• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. Mengetahui pelaksaan penilaian terhadap kinerja hakim yang akan dilakukan promosi di. Provinsi Sulawesi Utara;

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2. Mengetahui pelaksaan penilaian terhadap kinerja hakim yang akan dilakukan promosi di. Provinsi Sulawesi Utara;"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA ---

KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK TIM PANITIA KERJA RANCANGAN UNDANG-UNDANG MAHKAMAH AGUNG DAN

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA PROVINSI SULAWESI UTARA PADA MASA PERSIDANGAN III TAHUN SIDANG 2012 - 2013

--- I. PENDAHULUAN

Pada tanggal 7-9 Juni 2012 Tim Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Mahkamah Agung (RUU MA) telah melakukan konsinyering untuk menyisiran dan membahas terhadap Daftar Inventaris Masalah (DIM) yang bersifat Substansi sebanyak 90 DIM. Berkenaan dengan hal tersebut, Tim Panja RUU MA DPR RI bersama Pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh Dirjen Perundang-undangan Kementrian Hukum dan HAM RI telah menemukan beberapa permasalahan yang bersifat substansi yang perlu dilakukan pendalaman lebih lanjut, sebelum menyetujui atau tidak menyetujui Substansi yang terdapat dalam Draft RUU MA tersebut.

Permasalahan yang memerlukan pendalaman khusus tersebut antara lain; Pertama, terkait dengan Panitera Pengganti pada Mahmakah Agung, karena untuk menjadi panitera pengganti pada Mahkamah Agung, maka disyaratkan harus memiliki pengalaman paling singkat 10 (sepuluh) tahun sebagai hakim pada pengadilan tingkat pertama; Kedua, terkait dengan umur hakim agung pada jalur karir yang dipersyaratkan setidaknya berumur 50 (lima puluh) tahun. Persyarakatan ini didasarkan pada ketentuan dalam Pasal 14 ayat (1) huruf g UU Peradilan Umum, yaitu usia minimum hakim adalah 25 tahun, sehingga calon hakim agung dari jalur karir berusia sekitar 50 (lima puluh) sampai 55 (lima puluh lima) tahun, yang mengikuti jenjang kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil, yaitu per 4 (empat) tahun sekali.

Tentunya hal tersebut juga terkait dengan mekanisme Promosi, Demosi dan Mutasi hakim-hakim ditingkat PN dan PT yang dilakukan oleh Mahkamah Agung.

Sedangkan yang terkait dengan pembahasan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan (UU Kejaksaan), telah dibentuk Tim Panitia Kerja RUU Perubahan atas UU Kejaksaan yang saat ini sedang dalam pembahasan DIM.

Panitia Kerja telah melakukan beberapa kali rapat pembahasan. Semangat perubahan UU Kejaksaan sangat diperlukan dan dimaksudkan untuk lebih memantapkan kedudukan dan peran Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga negara yang dapat menjalankan fungsi secara bebas dari pengaruh dan tekanan pihak manapun. Selain itu melalui perubahan ini mendorong profesionalisme lembaga kejaksaan dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya.

Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Oleh karena itu perlu dilakukan penataan kembali terhadap Kejaksaan. Pokok-pokok perubahan antara lain meliputi, penegasan lembaga kejaksaan untuk kembali pada fungsi dasarnya yaitu melakukan penuntutan, penentuan kriteria dan persyaratan Jaksa Agung, dan penguatan sistem pendukung khususnya aspek administrasi dan penganggaran sehingga pelaksanaan tugas-tugas institusi kejaksaan dapat optimal.

Dengan begitu perlu pendalaman terutama secara umum terkait dengan hal Kedudukan kejaksaan, independen secara fungsional, Susunan organisasi. Pengaturan secara jelas Tugas dan wewenang kejaksaan, Komisi Kejaksaan, Sekretariat Jenderal, dan ketentuan mengenai Larangan dan Sanksi.

Terkait dengan hal tersebut diatas, Tim Panja RUU MA dan RUU Kejaksaan DPR RI memandang perlu untuk melakukan pengumpulan data lapangan dengan melakukan kunjungan lapangan ke daerah-daerah yang dilakukan secara random, yakni khususnya ke Pengadilan Tinggi,

(2)

2 Kejaksaan Tinggi, Kepolisian Daerah di Provinsi tersebut. Tim Panja RUU MA dan Kejaksaan, kemudian mengambil sampel di 2 Provinsi, yaitu Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Bali sebagai sampel untuk pengumpulan data lapangan.

