• Tidak ada hasil yang ditemukan

2800 Optimasi Peramalan Jumlah Kasus Penyakit Menggunakan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation Dengan Algoritma Genetika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "2800 Optimasi Peramalan Jumlah Kasus Penyakit Menggunakan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation Dengan Algoritma Genetika"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Fakultas Ilmu Komputer

Universitas Brawijaya 2800

Optimasi Peramalan Jumlah Kasus Penyakit Menggunakan Metode

Jaringan Syaraf Tiruan

Backpropagation

Dengan Algoritma Genetika

Gilang Ramadhan1, Budi Darma Setiawan 2, Marji3

1,2,3Program Studi Teknik Informatika Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya

Email: 1azureknight02@gmail.com, 2s.budidarma@ub.ac.id , 3marji@ub.ac.id

Abstrak

Jumlah kasus penyakit mengalami kenaikan dan penurunan setiap bulannya. Hal ini berdampak pada tidak seimbangnya ketersediaan obat seperti, kurang persediaan obat, pemborosan, obat yang tidak tepat sasaran, obat rusak dan lain sebagainya. Oleh karna itu diperlukan peramalan jumlah kasus penyakit untuk mengetahui jumlah kasus penyakit dalam waktu tertentu. Salah satu metode peramalan yang dapat digunakan adalah metode jaringan syaraf tiruan backpropagation. Metode ini dapat dioptimasi menggunakan algoritma genetika sehingga dapat menghasilkan hasil yang lebih optimal. Parameter yang dioptimasi adalah bobot serta bias yang akan digunakan pada algoritma backproapgation. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan peramalan jumlah kasus penyakit di Puskesmas Rogotrunan, Lumajang dengan menggunakan metode backpropagation yang dioptimasi dengan algoritma genetika. Dalam penelitian ini parameter optimal algoritma genetika adalah populasi=180, kombinasi cr dan mr berturut-turut 0,4 dan 0,6, generasi=100. Parameter algoritma backpropagation yang potimal adalah jumlah data=16, neuron input=6, iterasi=1000, dan nilai alfa=0,1. Didapatkan tingkat akurasi dengan MSE= 87,2 dengan data uji jumlah kasus penyakit pada bulan januari sampai desember pada tahun 2016. Dari nilai MSE yang diperoleh menggunakan metode backpropagation yang dioptimasi dengan algoritma genetika ini dapat digunakan untuk meramalkan jumlah kasus penyakit.

Kata Kunci : Peramalan, jumlah kasus penyakit, backpropagation, algoritma genetika.

Abstract

The number of disease cases has increased and decreased every month. This has an impact on the unbalanced of medicine availability such as, lack of supply of medicine, waste of medicine, medicine that are not on target, damaged medicine and so on. Therefore forecasting on number of disease cases is needed to determine the number of disease cases within a certain time. One of forecasting method that can be used is backpropagation neural network method. This method can be optimized using genetic algorithm to produce optimal results. The optimized parameters are weight and bias which will be used in backpropagation algorithm. The purpose of this study is to forecast the number of disease cases at Puskesmas Rogotrunan, Lumajang using backpropagation method optimized by genetic algorithm. From this study the optimal parameters of genetic algorithm are population=180, combination of cr and mr respectively 0,4 and 0,6, generation=100. The optimal parameters of backpropagation algorithm are total data=16, input neuron=6, iteration=1000, alfa=0,1. Accuray obtained with MSE=87,2 with data test of the number of disease cases in january to desember 2016. From the value of MSE obtained using backpropagation method optimized by genetic algorithm can be used to forecast the number of disease cases.

Keyword : Forecasting, number of disease cases, backpropagation, genetic algorithm.

1. PENDAHULUAN

Kesehatan merupakan sumber kebutuhan penting yang diperlukan untuk dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari dengan baik. Kesehatan perlu dijaga agar kita bisa terbebas

(2)

disabilitas dan cidera (6,5%) (Kemenkes, 2012). Dari rasio ini diketahui terjadi penurunan pada penyakit menular, sedangkan pada penyakit tidak menular mengalami peningkatan, hal ini dilihat dari perbandingan SKRT tahun 2001 (Kemenkes, 2012). Kenaikian dan penurunan ini diketahui dengan melakukan perbandingan dari hasil riset Departemen Kesehatan pada tahun 2001 dan 2007. Berdasarkan data tersebut dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat mengukur atau menghitung jumlah kasus penyakit dalam kurun waktu tertentu. Hal ini dapat berdampak pada tidak seimbangnya ketersediaan obat seperti, kurang atau tidaknya persediaan obat, pemborosan, sasaran obat yang tidak tepat, dan rusaknya obat (Soerjono, 2001). Oleh karna itu, diperlukan solusi berupa peramalan sehingga dapat meningkatkan efisiensi serta efektifitas dalam menghitung jumlah kasus penyakit yang akurat, tepat, dan cepat.

