• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Kriminalistik Dalam Mengungkap Tindak Pidana Narkotika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Peranan Kriminalistik Dalam Mengungkap Tindak Pidana Narkotika"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Perkembangan narkotika telah menjadi permasalahan dunia yang tidak mengenal batas negara, yang mengancam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara di mana saja selain terorisme. Negara Indonesia sendiri telah menjadikan narkotika sebagai musuh dunia yang harus diperangi, dan bagi negara-negara yang tidak serius menanggulangi masalah tersebut akan dipandang sebagai penghambat bahkan sebagai musuh yang harus diperangi juga.1 Selain itu, peredaran narkotika secara tidak bertanggungjawab sudah semakin meluas dikalangan masyarakat terutama dikalangan generasi muda yang merupakan harapan dan tumpuan bangsa di masa yang akan datang.2 Hal tersebut menimbulkan keprihatinan bagi masyarakat internasional, mengingat dampak yang ditimbulkan sangat berbahaya. Atas dasar pertimbangan tersebut telah melahirkan beberapa konvensi internasional guna menanggulangi berkembangnya narkotika secara ilegal. Konvensi Internasional pertama yang mengatur tentang narkotika adalah Hague Opium Convention 1912 dan selanjutnya berturut-turut adalah the Geneva International Opium Convention 1925, the Geneva Convention for Limiting the Manufacture and Regulating the Distribution of Narcotic Drugs 1931, the Convention for the suppression of the. 1. Ismunarno. 2004.”Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Oleh Badan Narkotika Internasional serta Kendala-Kendalanya” dalam Majalah Hukum Yustisia. Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, hal. 694. 2 Gatot Supramono. 2007. Hukum Narkoba Indonesia. Jakarta: Djambatan, hal. 4. 1.

(2) 2. Illicit Traffic in Dangerous Drugs 1936, Single Convention on Narcotic Drugs 1961 (Konvensi Tunggal Narkotika 1961) sebagaimana diubah dan ditambah dengan Protokol 1972, Convention on Psycotropic Substance 1971, dan Konvensi Wina 1988.3 Penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika bagi masyarakat internasional merupakan suatu hal yang harus dilakukan, karena perkembangan tindak pidana narkotika tersebut menyebar secara universal. Sesuai dengan perkembangan tindak pidana narkotika yang semakin meluas maka Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menetapkan suatu program besar yang disebut Global Programme of Action yang menangani tindak pidana narkotika dan peningkatan dana untuk melaksanakan program penanggulangan terhadap tindak pidana narkotika. Penyalahgunaan narkotika di Indonesia sendiri saat ini cukup meningkat, karena selain dijadikan sebagai negara tujuan juga dijadikan sebagai negara pengekspor narkotika terbesar di dunia. Perkembangan sejarah pengaturan narkotika sudah dilakukan sejak masa pemerintahan Hindia Belanda yang dimuat dalam Bali Regie Ordonantie yang dimuat dalam stbl.1872 nomor 76 pada tahun 1872. Kemudian pemerintah Hindia Belanda bertujuan untuk menyatukan berbagai ketentuan mengenai perdagangan candu, telah ditetapkan Verdoovende Middellen Ordonantie , Stbl 1927 Nomor 278 dan 536 atau Ordonansi Obat Bius yang telah diberlakukan pada tanggal 1 Januari 1928 dan ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara, tanggal 22 Juli 1928 dan tanggal 3 Februari 2938. 3. Kusno Adi.2009. Diversi Sebagai Upaya Alternatif Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika oleh Anak. Malang : UMM press. Hal. 4.

(3) 3. Setelah Indonesia merdeka Ordonansi Obat Bius masih tetap diberlakukan, namun pasca kemerdekaan peredaran narkotika semakin meluas sehingga perlu ditinjau kembali dan menetapkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1976 yang mengesahkan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 beserta protokol perubahannya. Pemerintah Indonesia telah menetapkan Undang-Udang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika yang diundangkan dalam Lembaran Negara Nomor 37 Tahun 1976 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 3086 serta sekaligus mencabut berlakunya Ordonansi Obat Bius. Kejahatan narkotika dan obat-obatan terlarang telah bersifat transnasional yang dilakukan dengan modus operandi dan teknologi yang canggih, dengan indikasi adanya pengiriman melalui paket dan kurir dari Indonesia ke luar negeri dan sebaliknya dari luar negeri ke Indonesia. Atas dasar pertimbangan tersebut maka Undang-Undang Nomor 1976 dicabut dan diundangkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997. Namun setelah itu UndangUndang Nomor 22 Tahun 1997 dicabut dan diundangkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, yang merupakan hukum positif dan berlaku sampai saat ini.4 Berdasarkan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, pengertian narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Pada dasarnya tujuan dari penggunaan narkotika yaitu untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Akan tetapi banyak orang yang. 4. Ibid, hal 4-9.

(4) 4. menyalahgunakan narkotika dengan mengkonsumsinya secara berlebihan sehingga menjadi ketergantungan serta menganggu sarafnya dan tidak sedikit pula mengakibatkan kematian. Walaupun tidak disebutkan dengan tegas di dalam Undang-Undang Narkotika bahwa tindak pidana yang diatur di dalamnya adalah tindak kejahatan, akan tetapi tidak perlu diragukan lagi semua tindak pidana di dalam UndangUndang tersebut merupakan kejahatan. Alasannya, kalau narkotika hanya untuk pengobatan dan kepentingan ilmu pengetahuan, maka apabila ada perbuatan di luar kepentingan-kepentingan tersebut sudah merupakan kejahatan, mengingat besarnya akibat yang ditimbulkan dari pemakaian narkotika secara tidak sah sangat membahayakan bagi jiwa manusia.5 Tindak pidana narkotika dapat dikategorikan sebagai kejahatan tanpa korban. Pengertian kejahatan tanpa korban berarti kejahatan ini tidak menimbulkan korban sama sekali, akan tetapi pelaku sebagai korban kejahatan yang secara kriminologi diartikan sebagai crime without victim ini sangat sulit diketahui keberadaannya. Karena mereka (pengedar, pengguna dan pemakai) dapat melakukan aksinya dengan sangat tertutup dan hanya diketahui orang-orang tertentu, oleh karena itu sangat sulit memberantas kejahatan itu. Ketentuan. yang. mengatur. bagaimana. aparatur. penegak. hukum. melaksanakan tugasnya terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang mempunyai tujuan untuk mencari kebenaran materiil yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana, dengan. 5. Gatot Supramono.Op.Cit, hal. 198-199..

(5) 5. menerapkan ketentuan-ketentuan hukum acara tersebut secara jujur dan tepat sehingga suatu tindak pidana dapat terungkap dan pelakunya dijatuhi putusan yang seadil-adilnya.6 Bagi aparat penegak hukum baik Polisi, Jaksa maupun Hakim akan mudah membuktikan kebenaran materiil bila saksi dapat menunjukkan bukti kesalahan tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana narkotika serta tersangka atau terdakwa mengakui bukti yang digunakan dalam melakukan tindak pidana tersebut. Dalam menangani suatu perkara pidana selalu dimulai dari proses penyelidikan untuk mencari tindak pidana, proses penyelidikan dilakukan apabila adanya laporan dari masyarakat ataupun diketahui secara langsung oleh aparat penegak hukum. Kemudian dilanjutkan ke proses penyidikan, dalam proses penyidikan aparat penegak hukum mencari bukti-bukti untuk memperkuat dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka. Setelah ditemukan bukti-bukti yang cukup, maka dilanjutkan ke proses penuntutan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum untuk mengajukan terdakwa ke Pengadilan. Dalam proses persidangan, Majelis Hakim akan melakukan pemeriksaan dan memutuskan perkara, apakah terdakwa benar-benar melakukan tindak pidana sesuai dengan dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum. Berdasarkan hasil proses pemeriksaan yang dimulai dari proses pendakwaan, proses pembuktian untuk mengetahui adanya perbuatan yang. 6. Andi Hamzah, 2002, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 25..

(6) 6. menjurus ke arah tindak pidana yang kemudian dilanjutkan ke proses pemutusan perkara yang berisi mengenai dapatkah terdakwa dikenakan sanksi pidana. Oleh sebab itu dalam setiap kasus pidana, apabila kasus tersebut merupakan suatu kasus dimana terdapat bukti-bukti mati, atau suatu kasus dimana terdapat saksi-saksi mata maka selalu diperlukan bantuan kriminalistik yang secara teknis dapat memecahkan setiap masalah yang timbul dalam kasus tersebut.7 Kriminalistik merupakan gabungan dari Ilmu Kedokteran Forensik, Ilmu Kimia Forensik, dan Ilmu Alam Forensik yang mempelajari bukti-bukti yang bertujuan agar bukti-bukti tersebut dapat dianalisis dan ditransfer menjadi alat-alat bukti dalam rangka penyelesaian suatu perkara pidana. Dilihat dari segi proses penyidikan, kriminalistik merupakan sarana untuk memecahkan masalah tindak pidana yang timbul dalam suatu proses pidana atau ilmu yang membantu tentang bagaimana caranya mengungkap kejahatan terutama tindak pidana narkotika. Kejahatan-kejahatan yang pembuktiannya menggunakan kriminalistik yakni pembunuhan yang mneggunakan racun, pembakaran (kebakaran yang disengaja), kejahatan susila dan tindak pidana narkotika. Dalam kasus tindak pidana narkotika, pengumpulan barang bukti harus dilakukan dengan cara yang benar sesuai dengan bentuk atau macam barang bukti yang akan diambil atau dikumpulkan yang dapat berupa benda padat, cair dan gas. Barang bukti diambil dari korban, Tempat Kejadian Perkara (TKP) dan tersangka, yang kemudian dari barang bukti yang diterima tersebut kemudian akan 7. www.usupress.usu.ac.id/Henny Saida Flora, Fungsi Kriminalistik Sebagai Sarana Pencari Kebenaran Dalam Proses Perkara Pidana. Diakses pada tanggal 13 Oktober 2011 pada pukul 09.15.

