• Tidak ada hasil yang ditemukan

For oral presentation Name : dr. IB Alit, SpF, DFM Address : Bagian/SMF/Instalasi Kedokteran Forensik FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar-Bali Phone

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "For oral presentation Name : dr. IB Alit, SpF, DFM Address : Bagian/SMF/Instalasi Kedokteran Forensik FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar-Bali Phone"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

For oral presentation

Name : dr. IB Alit, SpF, DFM

Address : Bagian/SMF/Instalasi Kedokteran Forensik FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar-Bali

Phone Number: 081916613459

E-mail : [email protected]

(2)

Gambaran Pemeriksaan Postmortem, Laboratorium dan Histopatologi pada Keracunan Metanol Akut

Oleh

Dr Ida Bagus putu alit, SpF,DFM

Abstrak

Metanol adalah substansi dengan produk metabolisme yang sangat toksik.

Keracunan metanol biasanya terjadi akibat tertelannya produk-produk yang mengandung metanol atau sengaja diminum sebagai pengganti alkohol. Selama periode Mei sampai Juni 2009, di Bali terdapat kejadian luar biasa keracunan metanol akut.

Dari 40 orang yang mengalami gejala keracunan akut metanol pada KLB tersebut, 28 orang diantaranya meninggal, 6 diantaranya dilakukan otopsi dan pemeriksaan toksikologi, dan hanya 4 kasus yang dilakukan pemeriksaan histopatologi. Pada semua kasus didapatkan pelebaran kapiler sistemik. Pada satu kasus ditemukan perdarahan pada putamen dan pons, satu kasus menunjukkan tubuloreksis dan claudy swelling pada loop of Henle. Pada satu kasus lainnya ditemukan pula penyempitan kritis pembuluh darah koroner oleh plak aterosklerosis. Pada pemeriksaan toksikologi ditemukan metanol dan alkohol dengan kadar bervariasi pada darah dan urine korban.

Temuan patologis yang dapat ditemukan pada keracunan metanol, diantaranya nekrosis dan perdarahan pada putamen, shrinkage dan degenerasi neuron cortex cerebri, perdarahan dan spongines chisama opticum, degenerasi berat dan patchy necrosis pada tubulus ginjal, dan perlemakan hati.

Berdasarkan pemeriksaan otopsi, toksikologi dan histopatologi disimpulkan bahwa kematian tiga korban disebabkan keracunan metanol dan satu korban lainnya karena atherosklerosis cabang-cabang arteri koronaria dan adanya metanol dalam darah mempercapat kematian korban.

Kata kunci: Metanol, keracunan, histopatologi.

(3)

Postmortem, Laboratory and Histopathologic Findings In Acute Methanol Intoxication

by

dr Ida bagus putu Alit,SpF Abstract

Methanol has toxic metabolism product. Methanol acute intoxication appears after accidental or suicidal oral ingestion of industrial solvents liquids or occasionally is due to fraudulent adulteration of alcoholic beverages. In May until June 2009, there were di Bali terdapat kejadian luar biasa acute methanol intoxication.

From 40 patients who showed acute methanol intoxication symptom, 28 of them were died. Autopsy and toxicology investigation was performed for 6 victims, and only 4 of them were sent to pathology department for histopathology examination. We found systemic capillary dilation in all cases. In one case there were hemorrhage in putamen and pons, one case showed tubuloreksis and cloudy swelling of the loop of Henle, and one case also showed coroner critical stenosis caused by atherosclerosis plaque. In toxicology investigation, we found methanol and alcohol in variable concentration in their blood and urine.

The pathological findings that may be seen in methanol intoxication are necrosis and hemorrhage in putamen, shrinkage and neuron degeneration in cerebral cortex, hemorrhage and sponginess of chiasma opticum, severe degeneration and patchy necrosis at renal tubule and fatty liver.

Based on autopsy, toxicology investigation and histopatological findings we conclude that 3 of the victims dead are caused by methanol intoxication and the dead of the last victim caused by coroner atherosclerosis and methanol induced the dead process rapidly.

Key words: Methanol, intoxication, histopathology.

Pendahuluan

Metanol adalah substansi dengan produk metabolisme yang sangat toksik.

