• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa. 5 Dalam perspektif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa. 5 Dalam perspektif"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Penelitian

Perkawinan ialah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa.5Dalam perspektif agama, seperti Islam, perkawinan merupakan salah satu anjuran bagi siapapun yang sudah dewasa dan punya kemampuan untuk berkeluarga supaya menikah dan untuk menenangkan hati, jiwa dan raga, serta untuk melanjutkan keturunan dalam membentuk keluarga yang bahagia, sebagaimana firman Allah Subhanahuwata’ala, yang artinya:

“dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantara kamu rasa kasih sayang.

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”

Di Indonesia ketentuan yang berkenaan dengan perkawinan telah diatur Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan peraturan pelaksanaannya dalam bentuk Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Perkawinan tidak hanya menyatukan seorang pria dan wanita dalam sebuah keluarga tetapi juga membawa konsekuensi hukum baik bagi sang istri maupun suami yang telah menikah secara sah. Berbagai konsekuensi hukum yang muncul akibat perkawinan itu antara lain, menyangkut hak dan kewajiban masing-masing pihak

5 Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

(2)

selama perkawinan berlangsung, tanggung jawab mereka terhadap anak- anak, konsekuensinya terhadap harta kekayaan baik kekayaan bersama maupun kekayaan masing-masing, serta akibat hukumnya terhadap pihak ketiga. Hal-hal ini penting untuk dipahami oleh setiap calon pasangan suami istri guna untuk mencegah timbulnya permasalahan di kemudian hari dalam perkawinan.

Pemilikan harta termasuk pemilikan tanah secara pribadi adalah merupakan salah satu hak dasar yang dijamin oleh konstitusi kita, sebagaimana dirumuskan di dalam Pasal 28 huruf H ayat (4) yang menentukan " setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun. Disamping itu konstitusi kita melalui Pasal 28 B ayat (1) menyatakan bahwa Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Hak-hak tersebut kemudian ditegaskan lebih lanjut dalam Pasal 36 ayat 1 UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, keluarga, bangsa dan masyarakat dengan cara tidak melanggar hukum.

Berdasarkan ketentuan tersebut maka setiap Warga Negara Indonesia berhak untuk melangsungkan perkawinan dengan siapapun juga baik dengan sesama Warga Negara Indonesia maupun dengan Warga Negara Asing, sepanjang perkawinan tersebut dilangsungkan sesuai ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Disamping itu juga setiap Warga Negara Indonesia berhak untuk mempunyai hak milik pribadi, baik berupa harta tidak bergerak maupun

(3)

berupa harta bergerak. Ia berhak untuk memiliki tanah pribadi, rumah tinggal pribadi, mobil pribadi, uang pribadi, perlengkapan pekerjaan pribadi dan lain- lain.

Pasal 21 ayat (1) Undang-undang Nomor 5 Tahun1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria menyatakan bahwa hanya Warga Negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik. Pasal 21 Undang-undang Nomor 5 Tahun1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria Ayat (3) yang menyatakan bahwa Orang asing yang sesudah berlakunya undang-undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan-tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warga negara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya undang-undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu di dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaran itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh kepada negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung”.

Dirasa amat sangat merugikan bagi Warga Negara Indonesia yang kawin dengan Warga Negara Asing tanpa membuat Perjanjian Kawin, sehingga terjadi percampuran harta karena perkawinan, karena jika Membeli tanah dan bangunan dengan Sertipikat Hak Milik maka jangka-waktunya hanya satu tahun, sebab jika lewat satu tahun hak milik tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus demi hukum dan tanah jatuh pada negara.

(4)

Perkawinan campuran dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1947 tentang Perkawinan Pasal 57 disebutkan yang dimaksud dengan perkawinan campuran ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan asing dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.

Jadi perkawinan campuran menurut Undang-undang perkawinan itu konkrit nya adalah seorang pria warganegara Indonesia kawin dengan seorang wanita Warga Negara Asing atau seorang wanita Warga Negara Indonesia kawin dengan seorang pria warganegara asing.6

Perkembangan ini dapat dilihat dari adanya kemungkinan bahwa pelaksanaan Perjanjian Kawin dilakukan setelah perkawinan dilangsungkan dengan dasar Penetapan Pengadilan Negeri.7Perkembangan ini menarik karena di dalam Pasal 147 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Pasal 29 Undang- undang Perkawinan tersebut dikatakan bahwa Perjanjian Kawin dilakukan sebelum atau pada saat dilangsungkannya perkawinan. Secara umum perbuatan hukum pembuatan Perjanjian Kawin yang dilakukan setelah perkawinan dilangsungkan, tidak diatur dalam ketentuan Pasal 29 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang hanya menentukan bahwa Perjanjian Kawin dilakukan sebelum atau pada saat berlangsungnya perkawinan, namun

6Saleh k wantjik,1980, Hukum Perkawinan Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, hl. 45.

