• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERIAN REMISI KEPADA NARAPIDANA PEREMPUAN YANG TERLIBAT TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN PEREMPUAN KLAS II A PALEMBANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBERIAN REMISI KEPADA NARAPIDANA PEREMPUAN YANG TERLIBAT TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN PEREMPUAN KLAS II A PALEMBANG"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERIAN REMISI KEPADA NARAPIDANA PEREMPUAN

YANG TERLIBAT TINDAK PIDANA NARKOTIKA

DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN PEREMPUAN KLAS II A PALEMBANG

S K R I P S I

Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Oleh :

Elva Kurnia Apryana 02011381621359

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SRIWIJAYA

PALEMBANG 2020

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...i

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI...ii

HALAMAN PERNYATAAN...iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN...iv

UCAPAN TERIMA KASIH...v

KATA PENGANTAR...vii DAFTAR ISI...viii DAFTAR TABEL...xi ABSTRAK...xii BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang... 11 B. Rumusan Masalah...13 C. Tujuan Penelitian ... 13

(7)

D. Manfaat Penelitian...14 E. Ruang Lingkup...15 F. Kerangka Teori...15 G. Metode Penelitian...17 1. Jenis Penelitian...17 2. Pendekatan Penelitian...18

3. Jenis dan Sumber Data...18

4. Teknik Pengumpulan Data...20

5. Lokasi Penelitian...21

6. Populasi dan Sampel...21

7. Teknik Analisis Data...22

8. Teknik Penarikan Kesimpulan...23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...24

A. Tinjauan Umum Tentang Pidana dan Pemidanaan...24

1. Pengertian Pidana dan Pemidanaan,...24

2. Tujuan Pemidanaan...27

B. Tinjauan Umum Tentang Narkotika...32

1. Pengertian Narkotika...32

2. Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika...33

C. Tinjauan Umum Tentang Lembaga Pemasyarakatan...36

(8)

2. Tujuan dan Fungsi Lembaga Pemasyarakatan...38

3. Sistem Pemasyarakatan...39

4. Pengertian Narapidana...40

5. Jenis Narapidana...42

D. Tinjauan Umum Tentang Remisi...44

1. Pengertian Remisi...44

2. Dasar Hukum Remisi...45

3. Tujuan Pemberian Remisi...48

4. Jenis-Jenis Remisi...50

5. Prosedur Pemberian Remisi...52

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN...55

A. Gambaran di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas II A Palembang...55

B. Prosedur Pemberian Remisi Kepada Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas II A Palembang...57

C. Hambatan dalam Pemberian Remisi Kepada Narapidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas II A Palembang...81

BAB IV PENUTUP...89

A. Kesimpulan...89

(9)

DAFTAR TABEL

(10)
(11)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Hukum Pidana yang berlaku di Indonesia dibedakan menjadi dua macam, yaitu hukum pidana umum yang dikenal dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) dan hukum pidana yang tersebar di luar

KUHP atau biasa dikenal dengan hukum pidana khusus.1

Pemerintahan Indonesia dalam upaya penegakan hukum menerbitkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, disahkan di Jakarta pada tanggal 12 Oktober 2009 dan dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 143 Tahun 2009 yang bertujuan untuk melakukan pencegahan, penanggulangan maupun pemberantasan bahaya penyalahgunaan narkotika.

Undang-Undang khusus tentang narkotika yaitu Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika sebagai revisi dari Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 Tentang Narkoba dan Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 Tentang Psikotropika.2

1 Eddy O.S. Hiariej, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana (Edisi Revisi), Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta, 2016, hlm 23..

2 Adami Chawazi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, Rajawali Pers, Jakarta, 2008, hlm 131.

(12)

Tindak Pidana Narkotika termasuk dalam tindak pidana khusus. Menurut Aziz Syamsuddin, tindak pidana khusus adalah sebagai perundang-undangan di bidang tertentu yang memiliki sanksi pidana, atau tindak pidana yang diatur dalam undang-undang khusus, diluar KUHP, baik perundang-undangan pidana maupun bukan pidana, tetapi memiliki sanksi

pidana (Ketentuan yang menyimpang dari KUHP).3

Pengertian narkotika menurut Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika Pasal 1 angka 1 adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, atau ketagihan yang sangat berat.4