Backpropagation adalah salah satu metode jaringan syaraf tiruan yang sering digunakan untuk studi kasus peramalan (Halim & Wibisono, 2000). Backpropagaton adalah perkembangan dari algoritma least mean square yang digunakan untuk melatih jaringan dengan beberapa layer. Algoritma ini memiliki performance-index mean square error (MSE) yang menggunakan pendekatan steepest index (Hagan et al., 1996). Penggunaan serta penerapan metode backpropagation ini tergolong dalam algoritma pelatihan yang bersifat supervised. Proses pelatihan metode backpropagation didasarkan dari hubungan sederhana yaitu, jika hasil yang dikeluarkan salah maka penimbang (weight) dikoreksi agar galatnya dapat diperkecil serta selanjutnya diharapkan mendekati hasil yang benar (Kosasi, 2014).

Kelemahan metode jaringan syaraf tiruan backpropagation adalah jaringan syaraf tiruan sering terjebak pada lokal minimum dimana hasil yang didapatkan lebih kecil dari titik terdekat, akan tetapi lebih besar di titik yang jauh dikarnakan konvergensi dini (Nawi et al., 2013). Kelemahan ini bisa diatasi dengan menggunaka proses optimasi. Algoritma genetika merupakan salah satu algoritma yang dapat digunakan untuk proses optimasi. Pada penelitian yang dilakukan oleh (Haviluddin & Alfred, 2015) dalam meramalkan data time series menggunakan metode backpropagation yang dioptimasi menggunakan algoritma genetika yang

menghasilkan nilai MSE lebih kecil dibandingkan hanya dengan menggunakan metode backpropagation.

Berdasarkan peramalan jumlah kasus penyakit serta penjelasan singkat tentang metode backpropagation dan algoritma genetika yang sudah diuraikan, maka dirancang penelitian “Optimasi Jumlah Kasus Penyakit menggunakan metode Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation dengan Algoritma Genetika”. Implementasi yang dilakukan adalah menggabungkan metode jaringan syaraf tiruan backpropagation untuk meramalkan jumlah kasus penyakit, sedangkan algoritma genetika digunakan sebagai proses optimasi parameter yang akan digunakan dalam metode backpropagation sehingga diharapkan dapat menghasilkan peramalan dengan akurasi yang baik. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu masyarakat khususnya yang bekerja pada bidang kesehatan untuk dapat menghitung jumlah kasus penyakit.

2. DATASET

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data jumlah kasus penyakit demam typoid-paratypoid yang diambil dari LB1 (Laporan Bulanan 1) Puskesmas Rogotrunan Kota Lumajang. Data yang digunakan dibagi menjadi dua yaitu data training dan data testing. Data tersebut tersusun dari data jumlah kasus penyakit demam typoid-partypoid setiap bulan dari tahun 2012 sampai 2016. Jumlah data yang digunakan adalah 1 penyakit yang terdiri dari 12 bulan dan 5 tahun dengan total data sebanyak 60. Data ini memiliki satu atribut berupa jumlah kasus penyakit. Jumlah kasus penyakit ini dapat digunakan untuk proses peramalan berdasarkan data time series.

3. PERAMALAN

(3)

diperlukan di masa yang akan datang, sehingga persiapan akan suatu tindakan atau kebijakan dapat dilakukan.. Salah satu cara untuk menentukan ukuran kesalahan secara statistik yaitu dengan MeanSquaredError (MSE) yang ditunjukkan pada Persamaan 1.

𝑴𝑺𝑬 =𝟏𝒏 ∑ (𝒚′

𝒕− 𝒚𝒕)𝟐 𝒏

𝒕=𝟏 (1)

dimana 𝑦′

𝑡 = data hasil prediksi periode t

𝑦𝑡 = data aktual periode t

𝑛 = jumlah data

4. Backpropagation

Backpropagation merupakan salah satu metode yang ada dalam jaringan syaraf tiruan. Penggunaan serta penerapan metode backpropagation ini tergolong dalam algoritma pelatihan yang bersifat supervised. Proses pelatihan metode backpropagation didasarkan dari hubungan sederhana yaitu, jika hasil yang dikeluarkan salah maka penimbang (weight) dikoreksi agar galatnya dapat diperkecil serta selanjutnya diharapkan mendekati hasil yang benar (Kosasi, 2014).