II. MAKSUD DAN TUJUAN II.1. Maksud

Hal-hal yang perlu mendapat atensi dalam kunjungan ini, yang terkait dengan RUU tentang Mahkamah Agung adalah:

1. Mengetahui bagaimana proses promosi, demosi dan mutasi yang diberlakukan terhadap hakim- hakim Provinsi Sulawesi Utara;

2. Mengetahui pelaksaan penilaian terhadap kinerja hakim yang akan dilakukan promosi di Provinsi Sulawesi Utara;

3. Mengetahui bagaimana proses seleksi hakim di Provinsi Sulawesi Utara;

4. Mengetahui pendapat hakim-hakim di wilayah Provinsi Sulawesi Utara terkait dengan umur hakim agung dari jalur karier dan mengetahui pendapat terkait dengan syarat pengalaman hakim untuk dapat menjadi panitera pengganti pada Mahkamah Agung.

Sedangkan yang terkait dengan RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan adalah:

1. Mengetahui bagaimana proses dan pertimbangan yang diberikan dalam penentuan kriteria terhadap mekanisme rekrutmen dan seleksi, promosi, demosi, dan mutasi Jaksa yang ada di Provinsi Sulawesi Utara;

2. Sehubungan dengan pembahasan dalam Panja, mengenai pelatihan dan pendidikan khusus Jaksa, untuk mendapat masukan terkait proses rekruitmen dan kriteria dalam seleksi, terutama terkait latar belakang ilmu hukum dan pengalaman di bidang hukum, usia, dan integritas yang ada di Kejaksaan Tinggi Provinsi Sulawesi Utara.

3. Mendapat masukan atau pendapat terkait kedudukan dan pelaksanaan tugas dan kewenangan Jaksa dalam yang didasari dengan prinsip merdeka dan profesional. Begitu pula, mendapat laporan mengenai sistem dan hasil pengawasan terhadap Jaksa-jaksa dan kendala yang dihadapi dalam pengawasan di wilayah Kejaksaan Tinggi Provinsi Sulawesi Utara.

4. Mendapat masukan terkait pelaksanaan tugas penyidikan dan penuntutan Jaksa, koordinasi antara penyidik dan penuntut umum, termasuk juga manajemen penanganan perkara atau standar operational procedure khusus dalam percepatan penanganan kasus dan fungsi intelijen Jaksa dalam investigasi dan penemuan alat bukti di Kejaksaan Tinggi Provinsi Sulawesi Utara.

5. Mendapat data atau informasi terkait dengan ratio kebutuhan Jaksa Struktural dan Fungsional di Kejaksaan Tinggi Provinsi Sulawesi Utara;

6. Mendapat masukan terkait dengan dukungan pelaksanaan teknis dan operasional terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi Jaksa di Provinsi Sulawesi Utara,

7. Pendapat atau Masukan terkait kriteria Jaksa Agung dalam rangka penguatan lembaga Kejaksaan.

Adapun dalam kunjungan ini, tim akan meminta pendapat dan masukan dari Kepolisian sebagai lembaga yang terkait pula dengan pembahasan rancangan undang-undang ini diantaranya yakni:

1. Meminta pendapat Kepolisian mengenai permasalahan bolak-baliknya perkara yang kerap terjadi antara Polisi dan Jaksa dan solusi yang dapat dicapai di level kebijakan, untuk mendapatkan persamaan persepsi mengenai alat bukti yang “meyakinkan dan sah”.

2. Terkait dengan hal tersebut dan juga penanganan perkara yang efektif dan efisien, meminta masukan dari Kepolisian tentang pengaturan untuk pelaksanaan intelijensi dan koordinasi antar penegak hukum yang selama ini dilakukan, terutama dalam penanganan tindak pidana khusus (seperti Narkoba, Korupsi, dan terorisme).

3. Mendapat saran dan pendapat sebagai comparative study tentang pelaksanaan hukum acara di lapangan, seperti penentuan perlunya penahanan, kriteria pemberian penangguhan penahanan, fungsi penyadapan, ataupun mekanisme pemanggilan saksi atau tersangka serta perlindungan hak-hak saksi dan tersangka; dan hal-hal lain dalam pengaturan hukum acara untuk disesuaikan dengan Hukum Acara Pidana yang berlaku. Beserta pula kendala yang dihadapi, terutama terkait dengan koordinasi dengan penyidik dan penuntut umum.

4. Mengetahui pelaksanaan pendidikan dan pelatihan di Kepolisian untuk mendapat

(3)

3 perbandingan, terutama substansi atau materi bagi anggota untuk dapat menjadi seorang penyelidik dan penyidik, hambatan yang dihadapi, dan pengawasannya.

5. Mendapat masukan terkait dengan pengawasan terhadap anggota, dalam hal ini juga sebagai elemen pembanding dalam sistem pengawasan, mutasi, promosi pada kejaksaaan.

II.2 Tujuan

1. Mengadakan pertemuan dengan instansi-instansi terkait, yaitu Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi beserta jajarannya; Kejaksaan Negeri dan Kejaksaan TInggi dan jajarannya;

dan Kepolisian Daerah beserta jajarannya.