Pengertian tindak pidana narkotika adalah perbuatan pidana yang dilakukan oleh subjek pidana yang menggunakan zat atau obat yang dilarang oleh undang-undang yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi hingga menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, baik pelaku maupun orang lainnya.5

Narkotika memiliki sisi positif yaitu dapat dijadikan bahan yang bermanfaat dalam bidang kesehatan. Tetapi di sisi lain narkotika dapat

3 Aziz Syamsuddin, Tindak Pidana Khusus, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, hlm 8. 4 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

5 Rodliyah dan Salim HS, Hukum Pidana Khusus (Unsur dan Sanksi Pidananya), Rajawali Pers, Depok, 2017, hlm 87.

(13)

memberikan dampak yang negatif terhadap pribadi dan masyarakat yaitu menimbulkan efek ketergantungan terhadap diri sendiri, Sedangkan efek bagi masyarakat yaitu menyebabkan kecelakaan, menimbulkan tindak kejahatan/kriminal, dan gangguan lain terhadap masyarakat, sehingga dapat merugikan apabila digunakan tanpa pengawasan.6

Saat ini penyalahgunaan narkotika makin meningkat dan melibatkan berbagai kalangan termasuk kalangan perempuan, salah satu faktor yang mempengaruhi keterlibatan perempuan dalam penyalahgunaan narkotika yaitu aktivitas diluar rumah yang lebih sering dan lingkungan pergaulan yang luas serta kebutuhan pokok yang kian meningkat hal tersebut bisa menjadi faktor pendorong perempuan menyalahgunakan narkotika baik sebagai pengguna, pengedar, maupun kurir. 7Penyalahgunaan narkotika adalah perbuatan yang melanggar hukum pidana dan termasuk dalam kejahatan luar biasa (Extraordinary Crime). Oleh karenanya perbuatan penyalahgunaan narkotika dijatuhi sanksi pidana.

Pada hakekatnya tujuan pemberian sanksi pidana ialah mengatur masyarakat agar hak dan kepentingan masyarakat terlindungi. Dengan menjatuhkan sanksi pada terpidana diharapkan dapat menimbulkan efek jera dan pelaku tindak pidana tidak mengulangi perbuatannya lagi sehingga

6 Andri Winjaya Laksana, “Tinjauan Hukum Pemidanaan Terhadap Pelaku Penyalahguna Narkotika Dengan Sistem Rehabilitasi”, Jurnal Pembaharuan Hukum Vol 2 No.1, 2015, hlm 76.

7 Amanda Cininta, “Penyalahgunaan Narkotika: Persfektif Sosiologis”, diakses dari https://www.kompasiana.com/amanda-cininta-

2015/55f04c765b7b6156114d25cc/penyalahgunaan-narkotika-perspektif-sosiologi, Pada tanggal 27 Agustus 2019 pukul 20:45.

(14)

menjadi pribadi yang lebih baik. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sanksi pidana dibedakan menjadi dua yaitu :8

1. Pidana Pokok a. Pidana Mati b. Pidana Penjara c. Pidana Kurungan d. Pidana Denda e. Pidana Tutupan 2. Pidana Tambahan

a. Pencabutan Hak-Hak Tertentu b. Perampasan Barang Tertentu c. Pengumuman Putusan Hakim

Dari macam-macam sanksi diatas pidana penjara merupakan sanksi yang paling sering dijatuhkan oleh hakim sebagai sarana untuk menanggulangi kejahatan. Menurut PAF. Lamintang pidana penjara adalah merupakan suatu pidana berupa pembatasan kebebasan bergerak dari seorang terpidana, yang dilakukan dengan menutup orang tersebut dalam sebuah Lembaga Pemasyarakatan dengan mewajibkan orang itu untuk mentaati semua peraturan tata tertib yang berlaku di lembaga pemasyarakatan yang

(15)

dikaitkan dengan suatu tindakan tata tertib bagi mereka yang telah melanggar peraturan tersebut.9

Pidana penjara sudah dikenal sejak Abad XVI atau XVII akan tetapi berbeda dengan pidana penjara dewasa ini, pidana penjara pada masa itu dilakukan dengan menutup para narapidana di menara-menara, puri-puri, dan tempat lain baik untuk sementara waktu maupun untuk seumur hidup. Pidana penjara dewasa ini berkembang sejak dihapuskannya pidana mati atau pidana badan diberbagai negara, akan tetapi perlakuan terhadap para terpidana di dalam rumah penjara seringkali sifatnya tidak manusiawi.10

Pada prinsipnya setiap orang yang dirampas kebebasannya diharuskan mendapatkan perlakuan yang manusiawi dan penghormatan atas martabatnya sebagai manusia. Banyak usaha yang telah dilakukan agar perlakuan yang tidak manusiawi terhadap terpidana dapat dihentikan dan diganti dengan tindakan yang bersifat lebih lunak. Oleh karena itulah proses

pelaksanaan pidana penjara dewasa ini menggunakan sistem

pemasyarakatan.

