• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Lokasi Penelitian di Kabupaten Mojokerto Kecamatan Pacet Kecamatan Pacet secara geografis terletak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Lokasi Penelitian di Kabupaten Mojokerto Kecamatan Pacet Kecamatan Pacet secara geografis terletak"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Lokasi Penelitian di Kabupaten Mojokerto 2.1.1 Kecamatan Pacet

Kecamatan Pacet secara geografis terletak antara 7º40’0”LS sampai dengan 112º32’0”BT dan Wilayah Kecamatan Pacet terletak pada ketinggian antara 205 meter sampai dengan 900 meter di atas permukaan air laut dengan luas wilayah sebesar 45.404 km2. Wilayah Kecamatan Pacet memiliki hawa dingin- sejuk dengan suhu rata-rata berkisar 16-30°C. Kecamatan Pacet berbatasan dengan Kecamatan Kutorejo untuk sebelah utara, di sebelah timur Kecamatan Pacet bersebelahan dengan Kecamatan Trawas, di sebelah selatan Kecamatan Pacet berbatasan dengan Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, dan pada sebelah barat Kecamatan Pacet berbatasan dengan Kecamatan Gondang (BPS Kecamatan Pacet dalam Angka 2019).

Kecamatan Pacet adalah salah satu kecamatan di wilayah Kabupaten Mojokerto yang berada di kaki dan lereng Gunung Welirang dan Gunung Penanggungan dengan rata-rata 600 m dpl menjadikan Kecamatan Pacet sebagai tempat yang cukup diperhitungkan di Jawa Timur. Kecamatan Pacet terkenal dengan indah alamnya yang sering dimanfaatkan menjadi kawasan wisata alam.

Beberapa contoh dari wisata alam yang ada di Kecamatan Pacet yaitu: pemandian air panas, kolam renang, arung jeram, hingga air terjun. Tidak hanya daerah wisata yang indah, Kecamatan Pacet memiliki lahan yang sangat subur. Letak Kecamatan Pacet yang cukup tinggi serta berada diantara dua gunung berapi membuat Kecamatan Pacet memiliki tanah yang subur, dan udara yang sejuk. Dengan adanya kondisi lingkungan yang mendukung hal ini dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk bertani dan menjadikannya sebagai salah satu mata pencaharian mereka. Kondisi seperti ini juga berbagai jenis tumbuhan dapat dengan mudah ditemui dari tumbuhan hias, semak, hingga pohon-pohon rindang, yang salah satunya yaitu pohon peneduh trembesi. Trembesi dapat ditemukan di beberapa tempat terbuka, hutan maupun pinggir jalan.

(2)

2.1.2 Kecamatan Ngoro

Kecamatan Ngoro secara geografis terletak antara 07°57’957° dan 12°65’144 LS sampai dengan 112°51’435 BT dan mempunyai wilayah dengan ketinggian rata-rata antara 10-450 meter di atas permukaan laut, kecuali Ngoro bagian timur laut yang merupakan daerah dengan ketinggian lebih dari 470 m dpl.

Luas wilayah yang mempunyai ketinggian 500 meter lebih mencapai 20,17 Ha dengan kemiringan tanah lebih dari 40 derajat. Luas Kecamatan Ngoro sebesar 60,54 km2, yang terdiri dari dataran rendah dan dataran tinggi. Kecamatan Ngoro berhawa cukup panas dengan intensitas matahari cukup terik dengan rata-rata suhu berkisar 23-35°C. Kecamatan Ngoro terletak di wilayah paling timur dari Kabupaten Mojokerto. Pada sebelah utara Kecamatan Ngoro berbatasan dengan Kecamatan Krembung Kabupaten Sidoarjo, di sebelah selatan Kecamatan Ngoro berbatasan dengan Kecamatan Trawas, di sebelah timur Kecamatan Ngoro berbatasan dengan Kecamatan Gempol Kabupaten Pasuruan, dan di sebelah barat Kecamatan Ngoro berbatasan dengan Kecamatan Pungging. (BPS Kabupaten Mojokerto).