2. Mendiskusikan kebutuhan dan kesiapan Pengadilan Negeri; Pengadilan Tinggi, Kejaksaan Negeri dan kejaksaan Tinggi, terkait dengan promosi, demosi dan mutasi anggotanya;

III. WAKTU DAN TEMPAT KUNJUNGAN LAPANGAN Hari/Tanggal : Kamis, 21 Februari 2013 Waktu : 09.00 – 17.00 WIB

Kegiatan : Pertemuan dan kunjungan ke instansi sebagai berikut:

1. Kejaksaan Tinggi Manado beserta Kapolda Manado, Sulawesi Utara beserta jajarannya;

2. Pengadilan Tinggi Manado beserta jajarannya;

IV. HASIL KUNJUNGAN KERJA

1. Kunjungan Ke Kejaksaan Tinggi Manado

Kunjungan Lapangan dalam Rangka RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara, pada tanggal 21 Februari 2013, yang dihadiri oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara beserta jajarannya, Kepala kejaksaan Negri di Sulawesi Utara, Kapolda Sulawesi Utara beserta jajarannya. Dalam paparannya Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara menjelaskan sebagai berikut :

1. Proses dan Pertimbangan Rekrutmen dan Seleksi Jaksa di Kejaksaan RI

1) Tujuan rekrutmen calon Jaksa adalah untuk mencari sumber daya manusia Jaksa yang memiliki kemampuan intelektual, professional, integritas kepribadian serta memiliki disiplin tinggi.

2) Calon Jaksa harus berasal Pegawai Negri Sipil dimana perekrutannya tunduk pada persyaratan umum yang diatur dalam UU Kepegawaian.

3) Untuk tetap menjadi jaksa harus sarjana hukum sebab di fakultas hukum itu lebih banyak dipelajari ilmu-ilmu penegakan hukum daripada di fakultas lain.

2. Proses dan Pertimbangan Promosi, demosi dan Mutasi Jaksa

1) Sistem pembinaan karir Jaksa bertujuan untuk menciptakan terwujudnya good governance pada institusi Kejaksaan yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme dengan berorientasi pada pelayanan prima kepada masyarakat pada umumnya dan pencari keadilan pada khususnya.

2) Instrumen yang dipergunakan untuk pembinaan karier Jaksa adalah sistem prestasi kerja dan sistem karier yang diukur dengan proses assesmen kompetensi yang bertujuan untuk memilih orang yang tepat pada jabatan yang tepat dan pengembangan Jaksa sesuai kompetensi yang dibutuhkan dimasa depan.

3) Sistem pembinaan pegawai mengambarkan jalur pengembangan karir yang menunjukkan keterkaitan dan keserasian antara jabatan, pangkat, pendidikan dan pelatihan, kompetensi serta masa jabatan seorang pegawai sejak pengangkatan pertama dalam jabatan tertentu sampai dengan pensiun.

4) Mutasi dilaksanakan berdasarkan kebutuhan organisasi, pengembangan wawasan Pegawai, penyegaran dan menempatkan orang yang tepat pada jabatan yang tepat sehingga setiap tugas dapat dilakukan secara lebih efektif, efisien dan professional.

5) Dalam pelaksanaannya mutasi mempertimbangkan analisa beban kerja pada masing-masing kerja dan jabatan, dan dilaksanakan sesuai kebutuhan dinas.

(4)

4 3. Penindakan terhadap Jaksa dalam pelaksanaan tugas dengan izin Jaksa Agung

Untuk menangkap jaksa yang melakukan tindak pidana harus dengan izin Mahkamah Agung sebab jaksa bertindak untuk dan atas nama Negara sesuai dengan pasal 8 UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI. Pengaturan ini untuk melindungi Jaksa ketika sedang melaksanakan tugas, yang notabene bertindak atas nama Negara.

4. Mekanisme dalam sistem dan hasil pengawasan terhadap Jaksa-jaksa dan kendala yang dihadapi dalam pengawasan di wilayah Kejaksan TInggi

Bentuk pengawasan di Kejaksaan ada 2 yaitu Pengawasan melekat dan pengawasan fungsional. Pengawasan melekat yang dilaksanakan secara terus menerus dengan memperhatikan sistem pengendalian manajemen. Pengawasan fungsional terdiri dari Pemeriksaan di belakang meja, Inspeksi umum, Inspeksi pimpinan dan Inspeksi khusus.

5. Pemeriksaan Tambahan terkait pelaksanaan Tugas penyidikan dan Penuntutan Jaksa

Pemeriksaan belum memberikan kontribusi yang optimal dalam pelaksanaan tugas penegakan hukum yang diemban oleh Kejaksaan, karena dalam pemeriksaan tambahan dibatasi oleh hal-hal sebagai berikut : tidak dilakukan terhadap tersangka dan harus dapat diselesaikan dalam waktu 14 hari. Keadaan ini sangat merugikan dan mencederai rasa keadilan masyarakat. Oleh karena itu kewenangan pemeriksaan tambahan agar dirubah menjadi penyidikan lanjutan. Dengan penyidikan lanjutan diharapkan optimalisasi dalam penanganan perkara tercapai dan mengurangi bolak-balik perkara. Selain itu dengan adanya kewenangan untuk melakukan penyidikan lanjutan, Jaksa berwenang untuk melakukan pemeriksaan tidak hanya terhadap saksi melainkan juga terhadap tersangka serta menggali alat bukti lain.