Sistem pemasyarakatan yang dianut di Indonesia diatur di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, hal ini merupakan pelaksanaan dari pidana penjara yang merupakan perubahan ide secara yuridis filosofis dari sistem kepenjaraan menjadi sistem

9 Tolib Setiady, Pokok-Pokok Hukum Penitensier Indonesia, Alfabeta, Bandung, 2010, hlm 92.

(16)

pemasyarakatan. Sistem pemenjaraan yang sangat menekankan pada unsur balas dendam dan penjeraan dipandang sebagai suatu sistem dan sarana yang tidak sejalan dengan konsep rehabilitasi dan reintegrasi sosial, agar narapidana menyadari kesalahannnya, tidak lagi berkehendak untuk melakukan tindak pidana dan kembali menjadi warga masyarakat yang bertanggung jawab bagi diri, keluarga, dan lingkungannya.11

Istilah pemasyarakatan secara resmi digunakan sebagai pengganti istilah pemenjaraan pada tahun 1964, Konsep ini pertama kali diusung oleh Sahardjo, S.H., Sahardjo menjelaskan bahwa:

“Tujuan dari pidana penjara disamping menimbulkan rasa derita pada terpidana karena dihilangkan kemerdekaan bergerak, (juga ditujukan untuk) membimbing terpidana agar bertobat, mendidik supaya ia menjadi seorang anggota masyarakat sosialis Indonesia yang berguna . Tujuan utama dari pemasyarakatan yang digagas oleh Sahardjo pada intinya ada dua, mengayomi masyarakat dari perbuatan jahat, dan membimbing terpidana sehingga kembali menjadi anggota masyarakat yang berguna”.12

Sistem pemasyarakatan telah menganut restorative justice yang menjunjung tinggi konsep rehabilitasi sosial, namun tujuan pemidanaan ini belum menjadi ketentuan formil, mengingat filosofi pemidanaan masih mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang bersifat punitive. Perbedaan filosofi tersebut setidaknya telah diupayakan

11 Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung, 2006, hlm 3.

12 M. Ali Aranoval dkk, Kajian Akademik Tentang Balai Pemasyarakatan Sebagai Bahan

Usulan dalam Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Center for Detention Studies, 2011, hlm 70.

(17)

dijembatani melalui keberadaan Lembaga Pemasyarakatan sebagai bagian akhir pelaksanaan sistem pemidanaan.13

Lembaga pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Lapas adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana, Proses pembinaan narapidana ini merupakan jantung kegiatan dari proses rehabilitasi dalam keadilan restoratif. Oleh karena itu, pembinaan ini harus didasarkan pada asas-asas sebagai berikut :14

a. Pengayoman;

b. Persamaan perlakuan dan pelayanan; c. Pendidikan;

d. pembimbingan;

e. Penghormatan harkat dan martabat manusia;

f. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan; dan g. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-

orang tertentu.

Selama di lembaga pemasyarakatan, warga binaan pemasyarakatan tetap memperoleh hak-haknya yang lain sama seperti layaknya manusia. Untuk mewujudkan sistem pemasyarakatan, maka secara tegas Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 Pasal 14 mengatur ketentuan tentang hak-hak yang dimiliki oleh narapidana, yaitu sebagai berikut:15

13 M. Ali Aranoval, Op.Cit, hlm 69.

14 Lihat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, Pasal 5 15 Lihat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan pasal 14.

