• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pembangunan wilayah merupakan sebuah langkah untuk mengembangkan suatu kawasan secara holistik. Tak hanya dengan memacu pertumbuhan sosial ekonomi, namun juga mengurangi kesenjangan antara satu wilayah dengan wilayah lain. Bagaimanapun masing-masing wilayah memiliki kondisi yang berbeda baik kondisi geografis, sosial, ekonomi, maupun kultural.

Melalui pengembangan wilayah yang holistik akan dihasilkan kebijakan pengembangan yang sesuai dengan kondisi, potensi, dan isu permasalahan di wilayah yang bersangkutan (Susantono, 2012).

Salah satu misi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 adalah terwujudnya pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan ditandai oleh tingkat pembangunan yang makin merata ke seluruh wilayah diwujudkan dengan peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat, termasuk berkurangnya kesenjangan antar wilayah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (Bappenas, 2010).

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mengamanatkan bahwa Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. (UU RI Nomor 36 Tahun 2009) Ta

Berbagai penyelenggaraan upaya kesehatan telah dilakukan oleh Pemerintah dengan tujuan untuk mendekatkan jangkauan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, di antaranya dengan membangun puskesmas dan puskemas pembantu di seluruh kecamatan di Indonesia.

Secara nasional, jumlah fasilitas pelayanan kesehatan terus meningkat namun aksesibilitas masyarakat terutama penduduk miskin di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan terhadap fasilitas pelayanan kesehatan masih terbatas. Hasil Survey Riskesdas (2007), rasio puskesmas terhadap penduduk

(2)

adalah 3,6 per 100.000 penduduk. Selain itu, jumlah puskesmas pembantu (Pustu) dan puskesmas keliling (Pusling) terus meningkat. Akses masyarakat dalam mencapai sarana pelayanan kesehatan dasar cukup baik, yaitu 94 persen masyarakat dapat mengakses sarana pelayanan kesehatan kurang dari 5 km (Bappenas, 2010).

Walaupun akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di Puskesmas dan jaringannya sudah cukup bagus, kualitas pelayanannya masih perlu ditingkatkan. Beberapa wilayah masih terdapat penduduk yang mengalami kendala jarak dan waktu mencapai fasilitas pelayanan kesehatan. Kondisi ini diperburuk dengan jaringan jalan dan listrik yang masih belum memadai (Bappenas, 2010).

Aksesibilitas masyarakat menuju pusat layanan kesehatan menurut Joseph & Philips (1984) dalam Wang & Luo (2005), dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor keruangan dan faktor non keruangan. Akses spasial menekankan pentingnya faktor penghambat geografis (jarak dan waktu) antara konsumen dan penyedia jasa, sedangkan akses non spasial menekankan hambatan non geografis, seperti kelas sosial, pendapatan, etnis, usia, jenis kelamin, dan lain-lain.

Penetapan kebijakan pembangunan fasilitas pelayanan kesehatan hendaknya berdasarkan kebutuhan masyarakat sebagai pengguna dari fasilitas pelayanan kesehatan tersebut. Oleh karena itu diperlukan perencanaan yang baik dengan pendekatan analisis yang rasional, ilmiah dan berdasarkan pada evidence based. Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan salah satu pilihan yang dapat digunakan untuk mengukur aksesibilitas masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan.

Pengambilan keputusan yang rasional dalam pelayanan kesehatan masyarakat, disebutkan oleh Kaneko, et al. (2003), dalam penelitiannya memvisualisasikan kebutuhan lokasi kesehatan masyarakat dan mengembangkan kebutuhan masyarakat tersebut menggunakan SIG. Data yang dikumpulkan berupa data sensus, data digital dari peta dasar perencanaan, data digital dari peta topografi, isi register medis, fasilitas kesejahteraan, dan statistik dari perusahaan ke dalam database geografis, distribusi geografis dari visualisasi kebutuhan

(3)

kesehatan masyarakat dengan mengintegrasikan indikator untuk mencerminkan kebutuhan individu, dan diukur pengelompokan mereka dengan metode tetangga terdekat.

