Vol. 1 •Desember 2016
Kebangkitan Ekonomi Kreatif
Eldwin Viriya
Game Developer
Mari Elka Pangestu
Pengamat Ekonomi Kreatif
Irwan Ahmett
06
Ekonomi kreatif Indonesia tidak sekadar menggeliat, melainkan terus bangkit.
Monetisasi Produk
Kreatif Akan Terus
Membaik
Sigi Wacana
Pelaku ekonomi kreatif Indonesia diduga jumlahnya terus meningkat. Tidak mengherankan jika pemerintah terus berupaya mengembangkan sektor ini.
Pengelola Media
Lalitia Apsari
04
DAFTAR ISI
Memperkuat
Komunitas,
agar Monetisasi
Terus Menerabas
Badan Ekonomi Kreatif adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang bertanggungjawab di bidang ekonomi kreatif dengan enam belas subsektor.
Kantor
Gedung Kementerian BUMN, Lt 15, 17, 18 Jl. Merdeka Selatan No. 13,
Jakarta Pusat - 10110.
info@bekraf.go.id
Joseph Chilton Pearce seorang dosen dan penulis legendaris Amerika pernah mengatakan
“To live a creative life, we must lose our fear of being wrong”. Kreativitas tidak boleh dibiarkan terkubur di dalam diri kita begitu saja karena kreativitas adalah sesuatu yang membuat kita berbeda dari orang lain. Hanya orang yang berani mengambil peluang yang akan menghasilkan kreativitas yang bernilai. Bakat dan kreativitas secara tidak langsung membangun pemikiran yang kuat. Pemikiran kreatif yang luar biasa diterjemahkan menjadi suatu benda yang nyata. Terlebih lagi saat ini dunia bisnis telah mengalami pergeseran paradigma tentang sumber daya alam sebagai tulang punggung utama bisnis. Di era yang modern ini, sumber daya alam sudah semakin terbatas sehingga menyebabkan Ekonomi Kreatif sebagai alternatif utama yang sangat menjanjikan mengingat Indonesia mempunyai sumber daya yang melimpah.
Menghadapi hal ini, kita harus mengerti bagaimana cara mengembangkan industri kreatif secara optimal dan menghadapi tantangan-tantangan yang ada guna memaksimalkan industri ini menjadi model bisnis terkini yang tidak bersifat mengeksploitasi alam melainkan mengandalkan kreativitas SDM kita yang melimpah.
Selamat membaca!
Cover Story:
Eko Nugroho, Mask series #1, 2012, Manual embroidery, 225 x 140 cm, Image courtesy of the artist
Photo by: Oki Permatasari Triawan MunafKepala Badan Ekonomi Kreatif Indonesia
16
Sukses Karena Proses,
Bukan Sekadar Keberuntungan
Ia percaya kepada keberuntungan, tetapi ia jauh lebih percaya lagi kepada kemampuan dan kerja keras.
Menghindari “Kerumunan”
Untuk Mencapai Tujuan
Sebuah karya tidak lahir dari ruang kosong. Ia selalu lahir dari bilah-bilah pemikiran seorang pencipta
(creator) yang berkorespondensi dengan realitas.
Serba - Serbi
18
Enam Deputi Badan Ekonomi Kreatif Beragam KegiatanHarapan di atas sesungguhnya tak sulit terwujud. Sebab pelaku ekonomi kreatif di Indonesia telah menghasilkan karya yang membuat hati pasar kepincut. Bahkan tidak sedikit yang telah menunjukkan kualitas yang layak mendapat acungan jempol.
Tengok saja bidang games. Di bidang ini, Indonesia telah memiliki developer yang karyanya telah memperlihatkan kesuksesan. Game Tahu Bulat yang dapat diunduh dari Play Store Android misalnya, telah diunduh sebanyak 6 juta kali hingga Agustus 2016.
WACANA
Pelaku ekonomi kreatif Indonesia diduga jumlahnya terus meningkat.
Tidak mengherankan jika pemerintah terus berupaya mengembangkan sektor ini.
Apalagi diketahui potensinya terbilang besar. Wajar jika muncul anggapan ekonomi
kreatif kelak menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia.
Memperkuat Komunitas,
Agar Monetisasi Terus Menerabas
EKraf
Namun jauh sebelum itu, telah banyak permainan interaktif lain yang dibuat oleh
game developer asal Indonesia. Malah tidak sedikitgames yang kemudian meraih penghargaan internasional. Hal ini
menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi yang tidak kecil.
