• Tidak ada hasil yang ditemukan

KLASIFIKASI JENIS BATUBARA MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN ALGORITMA BACKPROPAGATION

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KLASIFIKASI JENIS BATUBARA MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN ALGORITMA BACKPROPAGATION"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

KLASIFIKASI JENIS BATUBARA

MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN ALGORITMA BACKPROPAGATION

Dwi Febby Haryati1 , Gunawan Abdillah2, Asep Id Hadiana3

1,2,3Program Studi Informatika, Fakultas MIPA,Universitas Jenderal Achmad Yani

Jl. Terusan Jenderal Sudirman,PO BOX 148 Cimahi, Jawa Barat Telp. (022) 6610 223

E-mail: [email protected], [email protected], [email protected]

ABSTRACT

Coal is the sediment that can be burned, formed from organic deposits, mainly is the remnants of plants and formed through the process of coal. The energy source reason much interested because it has high selling. The process to determine the value of selling high as seen from the results of classification of the type of coal. In addition, the number of new coal to identified into the same coal types, then matching is required from the process of the results that have been there coal data based on the level of the weight that belongs in every class the type of coal. This research makes classification system coal types using artificial neural networks (JST) with Backpropagation algorithm. The architecture of the classification of this coal types using three layers. The first layer is the input layer as many as seven neurons, second layer hidden layer as many as three neurons, and third layer output layer as many as five neurons. This classification system produces five class exodus namely Antrashit, Sub-Bituminous, Bituminous, Lignit, and Peat. Based on testing on the test data as many as 200 obtained data accuracy as 98% with learning rate 0.2, and tolerance error 0.001.

Kata Kunci: backpropagation, artifical neural networks, classification of coal

ABSTRAKS

Batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa- sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Alasan sumber energi tersebut banyak diminati karena memiliki nilai jual yang tinggi. Proses untuk menentukan nilai jual yang tinggi dilihat dari hasil klasifikasi jenis batubara. Selain itu, banyaknya jumlah batubara yang baru untuk di identifikasikan ke dalam jenis batubara yang sama, maka diperlukan pencocokan hasil dari proses data batubara yang telah ada berdasarkan tingkat bobot yang dimiliki dalam setiap kelas jenis batubara. Penelitian ini membuat sistem klasifikasi jenis batubara menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan (JST) dengan Algoritma Backpropagation.

Arsitektur dari klasifikasi jenis batubara ini menggunakan tiga lapisan. Lapisan pertama yaitu input layer sebanyak tujuh neuron, lapisan kedua hidden layer sebanyak tiga neuron, dan lapisan ketiga output layer sebanyak lima neuron. Sistem klasifikasi ini menghasilkan lima kelas keluaran yaitu Antrashit, Sub-Bituminous, Bituminous, Lignit dan Gambut. Berdasarkan pengujian pada data uji sebanyak 200 data diperoleh akurasi sebesar 98% dengan learning rate 0,2, dan toleransi error 0,001.

Kata Kunci: backpropagation, jaringan syaraf tiruan, klasifikasi batubara

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batubara juga disebut sebagai batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks banyak ditemui dalam berbagai bentuk. Bahkan,di mata dunia, batubara adalah salah satu sumber energi yang banyak diminati oleh investor asing maupun investor dalam negeri. Alasan sumber energi tersebut banyak diminati karena memiliki nilai jual yang tinggi.

Proses untuk menentukan nilai jual yang tinggi dilihat dari hasil klasifikasi jenis batubara, disamping itu banyaknya jumlah batubara yang baru

untuk di identifikasikan ke dalam jenis batubara yang sama, maka diperlukan pencocokan hasil dari proses data batubara yang telah ada berdasarkan tingkat bobot yang dimiliki dalam tiap kelas jenis batubara masing-masing.