(18)

1. Hak untuk melakukan ibadah;

2. Hak untuk mendapat perawatan rohani dan jasmani;

3. Hak pendidikan;

4. Hak Pelayanan Kesehatan dan makanan yang layak;

5. Hak menyampaikan keluhan;

6. Hak memperoleh informasi;

7. Hak mendapatkan upah atas pekerjaannya;

8. Hak menerima kunjungan;

9. Hak mendapatkan remisi;

10. Hak mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk

mengunjungi keluarga;

11. Hak untuk mendapatkan pembebasan bersyarat;

12. Hak mendapatkan cuti menjelang bebas; dan

13. Serta hak-hak lain sesuai dengan peraturan yang berlaku. Narapidana berhak mendapatkan hak-hak lain selama dalam lembaga pemasyarakatan. Hak-hak lain yang dimaksud adalah hak politik, hak memilih, dan hak keperdataan lainnya. Masyarakat kurang menaruh minat terhadap proses kembalinya seseorang bekas narapidana dilingkungannya.16

Warga binaan selaku terpidana yang menjalani pidana penjara memiliki hak-hak yang dilindungi oleh hak asasi manusia dan undang-undang Indonesia, salah satunya adalah dengan adanya pemberian remisi. Remisi

16 Romli Atmasasmita, Kepenjaraan Dalam Suatu Bunga Rampai, Armico, Bandung, 1982, hlm 57.

(19)

pada hakekatnya adalah hak semua narapidana dan berlaku bagi siapapun sepanjang narapidana tersebut menjalani pidana sementara bukan pidana seumur hidup dan pidana mati.17

Pemerintahan Indonesia mendukung proses pembinaan dengan memberikan remisi kepada narapidana yang dinyatakan telah memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam perundang-undangan. Menurut Andi Hamzah, remisi adalah sebagai pembebasan hukuman untuk seluruhnya atau sebagian atau dari seumur hidup menjadi hukuman terbatas yang di berikan setiap 17 Agustus.18

Hukum positif Indonesia yang mengatur mengenai remisi terdapat dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, dan Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remisi, serta secara khusus terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 yang merupakan perubahan terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 jo. Peraturan Pemerintah 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak

Warga Binaan Pemasyarakatan yang menjelaskan bahwa:19

1. . Ketentuan Pasal 34 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :

17 Marlina, Hukum Penitensier, Refika Aditama, Bandung, 2011, hlm. 133. 18 Ibid.

19 Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, Pasal 1 angka 1 dan 2

(20)

(1) Setiap narapidana dan anak pidana berhak mendapatkan Remisi.

(2) Remisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada narapidana dan anak pidana yang telah memenuhi syarat:

a. Berkelakuan baik; dan

b. Telah menjalani masa pidana lebih dari 6 (enam) bulan (3) Persyaratan berkelakuan baik sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) huruf a dibuktikan dengan:

a. Tidak sedang menjalani hukuman disiplin dalam kurun waktu 6 (enam) bulan terakhir, terhitung sebelum waktu pemberian remisi; dan

b. Telah mengikuti program pembinaan yang

diselenggarakan oleh LAPAS dengan predikat baik. 2. Ketentuan Pasal 34A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

(1) Pemberian remisi bagi narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan prekusor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan Negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud Pasal 34 juga harus memenuhi persyaratan:

(21)

a. Bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya;

b. Telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan untuk narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana korupsi dan,

c. Telah mengikuti program deradikalisasi yang

diselenggarakan oleh Lapas dan/atau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, serta menyatakan ikrar; 1) Kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik

Indonesia secara tertulis bagi bagi narapidana warga negara Indonesia

2) tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara tertulis bagi narapidana warga negara asing, yang dipidana melakukan tindak pidana terorisme.

(2) Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana narkotika dan prekusor narkotika, psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku terhadap narapidana yang dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.

(3) Kesedian untuk bekerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus dinyatakan secara tertulis dan

(22)

ditetapkan oleh instansi penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 membedakan pemberian remisi bagi terpidana kejahatan biasa dengan terpidana pelaku kejahatan luar biasa (extraordinary crime) terorisme, narkotika, psikotropika dan korupsi di Indonesia. Uraian di atas menurut penulis menunjukkan bahwa pengetatan remisi bagi kejahatan luar biasa (extraordinary crime) terorisme, narkotika, psikotropika dan korupsi di Indonesia. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk membahas mengenai “Pemberian Remisi Kepada Narapidana Perempuan Yang Terlibat Tindak Pidana Narkotika Di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas II A Palembang”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut di atas, maka rumusan masalah yang akan dipecahkan oleh penulis pada skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pelaksanaan pemberian remisi terhadap Narapidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas II A Palembang?

2. Apa saja kendala yang dihadapi dalam pemberian remisi terhadap Narapidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas II A Palembang?