Peta tematik dan pengelompokan nilai-nilai menunjukkan pola yang berbeda dari distribusi geografis individu masyarakat. Artinya untuk mencocokkan kebutuhan dengan layanan di unit geografis yang lebih kecil, SIG akan mendukung alokasi sumber daya yang tepat, kerjasama lintas sektoral dan transparansi yang lebih besar dalam perencanaan dan pelaksanaan dengan memvisualisasikan lokasi kebutuhan kesehatan masyarakat.

Rosero-Bixby (2004), meneliti mengenai akses spasial pelayanan dan pemerataan kesehatan di Costa Rica, sebuah studi berbasis SIG untuk menghubungkan sensus penduduk tahun 2000 (demand) dengan inventarisasi sarana kesehatan (supply). Penelitian ini menilai pemerataan akses pelayanan kesehatan dan dampak dari reformasi sektor kesehatan yang sedang berlangsung di Costa Rica.

Penelitian yang dilakukan Rosero-Bixby mengukur akses secara tradisional berdasarkan jarak ke fasilitas terdekat dan mengusulkan indeks aksesibilitas yang lebih komprehensif dari hasil agregasi semua fasilitas dengan mempertimbangkan ukuran kedekatan dan karakteristik dari kedua populasi dan fasilitas. Pembobotan faktor indeks ini ditentukan dengan analisis ekonometrik klinik pilihan di sampel rumah tangga nasional. Sebagian penduduk Costa Rica berada kurang dari 1 km dari klinik rawat jalan dan 5 km dari rumah sakit.

Dalam hal ekuitas, 12-14% dari populasi terlayani berdasarkan tiga indikator: klinik rawat jalan dalam jarak 4 km, rumah sakit dalam jarak 25 km, dan waktu periksa dokter kurang dari 0,2 jam per tahun per orang. Data menunjukkan perbaikan substansial dalam akses dan ekuitas untuk pelayanan rawat jalan antara tahun 1994 dan 2000. Perbaikan ini terkait dengan reformasi sektor kesehatan yang diimplementasikan sejak tahun 1995. Bagian dari akses penduduk ke pelayanan kesehatan rawat jalan (indikator density) adalah ekuitas menurun dari 30% menjadi 22% di daerah perintis di mana reformasi dimulai pada 1995-1996. Sebaliknya, di daerah dimana reformasi belum terjadi pada tahun

(4)

2001, proporsi terlayani telah sedikit meningkat dari 7% menjadi 9%. Hasilnya berupa indeks sederhana berdasarkan jarak ke fasilitas terdekat. Akses ke pelayanan rumah sakit tetap stabil setiap waktu. Platform SIG dikembangkan untuk penelitian ini memungkinkan masyarakat menentukan akses yang memadai untuk kesehatan, di mana intervensi untuk meningkatkan akses akan memiliki dampak terbesar.

Akses ke pelayanan kesehatan merupakan komponen penting dari sistem kesehatan secara keseluruhan dan memiliki dampak langsung pada beban penyakit yang mempengaruhi banyak negara di dunia berkembang. Mengukur aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan memberikan kontribusi untuk pemahaman yang lebih luas dari kinerja sistem kesehatan dalam dan antar negara yang memfasilitasi pengembangan kebijakan kesehatan berbasis bukti (Black et al. 2004).

World Health Organization (WHO) mengembangkan suatu alat dalam mengukur aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan, yaitu AccessMod 3.0. Alat ini merupakan salah satu ekstensi dari Sistem Informasi Geografis ArcView, yang memungkinkan untuk menghitung cakupan geografis pelayanan kesehatan menggunakan informasi dan distribusi populasi di suatu daerah (Ray & Ebener, 2008a).