7Berdasarkan penelusuran penulis ada beberapa Penetapan Pengadilan yang berkaitan dengan pelaksanaan Perjanjian Kawin yang dilakukan setelah dilangsungkannya perkawinan, yaitu:

a. Penetapan Pengadilan Negeri Nomor : 108/PDT.P/2016/PN.JKT.SEL.

b. Penetapan Pengadilan Negeri Nomor: 853/PDT.P/2013/PN.MLG c. Penetapan Pengadilan Negeri Nomor: 652/PDT.P/2013/PN.JKT.UT

(5)

pada kenyataannya di dalam praktek ada Perjanjian Kawin yang dilakukan sesudah perkawinan, yang dilaksanakan dengan cara mengajukan permohonan Penetapan ke Pengadilan Negeri. Hal inilah yang oleh Penulis diartikan adanya terobosan hukum untuk mengatasi adanya perkembangan hukum dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 103 tahun 2015 Tetang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan Di Indonesia bahwa Warga Negara Indonesia yang melaksanakan perkawinan dengan Orang Asing dapat memiliki hak atas tanah yang sama dengan Warga Negara Indonesia lainnya. Hak atas tanah sebagaimana dimaksud bukan merupakan harta bersama yang dibuktikan dengan perjanjian pemisahan harta antara suami dan isteri, yang dibuat dengan akta notaris. Di dalam Pasal 3 ayat 2 tersebut yang dimaksud perjanjian pemisahan harta tersebut adalah perjanjian kawin yang isinya menyangkut pemisahan harta diantara suami isteri namun tidak dijelaskan apakah perjanjian kawin dapat dibuat sebelum atau pada saat perkawinan atau dapat dibuat sepanjang perkawinan dilangsungkan.

Perjanjian kawin yang lazimnya di Indonesia dibuat sebelum perkawinan dilangsungkan ternyata juga telah mengalami pembaharuan, dimana telah ada beberapa pasangan suami isteri di Indonesia yang membuat perjanjian kawin setelah perkawinan mereka dilangsungkan. Perkembangan ini dapat dilihat dari adanya pelaksanaan pembuatan perjanjian kawin setelah perkawinan dilangsungkan yang dilakukan oleh pasangan campuran dengan dasar Penetapan Pengadilan Negeri sebagaimana adanya dijumpai Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor : 108/Pdt.P/2016/Pn.Jkt.Sel. yang menetapkan

(6)

pemisahan harta Pemohon I dan Pemohon II juga terhadap harta-harta baik yang sudah ada maupun yang akan timbul dikemudian hari agar tetap terpisah satu dengan yang lainnya, sehingga tidak lagi berstatus harta bersama, yang dapat dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis dan diadakan dengan akta notaril yang selanjutnya akan didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dalam penetapan tersebut dapat diartikan bahwa harta yang telah ada atau diperoleh selama perkawinan menjadi terpisah, hal ini menimbulkan pertanyaan bagaimana akibat hukum dari perjanjian kawin tersebut terhadap pihak ketiga terkait harta yang diperoleh sebelum penetapan dibuat.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka penulis mengambil judul “TINJAUAN YURIDIS PENETAPAN HAKIM ATAS PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN CAMPURAN (STUDI PUTUSAN NOMOR:

108/Pdt.P/2016/PN.Jkt.Sel)”

B. Perumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang permasalahan sebagaimana tersebut diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Apa dasar hukum pertimbangan hakim menetapkan permohonan perjanjian kawin setelah perkawinan dalam penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan nomor 108/Pdt.P/2016/PN.Jkt.Sel ?

2. Bagaimana akibat hukum harta kekayaan suami istri dari adanya Perjanjian kawin terhadap pihak yang membuat perjanjian, harta kekayaan dan pihak ketiga setelah adanya penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan nomor 108/Pdt.P/2016/PN.Jkt.Sel?