(23)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka tujuan dari penulisan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pemberian remisi bagi Narapidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas II A Palembang.

2. Untuk mengetahui apa saja kendala yang dihadapi dalam pemberian remisi bagi Narapidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas II A Pelembang.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dibuat ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kegunaan secara teoritis dan praktis. Adapun kegunaannya adalah sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Hasil dari penelitian ini daharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan dan pemahaman penulis guna pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi kepada masyarakat luas tentang hak-hak narapidana. Khususnya tentang hak untuk mendapatkan remisi.

2. Secara Praktis

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian Yuridis Empiris. Yang dimaksud dalam persfektif yuridis yaitu mengacu terhadap perundang- undangan. Sedangkan dalam persfektif empiris yaitu mengacu terhadap

(24)

pelaksanaanya yaitu pemberian remisi terhadap Narapidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas II A Palembang. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan bacaan atau sumber informasi bagi pihak yang berkepentingan dan referensi ilmiah bagi civitas akademi Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya.

E. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini, penulis hanya membatasi pada pemberian remisi terhadap Narapidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan klas II A Palembang, dan Kendala yang dihadapi dalam

pemberian remisi terhadap Narapidana Narkotika di Lembaga

Pemasyarakatan Perempuan Klas II A Palembang. F. Kerangka Teori

Teori Tujuan Pemidanaan

Dalam bekerjanya hukum pidana, pemberian pidana atau pemidanaan dalam arti kongkrit yaitu pada terjadinya perkara pidana bukanlah tujuan akhir. Pidana sebenarnya merupakan sarana belaka untuk mewujudkan tujuan hukum pidana. Tentang tujuan hukum pidana dapat disimak dari pandangan Sudarto tentang fungsi hukum pidana. Fungsi umum hukum pidana adalah mengatur hidup kemasyarakatan atau penyelenggaraan tata dalam masyarakat. Sementara itu, fungsi khusus hukum pidana adalah melindungi kepentingan hukum dari perbuatan yang hendak merugikannya

(25)

dengan menggunakan sanksi yang berupa pidana yang sifatnya lebih tajam dibanding dengan sanksi yang terdapat dalam bidang hukum lainnya.20

Teori tujuan pemidanaan mengalami perkembangan sehingga terdapat teori-teori baru yang disebut teori kontemporer, yaitu sebagai berikut:21 1. Teori Efek Jera

Wayne R. Lafave menyebutkan salah satu tujuan pidana adalah sebagai deterrence effect atau efek jera agar pelaku kejahatan tidak mengulangi perbuatannya. Tujuan pidana sebagai deterrence effect yang pada hakikatnya sama dengan teori relatif terkait dengan prevensi khusus yaitu ditujukan kepada pelaku yang telah dijatuhi hukuman agar tidak lagi mengulangi kejahatan.

2. Teori Edukasi

Pada dasarnya teori edukasi menyatakan bahwa pidana bertujuan sebagai edukasi kepada masyarakat mengenai mana perbuatan yang baik mana perbuatan yang buruk.

3. Teori Rehabilitasi

Tujuan pidana rehabilitasi yaitu pelaku kejahatan harus diperbaiki ke arah yang lebih baik, agar ketika kembali ke masyarakat ia dapat diterima dan tidak mengulangi perbuatan jahat. Teori ini tidak terlepas dari teori relatif yang berkaitan dengan prevensi.

20 Sudarto, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto d/a Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 1990, hlm. 11-12.

(26)

Menurut Thomas Aquinas pidana sebagai obat. Artinya, negara menjatuhkan pidana dengan daya kerja pengobatan, maka perlu diberikan perhatian terhadap prevensi umum dan prevensi khusus. 4. Teori Pengendali Sosial

Menurut Marc Ancel dalam teori defense sociale, tujuan pidana adalah melindungi tatanan masyarakat dengan tekanan pada resosialisasi atau pemasyarakatan kembali dengan penegakan hukum yang tidak menitikberatkan hanya pada yuridis formal tetapi juga sosial.

5. Teori Keadilan Restoratif

Restorative justice dipahami sebagai bentuk pendekatan penyelesaian perkara dengan melibatkan pelaku kejahatan, korban, keluarga korban atau pelaku dan pihak lain yang terkait untuk mencari penyelesaian yang adil dengan menekan pada pemulihan kembali pada keaadan semula dan bukan pembalasan.