(7) 7. dibungkus sesuai dengan prosedur dan akan dikirim ke Laboratorium Kriminalistik yang terdapat di Surabaya untuk diteliti. Untuk melindungi hak-hak asasi dari tersangka diperlukan barang bukti secara ilmiah. Barang bukti yang ditemukan harus diteliti dan diperiksa dengan cermat, karena dapat mempengaruhi putusan seorang hakim yang menyangkut kebebasan hidup seseorang dengan hukuman yang dijatuhkan. Dalam memeriksa dan meneliti barang bukti yang ditemukan, maka barang bukti tersebut akan dikirimkan kembali untuk dijadikan barang bukti di Pengadilan, dan barang bukti tersebut dapat menentukan nasib selanjutnya dari tersangka, terbukti bersalah atau tidak. Dari paparan penjelasan di atas, dijadikan alasan peneliti untuk mengkaji dalam penelitian ini dengan judul “Peranan Kriminalistik Dalam Mengungkap Tindak Pidana Narkotika (Studi di Polres Kediri Kota)”. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan pada latar belakang yang telah diuraikan diatas, peneliti merumuskan masalah untuk dikaji lebih terperinci. Adapun beberapa masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini, antara lain : 1. Bagaimana peranan kriminalistik dalam mengungkap tindak pidana narkotika di Polres Kediri Kota? 2. Apa hambatan-hambatan yang dialami penyidik dalam mengungkap tindak pidana narkotika di Polres Kediri Kota?.

(8) 8. 3. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh penyidik dalam mengatasi kendala tersebut?. C. TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui peranan kriminalistik dalam mengungkap tindak pidana narkotika. 2. Untuk menganalisis hambatan yang dialami oleh penyidik dalam mengungkap tindak pidana narkotika. 3. Untuk mengetahui upaya apa saja yang dilakukan oleh penyidik dalam mengatasi kendala yang dialami.. D. MANFAAT PENELITIAN 1. Teoritis a. Dosen Sebagai informasi atau pembaharuan bahan pengajaran. b. Mahasiswa Sebagai sumber informasi mengenai masalah-masalah hukum dalam tindak pidana narkotika dan sebagai bahan pengetahuan tambahan untuk dipelajari oleh mahasiswa khususnya mahasiswa fakultas hukum..

(9) 9. c. Ilmu hukum pidana. Hasil penelitian ini dapat menambah perbendaharaan hasil penelitian hukum pidana, khususnya tentang kajian peranan kriminalistik dalam mengungkap tindak pidana narkotika. d. Peneliti lain. Diharapkan memberikan informasi aktual dan faktual kepada peneliti lain tentang peranan kriminalistik dalam mengungkap tindak pidana narkotika 2. Praktis a. Penulis. Hasil penelitian ini, agar dapat direalisasikan dan ditetapkan sesuai dengan hukum yang berlaku sehingga hukum bukanlah sebagai teori belaka melainkan alat untuk menegakkan keadilan dan kebenaran. b. Aparat. Melalui hasil penelitian ini, Polisi atau penyidik dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai salah satu bahan perbandingan untuk menemukan peran kriminalistik dalam mengungkap tindak pidana narkotika. c. Masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian ini, anggota masyarakat dapat mengetahui secara pasti mengenai latar belakang peranan kriminalistik dalam mengungkap tindak pidana narkotika..

(10) 10. E. SISTEMATIKA PENULISAN Untuk memperoleh hasil tulisan yang baik dan terstruktur, maka di dalam penyusunan skripsi ini akan disusun berdasarkan format penulisan laporan penelitian hukum sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II KAJIAN PUSTAKA Berisi tentang kajian teori-teori ilmiah yang berhubungan dengan konsepkonsep yang dipermasalahkan dan akan dipakai dalam analisis hasil-hasil kajian ilmiah lain yang berhubungan dengan permasalahan, dan rangkuman hasil-hasil kajian teori yang berkaitan dengan permasalahan. Adapun dalam penelitian ini kajian pustaka berisi tentang: kriminalistik, pembuktian, penyidikan, tindak pidana dan narkotika. BAB III METODE PENELITIAN Berisi tentang metode pendekatan penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, macam sumber data, jenis data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data dan definisi operasional. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berisi tentang laporan rinci tentang pelaksanaan kegiatan dalam mencapai hasil, berikut hasil-hasil kajiannya yaitu: 1. Gambaran Umum tentang Polres Kediri Kota.

(11) 11. 2. Peranan kriminalistik dalam mengungkap tindak pidana narkotika di Polres Kediri Kota. 3. Hambatan yang dialami oleh penyidik dalam mengungkap tindak pidana narkotika di Polres Kediri Kota. 4. Upaya yang dilakukan penyidik dalam mengatasi kendala yang terjadi. BAB V PENUTUP Berisi tentang kesimpulan dan saran. Kesimpulan merupakan uraian jawaban dari rumusan masalah yang telah dijabarkan di dalam pembahasan. Saran berisi harapan-harapan mengenai hasil kajian ke arah yang lebih baik untuk masa yang akan datang..

(12) 12. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERANAN Peranan berasal dari kata peran, berarti sesuatu yang menjadi bagian atau memegang pimpinan yang terutama. Peranan menurut Levinson sebagaimana dikutip oleh Soejono Soekamto adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat, yang meliputi norma-norma yang dikembangkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan. yang. membimbing. seseorang. dalam. kehidupan. kemasyarakatan.8 Menurut Biddle dan Thomas, peran adalah serangkaian rumusan yang membatasi kedudukan. perilaku-perilaku. tertentu. Misalnya. yang. dalam. diharapkan. keluarga,. dari. perilaku. pemegang ibu. dalam. keluarga diharapkan bisa memberi anjuran, memberi penilaian, memberi sangsi dan lain-lain. Menurut R. Linton, memberikan pengertian peran yakni seseorang menjalankan perannya sesuai hak dan kewajibannya. Dari beberapa pengertian peranan menurut para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa peranan adalah serangkaian tindakan yang mengandung fungsi, kegunaan dan kewajiban yang harus dijalani sesuai dengan normanorma yang berlaku juga di masyarakat.. 8. Soejono Soekamto,1982. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Press, hal. 238.

(13) 13. B. TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA 1. Pengertian Tindak Pidana Istilah Tindak Pidana berasal dari bahasa Belanda yakni strafbaarfeit, menurut Prof.Dr.Wirjono Prodjodikoro, yang dimaksud dengan strafbaarfeit yaitu suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana, sedangkan pengertian tindak pidana menurut Moeljatno yakni suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar. 9 Unsur-unsur Tindak Pidananya yakni: 10 a. Perbuatan b. Memenuhi rumusan undang-undang c. Bersifat melawan hukum Ciri utama dalam tindak pidana yakni bersifat melawan hukum. Ada dua macam sifat melawan hukum yakni sifat melawan hukum formil dan sifat melawan hukum materiil. Suatu perbuatan bersifat melawan hukum formil apabila perbuatannya diancam pidana dan dirumuskan sebagai suatu tindak pidana dalam undang-undang dan sifat melawan hukum itu dapat dihapus hanya berdasarkan ketentuan undang-undang. Sedangkan sifat melawan hukum materiil terjadi apabila tidak hanya bertentangan dengan undangundang tetapi juga bertentangan dengan hukum tertulis atau norma yang berlaku di dalam masyarakat.11. 9. Adami Chazawi.2002.Pelajaran Hukum Pidana: Bagian 1.Jakarta:PT.RajaGrafindoPersada, hal 71 10 Masruchin Rubai.2001.Asas-Asas Hukum Pidana.Malang:UM Press, hal 23 11 Ibid, hal 36.

(14) 14. Menurut Adami Chazawi, rumusan tindak pidana tertentu dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana itu dapat diketahui adanya 11 unsur tindak pidana yaitu:12 a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k.. Unsur tingkah laku Unsur melawan hukum Unsur kesalahan Unsur akibat konstitutif Unsur keadaan yang menyertai Unsur syarat tambahan untuk dapat dituntut pidana Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana Unsur syarat tambahan untuk dapatnya pidana Unsur obyek hukum tindak pidana Unsur kualitas subjek hukum tindak pidana Unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana. Dalam kerangka ilmu hukum pidana terdapat beberapa istilah sebagaimana pendapat Sudarto yakni13 a. Hukum pidana yang tidak dikodifikasikan b. Hukum pidana khusus c. Undang-Undang pidana khusus Hukum pidana di Indonesia terbagi menjadi dua yakni hukum pidana umum dan hukum pidana khusus. Hukum pidana umum merupakan peraturan perundang-undangan pidana dan berlaku umum yang tercantum di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta semua perundang-undangan yang mengubah dan menambah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sedangkan tindak pidana khusus merupakan suatu perundang-undangan di bidang tertentu yang memiliki sanksi pidana atau tindak-tindak pidana yang diatur dalam perundang-undangan khusus, di luar Kitab Undang-Undang Hukum 12 13. Adami Chazawi.2002.Op.Cit, hal 82 Sudarto.1981.Kapita Selekta Hukum Pidana.Bandung:Alumni, hal 58.

