan maupun diluar kampus.

8. Keluarga Besar Teknik Mesin USU Stambuk 2013, juga rekan-rekan yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah memberi bantuan dan doa.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan dimasa mendatang.

Akhirnya penulis berharap skripsiini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Terima kasih.

Medan, November 2018 Penulis,

Erik Julianto NIM.130401100

(11)

ABSTRAK

Alat penukar kalor (heat exchanger) merupakan alat yang dapat mengakomodasi pertukaran panas di antara dua atau lebih fluida yang bertemparatur berbeda. APK ini banyak digunakan dalam industri pembangkit, otomotif, industri makanan dan lain lain. APK yang banyak digunakan dalam industri salah satu nya adalah APK tabung sepusat . Penelitian ini berfokus pada APK tiga lapis tabung konsentris (triple concentric tube heat exchanger) yang merupakan pengembangan dari APK tabung sepusat yang mana penelitian ini untuk mengetahui temperatur keluar masing-masing tabung dengan menggunakan pemodelan dinamika fluida lalu divalidasi terhadap pengamatan eksperimen. Alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan fluida panas air dengan melewatkan fluida sejenis untuk fluida dingin nya. Dalam penelitian ini dilakukan beberapa variasi pengambilan data yaitu pada temperatur fluida 50°C, 55°C, dan 60°C serta laju aliran fluida 0.0249kg/s,0.033kg/s dan 0,041kg/s dengan aliran APK berlawanan (counterflow). Fluida yang digunakan sama yaitu air untuk fluida panas dan fluida dingin yang masuk namun variasi fluida panas berubah pada setiap percobaan berupa suhu dan debit aliran yang masuk. Hasil Simulasi yang diperoleh adalah distribusi suhu di dalam APK serta rekam suhu rata- rata pada permukaan keluar setiap tabung dan suhu ini digunakan untuk menghitung semua parameter termasuk efektifitas. Diperoleh efektifitas tertinggi untuk simulasi sebesar 66.24 % dengan metode LMTD untuk suhu masuk 50°C dan debit fluida panas 0.0249kg/s.

Kata kunci : Alat penukar kalor , Simulasi, CFD Efektifitas (ԑ), LMTD

(12)

ABSTRACT

Heat exchanger is a device which can accommodate heat exchange between two or more fluids with temperature difference.One of the most heat exchangersthat widely used is double tube HE .It is widely used in many industries, such as an otomotif industries, power plant and food industries etc.This study aims focuses on Triple Concentric Tube Heat exchanger which it developed from double tube HE to know outlet temperature each fluids with Computational fluids dynamic methode and then eksperimental study is used to validitation for this study.It used for cooling water with the same fluid, In this research variation are inlet hot fluid temperature 50oC, 55oC, 60oC and mass flowrate 0.0249kg/s, 0,033kg/s and 0.041kg/s counter flow fluid. Hot fluid and cold fluid is used with same fluid, the fluid is water liquid but for variation just for inlet hot fluid. The simulation results are obtained in form of temperature distribution in HE and record of the avarege temperatures on the outlet surface each tube. These temperatures are then used to calculate the effectiveness and LMTD methode is ised to calcalte it. The highest effectiveness was obtained at 66,24% for hot temperature inlet 50oC and 0,0249kg/s mass flowrate hot fluid .

Keywords: Simulation, CFD, Triple tube concentric heat exchanger,Effectiveness (ԑ), LMTD.

(13)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...i

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR SIMBOL ...xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Batasan Masalah ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 2

1.5 Metode Penelitian ... 3

1.6 Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Prinsip-prinsip Perpindahan Panas ... 5

2.1.1 Perpindahan Panas Koduksi ... 6

2.1.2 Perpindahan Panas Konveksi ... 8

2.1.3 Perpindahan Panas Radiasi ... 9

2.1.4 Perpindahan Panas Menyeluruh ... 10

2.2 Alat Penukar Kalor (Heat Exchanger)... 12

2.2.1 Klasifikasi Alat Penukar Kalor ... 13

2.2.2 Aliran Fluida ... 22

(14)

2.2.3 Aliran di Dalam Annulus Pipa ... 25

2.3 Alat Penukar Kalor aliran Searah ... 27

2.3.1 Alat Penukar Kalor Aliran Berlawanan ... 23

2.4 Analisa Alat Penukar Kalor dengan Metode LMTD ... 29

2.5 Faktor Pengotoran (Fouling) dalam APK ... 31

2.6 Computational Fluid Dynamics (CFD) ... 32

2.6.1 Penggunaan CFD ... 33

2.6.2 Manfaat CFD ... 33

2.6.3 Metode Diskritisasi CFD... 34

2.7 Persamaan Pembentuk Aliran (Governing Equation) ... 35

2.7.1 Hukum Kekekalan Massa ... 35

2.7.2 Hukum Konservasi dari Momentum ... 37

2.7.3 Hukum Konservasi Energi ... 43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 51

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 51

3.2 Peralatan ... 51

3.2.1 Perangkat Lunak ... 51

3.2.2 Perangkat Keras ... 52

3.3 Objek Penelitian ... 53

3.4 Diagram Penelitian ... 54

3.5 Persiapan Simualasi ... 57

3.5.1 Penggambaran Geometri 3D ... 57

3.5.2 Pembentukan Mesh ... 59

3.5.3 Persiapan Kondisi dan Metode Perhitungan ... 60

3.5.5 Perhitungan Simulasi ... 62

3.5.6 Pengolahan Hasil Perhitungan ... 62

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 63

4.1 Hasil Perhitungan ... 70

4.2 Perhitungan Eksperimental ... 71

(15)

4.2.1 Perhitungan Laju Perpindahan Panas... 71

4.2.2 Perhitungan Efektifitas ... 76

4.3 Perhitungan Hasil Simulasi ... 76

4.3.1 Perhitungan Laju Perpindahan Panas dan Efektfitas ... 78

4.3.2 Perbandingan Hasil Simulasi dengan Eksperimen ... 79

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 82

5.1 Kesimpulan ... 82

5.2 Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 84

LAMPIRAN ... xiii

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Prinsip proses perpindahan panas ... 5

Gambar 2.2 Skematik perpindahan panas pada batang ... 6

Gambar 2.3 Perpindahan panas secara konduksi... 7

Gambar 2.4 Perpindahan panas secara konveksi ... 8

Gambar 2.5 Perpindahan panas secara radiasi ... 9

Gambar 2.6 Perpindahan panas menyeluruh ... 10

Gambar 2.7 Jaringan tahanan panas pada APK ... 11

Gambar 2.8 Chiller Sentrifugal ... 14

Gambar 2.9 Kondensor ... 15

Gambar 2.10 Cooler ... 15

Gambar 2.11 Evaporator ... 16

Gambar 2.12 Reboiler ... 16

Gambar 2.13 Kontruksi APK ... 17

Gambar 2.14 Heat Exchanger Double Pipe ... 20

Gambar 2.15 Shell and tube Heat Exchanger... 21

Gambar 2.16 Plate type heat exchanger dengan aliran countercurrent ... 22

Gambar 2.17 Eksperimen untuk menentukan jenis aliran ... 23

Gambar 2.18 Diagram Moody ... 25

Gambar 2.19 Alat penukar kalor double pipe ... 26

Gambar 2.20 Distribusi suhu pada alat penukar kalor aliran searah ... 28

Gambar 2.21 Distribusi suhu pada alat penukar kalor aliran berlawanan ... 29

Gambar 2.22 Sebuah Elemen Fluida Kekekalan Massa Dalam 2 Dimensi ... 37

Gambar 2.23 Elemen Konservasi Massa Fluida pada Bidang 3 Dimensi ... 38

(17)

Gambar 2.24 Suatu Elemen Fluida pada Konservasi Momentum dalam Kasus Dua

Dimensi ... 40

Gambar 2.25 Sebuah Momentum Elemen Fluida Konservasi Dalam Kasus Tiga Dimensi ... 41