Kecamatan Ngoro termasuk dalam dataran rendah kering yang memiliki hawa udara cukup panas hal ini dikarenakan tingginya aktivitas warga sekitar pada sektor industri. Kecamatan Ngoro memiliki kawasan industri yang cukup besar dan aktif. Selain menjadi pusat industri, Kecamatan Ngoro juga menjadi salah satu akses jalan utama dari arah Kabupaten mojokerto menuju Kabupaten Pasuruan.

Dengan kondisi lingkungan seperti ini adanya tumbuhan peneduh dapat menjadikan kawasan tersebut terasa lebih teduh. Tumbuhan peneduh dapat dijumpai dengan sangat mudah di Kecamatan Ngoro dan salah satu jenis tumbuhan peneduh yang sering ditemui yaitu pohon trembesi.

2.2 Tinjauan Pohon Trembesi (Samanea saman (Jacq.) Merr) 2.2.1 Deskripsi Pohon Trembesi (Samanea saman (Jacq.) Merr)

Trembesi disebut pohon hujan karena memiliki kemampuan untuk menyerap air tanah yang kuat, sehingga tajuknya sering meneteskan air (Dahlan, 2010). Pohon Trembesi merupakan salah satu jenis pohon peneduh atau pelindung

(3)

jalan yang berpotensi baik dalam penyerapan partikel udara. Tumbuhan ini berasal dari amerika tropis namun sekarang tersebar luas di seluruh daerah tropis. Pada beberapa daerah di Indonesia tanaman pohon ini sering disebut dengan nama Kayu Ambon (Melayu), Trembesi Munggur, Punggur, Meh (Jawa), Ki Hujan (Sunda) (Ramadani, 2015). Trembesi berasal dari daerah tropika di Amerika Latin:

Venezuela, Meksiko Selatan, Peru dan Brazil. Jenis ini dimasukkan ke Tanah Melayu sebagai pohon peneduh pada tahun 1876 oleh para penjajah. Trembesi sekarang sudah umum dan banyak dijumpai di Asia Selatan dan Tenggara, Kepulauan Pasifik termasuk Hawai. Pohon trembesi ini diberi nama genus Samanea, dan oleh penulis lain diberi nama Albizia (Ramadani, 2015)

Tanaman peneduh trembesi akan tumbuh 15-25 m dengan diameter mencapai 1-2 m (Brillianti, 2016). Pada tempat terbuka diameter kanopi (payung) trembesi lebih besar dari tingginya atau mencapai lebih dari 30 m, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 (Munir, 2017). Pada kondisi penanaman yang lebih rapat, tinggi pohon trembesi bisa mencapai 40 m dan diameter kanopi yang lebih kecil (Lubis, Riniarti, & Bintoro, 2014). Bentuk tajuk trembesi yang lebat dan melingkar membentuk payung memungkinkan untuk digunakan sebagai tanaman ornamen pelindung (Bashri, Utami, & Primandiri, 2014). Trembesi tersebar luas di daerah yang memiliki curah hujan rata-rata 600–3000 mm/tahun maupun pada daerah yang memiliki bulan kering 24 bulan dan kisaran suhu 20°C–38°C.

Trembesi dapat beradaptasi dan toleran hingga pH 8,5 dan minimal pH 4,7 (Lubis et al., 2014). Sebagian besar trembesi tumbuh pada ketinggian 450 m dpl, namun masih bertahan hidup sampai pada ketinggian 600-899 m dpl. Pohon trembesi yang ada di Indonesia akan dengan mudah ditemui pada dataran rendah dibawah 300- 450 m dpl dibandingkan dengan dataran tinggi diatas 450 m dpl (Kaswinarni et al., 2019).

Trembesi merupakan salah satu tumbuhan pelindung yang mempunyai banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan, tumbuhan lain, dan lingkungan sekitar. Trembesi merupakan jenis pohon yang memiliki kemampuan yang sangat besar untuk menyerap karbondioksida dari udara. Trembesi juga mampu menurunkan konsentrasi gas secara efektif sebagai tanaman penghijauan dan

(4)

memiliki kemampuan menyerap air tanah yang kuat. Selain dapat menyerap CO2, daun trembesi juga dapat menyerap Pb yang cukup tinggi dikarenakan bentuk daun trembesi yang memiliki bulu halus pada permukaan daun (Dahlan, 2010). Pohon ini mampu menyerap 28.488,39 kg 14 CO2/pohon setiap tahunnya, sehingga baik digunakan sebagai tanaman penghijauan kota/tanaman pelindung (Alamendah,.

