ABSTRACT
Compulsive buying behavior is a consumer behavior that buying products continuously caused by a condition that was unpleasant and compulsive buying behavior has a negative effects to its insured. There are some factors that could affect everyone to be come a compulsive buying, one of them is the family factor. Due to those thing, This to research is trying to identify variables that affect compulsive buying behavior. The variables that used is, family communication path (concept and social oriented), parental yielding, and parental buying behavior. The respondents in this research are college students of Maranatha Christian University. Multiple-regression model is used in this research. Results of this research show that family communication path (concept and social oriented), and parental yielding didn’t affect to compulsive buying behavior, meanwhile the parental buying behavior positively affect to compulsive buying behavior.
ABSTRAK
Perilaku pembelian yang kompulsif merupakan perilaku konsumen yang membeli barang secara terus-menerus diakibatkan dari adanya suatu kondisi yang tidak menyenangkan dan perilaku pembelian yang kompulsif memiliki dampak yang negatif bagi para penderitanya. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi setiap orang memiliki perilaku pembelian yang kompulsif, salah satunya yaitu faktor keluarga. Berkenaan dengan hal tersebut, maka penelitian ini mencoba untuk mengidentifikasi variabel yang memperngaruhi pembelian yang kompulsif. Adapun variabel yang digunakan meliputi pola komunikasi keluarga (orientasi konsep dan sosial), parental yielding, dan perilaku pembelian orangtua. Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Kristen Maranatha. model regresi berganda digunakan dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan pola komunikasi keluarga berorientasi konsep dan sosial serta parental yielding tidak berpengaruh pada perilaku pembelian yang kompulsif, sementara perilaku pembelian orangtua memiliki pengaruh yang positif terhadap perilaku pembelian yang kompulsif.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iii
2.3.1 Pola Komunikasi Keluarga ... 12
BAB III METODE PENELITIAN ... 19
3.1 Desain Penelitian ... 19
3.2 Populasi dan Sampel ... 20
3.3 Teknik Pengambilan Sampel... 20
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 21
3.8 Uji Pengaruh Variabel “X” pada Variabel “Y” ... 35
4.2 Hasil pengujian Regresi ... 39
4.3 Pengujian Hipotesis ... 40
4.3.1 Pengujian Hipotesis Pola Komunikasi Keluarga (Orientasi Konsep) ... 41
4.3.2 Pengujian Hipotesis Pola Komunikasi Keluarga (Orientasi Sosial) ... 42
4.3.3 Pengujian HipotesisParental Yielding ... 43
4.3.4 Pengujian Hipotesis Perilaku Pembelian Orangtua ... 44
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 46
5.1 Kesimpulan ... 46
5.2 Pola Komunikasi Keluarga ... 47
5.3 Parental Yielding ... 48
5.4 Perilaku Pembelian Orangtua ... 48
5.5 Implikasi Penelitian ... 49
5.5.1 Bagi Akademisi ... 49
5.5.2 Bagi Pemasar ... 50
5.5.3 Bagi Konsumen ... 51
5.6 Keterbatasan Penelitian ... 53
DAFTAR GAMBAR
Halaman
BAB II Gambar 2.1 Model Penelitian Pola Komunikasi
Keluarga (Orientasi Konsep dan Sosial),
Parental Yielding, dan Perilaku Pembelian
DAFTAR TABEL
Halaman
BAB III Tabel 3.1 Skala Compulsive Buying (Skala Modifikasi) ... 25
Tabel 3.2 KMO and Bartlett’s Test Awal ... 26
Tabel 3.3 Anti-image Matrices Awal ... 27
Tabel 3.4 Rotated Component Matrixa Awal ... 28
Tabel 3.5 KMO and Bartlett’s Test Akhir ... 30
Tabel 3.6 Anti-image Matrices Akhir ... 31
Tabel 3.7 Rotated Component Matrixa Akhir ... 32
Tabel 3.8 Hasil Pengujian Reliabilitas ... 34
BAB IV Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 36
Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 37
Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Uang Saku Per Bulan ... 38
Tabel 4.4 Model Summary ... 39
Tabel 4.5 ANOVAb………39
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 KUESIONER
LAMPIRAN 2 KARAKTERISTIK RESPONDEN
LAMPIRAN 3 UJI VALIDITAS & RELIABILITAS
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Berbelanja merupakan suatu aktivitas yang biasa dilakukan oleh setiap orang
karena mengingat adanya suatu kebutuhan yang harus dipenuhi. Namun, di samping
itu terdapat suatu perilaku konsumen yang selalu melakukan pembelian secara
berulang-ulang akan suatu produk yang sebenarnya tidak mereka perlukan, hal ini
dikarenakan konsumen tersebut merasa bahwa dengan berbelanja mereka dapat
melupakan semua peristiwa yang tidak menyenangkan, perilaku inilah yang disebut
sebagai perilaku pembelian yang kompulsif (compulsive buying). Menurut hasil studi di Amerika, perilaku pembelian kompulsif (compulsive buying) pertama kali ditemukan tahun 1915, yang sampai saat ini perilaku pembelian yang kompulsif terus
berkembang dalam masyarakat. Perilaku pembelian kompulsif merupakan perilaku
yang dilakukan secara berulang-ulang sebagai suatu akibat dari peristiwa yang tidak
menyenangkan (Faber dan O’Guinn 1989). Perilaku pembelian yang kompulsif
memberikan dampak negatif bagi para penderitanya, meskipun adanya dampak
positif dari perilaku pembelian yang kompulsif namun hanya bersifat sementara,
karena dampak positif tersebut merupakan suatu kepuasan seseorang yang bukan
suatu pembelian yang dilakukan. Dampak negatif dari perilaku pembelian yang
kompulsif antara lain kebangkrutan, hutang yang menumpuk, dan keretakan rumah
tangga (Gwin et al., 2005; Benson, 2000; Dittmar, 2004 dalam Dittmar 2005).
O’Guinn dan Faber (1989) mengungkapkan bahwa yang menjadi motivasi utama
terjadinya pembelian kompulsif adalah pencarian terhadap manfaat psikologis dari
proses pembelian tersebut, bukan pada produk yang dibeli.
Perilaku pembelian yang kompulsif cenderung dimotivasi dari adanya
dorongan hati yang begitu kuat untuk selalu melakukan pembelian dari dalam diri
seseorang (misalnya kegelisahan), dan dengan berbelanja atau
menghambur-hamburkan uang merupakan “pelarian” yang dianggap mampu membuat seseorang
keluar dari masalahnya.
Faktor keluarga memegang peranan yang sangat penting dalam pembentukan
perilaku pembelian yang kompulsif, yaitu dengan pola komunikasi keluarga
(berorientasi konsep dan sosial), parental yielding, dan perilaku pembelian orangtua dapat memengaruhi timbulnya perilaku pembelian yang kompulsif. Sejumlah
penelitian dilakukan di Amerika Serikat dengan didasarkan pada asumsi bahwa
metode ataupun pendekatan orangtua dalam membesarkan anak dapat membentuk
sikap dan perilaku yang kompulsif (Rindlefleich et al., 1997; Roberts et al., 2003).
Pertama, Pola komunikasi keluarga berorientasi konsep di mana orangtua tipe ini
sangat menghargai pendapat anak-anak mereka dan mendorong anak-anak mereka
untuk memperhatikan berbagai alternatif yang ada sebelum membuat suatu
mendorong anak untuk dapat menghargai pendapat orang lain sehingga kepuasan dari
pembelian yang dilakukan oleh anak didasarkan pada persepsi orang lain. Kedua,
parental yielding, orangtua tipe ini memberikan kebebasan pada anaknya dan selalu memberikan apapun yang menjadi permintaan anak untuk mengganti waktu yang
hilang bersama anak karena kesibukannya, atau mengganti rasa ketidaknyamanan,
rasa diabaikan pada anak akibat adanya kekacauan dalam keluarga. Ketiga, perilaku
pembelian orangtua, orangtua tipe ini seringkali menggunakan uang atau hadiah
lainnya sebagai indikasi penghargaan akan sesuatu sebagai ganti rasa sayang dari
orangtua pada anak.