Gambar 2.26 Usaha yang Dihasilkan oleh Gaya pada Sumbu X ... 47

Gambar 3.1 Trade Mark Ansys Workbench 18.1... 34

Gambar 3.2 Komputer untuk Simulasi ... 54

Gambar 3.3 Alat Penukar Kalor Tiga Lapis Tabung Konsentris ... 55

Gambar 3.4 Diagaram Alur Penelitian ... 55

Gambar 3.5Alur Proses Persiapan Simulasi ... 56

Gambar 3.6Geometri 3D Alat Penukar kalor ... 56

Gambar 3.7Pandangan samping geometri ... 50

Gambar 3.8Proses Meshing Ansys ... 50

Gambar 3.9Statistik meshing ... 51

Gambar 3.10Data material simulasi... 53

Gambar 3.11 Kondisi batas suhu masuk awal ... 54

Gambar 3.12Kondisi batas laju aliran fluida ... 56

Gambar 4.1Distribusi suhu 50°C untuk debit fluida panas 1,5 LPM pandangan potongan ... 64

Gambar 4.2 Distribusi suhu 50°C untuk debit fluida panas 1,5 LPM pandangan potongan ... 64

Gambar 4.3 Distribusi suhu 50°C untuk debit fluida panas 2,0 LPM dengan (a) pandangan 3D isometrik dan (b) pandangan potongan ... 65 Gambar 4.4 Distribusi suhu 50°C untuk debit fluida panas 2,5 LPM dengan

(18)

(a) pandangan 3D isometrik dan (b) pandangan potongan

... 65 Gambar 4.5 Distribusi suhu 55°C untuk debit fluida panas 1,5 LPM

pandangan potongan ... 66

Gambar 4.6 Distribusi suhu 55°C untuk debit fluida panas 1,5 LPM

pandangan potongan ... 66 Gambar 4.7 Distribusi suhu 55°C untuk debit fluida panas 2,0 LPM dengan

(b) pandangan 3D isometrik dan (b) pandangan potongan………..67 Gambar 4.8 Distribusi suhu 55°C untuk debit fluida panas 2,5 LPM dengan

(b) pandangan 3D isometrik dan (b) pandangan potongan…….….67 Gambar 4.9 Distribusi suhu 60°C untuk debit fluida panas 1,5 LPM

pandangan potongan ... 68 Gambar 4.10 Distribusi suhu 60°C untuk debit fluida panas 1,5 LPM

pandangan potongan ... 68 Gambar 4.11 Distribusi suhu 60°C untuk debit fluida panas 2,0 LPM dengan

(c) pandangan 3D isometrik dan (b) pandangan potongan………..69 Gambar 4.12 Distribusi suhu 60°C untuk debit fluida panas 2,5 LPM dengan

(c) pandangan 3D isometrik dan (b) pandangan potongan……..…69 Gambar 2.12 Grafik perbandingan simulasi Th 500C ... 80 Gambar 2.12 Grafik perbandingan simulasi Th 550C ... 80 Gambar 2.12 Grafik perbandingan simulasi Th 600C ... 80

(19)

DAFTAR TABEL

TABEL 2.1Nilaikonduktivitastermaluntukbeberapa material ... 7

TABEL 2.2BilanganNusselt laminar ... 26

TABEL 2.3 Faktorpengotoran ... 32

TABEL 3.1SpesifikasiKomputerUntukSimulasi... 40

TABEL 3.2 SpesifikasiAlatPenukarKalor ... 57

TABEL 3.3VariasiPengumpulan Data ... 61

TABEL 4.1 VariasiPercobaam ... 61

TABEL 4.2TemperaturKerjasimulasi numeric ... 72

TABEL 4.3TemperaturkerjaEksperimental ... 74

TABEL 4.3 TemperaturKerjaSimulasi ... 75

TABEL 4.4Analisa Data eksperimental... 77

TABEL 4.5Temperaturkerjasimulasi numeric ... 78

TABEL 4.6analisa data simulasi ... 78

TABEL 4.7 Nilairalat ... 79

(20)

DAFTAR SIMBOL

SIMBOL KETERANGAN SATUAN

A LuasPenampang m²

∆T PerbedaanTemperatur ºC

𝑞"𝑥 FluksPanas W/m²

𝜇 ViskositasDinamis N.s/m²

ρ Massa Jenis kg/m³

𝑐𝑝 PanasJenisFluida J/kg.K

V KecepatanFluida m/s

h KoefisienPerpindahanPanasKonveksi W/m².K

𝐴𝑠 Area PermukaanPerpindahanPanas m²

𝑇𝑠 Temperatur Permukaan Benda ºC

𝑇 ` Temperatur Lingkungan Sekitar Benda ºC

𝜎 Konstanta Stefan-Boltzmann W/m². K4

LajuAliran Massa Fluida kg/s

Re BilanganReynold

Di Diameter Pipa m

Dh Diameter Hidrolik m

P KelilingPenampangpipa m

Nu BilanganNusselt

Pr BilanganPrandlt

Do Diameter LuarTabung m

Di Diameter DalamTabung m

(21)

Nu BilanganNusselt

L PanjangTabung m

ε Efektifitas

R TahananTermal m². ºC/W

𝐴𝑖 Luas Area Perm m²

𝐴𝑜 Luas Area Permukaan Luar APK m²

U KoefisienPerpindahanPanasMenyeluruh W/m² ºC

Q LajuPerpindahanPanas W

𝑐 LajuAliran Massa FluidaDingin kg/s

LajuAliran Massa FluidaPanas kg/s

𝑐𝑝,𝑐 Panas Jenis Fluida Dingin J/kg.K

𝑐𝑝,ℎ Panas Jenis Fluida Panas J/kg.K

Th SuhuFluidaPanas ºC

Tc SuhuFluidaDingin ºC

Th, i TemperaturFluidaPanasMasuk ºC

Th, o TemperaturFluidaPanasKeluar ºC

Tc, i TemperaturFluidaDinginMasuk ºC

Tc, o TemperaturFluidaDinginKeluar ºC

∆𝑇𝐿𝑀 Beda Suhu Rata-rata Logaritma ºC

(22)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Alat penukar kalor(heat exchanger) telah berabad-abad digunakan dan terus dikembangkan, baik dalam perindustrian maupun dalam bidang akademik. Alat penukar kalor merupakan alat yang memungkinkan terjadinya perpindahan energi dalam bentuk panas yang umumnya melibatkan dua atau lebih fluida yang dipisahkan oleh dinding solid pemisah. Seiring dengan berjalannya waktu banyak perubahan dan pengembagan yang diterapkan pada alat penukar kalor dengan kontruksi dan fungsinya masing-masing. Alat penukar kalor banyak digunakan dalam sistem pembangkit, industri kimia, industri makanan, pengkondisian udara, sistem refrigerasi dan lain lain[1]. Salah satunya alat penukar kalor tiga lapis tabung konsentris ini.

Alat penukar kalor tiga lapis tabung konsentris ini adalah pengembangan dari alat penukar kalor dua tabung sepusat, yang mana APK ini banyak digunakan dalam industrikimia khususnya bahkan sebagai komponen utama dalamsistem produksi untuk menghasilkan produk dalam hal mendinginkan atau memanaskan suatu fluida.

Namun tidak sedikit juga di gunakan sebagai komponen yang menjaga kestabilan kondisi layak operasi suatu alat industri yang intens bekerja dengan melakukan pengendalian panas yang dihasilkan akibat gesekan yang terjadi selama proses produksi berlangsung karena fungsi APK yang dapat mengakomodasi pertukaran panas dengan media fluida. Dalam penilitian ini alat penukar kalor digunakan untuk mendinginkan fluida panas air dengan melewatkan fluida dingin sejenis dengan suhu sesuai dengan percobaan yang dilakukan secara eksperimental.Untuk melakukan penelitian ini di perlukan perancangan dan pembangunan alat uji yang sesuai untuk menemukan hasil yang lebih baik. Perancangan alat penukar kalor tiga lapis tabung konsentris ini, seperti hal APK lain nya memerlukan pertimbangan teknis dan pertimbangan biaya produksi. Pertimbangan teknis melibatkan ukuran serta material yang digunakan, yang memberikan pengaruh pada kinerja APK secara langsung.

(23)

Sementara di sisi lain pertimbangan biaya menjadikan produk APK sebanding dengan kualitas yang ditunjukan melalui efektifitas alat. Tentunya untuk menghasilkan APK yang baik diperlukan material yang memiliki konduktifitas termal yang baik, dan hal ini juga sejalan dengan kenaikan biaya yang diperlukan.