(7)

C. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini yaitu sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini difokuskan pada pengkajian tentang dasar hukum pertimbangan hakim menetapkan permohonan perjanjian kawin setelah perkawinan dan akibat hukum dari perjanjian kawin terhadap pihak ketiga.Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan memberikan sumbangsih bagi pemikiran terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dibidang hukum Perjanjian khususnya Perjanjian kawin dan Perkawinan.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan, pemikiran, dan informasi baik itu bagi penulis sendiri maupun pihak lain khususnya bagi Warga Negara Indonesia yang menikah dengan Warga Negara Asing, Notaris, Hakim, Pengacara, Aparatur pemerintahan di bidang kependudukan, pertanahan dalam menjalankan profesinya, terutama apabila ada pembuatan akta apapun dan penyelesaian sengketa yang berkaitan dengan Perjanjian Kawin.

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan mengkaji dasar pertimbangan hakim menetapkan permohonan perjanjian kawin setelah perkawinan dalam penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan nomor 108/Pdt.P/2016/PN.Jkt.Sel.

(8)

2. Untuk mengetahui dan mengkaji akibat yang timbul dari adanya Perjanjian kawin terhadap pihak yang membuat perjanjian, harta kekayaan dan pihak ketiga dan bagaimana perlindungan dari adanya Perjanjian kawin terhadap pihak ketiga dalam putusan pengadilan negeri jakarta selatan Nomor 108/Pdt.P/2016/PN.Jkt.Sel.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran penelitian pada refrensi dan hasil penelitian yang dilakukan di perpustakaan yang ada di dalam lingkungan Universitas Gadjah Mada, diketahui terdapat beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pelaksanan perjanjian kawin, beberapa penelitian yang mempunyai pembahasan yang hampir sama antara lain:

1. Tesis atas nama Lenny Darlina8mahasiswa program studi Magister Kenotariatan UGM dengan judul“Akibat Perjanjian Kawin Terhadap Kewajiban Perpajakan”, yang mengangkat permasalahan:

a. Bagaimana kewajiban pajak penghasilan terhadap suami isteri yang memiliki perjanjian kawin?

b. Bagaimana perlindungan terhadap suami isteri dengan perjanjian kawin ditinjau dari kewajiban perpajakan?

Dari penelitian tersebut didapat kesimpulan yaitu kewajiban pajak penghasilan bagi suani dan isteri yang memiliki perjanjian kawin adalah dilakukan secra terpisah. Masing-masing suami dan isteri harus memiliki

8Lenny Darlina, “Akibat Perjanjian Kawin Terhadap Kewajiban Perpajakan”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas UGM, Yogyakarta, 2014.

(9)

Nomor Pokok Wajib Pajak sendiri. Masing masing suami isteri harus mendaftar ke Kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak atas nama masing-masing. Kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak bagi masing-masing bagi masing-masing suami isteri memiliki konsekuensi pelaksanaan kewajiban perpajakan secara terpisah. Kemudian perlindungan terhadap suami-isteri yang memiliki perjanjian kawin adalah kepasstian bahwa dalam penghitungan perpajakannya suami-isteri membayar sesuai dengan penghasilannya saja. Masing-masing suami isteri bertanggung jawab atas pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Orang Pribadi. Apabila suami maupun isteri, salah satunya tidak melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan, maka sanksi yang dikeluarkan oleh Kantor Pajak hanya atas nama suami atau isteri yang tidak melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunannya tersebut.

2. Tesis atas nama Krishna Satrya Nugraha Taira 9mahasiswa program studi Magister Kenotariatan UGMdengan judul “Perjanjian Kawin pada Gelahang Menurut Adat Bali Di Kabupaten Tabanan Dan Kota Denpasar“, yang mengangkat permasalahan:

a. Bagaimana pelaksanaan perkawinan Pada Gelahang di kabupaten Tabanan dan Kota Denpasar?

b. Mengapa klausula yag mengatur mengenai anak di dalam perjanjian perkawinan Pada Gelahang dapat mengikat secara ?

9Khrisna Satya Nugraha Taira,”Perjanjian Perkawinan Pada Gelahang Menurut Adat Bali di Kabupaten Tabanan dan kota Denpasar”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas UGM, Yogyakarta, 2015.

(10)

Kesimpulannya adalah pelaksanaan perkawinan padagelahang didahului dengan pembicaraan antara kedua calon mempelai, keluarga kedua belah pihak untuk membuat perjanjian perkawinan yang disebut dengan pasobayan mewarang. Perjanjian kawin ini kemudian kemudian diketahui

oleh bendesa adat ditempat tinggal kedua calon mempelai. Klausula mengenai anak di dalam perjanjian pada gelahang tidak sesuai dengan asas kepribadian yang menyatakan suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya sesuai dengan Pasal 1340 KUHPerdata. Perjanjian hanya dapat mengatur pihak ketiga sepanjang itu mengatur mengenai kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak daripadanya sesuai dengan Pasal 1338 KUHPerdata.