ORANG KREATIF PEMERINTAH
ASOSIASI
INVESTOR PASAR
menghasilkan produk kreatif yang sempurna. Kata Narenda, membuat produk tidak ada bedanya dengan orang menyetir mobil. Di tahap awal orang mungkin tidak sempurna atau mahir dalam menyetir. Namun seiring waktu berjalan ia akan lebih mahir dalam menyetir.
“Itu butuh proses, semakin sering orang membuat sesuatu, produknya akan semakin bagus,” tambahnya. Memang, mengembangkan produk kreatif tidak membutuhkan sekadar orang kreatif, namun ada pihak lain yang dapat ikut mempercepat perkembangannya. Ini yang kita kenal sebagai ekosistem. Jika semua memiliki visi yang sama, maka semakin banyak produk kreatif yang dapat dihasilkan dan membawa dampak yang besar.
Narenda Wicaksono, CEO Dicoding Indoneia, menyebutkan, games developer
Indonesia sebenarnya sudah memiliki kualitas yang baik. Mereka pun sudah dapat memonetisasi karya-karya yang dihasilkan. “Ya, artinya mereka sudah dapat hidup dari karya mereka,” kata Narenda.
Pertanyaannya, apa produk yang paling diminati oleh pasar untuk bidang digital? “Kalau konteksnya entertainment, pasar sekarang mencari games yang Indonesia banget. Contohnya Tahu Bulat, itu Indonesia banget. Kemudian tebak gambar. Ini istilahnya local flavour. Sekarang malah banyak
developer luar negeri bikin
sesuatu yang Indonesia banget. Contohnya saja aplikasi Kereta Api Indonesia. Itu lokomotifnya PT KAI, tapi yang membuatnya adalah developer India. Itu
booming di Indonesia. Lalu Duel Otak, itu buatan Indonesia,” Narenda mengisahkan.
Semua Karena Budaya
Potensi yang sama juga terlihat oleh Solihin Sofian Wakabid Ekonomi Kreatif Berbasis Budaya APINDO. Menurut pengamatannya potensi ekonomi kreatif Indonesia sangat besar. Apalagi Indonesia memiliki budaya yang sangat kaya. Potensi ini bertambah karena Indonesia memiliki orang-orang kreatif yang sangat banyak.
“Budaya kita banyak, beda dengan di negara lain. Ini menariknya Indonesia. Kita punya batik, juga punya tenun ikat. Kalau ini digabungkan, potensi pasti besar. Kita memiliki orang kreatif yang juga banyak,” ujar Solihin.
“Ya, orang-orang kreatif ini harus berkumpul, harus memiliki komunitas. Jadi ada ABG, academy,business, dan
government. Mereka harus bersatu untuk mengembangkan ekonomi kreatif. Jika mereka memiliki sesuatu, dapat ditawarkan ke APINDO. APINDO akan melihatnya sebagai sebuah potensi yang dapat dikembangkan,” tambah Solihin.
Namun, begitu kehadiran orang kreatif tidak semata-mata akan
Budaya kita
banyak, beda
dengan di negara
lain. Ini menariknya
Indonesia.
Solihin Soian
Membuat
produk tidak
ada bedanya dengan
orang menyetir
mobil. Di tahap awal
orang mungkin tidak
sempurna atau mahir
dalam menyetir.
Ekonomi kreatif Indonesia tidak sekadar
menggeliat, melainkan terus bangkit.
Polesan di sana-sini memang harus dilakukan
agar kilauannya kian terlihat. Apa masalah
utama pengembangan industri kreatif
Indonesia? Berikut kutipan percakapan
Retas dengan Mari Elka Pangestu, pengamat
industri ekonomi kreatif Indonesia.
SIGI
Monetisasi
Produk Kreatif
Akan Terus
Membaik
Apakah menurut Anda
ekonomi kreatif kita
sedang bangkit?
Apa saja indikasinya?
Ekonomi kreatif mengalami pertumbuhan 5,7% selama tahun 2011-2014. Sub-sektor yang tumbuh di atas rata-rata adalah periklanan,fashion, musik, desain interior, arsitektur dan seni pertunjukan. Sub-sektor ini tumbuh sekitar 7%. Sementara sub-sektor TV dan radio
mengalami rata-rata pertumbuhan tertinggi yakni 12,5%. Selain itu ekonomi kreatif juga menyerap tenaga kerja yang meningkat, dari 14,2 juta orang menjadi 16 juta orang. Selain itu tampak sub-sektor ekonomi kreatif semakin dapat bersaing hingga menembus pasar global.
media sosial. Selain itu, pasar dalam negeri untuk produk kreatif sangat menjanjikan karena jumlah penduduk dan daya beli masyarakat yang juga meningkat untuk membeli produk-produk kreatif.
