• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS JUMLAH KEBUTUHAN DOKTER UMUM DENGAN METODE WISN DI POLI UMUM PUSKESMAS KELURAHAN LENTENG AGUNG I JAKARTA SELATAN TAHUN 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS JUMLAH KEBUTUHAN DOKTER UMUM DENGAN METODE WISN DI POLI UMUM PUSKESMAS KELURAHAN LENTENG AGUNG I JAKARTA SELATAN TAHUN 2014"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS JUMLAH KEBUTUHAN DOKTER UMUM DENGAN METODE WISN DI POLI UMUM PUSKESMAS KELURAHAN

LENTENG AGUNG I JAKARTA SELATAN TAHUN 2014

Amira Putri Dewi1, Adang Bachtiar2

1Manajemen Pelayanan Kesehatan, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok, 16424

2Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok, 16424

amiraputridewi@yahoo.com

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jumlah umum optimal di Poli Umum Puskesmas Lenteng Agung I Jakarta Selatan dengan menggunakan metode Workload Indicators of Staffing Need (WISN). Metode penelitian adalah pengamatan dengan metode work sampling, wawancara mendalam, dan telaah dokumen. Work sampling dilakukan selama lima menit sekali selama 6 hari kerja. Hasilnya adalah produktifitas dokter umum belum mencapai tingkat optimal 80%, yaitu hanya sebesar 72,22%, 13,1% untuk kegiatan non produktif, dan 14,68% untuk kegiatan pribadi. Dengan metode WISN, didapatkan hasil bahwa jumlah dokter umum optimal di poli umum adalah sebanyak dua orang. Jumlah dokter umum yang tersedia saat ini adalah satu orang, artinya ada kekurangan jumlah dokter umum sebesar satu orang.

Kata kunci: beban kerja; dokter umum; jumlah kebutuhan tenaga; puskesmas; WISN

ANALYSIS OF PHYSICIAN NEEDS WITH WISN METHOD ON HEALTH CENTER OF LENTENG AGUNG I SOUTH JAKARTA 2014

Abstract

This study aims to analyze the optimal number of physician need in general practice unit at health care center of Lenteng Agung I Jakarta Selatan 2014 with Workload Indicators of Staffing Need (WISN). This is a qualitative study through observation, in-depth interviews, and documents review. Observation done through work sampling every five minutes in six work days. Findings are physician productivity has not reach the optimal level of 80%, that is only 72,22%, 13,1% are used for non-productive activities, and 14,69% are used for personal activities. With WISN method, result is this general practice unit need two physicians. The available physician is one person, this shows that there is a shortage of staff by one person.

(2)

Pendahuluan

Kesehatan adalah hak asasi manusia sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2009. Untuk memenuhi hal ini, pemerintah Indonesia menjalankan sebuah program nasional mulai tanggal 1 Januari 2014, yaitu Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diatur dalam UU No. 40 Tahun 2004. Untuk menjalankan sistem ini dibentulah suatu badan hukum melalui UU No. 24 Tahun 2011, yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Salah satu program dalam SJSN yang berdampak pada kegiatan penyelenggaraan upaya kesehatan di Indonesia adalah Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan.

Adanya program JKN adalah salah satu komponen dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN), yaitu komponen pembiayaan yang diatur dalam Peraturan Presiden No. 72 Tahun 2012.

Sistem jaminan ini akan memberikan kepastian dan perlindungan dengan bentuk pembiayaan kesehatan yang stabil, sehingga diharapkan mampu menjamin upaya kesehatan yang bermutu. Upaya kesehatan adalah komponen selanjutnya di dalam SKN dimana JKN akan menjamin pelayanan kesehatan perorangan mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif sesuai dengan jenis upaya kesehatan perorangan di dalam SKN (Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013).

Di dalam SKN, dijelaskan bahwa upaya kesehatan perorangan dapat diselenggarakan oleh berbagai tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, salah satunya adalah puskesmas. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 128 Tahun 2004, disebutkan bahwa puskesmas merupakan fasilitas kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat di jenjang pelayanan primer di berbagai wilayah di Indonesia, termasuk di DKI Jakarta.

Menurut data Sensus Penduduk 2010, Jakarta merupakan salah satu kota dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia, yaitu sebesar 9.586.705 jiwa. Diantara kota-kota di DKI Jakarta, salah satu kota dengan penduduk terbanyak adalah Jakarta Selatan, yaitu 2.001.353 jiwa. Kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar di Jakarta Selatan adalah Jagakarsa, yaitu 340.387 jiwa dengan Kelurahan Lenteng Agung sebagai kelurahan terpadat, yaitu 26.229,47 penduduk per km2 (Jakarta Selatan dalam Angka tahun 2013).

Dengan adanya Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010 – 2014, dijelaskan bahwa untuk menjamin terlaksananya upaya kesehatan prioritas, dibutuhkan daerah dengan daya ungkit besar. Salah satu komponen yang mampu memberikan daya ungkit besar adalah dengan adanya jumlah penduduk yang besar pula. Oleh karena itu, daya ungkit untuk

(3)

peningkatan pembangunan kesehatan di Jakarta Selatan khususnya di Kelurahan Lenteng Agung diharapkan akan mencapai tingkat optimal.

Berbagai bentuk pelayanan kesehatan yang telah dijalankan Puskesmas Kelurahan Lenteng Agung selaku ujung tombak pelayanan kesehatan dasar di masyarakat, yaitu: (1) Untuk menurunkan angka kematian anak dilakukan upaya imunisasi BCG, hepatitis, polio, dan campak, pelayanan poli Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), kesehatan anak sekolah, pemberian vitamin A pada balita, serta pelayanan Posyandu, (2) Untuk meningkatkan kesehatan ibu dilakukan upaya pelayanan poli KIA, pemberian tablet Fe pada ibu hamil, pelayanan Keluarga Berencana (KB), serta imunisasi Tetanus Toksoid (TT) pada ibu hamil, (3) Untuk memerangi HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya dilakukan upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), Gerakan Jumat Sehat (GJS), dan fogging focus untuk penanganan penyakit demam berdarah dengue (DBD), pelayanan Tuberculosis Paru (TB Paru), pengobatan diare, serta sistem surveilans terpadu berbasis puskesmas untuk pengamatan dan pelaporan kejadian penyakit untuk deteksi kejadian luar biasa (KLB). Selain pelayanan untuk mendukung MDGs, puskesmas juga mengadakan berbagai bentuk pelayanan lain untuk meningkatkan derajat kesehatan, yaitu pelayanan poli umum, poli gigi, poli farmasi, pelayanan laboratorium, penyehatan lingkungan dan kesehatan kerja, promosi kesehatan, posko siaga banjir, posko anti narkoba, serta kegiatan kebijakan dan manajemen puskesmas.

