• Tidak ada hasil yang ditemukan

OBSERVASI KUALITAS SPERMATOZOA PEJANTAN SIMMENTAL DAN PO DALAM STRAW DINGIN SETELAH PENYIMPANAN 7 HARI PADA SUHU 5 C

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "OBSERVASI KUALITAS SPERMATOZOA PEJANTAN SIMMENTAL DAN PO DALAM STRAW DINGIN SETELAH PENYIMPANAN 7 HARI PADA SUHU 5 C"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

OBSERVASI KUALITAS SPERMATOZOA PEJANTAN SIMMENTAL DAN PO DALAM STRAW DINGIN SETELAH PENYIMPANAN 7 HARI PADA SUHU 5°C

(Observation on Sperm Quality of Simmental and PO in chilled Semen After Kept at 5

o

C for 7 Days )

W

ULAN

C

AHYA

P

RATIWI

, L. A

FFANDHY

dan D. P

AMUNGKAS

Loka Penelitian Sapi Potong, Jl. Pahlawan No. 2 Grati, Pasuruan 67184

ABSTRACT

The aim of this study was to investigated the quality of chilling semen which was kept at 5°C for seven days. The Simmental (I

2

, 900 kg of live weight) and PO (I

2

, 530 kg of live weight) bulls were used for semen provision. The experiment was done in Local AI Center of Blora and Beef Cattle Research Station Laboratory. Through five collection, the volume Simmental’s and PO’s semen as 5,3 ± 1,4 ml/ejakulate and 9,0 ± 1,7 ml/ejakulate (respectively); progresive mass 3+ and 3-, pH 7.0; motility 86.0 ± 6.5% and 85,0 ± 5.0% (respectively); concentration of 1240.0 ± 242.1 million/cc and 926.7 ± 360.2 million/cc (respectively);

the live sperm 90,5 ± 5.2% and 93.3 ± 6.0% (respectively). There were changes quality of chilling semen which was kept at 5°C for seven days. The motility was decreased from 79.0% (0 day) to 50.0% (day 7) on Simmental’s semen. Like wise the motility of PO’s semen was decrease from 82.5% (0 day) to 65.0%

(day 7). The quality of chilling semen of Simmental’s and PO’s bulls which was kept at 5

o

C for seven days can be used for inseminating.

Key Words: Simmental and PO Bull, Chilling Semen, The Quality of Spermatozoa

ABSTRAK

Pengembangan semen cair di lapang membutuhkan pemantapan dalam proses pembuatannya terkait dengan perubahan kualitas spermatozoa. Penelitian ini bertujuan mengetahui perubahan kualitas spermatozoa hasil proses pembuatan semen dingin Sumber semen berasal dari pejantan Simmental (I

2

, berat badan 900 kg) dan PO (I

2

, berat badan 530 kg) masing-masing diproses di laboratorium BIBD/UPTD Dinas Pertanian Kabupaten Blora dan di laboratorium Reproduksi Lolit Sapi Potong Grati. Kualitas spermatozoa yang diamati pada kondisi segar, setelah proses pada 0 hari dan 7 hari penyimpanan suhu 5

o

C dalam cooling unit. Hasil pengamatan semen segar pejantan Simmental dan PO (dalam lima kali koleksi) menunjukkan masing-masing:

volume/eyakulat 5,3 ± 1,4 ml dan 9,0 ± 1,7 ml; gerak massa 3+ dan 3-; pH 7,0; motilitas 86,0 ± 6,5% dan 85,0 ± 5,0%; konsentrasi spermatozoa 1240,0 ± 242,1 juta/cc dan 926,7 ± 360,2 juta/cc, Live sperm 90,5 ± 5,2% dan 93,3 ± 6,0%. Terdapat perubahan kualitas spermatozoa pada proses penyimpanan baik pada 0 hari maupun 7 hari pada t 5°C. yakni penurunan motilitas spermatozoa asal pejantan Simmental dari 79,0%

(0 hari) hingga 50,0% (7 hari); demikian halnya motilitas spermatozoa asal pejantan PO juga mengalami penurunan motilitas dari 82,5% (0 hari) hingga 65,0% (7 hari). Kualitas semen dingin asal pejantan Simmental dan PO hingga hari ke-7 penyimpanan masih layak untuk diinseminasikan.

