HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisa Proksimat Batang Sawit
Tahapan awal penelitian, didahului dengan melakukan analisa proksimat atau analisa sifat-sifat kimia seperti kadar air, abu, ekstraktif, selulosa dan lain sebagainya bahan baku batang sawit yang telah dipisahkan menjadi tiga (3) bagian;
yaitu parenkim (P), vaskular bundel (VB) dan campuran parenkim dan vaskular bundel (PVB) (Gambar 1). Dan juga analisa beberapa sifat kimia bahan baku yang telah dipulping sebelum dilakukan hidrolisis.
Tabel 1. Analisa Proksimat bahan baku dan pulp batang sawit
No Parameter Bahan baku Pulp
P VB PVB P VB PVB
1. Kadar air 10.5 9.88 10.4 10.4 9.56 10.6
2. Kadar abu 6.73 6.14 2.87
3. Kadar zat ekstraktif
8.30 6.17 8.80
4. Kelarutan dalam air panas
9.53 7.14 9.15
5. Kelarutan dalam air dingin
8.30 6.17 8.80
6. Kelarutan dalam NaOH 1%
14.7 18.6 29.6
7. Kadar Kelarutan dalam alkohol benzena
6.28 5.65 5.64 2.37 6.76 3.56
8. Kadar Lignin 28.9 26.7 28.5 14.9 13.7 6.96
9. Kadar selulosa 49.9 53.45 50.08 79.02 78.18 81.1
10. Kadar pati 22.8 20.3 14.4 13.5 12.4 5.88
Keterangan : P= parenkim; VB= vaskular bundel; dan PVB= parenkim & vaskular bundel
Dari Tabel 1. Dapat dilihat bahwa setelah dilakukan pemisahan bagian batang
sawit (Gambar 4.), parenkim menunjukkan nilai kadar abu, ekstraktif,kelarutan dalam
air dingin,alkohol benzena,kadar lignin, selulosa dan pati yang lebih tinggi dibanding
bagian lainnya (VB dan PVB). Parenkim merupakan bagian dalam batang yang
masih banyak mengandung pati (22.8%), akan tetapi ternyata pada serat (VB) juga
masih banyak mengandung pati (20.3%), karena banyaknya pati yang terperangkap
dalam matriks serat limbah sagu, seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Adeni, et al. (2012) (Gambar 5.). Karena masih cukup banyak mengandung pati, maka P dan PVB dilakukan perlakuan pendahuluan untuk mengeluarkan pati dari sampel yang akan dihidrolisis, dikhawatirkan akan menghambat kerja enzim selulase atau ragi dalam produksi bioetanol dengan menggunakan asam lemah. Asam berkosentrasi rendah dapat digunakan dalam proses solubilisasi dan hidrolisis pada pati, dengan asumsi selulosa tidak ikut terhidrolisis ketika hidrolisis pati menggunakan asam konsentrasi rendah. Selama proses hidrolisis selalu terjadi kehilangan glukosa (10-20%) tergantung pada waktu, suhu dan konsentrasi asam Oleh karena itu diperlukan adanya faktor koreksi yang didasarkan pada kerugian selama proses hidrolisis pati ketika memperkirakan konsentrasi pati yang digunakan (Smith et al., 2006) ,sedangkan untuk VB tidak dilakukan perlakuan pendahuluan untuk dilihat pengaruhnya pada proses produksi bioetanol.
Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman yang berikatan dengan bahan lain yaitu lignin dan hemiselulosa membentuk lignoselulosa.
Selulosa mengandung sekitar 50-90% bagian berkristal dan sisanya bagian amorf.
Ikatan β-1,4 glukosida pada serat selulosa dapat dipecah menjadi monomer glukosa
dengan cara hidrolisis asam atau enzim. Struktur berkristal serta adanya lignin dan
hemiselulosa disekeliling selulosa merupakan hambatan utama dalam
menghidrolisis selulosa. Lignin adalah polimer dengan struktur aromatik yang
terbentuk melalui unit-unit fenilpropan yang berhubungan secara bersama oleh
beberapa jenis ikatan yang berbeda. Lignin secara fisik membungkus mikrofibril
selulosa dalam suatu matrik hidrofobik dan terikat secara kovalen baik pada selulosa
maupun hemiselulosa. Hubungan lignin karbohidrat lebih berperan dalam
mencegah hidrolisa polimer selulosa (Judoamidjojo et al. 1989).
Gambar 4. Batang sawit (PVB) yang terdiri dari parenkim (P); dan vaskular bundel (VB)
Penentuan kadar selulosa pada limbah batang sawit dilakukan beradasarkan Norman dan Jenkins (Wise, 1944). Sedangkan kadar lignin menggunakan standar SNI dengan proses ekstraksi dengan alkohol 95%. Kadar lignin batang sawit pada semua bagian (P, VB dan PVB) menunjukkan nilai yang sama tinggi antara 26-28%.
Lignin dalam dinding sel menutupi selulosa sehingga enzim akan mengalami kesulitan untuk mengkonversi selulosa menjadi gula dan etanol. Oleh karena itu perlu adanya delignifikasi atau pretratment untuk mengurangi kadar lignin dalam sampel sebelum hidrolisis. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, tanpa delignifikasi, efisiensi hidrolisis akan menunjukkan hasil yang rendah (˂ 20%) (Lynd et al., 1999). Dari beberapa metode pretreatment, alkali pretreatment merupakan salah satu metode yang efektif untuk meningkatkan area permukaan dengan menambah ukuran partikel biomasa, memutus ikatan antara lignin dan karbohidrat dan melarutkan beberapa lignin (Modenbach dan Nokes, 2012). Setelah perlakuan alkalin pulping (pretreatment) pada semua sampel, kadar lignin batang sawit bagian P, VB dan PVB menunjukkan penurunan, yaitu 14.9; 13.7; 6.96% secara berurutan.
Sehingga diharapkapkan, dengan menurunnya kadar lignin pada bahan substrat, hidrolisis enzimatis akan maksimal hasilnya. Seiring menurunnya kadar lignin, maka kadar selulosa bahan menjadi meningkat. Bagian PVB menunjukkan kadar selulosa yang tertinggi (81.1%) dibandingkan dua yang lainnya, sehingga menunjukkan bahan lignoselulosa yang cukup potensial untuk dijadikan bahan baku pembuatan bioetanol.
Parenkim (P) Vaskular bundel (VB)
Gambar 5. Butiran pati sagu (arah panah) yang terperangkap pada serat limbah sagu yang belum dilakukan pretreatment
B. Kadar Gula Pereduksi Batang Sawit dengan Konsentrasi Enzim 10 FPU/g substrat
Hidrolisis enzimatis masing-masing sampel (10%) dilakukan selama 48 jam pada suhu 50° C dengan pemberian selulase dengan masing2 konsentrasi 10 dan 15 FPU/g substrat dan tween 20 sebagai surfaktan. Setelah 48 jam, inkubasi dihentikan dan hasil hidrolisis akan diberi ragi saccharomyces cerevisiae (fermipan) untuk difermentasi selama 72 jam untuk menghasilkan etanol. Sebelum dan sesudah di fermentasi, diambil sedikit contoh larutan gula untuk diukur kadar glukosa pereduksi yang dihasilkan sebelum diubah menjadi etanol dan berapa sisanya setelah menjadi etanol. Sebelum pengukuran, dibuat kurva kadar glukosa murni sebagai standar perhitungannya (Gambar 6.).
Gambar 6. Kurva standar gula
y = 2,9851x + 0,6495 R² = 0,9983
0 1 2 3 4 5 6
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6
Konsentrasi (g/l)
absorban