Diantara berbagai jenis upaya kesehatan yang telah dijalankan puskesmas, bentuk pelayanan dengan utilisasi tertinggi adalah pelayanan kuratif atau upaya pengobatan yang disebut sebagai poli umum di puskesmas. Hal ini tergambar dalam Laporan Tahunan Puskesmas yang menyatakan bahwa 15.203 dari 19.903 pengunjung puskesmas adalah pasien poli umum. Artinya, 76% pasien puskesmas adalah pasien poli umum. Dengan tingginya jumlah kunjungan ini, menunjukkan bahwa dibutuhkan jumlah sumber daya manusia kesehatan yang sesuai pula untuk menghasilkan pelayanan yang berkualitas.

Pelayanan poli umum dilangsungkan oleh dokter umum yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan kegiatan upaya kesehatan di poli umum puskesmas. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1202 Tahun 2003 tentang Indikator Indonesia Sehat 2010, disebutkan bahwa untuk mencapai target pembangunan nasional di bidang kesehatan dibutuhkan kesesuaian dan keseimbangan diantara jumlah tenaga kesehatan dengan jumlah penduduk yang dilayani, target rasio antara dokter umum dan penduduk adalah 40:100.000 atau 1 dokter untuk 2.500 penduduk. Berdasarkan Data Laporan Tahunan puskesmas, jumlah dokter umum di Poli Umum Puskesmas Kelurahan Lenteng Agung I adalah satu orang dan

(4)

wilayah kerja dengan jumlah penduduk sebesar 35.310 jiwa. Artinya, satu dokter bertanggung jawab atas 35.310 orang. Hal ini tidak sesuai dengan standar rasio dokter umum dan penduduk dalam indikator Indonesia Sehat 2010. Selain itu, dokter umum puskesmas ini juga merangkap sebagai kepala puskesmas atau memiliki double job yang tentunya akan semakin menambah beban kerja serta dapat mengurangi efektifitas kerjanya sebagai dokter umum maupun kepala puskesmas.

Dengan tingginya jumlah penduduk yang menjadi tanggung jawab dokter umum serta ditambah dengan tugas manajerial untuk mengelola kegiatan puskesmas ini, dapat dilihat bahwa poli umum puskesmas akan memiliki beban kerja yang tinggi. Oleh karena itu, dibutuhkan perencanaan yang tepat dan memadai terhadap sumber daya manusia (SDM). Hal ini juga didukung oleh Green 1995, Amstrong 1988, Stone 1995 dalam Ilyas 2013 yang menyatakan bahwa 75% alokasi anggaran sebuah organisasi digunakan untuk belanja personel. Artinya, perencanaan SDM menjadi salah satu kegiatan yang dapat menentukan kualitas, efektifitas, dan efisiensi pelayanan kesehatan.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 81 Tahun 2004 dinyatakan bahwa salah satu metode perhitungan kebutuhan tenaga berdasarkan beban kerja adalah metode Workload Indicators of Staffing Need (WISN). Metode ini digunakan untuk menghitung jumlah kebutuhan masing – masing kategori tenaga kesehatan yang dibutuhkan di berbagai jenis instansi kesehatan di Indonesia dan memiliki banyak keunggulan.

Tinjauan Teoritis

Menurut Panggabean (2002), terdapat dua metode yang dapat digunakan untuk menghitung jumlah sumber daya manusia yang diinginkan, yaitu analisis beban kerja dan tenaga kerja.

Penelitian ini menggunakan analisis beban kerja, yaitu suatu proses penentuan jumlah jam kerja manusia (man hour) yang digunakan atau diperlukan untuk menyelesaikan suatu beban kerja (workload) tertentu dalam waktu tertentu. Jumlah jam kerja setiap karyawan akan menunjukkan jumlah karyawan yang dibutuhkan. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 81 Tahun 2004, analisis beban kerja merupakan upaya untuk menghitung banyaknya jenis pekerjaan yang harus diselesaikan oleh tenaga kesehatan profesional dalam satu tahun dalam satu sarana pelayanan kesehatan. Menurut Heidjrachman (2002), analisis beban kerja

(5)

juga berguna untuk menentukan jumlah personel yang dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu beban kerja tertentu pada waktu tertentu. Sedangkan beban kerja sendiri adalah banyaknya jenis pekerjaan yang harus diselesaikan oleh tenaga kesehatan profesional dalam satu tahun dalam satu saranna pelayanan kesehatan (Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 81 Tahun 2004).

Terdapat tiga cara untuk menghitung beban kerja, yaitu work sampling, time and motion study, daily log (Ilyas, 2013). Penelitian ini menggunakan teknik work sampling, yaitu metode pengumpulan pengamatan tentang satu pekerja atau lebih dari waktu ke waktu (Brannick & Levine, 2002). Menurut Barnes (1980), work sampling digunakan untuk mengukur aktivitas pegawai dengan menghitung waktu yang digunakan untuk bekerja dan waktu yang tidak digunakan untuk bekerja dalam jam kerja mereka, kemudian disajikan dalam bentuk presentase. Keunggulan teknik ini adalah mudah dan berbiaya rendah, hanya dibutuhkan satu pengamat, dapat dihentikan sewaktu-waktu, serta mengurangi rasa tidak senang tenaga kerja yang diamati (Barnes, 1980).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 81 Tahun 2004, salah satu metode yang dapat digunakan untuk menghitung kebutuhan tenaga atau SDM di berbagai sarana pekerjaan termasuk di puskesmas adalah Workload Indicators of Staffing Need atau WISN. Keunggulan metode ini adalah mudah dilaksanakan karena data didapatkan dari laporan kegiatan rutin, memiliki rumus yang jelas, hasil langsung diketahui, dapat digunakan pada berbagai jenis ketenagaan, serta hasil perhitungannya realistis (Keputusan Menteri Kesehatan No. 81 Tahun 2004). Menurut Shipp (1998), terdapat lima langkah dalam metode WISN, yaitu (1) menetapkan waktu kerja tersedia, (2) menetapkan unit kerja dan kategori SDM, (3) menyusun standar beban kerja, (4) menyusun standar kelonggaran, dan (5) perhitungan kebutuhan tenaga per unit kerja.

Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Metode pengumpulan data berupa telaah dokumen dan wawancara serta melakukan observasi atau pengamatan dengan menggunakan metode work sampling untuk mengetahui penggunaan waktu kerja dokter umum. Hasil dari telaah dokumen, wawancara, dan work sampling akan digunakan untuk perhitungan kebutuhan

(6)

dokter umum di Poli Umum Puskesmas Lenteng Agung I Jakarta Selatan tahun 2014 berdasarkan rumus di dalam metode Workload Indicators of Staffing Need (WISN).