Kata Kunci: Pejantan Simmental Dan PO, Semen Dingin, Kualitas Spermatozoa

PENDAHULUAN

Peningkatan produktivitas sapi potong perlu didukung teknologi reproduksi terutama yang berhubungan dengan efesiensi dan pengelolaan reproduksi guna memperbaiki dan mempertahankan fertilitasnya. Perbaikan

fertilitas yang lebih mudah diterapkan adalah dengan kontrol estrus dan waktu inseminasi yang tepat melalui teknologi inseminasi buatan (IB) dengan menggunakan semen cair (chilled semen) ataupun semen beku (frozen semen).

Inseminasi Buatan (IB) merupakan

teknologi alternatif yang cukup berhasil dan

(2)

sudah diterima oleh peternak secara luas, karena aplikasinya murah dan cukup efektif dalam menunjang siklus reproduksi betina.

Penggunaan IB dinilai bermanfaat untuk meningkatkan kinerja dan potensi ternak, mempermudah tes progeni dan meningkatkan jumlah keturunan dari pejantan yang telah terbukti mempunyai sifat-sifat unggul untuk tujuan produksi tertentu (H

UNTER

, 1982).

Teknologi IB menggunakan semen beku telah dikenal di seluruh Indonesia. Permasalahan dalam penanganan semen beku yang sering dijumpai di lapang adalah: kesulitan dan keterlambatan dalam memperoleh nitrogen cair dan keterbatasan kontainer di lapang (H

EDAH

dan H

ERLIANTIEN

, 1993). Dengan adanya kendala pada penggunaan semen beku di daerah maka dapat digunakan teknologi alternatif IB yang berupa semen cair. Semen cair dapat digunakan secara langsung untuk perkawinan sapi, baik untuk skala industri maupun pada peternakan rakyat.

Hasil penelitian pembuatan bahan pengencer semen menunjukkan bahwa biaya bahan pengencer semen cair lebih murah daripada semen beku (R

ASYID

et al., 2002).

Penggunaan bahan pengencer dapat mempengaruhi kualitas spermatozoa terutama dalam proses pembuatan semen cair dan beku (H

ENDRI

et al., 1999). Penggunaan pengencer adalah untuk menjamin kebutuhan fisik dan kimia spermatozoa sehingga kualitas spermatozoa dapat dipertahankan khususnya pada kemampuan untuk kapasitasi (P

ARTODIHARDJO

, 1992). Fungsi pengencer menurut P

ARTODIHARDJO

(1992) adalah:

1. Memperbanyak volume semen.

2. Melindungi spermatozoa dari cold shock.

3. Menyediakan zat makanan sebagai sumber energi bagi spermatozoa.

4. Menyediakan buffer untuk mempertahankan pH, tekanan osmotic dan keseimbangan elektrolit.

Daya hidup spermatozoa selama penyimpanan dalam waktu lama pada suhu 5

0

C dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kualitas semen segar, kestabilan suhu selama penyimpanan, pH pengencer dan lingkungan (T

OELIHERE

, 1993). Penggunaan pengencer tris aminomethan kuning telur terbukti lebih

mampu mempertahankan kualitas spermatozoa dibandingkan dengan tris aminomethan tanpa kuning telur (S

USILAWATI

, 2002). Penggunaan pengencer tris aminomethan pada semen cair karena keunggulannya dalam mempertahankan perubahan pH, tekanan osmotik, keseimbamngan elektrolit dan osmolaritas (H

AFEZ

, 1993). Penambahan kuning telur pada pengencer tris diperlukan karena di dalam kuning telur mengandung lipoprotein dan lesitin yang melindungi integritas sel sperma dari cold shock pada suhu penyimpanan 5

0

C.

Daya tahan hidup spermatozoa lebih pendek di dalam lingkungan oksigen daripada dalam lingkungan nitrogen. Hal tersebut berkaitan dengan fungsi oksigen sebagai unsur oksidatif dalam proses metabolisme yang menghasilkan produk sisa oksidasi metabolisme yang membahayakan seperti hydrogen peroksida (S

ALISBURY

dan V

ANDEMARK

, 1985).