Beberapa penelitian sebelumnya, menggunakan metode Jaringan Syaraf Tiruan (JST) Backpropagation dalam penerapan Multi Layer Perceptron (MLP) untuk anotasi image secara otomatis menghasilkan implementasi yang menggunakan data image sebanyak 453 dan menunjukan bahwa tingkat akurasi untuk prediksi anotasi sebesar 81% (Made, 2011). Klasifikasi dengan menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan dapat dijadikan salah satu solusi untuk menentukan suatu tindakan apa yang paling tepat dalam menentukan hasil klasifikasi yang akurat dan sama (Suherlan,

(2)

2012). Konfigurasi parameter untuk pelatihan sistem klasifikasi menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan terbaik yang didapat dari hasil percobaan klasifikasi penyakit diabetes menghasilkan konfigurasi jumlah hidden node 50, nilai learning rate 0,15, epoch max 1000, error klasifikasi 0,0001, persentase klasifikasi 99% dan waktu komputasi sebesar tiga detik (Ramadhani, 2009).

Tujuan dari penelitian ini akan dilakukan klasifikasi jenis batubara dengan menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan (JST) Algoritma Backpropagation. Data masukannya berupa data nilai kalori, kadar air, zat terbang, kadar abu, kadar karbon, kadar sulfur, dan warna. Data latih dan data uji akan dikenali melalui pembelajaran Jaringan Syaraf Tiruan JST arsitektur Multi Layer Perceptron (MLP).

1.2 Landasan Teori 1.2.1 Normalisasi

Normalisasi merupakan proses pengubahan data menjadi bentuk normal. Proses ini dilakukan penskalaan terhadap data menjadi dalam rentang nilai tertentu. Normalisasi sangat diperlukan ketika data yang ada bernilai sangat besar atau sangat kecil.

Proses normalisasi dilakukan melalui Persamaan (1).

Keterangan:

y = data yang dinormalkan.

valMin = data terendah yang berada dalam kolom.

valMax = data tertinggi yang berada dalam kolom.

Penelitian sebelumnya yang menggunakan normalisasi untuk klasifikasi yang diujikan dengan data kasus kanker payudara dengan memberikan efektifitas terbaik dalam hal akurasi dan kecepatan konvergensi adalah metode Minmax yang mencapai akurasi rata-rata 96,86% dengan menggunakan epoch sebanyak 21 (Wiharto, 2012).

1.2.2 Fungsi Aktivasi

Fungsi aktivasi merupakan bagian penting dalam tahapan perhitungan keluaran dari suatu algoritma. Fungsi aktivasi yang digunakan adalah fungsi sigmoid biner. Pada umumnya fungsi sigmoid biner digunakan untuk Jaringan Syaraf Tiruan (JST) yang dilatih dengan menggunakan metode Backpropagation yang memiliki nilai antara 0 sampai 1. Rumus Fungsi sigmoid biner pada Persamaan (2) dan Persamaan (3).

Dengan turunan:

1.2.3 Jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan syaraf tiruan adalah sistem komputasi dimana arsitektur dan operasi di ilhami dari pengetahuan tentang sel saraf biologis di dalam otak, yang merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba menstimulasi proses pembelajaran pada otak manusia tersebut. Jaringan Syaraf Tiruan (JST) dapat digambarkan sebagai model matematis dan komputasi untuk fungsi aproksimasi non-linear, klasifikasi data cluster dan regresi non-parametrik atau sebuah simulasi dari koleksi model saraf biologi. Arsitektur yang digunakan untuk pengenalan pola adalah arsitektur Multi Layer Perceptron (MLP), seperti pada Gambar 1.

Gambar 1 Arsitektur Multi Layer Perceptron (S.E Fahlman, 1987)

Arsitektur MLP terdiri dari input layer (xi), hidden layer (zj), dan output layer (yk). Koneksi antar layer dihubungkan dengan bobot Uij merupakan bobot dari input layer (xi) ke hidden layer (zj), Vjk merupakan bobot dari hidden layer (zj) ke hidden layer (zj). Wkl merupakan bobot dari hidden layer(zj) ke output layer (yk). Pada penelitian terdahulu menggunakan MLP untuk memprediksi penyakit asma yang menggunakan delapan belas input layer, delapan hidden layer, dan empat output layer (Tanjung, 2014). Selain itu, terdapat penelitian lain juga untuk menentukan harga jual produk pisau pada UKM Bareng Jaya dengan neuron input sebanyak dua neuron, hidden layer menggunakan lima neuron, dan output layer sebanyak satu neuron (Susanti, 2013). Pengenalan pola sidik jari mempunyai empat layer jaringan yang digunakan antara lain input layer sebanyak sembilan belas neuron, menggunakan dua hidden layer, untuk hidden layer pertama sebanyak tujuh puluh tiga neuron, hidden layer kedua sebanyak sembilan puluh lima neuron dan output layer nya sebanyak empat neuron (Tumanan, 2011).