Saat ini telah dikembangkan cara untuk menganalisis berbagai fenomena fluida yang dikenal dengan istilah Computational Fluid Dynamic (CFD). Dengan pendekatan numerik, metode yang dipakai pada CFD ini dapat mengatasi permasalahan biaya yang sangat melambung serta kerumitan teknis yang ditemukan dalam mengembangkan berbagai penelitian. KomputerisasiDinamika Fluida (Computatinal Fluid Dynamic {CFD}) merupakan sebuah alat yang sangat berguna untuk memahami dinamika fluida di dalam alat penukar kalor dengan tujuan pengembangan rancangan. Tidak seperti metode analitik, eksperimen, dan perhitungan pada dimensi yang lebih rendah, pemodelan CFD multidimensi dapat membuat pada perancang untuk mensimulasikan dan menampilkan dinamika fluida yang rumit dengan menyelesaikan inti hukum fisika untuk massa, momentum, dan energi pada geometri 3D.

(24)

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengkaji dan mengamati perubahan temperatur yang terjadi pada fluida di dalam alat penukar kalor.

2. Membandingkan laju perpindahan panas hasil uji eksperimental dengan hasil simulasi CFD.

3. Membandingkan efektifitas alat penukar kalor hasil uji eksperimental dengan hasil simulasi CFD.

1.3 Batasan Masalah

1. Sistem yang dianalisa terbatas pada fluida panas, dinding tabung, dan fluida dingin dan sesuai dengan parameter pada saat eksperimen dengan aliran berlawaanan (counterflow).

2. Perpindahan panas pada dinding tabung terluar APK diabaikan karena isolator dianggap sempurna.

3. Perpindahan panas radiasi yang terjadi di abaikan.

4. Fakor pengotoran di abaikan.

5. Kondisi pada saat pengambilan data dianggap tunak (steady state).

6. Jumlah iterasi untuk semua percoban di samakan yaitu 1200 iterasi.

7. Metode ke efektifan APK ini dihitung dengan metode LMTD.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Untuk mengetahui seberapa besar penurunan temperatur yang didapatdengan menggunakan Computatinal Fluid Dynamic (CFD) pada fluida yang digunakan alat penukar kalor.

2. Untuk mengetahui proses perpindahan panas di dalam alat penukar kalor dengan kondisi yang mendekati keadaan sebenarnya secara virtual.

3. Sebagai bahan rujukan mempermudah proses perancanganalat penukar kalor dengan metode perhitungan dinamika fluida.

(25)

1.5 Metodologi Penulisan

Metodologi penulisan yang digunakan pada penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

a. Studi literatur, berupa rangkaian proses pengumpulan referensi, studi kepustakaan, kajian yang berasal dari buku-buku dan tulisan-tulisan yang terkait.

b. Browsing internet, berupa studi artikel-artikel, gambar-gambar dan buku elektronik (e-book) serta data-data lain yang berhubungan.

c. Metode studi lapangan, yaitu dengan mengambil data dari hasil pengujian alat penukar kalor yang di rancang dan mensimulasikan dengan menggunakan perangkat lunak computer.

d. Diskusi, berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing yang ditunjuk oleh Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.

1.6 Sistematika Penulisan

Skripsi ini dibagi dalam beberapa bab dengan garis besar tiap bab adalah sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan

Bab ini berisikan latar belakang, tujuan, batasan masalah, manfaat, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

Bab II : Tinjauan Pustaka

Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penulisan skripsi. Dasar teori didapat dari berbagai sumber, diantaranya berasal dari : buku-buku pedoman, jurnal, paper, tugas akhir, e-mail, e-book, dan e-news.

Bab III : Metodologi Penelitian

Pada bab ini akan dibahas mengenai langkah-langkah penelitian data dan analisa data yang akan digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dari topik yang diangkat, dan beberapa aspek yang menunjang metode penelitian.

(26)

BabIV : Hasil Analisa dan Pembahasan

Pada bab ini akan dianalisis dan dibahas mengenai data-data yang telah diperoleh dari hasil rancang bangun yang telah dilakukan.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Pada bab ini berisi dari kesimpulan dari penulisan tugas akhir dan saran-saran.

Daftar Pustaka

Daftar pustaka berisikan literatur yang digunakan untuk menyusun laporan.

Lampiran

Pada lampiran dapat dilihat hasil data yang diperoleh dari pengujian dalam bentuk tabel dan gambar.

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Prinsip-prinsip Perpindahan Panas

Panas adalah salah satu bentuk energi yang dapat dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lain, tetapi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan sama sekali. Dalam suatu proses, panas dapat mengakibatkan terjadinya kenaikan suhu suatu zat dan atau perubahan tekanan, reaksi kimia dan kelistrikan.Perpindahan kalor/panas (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu di antara benda atau material[1].Dimana perpindahan panas ini merupakan satu dari disiplin ilmu teknik termal yang mempelajari cara menghasilkan panas, menggunakan panas, mengubah panas, dan menukarkan panas di antara sistem fisik. Proses terjadinya perpindahan panas dapat dilakukan secara langsung, yaitu fluida yang panas akan bercampur secara langsung dengan fluida dingin tanpa adanya pemisah dan secara tidak langsung, yaitu bila diantara fluida panas dan fluida dingin tidak berhubungan langsung tetapi dipisahkan oleh sekat-sekat pemisah. Frank Kreith dan Mark S. Bohn[2] dalam bukunya mengklasifikasikan perpindahan panas dalam tiga bahagian yaitu : konduksi, konveksi, radiasi. Dimana ketiga hal tersebut dapat di ilustrasi dari proses sederhana gambar 2.1 berikut.

Gambar 2.1 Prinsip proses perpindahan panas[3

(28)

2.1.1 Perpindahan Panas Konduksi

Pada gambar dibawah ini terdapat sebuah ilustrasi dimana sebuah batang silinder dengan material tertentu dimana tidak ada isolasi pada sisi terluarnya dan salah satu ujungnya dipanaskan dengan api sehingga kedua ujung permukaannya memiliki suhu yang berbeda yakni T1>T2 .Seperti yang terlihat pada gambar 2.2 dibawah ini :

Gambar 2.2 Skema perpindahan panas pada batang[4]

Akibat dari proses pemanasan diatas maka perpindahan panas akan dialami oleh batang yaitu dari ujung batang T1 menuju ujung batang T2 yang terjadi secara konduksi. Kita dapat mengukur laju perpindahan panas qx, dan kita dapat menentukan qx bergantung pada variabel-variabel berikut :

ΔT yakni perbedaan temperatur Δx yakni ketebalan tabung

A yakni luas penampang tegak lurus bidang

Jika ΔT dan Δx adalah konstan dan hanya memvariasikan A, maka dapat dilihat bahwa qx berbanding lurus dengan A. Dengan cara yang sama, jika ΔT dan A adalah konstan, maka qx berbanding terbalik dengan Δx. Apabila A dan Δx konstan, maka qx

berbanding lurus dengan ΔT. Sehingga dapat dituliskan untuk nilai perpindahan panas konduksi dengan rumus sebagai berikut[2] :

qx = A Δ𝑇

Δx ... (2.1) Gambar 2.3 berikut ini adalah gambar perpindahan panas secara konduksi melalui dinding dengan ketebalan ∆x

T1

T2

qx

(29)

Gambar 2.3 Perpindahan panas secara konduksi[4]

Dengan memperhatikan material batang, sebagai contoh plastik, akan ditemukan bahwa kesebandingan diatas adalah valid. Namun, kita juga menemukan bahwa untuk nilai A, Δx, dan ΔT yang sama, akan menghasilkan nilai qx yang lebih kecil untuk material plastik dibandingkan bermaterial logam. Sehingga kesebandingan diatas dapat ditulis dalam bentuk persamaan dengan memasukkan koefisien yang dipengaruhi oleh material. Sehingga diperoleh persamaan Fourier.

qx = -k A d𝑇

dx ... (2.2) k adalah konduktivitas thermal (W/m.K), yang merupakan sifat material yang penting karena sangat mempengaruhi nilai perpindahan panas yang terjadi pada sebuah benda. Pada tabel 2.1 berikut merupakan nilai konduktivitas panas untuk beberapa material :

Tabel 2.1 Tabel nilai konduktivitas termal untuk beberapa material[2]

Material Thermal conductivity at 300 K (W/m K)

Copper 399.0

Aluminium 237.0

Carbon steel, 1% C 43.0

Glass 0.81

Plastics 0.2-0.3

Water 0.6

Ethylene glykol 0.26

Engine oil 0.15

Freon (liquid) 0.07

(30)

2.1.2 Perpindahan Panas Konveksi

Konduksi dan konveksi adalah membutuhkan media perantara dalam proses perpindahan panasnya. Namun pada konveksi membutuhkan gerakan fluida untuk dapat memindahkan panas. Penelitian menunjukkan bahwa perpindahan panas konveksi sangat bergantung pada sifat-sifat fluida seperti viskositas dinamis μ, konduktivitas termal k, massa jenis ρ, dan spesifik panas Cp, dan dipengaruhi oleh kecepatan fluida Ѵ. Konveksi juga bergantung pada bentuk dan kekasaran permukaan, dan bahkan juga dipengaruhi oleh tipe aliran seperti laminar atau turbulen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perpindahan panas secara konveksi adalah kompleks karena bergantung pada banyak variabel. Meskipun perpindahan panas konveksi cukup kompleks, setelah diamati bahwa laju perpindahan panas secara konveksi berbanding lurus dengan perbedaan temperatur dan dapat ditulis dengan Hukum Newton tentang pendinginan yang menyataakan bahwa laju pendinginan suhu suatu penda sebanding dengan perbedaan antara suhu objek dengan suhu sekitar nya dan akan ditunjukan pada gambat 2.4 sebagai berikut.