2009) Trembesi tidak hanya menyerap karbondioksida, tetapi juga menghasilkan oksigen melalui stomata, memberikan kesejukan dan perlindungan dari sengatan matahari (Dahlan, 2007).

Dalam taksonomi tumbuhan, Staples dan Elevitch (2006) mengklasifikasikan trembesi sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Tumbuhan menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua) Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Fabales Famili : Fabaceae Genus : Samanea

Gambar 2.1 Pohon Trembesi (Sumber: Lipi.org)

(5)

Spesies : Trembesi (Samanea saman (Jacq.) Merr

Trembesi termasuk kedalam spermatophyta atau tumbuhan yang memiliki biji. Biji trembesi berada di dalam polong terbentuk dalam 6-8 bulan, setelah terbentuk dan setelah tua biji akan segera jatuh. Polong berukuran 15-20 cm berisi 5-20 biji. Biji yang berwarna coklat kemerahan, keluar dari polong saat polong terbuka. Biji memiliki cangkang yang keras, namun dapat segera berkecambah begitu kena di tanah (Lubis et al., 2014).

Trembesi juga termasuk dalam tumbuhan berbunga dan dapat berbunga sepanjang tahun. Bunga trembesi berbentuk umbel (12-25 per kelompok) berwarna pink dengan stamen panjang dalam dua warna (putih dibagian bawah dan kemerahan di bagian atas) yang berserbuk, seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.2. Ratusan kelompok bunga berkembang bersamaan memenuhi kanopi pohon sehingga pohon terlihat berwarna pink. Penyerbukan dilakukan oleh serangga, umumnya hanya satu bunga perkelompok yang dibuahi (Lubis et al., 2014)

2.3 Stomata

Stomata berasal dari bahasa Yunani yang artinya lubang atau porus. ESAU mengartikannya sebagai sel-sel penutup dan porus yang berada di antaranya. Jadi stomata berarti lubang-lubang kecil yang berbentuk lonjong yang dikelilingi oleh dua sel epidermis khusus yang biasa disebut sel penutup (guard cell). Guard cell merupakan sel-sel epidermis yang telah mengalami perubahan bentuk dan

Gambar 2.2 Biji dan Bunga Trembesi (Sumber: Wikipedia.org)

(6)

fungsinya, guard cell juga dapat mengatur besar kecilnya lubang-lubang yang ada diantaranya (Sutrian, 2011).

Stomata pada umumnya dapat ditemukan pada bagian tumbuhan yang berhubungan dengan udara. Jumlah stomata pada daun tidak selalu sama, setiap daun memiliki jumlah stomata yang berbeda. Jumlah stomata ditentukan pada tumbuhan dan juga pada daerah daun itu tumbuh. Pada umumnya stomata tumbuhan darat akan lebih banyak jumlahnya di bagian epidermis daun bagian bawah, dan pada beberapa jenis tumbuhan bahkan tidak terdapat stomata sama sekali pada bagian epidermis daun bagian atas. Stomata juga dapat ditemukan pada mahkota bunga, putik, tangkai sari, daun buah dan biji tetapi biasanya stomata tersebut tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya (Budiansyah, 2000).

Stomata berfungsi sebagai organ respirasi. Stomata mengambil CO2 dari udara untuk dijadikan bahan untuk berfotosintesis. Kemudian stomata akan mengeluarkan O2 sebagai hasil fotosintesis. Stomata terletak pada bagian epidermis bawah. Selain stomata, tumbuhan tingkat tinggi juga bernafas melalui lentisel yang terletak pada batang (Najib, 2009). Aktivitas fotosintesis sangatlah bergantung pada pembukaan dan penutupan stomata. Transpirasi tumbuhan tidak selalu pada stomata, dapat terjadi pula melalui kutikula. Namun, transpirasi melalui stomata lebih banyak daripada melalui kutikula epidermis (Palit, 2008).

Proses transpirasi dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan eksternal.