Apakah insan kreatif
Indonesia sudah mampu
memonetisasi kreativitas
mereka?
Sudah, bahkan diperkirakan akan terus membaik. Pendapatan mereka dari bidang kreatif terus meningkat. Ini disebabkan permintaan dari dalam dan luar negeri juga terus meningkat. Ya, walaupun untuk beberapa kategori harus diakui belum sesuai harapan. Pasalnya apresiasi konsumen terhadap nilai kreatif masih rendah. Lalu masalah perlindungan Hak Kekayaan Intekektual. Kita tahu masih banyak sekali pembajakan, peniruan hingga pengunduhan gratis yang tidak dapat diterima oleh seniman.
Apa masalah utama
pengembangan ekonomi
kreatif di Indonesia?
Sebenarnya ada tujuh isu strategis yang dihadapi dalam mengembangkan ekonomi kreatif Indonesia. Isu tersebut adalah peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia kreatif, akses sumber modal budaya dan alam untuk berkreasi, akses pendanaan dan modal, akses teknologi dan infrastruktur, akses pasar dan jaringan, ekosistem yang mendukung, dan kelembagaan. Kelembagaan yang dimaksud adalah lembaga pemerintah untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif,
maupun stakeholdersyang diharapkan berpartisipasi aktif di dalamnya.
Apakah lembaga yang
ada telah melakukan
tugasnya dengan
maksimal?
Lembaga pemerintah maupun
non-pemerintah memang perlu berperan. Lembaga pemerintah seperti Badan Ekonomi Kreatif, Kominfo, Kementerian Pariwisata, Kementerian Riset dan Teknologi, serta pendidikan tinggi, harus memiliki
kontribusi. Pemerintah daerah juga memiliki peran penting. Beberapa Pemda sangat aktif mengembangkan ekonomi kreatif seperti DKI, Yogyakarta, Bandung, Surabaya, Banyuwangi, Solo, dan Bali. Peran lembaga seharusnya bukan hanya pemerintah tetapi juga kelembagaan dari berbagai sub-sektor seperti komunitas, intelektual, dan juga media.
Apa yang harusnya
dilakukan oleh
lembaga-lembaga ini?
Lakukanlah identiikasi prioritas dari tujuh isu strategis yang dialami oleh setiap sub-sektor, karena isu penting pada masing-masing sektor berbeda, dan program untuk mengatasi problem-problem yang ada juga akan berbeda. Semua ini ada di dalam studi yang dilakukan pada tahun 2014. Dengan begitu program yang dilakukan akan tepat sasaran. Sementara itu lembaga lain seperti komunitas dan asosiasi industri kreatif perlu melakukan advokasi dan berpartisipasi pada exercise ini.
“
Pasar dalam negeriuntuk produk kreatif sangat menjanjikan karena jumlah penduduk dan daya beli masyarakat yang juga meningkat untuk membeli
produk-produk kreatif.
”
Apakah potensi ekonomi
kreatif Indonesia cukup
besar?
Hari itu, ketika tim Retas berjanji ketemu dengan Eldwin Viriya, hawa sejuk kota Bandung sedikit lebih menusuk. Lebih dari tiga perempat jam, langit memuntahkan air hingga membasahi setiap sudut ruas jalanan. Lalu lintas tampak merayap, dan kendaraan yang membawa Eldwin menuju Universitas Katolik Parahyangan, lokasi pertemuan yang disepakati, tiba lebih lama dari biasanya.
“Maaf ya, belum lama
menunggunya, kan?,” sapa game developer kelahiran Badung, 17 Agustus 1988 penuh antusias. Tim Retas diterima di sebuah ruangan berdiameter kurang lebih 3x6 meter yang menjadi ruang laboratorium Own Games, perusahaan yang didirikan Eldwin bersama Jefvin Viriya, adiknya.