(1)

(2)

(3)

X1

...

Xi X3 X2

...

...

Uij

. . .

Bias ...

Y1

Y2

Y3

Y4

Yk

Vjk

Hidden Layer

Input Layer Output Layer

Zj Z1

Z3 Z2 Bias

...

. . .

. . .

Wkl

(3)

1.2.4 Algoritma Backpropagation

Backpropagation merupakan pelatihan yang terawasi dengan menggunakan banyak lapisan untuk mengubah bobot-bobot yang terhubung dengan neuron-neuron yang ada pada lapisan tersembunyi.

Algoritma Backpropagation merupakan error keluaran untuk mengubah nilai bobot-bobotnya dalam arah mundur (backward). Untuk mendapatkan error ini,tahap perambatan maju (forward propagation) harus dikerjakan terlebih dahulu.

Beberapa penelitian sebelumnya menggunakan Algoritma Backpropagation di antaranya untuk identifikasi pribadi berdasarkan citra telinga menggunakan lapisan input sebanyak 6 neuron, lapisan tersembunyi sebanyak 13 neuron dan output sebanyak enam neuron, dengan epoch 50.000, laju pembelajaran 0,2 dan toleransi error 0,001 (Jeffy, 2014). Terdapat juga penelitian untuk memprediksi nilai ujian sekolah. Arsitektur yang digunakan adalah tiga lapisan dengan satu lapisan input sebanyak 5 neuron, satu lapisan hidden sebanyak lima neuron, dan satu lapisan output sebanyak satu neuron menghasilkan tingkat akurasi keluaran sebesar 80% (Kosasi, 2014).

Pengenalan pola menggunakan algoritma Backpropagation, proses pelatihan dilakukan menjadi dua tahap yaitu tahap feedforward dan tahap Backpropagation. Tahap feedforward menghasilkan output yang dibandingkan dengan target tiap data input, jika selisih yang dihasilkan lebih besar dari toleransi error maka dilakukan koreksi bobot dengan tahap Backpropagation.

Tahap Feedforward

1. Setiap unit masukan (xi, i= 1,2,3,…n) menerima sinyal input (xi) dan diteruskan ke unit-unit tersembunyi.

2. Setiap unit tersembunyi (zj, j= 1,2,3,…p) menjumlahkan sinyal input yang sudah berbobot dengan Persamaan (4) sebagai berikut:

Langkah selanjutnya adalah hitung sinyal hidden layer dengan menggunakan fungsi aktivasi pada Persamaan (5).

3. Setiap unit output (Yk, k = 1,2,3, …, m) dikalikan dengan bobot dan dijumlahkan dengan biasnya menggunakan Persamaan (6).

Selanjutnya menghitung sinyal output dengan menggunakan fungsi aktivasi pada Persamaan (7).

Tahap Backpropagation

4. Setiap unit keluaran (Yk, k=1,2,3,…, m) menerima pola target (tk) yang sesuai dengan pola input saat pelatihan, kemudian informasi error output layer ( k) dengan Persamaan (8) sebagai berikut:

Kemudian hitung koreksi bobot yang selanjutnya digunakan untuk memperbaiki nilai Wjk dengan Persamaan (9) sebagai berikut:

Dan hitung koreksi bias untuk memperbaiki nilai W0k dengan Persamaan (10) sebagai berikut:

5. Setiap unit tersembunyi (j, j=1,2,3,…, p) menjumlahkan delta input dari unit-unit yang berada pada lapisan sebelumnya pada Persamaan (11).

Kemudian hasilnya dikalikan dengan turunan dari fungsi aktivasi yang digunakan pada jaringan untuk menghitung informasi kesalahan error j menggunakan Persamaan (12).

Faktor i digunakan untuk menghitung koreksi error yang selanjutnya dipakai untuk memperbaruhi vij menggunakan Persamaan (13)

Setelah itu, hitung koreksi bias yang dipakai untuk memperbaharui dengan Persamaan (14).

