• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH TERAPI BERMAIN PUZZLE TERHADAP PERILAKU KOOPERATIF ANAK USIAPRASEKOLAH SELAMA HOSPITALISASI DI RSUD TUGUREJO SEMARANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH TERAPI BERMAIN PUZZLE TERHADAP PERILAKU KOOPERATIF ANAK USIAPRASEKOLAH SELAMA HOSPITALISASI DI RSUD TUGUREJO SEMARANG"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH TERAPI BERMAIN PUZZLE TERHADAP PERILAKU KOOPERATIF ANAK USIAPRASEKOLAH SELAMA HOSPITALISASI DI RSUD TUGUREJO

SEMARANG

Ahmad Barokah *), Sri Haryani **), Syamsul ***)

*) Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang

**) Dosen Program Studi S1 Keperawatan Telogorejo Semarang

***) Dosen Program Studi S1 Keperawatan ABSTRAK

Dalam mengatasi dampak hospitalisasi pada anak, perawat memegang peran penting untuk membantu orang tua menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan perawatan anak dirumah sakit. Fokus intervensi keperawatan yang dilakukan adalah meminimalkan stressor, memberikan dukungan psikologis pada anak. Dengan menggunakan terapi bermain puzzle.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi bermain puzzle terhadap dampak perilaku kooperatif anak usia prasekolah (3–6 tahun) di RSUD Tugurejo Semarang. Jenis penelitian ini menggunakan rancangan penelitian One Group Pre test - Post Test, sampel dalam penelitian ini sebanyak 27 responden yang diperoleh dengan menggunakan teknik total sampling. Pengambilan data dilakukan dengan cara melakukan observasi perilaku kooperatif sebelum dan sesudah diberikan terapi bermain puzzle. Untuk mengetahui perbedaan perilaku kooperatif antara sebelum dan sesudah terapi bermain digunakan uji Wilcoxon.

Berdasarkan hasil analisis uji Wilcoxon untuk terapi bermain puzzle dan tingkat kooperatif menunjukkan nilai p = 0,000 (<0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh terapi bermain puzzle terhadap tingkat kooperatif anak usia prasekolah. Dalam penelitian ini, karakteristik responden berdasarkan kelompok usia, paling banyak pada kelompok usia 3 tahun yaitu 10 responden (37,04%).

Berdasarkan jenis kelamin, responden perempuan lebih banyak yaitu 15 responden (55,56%).

Rekomendasi hasil penelitian ini adalah sebagai alternative dalam mengatasi anak usia prasekolah pada saat dirawat di rumah sakit.

Kata Kunci: Terapi Bermain Puzzle, Tingkat kooperatif anak.

ABSTRACT

In overcoming the hospitalization impact in children, a nurse holds an important role to help parents deal with related problem in treating children in the hospital. The nurse intervention implemented is to minimize the stressor, to give the psychological support to the children. Using playing puzzle therapy.

The aim of this research is to observe the impact of playing therapy using puzzle towards cooperative behavior impact in pre-school age (3 – 6 years old) in RSUD Tugurejo Semarang. Respondent type uses One Group Pre test – Post Test research design. Sample in this research is 27 respondent who obtained using total sampling technic. Data is collected by observing cooperative behavior before and after giving playing therapy puzzle. To find the difference of cooperative behavior before and after giving playing puzzle therapy, is used Wilcoxon test. Based on the Wilcoxon analysis for playing puzzle therapy and cooperative level shows value p = 0,000 (<0,50). It means that the significant level of 5% proved there is an impact of playing puzzle towards the cooperative level in pre-school children. This research divides the respondent characteristics into ages, the most number of it is 3 years old, that is 10 (37,04%). Based on the sex, female respondents are more than male, that is 15 (55,56%). The recommendation of the research result is as an alternative in overcoming pre-school age when treated in the hospital/ hospitalized.

Keyword : Playing Puzzle therapy, The level of cooperative children.