(15) 15. Pidana, baik perundang-undangan pidana maupun bukan pidana tetapi memiliki sanksi pidana.14. 2. Tindak Pidana Khusus Adanya. perkembangan. kriminalistik. dalam. masyarakat. telah. mendorong lahirnya Undang-Undang Tindak Pidana Khusus. Kedudukan Undang-Undang Hukum Pidana Khusus dalam sistem hukum pidana adalah sebagai pelengkap dari hukum pidana yang dikodifikasikan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Tujuan dari pengaturan terhadap tindak pidana yang bersifat khusus adalah untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang tidak tercakup pengaturannya di dalam Kitab Undang-Undang. Hukum. Pidana,. dengan. kata. lain. penerapannya. dimungkinkan berdasarkan asas lex spesialis derogat lex generalis, yang menyatakan bahwa ketentuan yang bersifat khusus akan lebih diutamakan daripada ketentuan yang bersifat umum.. C. TINJAUAN UMUM TENTANG NARKOTIKA 1. Pengertian Narkotika Istilah narkotika yang dikenal di Indonesia berasal dari bahasa Inggris “Narcotics” yang berarti obat bius, yang. sama artinya dengan kata. “Narcosis” dalam bahasa Yunani yang berarti menidurkan atau membiuskan. Secara umum pengertian narkotika adalah suatu zat yang dapat menimbulkan. 14. Syamsuddin,Aziz.2011.Tindak Pidana Khusus. Jakarta;Sinar Grafika. Hal 8.

(16) 16. perubahan perasaan, suasana pengamatan atau penglihatan karena zat tersebut mempengaruhi susunan syarat pusat. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2882/70 Narkotika diartikan secara umum, bahwa narkotika adalah semua bahan obat yang umumnya mempunyai efek kerja bersifat: a. Membiuskan (dapat menurunkan kesadaran) b. Merangsang (Meningkatkan gerak aktifitas) c. Menagihkan (Mengingat/ketergantungan) d. Mengkhayal (Halusinasi).. 2. Pengertian Tindak Pidana Narkotika Di dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Pengertian narkotika dapat ditemukan dan dilihat di dalam bab I, ketentuan umum, Pasal 1 ayat (1), yang berbunyi: Pasal 1 Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan kedalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-undang ini.. Pengaruh penggunaan narkotika terhadap susunan saraf pusat dapat dikelompokkan menjadi: a. Stimultan, yaitu narkotika bekerja mengaktifkan kerja susunan saraf pusat. Contohnya: Kokain (Cocaine)..

(17) 17. b. Narcosis, yaitu narkotika bekerja membius (mengurangi kesadaran) kerja susunan saraf pusat. Contohnya: Ganja, Morphine, Heroin.. Pembentukan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 ini memiliki tujuan yaitu: a. Menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan / atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. b. Mencegah, melindungi dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan Narkotika. c. Memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekusor Narkotika. d. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalahguna dan pecandu Narkotika.. 3. Penggolongan Narkotika Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Bab III mengatur ruang lingkup, sebagai berikut:15 Pasal 5 Pengaturan Narkotika dalam Undang-Undang ini meliputi segala bentuk kegiatan dan/atau perbuatan yang berhubungan dengan Narkotika dan Prekursor Narkotika. Pasal 6 (1) Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 digolongkan ke dalam: a. Narkotika Golongan I; b. Narkotika Golongan II; dan c. Narkotika Golongan III. (2) Penggolongan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pertama kali ditetapkan sebagaimana tercantum dalam 15. UU No 35/2009 Tentang Narkotika,Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hal. 5.

(18) 18. Lampiran I dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Undang-Undang ini. (3) Ketentuan mengenai perubahan penggolongan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 7 Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pasal 8 (1) Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan. (2) Dalam jumlah terbatas, Narkotika Golongan I dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Penjelasan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 yakni : a. Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. b. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan. pengembangan ilmu. pengetahuan serta. mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. c. Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan..

(19) 19. D. TINJAUAN UMUM TENTANG KRIMINALISTIK 1. Pengertian Kriminalistik Menurut W.M.E.Noach, Kriminalistik adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah teknik dilakukannya kejahatan sebagai alat untuk mengadakan penyidikan kejahatan secara teknis dengan menggunakan ilmu alam, kimia, sidik jari, ilmu racun dan lain lain. A.Gumilang mendefinisikan kriminalistik merupakan tehnik dan taktik untuk membuat terang suatu perkara kejahatan dengan menggunakan ilmu-ilmu modern atau tehnik penyidikan, mencari barang bukti, mencari tersangka.16 Buku tangan kriminalistik yang dipergunakan oleh Polri, mengatakan bahwa kriminalistik merupakan ilmu pengetahuan yang menentukan terjadinya atau tidak terjadinya suatu kejahatan dengan mencari (menyidik) pelakunya dengan menggunakan ilmu alam, kimia, ilmu racun, penyakit jiwa dan lain-lain17. Dalam kepentingan penyidikan terdapat di dalam pasal 106 sampai dengan pasal 136 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.. 2. Asas dan Fungsi Kriminalistik Dalam Mengungkap Tindak Pidana Narkotika Asas- Asas dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang digunakan dalam membuat terang suatu perkara kriminalistik yakni: 16. A. Gumilang.1991.Kriminalistik:Pengetahuan Tentang Teknik dan Taktik Penyidikan.Bandung:Angkasa, hal 5 17 Ibid, hal 1.

(20) 20. a.. Asas Presumtion of Innocent18 Setiap orang yang disangka, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di Pengadilan wajib dianggap tidak bersalah, sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.. b.. Asas Equality Before The Law (Persamaan di muka hukum). c.. Penindakan hanya sah apabila ada perintah tertulis sesuai undang-undang yang berlaku.. d.. Hak pemberian bantuan atau penasehat hukum19. e.. Peradilan cepat, sederhana, bebas, jujur, tidak memihak dan biaya ringan.. Obyek kriminalistik dalam mengungkap tindak pidana narkotika yakni a. Orang (pelaku) Untuk menentukan pelaku tersebut termasuk dalam pelaku sebagai pemakai, pelaku sebagai pengedar atau pelaku sebagai pemakai dan pengedar. Sehingga dilakukan berbagai test salah satunya dengan melakukan test urin. b. Bendanya / barang Untuk menentukan barang bukti tersebut merupakan narkotika atau bukan, maka sampel dari barang bukti tersebut akan dikirim ke Laboratorium Forensik untuk diteliti lebih lanjut, dan nantinya akan diperoleh hasilnya. Di dalam proses penyidikan dan pembuktian, kriminalistik berfungsi agar Polri mengikuti proses penyidikan dengan benar demi terciptanya suatu 18 19. Andi Hamzah. 2008. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta:Sinar Grafika, hal.12-25 Gumilang.1991.Op.Cit hal.8.

(21) 21. kebenaran materiil dan menghindarkan kesalahan dan penyelewengan penyidikan, terutama pada perkara yang besar dan mengundang opini masyarakat.20 Oleh karena itu, memerlukan beberapa ilmu bantu lainnya yakni ilmu kedokteran forensik, ilmu psikiatri forensik dan ilmu toxicology forensik (membahas mengenai racun). Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun. di. dalam. Kitab. Undang-Undang. Hukum. Acara. Pidana,. mendefinisikan racun yakni setiap bahan atau zat yang dalam jumlah relatif kecil bila masuk atau dimasukkan ke dalam tubuh akibat reaksi kimiawinya dapat menimbulkan gejala abnormal, menyakiti, mencederakan atau membinasakan bagi tubuh yang normal dan sehat. Ilmu Kedokteran Forensik, membantu Kepolisian dan Kejaksaan serta Kehakiman (peradilan) umumnya terutama dalam hal menghadapi suatu kasus perkara yang menyangkut perusakan tubuh dan kesehatan serta nyawa manusia, agar kasus tersebut menjadi jelas dan terang sehingga hakim akan yakin dan lancar dalam menjatuhkan putusannya.21 Pasal 133 Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana dijelaskan bahwa yang dapat memberi keterangan yakni ahli ilmu kedokteran kehakiman dan jelas menyatakan bahwa penyidik berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau ahli lainnya. Ahli kedokteran forensik, dalam menyelesaikan kasus tindak pidana narkotika, biasanya pemeriksaannya melalui test urin. 20. Te-effendi,kriminalistik,blogspot,com. Effendi.Resume Materi Perkuliahan Pra-UTS. Diakses pada tanggal 11 Oktober 2011 21 Atang Ranoemihardja. 1991. Ilmu Kedokteran Kehakiman.Bandung:Tarsito, hal 10.

(22) 22. Psikiatri Forensik membahas mengenai perilaku seseorang yang kecanduan, menggunakan narkotika dan apakah hal tersebut dapat dipidana atau tidak. Gejala seseorang menggunakan narkotika yakni a. Mata merah b. Mulut kering c. Bibir berwarna kecoklatan d. Perilakunya tidak wajar e. Bicaranya kacau f.. Daya ingatannya menurun Ada pun tanda – tanda dini anak yang telah menggunakan narkotika. dapat dilihat dari beberapa hal antara lain : a. Anak menjadi pemurung dan penyendiri b. Wajah anak pucat c. Terdapat bau aneh yang tidak biasa di kamar anak d. Matanya berair dan tangannya gemetar e. Nafasnya tersengal dan susuh tidur f. Badannya lesu dan selalu gelisah g. Anak menjadi mudah tersinggung, marah, suka menantang orang tua Toxicologi Forensik dapat membantu mengusut suatu perkara yakni untuk mencari, menghimpun, menyusun dan menilai bahan-bahan guna peradilan. Di mana dalam pengadilan apabila ada suatu kasus yang disangka keracunan maka biasanya membuat Visum Et Repertum.22. 22. Ibid, hal, 58-59.