Penelitian dilakukan di Unit Dokter Umum di Puskesmas Lenteng Agung I Jakarta Selatan pada bulan Mei 2014 – Juni 2014, untuk pengambilan work sampling dari tanggal 2 – 11 Juni 2014. Informan penelitian adalah empat (4) orang pegawai puskesmas yang memenuhi kriteria kesesuaian (appropriateness) dan kecukupan (adequacy) yang dipilih secara purposive sampling yaitu. Objek penelitian adalah kegiatan dokter umum yang terpilih pada saat pengamatan, yaitu kegiatan yang dilakukan setiap lima menit sekali selama enam hari waktu kerja.

Untuk melakukan pengecekan kebenaran data atau informasi yang diperoleh dalam penelitian, dibutuhkan validasi. Penelitian ini menggunakan teknik triangulasi untuk validasi.

Triangulasi terdiri atas metode, sumber data, dan teori (Moleong, 2008). Untuk triangulasi metode, peneliti menggunakan metode wawancara terstruktur dan telaah dokumen.

Triangulasi metode wawancara adalah melakukan wawancara ke berbagai informan yang sesuai dan cukup. Untuk triangulasi dokumen adalah mencari dokumen-dokumen terkait dengan topik yang sesuai dengan penelitian. Triangulasi sumber data adalah mengambil data dengan lebih dari satu sumber. Dalam penelitian ini sumber data adalah hasil wawancara, dokumen-dokumen terkait, serta hasil observasi. Diharapkan dengan adanya variasi sumber data ini mampu memberikan kebenaran yang tepat. Selanjutnya adalah triangulasi teori yaitu membandingkan antara hasil penelitian dengan teori yang ada sehingga mampu menghasilkan temuan atau kesimpulan yang relevan untuk menghindari bias individual peneliti.

Hasil Penelitian

1. Jumlah Waktu Setiap Pola Kegiatan Dokter Umum

Pengamatan terhadap penggunaan waktu pada setiap pola kegiatan tenaga dimulai dari melakukan pengamatan awal terhadap seluruh kegiatan yang dapat diamati lalu dikelompokkan ke dalam pola kegiatan. Banyaknya kegiatan dalam setiap pola tersebut dapat bervariasi dan dapat dikombinasikan sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini, kegiatan dikelompokkan menjadi kegiatan produktif langsung, produktif tidak langsung, non produktif, dan pribadi. Hasil pengamatan adalah sebagai berikut:

(7)

Tabel 1. Jumlah Waktu Setiap Pola Kegiatan Dokter Umum dalam Enam Hari Kerja di Bagian Poli Umum Puskesmas Lenteng Agung I, Tahun 2014

Kegiatan Waktu Kerja

Pagi Sore

f % f %

Produktif Langsung

Pemeriksaan Medis 955 66,32 45 4,17

Pembuatan Rujukan 55 3,82 0 0

Pembuatan Surat Sakit 35 2,43 0 0

Subtotal 1045 72,57 45 4,17

Produktif Tidak Langsung

Rapat 0 0 280 25,92

Koordinasi lintas sektor/program 0 0 450 41,67

Subtotal 0 0 730 67,59

Non-Produktif

Istirahat 10 0,69 10 0,92

Mengobrol 80 5,56 90 8,33

Memainkan media elektronik 25 1,74 15 1,39 Belum datang/sudah pulang 5 0,34 45 4,17

Tidak di tempat 35 2,43 15 1,39

Sub total 155 10,76 175 16,20

Pribadi

Bersiap 55 3,82 20 1,86

Toilet 70 4,86 30 2,78

Sholat 60 4,17 10 0,92

Makan 55 3,82 70 6,48

Subtotal 240 16,67 130 12,04

Total 1440 100 1080 100

2. Rata-rata Waktu Kegiatan Dokter Umum dalam Satu Hari Kerja

Untuk menghitung jumlah kebutuhan tenaga, diperlukan data jumlah waktu kegiatan tenaga dalam menjalankan kegiatannya selama satu hari kerja (Shipp, 1998). Detail waktu setiap pola kegiaatn dalam satu hari tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Rata-Rata Waktu Kegiatan Dokter Umum dalam Satu Hari Kerja di Bagian Poli Umum PKLA I, Tahun 2014

No. Kegiatan Pagi Sore Jumlah

f % f % f %

1. Produktif Langsung 174,17 72,57 7,5 4,17 181,67 43,25 2. Produktif Tidak Langsung 0 0 121,66 67,59 121,67 28,97 3. Non Produktif 25,83 10,76 29,17 16,20 55 13,1

4. Pribadi 40 16,67 21,67 12,04 61,67 14,68

TOTAL 240 100 180 100 420 100

(8)

3. Penggunaan Waktu Produktif

Penggunaan waktu produktif dokter umum di Bagian Poli Umum Puskesmas Kelurahan Lenteng Agung I dapat diketahui dengan mencari proporsinya terhadap keseluruhan waktu kegiatan dalam setiap satu hari kerja. Hasilnya adalah 72,22% untuk penggunaan waktu produktif dan 27,78% untuk penggunaan waktu kegiatan lain dokter umum dalam satu hari kerja.

4. Perhitungan Jumlah Kebutuhan Dokter Umum dengan Metode WISN

Langkah pertama untuk menghitung jumlah kebutuhan dokter umum dengan metode WISN adalah menetapkan waktu kerja tersedia. Hasilnya adalah terdapat 260 hari kerja karena pegawai puskesmas bekerja efektif selama lima hari dalam 52 minggu setahun. Hari kerja ini dikurangi 12 hari cuti tahunan, 6 hari pendidikan dan pelatihan, 14 hari libur nasional, dan 3 hari ketidakhadiran kerja. Totalnya adalah 225 hari kerja di kali 7 jam waktu kerja yang kemudian dikalikan lagi 60 menit sehingga didapatkan hasil akhir 94.500 menit waktu kerja tersedia per tahun.

Langkah kedua adalah menetapkan unit kerja dan kategori SDM yang diteliti. Hasilnya adalah (1) Unit Kerja berupa Unit Pelayanan Kesehatan, (2) Sub Unit Kerja adalah Poli Umum, dan (3) Kategori Tenaga berupa Dokter Muda.