(2)

PENDAHULUAN

Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun), usia bermain/toddler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah (5- 11 tahun) hingga remaja (11-18 tahun) (Hidayat, 2009, hlm.6).

Saat anak dirawat di rumah sakit (hospitalisasi) memaksa anak untuk berpisah dari lingkungan yang dirasakannya aman, penuh kasih sayang, dan menyenangkan, yaitu lingkungan rumah, permainan, dan teman sepermainannya. Perawatan di rumah sakit sering kali dipersepsikan anak prasekolah sebagai hukuman sehingga anak akan merasa malu, bersalah, atau takut. Oleh karena itu, hal ini menimbulkan reaksi agresif dengan marah dan berontak, ekspresi verbal dengan mengucapkan kata-kata marah, tidak mau bekerja sama dengan perawat, apabila kondisi itu terjadi maka akan mempengaruhi proses perawatan saat di rumah sakit (Supartini, 2004, hlm.190).

Dalam mengatasi dampak hospitalisasi pada anak, perawat memegang peran penting untuk membantu orang tua menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan perawatan anak di rumah sakit. Fokus intervensi keperawatan yang dilakukan adalah meminimalkan stressor, memberikan dukungan psikologis pada anak dan anggota keluarga selama anak dirawat di rumah sakit (Supartini, 2004, dalam Marasaoly, 2009, ¶11).

Anak memerlukan media untuk dapat mengekspresikan perasaannya sehingga mampu bekerja sama dengan petugas kesehatan selama dalam

adalah melalui kegiatan permainan (Supartini, 2004, hlm.144).

Untuk alat permainan yang dirancang dengan baik akan lebih menarik anak dari pada alat permainan yang tidak didesain dengan baik. Anak TK biasanya menyukai alat permainan dengan bentuk yang sederhana dan tidak rumit dan berwarna terang. Salah satu contoh permainan yang menarik yaitu permainan puzzle, karena puzzle dapat meningkatkan daya pikir anak dan konsentrasi anak. Melalui puzzle anak akan dapat mempelajari sesuatu yang rumit serta anak akan berpikir bagaimana puzzle ini dapat tersusun dengan rapi (Alfiyanti, 2010, hlm.7).

Di RSUD Tugurejo pada tahun 2006 jumlah anak prasekolah yang dirawat sebanyak 97 anak, 2007 sebanyak 124 anak, 2008 sebanyak 80 anak, 2009 sebanyak 73 anak, dan 2010 sebanyak 181 anak, artinya jumlah rawat anak dari tahun 2006-2010. Populasi anak yang menjalani perawatan di rumah sakit Tugurejo dan diberikan terapi bermain puzzle memiliki persentase cenderung relatif bertambah. Namun kejadian dirawat di rumah sakit saat ini mengalami masalah yang lebih serius dan kompleks dibandingkan kejadian hospitalisasi pada tahun- tahun sebelumnya. Setelah anak diberikan terapi bermain puzzle di rumah sakit tidak hanya memberikan rasa senang pada anak, tetapi juga

akan membantu anak

mengekspresikan perasaan, pikiran cemas, takut, sedih, tegang, dan nyeri.

Sehingga anak tidak menolak saat

diberi tindakan yang dilakukan oleh

perawat serta mau merespon saat anak

diajak komunikasi dengan keluarga

atau perawat. Agar anak mampu

menyusun dan menyelesaikan

permainan puzzle dengan benar dan

tidak mengalami penolakan. Dengan

tujuan peneliti yaitu mengetahui

(3)

pengaruh terapai bermain puzzle terhadap perilaku kooperatif anak usia prasekolah selama hospitalisasi di RSUD Tugurejo Semarang serta mengetahui perbedaan tingkat kooperatif anak pada saat dirawat di rumah sakit antara sebelum dan sesudah aktivitas bermain puzzle di RSUD Tugurejo Semarang.

METODE PENELITIAN

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen, khususnya eksperimen semu, dengan pendekatan one group pretest and postests. Rancangan ini tidak menggunakan kelompok pembanding, tetapi sudah dilakukan observasi pertama (pretest) yang memungkinkan peneliti dapat menguji perubahan- perubahan yang terjadi setelah adanya eksperimen atau perlakuan (Notoatmojdo, 2005, hlm.164).