Puskesmas telah tersebar secara merata pada tiap-tiap kecamatan di Kabupaten Lampung Tengah, bahkan sebanyak 9 kecamatan (32%) memiliki 2 (dua) unit Puskesmas. Meskipun secara kuantitatif persebaran puskesmas telah merata, ratio puskesmas terhadap penduduk masih belum ideal, yaitu; 1 : 31.623 jiwa. Angka ini melebihi rasio yang disyaratkan secara nasional yaitu 1 : 30.000 penduduk. Terdapat 5 rumah sakit, 1 (satu) milik pemerintah dan 4 (empat) milik swasta. Keberadaan rumah sakit secara geografis berada pada radius kurang lebih 3-10 km dari ibukota kabupaten Gunung Sugih (Dinkes. Kab. Lampung Tengah, 2012).

Pembangunan fasilitas kesehatan yang dilaksanakan selama ini belum memperhatikan aspek spasial (keruangan) sehingga aspek kemudahan masyarakat dalam menuju fasilitas kesehatan kurang diperhatikan. Selama ini data yang

(5)

dipergunakan dalam menyusun perencanaan masih terbatas pada data non keruangan saja, seperti; data populasi penduduk, angka penyakit, kunjungan puskesmas/rumah sakit, mata pencaharian penduduk. Data ini akan lebih baik jika ditampilkan dan didukung dengan data keruangan sehingga informasi yang dihasilkan lebih mudah difahami dan dimengerti oleh para stakeholder di Kabupaten Lampung Tengah.

Penulis melakukan penelitian mengenai aksesibilitas fasilitas pelayanan kesehatan di Kabupaten Lampung Tengah menggunakan Access Mod 3.0 untuk memperoleh gambaran mengenai aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan sebagai salah satu alat decission support sistems (DSS) bagi para pengambil kebijakan berkaitan dengan pembangunan dan pengembangan fasilitas pelayanan kesehatan agar program pembangunan kesehatan berjalan efektif dan efisien.

B. Perumusan Masalah

Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah telah menyelenggarakan berbagai upaya kesehatan dengan tujuan untuk mendekatkan jangkauan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, di antaranya dengan membangun Puskesmas dan Puskemas Pembantu di seluruh kecamatan di Kabupaten Lampung Tengah.

Pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh jenis dan kualitas pelayanan yang tersedia serta jarak, waktu, biaya dan kemudahan bepergian untuk mencapai layanan tersebut. Puskesmas telah tersebar secara merata pada tiap-tiap kecamatan di Kabupaten Lampung Tengah, bahkan sebanyak 9 kecamatan (32%) memiliki 2 (dua) unit Puskesmas.

Meskipun secara kuantitatif persebaran puskesmas telah merata, ratio puskesmas terhadap penduduk masih belum ideal, yaitu; 1 : 31.623 jiwa. Angka ini melebihi rasio yang disyaratkan secara nasional yaitu 1 : 30.000 penduduk.

Terdapat 5 rumah sakit, 1 (satu) milik pemerintah dan 4 (empat) milik swasta.

Keberadaan rumah sakit secara geografis berada pada radius kurang lebih 3 – 10 km dari ibukota kabupaten Gunung Sugih.

(6)

Perbandingan ini menggambarkan layanan kepada jumlah penduduk dari jumlah pusat layanan kesehatan yang tersedia. Pengukuran menggunakan perbandingan seperti ini telah banyak digunakan untuk menggambarkan perbedaan-perbedaan aspek geografis dalam akses menuju layanan kesehatan.

Akses ke pelayanan kesehatan merupakan komponen penting dari sistem kesehatan secara keseluruhan dan memiliki dampak langsung pada beban penyakit yang mempengaruhi status kesehatan masyarakat di Lampung Tengah.

Waktu menuju pelayanan kesehatan diasumsikan sama dengan waktu untuk menuju tempat-tempat umum, yaitu antara 30 menit sampai 60 menit. Bagi masyarakat yang berkunjung ke Puskesmas dengan keluhan yang tidak akut mungkin waktu ini tidak menjadi suatu masalah, tetapi bagi beberapa kasus yang tingkat urgensinya tinggi dan emergency, seperti rujukan ibu melahirkan dan resiko tinggi, hal ini dapat menjadi suatu masalah. Oleh karena itu pengukuran aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan penting dilakukan untuk mengetahui bagaimana masyarakat dapat menjangkau pelayanan kesehatan dengan mudah.