3. Tesis I Wayan Mudita10 mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada dengan judul Pelepasan Hak Milik Atas Tanah Yang Diperoleh Suami Istri Dalam Perkawinan Campuran Di Kabupaten Badung Provinsi Bali, yang mengangkat permasalahan:

1. Dalam hal-hal apakah Warga Negara Asing (suami/istri) dalam perkawinan campuran dapat memperoleh Hak Milik atas tanah ditinjau dari ketentuan Pasal 21 ayat (3) UUPA di Kabupaten Badung Provinsi Bali?

10I Wayan Mudita, “Pelepasan Hak Milik Atas Tanah Yang Diperoleh Suami Istri Dalam Perkawinan Campuran Di Kabupaten Badung Provinsi Bali”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas UGM, Yogyakarta,2014.

(11)

2. Bagaimanakah cara pelepasan Hak Milik atas tanah yang diperoleh suami istri dalam perkawinan campuran di Kabupaten Badung Provinsi Bali?

Kesimpulannya bahwa suami isteri dalam perkawinan campuran dapat memperoleh Hak Milik atas tanah ditinjau dari ketentuan Pasal 21 ayat (3) UUPA adalah dalam keadaan-keadaan Warga Negara Asing pasangan perkawinan campuran memperoleh harta bagian berupa harta bersama yang karena perkawinannya putus (putus/putus karena kematian). Suami atau isteri Warga Negara Asing yag putus perawinannya memperoleh bagian harta bersama (gono-gini/ guna kaya) berupa tanah dengan status Hak Milik, maka suami atau isteri warga negara asing ini dalam jangka waktu 1 (satu) tahun wajib melepaskan Hak Milik atas tanah yang diperolehnya tersebut (Pasal 21 ayat (3)). Cara pelepasan Hak Milik atas tanah yang diperoleh suami isteri dalam perkawinan campuran adalah dengan cara memberikan persetujuan kepada suami atau isteri yang berkewarganegaraan Indonesia apabila perkawinan itu masih utuh, dan apabila perkawinan campuran itu sudah putus (cerai hidup/cerai mati) dengan cara melepaskan tanah itu kepada negara kemudian ia memohon Hak Pakai kepad negara karena orang Warga Negara Asing hanya dapat diberikan hak pakai atas tanah di Indonesia.

(12)

4. Tesis Pio Basuki 11 Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Gadjah mada dengan judul Tinjauan Tentang Kepemilikan Tanah Dengan Status Hak Milik Bagi Warga Negara Indonesia Yang Melakukan Perkawinan Campuran, yang mengangkat permasalahan:

a. Bagaimana cara Warga Negara Indonesia yang melakukan perkawinan campuran mengatasi kendala Pasal 21 ayat (3) Undangundang Nomor 5 tahun 1960 yang tetap ingin menguasai harta berupa Hak Milik atas tanah?

Dari penelitin ini didapat kesimpulan yaitu salah satu responden dalam melakukan tindakan peralihan hak atas tanah mendapat saran seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah untuk melakukan peralihan hak dengan mengggunakan kartuu identitas dengan status belum kawin yang masih berlaku agar terhindar dari ketentuan Pasal 21 ayat (3) UUPA. Responden lainnya mengajukan permohonan penetapan pengadilan terkait pemisahan harta dan telah dikabulkan oleh Pengadilan Negeri sehingga ketentuan Pasal 21 ayat (3) tidak berlaku lagi bagi responden kedua. Penetapan Pengadilan tersebut hanya baru dapat berlaku di Kantor Urusan Agama sedangkan untuk Kantor Catatan sipil belum dapat menerima suatu penetapan pengadilan terkait pisah harta untuk kemudian dilampirkan pada dokumen perkawinan.

11Pio Basuki, “Tinjauan Tentang Kepemilikan Tanah Dengan Status Hak Milik Bagi Warga Negara Indonesia Yang Melakukan Perkawinan Campuran”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas UGM, Yogyakarta,2015.