Populasi dalam penelitian ini adalah anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi pada bulan Maret yang berjumlah 27 anak.

Berdasarkan dari jumlah populasi yang sedikit, maka peneliti menetapkan jumlah sampel dengan metode total sampling. Dimana peneliti mengambil jumlah keseluruhan jumlah populasi untuk dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi. Pada bulan Maret yang berjumlah 27 anak dengan kriteria inklusi:

1. Anak usia prasekolah (3-6 tahun) 2. Anak dengan tingkat kesadaran

composmentis

3. Tidak mengalami gangguan perkembangan sensorik dan motorik

4. Tidak mengalami pembedahan

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan alat ukur berupa lembar observasi. Dan untuk mengetahui perilaku kooperatif anak usia prasekolah selama hospitalisasi, lembar observasiyang digunakan adalah lembar observasi tertutup dengan alternative pilihan 2 jawaban (ya/tidak). Skala pengukuran pengetahuan adalah jika jawaban ya diberi nilai atau skor 1 dan bila jawaban tidak diberi nilai atau skor 0.

Instrumen pengumpulan data :

1. Lembar observasi (untuk kooperatif anak)

2. Alat permainan puzzle

Analisis bivariat dilakukan pada penelitian ini menggunakan uji Wilcoxon karena data dalam bentuk ordinal, atau kategorik maka analisis digunakan uji Wilcoxon (Arikunto, 2002, hlm.89).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Karakteristik responden berdasarkan usia

Berdasarkan data yang telah didapatkan, diketahui bahwa uisa responden berkisar antara 3-6 tahun pada tabel 5.1

Tabel 5.1 Distribusi responden berdasarkan kelompok usia Di RSUD Tugurejo Semarang

(n=27)

Usia Jumlah Persentase (%)

3 10 37,04%

4 5 6

7 4 6

25,93%

14,81%

22,22%

Jumlah 27 100,00

(4)

Tabel 5.1 menunjukan bahwa jumlah responden paling banyak adalah pada usia 3 tahun sebanyak 10 anak (37,04%) sedangkan jumlah responden paling sedikit adalah usia 5 tahun sebanyak 4 anak (14.81%).

Hasil penelitian ini didukung oleh tori yang dikemukakan Susilo (2007, hlm.36) pada tahap usia prasekolah, terjadi pertumbuhan biologis, psikososial, kognitif, dan spiritual yang begitu signifikan sebagai modal untuk masuk ke tahap berikutnya yaitu tahap sekolah. Pada usia prasekolah awal adalah fase dimana anak mulai terlepas dari orang tuanya dan mulai berinteraksi dengan lingkungan. Hal ini menyebabkan perubahan-perubahan yang membuat anak merasa terbebani dan membuatnya mudah terkena penyakit.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sucipto (2010, hlm.55) yang berjudul terapi bermain untuk menurunkan tingkat kecemasan perpisahan pada anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi, menampilkan hasil bahwa karakteristik responden berdasarkan usia yang paling mendominasi adalah usia 3-4 tahun yaitu sebanyak 12 anak (60%).

2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin.

Berdasarkan data yang telah didapat, karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin disajikan pada Tabel 5.2

Tabel 5.2 Distribusi responden berdasarkankelompok jenis

kelamin di RSUD Tugurejo

Semarang (n=27)

Jenis Kelamin

Jumlah Persen tase (%)

Laki-laki 12 44,44%

Perempuan 15 55,56%

Jumlah 27 100,00

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa jumlah responden laki-laki sedikit lebih banyak dibanding responden perempuan yaitu sebanyak 12 anak (44,44%), laki-laki dan 18 anak (55,56%) perempuan.