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

(4)

6. Setiap unit output (k=1,2,3,….., m) dilakukan untuk memperbaiki bias dan bobotnya memperbaharui bobotnya (j=0,1,2,.., p) sehingga menghasilkan bobot dan bias baru menggunakan Persamaan (15) sebagai berikut:

Demikian juga untuk bobot pada unit input ke unit hidden, diperbaiki dengan menggunakan koreksi bobot yang sudah dihitung sebelumnya menggunakan Persamaan (16).

7. Periksa kondisi berhenti. Jika kondisi berhenti telah terpenuhi maka pelatihan jaringan dapat dihentikan.

Terdapat dua cara untuk mendefinisikan kondisi berhenti yaitu:

1. Membatasi toleransi error yang diinginkan.

Salah satu cara menghitung error adalah dengan menggunakan MSE. Proses pelatihan dilakukan hingga MSE sudah lebih kecil dari toleransi error yang sudah ditetapkan. Kemudian nilai bobot disimpan untuk melakukan identifikasi data. Persamaan MSE dapat dilihat pada Persamaan 2.4.

2. Membatasi banyaknya epoch yang dilakukan.

Satu epoch adalah proses yang dilakukan dari langkah pertama sampai langkah keenam.

Setelah bobot yang telah dikoreksi pada akhir pelatihan digunakan untuk proses pengujian, yang mewakili semua data latih.

Tahap pengujian dilakukan dengan tahap umpan maju (feedforward).

Tahap Klasifikasi (Pengujian)

1. Setiap unit masukan (xi, i= 1,2,3,…n) menerima sinyal input (xi) dan diteruskan ke unit-unit tersembunyi.

2. Setiap unit tersembunyi (zj, j= 1,2,3,…p) menjumlahkan sinyal input yang sudah berbobot dengan Persamaan (4).

3. Langkah selanjutnya adalah hitung sinyal hidden layer dengan menggunakan fungsi aktivasi pada Persamaan (5).

4. Setiap unit output (Yk, k = 1,2,3, …, m) dikalikan dengan bobot dan dijumlahkan dengan biasnya menggunakan Persamaan (6).

5. Selanjutnya menghitung sinyal output dengan menggunakan fungsi aktivasi pada Persamaan (7).

Setiap neuron output akan menghasilkan nilai.

Sehingga diperoleh lima nilai pada neuron output. Nilai output yang paling besar akan bernilai 1, sedangkan output lainnya akan menjadi 0.

2. PEMBAHASAN DAN HASIL 2.1 Rancangan Sistem Klasifikasi

Pada proses klasifikasi batubara dilakukan mengunakan JST berasitektur MLP. Data input berupa data analisa batubara yang berisi data nilai kalori, kadar air (kelembapan), zat terbang, kadar abu, kadar karbon, kadar sulfur dan warna. Tujuh variabel pada kelas batubara akan disimpan sebagai satu set data. Satu set data terdiri dari 1 hari. Maka untuk data batubara dalam satu bulan terdapat 20 set data dalam 20 hari kerja.

Data yang digunakan sebagai data latih sebanyak 500 data. Data tersebut diperoleh dari masing-masing lima kelas batubara yang telah ada.

Data analisa batubara yang digunakan dari tahun 2013-2014 adalah data uji. Proses pelatihan menggunakan Algoritma Backpropagation.

Kemudian hasil akhir yang didapat berupa bobot- bobot yang akan disimpan ke dalam database.

Proses pengujian menggunakan arsitektur MLP dengan feedforward dalam menggunakan bobot hasil dari pelatihan, selanjutnya menghasilkan suatu kelas batubara yaitu kelas Antrasit, kelas Sub-Bituminous, kelas Bituminous, kelas Lignit dan kelas Gambut.

Proses lengkap dari pelatihan dan pengujian dapat dilihat pada Gambar 2.