4.1.1. Arsitektur Jaringan Backpropagation

Terdapat beberapa layer, yaitu layer input, hidden layer, dan layer output dalam arsitektur jaringan syaraf tiruan backpropagation. Proses dari metode backpropagation adalah setelah menerima input atau masukanpada layer input, input ini akan diproses propagasi melewati setiap layer diatasnya hingga menghasilkan keluaran atau output dari jaringan. Nilai error didapatkan dari perbandingan output jaringan dengan target output. Kemudian dengan menggunakan bobot awal, jaringan akan melewatkan turunan dari nilai error tersebut menuju hidden layer. Setelah itu akan dilakukan perhitungan jumlah bobot dari error hasil propagasi sebelumnya oleh setiap neuron yang ada pada hidden layer. Sesudah menemukan besarnya nilai error,maka dilakukan perubahan nilai bobot untuk mengurangi nilai error oleh neuron-neuron tersebut. Proses ini akan terus dilakukan hingga nilai error yang didapatkan oleh jaringan mendekati nilai nol (Giantara, 2013). Arsitektur jaringan backpropagation dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Arsitektur Jaringan Backpropagation

4.1.2. Fungsi Aktivasi

Pada penelitian ini fungsi aktivasi yang digunakan adalah binary sigmoid. Fungsi sigmoid biner memiliki nilai dari 0 sampai 1 yang ditunjukkan pada Persamaan 2

𝒚 = 𝒇(𝒙) =𝟏+𝒆𝒙𝒑𝟏 −𝐱 (2)

dimana:

y=f(x) = hasil sinyal output dari x 𝑒𝑥𝑝−x = eksponensial dari nilai -x

4.1.3. Tahapan Algoritma Backpropagation

Tahapan algoritma backpropagation menurut Fauset (1994) adalah sebagai berikut:

1. Inisialisasi bobot awal dan bias

Bobot serta bias akan di inisialiasisasi secara random dengan interval 0 -1 atau 1.

2. Proses feedfoward

Setiap unit input (Xi,i=1,…,n)

menampung sinyal input xi serta menyebarkan

sinyal ini keseluruh unit yang berada di hidden layer. Input yang digunakan merupakan data training.

Setiap hidden unit (Zj,j=1,…,p)

melakukan penjumlahan pada sinyal-sinyal input yang dikalikan dengan bobot 𝑣𝑖𝑗, menggunakan Persamaan 3:

𝐳𝒊𝒏𝒋= 𝒗𝟎𝒋+ ∑ 𝒙𝒊𝒗𝒊𝒋 𝒏

𝒊=𝟏 (3)

dimana

z𝑖𝑛𝑗 = sinyal masuk pada hidden layer

𝑥𝑖 = sinyal input

𝑣0𝑗 = bias pada hidden layer

(4)

Menghitung fungsi aktivasi 𝑍𝑗 menggunakan binary sigmoid dengan Persamaan 4, kemudian mengirim sinyal output keseluruh unit pada unit output.

𝒁𝒋 = 𝒇(𝒛_𝒊𝒏𝒋) (4)

Setiap unit output (𝑦𝑘, 𝑘 = 1, … , 𝑚) melakukan penjumlahan sinyal-sinyal input yang sudah berbobot, termasuk biasnya menggunakan Persamaan 5:

𝐲𝒊𝒏𝒌= 𝒘𝟎𝒌+ ∑ 𝒛𝒋𝒘𝒊𝒋 𝒏

𝒋=𝟏 (5)

dimana

y𝑖𝑛𝑘 = sinyal masuk pada output

𝑤0𝑘 = bobot serta bias ke output layer

𝑧𝑗 = fungsi aktivasi lapisan tersembunyi

𝑤𝑖𝑗 = bobot hidden layer

Menghitung fungsi aktivasi menggunakan binary sigmoid untuk menghitung sinyal output dari hidden unit dengan Persamaan 6:

𝒀𝒌 = 𝒇(𝒚_𝒊𝒏𝒌) (6)

3. Menghitung backpropagation error

Setiap unit output (Yk,k=1,…,m)

menampung suatu pola target yang sesuai dengan pola input data training untuk menghitung kesalahan yang dihasilkan jaringan menggunakan Persamaan:

𝜹𝒌 = (𝒕𝒌− 𝒚𝒌)𝒚𝒌(𝟏 − 𝒚𝒌) (7)

dimana

𝛿𝑘 = faktor koreksi output layer

𝑡𝑘 = data training

𝑦𝑘 = output pelatihan

Menghitung faktor perubahan bobot Wjk

yang akan merubah bobot Wjk dengan

Persamaan 8:

∆𝑾𝒋𝒌= 𝜶𝜹𝒌𝒛𝒋 (8)

dimana

∆𝑊𝑗𝑘 = delta perubahan bobot output layer

𝛼 = learning rate

𝛿𝑘 = faktor koreksi output layer

𝑧𝑗 = fungsi aktivasi pada hidden layer

Menghitung delta perubahan bias W0k

yang akan merubah bias W0k dengan Persamaan

9:

∆𝑾𝟎𝒌= 𝜶𝜹𝒌 (9)

dimana

∆𝑊0𝑘 = delta perubahan bias output layer

𝛼 = learning rate

𝛿𝑘 = faktor koreksi output layer

Menghitung faktor koreksi_in unit tersembunyi.