Faktor internal antara lain yaitu ukuran daun, tebal daun, tebal lapisan lilin, jumlah rambut daun, jumlah stomata, bentuk dan lokasi stomata daun (Dwijoseputro, 2009), termasuk juga umur jaringan, keadaan fisiologis jaringan dan laju metabolisme. Faktor-faktor eksternal yaitu meliputi radiasi cahaya, suhu kelembaban udara, angin dan kandungan air tanah. Selain itu dipengaruhi juga oleh gradient potensial air antara tanah, jaringan, dan atmosfer, serta adanya zat-zat toksik di sekitar lingkungannya (Dardjat, 1996).

Distribusi stomata daun sangat berhubungan dengan kecepatan intensitas transpirasi pada daun, semakin banyak pori-porinya maka semakin cepat proses penguapan. Hal ini juga sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Mulyani (2006) yang mengatakan bahwa jumlah kerapatan stomata di bawah permukaan daun itu

(7)

lebih tinggi dibandingkan diatas permukaan daun pada jenis tumbuan peneduh jalan, sehingga semakin tinggi jumlah kerapatan stomata, maka semakin tinggi pula potensi menyerap logam berat ataupun partikel yang berada di udara. Bentuk stomata yang oval lebih memudahkan mengeluarkan air daripada bentuk bundar.

Pengeluaran uap air akan lebih maksimal apabila jarak antar stomata-stomata tersebut 20 kali diameternya (Dwijoseputro, 2009).

Intensitas cahaya akan mempengaruhi jumlah dari stomata daun, apabilah intensitas cahaya dari suatu daerah rendah atau menurun maka jumlah stomata akan berkurang pula. Ukuran dan jumlah stomata akan sangat dipengaruhi oleh jenis pohon dan lokasi tempat pohon tersebut tumbuh. Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi ukuran, jumlah, dan tipe penyebaran stomata yaitu berasal dari intensitas cahaya yang diperoleh, suhu udara, dan juga pH tanah tersebut. Menurut Widiastuti, Tohari, & Sulistyaningsih, (2004), tanaman memerlukan cahaya 32.000 Lux untuk memperoleh intensitas cahaya yang optimal. Menurut Hidayat (2009) menyatakan bahwa ukuran stomata <20 µm termasuk kategori kurang panjang, 20- 25 µm termasuk kategori panjang, dan >25 µm termasuk kategori sangat panjang.

Berdasarkan hubungan stomata dengan sel epidermis tetangga, stomata diklasifikasikan menjadi beberapa tipe, yaitu:

a) Tipe Anomositik, Jumlah sel tetangga yang mengelilingi sel penutup tidak tertentu, dan tidak dapat dibedakan dengan sel epidermis yang lainnya. Atau sel penutupnya yang dikelilingi oleh sejumlah sel yang tidak berbeda ukuran dan bentuknya dari sel epidermis lainnya.

b) Tipe Anisositik, Sel penutup dikelilingi oleh 3 buah sel tetangga yang sama besarnya.

c) Tipe Parasitik, Poros panjang sel penutup sejajar dengan sel tetangga d) Tipe Diasitik, Setiap stomata dikelilingi oleh dua sel tetangga. Dinding

bersama dari kedua sel tetangga itu tegak lurus terhadap sumbu melalui panjang sel penutup serta celah.

e) Tipe Aktinositik, Jumlah sel tetangga yaitu 4 atau lebih, sel-selnya memanjang ke arah radial terhadap sel penutup.

(8)

f) Tipe Siklositik, Jumlah sel tetangga yaitu 4 atau lebih, sel-selnya tersusun melingkar seperti cincin.

Bentuk tipe-tipe stomata ditunjukkan pada Gambar 2.3

Gambar 2.3 Tipe Stomata (Sumber: Estiti, 1995)

2.4 Adaptasi Lingkungan yang Mempengaruhi Stomata

Keadaan lingkungan yang bervariasi antar tempat satu dengan tempat yang lain mengakibatkan beragamnya jenis tanaman yang berkembang pada tempat tersebut. Tanaman akan melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan, dan diatur dari tingkat optimum dan dapat menyelesaikan hidupnya secara lengkap asalkan keadaan lingkungan tidak melebihi batas fisiologi proses kehidupan (Bambang, dalam Chantika, 2014). Berbagai jenis spesies tumbuhan yang tumbuh pada berbagai kondisi lingkungan yang berbeda seperti gurun kering, hutan hujam, puncak gunung, dan hutan- hutan tropika akan berdampak pada laju fotosintesisnya.