Keracunan metanol akut akan menghasilkan asidosis metabolik yang berat dan masalah

(4)

neurologis yang serius termasuk gangguan visual yang berat, gangguan ekstrapirmaidal dan koma. Metanol umumnya digunakan sebagai bahan penambah bensin, bahan pemanas ruangan, pada larutan fotokopi, serta sebagian makanan yang memanfaatkan bakteri untuk menghasilkan protein.

1,2

Metanol dapat diabsorbsi ke dalam kulit, saluran pernafasan atau pencernaan, dan didistribusikan ke dalam cairan tubuh. Metabolisme utama metanol di dalam tubuh manusia adalah melalui oksidasi menjadi formaldehid, asam format dan CO2. Metanol dapat disingkirkan dengan membuat muntah, dan dalam jumlah kecil diekskresikan melalui pernafasan, keringat dan urin. Metanol tidak dapat diikat dengan karbon.

3

Pada manusia kepekaan khusus terhadap keracunan metanol mungkin disebabkan oleh produksi metabolit asam format dari metanol, bukan oleh metanolnya sendiri maupun formaldehid sebagai metabolit antara.

1,3,4

Keracunan metanol masih menjadi masalah di banyak tempat di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Insiden yang terjadi terutama akibat metanol yang sengaja diminum sebagai muniman beralkohol. Hal ini disebabkan oleh karena metanol merupakan bahan pengoplos yang murah dan sangat mirip dengan alkohol (etanol) yang biasanya digunakan sebagai minuman keras.

4

Di Bali selama periode Mei sampai Juni 2009, terdapat kejadian luar biasa (KLB) keracunan akut methanol dengan tempat kejadian keracunan yang tersebar di beberapa kabupaten/kodya yaitu Kabupaten Badung, Kodya Denpasar, dan Kabupaten Tabanan.

Hal ini merunut pada data korban keracunan akut methanol yang masuk ke RSUP Sanglah Denpasar selama periode Mei sampai Juni 2009. Menurut data di bagian/SMF/Instalasi Kedokteran Foensik RS Sanglah/FK Unud terdapat 40 orang yang mengalami gejala keracunan akut methanol pada KLB tersebut, 28 orang diantaranya meninggal dan 6 orang menjalani proses otopsi. Dari 6 korban otopsi, hanya 4 kasus yang dilakukan pemeriksaan histopatologi dan dilaporkan pada tulisan ini.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka disusunlah tulisan ini sebagai suatu laporan

kasus mengenai gambaran postmortem, laboratorium (toksikologi) dan histopatologi dari

korban yang meninggal akibat keracunan akut metanol yang menjalani prosedur otopsi di

Bagian/SMF/Instalasi Kedokteran Forensik FK/UNUDRSUP Sanglah Denpasar.

(5)

Kasus

Terdapat 4 kasus keracunan metanol yang dilakukan otopsi dan pemeriksaan histopatologi di Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Sanglah Denpasar selama periode Mei – Juni 2009. Ketiga kasus tersebut memiliki riwayat mengkonsumsi alkohol bercampur metanol sebelum meninggal dunia.

Kasus pertama, perempuan, 48 tahun, kebangsaan Amerika Serikat. Pada pemeriksaan postmortem ditemukan pelebaran pembuluh darah vena leher, mukosa trakea kemerahan mengandung cairan putih berbuih, terdapat pelebaran pembuluh darah pada seluruh organ dalam, pelebaran pembuluh darah dan bintik-bintik perdarahan pada batang otak, perdarahan pada putamen kanan dan kiri, serta terdapat cairan merah berbuih pada paru kanan dan kiri saat penekanan. Pada pemeriksaan toksikologi ditemukan bahwa sampel darah mengandung metanol dan etanol dengan kadar masing-masing 91,2 ppm dan 2964,87 ppm dan sampel urine juga positif mengandung metanol dan etanol.

Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan pelebaran pembuluh darah pada semua organ yang diperiksa, terdapat perdarahan pada putamen dan pons, pelebaran pembuluh kapiler interstitial paru dan edema paru, serta kista simplek pada hepar.