(23) 23. Visum Et Repertum adalah suatu keterangan dokter tentang apa yang dilihat dan diketemukan di dalam melakukan pemeriksaan terhadap orang yang luka atau terhadap mayat. Tujuannya yakni membantu para petugas Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman dalam mengungkap suatu perkara pidana yang berhubungan dengan perusakan tubuh, kesehatan dan nyawa manusia sehingga bekerjanya harus obyektif dengan mengumpulkan kenyataan-kenyataan dan menghubungkan satu sama lain dengan logis untuk kemudian mengambil kesimpulan.23. E. TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUKTIAN 1. Pengertian Pembuktian Pembuktian merupakan titik sentral di dalam pemeriksaan perkara di pengadilan. Hal ini karena melalui tahapan pembuktian inilah terjadi suatu proses, cara, perbuatan membuktikan untuk menunjukkan benar atau salahnya terdakwa terhadap suatu perkara pidana di dalam sidang pengadilan. Arti dari bukti sendiri adalah sesuatu yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa.24 Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Tujuan adanya pembuktian ini adalah untuk membuktikan apakah terdakwa benar bersalah atas tindak pidana yang didakwakan kepadanya.. 23. Ibid, hal 18-20 Leden Marpaung, 2009, Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyelidikan dan penyidikan), Jakarta: Sinar Grafika, hal. 22 24.

(24) 24. Menurut Adami Chazawi menyatakan, bahwa dari pemahaman tentang arti pembuktian di sidang pengadilan, sesungguhnya kegiatan pembuktian dapat dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu: a. Bagian kegiatan pengungkapan fakta b. Bagian pekerjaan penganalisisan fakta yang sekaligus penganalisisan hukum. Adapun teori atau sistem pembuktian adalah sebagai berikut: a. b.. c.. d.. Conviction-in time yaitu salah tidaknya seorang terdakwa semata-mata ditentukan oleh penilaian hakim. Conviction Raisonee yaitu dalam menentukan salah tidaknya terdakwa tetap ditentukan berdasarkan keyakinan hakim tapi keyakinan hakim tersebut harus disertai dengan alasan yang logis. Pembuktian menurut Undang-Undang secara positif yaitu dalam menentukan salah tidaknya terdakwa semata-mata ditentukan pada alat bukti yang sah menurut UndangUndang. Pembuktian menurut Undang-Undang secara negatif yaitu dalam menentukan salah tidaknya terdakwa berdasarkan alat bukti yang sah dan faktor keyakinan hakim.25. Dari teori atau sistem pembuktian tersebut, maka beban pembuktian diberikan kepada penuntut umum di dalam suatu perkara untuk membuktikan bahwa terdakwa telah melakukan kejahatan. Apabila penuntut umum tidak dapat membuktikannya, maka terdakwa harus dibebaskan tanpa harus membela diri. Alat bukti yang sah telah diatur oleh pasal 184 ayat (1) Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana yaitu: a. Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa 25. Andi Hamzah. 2008.Op.Cit, hal 249.

(25) 25. b.. c. d.. e.. pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu. Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang suatu hal yang diperlukan untuk memperjelas perkara pidana guan kepentingan pemeriksaan. Surat Petunjuk Menurut pasal 188 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang diduga memiliki kaitan baik antara yang satu dengan yang lain, maupun tindak pidana itu sendiri, yang menandakan telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Keterangan terdakwa Menurut pasal 194 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana , yang dimaksud dengan keterangan terdakwa yakni apa yang telah dinyatakan terdakwa di muka sidang tentang perbuatan yang dilakukannya atau yang diketahui dan dialami sendiri. Berdasarkan pasal 86 Undang –Undang Nomor 35 Tahun 2009, penyidik dapat memperoleh alat bukti selain sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana, berupa: a. Informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu. b. Data rekaman atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didenganr yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada: 1. Tulisan, suara dan/atau gambar 2. Peta, rancangan, foto atau sejenisnya, atau 3. Huruf, tanda, angka, simbol, sandi atau perforasi yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca tau memahaminya..

(26) 26. 2. Metode dan Pengumpulan Barang Bukti Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana tidak memberikan definisi mengenai barang bukti, hanya menyebutkan dalam penjelasan pasal 46 (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yakni Benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada mereka siapa benda itu di sita atau kepada orang atau kepada mereka yang paling berhak, apabila: a. Kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi b. Perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak merupakan tindka pidana c. Perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum, kecuali apabila benda itu diperoleh dari suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana. Pengumpulan dan pengambilan barang bukti harus dilakukan dengan cara yang benar disesuaikan dengan bentuk/macam barang bukti yang akan diambil/dikumpulkan yang dapat berupa benda padat,cair dan gas.26 Proses pengumpulan barang bukti. di dalam kasus tindak pidana. narkotika yakni27 a. Korban: 1) Bahan/obat-obatan yang diduga narkotika, baik jenis maupun wujudnya. 2) Alat-Alat suntikan 3) Gejala yang muncul pada tubuh korban 4) Test urine 5) Sidik jari b. Tersangka: 1) Obat-obatan yang diduga narkotika 2) Test urine 3) Alat-alat suntik c. Obat-Obatan: 1) Obat yang diduga narkotika 2) Puder, kapsul, serbuk, pil 26 27. A. Gumilang.1991.Op.Cit, hal 18 Andi Hamzah.Op.Cit, hal 20.

(27) 27. 3) Bekas bungkus/sampul obat Dengan demikian, barang bukti sangat penting untuk diperlihatkan kepada terdakwa maupun saksi karena barang bukti merupakan unsur pokok dalam pembuktian dan penambah keyakinan hakim atas kesalahan terdakwa.. F. TINJAUAN UMUM TENTANG PENYIDIKAN 1. Pengertian Penyidikan Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana pasal 1 ayat 2 penyidikan merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi dan untuk menemukan tersangkanya. Sedangkan penyelidikan yakni serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, pasal 1 ayat 13 yang dimaksud dengan penyidikan yaitu serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang mana dengan bukti tersebut akan membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Tujuan dari penyidikan yakni untuk mencari dan menemukan alat bukti serta untuk menemukan siapa pelaku dari tindak pidana tersebut. Untuk mencapai maksud tersebut, maka penyidik akan menghimpun keterangan-.

(28) 28. keterangan dengan fakta-fakta atau peristiwa-peristiwa tertentu”. Selanjutnya yang dimaksud dengan menghimpun keterangan menurut Gerson Bawengan adalah :28 a. b. c. d. e. f.. Fakta tentang terjadinya suatu kejahatan; Identitas daripada sikorban; Tempat yang pasti dimana kejahatan dilakukan; Waktu terjadinya kejahatan; Motif, tujuan serta niat; Identitas Pelaku Kejahatan. Bagian hukum acara pidana yang menyangkut penyidikan yakni:29 a. Ketentuan tentang alat-alat penyidik b. Ketentuan tentang diketahuinya terjadinya delik c. Pemeriksaan di tempat kejadian d. Pemanggilan tersangka atau terdakwa e. Penahanan sementara f. Penggeledahan g. Pemeriksaan atau introgasi h. Berita acara (penggeledahan, introgasi dan pemeriksaan di tempat) i. Penyitaan j. Penyampingan perkara k. Pelimpahan perkara kepada penuntut umum dan pengembaliannya kepada penyidik untuk disempurnakan.. Sistem yang digunakan oleh Kepolisian Republik Indonesia yakni sistem untuk mengusahakan dan mengungkapkan pokok-pokok masalah sebagai berikut:30 a. Siapa korban, pelaku, saksi dan lain-lain. b. Apa yang terjadi, tindak pidana apa. 28. GW. Bawengan.1989.Penyidikan Perkara Pidana dan Teknik Interogasi.Cetakan Ketiga (disesuaikan dengan KUHAP).Jakarta:PT. Pradya Paramita, hal 11 29 Andi Hamzah.Op.Cit, hal 120 30 Gumilang. 1991.Op.Cit. hal 9.

(29) 29. c. d. e. f. g.. Di mana telah terjadi. Dengan alat apa yang digunakan. Mengapa, apa motifnya, alasannya. Bagaimana caranya. Waktu kejadian. 2. Tugas Dan Wewenang Penyidik Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia Tugas yang dimiliki oleh kepolisian Republik Indonesia menurut pasal 13 Undang-Undang No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia adalah : a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat b. Menegakan hukum; dan c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Berdasarkan pasal 14 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia disebutkan bahwa memiliki tugas yakni: a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan; b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan; c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan; d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional; e. Memelihara ketertiban dan menjamin kemanan umum; f. Melakukan koordinasi, pengawasan dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil; g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya; h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;.

(30) 30. i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia; j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang; k. Memberikan pelayanan terhadap masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundangundangan. Selain itu berdasarkan pasal 15 (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002, Kepolisian Republik Indonesia secara umum berwenang: a. Menerima laporan dan atau pengaduan; b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum; c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat; d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa; e. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian; f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan; g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian; h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang; i. Mencari keterangan dan barang bukti; j. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional; k. Mengeluarkan surat ijin dan atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat; l. Memberikan bantuan keamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat; m. Menerima dan menyimpan barang temuan utuk sementara waktu. Selain itu sesuai dengan pasal 16 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002, dalam rangka menyelenggarakan tugas di bidang proses pidana, Kepolisian Republik Indonesia berwenang untuk: a. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan; b. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan;.