Data Latih 500 set

Normalisasi Data

Pelatihan Backpropagation

Bobot Hasil Pelatihan

Pengujian Multi Layer Perceptron Data Uji

Data Uji Batu bara

Kelas Batu Bara (Antrasit, sub-bituminous, bituminous,

lignit dan gambut) Praproses Verifikasi data

latih

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7

Normalisasi Data

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7

Gambar 2 Sistem Klasifikasi Jenis Batubara Menggunakan Algoritma Backpropagation (15)

(16)

(5)

Data latih analisa batubara diambil pada tahun 2011-2012 sebanyak 500 data dan disimpan dalam file (.xls). Data tersebut berupa set data analisa proksimat batubara. Tahap pra proses verifikasi data dilakukan untuk apakah data latih analisa proksimat dapat terbaca oleh sistem, apabila data latih tersebut dapat terbaca maka proses selanjutnya menggunakan normalisasi. Data input yang terdiri dari variabel x1 sampai x7 bertujuan untuk menyesuaikan nilai range data (nilai data maksimum – nilai data minimum) dengan fungsi aktivasi dalam sistem klasifikasi batubara. Fungsi aktivasi yang digunakan fungsi aktivasi sigmoid biner. Sehingga nilai input harus berada pada range 0 sampai 1. Oleh karena itu output yang dihasilkan pun akan berada pada range 0 sampai 1.

Gambar 3 Arsitektur MLP untuk Sistem Klasifikasi Jenis Batubara

Dengan:

X1 = Nilai Kalori hari ke 1 X2 = Kadar Air hari ke 1 X3 = Zat Terbang hari ke 1 X4 = Kadar Abu hari ke 1 X5 = Kadar Karbon hari ke 1 X6 = Kadar Sulfur hari ke 1 X7 = Warna hari ke 1

Sistem klasifikasi jenis batubara terdapat keluaran sebanyak lima kelas yaitu kelas Antrasit, Sub-Bituminous, Bituminous, Lignit dan Gambut yang diketahui sebagai solusi klasifikasi kelas dengan variabel y1,y2,y3,y4 dan y5. Arsitektur MLP pada penelitian ini terdiri dari satu input layer, satu hidden layer dan satu output layer. Jaringan memiliki input layer (X) sebanyak 7 neuron yang diperoleh dari 7 variabel x 1 hari, hidden layer (Z) dengan jumlah neuron sebanyak √( input layer + output layer) yaitu √(7 + 5)= 3, dan output layer sebanyak lima neuron.

Koneksi bobot tiap neuron diberikan dengan simbol Vij dan Wjk. Vij adalah bobot input layer ke hidden layer, i= 1, 2.., 7 untuk bobot input layer, dan

j = 1,2,3 untuk bobot hidden layer. Wjk adalah bobot hidden layer ke output layer dengan j = 1,2,3 untuk bobot hidden layer, dan k = 1,2,3,4,5.

Nilai input sebagai data latih diperoleh dari data yang telah melakukan proses normalisasi.

Bobot awal dalam proses pelatihan dilakukan secara acak dari bilangan -0.5 hingga 0.5. Proses pengujian dilakukan dengan menghitung secara feedforward dengan menggunakan bobot yang telah disimpan pada database. Dari proses pengujian didapat sebuah nilai output berupa keterangan jenis batubara. Pada Tabel 1 merupakan target atau kelas representasi output.

Tabel 1 Kelas Target Output

No Keterangan Kelas Representasi Output Layer

1 Antrasit 1 10000

2 Sub-Bituminous 2 01000

3 Bituminous 3 00100

4 Lignit 4 00010

5 Gambut 5 00001

Pada Tabel 1 diatas terdapat jumlah kelas yang digunakan sebanyak lima kelas yaitu kelas Antrasit, Sub-Bituminous, Bituminous, Lignit dan Gambut. Parameter yang digunakan dalam pelatihan yaitu learning rate (α), jumlah maksimum epoch, dan nilai error. Untuk tahap inisialisai dapat ditentukan oleh user. Kemudian untuk nilai bobot pertama, bobot diperoleh dari proses random atau nilai acak yang memiliki rentang antara -0.5 hingga 0.5.

2.2 Hasil

2.2.1 Penetapan Parameter Pelatihan

Pada tahap ini dilakukan pengujian pada variasi parameter dengan tujuan untuk mencari parameter yang paling optimal dalam melakukan klasifikasi. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh dari berbagai parameter terhadap sistem yang mempengaruhi tingkat akurasi sistem. Dalam percobaan ini dilakukan pengujian pertama dilakukan dengan mengubah nilai parameter toleransi error 0.001, nilai iterasi 1000 dengan jumlah data latih sebanyak 500 data.