Gambar 1 Tampak jaringan putamen kanan dan kiri (A) mengandung bercak perdarahan berwarna kehitaman. Tampak gambaran mikroskopis dari gambar A. (HE, 100x)

A

(6)

Kasus kedua, perempuan, 25 tahun, kebangsaan Irlandia. Pada pemeriksaan postmortem ditemukan pelebaran pembuluh darah vena leher, mukosa trakea kemerahan mengandung cairan putih berbuih, terdapat pelebaran pembuluh darah pada seluruh organ dalam, pelebaran pembuluh darah pada otak, serta terdapat cairan merah berbuih pada paru kanan dan kiri saat penekanan.. Pada pemeriksaan toksikologi ditemukan adanya metanol dan etanol pada sampel darah masing-masing dengan kadar 137,06 ppm dan 754,14 ppm dan sampel urine juga positif mengandung metanol dan etanol. Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan pelebaran pembuluh darah pada seluruh organ yang diperiksa, pelebaran pembuluh darah kapiler interalveolar dan bahan amorf eosinofilik intra dan interalveolar (edema paru).

Kasus ketiga, laki-laki, 23 tahun, kebangsaan Belanda. Pada pemeriksaan postmortem ditemukan pelebaran pembuluh darah vena leher, mukosa trakea kemerahan mengandung cairan putih berbuih, terdapat pelebaran pembuluh darah pada seluruh organ dalam, bintik perdarahan pada seluruh permukaan paru, dan ginjal., serta terdapat cairan

Gambar 2 Tampak jaringan pons (A) mengandung bercak perdarahan berwarna kehitaman. Tampak gambaran mikroskopis dari gambar A.

(HE, 400x)

B

Gambar 3. A. Tampak jaringan paru dengan pembuluh kapiler dilatasi dan pada alveoli tempak mengandung bahan amorf eosinofilik. B. Tampak jaringan otak dengan pelebaran pembuluh darah kapiler. C. Tampak jaringan medulla ginjal dengan pelebaran pembuluh darah kapiler interstitial. (HE, 40 x)

A B C

A B

A B C

(7)

merah berbuih pada paru kanan dan kiri saat penekanan. Pada pemeriksaan toksikologi ditemukan adanya metanol dan etanol pada sampel darah masing-masing dengan kadar 1516,82 ppm dan 267,60 ppm dan sampel urine juga positif mengandung metanol dan etanol. Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan pelebaran pembuluh darah pada seluruh organ yang diperiksa, adanya cedera sel piramid otak kecil dengan sitoplasma eosinofilik intens tanpa inti (red neuron), pelebaran pembuluh darah pada putamen, paru- paru sebagian edematous, pembuluh darah kapiler interstitial paru dilatasi, pada ginjal ditemukan adanya tubuloreksis loop of Henle dan cloudy swelling.

Kasus keempat, laki-laki, 48 tahun, kebangsaan Indonesia. Pada pemeriksaan postmortem ditemukan pelebaran pembuluh darah vena leher, pelebaran pembuluh darah pada seluruh organ dalam, bintik perdarahan pada seluruh permukaan paru, dan ginjal.

Pada arteri koronaria kiri desenden setelah percabangan didapatkan penebalan yang menyisakan lumen sebesar 5% demikian pula pada arteri koronaria kiri cabang

Gambar 4. A. Tampak sel piramid pada otak kecil (cerebellum) dengan sitoplasma eosinofilik intens tanpa inti (red neuron). (HE, 100x) B. Tampak pelebaran pembuluh darah pada putamen. (HE, 40x)

A B

Gambar 5. A. Tampak jaringan medula ginjal dengan adanya tubuloreksis loop of Henle dan cloudy swelling. (HE, 100x)

(8)

sirkumfleksa. Pada pemeriksaan toksikologi ditemukan adanya metanol dan etanol pada sampel darah masing-masing dengan kadar 275,78 ppm dan 857,74 ppm dan sampel urine juga positif mengandung metanol dan etanol. Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan pelebaran pembuluh darah pada seluruh organ yang diperiksa, adanya kongeste, edema dan sebaran heart failure cells pada paru, plak aterosklerosis pada arteri koronaria kanan yang menyisakan lebar lumen 1% - 10 %, dan plak ateroklerosis pada arteri koronaria kiri (bagian pangkal, percabangan, cabang desenden anterior dan cabang sirkumfleksa) yang menyisakan lebar lumen 2-50%.