Gambar 2.4 Perpindahan panas secara konveksi[4]

Untuk nilai perpindahan panas secara konveksi dapat di tentukan dengan rumus[3]

qkonveksi = h As (Ts - T) ... (2.3) dengan h :koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2K)

As :luas permukaan perpindahan panas (m2) Ts : temperatur permukaan benda (K)

T: merupakan temperatur lingkungan sekitar benda

(31)

2.1.3 Perpindahan Panas Radiasi

Radiasi berbeda dengan mekanisme perpindahan panas secara konduksi dan secara konveksi. Perpindahan panas secara radiasi tidak membutuhkan kehadiran suatu material sebagai media perantara perpindahan panas. Faktanya, energi yang ditransfer dengan radiasi adalah yang tercepat (secepat kecepatan cahaya) dan dapat terjadi pada ruangan vakum. Perpindahan panas secara konduksi dan konveksi terjadi dari temperatur yang tinggi ke temperatur yang lebih rendah. Pada radiasi, perpindahan panas dapat terjadi pada 2 benda yang memiliki temperatur yang tinggi dan dipisahkan oleh benda yang memiliki temperatur yang lebih rendah. Gambar 2.5 berikut merupakan skematik proses terjadinya perpindahan panas secara radiasi :

Gambar 2.5 Proses perpindahan panas radiasi[4]

Dengan menganggap permukaan benda yang kecil As, emisifitas ε, dan kemampuan untuk menyerap α pada temperatur T yang terdiri dari keisotermalan yang besar dalam bentuk yang tertutup pada benda hitam (blackbody). Blackbody dapat didefenisikan sebagai pemancar dan penyerap radiasi yang sempurna. Pada temperatur dan panjang gelombang tertentu, tidak ada permukaan yang dapat memancarkan energi yang lebih banyak daripada blackbody. Blackbody menyerap semua radiasi tanpa memperhatikan panjang gelombang dan arahnya. Blackbody juga memancarkan energi radiasi yang merata dalam segala arah dalam setiap unit area searah dengan arah emisi, yang disebut sebagai pemancar diffuse. Diffuse dapat diartikan sebagai arah yang bebas untuk berdiri sendiri.

(32)

Joseph Stefan dan Boltzmann (dalamHolman, 2010)[3] menetapkan sebuah hukum yang ditetapkan secara eksperimental untuk menentukan besarnya energi radiasi yang dipancarkan oleh sebuah blackbody yang disebut dengan hukum Stefan- Boltzmann.

Qradiasi = σ A T 4 ... (2.4) Dimana σ = 5,669 x 10-8 W/m2 K4 adalah konstanta proporsionalitas dan disebut konstanta Stefan-Boltzmann dan T adalah temperatur absolut dari suatu permukaan (K).

2.1.4 Perpindahan Panas Menyeluruh

Dalam alat penukar kalor terdapat dua jenis fluida yang mengalir dan dipisahkan oleh dinding solid (pada umumnya terbuat dari logam) berupa pipa.

Dimana perpindahan panas terjadi terhadap kedua fluida dengan perantaraan dinding solid tersebut, yaitu pertama dari fluida panas akan berpindah panasnya menuju permukaan dinding yang terjadi secara konveksi, selanjutnya panas akan berpindah melalui dinding solid menuju permukaan dinding fluida dingin yang terjadi secara konduksi, kemudian panas dari akan berpindah ke fluida dingin yang terjadi secara konveksi sehingga temperatur fluida dingin menjadi meningkat. Gambar 2.6 berikut adalah skematik perpindahan panas secara menyeluruh yang terjadi pada sebuah dingding :

Gambar 2.6 Perpindahan panas menyeluruh melalui bidang datar[3]

Dalam penghitungan koefisien pindahan panas menyeluruh efek radiasi apapun biasanya termasuk didalam koefisien perpindahan panas konveksi. Dimana koefisien pindahan panas melalui dinding dinyatakan sebagai berikut[3]:

(33)

𝑞 = 1 𝑇𝐴−𝑇𝐵

1𝐴

+ ∆𝑥 𝑘𝐴 +1 ℎ 2𝐴 ...(2.5) dimana TA dan TB masing-masing adalah suhu fluida pada kedua sisi dinding.

Koefisien pindahan panas menyeluruh U didefenisikan oleh hubungan[3]:

q = U A∆Tmenyeluruh ... (2.6) dimana A merupakan luas bidang aliran kalor. Jaringan tahanan panas dihubungkan dengan proses perpindahan panas ini yang terdiri dari dua tahanan panas konveksi dan satu tahanan panas konduksi seperti yang ditunjukkan oleh gambar 2.7 berikut.

Gambar 2.7 Jaringan tahanan panas pada alat penukar kalor[5]

dimana subskrip i dan o menunjukkan diameter dalam dan diameter luar tabung yang berada didalam dan permukaan luar tabung.Untuk menentukan total tahanan termal yang terjadi pada sebuah alat penukar kalor dirumuskan dengan[4]:

R = Rtotal = Ri + Rdinding + Ro = 1 hi Ai

+ ln(Do/Di) 2 kL + 1

ho Ao

... (2.7) Sehingga untuk perpindahan panas menyeluruhnya[4] adalah :

1 𝑈𝐴𝑠= 1

𝑈𝑖𝐴𝑖 = 1

𝑈𝑜𝐴𝑜 = R ... (2.8)

(34)

dimana A merupakan luar bidang perpindahan kalor yang terjadi pada sebuah alat penukar kalor yang dapat ditentukan dengan persamaan[4]:

Ai = π Di Ldan Ao = π Do L ... (2.9) Dimana, R = tahanan panas (K/W)

k = konduktifitas panas bahan pipa/tabung (W/m.K) L = Panjang pipa/tabung (m)

D = diameter pipa/tabung (m)

U = koefisien perpindahan panas menyeluruh (W/m2.K) 2.2 Alat Penukar Kalor (Heat Exchanger)

Alat penukar kalor (heat exchanger) adalah sebuah alat yang berfungsi untuk mentransfer atau sebagai media pertukaran energi panas (enthalpy) antara dua atau lebih fluida, antara permukaan padat dengan fluida, atau antara partikel padat dengan fluida, pada temperatur yang berbeda serta terjadi kontak termal[1]. Lebih lanjut, heat exchanger dapat juga berfungsi sebagai alat pembuang panas, alat sterilisasi, pesteurisasi, pemisahan campuran, distilisasi (pemurnian, ekstraksi), pembentukan konsentrat, kristalisasi, atau juga untuk mengontrol sebuah proses fluida yang sering digunakan dalam industri kimia, industri permesinan, pembangkit tenaga dan sebagainya.

Satu bagian terpenting dari penukar kalor adalah permukaan kontak panas, karena pada permukaan inilah terjadi perpindahan panas dari satu zat ke zat yang lain.

Semakin luas bidang kontak total yang dimiliki oleh penukar kalor tersebut, maka akan semakin tinggi nilai efisiensi perpindahan panasnya. Pada kondisi tertentu, ada satu komponen tambahan yang dapat digunakan untuk meningkatkan luas total bidang kontak perpindahan panas ini, komponen tersebut adalah sirip.