Peroksida tersebut berperan utama dalam proses penuaan, memperpendek daya hidup spermatozoa, menginduksi perubahan struktur terutama pada daerah akrosom dan penurunan motilitas secara cepat (G

AZALI

dan T

AMBING

, 2002).

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas spermatozoa antara pejantan sapi potong Simmental dan PO yang disimpan hingga 7 hari pada suhu 5°C.

MATERI DAN METODE

Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu di Laboratorium Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD) Tunjungan Dinas Pertanian Kabupaten Blora, Jawa Tengah dan Laboratorium Loka Penelitian Sapi Potong Grati, Pasuruan, Jawa Timur. Materi yang digunakan adalah sapi pejantan dewasa Simmental (I

2

, bobot badan 900 kg) dan PO (I

2

, bobot badan 530 kg) masing-masing satu ekor.

Penelitian ini dilakukan ulangan sebanyak 5 kali penampungan/proses pada masing-masing pejantan Simmental dan PO.

Prosedur penelitian

Sebelum dilakukan proses pembuatan

semen cair terlebih dahulu dilakukan

penampungan dan pemeriksaan kualitas semen

segar yang meliputi volume, warna,

(3)

konsistensi, pH, gerakan massa, motilitas, persentase spermatozoa hidup, konsentrasi spermatozoa dengan hasil sesuai standar untuk proses pembuatan semen cair yaitu motilitas >

70%, gerakan massa > ++, sperma hidup >

70%, konsentrasi sperma >500 (juta/ml) (Tabel 1). Selanjutnya dilakukan proses pembuatan semen cair sebagai berikut:

1. Pembuatan pengencer tris aminomethan yang terdiri dari: Tris (3,028 g); Citric Acid (1,675 g); Fructose (1,250 g); Penicillin (0,0525 g); Streptomycyn (0,075 g).

2. Pembuatan pengencer A pada temperatur 35°C yang terdiri dari: tris aminomethan + 10% v/v kuning telur + 2,4% v/v gliserol.

3. Pembuatan pengencer B pada temperatur 35°C yang terdiri dari: tris aminomethan + 10% v/v kuning telur + 5,6% v/v gliserol.

4. Penambahan semen ke dalam pengencer A pada temperatur 35°C dengan konsentrasi spermatozoa 70 juta/cc.

5. Pendinginan pengencer A dan B dilakukan secara bertahap dengan mengatur suhu pada 35°C, kemudian diturunkan sampai 15°C, 10°C dan akhirnya sampai suhu 5°C. Pada tiap tahap penurunan suhu tersebut dilakukan penambahan pengencer B ke pengencer A. Sehingga total volume pengencer A = volume pengencer A awal + pengencer B.

6. Semen disimpan pada suhu 5°C selama 0 – 7 hari.

7. Evaluasi semen pada suhu 5°C dari 0 hari sampai dengan 7 hari yang meliputi pH, motilitas, spermatozoa hidup, mati dan abnormal.

Analisis data

Data kualitas semen segar dan semen cair dianalisis dengan uji beda rata-rata (Mean test) dan disampaikan secara deskriptif

HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas semen segar pejantan sapi potong Simmental

Kualitas semen segar pejantan sapi potong Simmental dalam lima kali penampungan menunjukkan hasil yang cukup baik (Tabel 1).

Tabel 1 menunjukkan rataan volume semen mencapai 5,3 ± 1,4 ml/ejakulasi. Volume semen ini lebih rendah daripada volume semen yang dihasilkan oleh sapi turunan Simmental pada penelitian A

NGGRAENY

et al (2004) yaitu 5,8 ± 0,8 ml/ejakulasi. Rataan pH semen dari lima kali penampungan adalah 7,0 ± 0,0 dengan gerak massa 3+. Warna semen adalah cream dengan konsistensi kental. Konsentrasi sperma per ml 1240,0 ± 242,1 juta, sedangkan motilitasnya adalah 86,0 ± 6,5%. Rataan sperma hidup, mati dan abnormal masing- masing adalah 90,0 ± 5,2%; 8,9 ± 4,5% dan 1,2 ± 0,8%. Hal ini menunjukkan bahwa karakteristik semen pejantan sapi potong Tabel 1. Rataan kualitas semen segar pejantan sapi potong Simmental dan PO