Berdasarkan uraian di atas, salah satu faktor yang memengaruhi timbulnya
perilaku pembelian yang kompulsif (compulsive buying) dalam diri seseorang adalah faktor dari keluarga. Maka, peneliti tertarik untuk meneliti Pengaruh Faktor Keluarga
pada Perilaku Pembelian Yang Kompulsif.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka peneliti membuat rumusan
masalah sebagai berikut: “Apakah pola komunikasi keluarga (berorientasi konsep dan
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis pengaruh pola komunikasi keluarga (berorientasi konsep dan sosial),
parental yielding, dan perilaku pembelian orangtua berpengaruh pada perilaku pembelian yang kompulsif.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat khususnya bagi
penulis sendiri, dan untuk umum, yaitu:
1. Memberikan kontribusi yang positif dengan memberikan informasi berupa
bukti empiris bagi kalangan akademisi maupun praktisi mengenai
pengaruh pola komunikasi keluarga, parental yielding, dan perilaku pembelian orang tua pada perilaku pembelian yang kompulsif.
2. Memberikan perhatian bagi perusahaan bahwa dengan adanya perilaku
pembelian yang kompulsif (compulsive buying) untuk tidak memanfaatkan kondisi tersebut dan tetap memperhatikan etika dalam
1.5. Lingkup Penelitian
Penelitian ini berfokus pada pengaruh pola komunikasi keluarga (berorientasi
konsep dan sosial),parental yielding,dan perilaku pembelian orang tua pada perilaku pembelian yang kompulsif.
Sebagai responden penelitian ini adalah mahasiswa S1 Universitas Kristen
Maranatha Bandung dikarenakan adanya akses untuk mendapatkan informasi dari
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan pemahaman peran keluarga
pada perilaku pembelian yang kompulsif dengan cara menguji pola komunikasi
keluarga (orientasi konsep dan sosial), parental yielding, dan perilaku pembelian orangtua pada perilaku pembelian yang kompulsif. Perilaku kompulsif menjadi topik
bahasan yang menarik baik saat ini maupun beberapa tahun yang lalu. perilaku yang
kompulsif ataushopaholic telah direalisasikan ke dalam bentuk film maupun majalah yang membahas bagaimana perilaku wanita dan pria dalam berbelanja.
Kita sadari bahwa kita berada di dalam lingkungan masyarakat yang hidup
berdasarkan kekayaan mereka, masyarakat yang suka membelanjakan uang mereka
untuk menunjukkan seberapa kekayaan yang mereka miliki atau untuk meningkatkan
rasa percaya diri mereka, kegiatan berbelanja mereka memang biasa mereka lakukan
untuk membuang stress mereka sehingga pada akhirnya mereka melampiaskan rasa
ketidakpuasan atau ketidaksenangan mereka atas suatu kondisi tertentu dengan pergi
berbelanja. Bagaimana dengan masyarakat yang tidak memiliki uang yang cukup
untuk memenuhi kebutuhannya? Terkadang mereka memaksakan diri menghutang
sendiri dan menganggapnya sebagai hobi. Mereka tidak akan berhenti berbelanja
manganggap bahwa dengan berbelanja mereka menemukan kenikmatan untuk diri
mereka sendiri.
Berdasarkan pada hasil analisis yang diperoleh bahwa peran keluarga dalam
membentuk perilaku pembelian yang kompulsif tidaklah secara signifikan didukung.
Hal ini didasarkan pada nilai R Square (R²) yang kecil. Akan tetapi, hasil penelitian ini mendukung temuan pada penelitian Gwin et al. (2004). Gwin et al (2004)
menemukan bahwa keluarga memegang peranan penting, dalam hal ini orangtua
dalam pembentukkan karakter anak. Adanya ketidakpastian dan masalah dalam
keluarga dapat memepengaruhi perkembangan anak, yang nantinya dapat merakibat
anak memiliki sifat yang negatif. Penelitian terdahulu mengindikasikan bahwa
lingkungan keluarga dimana seseorang dibesarkan dapat mengarah pada perilaku
pembelian yang kompulsif sebagai salah satu cara untuk mendapatkan kepuasan
(Gwin et al., 2004).