Berdasarkan uraian di atas, perumusan masalahnya adalah Bagaimana aksesibilitas pelayanan kesehatan di Kabupaten Lampung Tengah dapat menjangkau masyarakat secara merata ?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengukur aksesibilitas pelayanan kesehatan di Kabupaten Lampung Tengah.

2. Tujuan Khusus

a. Merancang pemodelan cakupan geografis sesuai dengan ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan di Kabupaten Lampung Tengah.

b. Memproyeksikan peningkatan jangkauan jaringan pelayanan kesehatan yang ada di Kabupaten Lampung Tengah

(7)

D. Manfaat penelitian

1. Memberikan pengetahuan dan menambah wawasan bagi peneliti dalam penelitian ilmiah

2. Menjadi bahan referensi bagi peneliti lainnya dalam melakukan penelitian mengenai aksesibilitas pelayanan kesehatan

3. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Tengah dalam merancang dan merencanakan pembangunan dan pengembangan fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat di Kabupaten Lampung Tengah

4. Bagi Institusi Dinas Kesehatan dapat mendekatkan dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang optimal terhadap masyarakat dalam memenuhi aspek pemerataan dan berkeadilan di Kabupaten Lampung Tengah.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai Pemanfaatan analisis spasial dalam perencanaan pengembangan sarana pelayanan kesehatan Puskesmas belum pernah dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Tengah, tetapi penelitian yang mempunyai kemiripan dengan penelitian ini, antara lain:

Tabel 1. Keaslian Penelitian Judul /

Peneliti Tujuan Metode Hasil

Analisis Aksesibilitas Pelayanan Puskesmas di Kabupaten Sleman / Widagdo (2009)

Mengkaji dan menganalisis Aksesibilitas Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Sleman

1. Jenis penelitian deskriptif dengan rancangan penelitian analitik

2. Subyek dan lokasi penelitian: fasilitas kesehatan yang terdapat di Kabupaten Sleman

3. Instrumen: GPS, Peta Administratif, Peta Jaringan Jalan, Data Skunder, Kuesioner

1. Lokasi puskesmas di Kabupaten Sleman menunjukkan

terdistribusi secara menyebar/merata di seluruh wilayah.

2. Kondisi permukiman penduduk di Sleman juga menyebar, kebutuhan pelayanan kesehatan bagi masyarakat terjamin terpenuhi.

(8)

Judul /

Peneliti Tujuan Metode Hasil

4. Variabel Dependen:

Aksesibilitas menuju pelayanan kesehatan Variabel Independen:

- Lokasi Pelayanan Kesehatan

- Jumlah dan Sebaran Penduduk - Sistem jaringan

jalan

3. Aksesibiltas layanan kesehatan sangat didukung adanya jalan

maupun sarana

angkutan.

4. Rata-rata jarak yang ditempuh ke puskesmas kurang dari 5 km, dengan dukungan sarana transportasi maka waktu tempuh juga makin dekat.

Utilisasi Sarana Pelayanan Kesehatan di Kalimantan / Susanto (2006)

Memperoleh gambaran tentang

utilisasi sarana pelayanan kesehatan oleh masyarakat di Kalimantan

1. Penelitian

Observasional dengan rancangan cross sectional

2. Populasi: Individu di Kalimantan, sampel data SUSENAS tahun 2004.

3. Variabel Dependen:

Utilisasi sarana pelayanan kesehatan oleh masyarakat Variabel Independen:

- Status Sosial Ekonomi

- Akses Geografis - Akses Jarak Tempuh - Regional Propinsi

1. Utilisasi sarana pelayanan kesehatan di Kalimantan masih rendah, masih dibawah angka nasional (15%) 2. Masyarakat dengan

tingkat ekonomi tinggi

lebih banyak

memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan baik milik Pemerintah

maupun swasta

dibandingkan dengan orang miskin.