Sitompul Tunggul[6] dalam bukunya menyebutkan bahwa proses perpindahan panas yang terjadi dalam sebuah APK bisa terjadi dengan dua cara, yaitu :

1. APK langsung, dimana fluida yang panas akan bercampur secara langsung dengan fluida dingin ( tanpa adanya pemisah ) dalam suatu bejana atau ruangan tertentu, diantaranya : jet condensor, pesawat desuperheater dan lain- lain.

(35)

2. APK tidak langsung, dimana fluida panas tidak berhubungan langsung (indirect contact) dengan fluida dingin. Jadi proses pemindahan panasnya melalui media perantara, seperti pipa, pelat atau peralatan lainnya. Contoh alatnya antara lain : pemanas air pendahuluan pada ketel (ekonomiser), kondensor pada turbin uap dan lain-lain.

Alat penukar kalor adalah alat yang memungkinkan terjadinya perpindahan panas diantara dua fluida yang memiliki temperatur yang berbeda tanpa mencampurkan kedua fluida tersebut. Kebanyakan alat penukar kalor menggunakan sistem fluida yang tidak bercampur, sebagai contoh : pada radiator mobil, panas dipindahkan dari air panas yang mengalir melalui pipa yang terdapat pada radiator yang ditambahkan plat pada jarak yang kecil dengan melewatkan udara diantaranya.

Perpindahan panas pada alat penukar kalor biasanya terdiri dari konveksi di setiap fluida dan konduksi pada dinding yang memisahkan kedua fluida. Pada saat menganalisa alat penukar kalor, sangat diperlukan untuk menggunakan koefisien perpindahan panas menyeluruh,U, yang memungkinkan untuk menghitung seluruh efek dari perpindahan panas. Laju perpindahan panas diantara kedua fluida terletak pada alat penukar kalor yang bergantung pada perbedaan temperatur pada suatu titik, yang bervariasi sepanjang alat penukar kalor. Pada saat menganalisis alat penukar kalor, biasanya bekerja dengan menggunakan Logarithmic Mean Temperature Difference (LMTD), yang sebanding dengan perbedaan temperatur rata-rata diantara kedua fluida sepanjang alat penukar kalor. Ketika dua temperatur tidak diketahui kita dapat menganalisisnya dengan metode keefektifan-NTU.

Alat penukar kalor juga sangat banyak digunakan dalam sebuah mesin pembangkit tenaga, salah satunya PLTA. Dalam mengoperasikan sebuah turbin dalam sebuah PLTA pasti membutuhkan pelumasan untuk memperlancar proses kerja mesin, diantaranya pelumasan pada turbine gate bearing dan thrust bearing yang memiliki temperatur operasi 40-60oC sehingga dibutuhkan alat penukar kalor yang dapat membuat suhu pada sistem pelumasan tersebut terjaga.

(36)

2.2.1 Klasifikasi Alat Penukar Kalor

Terdapat banyak jenis alat penukar kalor yang sudah dipergunakan hingga saat ini yang dapat diklasifikasikan dalam berbagi tipe. Secara umum, alat penukar kalor dapat dibagi berdasarkan fungsinya, seperti yang diterangkan oleh Tunggul Sitompul dalam bukunya tentang jenis alat penukar kalor berdasarkan fungsinya :

a. Chiller

Alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan fluida sampai pada temperature yang rendah. Temperatur fluida hasil pendinginan didalam chiller yang lebih rendah bila dibandingkan dengan fluida pendinginan yang dilakukan dengan pendingin dan dapat dilihat pada gabar 2.8.

Gambar 2.8 Chiller sentrifugal[7]

a. Kondensor

Alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan uap atau campuran uap, sehingga berubah fasa menjadi cairan. Media pendingin yang dipakai biasanya air atau udara. Uap atau campuran uap akan melepaskan panas latent kepada pendingin, misalnya pada pembangkit listrik tenaga uap yang mempergunakan condensing turbine, lalu diembunkan menjadi kondensat dan dapat kita lihat pada gambar 2.9 berikut.

Gambar 2.9 Kondensor[8]

(37)

b. Cooler

Alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan cairan atau gas dengan mempergunakan air sebagai media pendingin. Disini tidak terjadi perubahan fasa, dengan perkembangan teknologi dewasa ini maka pendingin cooler mempergunakan media pendingin berupa udara dengan bantuan fan (kipas).

Gambar 2.10 adalah alat penukar kalor cooler.

Gambar 2.10 Cooler[9]

c. Evaporator

Alat penukar kalor ini digunakan untuk penguapan cairan menjadi uap.

Dimana pada alat ini menjadi proses evaporasi (penguapan) suatu zat dari fasa cair menjadi uap. Yang dimanfaatkan alat ini adalah panas latent dan zat yang digunakan adalah air atau refrigeran cair. Gambar 2.11 berikut merupakan rangkaian sederhana dari sebuah evaporator.

Gambar 2.11 Evaporator AC[10]

(38)

d. Reboiler

Alat penukar kalor ini berfungsi mendidihkan kembali (reboiling) serta menguapkan sebagian cairan yang diproses. Adapun media pemanas yang sering digunakan adalah uap atau zat panas yang sedang diproses itu sendiri.

Hal ini dapat dilihat pada penyulingan minyak pada gambar 2.2, diperlihatkan sebuah reboiler dengan mempergunakan minyak (665 °F) sebagai media penguap, minyak tersebut akan keluar dari boiler dan mengalir didalam tube.

Gambar 2.12 berikut adalah dari sebuah reboiler yang sering digunakan.

Gambar 2.12 Reboiler[11]

e. Heat Exchanger

Alat penukar kalor ini bertujuan untuk memanfaatkan panas suatu aliran fluida yang lain. Maka akan terjadi dua fungsi sekaligus, yaitu:

• Memanaskan fluida

• Mendinginkan fluida yang panas

Suhu yang masuk dan keluar kedua jenis fluida diatur sesuai dengan kebutuhannya. Pada gambar diperlihatkan sebuah heat exchanger tipe shell and tube, dimana fluida panas masuk melalui cangkang (shell) dan fluida dingin masuk melalui tabung (tube). Gambar 2.13 berikut merupakan kontruksi heat exchanger tersebut.

(39)

Gambar 2.13 Konstruksi Heat Exchanger[12]

Dari beberapa jenis alat penukar kalor tersebut,Tunggul Sitompul[6] dalam bukunya mengklasifikasikan APK dalam berbagai tipe, diantaranya :

1. Klasifikasi berdasarkan proses perpindahan panas a. Tipe kontak tidak langsung

• Tipe dari satu fase

• Tipe dari banyak fase

• Tipe yang ditimbun (storage type)

• Tipe fluidized bed b. Tipe kontak langsung

• Immiscible fluids

• Gas liquid

• Liquid vapor

2. Klasifikasi berdasarkan jumlah fluida yang mengalir a. Dua jenis fluida

b. Tiga jenis fluida

c. N – Jenis fluida (N lebih dari tiga)

3. Klasifikasi berdasarkan kompaknya permukaan

a. Tipe penukar kalor yang kompak, Density luas permukaan > 700 m b. Tipe penukar kalor yang tidak kompak, Density luas permukaan < 700 m 4. Klasifikasi berdasarkan mekanisme perpindahan panas

Fluida panas masuk

Fluida dingin keluar Fluida dingin masuk

Pipa tabung Pipa cangkang

Selongsong cangkang Fluida panas keluar

(40)

a. Dengan cara konveksi, satu fase pada kedua sisi alirannya

b. Dengan cara konveksi pada satu sisi aliran dan pada sisi yang lainnya terdapat cara konveksi 2 aliran

c. Dengan cara konveksi pada kedua sisi alirannya serta terdapat 2 passaliran masing-masing

d. Kombinasi cara konveksi dan radiasi 5. Klasifikasi berdasarkan konstruksi

a. Konstruksi tubular (shell and tube)

Tube ganda (double tube)

Konstruksi shell and tube

Sekat plat (plate baffle), Sekat batang (rod baffle)

Konstruksi tube spiral b. Konstruksi tipe pelat

• Tipe pelat

• Tipe lamella

• Tipe spiral

• Tipe pelat koil

c. Konstruksi dengan luas permukaan diperluas (extended surface)

Sirip pelat (plate fin)

Sirip tube (tube fin)

Heat pipe wall

Ordinary separating wall d. Regenerative

Tipe rotary

Tipe disk (piringan)