5.2. Pola komunikasi Keluarga
Pengujian terhadap pola komunikasi keluarga berorientasi pada konsep
konsisten dengan penelitian sebelumnya oleh Gwin et al. (2004), yang menyatakan
bahwa pola komunikasi keluarga berorientasi konsep tidak secara signifikan
berpengaruh pada perilaku pembelian yang kompulsif atau memiliki arah pengaruh
kemungkinan terjadinya perilaku pembelian yang kompulsif pada anak. Pola
komunikasi berorientasi sosial ditemukan memiliki pengaruh yang negatif yang
mengarah pada perilaku pembelian yang kompulsif terhadap anak. Hasil ini tidak
sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Swin et al. (2004) bahwa
pola komunikasi berorientasi sosial memiliki pengaruh terhadap perilaku pembelian
yang kompulsif.
5.3. Parental Yielding
Parental yielding di dalam penelitian ini menunjukkan tidak memiliki pengaruh yang positif pada perilaku pembelian yang kompulsif.
5.4. Perilaku Pembelian Orangtua
Perilaku pembelian orangtua (parental buying behavior) memiliki pengaruh positif pada perilaku pembelian yang kompulsif. Gwin et al. (2004) menyatakan
bahwa para pembelian yang dilakukan orangtua mereka sebagai faktor yang
signifikan dalam pembentukan perilaku pembelian yang kompulsif dalam diri
mereka. Elliot (1994), seperti dikutip dalam Gwin et al. (2004), menyatakan bahwa
perilaku adiktif merupakan perilaku yang dihasilkan dari adanya adaptasi dan
5.6. Implikasi Penelitian
Penderita gangguan obsesif kompulsif dapat ditandai dengan kebiasaan
melakukan sesuatu secara berulang. Pikiran yang berulang akan sulit ditepis, inilah
yang disebut obsesi. Bila pikiran yang berulang diwujudkan dalam bentuk tindakan
yang sebenarnya tidak perlu, inilah yang disebut dengan kompulsif
(www.kompas.com). Pada perusahaan, perilaku pembelian yang kompulsif
merupakan tema penelitian yang penting untuk mendalami perilaku pembelian
konsumen. Penelitian ini memberikan implikasi bagi akademisi dan praktisi.
5.6.1. Bagi Akademisi
Penelitian ini menyajikan fakta bahwa perilaku pembelian yang
kompulsif merupakan masalah yang tidak terjadi hanya di negara maju saja
namun terjadi di negara berkembang seperti Indonesia. Penelitian ini
memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pengaruh keluarga pada
compulsive buying serta memberikan pemahaman bagi akademisi mengenai perilaku pembelian yang kompulsif.
Konsumen yang memiliki perilaku pembelian yang kompulsif dapat
mencari informasi mengenai perilaku pembelian yang kompulsif dengan
menggunakan salah satu media penyedia informasi, yaitu melalui internet.
Konsumen dapat menemukan suatu solusi atau cara untuk mengatasi perilaku
konsumen untuk mengubah penyakit kecanduan belanja yang disebabkan pola
berbelanja yang menyimpang dengan cara medis dan melalui terapi oleh para
profesional.
5.6.2. Bagi Pemasar
Bagi pemasar, hasil penelitian ini dapat melengkapi informasi yang
ada terkait dengan perilaku pembelian yang kompulsif. Penelitian ini dapat
membantu pemasar untuk memasarkan produknya secara spesifik pada
konsumen yang memiliki perilaku kompulsif. Produk-produk fashion dapat menjadi andalan bagi para pemasar untuk menarik konsumen yang kompulsif,
namun perlu diperhatikan perilaku ini bukanlah perilaku yang positif sehingga
pemasar perlu memperhatikan kondisi psikologis dari para konsumen dalam
memasarkan produknya.
Begitu banyaknya tekanan yang dialami setiap orang baik di
karenakan tekanan dalam pekerjaan, masalah dalam keluarga, banyaknya
persaingan kerja menimbulkan rasa kekhawatiran yang mengakibatkan bahwa
dengan berbelanja dipandang konsumen sebagai cara yang ampuh dalam
merefleksikan diri, dan biasanya diwujudkan denga malalui aktivitas
berbelanja secara berlebihan.