6. Standar kriteria Penentuan Alat Bukti

Kata “keyakinan” dalam menangani suatu perkara yang ada dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan tetap dicantumkan sebab memberi semangat kepada jaksa bahwa apa yang dilakukan oleh jaksa sudah benar.

7. Kriteria mengenai Jaksa Agung

Berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun dan paling tinggi 60 (enam puluh) tahun pada saat pengangkatan dan mempunyai pengalaman sebagai Jaksa paling rendah 25 tahun.

8. Masukan-masukan/usulan-usulan lain terkait penyempurnaan draft RUU Kejaksaan

 Usulan terkait dengan peningkatan kesejahteraan untuk Jaksa.

 Usulan terkait batasan usia pensiun. Batasan usia pensiun diusulkan dari 62 tahun menjadi 60 tahun. Perubahan usia pensiun Jaksa dari 62 tahun menjadi 60 tahun dengan pertimbangan bahwa setelah usia 60 tahun rata-rata para Jaksa sudah mengalami penurunan produktifitas kerja.

 Usulan terkait dengan perluasan kewenangan Kejaksaan. Agar kejaksan dapat berperan sebagai central authority (otoritas pusat) dalam hal pelaksanaan ekstradisi dan bantuan timbal balik dalam masalah pidana baik sebagai pemohon maupun termohon.

9. Usulan terhadap DPR agar tidak menjadi rumusan dalam draft RUU tentang Perubahan UU Kejaksaan

 Pencantuman larangan dan ketentuan pidana untuk Jaksa, mengingat ketentuan pidana tersebut sudah tersebar dalam berbagai perundang-undangan lainnya.

 Perluasan kewenangan Komisi Kejaksaan, seharusnya tidak menjadi belenggu bagi Jaksa Agung dan jajarannya dalam melaksanakan tupoksinya oleh karena itu

(5)

5 kewenangan Komisi Kejaksaan sebaiknya diatur dalam peraturan tersendiri dan tidak diatur rinci dan luas dalam UU Kejaksaan.

 Peran DPR dalam hal pengangkatan Jaksa Agung agar diserahkan sepenuhnya pada Presiden.

 Dalam penyampingan perkara demi kepentingan umum sebaiknya cukup hanya meminta pendapat DPR RI dan tidak harus meminta pendapat Badan atau Lembaga Negara lainnya.

 Pembentukan Sekretariat Jendral  selama ini tugas-tugas ke Sekjenan sebagai supporting unit sudah tercakup dalam lingkup dan tugas wewenang Jaksa Agung Muda bidang Pembinaan, karena itu jabatan Sekjen agar ditiadakan dan tetap dipegang oleh Jaksa Agung Muda bidang Pembinaan.

Selanjutnya masukan yang disampaikan oleh Kapolda Sulawesi Utara, adalah sebagai berikut :

1. Berkaitan dengan bolak balik perkara, sebaiknya jaksa diberikan kesempatan untuk memberikan petunjuk kepada Polisi dalam melengkapi berkas perkara hanya 1 (satu) kali.

Ketika berkas telah diperbaiki dan dikirim kembali dipertegas saja berkas tersebut diterima atau SP3.

2. Jaksa dapat melakukan penyidikan lanjutan tapi hanya pada perkara tertentu. Tidak perlu untuk seluruh perkara.

3. Dalam rangka pengawasan terhadap jaksa, penindakan disiplin tidak menghilangkan tanggung jawab pidana.

Dalam pertemuan dengan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara dan Polda Sulawesi Utara, Komisi III DPR RI tidak hanya meminta penjelasan dari Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kapolda. Peserta dalam pertemuan pun diminta memberikan masukan terhadap RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan. Adapun masukan-masukan yang disampaikan adalah sebagai berikut :

Kepala Biro Hukum dan Hubungan Luar Negeri Kejaksaan Agung

1. Dalam sistem peradilan pidana terpadu, kementerian hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) tidak menjadi pusat sehingga ketika central authority diberikan kepada Kemenkumham penyelesaian perkara menjadi lama, central authority sebaiknya diberikan kepada lembaga penegak hukum yang berada di criminal justice system, misalnya kejaksaan.

2. Dalam bolak balik perkara sebenarnya selama ini sudah ada forum koordinasi antara pemerintah (Kemenkumham) dengan lembaga penegak hukum, tapi tidak jalan. Sebaiknya forum ini saja yang diaktifkan untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Jaksa (Kejaksaan Tinggi Provinsi Sulawesi Utara)

1. Pasal 30 ayat (1) huruf d Rancangan Undang-Undang tentang Kejaksaan, sebaiknya tidak menggunakan istilah “tindak pidana tertentu” tetapi harus dinyatakan secara jelas tindak pidana apa.