Langkah ketiga adalah menyusun standar beban kerja. Rumusnya adalah membagi waktu kerja tersedia dengan rata-rata waktu penyelesaian per satu unit kegiatan. Hasilnya adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Standar Beban Kerja Per Tahun Per Kegiatan Pokok di Bagian Poli Umum Puskesmas Kelurahan Lenteng Agung I, Tahun 2014

No. Kegiatan Waktu

produksi per satu hari kerja

(menit)

Rata-rata jumlah kegiatan per

satu hari kerja (unit)

Rata-rata waktu penyelesaian per satu unit kegiatan

(menit)

Standar Beban Kerja (unit per

tahun)

1. Pemeriksaan medis 166,67 67,17 2,48 38.104,84

2. Pembuatan rujukan 9,17 7,33 1,25 75.600

3. Pembuatan surat sakit 5,83 3,33 1,75 54.000

(9)

Langkah keempat adalah menyusun standar kelonggaran. Menurut Shipp (1998), standar kelonggaran ini dibagi menjadi 2 kategori yaitu standar kelonggaran terkait kegiatan (kegiatan produktif tidak langsung), dan standar kelonggaran individu (kelonggaran karena beban kerja dalam melaksanakan kegiatan). Rumusnya adalah membagi rata-rata waktu per faktor kelonggaran dengan waktu kerja tersedia.

Tabel Error! No text of specified style in document.. Standar Kelonggaran Terkait Kegiatan Pokok di Bagian Poli Umum Puskesmas Kelurahan Lenteng Agung I

No. Jenis Faktor Kelonggaran Frekuensi (per tahun)

Durasi (menit)

Jumlah Waktu yang Dibutuhkan Per

Tahun (menit)

Standar Kelonggaran

1. Pembuatan laporan kegiatan

bulanan 12 210 2520 0,03

2. Rapat 48 180 8640 0,09

3. Koordinasi lintas sektor/program 48 180 8640 0,09

4. Seminar 8 360 2880 0,03

5. Pelatihan 3 2880 8640 0,09

6. Monev manajemen puskesmas 20 180 3600 0,04

7. Supervisi program UKBM 24 180 3240 0,05

8. Konsultasi/pembinaan kegiatan

puskesmas 18 120 2160 0,02

9. PSN dan GJS 52 60 3120 0,03

10. Menyusun kebijakan dan

perencanaan kegiatan puskesmas 24 120 2880 0,03

11. Menilai kinerja pegawai 12 120 1440 0,02

12. Melaporkan pelaksanaan kegiatan puskesmas kepada Puskesmas Kecamatan

12 120 1440 0,02

Total Standar Kelonggaran 0,54

Untuk standar kelonggaran indovodu dihitung menurut ILO yaitu faktor pribadi dan keletihan dasar didapatkan berdasarkan jenis kelamin dokter umum, yaitu laki-laki. Maka standar kelonggarannya adalah 0,05 dan 0,04. Standar kelonggaran monoton dan tingkat kejenuhan dipilih berdasarkan uraian tugas dokter umum yang bervariasi rendah. Masing-masing standar kelonggaran ini berada pada tinggat sedang, sehingga bernilai masing-masing 0,01 dan 0,02. Total ke empat standar kelonggaran ini adalah 0,12.

Langkah kelima adalah menghitung kebutuhan tenaga per unit kerja, rumusnya adalah membagi kuantitas kegiatan pokok dengan standar beban kerja. Hasilnya adalah jumlah kebutuhan tenaga sementara yang harus dikalikan konstanta terlebih dahulu, konstanta adalah 1 dibagi 1 dikurangi standar kelonggaran individu. Langkah terakhir adalah menambahkan

(10)

jumlah kebutuhan setelah dikali konstanta dengan standar kelonggaran terkait kegiatan pokok.

Tabel 6. Jumlah Kebutuhan Tenaga Setelah Penyesuaian di Bagian Poli Umum Puskesmas Kelurahan Lenteng Agung I

No Kegiatan

Kuantitas Kegiatan

(per tahun)

Standar Beban

kerja (unit per

tahun)

Jumlah Kebutuhan

Tenaga Sementara

Standar Kelonggaran

Individu

Konstanta (1 / 1-x)

Jumlah Kebutuhan

Tenaga

1. Pemeriksaan

medis 16.267 38.104,84 0,43 0,12 1,14 0,49

2. Pembuatan

rujukan 3.979 75.600 0,05 0,12 1,14 0,06

3. Pembuatan

surat sakit 1.315 54.000 0,02 0,12 1,14 0,02

Hasil akhir jumlah dokter umum optimal adalah menambahkan 0,49 dengan 0,06, 0,02, dan 0,54 yaitu 1,11 orang yang dibulatkan menjadi 2 orang.

Pembahasan

1. Jumlah Waktu Kerja Tersedia

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 81/Menkes/SK/2004, perhitungan waktu kerja tersedia meliputi hari kerja, cuti tahunan, pendidikan dan pelatihan, hari libur nasional, ketidakhadiran kerja, dan waktu kerja. Berdasarkan hasil wawancara dan telaah dokumen, didapatkan hasil sebagai berikut.

Hari kerja efektif adalah hari Senin hingga Jumat, hari Sabtu dianggap piket dan hanya tiga orang pegawai yang bertugas melakukan pelayanan. Untuk waktu kerja, didapatkan data bahwa waktu kerja dimulai dari pukul 07.30 hingga pukul 16.00 dengan waktu istirahat dari pukul 12.00 hingga pukul 13.00 untuk hari Senin hingga Kamis dan pukul 07.30 hingga pukul 16.30 dengan waktu istirahat dari pukul 11.30 hingga pukul 13.00 untuk hari Jumat.

Berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dinyatakan bahwa waktu kerja adalah 7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam seminggu untuk 6 (enam) hari kerja atau 8 (delapan) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam seminggu untuk 5

(11)

(lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu. Dari data, dapat dilihat bahwa total jam kerja adalah, 8,5 jam sehari. Namun, berdasarkan hasil pengamatan, waktu kerja efektif dimulainya kegiatan pelayanan di puskesmas adalah pukul 08.00. Sehingga, waktu kerja di mulai dari pukul 08.00 hingga pukul 16.00 atau sebesar 8 jam.

Namun, dalam waktu kerja 8 jam tersebut masih terdapat waktu istirahat sebesar 1 jam, yaitu pukul 12.00 hingga pukul 13.00. Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dinyatakan bahwa istirahat antara jam kerja adalah sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja. Artinya, waktu kerja 8 jam tersebut harus dikurangi 1 jam, karena waktu istirahat tidak termasuk jam kerja. Sehingga, waktu kerja efektif di puskesmas adalah sebesar 7 jam. Artinya, berdasarkan ketentuan, untuk waktu kerja sebesar 7 jam sehari, seharunya ada 6 hari kerja. Namun kenyataannya, di Puskesmas Kelurahan Lenteng Agung I yang memiliki waktu kerja 7 jam sehari, hanya memiliki hari kerja efektif sebanyak 5 hari kerja. Ini menunjukkan, belum terjadi kesesuaian antara kenyataan di lapangan dengan teori ataupun ketentuan yang berlaku.