Siang itu, Eldwin mengenakan kaos hitam bergambar Tako, tokoh kartun hasil desainnya ketika duduk di bangku SMA yang kemudian dijadikan maskot Own Games. Karakter itu kali pertama muncul di game pertama yang
Sukses
Karena Proses,
Bukan Sekadar
Keberuntungan
Ia percaya kepada
keberuntungan, tetapi
jauh lebih percaya
kepada kemampuan
dan kerja keras.
PROFIL
dibuat Eldwin pada bulan Maret 2011, yakni Tako Jump. Game
pertamanya tersebut, menurut Eldwin, masih dalam platform Flash untuk personal computer
(PC). Pembuatannya pun masih ia kerjakan sendiri, mulai dari gambar dan desain hingga tahap pembuatan program.
Setelah Tako Jump, Eldwin sempat menciptakan satu game
lain sendirian, sebelum pada akhir tahun 2011 alumnus Teknik Informatika Universitas Katolik Parahyangan angkatan 2007 ini mengajak Jefvin bergabung. “Dalam membuat sebuah game itu saya lebih suka menggambar dan mendesain, sementara Jefvin yang menjadi
programmer,” jelas Eldwin.
Proses Pembuatan Game
Hingga tahun 2016, puluhan bahkan mungkin ratusan
game telah Eldwin, Jefvin, dan beberapa rekan lain ciptakan. Dari jumlah tersebut, 20 game
Dituturkan Eldwin, pada mulanya game itu hanya
game-game “kecil” yang proses pembuatannya tidak mendetail. Dalam pembuatannya, misalnya, ia tidak sampai membuat riset dan analisa pasar maupun teknologi yang diperlukan. Baru di sekitar tahun 2013, ia mulai mengubah banyak hal dalam proses pembuatan sebuah game. Terutama setelah ia memahami sistem kerja, teknologi yang sesuai dan tepat di belakang sebuah game, hingga pentingnya melakukan analisa pasar.
Dari situ, proses perencanaan, pembuatan, dan pengembangan satu game Own Games menjadi lebih panjang dan mendetail. “Mungkin bisa saya katakan dari tahun 2011 hingga 2013, bahkan hingga game ke-19 kemarin, kami masih mencari jati diri kami,” urainya.
Kesuksesan Tahu Bulat, game
ke-20 Own Games, tidak lepas dari proses panjang yang dilakukan oleh Eldwin. Meski proses gambar dan desainnya hanya memerlukan waktu selama satu minggu saja, tetapi teknologi dan program yang diperlukan untuk satu game
Tahu Bulat tersebut sudah dirancang beberapa bulan sebelumnya.
Game “Tahu Bulat”
Tahu Bulat menjadi game
terakhir Own Games yang Eldwin dan Jefvin buat di tahun 2016 ini. Berbeda dengan
game sebelumnya, game ini mereka ciptakan berdasarkan karakter dan budaya masyarakat Indonesia. Tidak terbatas
PROFIL
pada kebiasaan sehari-harinya tetapi hingga teknologi yang digunakan.
Langkah pertama yang Eldwin lakukan adalah mengamati
gadget yang paling banyak digunakan masyarakat Indonesia, mencari tahu memory capacity
dan RAM pada gadget-gadget
tersebut. Baru kemudian ia menganalisa jenis gameyang optimal bila dimainkan di
gadget-gadget itu. Langkah berikutnya, ia mulai memikirkan jenis permainan yang sekiranya sesuai dengan budaya masyarakat Indonesia dan dapat diterima setiap kalangan.
Eldwin cerita, program game
Tahu Bulat sebenarnya sudah siap sejak Desember 2015. Tapi setelah program itu selesai, ia dan Jefvin tidak bisa mendapat tema game
yang cocok. Keduanya seakan menemui jalan buntu saat mencari tema game yang kuat karakter keindonesiaannya tetapi juga masih ringan dan menyenangkan ketika dimainkan penggunanya.
“Sampai kemudian kami mendengar mobil Tahu Bulat yang bolak-balik lewat kantor kami. Pertama kali kami mendengar lagu Tahu Bulat itu kira-kira bulan Februari. Tetapi baru mantap membuat game
nya di sekitar April-Mei. Hanya seminggu proses penyempurnaan, jadilah game Tahu Bulat,” terang Eldwin.
Sejak dirilis pada 15 Mei 2016, sampai September lalu game Tahu Bulat telah mendapatkan lebih dari enam juta unduhan dengan
daily user berkisar di angka 200.000 pengguna. Bagi Eldwin, kesuksesan Tahu Bulat merupakan sebuah keberuntungan baginya. Karena ia sendiri tidak sepenuhnya memahami alasan orang begitu menyukai game tersebut. Tetapi dengan kerja keras dan setiap proses yang telah Own Games lalui, rasanya kesuksesan Tahu Bulat lebih dari sekadar keberuntungan semata.