Hasil penelitian ini didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Supartini (2004, hlm.129), ada beberapa pandangan tentang konsep gender dalam kaitannya dengan permainan anak. Dalam melaksanakan aktifitas bermain tidak membedakan jenis kelamin laki-laki atau perempuan. Semua alat permainan dapat digunakan oleh anak laki-laki atau

perempuan untuk

mengembangkan daya pikir,

imajinasi, kreatifitas, dan

kemampuan sosial anak. Akan

tetapi, ada pendapat lain yang

meyakini bahwa permainan

adalah salah satu alat untuk

membantu anak mengenal

identitas diri sehingga sebagian

alat permainan anak perempuan

tidak dianjurkan untuk digunakan

oleh anak laki-laki. Hal ini

dilatarbelakangi oleh alasan

adanya tuntutan perilaku yang

berbeda antara laki-laki dan

perempuan dan hal ini dipelajari

melalui media permainan.

(5)

3. Karakteristik tingkat kooperatif responden sebelum diberikan terapi bermain puzzle

Hasil penilaian dan pengukuran terhadap perilaku kooperatif anak prasekolah sebelum pemberian terapi bermain puzzle diperoleh sebagai berikut :

Tabel 5.3

Tingkat perilaku kooperatif sebelum terapi bermain puzzle

di RSUD Tugurejo Semarang (n=27)

Tingkat kooperatif

Jum lah

Persen tase (%) Sangat kooperatif

Kooperatif Tidak kooperatif

- 13 14

- 48,1%

51,9%

Total 27 100,00

Tabel 5.3 menunjukan jumlah responden diperoleh bahwa pada sebelum terapi, sebagian besar yaitu sebanyak 13 anak atau 48,1% memiliki tingkat perilaku kooperatif, sementara 14 anak lainnya atau 51,9% memiliki tingkat perilaku tidak kooperatif.

Saat anak dirawat di rumah sakit (hospitalisasi) memaksa anak untuk berpisah dari lingkungan yang dirasakannya aman, penuh kasih sayang, dan menyenangkan, yaitu lingkungan rumah, permainan, dan teman sepermainannya. Perawatan di rumah sakit sering kali dipersepsikan anak prasekolah sebagai hukuman sehingga anak akan merasa malu, bersalah, atau takut. Oleh karena itu, hal ini menimbulkan reaksi agresif dengan marah dan berontak, ekspresi verbal dengan mengucapkan kata-kata marah, tidak mau bekerja sama dengan perawat, apabila kondisi itu terjadi maka akan mempengaruhi proses

perawatan saat dirumah sakit (Supartini, 2004, hlm.190).

Menurut Wong (2003, dalam Marasaoly, 2008, hlm.11) Terapi bermain merupakan media bagi anak yang tidak kooperatif selama menjalani perawatan dirumah sakit, agar anak tersebut bisa bekerja sama dengan perawat yang sedang melakukan tindakan.

Penelitian ini juga didukung oleh Rahma & Puspasari, (2008, hlm.24) mengemukakan bahwa dari segi umur anak, sebelum diberikan terapi bermain tingkat kooperatif anak sangat kurang terhadap tindakan keperawatan yang diberikan yaitu hanya 1 anak yang tingkat kooperatifnya baik saat diberikan tindakan keperawatan. Tidak kooperatif 25 anak (80,64%) anak, sedangkan sangat kooperatif 10 anak (3,22%).

4. Karakteristik tingkat kooperatif responden setelah diberikan terapi bermain puzzle

Hasil penilaian dan pengukuran

terhadap perilaku kooperatif anak

prasekolah sesudah pemberian

terapi puzzle diperoleh sebagai

berikut :

(6)

Tabel 5.4

Tingkat perilaku kooperatif setelah terapi bermain puzzle di RSUD Tugurejo Semarang

(n=27)

Tingkat kooperatif

Juml ah

Persen tase (%) Sangat kooperatif

Kooperatif Tidak kooperatif

10 15 2

37%

55,6%

7,4%

Total 27 100,00

Tabel 5.4 menunjukan jumlah responden diperoleh bahwa pada sebelum terapi, sebagian besar yaitu sebanyak 10 anak (37%) memiliki tingkat perilaku sangat kooperatif, sementara 15 anak lainnya (55,6%) memiliki tingkat perilaku kooperatif dan yang memiliki tingkat perilaku tidak kooperatif sebanyak 2 anak atau (7,4%).