(13)

5. Tesis Ni Wayan Adiani12Implikasi Yuridis Harta Bersama Berupa Hak Milik Atas Tanah Sebagai Objek Pewarisan Dalam Perkawinan Campuran (Studi Kasus Penetapan Pengadilan Agama Denpasar Nomor 0092/PDT.P/2014/PA.Dps), dengan permasalahan:

a. Apakah mungkin Warga Negara asing berdasarkan Penetapan penggadilan Agama Denpasar Nomor 0092/PDT.P/2014/PA.Dps memiliki tanah dengan status Hak Milik?

b. Upaya apakah yang dapat dilakukan Warga Negara Asing sebagai salah satu ahli waris untuk tetap dapat mempunyai objek warisan berupa tanah?

Kesimpulan dari penelitian ini bahwa Asas Nasionalitas melarang WNA memiliki tanah dengan status Hak Milik Penetapan Pengadilan Agama Denpasar Nomor 0092/Pdt.P/2014/PA.Dps hanya menetapkan WNA sebagai ahli waris dari WNI yang objek warisnya berupa Hak Milik atas tanah dengan status Hak Milik karena akan melanggar asas nasionalitas.

Dalam proses turun waris Hak Milik atas tanah kepada ahli waris yang salah satunya adalah WNA. Kemudian upaya yang dapat dilakukan WNA sebagai salah satu ahli waris yang salah satu ahli waris untuk tetap dapat mempunyai objek warisan berupa tanah adalah melakukan penurunan hak berdasarkan penetapan ahli waris dilanjutkan dengan balik nama ke atas nama segenap

12Ni Wayan Adiani, “Implikasi Yuridis Harta Bersama Berupa Hak Milik Atas Tanah Sebagai Objek Pewarisan Dalam Perkawinan Campuran (Studi Kasus Penetapan Pengadilan Agama Denpasar Nomor 0092/PDT.P/2014/PA.Dps)”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas UGM, Yogyakarta,2016.

(14)

waris. Hal ini dikarenakan balik nama tidak dapat dilakukan langsung pada Hak Milik karena salah satu ahli warisnya merupakan subjek hak Milik sehingga harus diturunkan Hak milik menjadi Hak Pakai baru kemudian dibalik nama menjaadi atas nama segenap ahli waris.

Dari penelitian di atas sangatlah berbeda dengan yang akan penulis teliti.

Penulis lebih menitik beratkan tentang dasar pertimbangan hakim menetapkan permohonan perjanjian kawin setelah perkawinan dan mengkaji pada putusan hakim terkait akibat harta kekayaan suami isteri dari adanya perjanjian kawin terhadap pihak ketiga yang dibuat setelah perkawinan (studi putusan nomor: 108/Pdt.P/2016/PN.Jkt.Sel). yang ditetapkan pada tanggal 23 Maret 2016. Oleh karena itu penulis sangat yakin dengan orisinalitas karya yang akan diteliti. Apabila dengan berjalannya proses penelitian ini ditemukan kemiripan topik penelitian maka penulis akan menempatkan aturan akademik dan mengutip karya tersebut dengan tata cara yang dibenarkan dan tesis ini akan menjadi pelengkap untuk penelitian terdahulu.

Referensi

Dokumen terkait

Dilihat dari latar belakang yang telah diuraikan di atas maka penulis sangat tertarik mengkaji lebih dalam tentang dasar pertimbangan Hakim terhdap perkara isbat

Menurut Kompilasi Hukum Islam, pasal 35 (1): Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama (2): Harta bawaan dari masing-masing suami isteri

Pasal 7 ayat (2) yang berbunyi: “dalam hal perkawinan yang tidak dapat dibuktikan dengan akta nikah, dapat diajukan itsbatnya ke Pengadilan Agama”, dan selanjutnya

perkawinan campuran untuk mendapatkan tanah hak milik, karena penghalang sesungguhnya adalah ketentuan Pasal 29 ayat (1) UU Perkawinan yang

Perkawinan merupakan peristiwa penting dalam kehidupan manusia yang menimbulkan akibat hukum baik terhadap hubungan antara calon suami isteri yang melangsungkan perkawinan

Hasil penelitian Anggraeni, 2009 tentang dukungan sosial yang diterima oleh perempuan yang belum berhasil dalam pengobatan infertilitas menunjukkan bahwa perempuan yang

Dengan adanya “Perjanjian Perceraian”, baik pihak suami atau isteri yang dulunya terikat dalam suatu lembaga perkawinan dapat mengatur hak dan kewajiban yang akan

Sedangkan dari observasi awal yang penulis lakukan dengan pihak organisasi Nahd|atul Ulama (NU) kota Banjarmasin, bertempat di gedung Dakwah NU Kalimantan Selatan,