Hal ini disebabkan karena adanya keragaman cahaya, suhu, kelembaban, dan ketersediaan air (Frank dan Cleon, 1995).

Adanya perbedaan letak geeografis menyebabkan perbedaan lamanya pencahayaan yang masuk ke bumi dan diterima oleh tumbuhan. Suhu udara mempengaruhi membuka dan menutupnya stomata. Pada saat suhu udara pada

(9)

suatu tumbuhan atau daun terlalu tinggi, stomata akan menutup sehingga tanaman akan mengalami kekeringan. Dan sebaliknya, apabila suhu udara tidak terlalu tinggi atau cukup rendah maka stomata akan membuka sehingga air yang berada di permukaan daun dapat masuk ke dalam jaringan daun (Novizan, 2005). Sehingga udara mempengaruhi ukuran stomata dalam proses pembukaan dan penutupan stomata. Stomata memiliki ruang udara dalam yang memiliki hubungan teratur dengan ruang-ruang antar sel lain sampai letak bagian dalamnya. Keadaan tersebut menjamin hubungan lancar antara bagian tumbuhan yang paling dalam dengan udara, terutama dalam pelaksanaan pertukaran gas seperti CO2 yang penting dalam proses fotosintesis (Kartasaputra, 1998).

Cahaya matahari dan air merupakan faktor terpenting untuk berlangsungnya gerakan sel penutup. Sel penutup akan menggembung dan stomata akan membuka, dalam keadaan kekurangan air stomata akan menutup. Tekanan turgor akan menjadi berkurang sehingga stomata akan tertutup (Kartasaputra, 1998). Stomata pada tumbuhan yang berada di tempat kurang cahaya akan memiliki jumlah yang lebih sedikit dengan ukuran yang besar, dan tumbuhan yang berada pada tempat dengan cahaya yang cukup akan memiliki jumlah stomata cenderung lebih banyak dengan ukuran yang kecil (Fiktor dan Moekti, 2007).

Polutan hasil industri yang ada di udara juga memegang faktor besar terhadap perubahan stomata. Salah satu polutan yang mempengaruhi yaitu SO2,

NO2, dan O3 mempunyai pengaruh cepat atas lubang stomata. Jumlah polutan yang masuk kedalam jaringan tumbuhan melalui daun ditentukan oleh ukuran stomata.

Tanaman yang tumbuh di daerah dengan udara yang tercemar, adaptasi yang mendukung asimilasi CO2 juga cenderung merangsang pengambilan gas lain ke dalam mesofil daun. Banyak spesies tumbuhan yang lebih sensitif terhadap SO2

selama siang hari pada saat stomata terbuka.

2.5 Tinjauan Sumber Belajar

Sumber belajar merupakan segala sumber yang digunakan untuk mendukung kegiatan belajar juga meningkatkan kualitas belajar siswa, contohnya seperti pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan latar yang dimanfaatkan siswa. Pada

(10)

umumnya terdapat dua cara memanfaatkan sumber belajar dalam proses belajar di sekolah/kampus, yaitu dengan cara membawanya kedalam ruang kelas ataupun kelas tersebut pindah ke lapangan dimana sumber belajar itu berada (Mulyasa, 2002). Sumber belajar dapat berbasis manusia, cetakan, visual, audio-visual, dan komputer (Abdullah, 2012).