2. Kewenangan penuntutan sebaiknya diserahkan saja kepada kejaksaan negeri, supaya tidak berbelit-belit lagi dalam penyusunan rentut.

Irfan Samosir (Kejaksaan Negeri Kabupaten Air Madidi Provinsi Sulawesi Utara)

1. Dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a Rancangan Undang-Undang tentang Kejaksaan, setelah frasa “aparatur sipil negara” perlu ditambahkan frasa “yang bekerja di Kejaksaan”.

2. Pengaturan mengenai pelanggaran kode etik sudah ada di institusi kejaksaan.

Jajaran Kepolisian Daerah Provinsi Sulawesi Utara

Perlu ada jaksa khusus sebagai eksekutor tindak pidana tilang yang melakukan eksekusi setelah ada putusan pengadilan mengenai tindak pidana tilang.

Jajaran Kepolisian Bidang Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Provinsi Sulawesi Utara) 1. Berkaitan dengan Pasal 30 ayat (1) huruf d tidak saja perlu diperjelas tetapi juga

disesuaikan dengan struktur organisasi kejaksaan. Di struktur organisasi kejaksaan tidak

(6)

6 terdapat “bidang tindak pidana tertentu” tetapi di kepolisian ada, disinkronkan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

2. Mengenai pemeriksaan tambahan, sebenarnya sudah ada Surat Edaran Kejaksaan Agung berkaitan dengan teknis pelaksanaannya, tetapi tidak jalan. Dalam Rancangan Undang- Undang tentang Kejaksaan ini dimunculkan kembali materi pemeriksaan tambahan, bahkan pemeriksaan tambahan dapat dilakukan terhadap tersangka. Ketentuan Pasal tersebut perlu diperjelas.

Polisi Wanita (Kepolisian Daerah Provinsi Sulawesi Utara)

1. Definisi Jaksa dalam Pasal 1 ayat (1) Rancangan Undang-Undang tentang Kejaksaan sebaiknya Jaksa adalah “PNS fungsional …”.

2. Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan sebaiknya menggunakan kata “dapat” sebab tidak semua jaksa dapat diberhentikan karena suatu alasan tertentu.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) di Provinsi Sulawesi Utara

Pembentukan jaksa eksekutor pelanggaran lalu lintas tidak diperlukan sebab semua putusan pengadilan harus dieksekusi oleh Jaksa Penuntut Umum baik kejahatan maupun pelanggaran.

2. Kunjungan Ke Pengadilan Tinggi Manado

Kunjungan Lapangan dalam Rangka RUU Mahkamah Agung ke Manado, ke Pengadilan Tinggi Manado, pada tanggal 21 Februari 2013, yang dihadiri oleh Ketua PT Manado, Perwakilan Kapolda Sulawesi Utara dan Perwakilan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara, Ketua PT Agama, Militer dan Ketua PN se Sulawesi Utara, Panitera PT dan PN se Sulawesi Utara.

Dalam paparannya, Ketua Pengadilan Tinggi Manado menjelaskan terkait dengan 4 (empat) materi pokok:

1. Jenjang jabatan karir di Kehakiman dan Mekanisme Penjenjangan di Lingkungan Kehakiman.

Peningkatan jabatan karir untuk hakim pada peradilan umum dilakukan dengan dasar hukum:

1) Pasal 14, Pasal 14a, Pasal 14b, Pasal 15 dan Pasal 16 UU No. 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum.

2) SK KMA No. 143/KMA/SK/VIII/2007 tentang Memberlakukan Buku I tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Adminstrasi Pengadilan Bidang Pola kelembagaan Peradilan, Administrasi Kepegawaian Peradilan, Administrasi Perencanaan, Administrasi Tata Persuratan, Tata Kearsipan dan Administrasi Keprotokolan, Kehumasan dan Keamanan, Administrasi Perbendaharaan, Pedoman Bangunan Gedung Kantor dan Rumah Jabatan Badan Peradilan di bawah MA RI.

Peningkatan jabatan hakim peradilan umum pada prinsipnya dilakukan secara selektif, bertahap dan bertingkat, dimulai dari:

1) Wakil Ketua Pengadilan Tingkat Pertama (Pengadilan Negeri) Kelas II, dengan berpangkat paling rendah Penata Tk.II/Hakim Pratama Muda (III/b), dan telah berpengalaman sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun sebagai hakim PN dan telah mengalami beberapa kali mutasi ke PN kelas II dengan variasi antara 2 sampai 5 tahun.

2) Selanjutnya Ketua PN Tingkat II, yang harus melalui jenjang Waka PN Kelas II terlebih dahulu.