Menyampaikan Pesan
Sebuah Game
Di laboratorium game yang berada di Gedung 9, Lantai SB, di Jalan Cilembeuit itu, selain Eldwin dan Jefvin, juga ada tiga orang lain yang belum lama bergabung dengan Own Games. Ketiganya, didampingi Jefvin, sedang sibuk menggambar, mendesain, maupun membuat program untuk pengembangan Tahu Bulat.
Setiap minggunya Eldwin, selaku CEO, dan seluruh tim Own
Games coba untuk menambahkan unsur-unsur baru di game Tahu Bulat maupun game Own Games lainnya. Dengan tambahan-tambahan inilah, users akan terus memainkan produk-produk Own Games. Karena kunci sukses setiap
game developer adalah ketika mampu mempertahankan users
untuk terus memainkan game
setelah beberapa minggu atau bahkan bulan dari tanggal rilis.
Di sisi lain, pesan yang ingin disampaikan dalam game yang dibuat harus dapat ditangkap dengan mudah oleh pengguna. Dengan begitu, ketika memainkan
game, pengguna tidak sekadar bermain karena faktor
menyenangkan saja. Tetapi karena memiliki tujuan atau keinginan sesuai tujuan permainan.
“Setelah saya menemukan pesan yang ingin saya sampaikan dari permainan kami, hal berikutnya adalah apa kira-kira yang akan membuat orang memainkan
game ini, kenapa mereka tetap ingin memainkan game ini (setelah beberapa saat). Dan terakhir, bagaimana kami memperoleh pendapatan dari
game ini?,” lanjut Eldwin dengan mantap.
Monetize the Game
Dengan jumlah daily active users Own Games yang sempat mencapai angka tertinggi hingga 600.000 pemain, pendapatan Eldwin pernah mencapai angka ribuan USD di bulan Juli – Agustus lalu. Pendapatan tersebut diperoleh baik dengan metode In-App Purchase maupun metode iklan di beberapa game Own Games.
Meski hari ini pendapatan yang diperoleh Own Games tidak setinggi beberapa bulan lalu, tapi bagi Eldwin, jumlah yang diperolehnya kini masih terbilang tinggi. Eldwin juga percaya masa depan industri game mobile
di Indonesia makin cerah ke depannya, sehingga membuka peluang bisnis yang besar bagi
game developer. Tapi ia juga mengingatkan bahwa hanya sedikit saja game developer yang dapat meraih kesuksesan dalam waktu singkat. Itupun kebanyakan karena faktor keberuntungan. “Boleh saja kita mengharapkan keberuntungan, tetapi yang pasti kita harus mau bekerja keras dan terus meningkatkan kemampuan kita karena persaingan di industri ini sangat tinggi. Kalau kita merasa sudah mengerahkan seluruh kerja keras dan kemampuan, biarkan waktu yang menentukan datangnya kesuksesan itu,” pungkasnya.
02
01 Eldwin dan Jefvin bersama dengan tim yang belum lama terbentuk lagi setelah kesuksesan Tahu Bulat.
02 Untuk memperkuat Own Games, Eldwin
PROFIL
Menghindari “Kerumunan”
untuk Mencapai Tujuan
Pagi itu di kediamannya di bilangan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Irwan Ahmett bertutur panjang mengenai relasi seniman, karya yang diciptakannya, serta lingkungan seniman berada. Dari yang disampaikannya, dapat disimpulkan bahwa seni memiliki relasi kuat dengan realitas. Artinya, seniman telah menjadikan karyanya sebagai medium untuk memperlihatkan hasil pencerapan dan interpretasi seniman atas realitas.
Irwan yang akrab dipanggil Iwang itu, menilai cara pandang seniman terhadap persoalan di masyarakat mampu membangkitkan imajinasi radikal tanpa batas. Lebih lanjut, dalam batas tertentu, seniman dapat mereleksikan gambaran dunia dengan apa adanya.
Seperti dituturkan Irwan, pengalaman masa kecilnya ketika mengalami gunung Galunggung meletus di tahun 1982, konlik antar umat beragama, gesekan sosial antar etnis, peledakan tempat ibadah, tsunami yang menghancurkan Aceh, pengaburan fakta sejarah oleh rezim yang berkuasa, serta persoalan-persoalan lainnya, telah mengantarkan Iwan pada gagasan mengenai trauma sejarah dan benturan ideologis.