𝛅𝒊𝒏𝒋= ∑ 𝜹𝒌𝒘𝒊𝒋 𝒎

𝒌=𝟏 (10)

dimana

δ𝑖𝑛𝑗 = faktor koreksi_in hidden unit

𝛿𝑘k = faktor koreksi output layer

𝑤𝑖𝑗 = bobot hidden layer ke lapisan keluaran

Menghitung faktor koreksi hidden unit.

𝜹𝒋= 𝜹𝒊𝒏𝒋𝒛𝒋(𝟏 − 𝒛𝒋) (11)

dimana

𝛿𝑗 = faktor koreksi hidden unit

𝛿𝑖𝑛𝑗 = faktor koreksi_in hidden unit

𝑧𝑗 = fungsi aktifasi hidden layer

Menghitung koreksi bobot hidden layer.

∆𝒗𝒋𝒌= 𝜶𝜹𝒋𝒙𝒋 (12)

dimana

∆𝑣𝑗𝑘 = koreksi bobot hidden layer

𝛼 = learning rate

𝛿𝑗 = faktor koreksi hidden unit

𝑥𝑗 = sinyak input

Menghitung koreksi bias hidden layer.

∆𝒗𝟎𝒋= 𝜶𝜹𝒋 (13)

dimana

∆𝑣0𝑗 = koreksi bias hidden layer

𝛼 = learning rate

𝛿𝑗 = faktor koreksi hidden unit

4. Menghitung perubahan bobot dan bias

(5)

𝒗𝒊𝒋(𝒃𝒂𝒓𝒖) = 𝒗𝒊𝒋(𝒍𝒂𝒎𝒂)+∆𝒗𝒊𝒋 (14)

dimana

𝑣𝑖𝑗(𝑏𝑎𝑟𝑢) = bobot baru input layer ke hidden layer

𝑣𝑖𝑗(𝑙𝑎𝑚𝑎) = bobot lama input layer ke hidden layer

∆𝑣𝑖𝑗 = koreksi bobot hidden layer

Menghitung bias baru input layer ke hidden layer.

𝒗𝟎𝒋(𝒃𝒂𝒓𝒖) = 𝒗𝟎𝒋(𝒍𝒂𝒎𝒂)+∆𝒗𝟎𝒋 (15)

dimana

𝑣0𝑗(𝑏𝑎𝑟𝑢) = bias baru input layer ke hidden layer

𝑣0𝑗(𝑙𝑎𝑚𝑎) = bias lama input layer ke hidden layer

∆𝑣0𝑗 = koreksi bias hidden layer

Menghitung bobot baru hidden layer ke output layer.

𝒘𝒋𝒌(𝒃𝒂𝒓𝒖) = 𝒘𝒋𝒌(𝒍𝒂𝒎𝒂)+∆𝒘𝒋𝒌 (16)

dimana

𝑤𝑗𝑘(𝑏𝑎𝑟𝑢) = bobot baru hidden layer ke output layer

𝑤𝑗𝑘(𝑙𝑎𝑚𝑎) = bobot lama hidden layer ke output layer

∆𝑤𝑗𝑘 = koreksi bobot output layer

Menghitung bias baru hidden layer ke output layer.

𝒘𝟎𝒌(𝒃𝒂𝒓𝒖) = 𝒘𝟎𝒌(𝒍𝒂𝒎𝒂)+∆𝒘𝟎𝒌 (17)

dimana

𝑤0𝑘(𝑏𝑎𝑟𝑢) = bias baru hidden layer ke output layer

𝑤0𝑘(𝑙𝑎𝑚𝑎) = bias lama hidden layer ke output layer

∆𝑤0𝑘 = koreksi bias output layer

5. Menghitung nilai MSE

Setelah melakukan semua tahapan diatas dan mendapatkan hasil peramalan, maka akan dilakukan proses perhitungan kesalahan dari algoritma backpropagation dengan menggunakan perhitungan MSE pada Persamaan 1

5. ALGORITMA GENETIKA

Algoritma genetika merupakan pencarian heuristic yang meniru proses dari seleksi alam yang pertama kali ditemukan oleh John Holland (1992). Algoritma genetika dibuat berdasarkan proses evolusi manusia yang memastikan kelangsungan hidup dari suatu generasi. Algoritma genetika dirancang dan tergabung dalam model yang dibuat untuk memilih fitur terbaik dalam meningkatkan kinerja model peramalan (Haidar & Verma, 2016).