(31) 31. c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan; d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri; e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h. Mengadakan penghentian penyidikan; i. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum; j. Mengajukan permintaan langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk menangkap orang yang disangka melakukan tindak pidana; k. Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik Pegawai Negeri Sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum; l. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. 3. Tugas dan Wewenang Penyidik Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Undang-Undang Hukum Acara Pidana Menurut pasal 6 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang disebut sebagai penyidik yaitu : a. Pejabat polisi Negara Republik Indonesia. b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Selain itu, penyidik memiliki wewenang berdasarkan pasal 7 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yakni : a. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana, b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian, c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka, d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan,.

(32) 32. e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat, f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang, g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi, h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dalam pemeriksaan perkara, i. Mengadakan penghentian penyidikan, j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. 4. Penyidikan dalam Perkara Narkotika Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, penyidik yang berwenang menangani perkara narkotika yaitu penyidik Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) dan penyidik Pegawai Negeri Sipil (PNS) tertentu yakni pegawai negeri sipil Departemen Kesehatan dan Badan Narkotika Nasional (BNN). Tugas Badan Narkotika Nasional (BNN) menurut pasal 70 UndangUndang Nomor 35 Tahun 2009 yakni a.. b. c.. d.. e. f. g.. h.. Menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika. Mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika. Berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika. Meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial pecandu Narkotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat. Memberdayakan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika. Memantau, mengarahkan, dan meningkatkan kegiatan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika. Melakukan kerja sama bilateral dan multilateral, baik regional maupun internasional, guna mencegah dan memberantas peredaran gelap Narkotika. Mengembangkan laboratorium Narkotika..

(33) 33. i.. Melaksanakan administrasi penyelidikan dan penyidikan terhadap perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika. Membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang.. j.. Dalam rangka melakukan penyidikan, menurut pasal 75 UndangUndang Nomor 35 Tahun 2009, penyidik Badan Narkotika Nasional berwenang: a.. Melakukan penyelidikan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang adanya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika. b. Memeriksa orang atau korporasi yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika. c. Memanggil orang untuk didengar keterangannya sebagai saksi. d. Menyuruh berhenti orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika serta memeriksa tanda pengenal diri tersangka. e. Memeriksa, menggeledah, dan menyita barang bukti tindak pidana dalam penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika. f. Memeriksa surat dan/atau dokumen lain tentang penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika. g. Menangkap dan menahan orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika. h. Melakukan interdiksi terhadap peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika di seluruh wilayah juridiksi nasional. i. Melakukan penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang cukup. j. Melakukan teknik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan di bawah pengawasan. k. Memusnahkan Narkotika dan Prekursor Narkotika. l. Melakukan tes urine, tes darah, tes rambut, tes asam dioksiribonukleat (DNA), dan/atau tes bagian tubuh lainnya. m. Mengambil sidik jari dan memotret tersangka. n. Melakukan pemindaian terhadap orang, barang, binatang, dan tanaman. o. Membuka dan memeriksa setiap barang kiriman melalui pos dan alat-alat perhubungan lainnya yang diduga mempunyai hubungan dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika. p. Melakukan penyegelan terhadap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang disita. q. Melakukan uji laboratorium terhadap sampel dan barang bukti Narkotika..

(34) 34. r.. s.. Meminta bantuan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan tugas penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika. Menghentikan penyidikan apabila tidak cukup bukti adanya dugaan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika. Wewenang yang diberikan kepada penyidik POLRI dan penyidik Pegawai Negeri Sipil pada dasarnya sama dalam rangka penyidikan perkara pidana narkotika. Adapun yang berbeda secara mendasar adalah tiadanya wewenang untuk melakukan penangkapan dan penahanan terhadap tersangka tindak pidana di bidang narkotika, sehingga penyidik Pegawai Negeri Sipil mengalami kesulitan dalam melakukan penyidikan..

(35) 35. BAB III METODE PENELITIAN. A. Metode Pendekatan Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian empiris yaitu pendekatan penelitian secara yuridis sosiologis, yaitu mengkaji masalah yang diteliti dari segi ilmu hukum dan dengan melihat serta mengkaitkan dengan kenyataan yang ada di dalam implementasinya yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu kegiatan atau peristiwa dalam praktek sehari-hari.31 Masalah yang ada di Polres Kediri Kota, dikaitkan dengan teori-teori hukum kemudian melihat bagaimana kenyataan atau prakteknya di dalam masyarakat, sehingga nantinya akan dapat memperoleh suatu kesimpulan.. B. Lokasi Penelitian 1. Lokasi penelitian di Wilayah Hukum Kantor Polres Kediri Kota beralamat di Jalan Brawijaya No. 25 Kota Kediri. Alasan penulis memilih lokasi tersebut sebagai lokasi penelitian karena Polres Kediri Kota adalah salah satu Polres yang banyak menangani masalah mengenai tindak pidana khususnya mengenai Tindak Pidana Narkotika dan di Kediri juga terdapat Rumah Sakit Polri yakni Rumah Sakit Bhayangkara, di mana rumah sakit tersebut digunakan untuk melakukan test urine guna. 31. Ronny haitijo Soemitro, 1998, Metodolgi Penelitian Hukum dan Juemetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, h.65.

(36) 36. untuk menentukan pelaku sebagai pengedar atau pelaku sebagai pengguna. 2. Berdasarkan survey awal yang dilakukan oleh peneliti dapat diperoleh data Tindak Pidana narkoba di Polres Kediri Kota selama 3 bulan terakhir ini sebanyak 25 kasus.. C. Populasi dan Sampel 1. Populasi yaitu seluruh obyek seluruh unit yang akan diteliti.32 Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh polisi di Polres Kediri Kota yakni 1.400 anggota polisi di Polres Kediri Kota dan seluruh petugas Rumah Sakit Bhayangkara Kediri. 2. Sampling adalah suatu cara pengumpulan data yang sifatnya tidak menyeluruh, artinya tidak mencakup seluruh obyek penyelidikan akan tetapi hanya sebagian dari populasi saja.33 Yang menjadi sampel dalam penelitian ini yakni Kabag, Kasat Reserse, Kanit Narkoba di Polres Kediri Kota, dokter Rumah Sakit Bhayangkara Kediri,. 3. Respondennya yakni Kaurbinops , Kanit Idik I, salah satu dokter Rumah Sakit Bhayangkara Kediri yang bertugas untuk melakukan test urine dan salah satu petugas di Laboratorium Forensik Jatim.. 32. Ibid, hal.44 Supranto, 1981, Metode Riset (Aplikasinya dalam Pemasaran), Fakultas Ekonomi UII, Jakarta, h. 38 33.

(37) 37. D. Jenis dan Sumber Data a. Data Primer Diambil langsung dari hasil wawancara semi terstruktur dan observasi terhadap penyidik tentang siapa saja pelakunya, jumlah datanya. Dalam penelitian ini, datanya langsung diperoleh dari respondennya yakni Kaurbinops, Kanit I, dokter RS. Bhayangkara Kediri dan petugas Laboratorium Forensik Jatim yakni dengan cara melakukan wawancara semi terstruktur, dokumentasi dan observasi. b. Data Sekunder Data yang diperoleh peneliti melalui dokumen-dokumen yang berupa buku literature, perundang-undangan, majalah, artikel-artikel dari surat kabar dan berkas-berkas serta dokumen-dokumen yang diperoleh di Polres Kediri Kota. E. Teknik Memperoleh Data Dalam teknik pengumpulan data dipergunakan cara sebagai berikut: 1. Interview (wawancara), yaitu merupakan proses Tanya Jawab secara lisan dimana 2 orang atau lebih berhadapan secara fisik.34 Bentuk wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur, yaitu dengan mempersiapkan terlebih dahulu pertanyaanpertanyaan sebagai pedoman tetapi masih dimungkinkan ada variasivariasi pertanyaan yang disesuaikan dengan situasi ketika wawancara, 34. Ronny Hanitijo Soemitro, 1983, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 71.

(38) 38. sehingga penelitian tidak terlampaui terikat pada aturan-aturan yang ketat.35 Pertanyaan tersebut diberikan kepada Kaurbinops, Kanit I Polres Kediri Kota, dokter RS. Bhayangkara Kediri, dan petugas yang ada di Laboratorium Forensik Jatim. 2. Dokumentasi, yaitu pengumpulan data yang ditujukan kesubyek penelitian. Dibagi dalam dokumen primer, yaitu ditulis pelaku sendirisendiri dan dokumen sekunder, yaitu bila peristiwa disampaikan pada orang lain.36 Dokumen yang diperoleh yakni data tentang struktur organisasi Polres Kediri Kota, Struktur Organisasi Satuan Reserse Narkoba, data kasus tentang narkotika tahun 2009-2011, data yang pelaku yang melakukan pemeriksaan test urin, cara-cara melakukan test urine, jumlah Barang bukti yang dikirim ke Laboratorium Forensik Jatim. 3. Observasi, yaitu pengumpulan data dengan cara mengamati secara langsung dari suatu kegiatan yang sedang dilakukan.. F. Teknik Analisa Data Tujuan analisa data untuk memperoleh jawaban dari permasalahan yang diketengahkan. Dalam pengelolaan data, penulis menggunakan teknik metode. 35. kualitatif. deskriptif. analisis. artinya. mengumpulkan. data,. Marzuki, Op. Cit, hal. 96 Sukandarrumidi, 2004, Metodologi Penelitian (Petunjuk Untuk Pemula), UGM Press, Yogyakarta, h. 100 36.