Parameter Kualitas semen segar Simmental Kualitas semen segar PO

Volume (cc/ejakulat) 5,3 ± 1,4 9,0 ± 1,7

Warna Putih susu Putih susu

Konsistensi Kental Sedang-kental

Konsentrasi spermatozoa (juta/cc) 1240,0 ± 242,1 926,7 ± 360,2

Gerakan Massa 3

+ +

3

PH 7,0 ± 0,0 7,0 ± 0,0

Motilitas (%) 86,0 ± 6,5 85,0 ± 5,0

Spermatozoa hidup (%) 90,0 ± 5,2 93,3 ± 6,0

Spermatozoa mati (%) 8,9 ± 4,5 5,3 ± 5,0

Spermatozoa abnormal (%) 1,2 ± 0,8 1,3 ± 1,5

(4)

Simmental dalam kisaran normal sehingga dapat diproses lebih lanjut untuk pembuatan semen cair. T

OELIHERE

(1993) menyatakan bahwa kisaran normal volume semen sapi antara 5 – 7 ml, konsentrasi 1000 – 1800 juta sel/ml, motilitas sebesar 65% dan nilai rata-rata spermatozoa yang mati berkisar 20%, sedangkan untuk pembuatan semen cair standar yang harus dipenuhi adalah gerakan massa ++ sampai dengan +++, motilitas >

70%, konsentrasi sperma > 750 juta/ml ejakulat dengan konsistensi sedang sampai dengan kental dan warna putih kekuningan hingga cream (A

FFANDHY

et al., 2004).

Kualitas semen segar pejantan sapi potong PO

Kualitas semen segar pejantan sapi potong PO dalam lima kali penampungan menunjukkan hasil yang cukup baik (Tabel 1).

Rataan volume semen mencapai 9,0 + 1,7 ml/ejakulasi. Volume semen ini lebih tinggi daripada rataan volume semen sapi PO dalam kondisi peternakan rakyat (6,1 ± 0,2) (A

FFANDHY

et al., 2003). Rataan pH semen dari lima kali penampungan adalah 7,0 + 0,0 dengan gerak massa +++. Warna semen adalah cream dengan konsistensi sedang sampai kental. Konsentrasi per ml 926,7 ± 360,2 juta, sedangkan motilitasnya adalah 85,0 ± 5,0%.

Rataan sperma hidup, mati dan abnormal masing-masing adalah 93,3 ± 6,0%; 5,3 ± 5,0%

dan 1,3 ± 1,5%. G

ARNER

dan H

AFEZ

(1993) menyatakan bahwa volume normal semen per ejakulasi berkisar 5 – 8 ml dan konsentrasi semen dengan metode penampungan menggunakan vagina buatan adalah berkisar 800 – 2000 juta/ml. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa rataan kualitas semen segar pejantan sapi potong PO tersebut dalam kisaran normal dan layak digunakan untuk pembuatan semen cair yang disimpan pada 5°C.

Standar/patokan Lolit Sapi Potong terhadap kualitas semen yang dapat diproses lebih lanjut adalah semen tersebut mempunyai gerak massa minimal ++; dimana ciri-ciri gerakan cepat seperti mendung yang berputar (P

ARTODIHARJO

, 1992).

Kualitas semen pada suhu 5°C

Rataan kualitas semen pejantan Simmental hingga hari ketujuh masih dalam batas normal walaupun mengalami penurunan motilitas, yaitu dari 79,0 ± 4,2 (0 hari) hingga 50,0 ± 0,0 (7 hari) (Tabel 2). Begitu pula dengan rataan motilitas semen pejantan PO hingga hari ketujuh pada 5°C juga menunjukkan penurunan dari 82,5 ± 6,6% (0 hari) hingga 65,0 ± 7,1% (7 hari) (Tabel 3). Walaupun demikian, penurunan motilitas spermatozoa pada penyimpanan 0 hari hingga 7 hari pada suhu 5°C baik pada semen pejantan Simmental maupun PO tidak berbeda nyata (P > 0,05).