5.1.1.Tahapan Algoritma Genetika

Secara sederhana tahapan dalam algoritma genetika adalah inisialisasi populasi awal kemudian anggota dari populasi tersebut akan melanjutkan proses evolusi. Proses evolusi ini terdiri dari reproduksi, evaluasi, dan seleksi. Setiap algoritma genetika mempunyai kriteria berhenti yang berbeda-beda yaitu, setelah generasi ke-n, tidak ada peningkatan hasil setelah beberapa waktu, dan hasil yang diinginkan telah tercapai (Haidar & Verma, 2016).

1. Inisialisasi

Proses inisialisasi merupakan proses pembangkitan individu yang dilakukan secara acak sesuai dengan jumlah populasi yang ditentukan(popSize). Masing-masing individu memiliki chromosome yang berbeda-beda sesuai dengan solusi permasalahan yang akan dilakukan(Mahmudy, 2015).

2. Reproduksi

Proses reproduksi merupakan proses yang bertujuan untuk menghasilkan keturunan atau individu baru(offspring) dari sebuah populasi. Dalam proses reproduksi terdapat dua macam cara yaitu crossover dan mutasi. Pada penelitian ini digunakan metode one-cut point crossover dengan cara menukar gen sesuai dengan titik potong yang ditentukan dan random mutation menggunakan Persamaan 18.

𝒙′𝒊 = 𝒙𝒊+ 𝒓(𝒎𝒂𝒙𝒊− 𝒎𝒊𝒏𝒊) (18)

dimana

𝑥𝑖 = gen yang terpilih untuk mutasi

𝑟 = nilai random -0,1sampai 0,1 𝑚𝑎𝑥𝑖 = nilai maksimum dari individu yang terpilih untuk mutasi

(6)

3. Evaluasi

Proses evaluasi bertujuan untuk memperoleh nilai kebugaran(fitness) dari setiap individu termasuk keturunan dari hasil reproduksi. Menghitung nilai fitnessdengan Persamaan 19.

𝒇𝒊𝒕𝒏𝒆𝒔𝒔 = 𝑴𝑺𝑬𝟏 (19)

4. Seleksi

Proses seleksi dilakukan untuk menyaring individu dari populasi hasil evaluasi yang bertahan ke generasi selanjutnya. Salah satu metode seleksi yang digunakan adalah elitism selection.

5. Backpropagation-Algoritma genetika Kelemahan metode jaringan syaraf tiruan backpropagation adalah jaringan syaraf tiruan sering terjebak pada lokal minimun dikarnakan konvergensi dini (Nawi et al., 2013).Menurut beberapa penelitian yang telah diuraikan pada kajian pustaka, algoritma genetika dapat digunakan untuk proses optimasi metode backpropagation untuk mendapatkan parameter yang optimal. Langkah-langkah penggabungan algoritma ini dijelaskan pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram Alir Algoritma Backpropagation-Algoritma genetika Proses perancangan optimasi peramalan jumlah kasus penyakit menggunakan metode jaringan syaraf tiruan backpropagation dengan algoritma genetika ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram Alir Perancangan Algoritma

Backpropagation-Algoritma Genetika

Langkah-langkah yang dilakukan dalam implementasi antara lain:

1. Implementasi optimasi peramalan jumlah kasus penyakit menggunakan metode jaringan syaraf tiruan backpropagation dengan Algoritma Genetika dengan menggunakan bahasa pemrograman Java. 2. Output yang diperoleh berupa hasil

peramalan dan MSE.

Sebelum melakukan proses peramalan data akan dipersiapkan dengan mengambil data latih jumlah kasus penyakit demam typoid-paratypoid dari bulan September 2015 sampai Desember 2015 yang dibagi menjadi 4 data lalu

Mulai

Normalisasi Data

Optimasi Algen

Kriteria Terpenuhi

Ya Tidak

Data Jumlah Kasus Penyakit

Hentikan Optimasi

Pelatihan Backpropagation

Pengujian Backpropagation

x

Selesai Hasil Peramalan

(7)

menyusunnya sedemikian rupa seperti pada Tabel 1:

Tabel 1. Representasi partikel IPSO Data x1 x2 x3 x4 x5 x6 t

1 37 24 16 11 7 7 8

2 24 16 11 7 7 8 15

3 16 11 7 7 8 15 33

4 11 7 7 8 15 33 20

6. PENGUJIAN DAN ANALISIS

6.1. Pengujian Populasi

Pengujian populasi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ukuran populasi terhadap nilai fitness yang dihasilkan pada algoritma genetika. Data yang digunakan pada pengujian ini adalah data jumlah kasus penyakit demam typoid-paratypoid pada bulan september sampai desember tahun 2015. Untuk melakukan pengujian ini dibutuhkan beberapa parameter yang ditentukan sebelumnya. Jumlah populasi yang diuji adalah kelipatan 20 dari 20 sampai dengan 200. Pengujian dilakukan dengan melakukan percobaan sebanyak adalah 5 kali dan dicari rata-rata fitness yang diperoleh. Parameter populasi yang diuji, cr dan mr yang digunakan dalam pengujian populasi didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh Samaher dan Mahmudy (2015):

 Jumlah Generasi : 10000

Cr : 0.5

Mr : 0.5

Hasil pengujian populasi ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik Pengujian Populasi

Berdasarkan Gambar 4, diketahui bahwa fitness terkecil didapatkan pada saat populasi sebanyak 20 dikarnakan jumlah populasi yang digunakan masih sedikit, sehingga daerah yang diekplorasi terbatas yang menyebabkan solusi yang diberikan belum optimal, sementara nilai fitness tersbesar didapat pada saat populasi sebanyak 180 karena selanjutnya pada saat populasi sebanyak 200 nilai fitness yang dihasilkan menurun, sehingga ukuran populasi yang besar tidak menentukan nilai fitness yang dihasilkan akan semakin bagus.

6.2. Pengujian Kombinasi cr dan mr

Pengujian kombinasi cr dan mr bertujuan untuk mendapatkan kombinasi optimal dari cr dan mr untuk mencari nilai fitness terbaik. Data yang digunakan untuk pengujian ini adalah data jumlah kasus penyakit demam typoid-paratypoid pada bulan september sampai desember tahun 2015. Ukuran populasi yang digunakan pada pengujian ini adalah 180 yang merupakan hasil terbaik dari pengujian populasi. Jumlah generasi yang digunakan adalah 10000. Hasil pengujian kombinasi cr dan mr ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Grafik Pengujian Kombinasi cr dan mr Berdasarkan Gambar 5, nilai fitness terbaik didapatkan pada saat kombinasi cr dan mr berturut-turut 0,4 dan 0,6 dan nilai fitness terkecil didapatkan pada saat kombinasi cr dan mr berturut-turut 0 dan 1. Hal ini menandakan bahwa dengan kombinasi cr dan mr bertuturut-turut 0,4 dan 6 dapat menghasilkan nilai fitness yang optimal.

6.3. Pengujian Generasi

Pengujian generasi bertujuan untuk melihat pengaruh generasi terhadap nilai fitness yang dihasilkan pada algoritma genetika. Data yang digunakan pada pengujian ini adalah data

20 40 60 80 100120140160180200

Rat

Grafik Pengujian

Cr dan Mr

Cr

(8)

jumlah kasus penyakit demam typoid-paratypoid pada bulan september sampai desember tahun 2015. Ukuran populasi yang digunakan adalah 180 yang berasal dari pengujian populasi. Nilai cr dan mr yang digunakan adalah 0,4 dan 0,6. Jumlah generasi yang diuji adalah kelipatan 10 dari 10 sampai 100. Hasil pengujian generasi ditunjukkan pada Gambar .6.

Gambar 6. Grafik Pengujian Generasi Berdasarkan Gambar 6, diketahui bahwa jumlah generasi mempengaruhi nilai fitness yang dihasilkan. Nilai fitness terkecil didapat pada generasi ke 10, hal ini disebabkan karena jumlah generasi yang masih sedikit sehingga belum bisa mendapat hasil yang optimal karena daerah eksplorasi masih terbatas. Pada umumnya semakin banyak generasi maka nilai fitness yang dihasilkan akan semakin baik. Nilai fitness tertinggi didapat pada generasi ke 100.

6.4. Pengujian Pengaruh Jumlah Data dan

Neuron Input

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah data dan neuron input(panjang data) terhadap nilai rata-rata MSE yang dihasilkan pada algoritma backpropagation. Data yang digunakan adalah data jumlah kasus penyakit demam typoid-paratypoid bulan januari sampai desember tahun 2016. Parameter training algoritma backpropagation yang digunakan adalah nilai alfa sebesar 0,1 dan jumlah iterasi sebanyak 10000. Parameter yang diuji adalah jumlah data dari 4, 8, 12, 16, 20 dan

neuron input 6, 12, 18, 24. Hasil pengujian ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Grafik Pengujian Pengaruh Jumlah Data dan Neuron Input

Berdasarkan Gambar 7, ditunjukkan bahwa jumlah data dan neuron input mempengaruhi nilai MSE yang dihasilkan. Penggunaan data yang terlalu banyak serta neuron input yang banyak dapat meningkatkan nilai MSE yang dihasilkan. Hal ini dapat terjadi karena jarak antara data tidak membentuk pola yang baik.