Sumber belajar yang ada dapat difungsikan dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dalam proses pembelajaran. Berikut ini adalah fungsi dari sumber belajar:

a) Meningkatkan produktivitas proses belajar, membantu pelajar untuk menggunakan waktu dengan baik dan mengurangi beban pengajar dalam menyajikan informasi, sehingga dapat lebih banyak membina dan mengembangkan semangat belajar pelajar atau peserta didik.

b) Memberikan kemungkinan belajar secara mandiri, melalui penggurangan kontrol pengajar yang terkadang bersifat kaku dan tradisional serta pemberian kesempatan kepada pelajar untuk belajar sesuai denga kemampuannya.

c) Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pengajaran, melalui program perencanaan pembelajaran yang lebih sistematis dan pengembangan bahan pembelajaran berbasis penelitian.

d) Memantabkan pembelajaran, melalui peningkatan kemampuan manusia dalam penggunaan berbagai teknologi atau media komunikasi serta penyajian dara dan informasi secara lebih konkrit.

e) Memungkinkan belajar secara efesien, melalui pengurangan jarak antara pelajaran yang bersifat verbal dan abstrak dengan realitas yang sifatnya konkrit dan memberikan pengetahuan yang bersifat langsung.

f) Memungkinkan penyajian pembelajaran yang lebih luas, adanya media massa yang dimanfaatkan secara bersama secara lebih dapat memberikan informasi secara merata menembus batas geografis (Morrison, 2004).

(11)

--- 2.6 Kerangka Konseptual

Berpengaruh Terhadap Berdasarkan Ketinggian Tempat

Morfologi Tumbuhan

Akar Daun Batang

Analisis Kerapatan dan Ukuran Stomata Daun Trembesi (Samanea saman (Jacq.) Merr) Berdasarkan Perbedaan Ketinggian Tempat di

Kabupaten Mojokerto Sebagai Sumber Belajar Biologi

Sumber Belajar Biologi

Trembesi (Samanea saman (Jacq.) Merr)

Dataran Tinggi (Kecamatan Pacet)

Dataran Rendah (Kecamatan Ngoro)

Karakteristik Stomata

Kerapatan Stomata

Jumlah stomata Ukuran stomata

Keterangan -- Tidak di teliti Di teliti

Gambar 2.4 Kerangka Konseptual Penelitian

(12)

2.7 Hipotesis Penelitian

1. Ada perbedaan jumlah trembesi pada kawasan dataran tinggi (Kecamatan Pacet) dan kawasan dataran rendah (Kecamatan Ngoro).

2. Ada perbedaan kerapatan stomata kerapatan stomata trembesi pada kawasan dataran tinggi (Kecamatan Pacet) dan kawasan dataran rendah (Kecamatan Ngoro).

3. Ada perbedaan ukuran stomata trembesi pada kawasan dataran tinggi (Kecamatan Pacet) dan kawasan dataran rendah (Kecamatan Ngoro).

(13)

44

44

Gambar

Gambar 2.1 Pohon Trembesi  (Sumber: Lipi.org)
Gambar 2.2 Biji dan Bunga Trembesi  (Sumber: Wikipedia.org)
Gambar 2.3 Tipe Stomata  (Sumber: Estiti, 1995)
Gambar 2.4 Kerangka Konseptual Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Program perangkat lunak pelaporan off-board yang memungkinkan personel servis Anda men-download catatan lengkap kondisi alat berat dan data produktivitas. Laporan kondisi dan

Dari pengamatan yang dilakukan ketika kedua orang pengawai diminta untuk memasukkan metadata ke dalam WINISIS dan aplikasi data entry katalog, diketahui bahwa

Setelah melakukan kegiatan diskusi bersama guru melalui aplikasi Google Meet,peserta didik dapat memecahkan masalah yang berkaitan dengan nilai besaran vektor pada dimensi tiga

Dalam hal ini Seorang customer service melayani pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tamu serta memberikan informasi yang diinginkan selengkap mungkin secara ramah, sopan, menarik

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Janssen, et al., (2010) dari 97 pasien yang diteliti, dengan 49 orang penderita stroke iskemik dan 48 orang lainnya menderita

Memperpendek jarak tempuh untuk pemindahan bahan baku dari gudang ke area produksi sejauh 264,76 m, sehingga menghemat Rp. Menambah jarak tempuh untuk pengawasan dari kantor ke

Upacara pelet kandhungan ini biasanya dilakukan dari pihak keluarga perempuan atau wanita yang sedang hamil, akan tetapi ada pula yang dilaksanakan oleh pihak mertua, orang

Hal tersebut didukung oleh hasil uji beda statistik yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan secara nyata antara petani yang menggunakan benih sertifikat dengan