Hal ini seiring dengan penurunan kuantitas spermatozoa hidup pada semen pejantan Simmental maupun PO, yakni masing-masing menurun sebanyak 28,1 dan 6,4% dari kondisi 0 hari hingga 7 hari pada 5°C. Rataan persentase spermatozoa hidup pejantan Simmental mengalami penurunan dari 86,0 ± 4,8 (0 hari) hingga 57,9 ±16,7 (7 hari) (Tabel 2);

sedangkan pada pejantan PO menurun dari 85,4 ± 7,0 (0 hari) hingga 79,0 ± 8,5 (7 hari) (Tabel 3). Rataan persentase spermatozoa mati pada semen pejantan Simmental maupun PO mengalami kenaikan (Tabel 2 dan 3) masing- masing yaitu 11,9 ± 4,9 dan 12,5 ± 7,2 (0 hari) naik menjadi 40,3 ± 16,2 dan 20,5 ± 7,8 (7 hari). Walaupun demikian penurunan kuantitas spermatozoa hidup tidak berbeda nyata (P >

0,05) antara semen pejantan Simmental maupun PO. Penurunan motilitas dan kuantitas spermatozoa hidup pada semen sapi Simmental maupun PO yang sejalan dengan lamanya penyimpanan dapat disebabkan oleh adanya asam laktat sisa metabolisme sel yang menyebabkan kondisi medium menjadi semakin asam Kondisi ini dapat bersifat racun bagi spermatozoa yang akhirnya menyebabkan kematian sperma (S

UGIARTI

et al., 2004).

Faktor luar yang mempengaruhi metabolisme

spermatozoa antara lain keadaan spermatozoa

di dalam alat kelamin betina, konsentrasi

spermatozoa, kerapatan O

2

dan gas CO

2

,

konsentrasi ion dan efek cahaya (R

ULIANSYAH

,

1984). Spermatozoa yang mati akan menyerap

warna dan berwarna gelap, sedangkan yang

hidup mempunyai warna yang transparan, saat

(5)

diberi pewarnaan eosin negrosin. Hal ini terjadi karena membran plasma masih berfungsi baik.

Membran plasma utuh mutlak harus dimiliki oleh spermatozoa agar dapat memfertilisasi oosit, karena selain berfungsi melindungi secara fisik organel-organel sel, membran plasma juga mengatur keluar masuknya zat-zat makanan serta keseimbangan elektrolit intra dan ekstraseluler. Apabila membran plasma rusak maka proses metabolisme sel akan terganggu dan berakibat kematian sperma (S

UGIARTI

et al., 2004).

Tabel 2. Rataan kualitas semen cair pejantan sapi potong Simmental pada suhu 5°C di BIBD Tunjungan Dinas Pertanian Kabupaten Blora

Kualitas semen cair Parameter

0 hari 7 hari

pH 7,5 ± 0,0 7,5 ± 0,0

Motilitas (%) 79,0 ± 4,2 50,0 ± 0,0 Spermatozoa hidup

(%)

86,0 ± 4,8 57,9 ± 16,7

Spermatozoa mati (%)

11,9 ± 4,9 40,3 ±16,2

Spermatozoa abnormal (%)

1,4 ± 0,4 1,9 ± 1,8

Tabel 3. Rataan kualitas semen cair pejantan sapi potong PO pada suhu 5°C di Lolit Sapi Potong, Grati - Pasuruan

Kualitas semen cair Parameter

0 hari 7 hari

pH 7,5 ± 0,0 7,5 ± 0,0

Motilitas (%) 82,5 ± 6,6 65,0 ± 7,1 Spermatozoa hidup

(%)

85,4 ± 7,0 79,0 ± 8,5

Spermatozoa mati (%)

12,5 ± 7,2 20,5 ±7,8

Spermatozoa abnormal (%)

1,9 ± 0,2 0,5 ± 0,7

Persentase abnormalitas antara semen sapi Simmental dan PO yang disimpan pada suhu 5°C tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P > 0,05). Nilai abnormalitas kedua jenis semen tersebut masih dalam kisaran normal semen yang subur dan dapat dipakai untuk