• Tipe drum

• Tipe matrik tetap

6. Klasifikasi berdasarkan pengaturan aliran a. Aliran dengan satu pass

(41)

• Aliran Berlawanan

• Aliran Paralel

• Aliran Melintang

• Aliran Split

Aliran yang dibagi (divided) b. Aliran multipass

a. Permukaan yang diperbesar (extended surface)

Aliran counter menyilang

• Aliran paralel menyilang

Aliran compound b. Multipass plat

Untuk semua jenis alat penukar kalor diatas terdapat suatu terminologi yang telah distandarkan untuk menamai alat dan bagian-bagian alat tersebut yang dikeluarkan oleh Asosiasi pembuat Heat Exchanger yang dikenal dengan Tubular Exchanger Manufacture’s Association (TEMA). Standarisasi tersebut bertujuan untuk melindungi para pemakai dari bahaya kerusakan atau kegagalan alat, karena alat ini beroperasi pada temperature dan tekanan yang tinggi. Didalam standar mekanik TEMA, terdapat tiga macam kelas heat Exchanger, yaitu :

1. Kelas R, yaitu untuk peralatan yang bekerja dengan kondisi berat, misalnya untuk industri minyak.

2. Kelas C, yaitu yang dibuat untuk general purpose, dengan didasarkan pada segi ekonomis dan ukuran kecil, digunakan untuk proses-proses umum industri.

3. Kelas B, yaitu alat yang biasa digunakan pada proses kimia.

Dimana kelas R, C dan B semuanya adalah alat penukar kalor yang tidak dibakar, tidak sama dengan dapur atau ketel uap.

Meskipun banyak jenis alat penukar kalor, namun ada beberapa APK yang sering digunakan dalam hidup sehari-hari terutama yang sering digunakan dalam

(42)

dunia industri. Berikut ini akan dijelaskan beberapa alat penukar kalor yang umum digunakan dalam dunia industri :

1. Concentric Tube Heat Exchanger

Heat exchanger ini menggunakan dua pipa atau lebih dengan diameter yang berbeda. Pipa dengan diameter lebih kecil dipasang paralel di dalam pipa berdiameter lebih besar. Perpindahan panas terjadi pada saat fluida kerja yang satu mengalir di dalam pipa diameter kecil, dan fluida kerja lainnya mengalir di luar pipa tersebut.

Arah aliran fluida dapat didesain berlawanan arah untuk mendapatkan perubahan temperatur yang tinggi, atau jika diinginkan temperatur yang merata pada semua sisi dinding heat exchanger maka arah aliran fluida dapat didesain searah. Berikut gambar 2.14 berupa alat penukar kalor tabung sepusat.

Gambar 2.14 Heat Exchanger Tipe Double-Pipe[4]

Keuntungan dan kerugian penggunaan double pipe heat exchanger:

a) Keuntungan

 Penggunaan longitudinal tinned tubes akan mengakibatkan suatu heat exchanger untuk shell sides fluids yang mempunyai suatu low heat transfer coefficient.

 Counter current flow mengakibatkan penurunan kebutuhan surface area permukaan untuk service yang mempunyai suatu temperature cross.

 Potensi kebutuhan untuk ekspansi joint adalah dihapuskan dalam kaitan dengan konstruksi pipa-U.

(43)

 Konstruksi sederhana dalam penggantian tabung dan pembersihan.

b) Kerugian

1. Bagian hairpin adalah desain khusus yang mana secara normal tidak dibangun untuk industri standar dimanapun selain ASME code.

2. Bagian multiple hairpin tidaklah selisih secara ekonomis bersaing dengan single shell dan tube heat exchanger.

3. Desain penutup memerlukan gasket khusus.

2. Shell And Tube Heat Exchanger

Shell and tube heat exchanger biasanya digunakan dalam kondisi tekanan relatif tinggi, yang terdiri dari sebuah selongsong yang di dalamnya disusun suatu annulus dengan rangkaian tertentu (untuk mendapatkan luas permukaan yang optimal). Fluida mengalir di selongsong maupun di annulus sehingga terjadi perpindahan panas antara fluida dengan dinding annulus misalnya triangular pitch (pola segitiga) dan square pitch (pola segiempat).Gambar 2.15 berikut adalah contoh APK dengan tipe shell and tube :

Gambar 2.15 Shell and tube heat exchanger[13]

Keuntungan dari shell and tube:

1. Konfigurasi yang dibuat akan memberikan luas permukaan yang besar dengan bentuk atau volume yang kecil.

(44)

2. Mempunyai lay-out mekanik yang baik, bentuknya cukup baik untuk operasi bertekanan.

3. Menggunakan teknik fabrikasi yang sudah mapan (well-astablished).

4. Dapat dibuat dengan berbagai jenis material, dimana dapat dipilih jenis material yang digunakan sesuai dengan temperatur dan tekanan operasi.

5. Mudah membersihkannya.

6. Konstruksinya sederhana, pemakaian ruangan relatif kecil.

7. Pengoperasiannya tidak berbelit-belit, sangat mudah dimengerti (diketahui oleh para operator yang berlatar belakang pendidikan rendah).

8. Konstruksinya dapat dipisah-pisah satu sama lain, tidak merupakan satu kesatuan yang utuh, sehingga pengangkutannya relatif gampang

3. Plate Type Heat Exchanger

Plate type heat exchanger terdiri dari bahan konduktif tinggi seperti stainless steel atau tembaga. Plate dibuat dengan desain khusus dimana tekstur permukaan plate saling berpotongan satu sama lain dan membentuk ruang sempit antara dua plate yang berdekatan. Jika menggabungkan plate-plate menjadi seperti berlapis- lapis, susunan plate-plate tersebut tertekan dan bersama-sama membentuk saluran alir untuk fluida. Area total untuk perpindahan panas tergantung pada jumlah plate yang dipasang bersama-sama seperti gambar 2.16 dibawah.

Gambar 2.16 Plate type heat exchanger dengan aliran countercurrent[14]

(45)

2.2.2 Aliran Fluida

Aliran fluida di dalam sebuah pipa dapat berupa aliran laminar ataupun aliran turbulen. Osborne Reynolds (1841-1912), ilmuwan dan ahli matematika Inggris, adalah orang yang pertama sekali membedakan dua kasifikasi aliran ini dengan menggunakan sebuah peralatan sederhana seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.17 dibawah ini.

Gambar 2.17 Eksperimen untuk menentukan jenis aliran[15]

Jenis aliran tersebut tergantung pada kecepatan fluida yang melalui pipa dan dapat ditentukan dengan bilangan Reynolds (Re), yaitu perbandingan antara efek inersia dan viskos dalam aliran. Dari percobaan tersebut, Osborne Reynoldsmenentukan rumus empiris untuk menenukan besarnya nilai bilangan reynold dalam sebuah pipa.

Persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut[15]:

𝑅𝑒 =

𝜌𝑉D

𝜇 ... (2.10) dengan, ρ = kerapatan fluida (kg/m3)

V = kecepatan aliran (m/s) D = diameter tabung (m)

µ = viskositas dinamik (kg/m.s)

Dari persamaan diatas dapat ditentukan apakah jenis aliran sebuah fluida dalam pipa merupakan aliran laminar, aliran turbulen dan juga aliran transisi, dimana untuk nilai bilangan Reynoldnya diberi batasan untuk setiap jenis aliran.

J.P. Holman[1] dalam bukunya menyatakan bahnwa sifat fluida dalam pipa ditentukan oleh besarnya bilangan Reynold yang diperoleh fluida, yaitu :

(46)

- Untuk nilai Re ≤ 2300 maka sifat fluida merupakan aliran laminar - Untuk nilai Re ≥ 10000 maka sifat fluida merupakan aliran turbulen - Untuk nilai 2300 <Re <10000 maka sifat fluida merupakan aliran

transisi.

Dengan menghitung bilangan Reynold, maka selanjutnya dapat ditentukan jenis aliran yang terjadi, yaitu ketika perbedaan temperatur antara permukaan pipa dengan fluida kerja besar, sangat penting untuk menghitung variasi kekentalan dengan temperatur. Dengan adanya bilangan Reynold maka dapat ditentukan bilangan Nusselt dari suatu fluida dalam pipa, dimana untuk mencari bilangan Nusselt bergantung pada besarnya bilangan Reynold (Re), bilangan Prandtl(Pr) dan parameter lainnya.