Tabel 2 Pengaruh Learning Rate Akurasi Sistem No Learning

Rate Epoch MSE Waktu Tingkat Akurasi

1 0.01 1000 0.0023848 38 41%

2 0.1 238 0.0009967 32 91%

3 0.2 112 0.0009987 27 98%

4 0.5 72 0.0009867 30 82%

Memperlihatkan pengaruh learning rate pada akurasi data latih dengan menggunakan learning rate sebesar 0.2 yang menghasilkan nilai MSE 0.0009987 dengan tingkat akurasi 98%, sedangkan untuk learning rate sebesar 0.01 dengan nilai MSE

X1 Z1

X7 X3 X2

Z3 Z2

ANTRASIT

LIGNIT BITUMINOUS

SUB BITUMINOUS V01

. . .

Bias Bias

Y1

Y2

Y3

Y4

Y5 GAMBUT

W01

V02 V

03

V11

V73

V72 V71 V33

V32 V31 V23V22

V21 V12 V

13

W02

W03

W04

W05

W11 W12

W13

W14

W15

W21

W22

W23

W24

W25

W31

W32

W33 W34

W35

(6)

0.0023848 menghasilkan tingkat akurasi terkecil sebesar 41%.

Selanjutnya dilakukan pengujian terhadap data uji sebanyak 200 data dengan mengubah nilai parameter toleransi error. Learning rate yang digunakan 0.25 dan nilai maksimal iterasi ditetapkan sebanyak 1.000.

Tabel 3 Pengaruh Learning Rate Pada Data Uji N

o

Learning Rate

Epoch MSE Waktu Tingkat Akurasi

1 0.1 0.0979889 12 20 98%

2 0.01 0.0009814 76 33 90%

3 0.0001 0.0001869 1000 46 41%

4 0.05 0.0487503 33 24 72%

5 0.02 0.0197801 41 28 82%

2.2.2 Analisis Hasil Uji Data Latih dan Data Uji Data latih dan data uji yang diujikan memiliki 7 variabel dengan jumlah 500 set data latih dan 200 data latih menggunakan nilai parameter paling optimal yaitu learning rate 0.2, dengan nilai MSE 0.000999 dan toleransi error 0.001. Dari hasil pengujian sebanyak 500 data latih menghasilkan 496 data latih yang tepat dikenali oleh sistem sehingga diperoleh persentase akurasi sebesar 99% dalam waktu 20 detik. Data uji terdapat 196 data yang dikenali oleh sistem, dan 4 data yang tidak dikenali sistem. Sehingga tingkat akurasi pada data uji menghasilkan tingkat akurasi optimal yaitu sebesar 98% dalam waktu 26 detik.

3. KESIMPULAN DAN SARAN 3.1 Kesimpulan

Penelitian ini menghasilkan sebuah sistem klasifikasi jenis batubara menggunakan Algoritma Backpropagation yaitu Antrashit, Sub-bituminous, Bituminous, Lignit dan Gambut. Penelitian ini menggunakan 500 set data latih. Arsitektur dalam klasifikasi jenis batubara menggunakan Multi Layer Perceptron (MLP) dengan jumlah neuron input sebanyak 7 neuron yang diperoleh dari 1 hari x 7 variabel, variabel tersebut terdiri dari nilai kalor, kadar air, zat terbang, kadar abu, kadar sulfur dan warna. Neuron hidden layer sebanyak 3 neuron, dan neuron output sebanyak 5 neuron.

Berdasarkan hasil pengujian terhadap berbagai parameter diperoleh hasil optimal dengan menggunakan learning rate 0,2, target MSE 0,001, dan nilai epoch 171. Berdasarkan hasil pengujian terhadap 200 data uji menghasilkan akurasi sebesar 98%, sedangkan pengujian terhadap 500 data latih menghasilkan akurasi sebesar 99%. Parameter yang digunakan tersebut merupakan hasil paling optimal untuk sistem klasifikasi jenis batubara, karena berdasarkan hasil pengujian parameter semakin kecil learning rate dan target MSE maka semakin tinggi tingkat akurasi.