Menurut Dittmar (2005), kasus perilaku pembelian yang kompulsif
banyak ditemukan pada produk-produk fashion. Menurut Gwin et al. (2004) menyatakan bahwa dari sisi sosiologikal, perilaku pembelian yang kompulsif
mengakibatkan konsumen terus-menerus malakukan pembelian secara
kompulsif (Dittmar, 2005). Pemasar diharapkan tidak hanya memasarkan
produk berdasarkan nilai ekstrinsik saja seperti nilai-nilai seperti
materialisme, gengsi, kekayaan dan sebagainya, namun pemasar diharapkan
memasarkan produk yang memiliki nilai intrinsik, yang menawarkan
nilai-nilai yang berguna bagi konsumen.
5.6.3. Bagi Konsumen
Bagi konsumen, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi
mengenai perilaku pembelian yang kompulsif. Konsumen diharapkan dapat
lebih bijaksana dalam memilih produk yang akan mereka konsumsi, dengan
labih memperhatikan pada fungsi produk tersebut, dan diharapkan konsumen
dapat lebih berhati-hati dengan penawaran-penawaran promosi yang
cenderung lebih menawarkan nilai-nilai materialisme.
Berbelanja merupakan aktivitas yang wajar untuk dilakukan jika
memang konsumen sudah menganggarkan dana untuk hal tersebut, jika hobi
berbelanja, ini merupakan hal yang dapat menimbulkan masalah jika
dilakukan secara tidak terkendali. Biasanya orang yang berperilaku kompulsif
atai shopaholic akan merasakan kenikamatan dalam berbelanja, mereka akan berbelanja secara gila-gilaan tanpa memperhatikan fungsi dari produk yang
mereka beli, terutama pada saat ia sedang tertekan secara emosional.
anak yang memiliki perilaku pembelian kompulsif akan menyembunyikan
barang yang mereka beli dari keluarganya dengan alasan takut dimarahi
orangtuanya karena terlalu sering berbelanja, dan berbohong mengenai berapa
uang yang telah mereka habiskan untuk berbelanja.
Bila penyimpangan ini tidak segera ditangani, dapat menyebabkan
depresi gangguan psikis lainnya. Dengan kesabaran serta bantuan dari
orang-orang terdekat dan pihak profesional, seorang-orangcompulsive buyer dapat kembali mengendalikan hidupnya setelah diketahui penyebab kebiasaan belanja yang
sulit diatasi ini. Dalam hal ini, peneliti memberikan sejumlah masukan yang
dapat diterapkan oleh paracompulsive buyer sebagai upaya untuk mengurangi kemungkinan terjadinya pembelian yang kompulsif, yakni:
1. Membuat daftar belanja sebelum pergi ke pusat-pusat perbelanjaan.
Belilah barang-barang yang sudah tertera dalam daftar belanja
tersebut.
2. Menghindari rekreasi belanja. Hampir semua mal menyediakan
arena bermain, toko-toko fashion, tempat makan dan supermarket untuk berbelanja kebutuhan rumah tangga. Ada hal yang tidak terduga
yang dapat terjadi jika konsumen berrekreasi sambil belanja bersama
keluarga, misalnya anak menangis ingin mainan. Dengan demikian,
daftar belanja yang telah dibuat sebelumnya mungkin tidak akan
dipatuhi, misalnya membeli barang yang tidak tercantum dalam daftar
3. Membedakan kebutuhan dan keinginan. Konsumen harus mulai
belajar membedakan kebutuhan untuk berpakaian dan keinginan untuk
memakai pakaian model terbaru dari perancang terkenal.
4. Mengontrol diri dalam berbelanja, sebaiknya jangan pergi
berbelanja sendirian tapi disertai teman atau orang terdekat untuk
mengontrol berbelanja secara berlebihan.
5.5. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian, antara lain sebagai berikut:
1. Penelitian ini hanya menggunakan responden yangmerupakan mahasiswa
S1 Universitas Kristen Maranatha.