Untuk cuti tahunan, berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dijelaskan bahwa pekerja/buruh berhak mendapatkan waktu untuk cuti tahunan sekurang-kurangnya 12 hari kerja. Hal ini telah sesuai dengan kenyataan di lapangan, dimana menurut hasil wawancara, dokter umum mendapatkan jatah untuk cuti tahunan sebanyak 12 hari kerja.

Selanjutnya adalah pendidikan dan pelatihan. Berdasarkan hasil wawancara, dokter umum mendapatkan jatah waktu untuk pelatihan sebanyak tiga kali dalam setahun dan satu kalinya berlangsung selama dua hari. Jadi, total jatah waktu untuk pelatihan dokter umum adalah 6 hari dalam setahun. Hal ini telah sesuai dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dimana dijelaskan bahwa setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya melalui pelatihan kerja. Berdasarkan Kepmenkes No.

81/Menkes/SK/2004 juga telah dinyatakan bahwa setiap SDM memiliki hak untuk mengikuti pelatihan minimal sebanyak 6 hari kerja dalam setahun. Artinya, kenyataan di lapangan telah sesuai dengan teori, ketentuan, dan peraturan yang berlaku.

Komponen berikutnya adalah hari libur nasional. Puskesmas menetapakan hari libur nasional untuk dokter umum sesuai dengan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri

(12)

Tenaga dan Transmigrasi, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 05/SKB/MENPAN-RB/08/2013 tentang hari libur nasional tahun 2014. Pada pearturan tersebut dinyatakan bahwa hari libur nasional pada tahun 2014 adalah sebanyak 14 hari kerja. Pada kenyataannya, puskesmas telah menetapkan hari libur sesuai dengan peraturan ini, artinya kenyataan di lapangan telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2. Jumlah Waktu Setiap Pola Kegiatan Dokter Umum

Sebelum melakukan observasi dengan metode work sampling, peneliti terlebih dahulu melakukan telaah dokumen, wawancara, serta pengamatan awalan yang dilakukan seminggu sebelum penelitian berlangsung. Hal ini dilakukan untuk melihat berbagai jenis kegiatan yang dilakukan dokter umum, sehingga memudahkan pengelompokkan kegiatan. Telaah dokumen dilakukan dengan melihat berbagai tugas dan fungsi dokter umum melalui dokumen SKP.

Untuk menambah data, penulis juga melakukan wawancara awalan mengenai berbagai kegiatan dokter umum beserta frekuensi dan durasinya dalam setahun.

Kelompok pola kegiatan di bagi menjadi kegiatan produktif langsung, kegiatan produktif tidak langsung, kegiatan non produktif, dan kegiatan pribadi (Ilyas, 2013). Pada waktu kerja pagi hari, jenis kegiatan produktif langsung yang dilakukan dokter umum adalah kegiatan pemeriksaan medis, pembuatan rujukan, dan pembuatan surat sakit. Diantara seluruh jenis kegiatan ini, kegiatan pemeriksaan medis memiliki proporsi terbanyak yaitu 66,32%, dilanjutkan oleh pembuatan rujukan sebesar 3,82%, dan pembuatan surat sakit sebesar 2,43%

dari seluruh kegiatan dokter umum pada waktu kerja pagi hari. Jenis kegiatan ini adalah hasil pengatagorian berbagai jenis uraian tugas yang dikeluarkan bagian tata usaha puskesmas serta uraian kerja dokter muda yang dikeluarkan oleh Kepmenpan No.

139/KEP/M.PAN/11.2003.

Pada sore hari, jenis kegiatan produktif langsung hanya terdapat pemeriksaan medis, tidak ada kegiatan pembuatan rujukan dan pembuatan surat sakit. Akan tetapi, persentase kegiatan produktif langsung dokter umum pada waktu kerja sore hari secara umum mengalami penurunan dibandingkan dengan kegiatan produktif langsung dokter umum pada waktu kerja sore hari. Hal ini disebabkan oleh adanya penurunan pasien yang cukup besar pada sore hari.

Kegiatan produktif langsung dokter umum pada waktu kerja sore hari adalah pemeriksaan medis sebesar 4,17% dari seluruh kegiatan dokter umum pada waktu kerja sore hari.

(13)

Kegiatan produktif tidak langsung dokter umum pada waktu kerja pagi hari adalah 0% atau tidak ada kegiatan produktif tidak langsung yang berlangsung pada pagi hari. Hal ini dikarenakan bahwa kegiatan produktif tidak langsung dokter umum berupa rapat dan kerja sama lintas sektor dilaksanakan pada sore hari saat dimana jumlah pasien telah berkurang besar dibanding pagi hari. Pada sore hari, kegiatan produktif tidak langsung terbesar adalah koordinasi lintas sektor/program sebesar 41,67% dan dilanjutkan oleh rapat sebesar 25,92%.

Kegiatan non produktif yang dilakukan dokter umum pada waktu kerja pagi hari terbanyak adalah mengobrol sebesar 5,56%, kemudian tidak di tempat sebesar 2,43%, memainkan media elektronik sebesar 1,74%, istirahat sebesar 0,69%, dan belum datang/sudah pulang sebesar 0,34%. Sedangkan pada waktu kerja sore hari, kegiatan non produktif yang dilakukan dokter umum terbanyak adalah mengobrol sebesar 8,33%, kemudian belum datang/sudah pulang sebesar 4,17%, tidak di tempat sebesar 1,39%, memainkan media elektronik sebesar 1,39%, dan istirahat sebesar 0,92%.

Dari perbandingan proporsi kegiatan non produktif antara pagi hari dan sore hari, dapat disimpulkan bahwa waktu kerja sore hari lebih banyak memberikan kelonggaran pada dokter umum untuk mengerjakan kegiatan lain selain tugas pokoknya. Kondisi ini selaras dengan penurunan proporsi kegiatan produktif langsung sore hari dibanding pagi hari. Secara singkat, dari data-data tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat produktivitas pada waktu kerja sore hari lebih rendah dibandingkan produktivitas pada pagi hari.