G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah Yuridis Empiris yang bersifat deskriptif yang dengan kata lain adalah jenis penelitian hukum sosiologis dan dapat dapat disebut ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi dalam kenyataannya.22 Penelitian yang dilakukan terhadap keadaan sebenarnya atau keadaan nyata yang terjadi di masyarakat dengan

22 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hlm 15.

(27)

maksud untuk mengetahui dan menemukan fakta-fakta dan data yang dibutuhkan, setelah data yang di butuhkan terkumpul kemudian menuju pada masalah yang ada.23

2. Pendekatan Penelitian

Metode pendekatan yang digunakan untuk menjawab permasalahan yang ada dari penelitian ini adalah melalui pendekatan yuridis empiris. Yuridis yaitu mengkaji konsep normatifnya atau peraturan perundang- undangan, sedangkan empirisnya yaitu mengkaji pada kenyataan yang ada terhadap pemberian remisi di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas II A Palembang.

Pendekatan Perundang-undangan yaitu dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.24

3. Jenis dan Sumber Data

Jenis data dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi sumber data primer dan sumber data sekunder yaitu :

1) Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber pertama yang terkait dengan permasalah yang akan dibahas.25 Data primer merupakan data pokok dalam

23 Ibid, hlm 16.

24 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2009, hlm. 93.

25 Amiruddin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm 30.

(28)

memberikan pemahaman secara jelas, lengkap, dan komprehensif terhadap data sekunder.

2) Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang diperoleh dengan penelitian kepustakaan, Bertujuan untuk mencari data berupa buku, laporan penelitian, dokumen, teori-teori, pendapat-pendapat, doktrin, pandangan-pandangan, dan juga asas-asas yang berkaitan dengan inti permasalahan yang akan diteliti. Data Sekunder terdiri atas :

a. Bahan Hukum Primer

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946);

2. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1881);

3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan;

4. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan;

5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 174 Tahun 1999 Tentang Remisi;

6. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2013 Tentang

(29)

Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.

b. Bahan Hukum Sekunder

Merupakan bahan hukum yang menunjang dari yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti : Buku-buku lain yang berkaitan dengan penulisan dan penelitian skripsi ini sepanjang relevan dengan objek kajian penelitian.26

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipakai adalah teknik pengumpulan data primer. Berupa Undang-Undang, asas-asas hukum, pemikiran konseptual serta penelitian pendahuluan yang berkaitan dengan objek kajian, literatur-literatur, buku-buku lain yang ada dan relevan dengan materi penelitian yang akan dibahas, termasuk peraturan-peraturan perundangan lain yang mendukung pembahasan permasalahan. Dan Penelitian Lapangan untuk mendapatkan data-data lain yang menunjang penelitian untuk memperoleh data primer berupa dokumen-dokumen dan keterangan atau informasi dari wawancara bebas terpimpin kepada responden dan petugas yang termasuk dalam komponen Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas II A Palembang. Dimana wawancara

26. Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, hlm 24.

(30)

dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan sebagai pedoman, dengan maksud untuk memperoleh penjelasan dan klarifikasi dari responden tersebut.

5. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian untuk mendapatkan data yang lebih akurat maka penulis memilih lokasi penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas II A Palembang. Untuk mendapatkan penjelasan tentang pelaksanaan pemberian remisi terhadap Narapidana Narkotika dan kendala yang dihadapi dalam pemberian remisi terhadap narapidana narkotika.

6. Populasi dan Sampel a. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petugas Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas II A Palembang dan seluruh Narapidana Narkotika yang mendapat remisi pada Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas II A Palembang.

b. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang dianggap mewakili populasi atau yang menjadi objek penelitian. Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Maksudnya sampel di pilih terlebih dahulu dengan pertimbangan dan tujuan tertentu, berdasarkan kedudukan dan kenyakinan bahwa sampel

(31)

yang diambil dapat mewakili seluruh populasi dalam penelitian skripsi ini. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah

1. Petugas Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas II A

Palembang yang berkaitan dengan pemberian remisi.