6.5. Pengujian Pengaruh Iterasi dan Nilai Alfa

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh iterasi dan nilai alfa terhadap nilai rata-rata MSE yang dihasilkan pada algoritma backpropagation. Data yang digunakan pada pengujian ini adalah data jumlah kasus penyakit demam typoid-paratypoid bulan januari sampai deseber tahun 2016. Parameter training algoritma backpropagation yang digunakan adalah jumlah data sebanyak 16 dan neuron input sebanyak 6 dari hasil pengujian pengaruh jumlah data dan neuron input. Parameter yang diuji adalah iterasi dengan kelipatan 500 dari 500 sampai 300 dan alfa dengan kelipatan 0,1 dari

Data dan

Neuron Input

(9)

Gambar 8. Grafik Pengujian Pengaruh Iterasi dan Nilai Alfa

Berdasarkan Gambar 8, ditunjukkan bahwa nilai alfa dan iterasi mempengaruhi nilai rata-rata MSE yang dihasilkan. Rata-rata MSE terbaik dihasilkan pada saat alfa=0,1 dan iterasi sebanyak 1000. Pada umumnya jika nilai alfa semakin kecil maka hasil peramalan akan mendekati hasil yang baik.

6.6. Analisis Hasil Pengujian

Berdasarkan hasil pengujian yang sudah dialukan, diketahui parameter optimal yang sudah diuji. Pada pengujian populasi, didapatkan parameter optimal yaitu 180 populasi dengan nilai fitness 0.011802422. Pada pengujian kombinasi cr dan mr, nilai fitness terbaik didapatkan dengan kombinasi cr dan mr berturut-turut 0,4 dan 0,6 dengan nilai fitness 0.0118092. Pada pengujian generasi, didapatkan parameter optimal yaitu 100 generasi dengan nilai fitness 0.011619955.

Pada pengujian pengaruh jumlah data dan neuron input didapatkan parameter optimal jumlah data sebanyak 16 dan 6 neuron input dengan nilai MSE 119.82243. Pada pengujian pengaruh iterasi dan nilai alfa, didapat parameter optimal iterasi sebanyak 1000 dan nilai afla 0,1. Agar bisa mengetahui tingkat keakuratan dari hasil peramalan jumlah kasus penyakit menggunakan metode jaringan syaraf tiruan backpropagation yang dioptimasi dengan algoritma genetika dilakukan percobaan dengan menggunakan data jumlah kasus penyakit demam typoid-paratypoid dari bulan januari

sampai bulan desember di tahun 2016 menggunakan parameter optimal. Kemudian dilakukan juga pengujian yang hanya menggunakan algoritma backpropagation. Didapatkan Nilai MSE sebesar 87,20 untuk algoritma backpropagation yang dioptimasi dengan algoritma genetika sedangkan 105,07 untuk algoritma backpropagation saja. Hasil peramalan ditunjukkan pada Gambar 9.

Gambar 9. Grafik Hasil Peramalan Jumlah Kasus Penyakit Tahun 2016

7. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian optimasi peramalan jumlah kasus penyakit menggunakan metode jaringan syaraf tiruan backpropagation dengan algoritma genetika dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan, parameter optimal algoritma genetika adalah populasi=180, kombinasi cr dan mr berturut-turut 0,4 dan 0,6, generasi=100. Parameter training algoritma backpropagation yang potimal adalah jumlah data=16, neuron input=6, iterasi=1000, dan nilai alfa=0,1. Didapatkan tingkat akurasi dengan MSE= 87,2.

2. Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan, parameter algortima genetika yang digunakan berpengaruh terhadap nilai fitness yang dihasilkan, dimana semakin banyak populasi yang ditentukan maka nilai fitness yang dihasilkan cenderung naik karena jika populasi yang ditentukan sedikit maka daerah 70

Pengaruh Iterasi dan Nilai

Alfa

Kasus Penyakit Tahun 2016

(10)

ekplorasinya terbatas, kombinasi cr dan mr berturut-turut 0,4 dan 0,6 menghasilkan nilai fitness terbaik, semakin besar generasi yang ditentukan maka nilai fitness yang dihasilkan semakin baik. Parameter algoritma backpropagation yang digunakan juga berpengaruh terhadap nilai MSE yang dihasilkan, dimana jumlah data dan neuron input yang banyak menghasilkan nilai MSE yang buruk, hal ini dapat terjadi karena jarak antar data tidak membentuk pola yang baik. Semakin kecil nilai alfa yang digunakan dan iterasi yang tidak terlalu besar dapat memperoleh nilai MSE yang baik.