2. Penelitian ini tidak memperhitungkan penjelasan tentang tidak
signifikannya pengaruh keluarga pada compulsive buying. Didasarkan pada asumsi dari peneliti bahwa sebagian besar responden tidak tinggal bersama
keluarga, sehingga asumsi tersebut merupakan keterbatasan dalam penelitian.
5.6. Saran
Saran untuk penelitian mendatang:
1. Sebaiknya responden lebih bervariasi sehingga variabel penelitian dapat
dijelaskan lebih baik lagi.
bersama orangtua atau tidak, karena faktor yang mempengaruhi adalah
DAFTAR PUSTAKA
Black, D.W.; S Repertinger; G.R. Gaffney; and J. Gabel (1998), “Family History and Psychiatric Comorbidity in Person With Compulsive Buying, “ American Journal of Psychiatry, 155, 960-963.
Caruanan, Albert and Rosella Vassallo (2003), “Children’s perception of their influences over purchases: the role of parental communication patterns,” Journal of Consumer Marketing, vol.20, No.1, 55-66.
Delaney R., Kristen (2005), “effects of Parental Styles on Peer Socialization in College Students,” Initial Forays into Psychological Science John Brown University, Vol.1, 9-13.
Dittmar, Helga (2005), “Compulsive Buying— A Growing Concern? An Examination of Gender, Age, and Endorsement Of Materialistic Values As Predictors, “British Journal of Psyhology, 96, 467-491.
Dotson, Michael F. and Eva M. Hyatt (2005), “Major Influences Factors in Children Consumer Socialization,” Journal of Comsumer Marketing, Vol.22, No.1, 35-42.
D’ Astous, Alain (1990), “An Inquiry Into The Compulsive Side of ‘Normal’ Consumers.”Journal of Consumer Policy, 13, 15-31.
Elliot, R. (1994), “Compulsive Consumption: Function and Fragmentation in Postmodernity,”Journal of Consumer Policy, 17, 159-179.
Kotler, Philip (2000),Marketing Management, the millennium edition, New Jersey: Prentice Hall International, Inc.
Faber, Ronald J.; and Thomas C. O’Guinn (1989), “Compulsive Buying: A Phenomenological Exploration,” journal of Consumer Research, 16 (September), 147-157.
Faber, Ronald J.; and Thomas C. O’Guinn (1992), “A Clinical Screener for Compulsive Buying, “Journal of Consumer Research, December, 459-469. Gwin, Carol F.; James A. Roberts; and Carlos R. Martinez (2004), “Does Family
Gwin, Carol F.; James A. Roberts; and Carlos R. Martinez (2005), “Nature Vs Nurture: The Role Of Family In Compulsive Buying, “Marketing Management Journal, Spring, 95-107.
Moschis, George P (1985), “The Role of Family Communication in Consumer Socialization of Children and Adolescents,” Journal of Consumer Research, Vol.11 (March), 898-913.
Mutia, Winza R (2008), “ Pengaruh Pola Komunikasi Keluarga, Parental Buying, dan Perilaku Pembelian Orangtua pada Perilaku Pembelian yang Kompulsif.” Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Tidak dipublikasikan.
Rindfleisch, Aric; James E. Burroughs; and Frank Denton (1997), “Family Structure, Materialism, and Compulsive Consumption, “Journal of Consumer Research, 23 (March), 312-325.
Roberts, James A. (1998), “Compulsive Buying Among College Students: An Investigation of Its Antecedents, Consequences, and Implications For Public Policy,”The Journal of Consumer Affairs, 32:2, 295-319.
Roberts, James A. and Chris manolis (2000), “Baby Boomers and Busters:an Exploratory Investigation of Attitudes Toward Marketing, Advertising and Consumerism,”Journal of Consumer Marketing, vol.17, No.6, 481-499. Schehorn, G; L.A, Reisch; and L.A. Raab (1990), “Addictive Buying in West
Germany: An Empirical Study,”Journal of Consumer Policy, 13, 355-387. Sekaran, Uma (2000), Research Methods For Business, 3rd ed, New York: John
Wiley & Sons. Inc.
Solomon, M.R. (2002),Consumer Behavior, Eaglewood Cliffs, NJ., Prentice-hall.
www.kompas.com