3) Kemudian menjadi Wakil Ketua Pengadilan Negeri Kelas I B, yang harus memenuhi syarat: pernah menjabat sebagai Waka PN Kelas II; Pangkat serendahnya Pembina/Hakim Madya Pratama (IV/a).

4) Ketua PN Kelas I B, dengan memenuhi syarat antara lain: Pangkat Golongan sekurang-kurangnya Pembina Tk.I/Hakim Madya Muda (IV/b).

5) Kemudian menjadi Wakil Ketua PN kelas I A, dengan memenuhi syarat: pernah menjabat Wakil/Ketua PN Kelas I B; pangkat serendahnya Pembina Tk.I/Hakim Madya Muda (IV/b) untuk Wakil Ketua, dan untuk Ketua, sekurangnya Pembina Utama Muda/Hakim Madya Utama (IV/c).

(7)

7 6) Kemudian menjadi Hakim Tinggi, dengan syarat: berpengalaman paling singkat 5 (lima) tahun sebagai Ketua/Wakil Ketua PN atau 15 (lima belas) tahun sebagai hakim PN; usia serendah-rendahnya 40 (empat puluh) Tahun; pangkat sekurangnya Pembina Tk.I/Hakim Madya Muda (IV/b); lulus eksaminasi Hakim Tinggi dan disetujui oleh MA.

7) Kemudian, menjadi Wakil Ketua Pengadilan Tingkat Banding, dengan syarat: lulus eksaminasi yang diselenggarakan oleh MA; berpengalaman paling singkat 4 (empat) tahun sebagai hakim tinggi atau 2 (dua) tahun sebagai Hakim Tinggi yang pernah menjabat KPN.

8) Jabatan selanjutnya, sebagai Ketua Pengadilan Tingkat Banding, harus memenuhi syarat: lulus eksaminasi yang dilakukan oleh MA; sedapat mungkin berpengalaman sebagai Waka PT; berpengalaman paling singkat 5 (lima) tahun sebagai Hakim Tinggi atau 3 (tiga) tahun bagi Hakim Tinggi yang pernah menjabat KPN.

Persyaratan tersebut tetap memperhatikan: Kinerja Hakim, DP3 hakim, serta pelatihan- pelatihan yang pernah diikuti.

2. Pelaksanaan Rekruitmen hakim-hakim di Daerah

Rekruitmen hakim dilaksanakan berdasarkan kebutuhan pada reformasi hakim dengan jumlah yang disetujui oleh Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara. Rekruitmen hakim dilaksanakan terpusat oleh MA dengan tempat seleksi adalah Pengadilan Tingkat Banding di seluruh Indonesia, dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 14 UU Peradilan Umum, dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Setelah dinyatakan lulus dalam seleksi Administrasi, seleksi ujian tertutup; ujian lisan, psikotes dan kesehatan, calon hakim/PNS hakim, kemudian digembleng dalam Diklat Prajabatan selama 3 minggu;

2) Setelah dinyatakan lulus dalam Diklat Prajabatan, kemudian mengikuti Diklat dengan perincian: Diklat I Cakim Terpadu selama 2 minggu; Magang I sebagai Adminitrator selama 5 minggu; Diktat II Cakim terpadu selama 3 bulan; Magang II sebagai Panitera Pengganti selama 6 bulan; Diktat III Cakim Terpadu selama 3 bulan; Magang III sebagai Asisten Hakim selama 6 bulan; dan Magang di luar pengadilan selama 1 bulan.

3) Selanjutnya, para Cakim diangkat menjadi hakim di Pengadilan Tingkat Pertama.

3. Proses Promosi, Mutasi dan Demosi Hakim

Proses Promosi hakim dilakukan dengan memperhatikan pola penjenjangan jabatan pada peradilan umum. Untuk Wakil Ketua Pengadilan Tingkat Pertama, dengan syarat: tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin; nilai DP3 rata-rata baik dengan nilai kesetiaan lebih dari angka 91 (amat baik); sekurangnya telah menjadi hakim selama 10 (sepuluh) tahun; untuk dapat dipromosikan sebagai ketua, harus melalui wakil ketua; untuk dapat dipromosikan sebagai hakim tinggi, harus melalui jenjang Ketua/Wakil Ketua hakim PN dan lulus eksaminasi calon hakim tinggi; untuk dapat dipromosikan sebagai Ketua/Wakil Ketua Hakim Tinggi, harus melalui jenjang hakim tinggi dan lulus fit and proper test.

Proses Mutasi Hakim dilakukan dengan memperhatikan pola penjenjangan jabatan; masa kerja dan kinerja hakim yang bersangkutan.

Proses Demosi dilakukan di saat hakim tidak memenuhi/melanggar Kode Etik Hakim.

Demosi diberikan dalam bentuk hukuman disiplin ringan, sedang maupun berat berupa teguran, pengurangan tunjangan ataupun pemindanaan satuan kerja dengan penurunan Jabatan bahkan pemecatan tidak dengan hormat.