Sieder dan Tate (1936)[16] merumuskan untuk menentukanBilangan Nusselt rata-rata untuk aliran laminar yang berkembang pada sebuah pipa berpenampang lingkaran. Persamaan tersebut dikenal dengan persamaan Sieder dan Tate yakni :

Nu = 1,86

(

Re Pr D

L

)

1/3

(

μb

μs

)

0,14 ... (2.11) Semua sifat fluida dihitung pada temperatur rata-rata fluida, kecuali μs dihitung pada temperatur permukaan pipa. Untuk aliran turbulen berkembang penuh didalam pipa yang halus, sebuah persamaan sederhana untuk menghitung bilangan Nusselt dapat diperoleh yang dikenal dengan persamaan Colburn[4]:

Nu = 0,023 Re0,8 Pr1/3 ... (2.12)

dengan syarat bahwa : 0,7 ≤ Pr ≤ 160 Re > 10000

(47)

Keakurasian persamaan diatas ditingkatkan dan dimodifikasi yang dikenal dengan persamaan Dittus-Boelter (1930)[4] menjadi:

Nu = 0,023 Re0,8 Pr n ... (2.13) di mana :

n =

Persamaan ini berlaku untuk 10000 < Re > 120000, 0,7 < Pr > 120, dan L/D > 60.

Selain itu terdapat juga persamaan yang sedikit lebih akurat untuk aliran turbulen di dalam tabung yaitu persamaan Petukhow[3]:

Nu = (𝑓/8)𝑅𝑒 𝑃𝑟

1,07+12,7 (𝑓

8)1/2𝑃𝑟

2 3−1

... (2.14)

dimana f adalah faktor gesekan yang diperoleh dari diagram Moody atau untuk tabung halus dari persamaan[4]:

f = ( 0,790 ln Re – 1,64 )-2 ... (2.15)

Gambar 2.18 berikut adalah diagram Moody yang digunakan untuk menentukan nilai faktor gesekan :

Gambar 2.18 Diagram Moody[4]

0,4 untuk pemanasan fluida 0,3 untuk pendinginan fluida

(48)

Selain beberapa persamaan di atas terdapat persamaan yang telah di gunaakan dalam penelitian untuk aliran dalam tabung alat penukar kalor tiga lapis tabung konsentris berdasarkan beberapa literature yang diperoleh sebagai berikut:

Untuk aliran laminar[17] :

Nu = 0,51 x 𝑅𝑒0,5x 𝑃𝑟1/3 x (𝑃𝑟

𝑃𝑟)0.25………..(2.16)

dengan syarat : Re<2300 dan nilai (𝑃𝑟

𝑃𝑟)0.25dianggap mendekati 1.

Untuk aliran transisi[17] :

Nu = 2,718 x 𝑅𝑒0,597x 𝑃𝑟1/3 x ( 𝑑𝑖

1,193)2/3………..(2.17) dengan syarat : 2300 < Re < 4000

Sementara untuk aliran turbulen berdasarkan persamaan Gnilienski yaitu[4]:

Nu =

(𝑓

2)(𝑅𝑒−1000) 𝑃𝑟 1+12,7 (𝑓

2)1/2𝑥 (𝑃𝑟23−1)

... (2.18)

dimana :

f = ( 1.58 ln Re – 3.28 )-2 (2.19)

2.2.3 Aliran di dalam annulus pipa

Beberapa peralatan pemindah panas sederhana, terdiri dari dua konsentrik tabung yang biasa disebut dengan alat penukar kalor pipa ganda. Pada alat tersebut, satu fluida mengalir melalui pipa dan satu fluida lain melalui annulus, akan dilihat pada gambar 2.19 berikut.

(49)

Gambar 2.19 Alat penukar kalor double pipe[5]

Dengan menganggap diameter dalam Di dan diameter luar Do, maka diameter hidraulik annulus adalah[5]:

𝐷= 𝐷𝑜 − 𝐷𝑖 ………(2.20)

dimana:

𝐷= Diameter Hidrolik (m) 𝐷𝑜 = Diameter Luar Tabung (m) 𝐷𝑖 = Diameter Dalam Tabung (m)

Pada alat penukar kalor sepusat, terdapat dua bilangan nusselt yaitu pada bagian dalam pipa Nui dan pada bagian luar pipa Nuo.Bilangan Nusselt untuk aliran laminar berkembang penuh dengan permukaan suhu konstan dan adiabatic dapat dilihat pada tabel berikut .

Tabel 2.2 Bilangan Nusselt untuk aliran laminar[18]

𝐷𝑖/𝐷𝑜 𝑁𝑢𝑖 𝑁𝑢𝑜

0 - 3,66

0,05 17,46 4,06

0,10 11,56 4,11

0,25 7,37 4,23

0,50 5,74 4,43

(50)

1,00 4,86 4,86

Ketika bilangan nusselt sudah diketahui, maka koefesien perpindahan panas konveksi bagian dalam dan luar pipa dapat dicari dengan:

𝑁𝑢𝑖 = 𝑖𝐷

𝑘 ... (2.21) dimana:

𝑁𝑢𝑖 = Bilangan Nusselt Tabung Bagian Dalam

𝑖 = Koefisien perpindahan panas konveksi bagian dalam pipa (W/m² K) 𝐷 = Diameter Hidrolik (m)

k = Konduktifitas termal (W/m.K)

2.3 Alat penukar kalor aliran searah

Distribusi suhu rata-rata fluida panas dan dingin dapat dilhat pada gambar 2.20 dibawah ini. Pada alat penukar kalor aliran searah, suhu keluar fluida dingin tidak pernah melebihi suhu fluida panas.

Analisis kesetimbangan energi berdasarkan pada asumsi:

1. Alat penukar kalor di isolasi dari lingkungan 2. Konduksi secara aksial sepanjang tabung diabaikan 3. Panas spesifik fluida konstan

4. Koefesien perpindahan panas menyeluruh konstan

Gambar 2.20 Distribusi suhu pada alat penukar kalor aliran searah[4]

(51)

Persamaan yang digunakan pada aliran searah adalah[4]:

Q = U A ∆T𝑙𝑚 ... (2.22) dimana:

Q = Laju Perpindahan Panas (W)

U = Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh (W/m² ºC) A = Luas Penampang Tegak Lurus (m²)

∆T𝑙𝑚 = Beda Suhu Rata-rata Logaritma (ºC)

dengan:

∆Tlm= (Thi−Tci)−(Tho−Tco)

ln(Tho−Tco)(Thi−Tci) ... (2.23) dimana:

∆T𝑙𝑚 = Beda Suhu Rata-rata Logaritma (ºC) 𝑇ℎ𝑖 = Temperatur Fluida Panas Masuk (ºC) 𝑇ℎ𝑜 = Temperatur Fluida Panas Keluar (ºC) 𝑇𝑐𝑖 = Temperatur Fluida Dingin Masuk (ºC) 𝑇𝑐𝑜 = Temperatur Fluida Dingin Keluar (ºC)

2.3.1 Alat penukar kalor aliran berlawanan

Distribusi temperatur rata-rata fluida panas dan dingin pada alat penukar kalor aliran berlawanan dapat dilihat pada gambar2.21 dibawah ini. Pada alat penukar kalor aliran berlawanan ini, suhu fluida dingin yang keluar dapat melebihi suhu fluida panas yang keluar.