(39) 39. mengkualifikasikan kemudian menghubungkan teori yang berhubungan dengan masalah dan akhirnya menarik kesimpulan untuk menentukan hasil.37. G. Definisi Operasional 1. Peranan Kriminalistik Lebih mengarah pada peranan ilmu-ilmu dalam lingkup kriminalistik yang membantu untuk mengungkap ada tidaknya tindak pidana tertentu, dalam hal ini yaitu tindak pidana narkotika yang terkait dengan pelaku sebagai pengguna, pengedar, pembuat dan juga barang bukti tersebut narkotika atau bukan, sehingga lebih mengarah pada ilmu kedokteran forensik, toxicologi forensik dan psikiatri forensik. 2. Mengungkap Merupakan tindakan penyidik di dalam membuktikan suatu kasus, yang merupakan suatu tindak pidana atau bukan. 3. Tindak Pidana adalah perbuatan manusia yang menyalahi norma-norma dasar masyarakat secara kongkret. 4. Narkotika Narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. 37. 138. J.Lexy Moleong, 1996, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, hal..

(40) 40. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum tentang Tindak Pidana Narkotika di Polres Kediri Kota Polres Kediri Kota terletak di Jalan Brawijaya No. 25 Kediri, di mana berbatasan langsung dengan:. Utara. : Kec. Grogol, Kertosono. Timur. : Kec. Gampengrejo, Kec. Wates, Pare. Selatan : Kandat, TulungAgung Barat. : Kec. Semen. Visi yang dimiliki oleh Polres Kediri Kota yakni terwujudnya pelayanan keamanan, ketertiban masyarakat (kamtibmas) prima dan tegaknya hukum serta terjalin sinergi polisional yang proaktif di wilayah hukum Polres Kediri. Sedangkan Misinya yaitu berdasarkan pernyataan visi yang dicita-citakan.

(41) 41. tersebut selanjutnya diuraikan dalam misi Polres Kediri yang mencerminkan koridor tugas-tugas sebagai berikut: a. Terwujudnya Pelayanan Kamtibmas Prima, meliputi: 1. Meningkatkan kemampuan personil Polres Kediri untuk melayani masyarakat. 2. Memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan sikap dan penampilan yang simpatik dan humanis baik perorangan maupun kesatuan Polres Kediri. 3. Memberikan. perhatian. kepada. masyarakat. yang. memerlukan. pelayanan Polres Kediri. 4. Melakukan tindakan segera terhadap masyarakat yang memerlukan kehadiran maupun pelayanan Polres Kediri. 5. Memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, transparan dan akuntabel sebagai wujud pertanggungjawaban kinerja Polres Kediri. b. Terwujudnya Penegakan Hukum, meliputi: 1. Melaksanakan penyidikan secara profesional dan proposional untuk menjamin kepastian hukum. 2. Memberikan perlakuan yang sama kepada masyarakat terhadap hukum untuk menjamin rasa keadilan. 3. Melaksanakan proses penyidikan secara cepat dan murah sebagai upaya penegakan hukum di Polres Kediri..

(42) 42. 4. Melakukan tindakan segera terhadap masyarakat yang memerlukan kehadiran maupun pelayanan Polres Kediri. 5. Memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, transparan dan akuntabel sebagai wujud pertanggungjawaban kinerja Polres Kediri. c. Terwujudnya Sinergi Polisional yang Proaktif, meliputi: 1. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam menjaga keamanan di lingkungannya. 2. Meningkatkan peran petugas keamanan sebagai mitra dan salah satu sumber informasi di Polres Kediri Secara garis besar, struktur organisasi Polres Kediri Kota di bagi ke dalam 4 (empat) unsur. Berikut merupakan bagan struktur organisasi Polres Kediri Kota:.

(43) 43.

(44) 44. Meninjau dari struktur organisasi Polres Kediri Kota, maka pelaksanaan tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: a. Kapolres (Kepala Kepolisian Resort atau Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP)), merupakan pimpinan Polres yang berada di bawah dan tanggung jawab kepada Kapolda, bertugas untuk: 1) Memimpin, membina, mengawasi, dan mengendalikan satuan organisasi di lingkungan Polres dan unsur pelaksana kewilayahan dalam jajarannya: dan 2) Memberikan saran pertimbangan kepada Kapolda yang terkait dengan pelaksanaan tugasnya. b. Wakapolres (Wakil Kepala Kepolisian Resort atau Komisaris Polisi (Kompol)), merupakan unsur pimpinan Polres yang berada di bawah dan tanggung jawab kepada Kapolres, bertugas untuk: 1) Membantu. Kapolres. dalam. melaksanakan. tugasnya. dengan. mengawas, mengendalikan, mengkoordinir pelaksanaan tugas seluruh satuan organisasi Polres. 2) Dalam batas dan kewenangannya memimpin Polres dalam hal Kapolres berhalangan. 3) Memberikan saran pertimbangan kepada Kapolres dalam hal pengambilan keputusan berkaitan dengan tugas pokok Polres. c. Siwas (Seksi Pengawas), merupakan unsur pengawas dan pembantu pimpinan yang berada di bawah Kapolres. (Siwas) bertugas dalam melaksanakan monitoring dan pengawasan umum baik serutin maupun.

(45) 45. insidentil terhadap pelaksanaan kebijakan pimpinan Polri di bidang pembinaan dan operasional yang dilakukan oleh semua unit kerja, mulai proses. perencanaan,. pelaksanaan,. dan. pencapaian. kinerja serta. memberikan saran tindak terhadap penyimpangan yang ditemukan. d. Sipropam (Seksi Profesi Pengamanan), merupakan unsur pengawas dan pembantu pimpinan yang berada di bawah Kapolres. (Sipropam) bertugas melaksanakan pembinaan dan pemeliharaan disiplin, pengamanan internal, penyelenggaraan pelayanan pengaduan masyarakat yang diduga dilakukan oleh anggota Polri dan/atau PNS Polri, melaksanakan sidang disiplin dan/atau Kode Etik Profesi Polri serta rehabilitasi personel. e. Sikeu (Seksi Keuangan), merupakan unsur pengawas dan pembantu pimpinan. yang. menyelenggarakan. berada. dibawah. pelayanan. Kapolres.. fungsi. (Siekeu). keuangan. yang. bertugas meliputi. pembiayaan, pengendalian, pembukuan dan akuntansi, pelaporan serta pertanggung jawaban keuangan. f.. Sium (Seksi Umum), merupakan unsur pengawas dan pembantu pimpinan. yang. berada. dibawah. Kapolres.. Menyalenggarakan. terjaminnya pelayanan administrasi umum dan ketatausahaan yang mencakup fungsi kesekretariatan, kearsipan, dan administrasi umum lainnya serta pelayanan markas di lingkungan Polres. g. Bagops (Bagian Operasional), merupakan unsur pengawas dan pembantu pimpinan yang berada di bawah Kapolres. (Bagops) bertugas merencanakan, mengendalikan dan menyelenggarakan administrasi.

(46) 46. operasional kepolisian, termasuk latihan pra operasi, melaksanakan koordinasi baik dalam rangka keterpaduan fungsi maupun dengan instansi dan lembaga terkait dalam rangka pelaksanaan pengamanan kegiatan masyarakat, serta melaksanakan fungsi hubungan masyarakat termasuk pengelolaan informasi dan dokumentasi (PID). 1) Subbag Binops (Sub Bagian Pembinaan Operasi) yang bertugas menyusun perencanaan operasi dan pelatihan praoperasi serta menyelenggarakan. administrasi. operasi;. dan. melaksanakan. koordinasi antar fungsi dan instansi/lembaga terkait dalam rangka pelaksanaan pengamanan kegiatan masyarakat dan/atau pemerintah. 2) Subbag Dalops (Sub Bagian Pengendalian Operasi) yang bertugas melaksanakan pengendalian operasi dan pengamanan kepolisian; mengumpulkan, mengolah dan menyajikan data dan laporan operasi kepolisian. serta. kegiatan. pengamanan;. dan. mengendalikan. pelaksanaan pengamanan markas di lingkungan Polres. 3) Subbag Humas (Sub Bagian Hubungan Masyarakat) yang bertugas mengumpulkan dan mengolah data, serta menyajikan informasi dan dokumentasi kegiatan kepolisian yang berkaitan dengan penyampaian berita di lingkungan Polres; dan meliputi, memantau, memproduksi, dan mendokumentasikan informasi yang berkaitan dengan tugas Polres. h. BagRen (Bagian Perencanaan) merupakan unsur pengawas dan pembantu pimpinan yang berada di bawah Kapolres. (Bagren) bertugas menyusun.

(47) 47. rencana kerja dan anggaran, pengendalian program dan anggaran serta analisa dan evaluasi atas pelaksanaannya, termasuk rencana program pengembangan satuan kewilayahan. 1) Subbag Progar (Sub Bagian Program Anggaran) yang bertugas membantu menyusun rencana jangka pendek Polres antara lain Renstra, Rancangan Renja dan Renja; dan membantu menyusun rencana kebutuhan anggaran Polres dalam bentuk RKA-KL, DIPA, Penyusunan penetapan kinerja, KAK atau TOR dan RAB. 2) Subbag Dalgar (Sub Bagian Pengendalian Anggaran) yang bertugas membantu dalam membuat administrasi otorisasi anggaran tingkat Polres; dan menyusun LRA dan membuat laporan akuntabilitas kinerja Satker dalam bentuk LAKIP meliputi analisis target pencapaian kinerja, program dan anggaran. i.. Bag Sumda (Bagian Sumber Daya Manusia) merupakan unsur pengawas dan pembantu pimpinan yang berada di bawah kapolres. (Bagsumda) bertugas menyelenggarakan pembinaan dan administrasi personel, pelatihan fungsi dan pelayanan kesehatan, pembinaan dan administrasi logistik serta pelayanan bantuan dan penerapan hukum. 1) Subbag Pers (Sub Bagian Personel), yang bertugas melaksanakan pembinaan karier personel, perawatan personel, psikologi personel, pelatihan fungsi, pelayanan kesehatan personel Polri di lingkungan Polres..