4. Usulan / Pendapat Terkait Dengan Syarat Pengalaman Hakim untuk Dapat Menjadi Panitera Pengganti Pada MA

Untuk dapat diangkat sebagai Panitera Pengganti pada Mahkamah Agung, harus memenuhi syarat:

1) Berpengalaman sebagai hakim pada Pengadilan Tingkat Pertama paling singkat 12 (dua belas) tahun dengan pangkat minimal penata Tk.I (III/d);

2) Memiliki pengalaman, ketrampilan khusus, dan pengetahuan dalam mengoperasikan komputer;

(8)

8 3) Memiliki pengalaman, dedikasi, disiplin dan kinerja yang baik dan bertanggung jawab;

4) Memiliki kepribadian tidak tercela, jujur dan memiliki pengetahuan bidang hukum yang cukup;

5) Memiliki kesanggupan bekerja sama dan membantu tugas-tugas hakim agung.

Usulan lainnya:

1. Pasal 29 : Untuk dapat menjadi Panitera MA, seorang calon harus memenuhi:

Huruf c. : berijazah S2 Ilmu Hukum atau Sarjana Hukum atau sarjana lain yang berkeahlian di bidang hukum;

Huruf d. : berpengalaman sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sebagai Panitera Muda Mahkamah Agung RI atau sebagai Panitera Pengadilan Tingkat Banding sekurang- kurangnya 5 (lima) tahun

2. Untuk dapat diangkat sebagai Panitera Muda Mahkamah Agung, memenuhi syarat:

 Sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, b, dan c.

 Berpengalaman sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sebagai Panitera Pengadilan Tingkat Banding atau sebagai Panitera Pengadilan Negeri Klas I A khusus, sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun.

3. Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Kamar Mahkamah Agung, memenuhi syarat:

 Sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, b, dan c.

 Berpengalaman sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sebagai Panitera Pengadilan Negeri Klas I A khusus atau sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebagai Panitera Pengadilan Negeri Klas I A/B.

4. Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Pengganti Mahkamah Agung, memenuhi syarat:

 Sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, b, dan c.

 Berpengalaman sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sebagai Panitera Pengadilan Negeri Klas I A/B atau sebagai Panitera Pengadilan Negeri Klas II sekurang- kurangnya 5 (lima) tahun.

5. Pimpinan Panja Komisi III DPR RI mempersilahkan Hakim, Panitera, Hakim Tinggi Agama, Hakim Tinggi Militer, Perwakilan Kejaksaan Tinggi Manado, Perwakilan Polda Manado beserta jajarannya untuk menyampaikan masukannya, antara lain:

1) KPT Manado:

Umur 25 diterima sebagai hakim, kemudian ada pra jabatan selama 1 tahun kemudian menjadi PNS, kemudian calon hakim selama 3 sampai 4 tahun, ada diklat/praktek, kemudian diangkat sebagai hakim. Ideal sebagai hakim agung antara 52 sampai 55 tahun. Tetapi realita dilapangan, mereka yang mendaftar sebagai hakim agung, usia antara 55 sampai 57 tahun, dan jarang sekali dibawah usia 55 tahun.

Proses rekruitmen yang disampaikan seperti jawaban tertulis diatas.

2) KPT Agama:

Sejak tahun 2005 Hakim agung dari Peradilan Agama belum ada (dibatasi). Hakim agung dapat memberikan keseimbangan dalam perekrutan hakim agung dari jalur karir dan perlunya kelonggaran. Panitera diharapkan bisa menjadi panitera MA.

3) Wakil Ketua PT Manado:

 Pasal 11 RUU, ada penambahan ayat (3): penentuan kebutuhan hakim khusus dari jalur non karier dengan melibatkan MA yang mengetahui kebutuhan hakim.

Dengan pertimbangan, MA betul mengetahui mengenai kebutuhan hakim khusus di MA;

 Pasal 12 RUU ayat 1 huruf a, butir ke-7, kami mengusulkan: agar rumusan tersebut dikembalikan pada rumusan undang-undang yang lama (UU No. 3 tahun 2009), dengan argumen rumusan draft tersebut terlalu luas.

(9)

9

 Pasal 98 RUU, ada pemidanaan, lebih dipikirkan lagi secara teoritis dan lebih mendalam.

4) Kepala Pengadilan Mil. Manado (Letkol. Surono):

 Pasal 56 tentang pembatasan perkara untuk kasasi. Dalam Undang-undang yang lama, pembatasannya 1 (satu) tahun, namun disini dinaikan terhadap perkara- perkara yang diancam dengan 3 (tiga) tahun, untuk Pengadilan Umum tidak masalah, namun untuk Pengadilan Militer justru bermasalah. Karena dalam praktek sehari-hari, di peradilan militer hanya ada 2, yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Tuntutan dari panglima, agar yg terkena pidana pokok kurang dari 3 tahun diberi pidana tambahan yaitu pemecatan, sedangkan berlaku pembatasan dalam Pasal 56 RUU. Dihubungkan dengan keputusan Pangab, yaitu terhadap anggota TNI yang melakukan tindak pidana susila, maka terancam pidana tambahan pemecatan. Masukan supaya di pasal 56 ini dikecualikan terhadap Peradilan Militer.