Tugas Seniman
Pertanyaan berikutnya, apa yang harus dilakukan oleh seniman atas hasil pencerapan tersebut? Bagi Irwan realitas yang negatif harus didekonstruksi dan diubah. Meskipun Irwan sadar bahwa apa yang ingin dilakukannya dapat saja menjadi sebuah utopia, namun ia merasa dirinya harus melakukan sesuatu.
Irwan Ahmett
Sebuah karya tidak lahir dari ruang kosong. Ia selalu lahir dari
bilah-bilah pemikiran seorang pencipta (creator) yang berkorespondensi
dengan realitas. Lalu dimana titik pertemuan dengan pasar?
Untuk mendekonstruksinya Irwan percaya pada satu cara, yakni kekuatan kebudayaan. Mungkin karena
kebudayaan hakikatnya adalah manusia itu sendiri sehingga tragedi yang terjadi juga mesti diselesaikan dengan cara manusia itu sendiri, yakni kebudayaan.
Tentu saja kebudayaan dengan berbagai potretnya yang sangat kompleks tak mudah diterjemahkan menjadi sebuah metode instan untuk menyelesaikan sebuah tragedi. Namun apa pun bentuknya, hal itu harus diupayakan. Irwan tetap percaya hal itu dapat dilakukan.
“Saya ingat cerita seorang teman yang percaya kekuatan sebuah ‘bisikan’, masuk ke dalam telinga secara perlahan lalu diterima oleh hati tanpa paksaan untuk membuat sebuah perubahan,” tutur pria asal Ciamis, Jawa Barat itu.
“Kreativitas itu harus punya nilai serta value. Jadi bukan semata-mata ekonomi, melainkan ada muatan lain yang layak untuk diapresiasi, diciptakan sebagai sebuah pengalaman, untuk kemudian ditularkan,” kata Irwan yang karyanya, Freedome, diikutkan dalam London Design Bienalle tahun 2016 lalu.
Namun ternyata Irwan tidak sekadar menyodorkan realitas. Baginya yang tidak boleh dilupakan adalah membuat audiens ikut mengalami (expereince) apa yang ia sodorkan. “Experience lebih penting ketimbang materi saya kira,” ujar Irwan
Seni dan Pasar
Lalu bagaimana dengan pasar? Tarik-menarik antara seni dan pasar memang sudah lama menjadi perdebatan. Di satu sisi ada yang beranggapan seni harus bebas dari “gravitasi” pasar. Di sisi lain tidak sedikit yang meyakini bahwa seni tidak dapat lepas dari pasar, sehingga mengamati tendensi ataupun permintaan
pasar harus menjadi pertimbangan seseorang dalam menciptakan sebuah karya seni.
Irwan sendiri melihat bahwa pasar, yang merupakan turunan sistem kapitalisme, dapat memengaruhi kualitas seni. Di sini tidak hanya tercium aroma eksploitatif, tetapi pada dasarnya memang merusak. Itu alasan mengapa sejak awal Irwan tak terlalu tertarik pada seni pasar.
“Saya tidak berpretensi mencari uang. Saya hanya mau membuat sebuah karya, itu saja. Kalau mencari uang bisa dengan jalan lain. Karena saya di bisnis, maka saya tahu sistem pasar ini tidak akan akan bekerja, tidak fair
dan tidak sustain. Market harus hari-hati jika seni dipaksa untuk dijual,” papar Irwan.
Namun. menurut Irwan, jika seseorang menginginkan karyanya diapresiasi, maka ia harus menghindari pola-pola kerumunan. Hal yang ia maksud dengan menghindari kerumunan 02
PROFIL
adalah dengan tidak menggunakan cara-cara yang biasa dilakukan untuk memperkenalkan karya-karyanya kepada publik.
“Sebetulnya banyak sekali sumber yang tersedia yang membutuhkan orang dengan pola pikir berbeda. Itu banyak aksesnya. Masalahnya kerumunan itu bergerak ke arah yang sama. Misalnya pameran, orang ingin pameran di galeri. Galeri itu kan mahal. Saya waktu membuat pameran di LBH. Itu gratis dan yang datang banyak juga. Itu salah satu cara saya bergerak menghindari kerumunan itu,” jelas Irwan.