(48) 48. 2) Subbag Sarpras ( Sub Bagian Sarana dan Prasarana), yang bertugas melaksanakan inventarisasi SIMAK, BMN, penyaluran perbekalan umum, perawatan alat khusus, senjata api amunisi dan angkutan serta memelihara fasilitas jasa dan konstruksi, listrik, air, dan telepon; dan 3) Subbag Kum (Sub Bagian Hukum), yang bertugas melaksanakan pelayanan hukum, memberikan pendapat dan saran hukum, penyuluhan hukum dan pembinaan hukum serta menganalisis sistem dan metode terkait dengan ketentuan dan peraturan perundangundangan di lingkungan Polres. j. SPKT. (Sentra. Pelayanan. Kepolisian. Terpadu),. yang. bertugas. memberikan pelayanan kepolisian kepada masyarakat, dalam bentuk penerimaan dan penanganan pertama laporan/pengaduan, pelayanan bantuan/pertolongan kepolisian, bersama fungsi terkait mendatangi TKP (Tempat Kejadian Perkara) untuk melaksanakan kegiatan, pengamanan dan olah TKP sesuai ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku, serta memberikan pelayanan informasi. k. SatIntelkam (Satuan Intelejen dan Pengamanan), yang bertugas menyelenggarakan dan membina fungsi intelejen bidang keamanan, pelayanan yang berkaitan dengan ijin keramaian umum dan penerbitan SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian), menerima pemberitahuan kegiatan masyarakat atau kegiatan politik serta membuat rekomendasi atas permohonan izin pemegang senjata api dan penggunaan bahan.

(49) 49. peledak. serta. melakukan. pengamanan,. pengawasan. terhadap. pelaksanaannya. l. Satreskrim (Satuan Reserse Kriminal), yang bertugas menyelenggarakan /membina fungsi penyidikan tindak pidana secara transparan akuntabel dengan penerapan SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan), memberikan pelayanan dan perlindungan khusus terhadap korban dan pelaku anak dan wanita, menyelenggarakan fungsi identifikasi baik untuk kepentingan penyidikan maupun pelayanan umum, menyelenggarakan pembinaan, koordinasi dan pengawasan PPNS baik di bidang operasional maupun administrasi penyidikan sesuai ketentuan hukum dan perundang-undangan. m. SatReskoba. (Satuan. Reserse. Narkoba),. yang. bertugas. menyelenggarakan/ membina fungsi penyelidikan dan penyidikan pengawasan penyidikan tindak pidana narkoba, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba berikut prekusornya, serta pembinaan dalam rangka pencegahan dan rehabilitasi korban dan penyalahgunaan narkoba. 1) SatBimnas. (Satuan. Bimbingan. Masyarakat),. yang. bertugas. menyelenggarakan pembinaan masyarakat yang meliputi kegiatan penyuluhan masyarakat, pemberdayaan perpolisian masyarakat (Polmas), melaksanakan koordinasi, pengawasan dan pembinaan terhadap bentuk-bentuk pengamanan swakarsa (Pam Swakarsa), Kepolisian khusus (polsus) serta kegiatan kerjasama dengan organisasi, lembaga, instansi dan/atau tokoh masyarakat guna.

(50) 50. peneningkatan kesadaran dan ketaatan masyarakat terhadap hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan serta terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat. 2) SatSabhara. (Satuan. Smapta. Bhayangkara),. yang. bertugas. melaksanakan Turjawali (pengaturan, penjagaan dan patroli) dan pengamanan kegiatan masyarakat dan instansi pemerintah, objek, vital, TPTKP (Tindakan Pertama di Tempat Kejadian Perkara), penagangan Tipiring (Tindak Pidana Ringan), dan pengendalian massa dalam rangka pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat serta pengamanan markas. 3) Sat Lantas (Satuan Lalu Lintas), yang bertugas melaksanakan turjawali lalu lintas, pendidikan masyarakat lalu lintas (Dikmas Lantas) pelayanan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi, penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penegakkan hukum di bidang lalu lintas. guna memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas. 4) Sat Pamobvit (Satuan Pengamanan Obyek Vital), yang bertugas melaksanakan kegiatan pengamanan obyek vital (pamobvit) yang meliputi proyek/instalasi vital, obyek wisata, kawasan tertentu, dan VIP yang memerlukan pengamanan kepolisian. 5) Satpolajr (Satuan Polisi Angkutan Jalan Raya), yang bertugas melaksanakan fungsi kepolisian perairan yang meliputi patroli.

(51) 51. perairan, penegakan hukum di perairan, pembinaan masyarakat pantai dan perairan lainnya serta SAR. 6) Sat Tahti (Satuan Tahanan dan Barang Bukti), yang bertugas menyelenggarakan perawatan tahanan meliputi kesehatan tahanan, pembinaan tahanan serta menerima, menyimpan dan mengamankan barang bukti beserta adminiistrasinya di lingkungan Polres, melaporkan jumlah dan kondisi tahanan sesuai dengan ketentuan peraturann perundang-undangan. n. Sitipol. (Seksi. Teknologi. Informasi. Polri),. yang. bertugas. menyelenggarakkan pelayanan teknologi komunikasi dan teknologi informasi, meliputi kegiatan komunikasi kepolisian, pengumpulan dan pengelolahan serta penyajian data, termasuk informasi kriminal dan pelayanan multimedia. o. Polsek (Kepolisian Sektor), yang bertugas menyelenggarakan tugas pokok polri dalam pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, pemberian perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta tugas—tugas polri lain dalam daerah hukumnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan uraian di atas maka disimpulkan bahwa, struktur organisasi Polres Kediri Kota sama dengan struktur organisasi Polres yang ada di Indonesia. Berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 23.38. 38. Sumber Data Sekunder Polres Kediri Kota, 2011, diolah.

(52) 52. Satreskrimnarkoba (Satuan Reserse Kriminal Narkoba) Polres Kediri Kota merupakan sebuah satuan khusus yang dimiliki oleh Polres Kediri Kota yang memiliki wewenang untuk menyelenggarakan fungsi penyelidikan dan penyidikan tindak pidana narkotika dan obat berbahaya (narkoba), termasuk penyuluhan dan pembinaan dalam rangka penegakan dan rehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba di wilayah kota Kediri. Berikut merupakan bagan struktur organisasi Satreskoba :.

(53) 53. BAGAN 2 STRUKTUR ORGANISASI SATUAN RESERSE NARKOBA Kasat Resnarkoba AKP Sudadi. KAURMINTU AIPTU SUGIYO. KAURBINOPS IPTU SAIFUL ALAM, SH, MH.. BAMIN BRIGADIR ANITA DYAH. BAMIN BRIPTU EDI PADANG, SH. BANUM PENGATUR UTAMI. BANUM JURU NUNGKY. IPDA SUGENG SUNARYO. KANIT IDIK I. KANIT IDIK II AIPTU SUGENG APRIYANTO. BANIT. BANIT. Sumber:data sekunder, 2011. Di penghujung tahun 2009, Polresta kediri mencatat angka peningkatan kasus narkotika hampir mencapai 100 persen. Satuan Narkoba Polresta Kediri merilis cacatan peningkatan kasus narkotika yang luar biasa. Lebih 200 kasus narkotika di Kota/Kabupaten Kediri ditemukan. Bahkan, kalangan pelajar mendominasi. Lonjakan kasus narkotika ini terus menerus terjadi setiap tahun, sejak 2009, 2010 dan 2011. Kasus narkoba ini merupakan fenomena gunung es. Artinya, jika ditemukan 10 persen pengguna, maka di dalam mencapai 90 persen pengguna yang tidak diketahui..

(54) 54. Angka kejahatan tindak pidana narkotika di wilayah kota Kediri selama tahun 2008 sampai 2011 cukup tinggi, dan data ungkap kasus narkotika Satreskoba dapat dilihat dalam tabel berikut ini Tabel 1 Data Ungkap Kasus Narkotika Satreskorba Tahun 2009 Sampai 2011 Di Polres Kediri Kota NO. JENIS. 2008 KS. 1.. TS. NAR KOTI KA. 2009. 2010. 2011. BB. K S. TS. BB. KS. TS. BB. KS. TS. BB. 4,2 gram ganja. 2. 26. 68,3 gram ganja. 10. 17. 20,5 gram sabu. 8. 12. 13,67 gram sabu. -. -. 2,46 gram. -. -. 61 gram sabu 2.. PSIK OTR OPIK A. 13. 25. 78,1 7 gram sabu. 3. 9. 13,07 gram sabu. 6,58 gram sabu. Sumber: Data sekunder, diolah, 2011. Dari tabel di atas terdapat beberapa tindak pidana narkotika terhitung tahun 2009 sampai 2011 yang merupakan data dari upaya petugas Satreskrimkoba Polres Kediri Kota dalam menanggulangi aksi penyalahgunaan narkoba sampai tahun 2011. Pada tahun 2009 jumlah kasus yang diterima yakni 2 dengan 26 tersangka, sedangkan pada tahun 2010 mengalami peningkatan dengan 10 kasus dan tersangkanya 17. Pada tahun 2011 sedikit mengalami penurunan kasus narkotika dengan 8 kasus dan tersangkanya 12. Dari data tersebut terlihat bahwa jumlah kasus yang berhasil diungkap oleh petugas bervariasi pada tiap tahunnya. Jumlah terbanyak kasus yang berhasil diungkap terjadi pada tahun 2010, hal ini disebabkan karena tahun 2011.