3. Orang miskin banyak tinggal di pedesaan daripada di perkotaan 4. Sarana kesehatan milik

pemerintah masih menjadi pilihan oleh orang kaya maupun miskin

5. Orang miskin yang memanfaatkan

Puskesmas / pustu tinggal lebih jauh dibandingkan dengan orang kaya dan sarana transporstasi terbatas.

(9)

Judul /

Peneliti Tujuan Metode Hasil

Analisis Spasial Aksesibili- tas dan Kinerja Bidan di Desa dalam Program Perbaikan Kurang Gizi pada Balita di

Kecamatan Kembang Tanjong Kabupaten Pidie NAD / Mahdinur (2010)

Mengetahui tingkat aksesibilitas dan kinerja bidan di desa dalam program perbaikan kurang gizi pada balita secara spasial, serta apakah ada hubungan aksesibilitas dan

karakteristik bidan di desa yang dinilai berdasarkan lamanya pemulihan balita kurang

gizi di

Kecamatan Kembang Tanjong Kabupaten Pidie NAD

1. Jenis Penelitan : Survei deskriptif Analitik dengan rancangan cross sectional

2. Subjek Penelitian : Balita dengan kasus gizi buruk dan gizi kurang di wilayah kerja bidan di desa di Kecamatan Kembang Tanjong Kabupaten Pidie NAD.

3. Variabel Penelitian : Dependen: Kinerja bidan di desa berdasarkan lama pemulihan balita kurang gizi.

Independen:

- Aksesibilitas (jarak, waktu tempuh, biaya) - Karakteristik

bidan; Umur, masa kerja, pendidikan, status kepegawaian

1. Aksesibilitas dengan kinerja bidan di desa, hanya faktor biaya ibu

balita yang

berhubungan secara bermakna dengan kinerja bidan di desa berdasarkan lamanya pemulihan balita kurang gizi, sedangkan faktor jarak dan waktu tempuh tidak berhubungan secara bermakna

2. Karakteristik dengan kinerja bidan di desa, faktor pendidikan, status gizi kurang dan gizi buruk, berhubungan secara bermakna dengan kinerja bidan di desa berdasarkan lamanya pemulihan kurang gizi

Using GIS to Measure Phyisical Accessibility to Health Care (Black et al. 2004)

Memberikan informasi untuk membantu restrukturisa-si sumber daya kesehatan terhadap penduduk yang kurang mendapatkan pelayanan kesehatan.

1. Jenis penelitian :

Studi Kasus

(kerjasama Kementerian

Kesehatan Honduras

bersama Pan

American Health Organization)

2. Subjek Penelitian:

Identifikasi masalah aksesibilitas untuk Pelayanan Kesehatan Primer menggunakan GIS.

3. Tools yang di- pergunakan untuk mengukur aksesi- bilitas yaitu SIGEpi©

dan AccesMod

1. Mempresentasikan hasil studi kasus dengan membandingkan dua metode yang berbeda untuk mengukur dan menganalisis akses fisik terhadap pelayanan kesehatan. Hasil menunjukkan

pentingnya kapasitas data, baik data spasial maupun data kesehatan sebagai dasar untuk dua pendekatan permodelan.

2. Penelitian dilakukan untuk mengevaluasi dampak dari tingkat kelengkapan, akurasi dan kualitas data jaringan dari daerah

(10)

Judul /

Peneliti Tujuan Metode Hasil

tangkapan. Analisis juga dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh kualitas data yang berkaitan dengan distribusi penduduk dan lokasi fasilitas kesehatan.

3. Penelitian lanjutan diperlukan dalam rangka mengevaluasi dampak dari kecepatan perjalanan yang dipertimbangkan ketika menerapkan jenis model karena mungkin memiliki pengaruh pada hasil yang diperoleh.