2. Narapidana narkotika yang mendapat remisi di Lembaga

Pemasyarakatan Perempuan Klas II A Palembang. 7. Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data penulis menggunakan metode analisis data kualitatif. Cara kualitatif artinya menguraikan data dalam bentuk kalimat yang teratur, runtun, logis, tidak tumpang tindih dan efektif sehingga memudahkan pemahaman dan iterprestasi data.27

8. Teknik Penarikan Kesimpulan

Kesimpulan merupakan hasil suatu proses penelitian. Setelah langkah-langkah diatas, maka langkah terakhir adalah menyimpulkan dari analisis data untuk menyempurnakan penelitian ini. Dalam penelitian ini penarikan kesimpulan menggunakan Metode Deduktif, yang artinya dengan penarikan kesimpulan berdasarkan fakta-fakta yang ada dan penjelasan secara umum kemudian berkaitan dengan permasalahan yang khusus.

27 M. Syamsudin, Operasional Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm 133.

(32)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Adami Chawazi, 2008, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, Jakarta, Rajawali Pers. Depok, Rajawali Pers.

Amiruddin, 2006, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada

Andi Hamzah, 1994, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta, Rineka Cipta. Andi Wijaya Rivai, 2014, Buku Pintar Pemasyarakatan, Jakarta, TP.

AW Widjaja, 1985, Masalah Kenakalan Remaja Dan Penyalahgunaan Narkotika, Bandung, Armico.

Aziz Syamsuddin, 2011, Tindak Pidana Khusus, Jakarta, Sinar Grafika. Bambang Poernomo, 1986, Pelaksanaan Pidana Penjara Dengan Sistem

Pemasyarakatan, Yogyakarta, Liberty.

Bambang Waluyo, 2000, Pidana dan Pemidanaan, Jakarta, Sinar Grafika.

---, 2002, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta, Sinar Grafika.

Didin Sudirman, Masalah-Masalah Aktual Bidang Pemasyarakatan, Jakarta, Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

(33)

Dwidja Priyatno, 2006, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, Bandung, PT. Refika Aditama.

Eddy O.S Hiariej, 2016, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana (Edisi Revisi), Yogyakarta, Cahaya Atma Pustaka.

Gatot Supramono, 2001, Hukum Narkoba Indonesia, Jakarta, Djambatan.

Hari Sasangka, 2003, Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana, Bandung, PT. Mandar Maju.

M. Ali Aranoval dkk, 2011, Kajian Akademik Tentang Balai Pemasyarakatan Sebagai Bahan Usulan dalam Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Center for Detention Studies.

M. Sholehuddin, 2003, Sistem Sansi Dalam Hukum Pidana Ide Dasar Double Track System dan Implementasinya, Jakarta, PT. Grafindo Persada.

M. Syamsudin, 2007, Operasional Penelitian Hukum, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.

Marlina, 2011, Hukum Penitensier, Bandung, Refika Aditama. Moeljatno, 1985, Membangun Hukum Pidana, Jakarta, Bina Aksara.

Muladi dan Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Hukum Pidana, Bandung, Citra Aditya Bakti.

Mulyadi dan Lilik, 2004, Kapita Selekta Hukum Pidana Kriminologi dan Viktimologi, Jakarta, Djambatan.

P.A.F.Lamintang, 2010, Hukum Penitensier Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika. Peter Mahmud Marzuki, 2009, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana Prenada Media

Group.

Rodliyah dan Salim HS, 2017, Hukum Pidana Khusus (Unsur dan Sanksi Pidananya),

(34)

Romli Atmasasmita, 1982, Kepenjaraan Dalam Suatu Bunga Rampai,Bandung, Armico.

Ronny Hanitijo Soemitro, 1982, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, Ghalia Indonesia.

Sudarto, 1990, Hukum Pidana I, Semarang, Yayasan Sudarto d/a Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.

---, 1981, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung, Alumni

Sudaryono dan Natangsa Surbakti, Buku Pegangan Kuliah Hukum Pidana... Teguh Prasetyo, 2015, Hukum Pidana (Edisi Revisi), Jakarta, PT. Rajagrafindo

Persada.

Tolib Setiady, 2010, Pokok-Pokok Hukum Penitensier Indonesia, Bandung, Alfabeta.

Wirdjono Prodjodikoro, 2003, AsasAsas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung, Eresco.

B. Perundang-Undangan

Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999 Tentang Remisi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 223).

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.HH01.PK.02.02 Tahun 2010

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan (Lembar Negera Republik

(35)

Indonesia Tahun 2006 Nomor 61 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4632).

Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 225 Tambahan Lembaran Negara Nomor 5359).