Diskusi

Metanol adalah salah satu bahan toksik yang paling terkenal sebagai penyebab gangguan penglihatan. Metanol adalah cairan yang tidak berwarna dengan bau dan rasa seperti etanol. Maka dari itu, etanol dapat digantikan dengan metanol pada minuman beralkohol tanpa diketahui oleh peminumnya. Sebagian besar intoksikasi metanol terjadi

B

C D

Gambar 6 . Tampak arteri koronaria kanan (A) dan cabang-cabang arteri koronaria kiri (B-D) dengan plak aterosklerosis dan kalsifikasi. Tampak lebar lumen (tanda panah) yang tersisa.

(9)

pada kecelakaan atau kasus bunuh diri karena tertelannya bahan pelarut industri atau bahan pembersih yang mengandung bahan metanol. Pasien yang selamat dari keracunan akut metanol akan mengalami kebutaan yang permanen dan menderita gangguan neurologik yang ireversibel.

1,4

Metanol dapat diserap melalui kulit, saluran respirasi atau saluran cerna kemudian didistribusikan ke seluruh tubuh. Metanol secara perlahan dimetabolisme di hati dan sekitar 3 % diekskresikan melalui paru atau urine. Mekanisme eliminasi primer metanol pada tubuh manusia adalah melalui oksidasi menjadi formaldehid, asam format dan CO

2.

Pada langkah pertama dari degradasi, metanol diubah menjadi formaldehid oleh enzim alkohol dehidrogenase. Reaksi kedua adalah oksidasi dari formaldehid menjadi asam format oleh enzim aldehid dehidrogenase yang berlangsung lebih cepat dibandingkan reaksi pertama sehingga hanya sedikit formaldehid yang terakumulasi dalam serum.

Asam format kemudian dioksidasi menjadi karbondioksida dan air oleh tetrahidrofolat.

Pada saat metanol teroksidasi menjadi formaldehid dan asam format, terjadi peningkatan konversi dari NAD

+

menjadi NADH. Kelebihan NADH akan menjadi asam laktat, sehingga terjadi asidosis yang disebabkan oleh keracunan metanol. Hal tersebut menyebabkan terbentuk dan terakumulasinya asam format dan asam laktat. Sebagai akibatnya terjadi perbedaan anion (perbedaan antara kation total dan anion total). Pada kondisi normal selisih perbedaan tersebut adalah 18 mmol/L (dihitung dari (Na+ + K+)-(

Cl- +HCO3-)), selisih tersebut dapat meningkat dua kali atau lebih diatas normal pada kondisi keracunan metanol. Asam format juga menghambat sitokrom c oksidase mitokondria yang menyebabkan terjadinya gejala hipoksia tingkat seluler.

5

Pada berbagai sumber disebutkan dosis mematikan minimal dari metanol sebesar 100 cc (1 g/kg).

Namun pada beberapa kasus, dosis serendah 25 cc dari 40% metanol sudah menimbulkan gejala keracunan.

5,6

Alkohol Dehidrogenase

CH3OH H2CO HCOO

-

CO2 + H2O

(metanol) (Formaldehid) (Asam Format)

(10)

Kerusakan bola mata sering terjadi pada keracunan metanol. Kerusakan mata terjadi karena kerusakan retina dan saraf optik yang mengalami degenerasi yang disebabkan oleh akumulasi formaldehid yang berkembang menjadi asidosis.

Hilangnya penglihatan diduga disebabkan oleh gangguan fungsi mitokondria pada saraf optik yang menimbulkan hiperemia, edema, dan atrofi saraf optik.

Demyelinisasi saraf optik juga dilaporkan terjadi akibat perusakan myelin oleh asam format.

7

Manifestasi klinisnya sangat bervariasi. Periode latennya antara 12–24 jam setelah tertelannya methanol. Periode laten tersebut berhubungan dengan waktu yang diperlukan oleh metabolisme methanol menjadi formaldehid dan asam format.

Intoksikasi akut methanol menyebabkan asidosis metabolik yang berat dan sekuele neurologik yang serius. Sebagian besar pasien mengalami gangguan penglihatan akibat nekrosis nervus opticus atau demyelinisasi. Gejala gangguan saraf pusat meliputi sakit kepala, dizziness, kelemahan dan malaise. Tertelannya metanol dalam jumlah besar dapat menyebabkan kejang-kejang, stupor, koma, dan kematian.