Berdasarkan data dapat terlihat bahwa etos kerja dokter umum cukup baik dengan cukup rendahnya kegiatan non produktif pada pagi hari yaitu sebesar 10,76%. Namun, kegiatan non produktif mengalami kenaikan yang pada sore hari, yaitu menjadi 16,20%. Ini didukung oleh rendahnya jumlah pasien pada sore hari yang membuat dokter umum lebih leluasa melakukan kegiatan di luar tugas pokoknya. Menurut Fox (1989) dalam Ritung (2003), waktu kerja non produktif atau waktu kerja yang terbuang menyebabkan terhentinya suatu produksi yang disebabkan oleh kurangnya pengawasan dan etos kerja pegawai yang belum baik. Sehingga, dapat dilihat bahwa pada dasarnya, kinerja dan produktifitas dokter umum dapat meningkat apabila waktu untuk kegiatan non produktif ini dihilangkan.

Kegiatan pribadi dokter umum pada waktu kerja pagi hari terbesar adalah toilet sebesar 4,86%, dilanjutkan oleh sholat sebesar 4,17%, bersiap sebanyak 3,82%, dan makan sebesar 3,82%. Sedangkan pada waktu kerja sore hari, kegiatan pribadi dokter umum terbesar adalah makan sebanyak 6,48%, dilanjutkan oleh toilet sebesar 2,78%, bersiap sebesar 1,86%, dan

(14)

sholat sebesar 0,92%. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Hellwig (1991) dalam Suharyono (2005), bahwa hal penting dalam menyusun waktu kerja adalah mencakup waktu kelonggaran, yaitu waktu yang disediakan untuk melakukan kegiatan pribadi. Misalnya, waktu untuk istirahat dan sebagainya.

Berdasarkan data, didapatkan bahwa total waktu yang dipakai dokter umum untuk kegiatan pribadi selama 6 hari pengamatan adalah 370 menit atau rata-rata 15%. Menurut International Labour Office (1975), standar kelonggaran dasar untuk kebutuhan pribadi adalah 5% untuk pria ditambah 4% untuk keletihan dasar, sedangkan untuk wanita adalah 7%

untuk kebutuhan pribadi ditambah 4% untuk keletihan dasar. Jadi, rata-rata standar dasar untuk kebutuhan pribadi adalah 10%. Berdasarkan teori ini, maka kegiatan pribadi dokter umum dalam penelitian mengalami kelebihan sebesar 5%. Sedangkan menurut Hellwig (1991) dalam Suharyono (2005), waktu untuk keperluan pribadi biasanya adalah sebesar 15%. Hal ini telah sesuai dengan hasil penelitian, yaitu waktu untuk kegiatan pribadi sebesar 15%.

3. Penggunaan Waktu Produktif Dokter Umum

Berdasarkan hasil observasi, diketahui bahwa pada pagi hari proporsi kegiatan produktif dokter umum adalah sebesar 72.57% dan kegiatan lain sebesar 27,43%. Sedangkan pada sore hari, proporsi kegiatan produktif dokter umum adalah sebesar 71,76% dan kegiatan lain sebesar 28,24%. Penggunaan waktu produktif terhadap keseluruhan jumlah waktu kerja dokter umum dalam satu hari, yaitu sebesar 72,22% dan kegiatan lain sebesar 27,78%.

Terlihat bahwa ada penurunan produktivitas antara waktu kerja pagi hari dan sore hari walaupun tidak signifikan. Penurunan ini dikarenakan pada sore hari, terjadi penurunan kegiatan produktif langsung. Pada sore hari, terjadi penurunan jumlah pasien yang signifikan.

Namun, hal ini mampu diimbangi dengan kegiatan produktif tidak langsung yang mengambil sebagian waktu kerja pada sore hari.

Penggunaan waktu produktif dokter umum di Bagian Poli Umum Puskesmas Kelurahan Lenteng Agung I belum dapat dikatakan produktif. Menurut Ilyas (2013), tenaga baru dapat dikatakan produktif apabila mencapai tingkat produktifitas 80%. Artinya, produktifitas dokter umum masih kurang 8% lagi untuk mencapai produktifitas optimal.

(15)

4. Perhitungan Jumlah Kebutuhan Dokter Umum Berdasarkan Metode WISN

Waktu yang digunakan untuk menyelesaikan satu unit kegiatan pokok (produktif langsung) diperlukan untuk menghitung besaran standar beban kerja tenaga dalam satu tahun. Untuk mendapatkan rata-rata waktu penyelesaian satu unit kegiatan pokok, caranya adalah membagi rata-rata waktu produksi kegiatan pokok tersebut dalam satu hari dengan rata-rata kuantitas kegiatana pokok tersebut dalam satu hari. Dari Tabel 5.5, diketahui bahwa rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk pemeriksaan medis adalah 2,48 menit, pembuatan surat rujukan 1,25 menit, dan pembuatan surat sakit 1,75 menit. Seharusnya, rata-rata waktu waktu yang dibutuhkan untuk tiap kegiatan pokok ini dibandingkan dengan standar waktu kegiatan yang disusun oleh puskesmas. Namun, Puskesmas Kelurahan Lenteng Agung I ini belum memiliki standar waktu tersebut, oleh karena itu data ini tidak dapat dianalisis lebih mendalam.

Untuk mendapatkan besaran standar beban kerja dokter umum selama satu tahun, langkah selanjutnya adalah membagi besaran waktu kerja tersedia dokter umum selama satu tahun dengan rata-rata waktu penyelesaian satu unit kegiatan pokok. Dari Tabel 5.6 diperoleh standar beban kerja untuk pemeriksaan medis sebesar 39.120,97 unit, pembuatan rujukan sebesar 77.616 unit, dan pembuatan surat sakit sebesar 55.440 unit.

Standar kelonggaran adalah besaran waktu yang diperlukan oleh tenaga untuk melakukan semua jenis kegiatan yang tidak terkait langsung atau mempengaruhi tinggi rendahnya kualitas atau jumlah kegiatan produksi unit layanan (Kepmenkes No. 81/Menkes/SK/2004).

Menurut Shipp (1998), standar kelonggaran dibagi menjadi 2 kategori yaitu standar kelonggaran terkait kegiatan (kegiatan produktif tidak langsung) dan standar kelonggaran individu (kelonggaran karena beban kerja dalam melaksanakan kegiatan). Standar kelonggaran terkait kegiatan diperoleh dari jumlah waktu untuk kegiatan produktif tidak langsung. Total standar kelonggaran terkait kegiatan pokok adalah 0,54. Sedangkan standar kelonggaran individu menggunakan standar kelonggaran yang ditetapkan oleh International Labour Organization (ILO) yang disesuaikan dengan faktor kondisi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok tersebut.