Inseminasi Buatan. Hal ini sesuai dengan pendapat T

OELIHERE

(1993) yang menyatakan bahwa abnormalitas kurang dari 20% masih dapat dipakai untuk inseminasi. Jika abnormalitas sperma sapi mencapai 35%, maka hal itu nenunjukkan ketidaksuburan dari pejantan tersebut. Tabel 2 dan 3 menunjukkan bahwa penyimpanan pada suhu 5

0

C dan lamanya waktu penyimpanan sampai hari ketujuh tidak mempengaruhi kenaikan abnormalitas baik pada semen pejantan Simmental maupun PO. Hasil ini dipengaruhi oleh kualitas sperma yang dihasilkan oleh kedua bangsa sapi tersebut mempunyai kualitas yang baik dan layak digunakan dalam pembuatan semen cair.

KESIMPULAN

1. Evaluasi terhadap kualitas spermatozoa sapi Simmental dan PO dalam kondisi segar menunjukkan hasil yang sesuai dengan standar untuk diproses lebih lanjut menjadi semen cair.

2. Kualitas spermatozoa pejantan sapi Simmental dan PO dalam penyimpanan pada 5°C selama 7 hari menunjukkan penurunan dari kondisi segar baik pada persentase motilitas, spermatozoa hidup.

Namun penurunannya itu masih diatas batas normal dan layak untuk diinseminasikan pada sapi induk.

SARAN

Diperlukan penelitian lebih lanjut penyebab rendahnya persentase motilitas dan spermatozoa hidup semen pejantan sapi Simmental dan PO pada penyimpanan pada 5°C selama 7 hari.

DAFTAR PUSTAKA

A

NGGRAENY

, Y.N., L. A

FFANDHY

dan A. R

ASYID

. 2004. Efektivitas substitusi pengencer Tris- Sitrat dan Kolesterol menggunakan air kelapa dan kuning telur terhadap kualitas semen beku sapi potong. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4 – 5 Agustus 2004. Puslitbang Peternakan.

Bogor. hlm. 49 – 56.

(6)

A

FFANDHY

. L., D. P

AMUNGKAS

, A. R

ASYID

dan P.

S

ITUMORANG

. 2003. Uji fertilitas semen cair dan beku pada pejantan sapi potong lapang.

Laporan Penelitian. Loka Penelitian Sapi Potong.

A

FFANDHY

, L., D. P

AMUNGKAS

, dan D. T. R

AMSIATI

. 2004. Pembuatan semen cair pada sapi potong.

Juknis. Loka Penelitian Sapi Potong, Grati.

hlm. 11.

G

ARNER

, D.L. and E.S.E H

AFEZ

. 1993. Spermatozoa and Seminal Plasma. In: Reproduction in Farm Animal. H

AFEZ

, E.S.E. (Ed.) Six Edition. L

EA

and F

EBIGER

. Philadelpia.

G

AZALI

, M. dan S. N. T

AMBING

. 2002. Kriopeservasi sel spermatozoa. Hayati 9: 27 – 32.

H

AFEZ

, E.S.E. 1993. Reproduction in Farm Animals.

6

th

Edition. Lea Febiger. Philadelphia. pp. 440 – 443.

H

EDAH

, D. dan H

ERLIANTIEN

. 1993. Handling Semen Beku. Pros. Pertemuan Pembahasan Hasil Penelitian Seleksi Bibit Sapi Madura Guna Meningkatkan Mutu Sapi Madura. Sub Balitnak, Grati, 8 September 1993.

H

ENDRI

, J

ASWANDI

dan M. M

UNDANA

. 1999.

Pengaruh pembekuan spermatozoa, penambahan caffeine dan heparin dalam media Brockett – Oliphant terhadap angka fertilisasi in vitro pada sapi. J. Penelitian Andalas. 11(29): 34 – 37.

H

UNTER

, R.H.F. 1982. Reproduction on farm animal.

School of Agriculture University of Edinburgh.

Longman, London and New York.

P

ARTODIHARDJO

. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan.

Cetakan ketiga. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Penerbit Mutiara Sumber Wijaya, Jakarta Pusat.

R

ASYID

, A., L. A

FFANDHY

, P. S

ITUMORANG

, D. B.