1,6,7,8

Pada suatu laporan kasus tentang kejadian luar biasa yang melibatkan 323 korban, ditemukan pada keracunan methanol dapat terjadi perubahan akut sekunder akibat hipoksia / iskemia pada substansia grisea berupa edema serebri dan cedera neuronal akut disertai bintik-bintik perdarahan pada daerah meningeal dan subarachnoid. Pada seseorang yang mengalami keracunan metanol selama beberapa hari atau beberapa minggu akan menunjukkan pola kerusakan otak yang khas yaitu nekrosis putamen bilateral, terutama mengenai bagian lateral dari nuclei.

4,8

Pada beberapa kasus dapat juga ditemukan nekrosis hemoragik yang melibatkan centrum semiovale, khususnya bagian subkortikal. Temuan postmortem lainnya pada keracunan methanol meliputi kongesti paru, perdarahan epikardial, gastritis, kongesti menyeluruh dari organ dalam abdomen.

Kadang ditemukan pula infiltrasi ringan dari lemak pada hati. Pada 13 dari 17 otopsi yang dilakukan, terlihat nekrosis dari pankreas. Nekrosis dideskripsikan terjadi sekunder terhadap cedera vaskular dan perdarahan.

8

Dalam laporan kasus yang lain dikatakan bahwa keterlibatan sistem saraf pusat

dan perubahan pada ginjal merupakan temuan yang paling konsisten dan terlihat dengan

tingkatan yang bervariasi. Perubahan pada ginjal seperti berbagai tingkatan dari

(11)

degenerasi tubular ginjal ( perubahan cloudy atau vacuolar parah ) dengan patchy necrosis terlihat pada semua kasus. Pengaruh yang bervariasi pada organ lain juga terjadi.

Temuan utamanya adalah edema ringan paru-paru, perubahan cloudy pada otot jantung, kongesti dan bercak perdarahan pada mukosa lambung, pankreatitis akut, perlemakan hati, serta adanya lemak mikrovesikular pada sel-sel hati.

9

Di Bali selama periode Mei sampai Juni 2009, terdapat kejadian luar biasa (KLB) keracunan akut methanol dengan tempat kejadian keracunan yang tersebar di beberapa kabupaten/kodya yaitu Kabupaten Badung, Kodya Denpasar, dan Kabupaten Tabanan.

Hal ini merunut pada data korban keracunan akut methanol yang masuk ke RSUP Sanglah Denpasar selama periode Mei sampai Juni 2009. Menurut data di bagian/SMF/Instalasi Kedokteran Foensik RS Sanglah/FK Unud terdapat 40 orang yang mengalami gejala keracunan akut methanol pada KLB tersebut, 28 orang diantaranya meninggal dan 6 orang menjalani proses otopsi. Dari 6 korban otopsi, hanya 4 kasus yang dilakukan pemeriksaan histopatologi dan dilaporkan pada tulisan ini.

Pada pemeriksaan postmortem yang dilakukan pada korban keracunan methanol di Bali, ditemukan pelebaran vena di daerah leher di semua korban. Pada batang tenggorok korban ditemukan pula buih dan pelebaran pembuluh darah. Paru kanan dan kiri semua korban mengeluarkan cairan merah (darah) berbuih saat dilakukan penekanan.

Pada semua kasus ditemukan bintink perdarahan permukaan paru. Temuan tersebut merupakan tanda khas kematian yang disebabkan oleh asfiksia. Dalam kasus ini, para korban mengalami asfiksia akibat keracunan methanol yang menimbulkan depresi pada susunan saraf pusat, dalam hal ini pernafasan. Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dibedakan menjadi 4 fase, yaitu fase dispnea, fase konvulsi, fase apnea, dan fase akhir. Buih halus di batang tenggorokan yang ditemukan pada korban kasus 2 dan 3 bisa muncul akibat peningkatan aktifitas pernafasan pada fase 1 yang disertai sekresi selaput lendir saluran nafas bagian atas. Keluar masuknya udara yang cepat dalam salurab sempit akan menimbulkan busa yang kadang bercampur dengan darah akibat pecahnya kapiler.