Standar kelonggaran individu yang disertakan dalam penelitian ini adalah standar kelonggaran untuk kebutuhan pribadi, keletihan dasar, monoton, dan tingkat kejenuhan.

Kedua faktor kelonggaran yang disebutkan pertama kali, yaitu kelonggaran untuk kebutuhan pribadi dan keletihan dasar merupakan variabel tetap yang memang dikenakan untuk setiap pekerja. Oleh karena dokter umum adalah pria, maka standar kelonggaran untuk kebutuhan

(16)

pribadi adalah sebesar 5% dan kelonggaran untuk keletihan dasar adalah 4%. Faktor kelonggaran monoton dan kejenuhan ditambahkan karena uraian tugas dokter umum merupakan kegiatan dengan variasi yang rendah, sehingga timbul monotonitas dan tingkat kejenuhan. Masing-masing berjumlah 1% dan 2%. Hasil dari standar kelonggaran individu adalah 0,12 untuk pemeriksaan medis, pembuatan rujukan dan pembuatan surat sakit.

Langkah terakhir adalah menghitung jumlah kebutuhan tenaga dengan hasil akhir 1,11.

Menurut Shipp (1998), yang menyatakan bahwa jika hasil akhir ada diantara 1,1 hingga 1,9, maka hasil dibulatkan ke atas menjadi 2 orang. Menurut Shipp (1998), nilai 1,11 artinya satu orang tenaga mengalami over utilisasi atau beban kerja yang lebih besar daripada kapasitasnya sebesar 11% dan untuk mencapai pelayanan yang efektif maka sebaiknya menambahkan satu orang tenaga lagi.

Menurut Mangunpawira (2003), beban kerja yang dibebankan kepada karyawan dapat terjadi dalam tiga kondisi. Pertama, beban kerja sesuai standar. Kedua beban kerja terlalu tinggi (over capacity). Ketiga, beban kerja yang terlalu rendah (under capacity). Beban kerja yang terlalu berat atau ringan akan berdampak terjadinya efisiensi kerja. Beban kerja yang terlalu ringan berarti terjadi kelebihan karyawan sehingga terjadi ketidakefisiensian biaya.

Sebaliknya, jika beban kerja terlalu berat, maka kinerja karyawan tidak akan efektif dikarenakan adanya kelebihan beban kerja. Dengan adanya over utilisasi, artinya beban kerja lebih tinggi dibandingkan dengan kapasitas tenaga yang ada (over capacity). Sehingga, sebaiknya adalah menambah jumlah tenaga agar sesuai dengan bebannya. Hasil akhirnya, adalah terjadinya efisiensi biaya dan efektifitas tenaga.

Terakhir, perlu diperhatikan bahwa dokter umum ini memiliki double job, dimana dokter umum juga merangkap sebagai kepala puskesmas. Hal ini tentunya tidak akan menghasilkan kinerja yang optimal, baik dari sisi pelayanan kesehatan maupun sisi manajerial. Dokter umum sebaiknya tidak memikirkan kegiatan lain di luar uraian tugasnya sebagai dokter umum sehingga kualitas pelayanan dapat meningkat. Namun, berdasarkan hasil pengamatan didapatkan hasil yang mengindikasikan rendahnya mutu pelayanan. Hal ini dapat terlihat dari rata-rata penyelesaian kegiatan pokok oleh dokter umum pada Tabel 5.5. Berdasarkan tabel, didapatkan data bahwa untuk melaksanakan satu kegiatan pemeriksaan medis atau untuk menangani satu orang pasien, dokter umum membutuhkan waktu 2,5 menit. Jika dibandingkan dengan penelitian Lestari (2006), yang menyatakan bahwa untuk melakukan satu kegiatan pemeriksaan umum oleh dokter umum di puskesmas dibutuhkan waktu 10 menit, waktu pemeriksaan dokter umum di Puskesmas Kelurahan Lenteng Agung I adalah 4

(17)

kali lebih cepat. Perbandingan yang signifikan ini adalah salah satu ciri-ciri pelayanan yang belum bermutu.

Tugas kepala puskesmas adalah kegiatan manajerial yang membutuhkan waktu yang panjang untuk menyusun perencanaan dan kebijakan puskesmas agar tercipta pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan mampu mencapai target serta tujuan puskesmas. Untuk ini, sering kali kepala puskesmas dituntut untuk menjalankan tugas di luar puskesmas, misalnya koordinasi lintas sektor atau program yang biasanya dilaksanakan di kantor lurah, puskesmas kecamatan, maupun dinas kesehatan. Hal ini dapat terlihat dari Tabel 5.2, dimana kegiatan dokter umum pada sore hari didominasi oleh koordinasi lintas sektor sebesar 41,67%.

Berdasarkan hasil pengamatan, dapat terlihat bahwa jumlah pasien pada sore hari mengalami penurunan yang drastis. Ini dapat terlihat dari Tabel 5.2 yang menunjukkan bahwa kegiatan pada pemeriksaan medis pada sore hari hanya sebesar 4,17%. Rendahnya jumlah pasien pada sore ini diindikasikan sebagai salah satu penyebab dokter umum meninggalkan puskesmas untuk kegiatan koordinasi lintas sektor atau program. Namun, hal ini akan berdampak pada kualitas pelayanan poli umum, dimana dapat terjadi pasien yang mengalami darurat medis pada sore hari, namun dokter umum tidak ada di tempat. Akhirnya, yang menangani pasien tersebut adalah perawat yang ada. Hal ini tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. 279 yang menyatakan bahwa perawat dapat melakukan pemeriksaan awal namun tidak dapat melakukan penegakan diagnosis. Sehingga akibatnya adalah terjadi ketidaksesuaian antara peraturan dengan kenyataan di lapangan.

Berdasarkan Kepmenpan No. 75 Tahun 2004 didapatkan data bahwa untuk Puskesmas Perkotaan membutuhkan setidaknya 2 orang dokter umum. Dengan berbagai data-data ini, dapat semakin mendukung hasil perhitungan dengan metode WISN yang menyatakan bahwa dibutuhkan dua orang dokter umum di puskesmas tersebut. Salah satu dokter umum ini dapat melepaskan tanggung jawabnya sebagai dokter umum dan berkonsentrasi penuh sebagai kepala puskesmas demi terselenggaranya pelayanan kesehatan di puskesmas yang bermutu, efektif, dan efisien.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil observasi terhadap pola kegiatan dokter umum, dapat disimpulkan bahwa proporsi kegiatan produktif baik langsung maupun tidak langsung dokter umum sudah

(18)

tergolong tinggi. Penggunaan waktu produktif dokter umum di Bagian Poli Umum Puskesmas Kelurahan Lenteng Agung I pada satu hari kerja adalah 303,34 menit atau 72,22%

dari jumlah keseluruhan waktu kegiatan dalam satu hari kerja. Angka produktifitas ini dianggap belum mencapai tingkat produktif. Menurut Ilyas (2013), tenaga dianggap produktif apabila tingkat produktifitas mencapai 80%.