5) Ketua PN:

 Menurut pendapat Prof. Soebekti, kewenangan MA dalam tingkat Kasasi adalah kewenangan memeriksa dan mengadili. Sedangkan untuk upaya PK, MA bertindak sebagai judec facti sehingga yaitu mengadili dan memutus (Pasal 44).

 Terkait dengan Pasal 197 KUHAP, bahwa tidak disertainya penahanan, tidak berakibat pada putusan yang batal demi hukum. Tidak semua perkara, terdakwa harus ditahan, maka jangan dicampuradukan dengan masalah tidak dapat dieksekusi. Masalah eksekusi adalah masalah lain.

 Setuju usia hakim agung 70 tahun.

 Terkait dengan pemidanaan hakim, berdasarkan asas internasional, hakim tidak dapat dipidana, kecuali yang diatur dalam UU tipikor (suap).

6) Panitera Sekretaris PN:

 Untuk menjadi panitera pengganti di MA terbuka peluang bagi hakim karir dengan pengalaman selama 10 (sepuluh) tahun, namun tidak ada peluang bagi panitera untuk menjadi panitera pengganti di MA. Jalur hakim adalah jalur teknis, sedangkan jalur panitera adalah jalur kesekretariatan. Mengusulkan agar dalam Pasal 29 dipermudah untuk panitera dari peradilan di bawah MA untuk menjadi panitera MA.

 Pasal 29 ayat (2) huruf b, tidak saja berasal dari hakim, namun juga terbuka bagi panitera di Pengadilan Tinggi.

Pasal 34 ayat (1) ditambah huruf (f), yaitu telah berusia 65 tahun.

7) Hakim:

Pasal 16 ayat (2) dengan pendelegasian PP, tidak tepat.

 Pasal 56 ayat (2) huruf g, sebaiknya dengan putusan tingkat banding (ditinjau lagi dan dikaitkan juga dengan Pasal 244 KUHAP). Perlu dibuat suatu pasal yang tegas, Boleh atau Tidak di Kasasi?

 Pasal 18 ayat (6), Majelis Kehormatan Hakim, jumlahnya sesuai dengan UU Komisi Yudisial, yaitu 3:3 atau 4:4. Sehingga jumlah yang sama tidak akan menimbulkan suatu permasalahan.

dalam Pasal 56 ayat (3) berkaitan dengan Pasal 58 ayat (3) dan ayat (6).

 Pasal 56 ayat (2) huruf c dan e, kurang dari 100 juta rupiah, Siapa yg sebenarnya menentukan nilai objek perkara? Terkait dengan Pasal 244 KUHAP.

 Pasal 16 ayat (1) huruf d, tentang bagaimana mengukur pengusaha. Bagaimana kriteria yang dimaksud sebagai pengusaha.

(10)

10 8) Perwakilan Polda:

Berapa jumlah ideal hakim MA agar perkara-perkara di MA bisa diselesaikan dengan jumlah Hakim MA yg mencukupi. Hakim karir dengan pengabdian 20 tahun, beda dengan hakim non karir yg lebih mudah.

Ketua Tim Kunjungan Lapangan/

Wakil Ketua Komisi III DPR RI

DR. AZIZ SYAMSUDDIN, S.H

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini tentunya menjadi pertimbangan menarik bagi peneliti karena berdasarkan data yang diperoleh peneliti tidak semua koperasi memiliki kinerja yang maksimal atau SHU yang

kering benih, kandungan karotenoid dan antosianin benih dan buah, jumlah daun dan tinggi bibit mencapai maksimum dan menurun pada fase kedua. Selama periode

Los yang akan direncanakan pada pasar Banjarsari yaitu areal yang ditinggikan kira-kira 30 cm untuk para pedagang dan pembeli dalam tawar menawar barang antara pedagang dan pembeli

yang diberikan wewenang mengajukan permohonan izin berupa surat persetujuan kepada Presiden atau pejabat yang ditunjuk untuk Peijalanan Dinas Jabatan dalam rangka

Hasil penelitian tentang karakteristik kertas seni dari rumput gajah (Pennisetum purpureum) diperoleh data hasil pengujian ketahanan tarik, ketahanan sobek

Tugas Akhir dengan judul “KAJIAN DAM BREAK WADUK WONOGIRI DENGAN HEC-RAS 4.0 “ diharapkan dapat menjadi salah satu wacana dan solusi untuk memenuhi kebutuhan air

Sedangkan sebagiannya lagi tidak ada respons terhadap sentuhan (telah mati). Selain itu, bentuk tubuh larva caplak anjing juga berubah. Tubuh larva caplak anjing pada kontrol