3.2 Saran

Saran untuk sistem klasifikasi ini adalah dengan mencoba melakukan variasi metode Jaringan Syaraf Tiruan yang lain, serta dapat menambahkan variabel-variabel yang berpengaruh terhadap klasifikasi batubara seperti data analisis ultimat, sehingga akurasi sistem klasifikasi dapat menghasilkan akurasi maksimal.

4. PUSTAKA

[1] Jeffy; Dwitra, S., "Identifikasi Pribadi Berdasarkan Citra Telinga Dengan

Jaringan Syaraf Tiruan

Backpropagation," Jurnal Generic, vol.

9 No. 1, pp. 301-308, Maret 2014.

[2] Kosasi, S., "Penerapan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation Untuk Memprediksi Nilai Ujian Sekolah,"

Teknologi, vol. 07 No.1, pp. 20-28, Juni 2014.

[3] Made, I A.; W. Muliantara, "Penerapan Multi Layer Perceptron Dalam Anotasi Image Secara Otomatis," Jurnal Ilmu Komputer, vol. 04 No. 2, ISSN 1979- 5661, pp. 9-15, November 2011.

[4] Ramadhani, S.; U. Anis, "Klasifikasi Penyakit Kencing Manis (Diabetes Melitus) Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation," Teknika Universitas Islam, vol. 01 No.2 ISSN 2085-0859, pp. 29-34, 2009.

[5] Suherlan, R., "Klasifikasi Kelainan Jantung Anak Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation," Skripsi, Program Studi Informatika Universitas Jenderal Achmad Yani, 2012.

[6] Susanti, N., "Penentuan Harga Jual Produk Pisau Pada UKM Bareng Jaya Menggunakan

Jaringan Syaraf Tiruan

Backpropagation," SIMETRIS, vol. 4 No. 1 ISSN 2252-4983, pp. 31-38, November 2013.

[7] Tanjung, D. H., "Jaringan Syaraf Tiruan dengan Backpropagation untuk Memprediksi Asma," Citec Journal, vol. 02 No 1 ISSN 2354-5771, pp. 28-38, November 2014 - Januari 2015.

[8] Tumanan, O. A. "Pengenalan Pola Sidik Jari Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation ," Aplikasi Fisika, vol.

07 No. 1, pp. 1-11, Februari 2011.

[9] Wiharto; Salamah, U.; Chamidah, N., "Pengaruh Normalisasi Data Pada Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation untuk Klasifikasi Kanker Payudara,"

ITSMART, vol. 1 No. 1 ISSN 2301- 7201, pp. 28-33, Juni 2012.

Gambar

Gambar 1 Arsitektur Multi Layer Perceptron  (S.E Fahlman, 1987)
Gambar 2 Sistem Klasifikasi Jenis Batubara  Menggunakan Algoritma Backpropagation (15)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian tugas akhir ini melakukan percobaan terhadap 5 jenis needs kepribadian Tes EPPS dengan menggunakan metode Jaringan Syaraf Tiruan dengan algoritma Propagasi Balik..

2.1.8 Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation Perambatan galat mundur backpropagation merupakan sebuah metode untuk pelatihan jaringan syaraf tiruan agar mampu

Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui kemampuan metode jaringan syaraf tiruan algoritma propagasi balik dalam klasifikasi penggunaan lahan menggunakan citra ALOS

Subjek penelitian dalam laporan skripsi ini adalah bagaimana mendeteksi suatu penyakit pada tulang dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan metode backpropagation

5.1 Pelatihan Jaringan Syaraf Tiruan Proses pelatihan di ambil dari 54 data yang sudah direpresentasikan berdasarkan klasifikasi umur, jenis kelamin, tekanan

Implementasi yang dilakukan adalah menggabungkan metode jaringan syaraf tiruan backpropagation untuk meramalkan jumlah kasus penyakit, sedangkan algoritma genetika

Perbandingan Metode Probabilistik Naïve Bayesian Classifier dan Jaringan Syaraf Tiruan Learning Vector Quantization dalam Kasus Klasifikasi Penyakit

Subjek penelitian dalam laporan skripsi ini adalah bagaimana mendeteksi suatu penyakit pada tulang dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan metode backpropagation