W

IJONO

, T. S

UGIARTI

dan Y. N. A

NGGRAENY

. 2002. Evaluasi Kualitas dan Pengolahan Semen pada Sapi Potong. Laporan Loka Penelitian Sapi Potong, Grati.

R

ULIANSYAH

. 1984. Penggunaan air kelapa sebagai pengencer semen pada ternak. Skripsi.

Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

S

AILI

, T. 1999. Efektivitas penggunaan albumen sebagai medium separasi dalam upaya merubah rasio alamiah spermatozoa pembawa kromosom X dan Y pada sapi. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

S

ALISBUR

y, G.W. dan H.L. V

AN

D

ENMARK

. 1985.

Fisiologi reproduksi dan inseminasi buatan pada sapi. Penterjemah Prof. Drs. R. Djanuar.

Gajahmada University Press. Yogyakarta.

S

ITUMORANG

, P. 2002. Pengaruh Kolesterol terhadap daya hidup dan fertilitas spermatozoa sapi.

JITV 7(4): 251 – 258.

S

TEVENSON

, J. S., M.W. S

MITH

, J.R. J

AEGER

, L.R.

C

ORAH

and D. G. L

EFEVER

. 1996. Detection of estrus by visual observation and radiotelementry beef heifers. J. Anim. Sci. 74:

729 – 735.

S

UGIARTI

, T., E. T

RIWULANNINGSIH

, P. S

ITUMORANG

, R.G. S

IANTURI

dan D.A. K

USUMANINGRUM

. 2004. Penggunaan katalase dalam produksi semen dingin sapi. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 4 – 5 Agustus 2004. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 215 – 220.

S

USILAWATI

, T. 2002. Perbedaan kualitas spermatozoa hasil seleksi jenis kelamin pada sapi menggunakan gradien putih telur pada pengencer tris dan tris kuning telur. J. Ilmiah Peternakan dan Perikanan (PROTEN), Universitas Muhammadiyah Malang: 195 – 203.

T

OELIHERE

, M. R. 1993. Inseminasi Buatan pada

Ternak. Cetakan ke – 10. Penerbit Angkasa

Bandung.

Gambar

Tabel 1 menunjukkan rataan volume semen  mencapai 5,3 ± 1,4 ml/ejakulasi. Volume  semen ini lebih rendah daripada volume semen  yang dihasilkan oleh sapi turunan Simmental  pada penelitian A NGGRAENY  et al (2004) yaitu  5,8  ± 0,8 ml/ejakulasi

Referensi

Dokumen terkait

Kecenderungan penurunan persentase motilitas dan spermatozoa hidup semen segar selama penyimpanan pada temperatur ruang (22°C) dapat disebabkan oleh aktivitas seluler yang

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa persentase motilitas, viabilitas dan abnormalitas spermatozoa sapi PO Kebumen yang didapatkan pada

Rerata (±SD) Persentase Motilitas Spermatozoa Itik Lokal ( Anas platyrhynchos ) Sebelum dan Sesudah Penyimpanan hingga 6 hari Dalam Ekstender Penyimpanan Ringer

Pada lama waktu thawing yang sama, motilitas spermatozoa pada semen beku sapi FH yang di- thawing dalam air 37°C memiliki kecenderungan lebih tinggi jika dibandingkan dengan

Karya Ilmiah yang berjudul : Pengaruh Pengencer Kombinasi Sari Kedelai dan Tris terhadap Kualitas Mikroskopis Spermatozoa Pejantan Sapi PO Kebumen, penelitian yang terkait

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penyimpanan pada suhu 4 ° C terhadap kualitas spermatozoa epididimis anjing, dalam hal ini motilitas progresif dan keutuhan

Untuk penyimpanan pada suhu 5°C, penambahan formalin tidak efektif untuk menghambat motilitas spermatozoa untuk sementara waktu dimana daya hidup spermatozoa setelah pengaktifan

LAMA PENYIMPANAN SEMEN BEKU SAPI PERANAKAN ONGOLE PO DALAM N2 CAIR TERHADAP MOTILITAS DAN VIABILITAS SPERMATOZOA Maulid akbar1, Abdul malik2, Fitriani3, Sakiman4 1Peternakan,