Menurutnya kecenderungan orang sekarang justru ikut dalam kerumunan. Orang tidak tertarik untuk berpikir alternatif. Padahal banyak yang dapat dilakukan.
“Namun yang terpenting adalah terus mengeksplorasi. Saya dapat “jalan” ke tujuh negara tanpa menggunakan uang sendiri. Ada saja caranya. Waktu ke Amerika, saya dikontak satu museum di
Boston. Mereka melihat karya saya di Jakarta dan diundang ke sana untuk melakukan riset selama satu bulan,” kisah Irwan.
“Pola saya kan berbeda dengan seniman studio. Kita menghasilkan ide dan gagasan, hasilnya memang bisa performatif, dipresentasikan ulang. Kita
kan memang mau membangun
experience,” kata Iwan. Berbicara soal karya Irwan, bersama beberapa seniman lain dari Indonesia di London Design Bienalle tahun 2016, ia menyebutkan bahwa karya yang berjudul Freedome tersebut diciptakan berdasar kolaborasinya dengan beberapa seniman seperti Adi Purnomo, dan Bagus Pandega.
Iwan berkisah, berangkat dari riset yang yang dilakukan, ditemukan bahwa pada tahun 1955 lahir Asia Afrika sebagai sebuah semangat untuk menggalang gagasan kerja sama yang lebih baik di antara negara-negara tersebut termasuk melalui ekonomi dan kebudayaan.
Sayangnya, hal itu tersebut tidak dapat tercapai. Padahal jika saja kala itu ada satelit yang dapat menjadi jembatan komunikasi antara negara-negara di Asia dan Afrika, maka gerakan kebudayaan yang dimimpikan tersebut bakal jadi kenyataan. Dari sinilah gagasan Freedome muncul. Di London Design Bienalle 2016 ini, paviliun Indonesia menjadi salah satu paviliun favorit.
Hal ini tentunya salah satu bentuk pernyataan sot power
Indonesia, yakni kebudayaan. “Kita hadir karena itu merupakan suatu bentuk statement yang jelas bahwa kita juga bagian dari desain yang mencoba untuk membawa yang terbaik di London. Saya mengapresiasi ini, biayanya mahal, namun ini merupakan diplomasi budaya,” tegas Irwan.
“Namun alangkah baiknya jika
event sekelas London Design Bienalle juga diselenggarakan di sini. Saya berani menjamin kualitas teman-teman di Indonesia bisa menjadi magnitude untuk menarik orang luar datang ke Indonesia,” tutup Irwan.
03
01 Public Furniture (2010)
Beragam Kegiatan Bekraf dalam
Deputi II yang membidangi Akses Permodalan, secara khusus menjalankan peran sebagai fasilitator akses permodalan antara lembaga keuangan dengan para pelaku ekonomi kreatif dalam 16 subsektor Bekraf.
Ada empat isu utama dalam permodalan sektor ekonomi kreatif Indonesia yaitu unbankable
(UKM tidak memenuhi syarat untuk menerima pinjaman modal dari bank), intangible asset
(lembaga keuangan umumnya mendasarkan visibility study
pada hal yang bersifat tangible asset/aset isik. Sementara, aset utama usaha ekonomi kreatif adalah intangible, yaitu daya cipta dan kreatif), sektor ekonomi dipersepsikan high risk dan
unpredictable, serta cash low-nya bisa dikatakan tidak stabil.
Oleh karenanya deputi ini menawarkan program unggulan yaitu supply side, pendekatan ke lembaga keuangan, demand side, pendekatan ke pelaku ekonomi kreatif, dan match making, mempertemukan supply side dan
demand side.
Pendekatan supply side merupakan program yang ditujukan
membangun awareness lembaga keuangan terhadap potensi sektor ekonomi kreatif. Pendekatan
demand side lebih mengarah pada menyiapkan dan menampilkan wajah serta potensi terbaik para pelaku ekonomi kreatif yang ada. Sedangkan pendekatan kedua sisi/
match making dengan memfasilitasi para pelaku ekonomi kreatif untuk bertemu dengan para investor.
Kesuksesan program Deputi II bisa dilihat dari jumlah dana yang tersalur ke pelaku ekonomi kreatif, maupun jumlah peserta yang menerima bimbingan literasi permodalan yang diadakan.