Hasil penelitian ini didukung oleh teori yang di kemukakan oleh Susilo (2007, hlm.3-4), salah satu cara mengatasi permasalahan anak-anak yang mengalami hospitalisasi adalah dengan terapi bermain. Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang tidak menyenangkan yang membuat anak menolak untuk melakukan beberapa prosedur perawatan. Dengan terapi bermain, anak akan dapat memenuhi kebutuhannya untuk bermain dan berkreasi sehingga dapat mengalihkan perhatiannya dari rasa tidak nyaman akibat dirawat (distraksi).

Penelitian yang mendukung menurut Rahma & Puspasari, (2008 hlm.11) Tingkat kooperatif

tahun)melalui terapi bermain selama menjalani perawatan dirumah sakit Panti Rapih Yogyakarta dari ke 31 anak setelah diberikan terapi bermain adalah sangat kooperatif 20 anak kooperatif 11 anak dan tidak kooperatif 0 anak

Martin et.al (2001 dalam Susilo 2007, hlm.6) melaporkan bahwa anak-anak yang mendapatkan terapi bermain akan lebih kooperatif pada saat dilakukan tindakan pemasangan infus.

5. Karakteristik responden berdasarkan perbedaan tingkat kooperatif antara sebelum dan sesudah diberikan terapi bermain

Untuk melihat perbedaan tingkat kooperatif sebelum dan sesudah terapi bermain puzzle diuji dengan uji Wilcoxon. Hal ini dengan pertimbangan bahwa data hanya sebanyak 27 yang relatif kecil.

Tabel 5.5 Perbedaan perilaku sebelum dan sesudah terapi

bermain puzzledi RSUD Tugurejo Semarang

(n=27)

Ting kat peril aku koop eratif

Seb elu m

Seb elu m

ρ Z

Sangat kooper atif Kooper atif Tidak kooper atif

-

13 14

10

15 2

0,00 0

-4,001

(7)

Berdasarkan hasil analisis uji Wilcoxon untuk terapi bermain puzzle dan tingkat kooperatif menunjukkan nilai p = 0,000 (<0,05). Hal ini berarti tingkat signifikan 5% terbukti ada pengaruh terapi bermain puzzle terhadap tingkat kooperatif anak usia prasekolah selama hospitalisasi.

SIMPULAN

1. Pada karakteristik tingkat kooperatif sebelum terapi bermain puzzle responden terbanyak yaitu sebanyak 13 responden (48,1%) pada kategori kooperatif, dan yang paling sedikit adalah pada kategori tidak kooperatif sebanyak 14 responden (51,9%).

2. Pada karakteristik tingkat kooperatif setelah terapi bermain puzzle paling sedikit yaitu sebanyak 2 responden (7,4%) pada kategori tidak kooperatif dan yang tertinggi yaitu pada kategori sangat kooperatif sebanyak 10 responden (37%).

3. Ada pengaruhterapi bermain puzzle pada tingkat kooperatif anak prasekolah di RSUD Tugurejo Semarang. Hal ini dapat diketahui dari hasil uji dengan wilxocon signed test menunjukan hasil nilai p=0,000 (p<0,05).

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan saran sebagai berikut:

1. Bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai intervensi mandiri keperawatan dalam penatalaksanaan tingkat kooperatif anak terhadap prosedur perawatan terutama terhadap anak usia prasekolah.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat digunakan sebagai acuan dan pengembangan bahan pembelajaran dalam mata ajar keperawatan anak khususnya pada sub bab penerapan terapi bermain puzzle terhadap perilaku kooperatif anak usia prasekolah yang mengalami hospitalisasi.