Berdasarkan data primer serta data sekunder yang berhasil dikumpulkan, dan setelah diolah dengan menggunakan metode WISN, maka diperoleh kesimpulan bahwa jumlah optimal kebutuhan dokter umum di Bagian Poli Umum Puskesmas Kelurahan Lenteng Agung I adalah sebanyak 2 orang. Jumlah dokter umum saat ini hanya 1, artinya terdapat kekurangan jumlah tenaga sebanyak 1 orang.

Saran

1. Menggunakan hasil penelitian sebagai bahan advokasi untuk perencanaan dan pengembangan tenaga dokter umum, yaitu menambah satu orang dokter umum.

2. Hasil penelitian diperoleh dengan menggunakan metode work sampling, sehingga harus ditinjau kembali dalam kurun waktu tertentu.

3. Untuk tindak lanjut, sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat kualitas kerja dokter umum.

4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat penyebab produktifitas dokter umum yang belum optimal.

5. Sebaiknya puskesmas menyusun standar waktu kegiatan untuk masing-masing kegiatan di puskesmas, sehingga dapat diukur kualitas sehingga mendukung saat mengambil kebijakan mengenai jumlah tenaga di masa mendatang.

Daftar Referensi

Badan Pusat Statistik (2010, Agustus). Hasil Sensus Penduduk 2010: Data Agregat per Provinsi. Juli 1, 2014.

(19)

Badan Pusat Statistik Kota Administrasi Jakarta Selatan. Jakarta Selatan dalam Angka Tahun 2013. Jakarta Selatan: BPS.

Barnes, RM. (1980). Time and Motion Study and Measurement of Work. New York: John Wiley & Sons.

Brannick, M.T., & Levine, E.L. (2002). Job Analysis: Methods, Research, and Applications for Human Resource Management in the New Millennium. Sage Publication.

Depkes RI (2003, Agustus 21). Keputusan Menteri Kesehatan No.

1202/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Juli 1, 2014.

Depkes RI (2004, Januari 13). Keputusan Menteri Kesehatan No. 81/Menkes/SK/I/2004 tentang: Pedoman Penyusunan Perencanaan SDM Kesehatan di Tingkat Propinsi, Kabupaten/Kota serta Rumah Sakit. Juni 5, 2014.

Depkes RI (2009, Oktober 13). Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Mei 10, 2014.

Heidjrachman R. & Suad H. (2002). Manajemen Personalia. Yogyakarta: BPFE.

Ilyas, Y. (2013). Perencanaan SDM Rumah Sakit: Teori, Metode dan Formula (4th ed).

Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

International Labour Organization (1975). Penelitian Kerja dan Produktifitas: Introduction to Work Study. Jakarta: Erlangga.

Kepmenpan. (2003, November 7). Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.

139/KEP/M.PAN/11/2003 tentang Jabatan Fungsional Dokter dan Angka Kreditnya. 3 Juni 2014.

Kepmenpan (2004, Juli 23). Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.

75/KEP/M.PAN/7/2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil. 1 Juli 2014.

Lestari, S.P. Gambaran Perencanaan Kebutuhan Tenaga Dokter Umum dan Dokter Gigi Puskesmas Serta Analisis Perhitungannya dengan Metode WISN di Kota Bekasi Tahun 2008 [skripsi]. Program Studi Kesehatan Masyarakat FKM UI.

Mangunpawira. (2003). Analisis Beban Kerja Karyawan di Perusahaan. Jakarta: PT.

Gramedia.

(20)

Moleong, J.L. (2008). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Republik Indonesia (2003, Maret 25). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Juli 1, 2014.

Republik Indonesia (2004, Oktober 19). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Juli 1, 2014.

Republik Indonesia (2011, November 25). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial. Juli 1, 2014.

Republik Indonesia (2012, Agustus 13). Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 Tentang Sistem Kesehatan Nasional. Juli 1, 2014.

Republik Indonesia (2013, Januari 18). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan. Juli 1, 2014.

Shipp, P. J. (1998). Workload Indicators of Staffing Need (WISN): A Manual for Implementation. Boston: Initiatives Inc.

Gambar

Tabel 1. Jumlah Waktu Setiap Pola Kegiatan Dokter Umum dalam Enam Hari Kerja di Bagian Poli  Umum Puskesmas Lenteng Agung I, Tahun 2014
Tabel 4. Standar Beban Kerja Per Tahun Per Kegiatan Pokok di Bagian Poli Umum Puskesmas  Kelurahan Lenteng Agung I, Tahun 2014
Tabel 6. Jumlah Kebutuhan Tenaga Setelah Penyesuaian di Bagian Poli Umum Puskesmas Kelurahan  Lenteng Agung I  No  Kegiatan  Kuantitas Kegiatan  (per  tahun)  Standar Beban kerja  (unit per  tahun)  Jumlah  Kebutuhan Tenaga Sementara  Standar  Kelonggaran

Referensi

Dokumen terkait

Dari gambar arsitektur diatas menunjukkan bahwa sumber data utama adalah citra garis telapak tangan kiri, selanjutnya citra tersebut akan dilakukukan pre-processing

Masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah mengapa pengadaan perumahan sewa bagi pekerja industri dengan sistem kemitraan diantara pihak- pihak terkait seperti

Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak kasar biji buah langsat terhadap Salmonella typhi , mengetahui kandungan metabolit

Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang aktivitas senyawa aktif pada rimpang lengkuas tersebut dan dengan berbagai konsentrasi dapat

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis pertama (H1) pada penelitian ini menunjukkan bahwa variabel bebas LDR, IPR, NPL, APB, IRR, PDN, BOPO, dan FBIR secara

Adapun perlakuan yang diberikan adalah suatu perlakuan (eksperimen). Adapun perlakuan yang diberikan adalah perbedaan strategi/metode pembelajaran pada siswa. Adapun

Dari pelaksanaan zakat hasil tambak yang ada di Desa Bedono Kecamatan Sayung Kabupaten Demak, maka dapat penulis analisis, bahwa dalam menentukan zakat mereka

Inovasi Excel square merupakan inovasi guru dalam penghitungan formulasi pakan pada proses pembuatan pakan ikan dalam budidaya ikan dengan menggunakan computer sebagai alat