(55) 55. seluruh aparat pada jajaran Satreskrimnarkoba Polres Kediri Kota bekerja secara tim atau kelompok dan benar-benar konsentrasi dalam menangani kasus ini. Barang bukti yang paling banyak ditemukan dan diterima pada saat melakukan pemeriksaan dan penggeledahan di tempat kejadian perkara (TKP) yakni ganja, sabu-sabu, dan heroin. Selain data tersebut di atas, terdapat juga data rata-rata umur dari pelaku, pengguna, pembuat dan penggedar narkotika. Disertai pula dengan rekapan data berupa tabel sebagai berikut:. Tabel 2 Data Ungkap Kasus Narkotika Tahun 2009-2011 Berdasarkan Umur No.. Umur. Jumlah. 1. 8-18. 10. 2. 19-21. 10. 3. 22-30. 9. 4. 31-35. 7. 5. 36-40. 8. 6. 41-46. 5. 7. 47-58. 6. Jumlah. 55. Sumber: Data sekunder, diolah, 2011.. Tabel di atas menyebutkan rentangan umur pelaku tindak pidana narkotika, dan dapat penulis simpulkan bahwasannya pelaku tindak pidana narkotika paling banyak berumur sekitar 8-21 tahun yakni 20 orang. Hal ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang menyatakan umur anak remaja adalah berumur sekurang-kurangnya 8-18.

(56) 56. tahun dan belum menikah dan belum mencapai umur 21 tahun. Tempat penangkapan para pelaku yang sedang menggunakan dan melakukan transaksi narkotika kebanyakan di eks lokalisasi semampir, warung remang-remang yang ada di Pinggir Sungai Brantas dan Selomangleng, Gelora Olahraga (GOR) Jayabaya, dan di tempat parkir Rumah Sakit Muhammadyah Kecamatan Mojoroto,. Alasan pelaku menggunakan narkotika tersebut dikarenakan kurang adanya perhatian orang tua sehingga mereka (pemakai) merasa orang tua mereka sibuk dengan pekerjaannya, adanya rasa ingin tahu (coba-coba), diajak oleh teman dan adanya pengaruh dari lingkungan. Untuk pengedar, mereka mengedarkan narkotika karena untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yakni dengan menjadikannya sebagai mata pencaharian.. B. Peranan Kriminalistik dalam Mengungkap Tindak Pidana Narkotika Penyidik di dalam menangani tindak pidana narkotika memiliki tahapan yang jelas serta proses yang terinci di mana semua didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang berlaku dan semua unsur ilmu dalam proses penyidikan dibutuhkan guna mendapatkan data yang valid. Dalam tindak pidana narkotika ada tiga jenis pelaku yakni, pelaku sebagai pengguna dan pelaku sebagai pengedar serta pelaku sebagai pembuat. Untuk itu diperlukan berbagai macam test guna memperoleh hasilnya. Pengungkapan tindak pidana narkotika itu sangat kompleks, juga dinyatakan oleh bagian Satresnarkoba bapak IPTU Saiful Alam, S.H, M.H Polres Kediri Kota bahwasannya tahap.

(57) 57. penyidikan sesuai dengan KUHAP dan UU No.35 Th. 2009, dengan penanganan khusus karena tindak pidana narkotika termasuk extraordinary (tindak pidana khusus) yang memerlukan penanganan cepat dan penyelesaian perkaranya sudah ditentukan sesuai dengan tingkat kesulitan perkara tersebut. Penyidik dalam melakukan pemeriksaan perkara narkotika tidak dapat mengatakan atau menentukan suatu barang bukti yang ada dalam perkara tersebut adalah narkotika. Penyidik boleh menduga barang bukti itu termasuk narkotika tetapi tidak boleh menentukan kepastiaanya, sebab penyidik bukan orang yang ahli di bidang itu. Untuk menentukan barang bukti tersebut adalah narkotika atau bukan, dengan cara mendatangkan ahli untuk dimintai keterangannya yang menyangkut barang bukti tersebut. Dalam praktiknya, penyidik mengirimkan barang bukti tersebut ke Laboratorium Forensik POLRI. Setelah barang bukti tersebut sampai di laboratorium forensik, sebelum barang bukti tersebut dibuka maka diperiksa terlebih dahulu apakah penyegelannya memenuhi syarat sesuai dengan pasal 129, 130 dan 133 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Apabila tidak memenuhi syarat maka barang bukti tersebut dikirimkan kembali kepada penyidik dengan permintaan agar penyegelannya diperbaiki lagi serta suratsuratnya..

(58) 58. Dalam menentukan jenis pelaku tindak pidana narkotika dalam buku Abdul Mun’im Idries dan kawan-kawan39 disebutkan bahwasannya untuk mengetahui apakah seseorang itu pernah menggunakan narkotika atau tidak, dapat dilakukan tes penyaring, yaitu yang dikenal dengan: 1. Nalorphine test, yang prinsipnya melihat reaksi yang terjadi pada pupil seseorang. Caranya: ukur diameter pupil dengan pupilometer, yang dikerjakan dalam ruang khusus yang tidak dipengaruhi cahaya, berikan 3 mg nalorfin secara sub-kutan, dan setelah 30 menit, diameter pupil diukur kembali. Dan nalorfin tes ini harus dikerjakan di tempat yang fasilitasnya lengkap. 2. Analisa urin dapat dikerjakan tersendiri atau bersama-sama dengan nalorfin tes memberikan hasil yang meragukan. Urin berbentuk cairan, cara pengambilan dan pengawetan dapat dilaksanakan sama dengan cara pengambilan darah dan sperma, yaitu a) jika masih basah usahakan untuk dapat dipindahkan ke dalam botol kaca dan tutup rapat, dan b) jika sudah kering biarkan pada tempatnya semula, bungkus bersama tempatnya beri label dan segel.40 Analisa urin dikerjakan minimal dengan khromatografi lapisan tipis (TLC). 3. Sindroma abstinensia, mengdoservasi gejala atau sindroma abstinensia dapat pula dipakai untuk mengetahui apakah seseorang itu pencandu narkotika. 39. Abdul Mun’im Idries Dkk, 1979, Ilmu Kedokteran Kehakiman, Jakarta Pusat: Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia, h. 64 40 A. Gumilang, Op.Cit, h. 24.

(59) 59. Ketiga cara tersebut sangat jelas sekali perincian dalam mendeteksi pengguna narkotika. Semua pelaku tindak pidana narkotika itu harus diperiksa dengan cara-cara di atas, setelah mengetahui hasilnya maka seorang kriminalistik dapat menentukan pelaku itu pengguna, pembuat atau penggedar. Data dari Polres Kediri Kota bagian Satreskrimnarkoba dibawah pimpinan IPTU Saiful Alam, SH, MH juga menyebutkan bahwasannya “salah satu tiga cara tersebut di atas juga dilakukan di Polres ini guna mendeteksi pelaku itu sebagai pengguna atau pembuat atau penggedar.41 Tes urin yang paling banyak digunakan dan paling baik dalam memeriksa pelaku. Dengan melihat hasil tes urin walaupun tanpa ada barang bukti kita dapat menyimpulkan bahwasannya pelaku itu pengguna ataukah pembuat ataukah penggedar. Apabila tes urin hasilnya positif terkandung zat narkotika berarti pelaku itu sebagai pengguna dan sebaliknya apabila tes urin negative tidak mengandung zat narkotika maka bisa jadi penggedar atau pembuat tergantung pemeriksaan selanjutnya yaitu pemeriksaan barang bukti.42. 41 42. Hasil wawancara dengan IPTU Saiful Alam, pada Tanggal 28 November 2011 pukul 10.00 Hasil wawancara dengan IPTU Saiful Alam, pada Tanggal 28 November 2011 pukul 10.00.

Referensi

Dokumen terkait

Fenomena munculnya online shop menimbulkan perubahan perilaku belanja pada kalangan mahasiswa Universitas Negeri Surabaya.Jumlah online shop yang semakin banyak

Hasil implementasi dari sistem yang dibangun dari penulisan penelitian ini adalah sebuah sistem pakar untuk mendiagnosa kerusakan Ginjal, sistem pakar kerusakan

Kemudian penelitian ini akan menguji struktur cangkang yang tebalnya tidak konstan menggunakan elemen cangkang berbasis Kriging dalam program MATLAB (K-Shell)

- Tanah diambil sekitar Penelitian Penambangan di daerah Rirang diambil pactajarak 100,200 clan300 meter dari kegiatan utama Rirang, demikianjuga untuk daerah Eko Remaja Kalan

(Comes in... Sukeroku has won the

g) Pelaksanaan penyelesaian permohonan surat keterangan Nilai Jual Objek Pajak h) Pelaksanaan penerbitan Daftar Nominatif untuk Usulan SP3 PSL Ekstensifikasi 6. Seksi

relapse pada kelompok kontrol karena nilai signifikasnsi lebih besar dari 0.05. Hasil Evaluasi Program Pelatihan Efikasi Diri dan Pemahaman Materi. 1) Hasil Analisis Program

Penilaian materi di dalam media interaktif berbasis adobe flash dalam pembelajaran menulis eksposisi pada siswa kelas V yang dilakukan oleh ahli materi