3. Bagi peneliti selanjutnya.

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya dan diharapkan bagi peneliti selanjutnya menggunakan kelompok kontrol agar dapat mengetahui perbandingan tingkat kooperatif antara anak yang diberikan terapi bermain dan tidak di berikan terapi bermain.

DAFTAR PUSTAKA

Alfiyanti, N .(2010). Upaya meningkatkan daya pikir anak melalui permainan edukatif.

http://etd.eprints.ums.ac.id /9837/1/A520085042.pdf diperoleh tgl 27-07-2011.

Arikunto, S. (2002). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Edisi revisi V. Jakarta: Rineka Cipta.

Handayani, R. D.& Puspitasari N. P.

D. (2008). Pengaruh terapi bermain terhadap tingkat kooperatif selama menjalani perawatan pada usia

prasekolah (3-5 tahun) di Rumah Sakit Penti Rapih Yogyakarta.

http://www.library.upnvj.ac.i

d/pdf/2s1keperawatan/08107

(8)

12033.pdf. Diperoleh tanggal 12 Januari 2012

Hidayat, Alimul A.A. (2009).

Pengantar ilmu pengatar anak1. Jakarta:Salemba Medika.

Marasaoly, S. (2009). Pengaruh terapi bermain puzzle terhadap dampak hospitalisasi pada anak usia prasekolah diruang anggrek I rumah sakit kepolisian pusat R.S Sukanto.

http://www.library.upnvj.a c.id/pdf/

S1keperawatan09/

207314028/bab1.pdf, diperoleh tgl 16 juni 2011 Notoatmojo, Soekidjo. (2005).

Promosi kesehatan teori dan aplikasi. Jakarta : Rineka Cipta.

Sucipto, U. (2010). Terapi bermain untuk menurunkan

kecemasan perpisahan pada anak prasekolah yang mengalami hospitalisasi.

http://elibrary.ub.ac.id/bitstre am/123456789/18008/1/

Terapi-bermain-untuk menurunkan-kecemasan- perpisahan-pada-anak- prasekolah-yang-mengalami- hospitalisasi.pdf. diperoleh tanggal 18 Desember 2011

Supartini, Y. (2004). Buku ajar konsep dasar keperawatan anak.

Jakarta :EGC.

Susilo, A. (2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

prasekolah.http://www.libr ary.upnvj.ac.id/pdf/2s1kep erawatan/0810712026.pdf.

diperoleh tanggal 26 Juni

2012

Referensi

Dokumen terkait

Penentuan Kebutuhan Kapasitas : Sebuah Contoh Perhitungan Pada dasarnya, penentuan jumlah unit kapasitas (misal, jam kerja karyawan atau mesin) yang diperlukan selama periode

Laporan tugas akhir dengan judul “Penerapan Model American Productivity Center (Apc) Dalam Analisis Tingkat Produktivitas Perusahaan (Studi Kasus Pada PT. Indoplastik

Data Kadar Gula Darah dan Berat Badan Tikus Treatment Sonde Sorbet Buah Naga Merah dengan Penambahan Isolat Protein 50

BANK RAKYAT INDONESIA CABANG JEMURSARI , Bank Rakyat Indonesia (BRI) cabang Jemursari adalah bank milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam lingkup penghimpunan

Oleh karena itu, berdasarkan grafik yang ada pada gambar 4.3, dapat disimpulkan bahwa kondisi stabilitas arah sepeda motor yang paling baik adalah ketika sepeda motor berbelok

Di hari ketigapuluh ini tugas penulis adalah melakukan integrasi atau hosting website yang sudah penulis develop ke dalam domain yang sudah dimiliki oleh

Ki Sabdhosutedjo dari Surabaya, Jawa Timur Ki Sabdhosutedjo atau yang dikenal dengan nama Tee Boen Liong adalah seorang dalang wayang Jawa asli Surabaya.. Ia telah mendalami

Tanggapan dari masyarakat terhadap pertunjukan WKCB menjadi tanda- tanda bahwa wacana pada tokoh punakawan yang dihadirkan oleh Dalang Nardayana pada pertunjukan WKCB