Deputi ini khusus berperan dalam pengadaan dan pembentukan infrastruktur sektor ekonomi kreatif, baik secara isik maupun digital. Infrastruktur ini bertujuan untuk mengakselerasi kegiatan ekonomi kreatif di berbagai daerah di seluruh.
Guna memenuhi peran tersebut, dijalankan program-program unggulan di dua subsektor utama; yaitu isik dan digital. Konkretnya, pada sektor isik, Deputi Infrastruktur memiliki program “Kabupaten dan Kota Kreatif ” Tahun 2016, program tersebut fokus di 5 daerah, yaitu kabupaten Batang (Jawa Tengah), Malang Raya (Jawa Timur),
Dalam menjalankan tugas-tugasnya, Bekraf membangun enam deputi yang
dibebani sejumlah tugas utama. Tugas-tugas itu, kemudian diterjemahkan
ke dalam sejumlah program. Kiprah tiga deputi kami sajikan di bawah ini.
Fasilitator Akses
Permodalan
Deputi II,
Akses Permodalan
Membangun
Infrastruktur,
Mengakselerasi
Perkembangan
Ekonomi Kreatif
Deputi III,
Infrastruktur
SERBA-SERBI
kabupaten Lombok Tengah (NTB), kabupaten Sikka (Flores), dan kabupaten Konawe Selatan (Sulawesi Tenggara).
Kemudian sektor digital, dengan menyiapkan para pelaku ekonomi kreatif agar mampu melakukan usaha berbasis digital. Program yang dilakukan untuk menunjang kegiatan di sektor ini dilakukan inkubasi start up. Karenanya, Deputi II mencanangkan “BEK-Up (Bekraf for Pre Start Up)” dan “Bekraf Developer Day (BDD)” sebagai program besarnya.
Hasilnya menggembirakan. Pada program Kabupaten-Kota Kreatif misalnya ada hampir 50 pengrajin limbah kayu yang membuat produk inovasi baru, salah satunya educational toys
berbasis gravitasi. Lalu, para penenun di Sikka dan Lombok Tengah, kini sudah bisa bekerja lebih produktif. Dengan menerapkan kerja kreatif fulltime
(pukul 08.00 – 16.00) per harinya, sehelai kain tenun kini bisa diselesaikan dalam waktu 7-10 hari (di mana dulu butuh hingga 2 bulan pengerjaan).
Tugas utama epartemen ini merumuskan, menetapkan, mengoordinasikan, dan menyelaraskan kebijakan dan program pengembangan
branding, promosi, dan publikasi produk ekonomi kreatif di dalam dan luar negeri. Salahsatu fungsi rugas departemen ini adalah memperluas pasar produk dan jasa kreatif Indonesia sehingga bisa bersaing di pasar global, dan menjadi raja di pasar sendiri.
Untuk mencapai itu, strategi yang dilakukan melakulan promosi dan branding produk maupun jasa kreatif Indonesia, membangun citra produk nasional secara menyeluruh dan konsisten, baik di Indonesia maupun di luar negeri. Departemen pemasaran membawahi dua direktorat, yakni Direktorat Pengembangan Pasar Dalam Negeri dan
Agar Karya Indonesia
Makin Mendunia
Deputi IV,
Pemasaran
Direktorat Pengembangan pasar Luar Negeri.
Program yang telah dilakukan antara lain, pengembangan pasar busana muslim (Hijab), bersama dengan Deputi Infrastruktur, mempersiapkan branding dan konten Asian Games 2018.
Program lainnya antara lain Cita Indonesia mendunia. Ini merupakan program branding
desainer kain Indonesia. Program ini dijalankan agar produk Indonesia dapat bersaing di pasar global, dan sejajar dengan brand lain di dunia. Kemudian ada juga Rasa Indonesia mendunia. Ini merupakan persiapan branding
Gambarannya, kayu gelondongan yang dipotong dan dijual begitu saja akan menghasilkan 7000 ribu rupiah per potongan. Jika kayu tersebut
diolah menjadi palet kayu, maka ia akan menghasilkan 30 ribu rupiah. Namun jika kayu tersebut diolah secara kreatif, misalnya saja menjadi
stapler kayu, maka harganya menjadi 100 ribu per buah. Bayangkan, berapa rupiah yang akan dihasilkan dari sebuah gelondongan kayu jika
diproduksi menjadi stapler kayu?
Seperti Apa Sih
Ekonomi Kreatif Itu?
GELONDONGAN KAYU
KAYU BAKAR RP
7.000,-PALET KAYU RP