Dalam penelitian optimasi peramalan jumlah kasus penyakit menggunakan metode jaringan syaraf tiruan backpropagation dengan agoritma genetika ini masih memiliki kekurangan, diharapkan kekurangan ini dapat menjadi pertimbangan untuk penelitian selanjutnya. Saran yang dapat dilakukan untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut : 1. Mencari data untuk peramalan dengan

pola yang baik sehingga dapat meningkatkan hasil peramalan secara optimal.

2. Menggunakan metode optimasi lain selain algoritma genetika seperti Particle Swarm Optimization(PSO) maupun metode optimasi lainnya.

8. DAFTAR PUSTAKA

Fausett, Laurene V., 1994. Fundamentals of Neural Networks: Architectures, Algorithms, and Applications. Prentice-Hall.

Giantara, Rangga. 2013. Pengenalan Pola Kelas Benang Menggunakan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation. S1. Universitas Diponegoro.

Hagan, Martin T., et al, 1996. Neural Network Design. Boston: PWS Publishing Company.

Haidar, A. & Verma, B., 2016. A Genetic Algorithm based Feature Selection Approach for Rainfall Forecasting in Sugarcane Areas. 2016 IEEE Symposium Series on Computational Intellegence (SSCI), pp. 1-8.

Haviluddin & Alfred R., 2015. A Genetic-Based Backpropagation Neural Network for Forecasting in Time-Series Data. 2015 International Conference on Science in Information Technology (ICSITech), pp. 158-163.

Holland, J. H., 1992. Adaptation in Natural and Artificial Systems: An Introductory Analysis With Applications to Biology, Control, and Artificial Intellegence. Cambridge, MA, USA: MIT Press.

Kemenkes RI, 2012. ISSN 2088-270X: Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan edisi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Kosasi, Sandy, 2014. Penerapan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation Untuk Memprediksi Nilai Ujian Sekolah. Jurnal Teknologi, pp. 20-28.

Mahmudy, W. F. 2015. Dasar-dasar Algoritma Evolusi. Malang: Program Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer (PTIIK) Universitas Brawijaya.

Nawi, N.M., Khan, A., Rehman, M, Z., 2013. A New Backpropagation Neural Network Optimized with Cuckoo Search Algorithm. Computational Science and Its Applications-ICCSA, volume 7971, pp. 413-426.

Samaher & Mahmudy, W.Y., 2015. Penerapan Algoritma Genetika Untuk Memaksimalkan Laba Produksi Jilbab. Journal of Environmental Engineering & Sustainable Technology, volume 02, pp.6-11.

Sinaga, S.Anti, 2007. Analisa Kecenderungan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Bayi dan Balita Tahun 2002-2006 Untuk Peramalan Pada Tahun 2007-2011 Di Kota Medan. S1. Universitas Sumatra Utara.

Gambar

Gambar 1. Arsitektur Jaringan  Backpropagation
Gambar 3. Diagram Alir Perancangan Algoritma Backpropagation-Algoritma Genetika
Grafik Pengujian Cr dan Mr
Gambar .6.  400350
+2

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa Perangkat Desa merupakan unsur penyelenggara Pemerintahan Desa yang bertugas membantu Kepala desa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, maka Peraturan

Ringkasan Tugas : Menyusun rencana dan program kegiatan serta kerjasama dalam penyelenggaraan rehabilitasi dan pembinaan lanjut bagi Remaja Terlantar sesuai dengan

Berdasarkan hasil analisis deskriptif kualitatif diketahui bahwa (1) adopsi inovasi teknologi budidaya tanaman padi di Sumatera Selatan dipengaruhi oleh tingkat kebutuhan

Judul yang dipilih oleh Tim peneliti untuk Hibah Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat Kemenristekdikti 2017 ini adalah “Rencana Kontinjensi Pengurangan Risiko Bencana

Hasil pengujian secara empiris pada penelitian ini menunjukkan bahwa alokasi anggaran untuk sektor pendidikan untuk belanja modal dan operasional terbukti

PENGARUH KOMBINASI ALGORITMA NGUYEN WIDROW JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK.. PENGENALAN

Pada tahap ini penulis menyusun semua data yang telah terkumpul secara sistematis dan terperinci sehingga data tersebut mudah di fahami dan temuanya dapat di