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3614).

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143 Tambahan Lembaran Negara Republk Indonesia Nomor 5062).

C. Sumber Jurnal

Andri Winjaya Laksana, 2015 “Tinjauan Hukum Pemidanaan Terhadap Pelaku Penyalahguna Narkotika Dengan Sistem Rehabilitasi”, Jurnal Pembaharuan Hukum Vol 2 No.1

Elizabeth Ghozali , 2016, ”Kebijakan Pemberian Hak Remisi Narapidana Kasus Korupsi”. Litigasi Vol. 17 No. 1

Umar Anwar, 2016, Dampak Pemberian Remisi Bagi Narapidana Kasus Narkotika Terhadap Putusan Pidana Yang Dijatuhkan Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012, Jurnal Legislasi Indonesia Vol 13 No. 2

D. Sumber Internet

Amanda Cininta, 2015.”Penyalahgunaan Narkotika: Persfektif Sosiologis”, https://www.kompasiana.com/amanda-cininta-2015/penyalahgunaan- narkotika-perspektif-sosiologi_55f04c765b7b6156114d25cc.

(36)

Andri Winjaya Laksana, 2015. “Tinjauan Hukum Pemidanaan Terhadap Pelaku Penyalahguna Narkotika Dengan Sistem Rehabilitasi”,

http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/PH/article/download/1417/1090.

Anonim, 2019, ”Efektivitas Lembaga Pemasyarakatan dalam Membina Narapidana”

,https://www.kompasiana.com/vincentsuriadinata/552904bcf17e61d72c8b4 5bb/efektivitas-lembaga-pemasyarakatan-dalam-membina-narapidana/

Anonim, 2019, Sejarah Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Klas II A Palembang, https://lapaswanitaiiapalembang.wordpress.com/sejarah/

Rahmat Hi. Abdullah, Urgensi Penggolongan Narapidana Dalam Lembaga Pemasyarakatan,http://jurnal.fh.unila.ac.id./indek.php/fiat/article/download/ 587/526

Richard Nuban, 2019, “Penerapan Hak-Hak Narapidana dalam Proses Pembinaan DiLembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kupang Ditinjau Dari Undang- Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan”, diakses pada https://www.academia.edu/35398015/PROPOSAL_UTAMA

Ukti Binti Arifah, 2016, Penerapan Tindak Pidana Narkotika Terhadap Pecandu Narkoba Yang Berstatus Pelajar,

ktibintiarifah.blogspot.com/2016/01/penerapan-tindak-pidana- narkotika.html

Umar Anwar, 2012, “Dampak Pemberian Remisi Bagi Narapidana Kasus Narkotika Terhadap Putusan Pidana Yang Dijatuhkan Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012”,

(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)

Referensi

Dokumen terkait

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis pendekatan yuridis empiris. Kajian yuridisnya ditunjukkan dengan rumusan masalah nomor 1 dan 2 yaitu

Metode yang digunakan oleh penulis yaitu pendekatan hukum yuridis empiris. Pendekatan yuridis empiris sendiri merupakan pendekatan yang dipakai guna memecahkan masalah

Pelaksanaan pembinaan oleh Warga Binaan yang berada dalam Lapas Narkotika Klas IIA Yogyakarta, yang keseluruhannya merupakan terpidana tindak pidana akan penyalahgunaan

.HGXD 5LV]N\ $PHQGROD :DUJD %LQDDQ \DQJ EHUXPXU WDKXQ GDQ PHQJDODPL PDVD SLGDQD VHODPD WDKXQ GL /DSDV 1DUNRWLND NDUHQD WHODK PHODQJJDU NHWHQWXDQ 3DVDO D\DW 8QGDQJ 8QGDQJ 1R

Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Pelaksanaan pemberian remisi terhadap narapidana tindak pidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Way Hui Bandar

Penelitian ini dikategorikan pada penelitian yang berjenis empiris, yang mana sumber data yang digunakan adalah sumber data primer yang diperoleh langsung dari

Untuk menjawab permasalahan tersebut, maka penelitian ini menggunakan studi lapangan (field research) , yaitu langsung ke lokasi penelitian yakni Lembaga Pemasyarakatan Kelas

Jenis penelitian yang digunakan dalam menjawab permasalahan dalam pembahasan skripsi ini adalah metode penelitian hukum yuridis-empiris, yang dimaksud pendekatan yuridis adalah