(52)

Gambar 2.21 Distribusi suhu pada alat penukar kalor aliran berlawanan[4]

Persamaan yang digunakan pada aliran Berlawanan adalah[4]:

Q = U A ∆T𝑙𝑚 ... (2.24) dimana:

Q = Laju Perpindahan Panas (W)

U = Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh (W/m² ºC) A = Luas Penampang Tegak Lurus (m²)

∆T𝑙𝑚 = Beda Suhu Rata-rata Logaritma (ºC)

Persamaan yang digunakan pada aliran berlawanan ini sama dengan aliran searah hanya terdapat perbedaan pada:

∆Tlm = (Thi−Tco)−(Tho−Tci)

ln(Thi−Tco)(Tho−Tci) ... (2.25)

dimana:

∆T𝑙𝑚 = Beda Suhu Rata-rata Logaritma (ºC) 𝑇ℎ𝑖 = Temperatur Fluida Panas Masuk (ºC) 𝑇ℎ𝑜 = Temperatur Fluida Panas Keluar (ºC) 𝑇𝑐𝑖 = Temperatur Fluida Dingin Masuk (ºC) 𝑇𝑐𝑜 = Temperatur Fluida Dingin Keluar (ºC)

(53)

2.4Analisa Alat Penukar Kalor dengan Metode Log Mean Temperature Difference ( LMTD )

Dalam merancang ataupun memprediksi performansi alat penukar kalor, sangatlah perlu untuk menghubungkan antara laju perpindahan panas total terhadap temperatur fluida yang masuk dan keluar, koefisien perpindahan panas rata-rata, dantotal luas permukaan. Jika Q adalah total laju perpindahan panas antara fluida panas dengan fluida dingin dan dengan mengabaikan perpindahan panas yang terjadi pada alat penukar kalor dengan lingkungan, mengabaikan perubahan energi potensial dan energi kinetik, dan dengan mengaplikasikan persamaan energi steady, diperoleh persamaan:

Menghitung laju perpindahan panas pada fluida panas:

Q = ṁ 𝐶𝑝,ℎ(𝑇ℎ,𝑖− 𝑇ℎ,𝑜) ... (2.26) dimana:

Q = Laju Perpindahan Panas (W) ṁ = Laju Aliran Massa Fluida (kg/s) 𝐶𝑝,ℎ = Panas Jenis Fluida Panas (J/kg.K) 𝑇ℎ,𝑖 = Temperatur Fluida Panas Masuk (ºC) 𝑇ℎ,𝑜 = Temperatur Fluida Panas Keluar (ºC)

Menghitung laju perpindahan panas pada fluida dingin:

Q = ṁ 𝐶𝑝,𝑐(𝑇𝑐,𝑖− 𝑇𝑐,𝑜) ... (2.27) dimana:

Q = Laju Perpindahan Panas (W) ṁ = Laju Aliran Massa Fluida (kg/s) 𝐶𝑝,𝑐 = Panas Jenis Fluida Dingin (J/kg.K) 𝑇𝑐,𝑖 = Temperatur Fluida Dingin Masuk (ºC) 𝑇𝑐,𝑜 = Temperatur Fluida Dingin Keluar (ºC)

(54)

2.4 Analisa Alat penukar kalor dengan metode LMTD

Metode log mean temperature difference dalam menganalisis penukar kalor berguna bila suhu fluida masuk dan suhu fluida keluar diketahui atau dapat ditentukan dengan mudah; sehingga LMTD dapat dihitung dan aliran kalor, luas permukaan, serta koefisian perpindahan panas dapat dihitung. Namun apabila hanya temperatur fluida masuk saja yang diketahui maka metode LMTD tidak dapat digunakan. Maka dari itu dibutuhkan pendekatan alternatif yang lain yaitu metode efektifitas NTU. Dimana metode efektifitas ini mempunyai beberapa keuntungan untuk menganalisis permasalahan dimana kita harus membandingkan berbagai jenis penukar kalor guna memilih jenis yang terbaik untuk melaksanakan suatu tugas pemindahan kalor tertentu.

Efektifitas penukar kalor ( ε ) didefenisikan sebagai berikut[4] :

Efektifitas = ε = Laju perpindahan panas aktual

Laju perpindahan panas yang mungkin = 𝑄𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙

𝑄𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 ... (2.28) Laju perpindahan panas aktual yang terjadi pada sebuah alat penukar kalor dapat dihitung dari energi yang dilepaskan oleh fluida panas atau energi yang diterima oleh fluida dingin.Untuk menentukan laju perpindahan panas maksimum yang mungkin terjadi pada sebuah alat penukar kalor, pertama sekali kita menganggap bahwa perbedaan temperatur maksimum yang berada pada sebuah alat penukar kalor adalah perbedaan antara temperatur masuk pada fluida panas dan pada fluida dingin, yakniΔTmaks = Th,i – Tc,i.

Perpindahan panas pada sebuah alat penukar kalor akan mendapatkan nilai maksimum pada saat :

1. Fluida dingin dipanaskan hingga mencapai temperatur masuk fluida panas.

2. Fluida panas didinginkan hingga mencapai temperatur masuk fluida dingin.

Kondisi pembatas diatas tidak akan dicapai kecuali kapasitas panas fluida panas dan fluida dingin adalah sama (Cc = Ch). Pada saat Cc ≠ Ch, yang adalah merupakan kasus yang biasanya terjadi, fluida yang memiliki kapasitas panas yang lebih kecil akan

(55)

memiliki perubahan temperatur yang lebih besar, sehingga berdasarkan pengalaman akan mencapai temperatur maksimum, dimana pada kondisi tersebut perpindahan panas akan berhenti. Sehingga laju perpindahan panas maksimum yang mungkin terjadi adalah :

Qmaksimum = Cmin(Th,i – Tc,i) ... (2.29) Nilai Cminini diperoleh dari perhitungan Ccdan Ch yang lebih kecil.

ε = Q Qmaksimum

=Ch(Th,i – Th,o)

Cmin(Th,i – Tc,i)=Cc(Tc,o – Tc,i)

Cmin(Th,i – Tc,i) ... (2.30) Bila Ch = Cmin maka keefektifan ε

ε = (Th,i – Th,o)

(Th,i – Tc,i)... (2.31) Bila Cc = Cmin maka keefektifan ε

ε = (Tc,o – Tc,i)

(Th,i – Tc,i) ... (2.32) Keefektifan sebuah alat penukar kalor dapat dihitung dengan persamaan- persamaan tersebut.

2.5 Faktor Kotoran (fouling) dalam Alat Penukar Kalor

Dalam ilmu perpindahan kalor fouling adalah pembentukan lapisan deposit pada permukaan perpindahan panas dari bahan atau senyawa yang tidak diinginkan.

Bahan atau senyawa itu berupa kristal, sedimen, senyawa biologi, produk reaksi kimia, ataupun korosi. Pembentukan lapisan deposit ini akan terus berkembang selama alat penukar kalor dioperasikan. Akumulasi deposit pada permukaan alat penukar kalor menimbulkan kenaikan pressure drop dan menurunkan efisiensi perpindahan panas. Untuk menghindari penurunan efisiensi APK terjadi secara terus menerus maka dilakukan pembersihan deposit tersebut supaya efisiensinya kembali meningkat. Penumpukan kotoran pada alat penukar kalor disebut faktor kotoran Rf

yang menjadi ukuran dalam tahanan termal. Faktor kotoran adalah nol untuk alat penukar kalor yang baru dan meningkat dengan meningkatnya lama pemakaian sehingga kotoran menempel pada permukaan alat penukar kalor. Faktor kotoran

Gambar

Gambar 2.18 berikut adalah diagram Moody yang digunakan untuk menentukan nilai  faktor gesekan :
Gambar 2.23 Elemen Konservasi Massa Fluida pada Bidang 3 Dimensi[19]
Gambar 2.24 Suatu Elemen Fluida pada Konservasi Momentum dalam Kasus Dua  Dimensi[11]
Gambar 2.25 Sebuah Momentum Elemen Fluida Konservasi Dalam Kasus Tiga  Dimensi[19]
+7

Referensi

Dokumen terkait

Alat penukar kalor ( APK ) yang tidak langsung, yaitu dimana fluida panas.. tidak berhubungan langsung ( indirect contact ) dengan fluida

Alat penukar kalor (APK) yang tidak langsung, yaitu dimana fluida panas.. tidak berhubungan langsung (indirect contact) dengan fluida

Effisiensi cenderung tinggi pada penggunaan bahan bakar solar pada putaran mesin yang tinggi, hal tersebut dikarenakan nilai kalor bahan bakar yang tinggi dari

paduan jenis ini telah diketahui sejak lama bahwa paduan Al-MgZn merupakan paduan yang dapat di buat sangat keras dengan proses perlakuan panas .tetapi sejak lama tidak

Suatu alat penukar kalor pada umumnya terdapat dua fluida yang memiliki beda temperatur yang dipindahkan oleh dinding sehingga akan terjadi tiga proses perpindahan kalor

Cara kerjanya adalah udara yang masuk ke dalam kolektor akan dipanaskan oleh energi surya, udara yang telah panas kemudian masuk ke dalam kotak pengering, kotak

Jika Q adalah laju perpindahan panas antara fluida panas dengan fluida dingin dan dengan mengabaikan perpindahan panas yang terjadi pada alat penukar kalor dengan

Jika Q adalah laju perpindahan panas antara fluida panas dengan fluida dingin dan dengan mengabaikan perpindahan panas yang terjadi pada alat penukar kalor