10

Pada semua kasus juga ditemukan perdarahan dengan tingkat yang bervariasi di

bagian-bagian tertentu dari jantung. Pada ginjal semua korban ditemukan pula pelebaran

pembuluh darah. Di semua korban, kecuali kasus 4, pada otak besar, otak kecil dan

(12)

batang otak ditemukan pelebaran pembuluh darah, bahkan pada kasus 1 ditemukan perdarahan pada putamen kanan dan kiri, serta perdarhan pada pons. Gambaran pelebaran pembuluh darah di berbagai organ dapat terjadi akibat peningkatan tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah terutama pada vena, venula, dan kapiler yang terjadi pada fase ke- 2 gejala asfiksia. Asam format juga menghambat sitokrom c oksidase mitokondria yang menyebabkan terjadinya gejala hipoksia pada tingkat seluler. Hipoksia dapat merusak endotel kapiler sehingga dinding kapiler yang terdiri dari selapis sel akan pecah dan timbul bintik-bintik perdarahan yang disebut tardieu’s spot.

11

Hasil pemeriksaan histopatologi pada semua kasus menunjukkan adanya tanda asfiksia berupa pelebaran pembuluh darah kapiler sistemik. Khusus pada kasus 1 ditemukan perdarahan pada kedua putamen dan pons. Pada kasus 3 ditemukan pula adanya claudy swelling dan tubuloreksis loop of Henle. Temuan ini mungkin terjadi karena 2-5 % metanol yang masuk ke dalam tubuh diekskresi dalam bentuk yang tidak berubah melalui ginjal.

3,6

Konsentrasi formaldehid juga dapat ditemukan pada ginjal dan saluran pencernaan.

9

Sesuai dengan hal tesebut, dapat dijelaskan perubahan degeneratif yang parah di tubulus ginjal dan kapiler peritubuler. Perubahan pada ginjal ini menyerupai perubahan awal yang terjadi pada kasus gigitan ular berbisa, haemolytic uremic syndrome dan toksemia gravidarum.

9

Hal yang berbeda ditemukan pada kasus 4, dimana kemungkinan yang menyebabkan kematian adalah adanya plak aterosklerosis pada hampir semua cabang arteri koronaria kanan dan kiri yang menyisakan lebar lumen sebesar 1-50%.

Dari bahan pemeriksaan yang dikirimkan ke Laboratorium Forensik Polda Bali, pada sampel darah dan urin ditemukan metanol dan etanol dalam kadar yang bervariasi.

Temuan ini mendukung penyebab kematian korban adalah benar akibat keracunan metanol. Kecuali pada kasus 4, dimana sebab kematian korban adalah penyempitan arteri koronaria yang mengakibatkan iskemik otot jantung, adanya metanol dalam darah mempercepat kematian korban.

Kesimpulan

Telah dilaporkan 4 kasus keracunan metanol. Berdasarkan pemeriksaan otopsi,

toksikologi dan histopatologi disimpulkan bahwa kematian tiga korban disebabkan

(13)

keracunan metanol dan satu korban lainnya karena atherosklerosis cabang-cabang arteri koronaria dan adanya metanol dalam darah mempercapat kematian korban

Daftar Pustaka

1. Anonim. 2009. Methanol poisoning overview. URL:

http//www.antizol.com/mpoisono.htm.accessed July 18 2009.

2. Krautz JA, Kurtz I. Toxic alcohol ingestion: clinical features, diagnosis, and management. Clin J Am Soc Nephrol. 2008; 3: 208-225.

3. Anonim. 2009. Methanol poisoning treatment with ethanol. URL:

http//www.wikitox.com.accssed July 26 2009.

4. Blanco M, Casado R, Va´ zquez F, Pumar JM. CT and MR imaging findings in methanol intoxication. American Joural of Neuroradiology. 2006; 27: 452– 454 5. Methanol. 2009; available at: URL: http//www.wikipedia.com.accessed July 18 2009.

6. Methanol. 2009; available at: URL: http//www.dorway.com.accessed July 19 2009.

7. Korabathina K, Benbadis SR. 2007. Methanol. URL: http//www.emedicine.com.

accessed July 19 3009.

8. Bennet IL, Carry FH, Mitchell GL, Cooper MN. Acute methyl alcohol poisoning: a review based on experiences in an outbreak of 323 cases. Atlanta: Atlanta University School of Medicine Press; 1953.

9. Mittal BV, Desai AP, Khade KR. Methyl alcohol poisoning: an autopsy study of 28 cases. J Postgrad Med. 1991; 37 (1): 9-13.

10. Brandis K. 2009. Methanol poisoning. URL: http//www.anaesthesiamcq.com.acessed July 19 2009.

11. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Winardi T, Mun’im A, Hertian S. Ilmu

Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 1997.

Referensi

Dokumen terkait