4. Hasil dari dua pendekatan baik AccesMod maupun SIGEpi, menunjukkan

potensi untuk

digunakan dalam analisis efektivitas biaya, perkiraan cakupan populasi dan perencanaan sumber daya yang merupakan aset yang berguna untuk perbaikan perencanaan

kesehatan dan

pengembangan kebijakan.

Ray &

Ebener (2008)

AccessMod 3.0:

Computing geographic coverage and accessibility to health care services using anisotropic movement of patients

1. Jenis penelitian : Deskriptif

2. Subjek Penelitian:

Fasilitas Pelayanan Kesehatan

3. Tools yang digunakan Access Mod 3.0

Penelitian ini

menggunakan AccessMod 3.0 sebagai alat dalam menghitung cakupan geografis pelayanan kesehatan. Ada empat analisis yang mampu dilakukan oleh alat ini, yaitu: (1) pemodelan cakupan daerah lanskap terkait dengan jaringan fasilitas kesehatan yang ada berdasarkan waktu

(11)

Judul /

Peneliti Tujuan Metode Hasil

perjalanan, (2) pemodelan cakupan geografis sesuai dengan ketersediaan

layanan, (3)

memproyeksikan skala jangkauan dari jaringan yang ada, (4) memberikan informasi untuk analisis efektivitas biaya ketika sedikit informasi tentang jaringan yang tersedia.

Contoh penerapan Access Mod 3.0 di Malawi bagian selatan, menunjukkan pengaruh kendala lanskap dan mode transportasi pada cakupan geografis. Alat ini oleh WHO di rekomendasi kan untuk negara berkem- bang yang relatif baik memiliki informasi geografis distribusi penduduk, lahan dan lokasi fasilitas kesehatan.

Berdasarkan tabel di atas, penelitian aksesibilitas pelayanan kesehatan di Kabupaten Lampung Tengah kajian dengan Access Mod 3.0, merupakan penelitian yang merujuk pada penelitian Ray & Ebener (2008) dan penelitian sebelumnya yang mengunakan Access Mod, karena memang alat ini ini direkomendasikan oleh WHO untuk Negara berkembang. Meskipun memiliki banyak persamaan dari penelitian mengenai aksesibilitas terdahulu, yang menjadi perbedaan dari penelitian ini mencoba mengaplikasikan Access Mod lebih lanjut untuk menghasilkan beberapa model cakupan aksesibilitas pelayanan kesehatan.

Perbedaan yang lain berupa metode, lokasi penelitian, subjek penelitian, waktu penelitian dan hasil penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Walaupun peningkatan jumlah relawan bencana yang didapat dari hasil pelatihan DLT tidak banyak diserap untuk dipergunakan dalam setiap aksi kerelawanan, namun

Saat ini selalu diadakan evaluasi tentang tatanan zonasi kawasan Taman Nasional Gunung Merapi sebab dikhawatirkan kegiatan perumputan yang dilakukan masyarakat

Bantuan untuk Kesejahteraan Perangkat Desa diberikan satu tahim sekali pada Bulan Agustus dan masing-masing Perangkat Desa menerima Rp 150.000,00 (Seratus Lima Puluh Ribu

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan terdapat pengaruh nyata varietas tanaman yang diuji terhadap tinggi tanaman, namun tidak terdapat pengaruh nyata

Kegiatan yang diusulkan ini merupakan kegiatan evaluasi/tes kebugaran jantung paru bagi Karyawan Dinas Kesehatan Provindi DIY yang bertujuan untuk menilai derajat

Observasi ini dikukan di Laboratorium ICT Terpadu, Unit 7 Lantai 4, Universitas Budi Luhur. Kegiatan ini dilakukan untuk mengumpulkan data sebanyak mungkin yang

Maka dengan ini filem yang dijadikan sebagai medium dakwah cukup efektif dalam menyebarkan agama kepada masyarakat dengan memberikan kisah atau cerita yang dikemas dengan ringan,

Dalam peraturan perpajakan, zakat atas penghasilan boleh dikurangkan dari Penghasilan Kena Pajak, dengan syarat zakat atas penghasilan yang dapat dikurangkan tersebut harus