• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Lokasi

Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta merupakan dataran rendah dan landai dengan ketinggian rata-rata 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi antara 5o19’12" LS sampai 6o23’54" LS dan 106o22’42" BT sampai 106o58’18" BT. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Nomor 171 Tahun 2007, luas wilayah Provinsi DKI Jakarta adalah 7.639,83 km2, terdiri dari daratan seluas 662,33 km2, termasuk 110 pulau di Kepulauan Seribu, dan lautan seluas 6.997,50 km2. Persentase luas daratan dan lautan adalah 8,67% luas daratan dan 91,33% luas lautan.

Batas-batas wilayah Propinsi DKI Jakarta adalah: • Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa.

• Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bekasi (Propinsi Jawa Barat). • Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor (Propinsi Jawa Barat). • Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang (Propinsi Banten).

Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi 5 (lima) wilayah kotamadya dan satu kabupaten administratif, yakni: Kotamadya Jakarta Utara dengan luas 146,66 km2, Jakarta Barat dengan luas 129,54 km2, Jakarta Timur dengan luas 188,03 km2, Jakarta Pusat dengan luas 48,13 km2, dan Kotamadya Jakarta Selatan dengan luas 141,27 km2, serta Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu dengan luas 8,70 km2. Adapun luas wilayah DKI Jakarta menurut kabupaten/kota disajikan dalam Gambar 11.

Wilayah Jakarta Utara dengan luas daratan 146,66 km2 mempunyai batas– batas geografis sebagai berikut:

• Sebelah Utara dengan Laut Jawa

• Sebelah Timur berbatasan dengan Kali Bloncong dan Kali Ketapang Jakarta • Sebelah Selatan berbatasan dengan Pedongkelan, Sungai Begog–selokan

Petukangan, Kali Cakung.

• Sebelah Barat berbatasan dengan Jembatan Tiga, Kali Muara Karang dan Kali Muara Angke.

(2)

 

Gambar 11 Luas Wilayah propinsi DKI Jakarta menurut Kabupaten / Kota (BPS Jakarta 2009)

Secara administratif, wilayah Jakarta Utara terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu: Kecamatan Penjaringan, Pademangan, Tanjung Priok, Koja, Cilincing dan Kecamatan Kelapa Gading. Kecamatan yang paling luas adalah Kecamatan Penjaringan disusul Kecamatan Cilincing. Luas wilayah Jakarta Utara menurut kecamatan disajikan dalam Tabel 17.

Tabel 17 Luas wilayah menurut kecamatan di Jakarta Utara

Kecamatan Luas (Km2) % Kelurahan RW RT

Penjaringan 45,41 30,96 5 63 764 Pademangan 11.92 8,13 3 34 408 Tanjung Priok 22,52 15,36 7 101 1,237 Koja 12,25 8,35 6 75 814 Cilincing 39,70 27,07 7 78 884 Kelapa Gading 14,87 10,14 3 54 569 TOTAL 146.66 31 405 4,676 Sumber : BPS Jakarta 2009 

(3)

Wilayah pesisir teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis lintang 5o48’30” LS hingga 5o57’00” LS dan garis bujur 106o33’00” BT hingga 107o03’00” BT yang membentang dari Tanjung Pasir di bagian Barat hingga ke Tanjung Karawang di bagian Timur. Secara administrasi perairan laut Jakarta berbatasan dengan Kabupaten Bekasi di sebelah Timur dan Kabupaten Tangerang di sebelah Barat. Teluk seluas 285 km2, dengan garis pantai sepanjang 35 km dan rata-rata kedalaman perairan 8,4 m yang menjadi tempat bermuaranya 9 (sembilan) buah sungai dan 2 (dua) buah kanal.

Secara geologis, seluruh dataran terdiri dari endapan pleistocene yang terdapat pada ±50 m di bawah permukaan tanah. Bagian selatan terdiri atas lapisan alluvial, sedang dataran rendah pantai merentang ke bagian pedalaman sekitar 10 km. Dibawahnya terdapat lapisan endapan yang lebih tua yang tidak tampak pada permukaan tanah karena tertimbun seluruhnya oleh endapan alluvial. Di wilayah bagian utara terdapat pada kedalaman 10-25 m, makin ke selatan permukaan keras semakin dangkal 8-15 m. Pada bagian tertentu juga terdapat lapisan permukaan tanah yang keras dengan kedalaman 40 m.

Wilayah pesisir Teluk Jakarta merupakan salah satu wilayah pesisir di Indonesia yang memiliki dinamika pemanfaatan yang sangat tinggi, mengingat Jakarta sebagai Ibu Kota Negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi. Hal ini berakibat pada terjadinya tekanan yang cukup besar terhadap kondisi lingkungan di sekitar teluk dan sepanjang wilayah pesisirnya.

4.2 Karakterisitik Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir Pantura Jakarta Bentuk dan tipe(morfologi) pantai sangat tergantung pada letak/posisi geografis, topografi, substrat serta kondisi hidro-oseanografi di wilayah sekitarnya. Pantai Utara Jakarta termasuk dalam tipe pantai semi tertutup karena merupakan daerah teluk. Ekosistem pantai yang terdapat di pesisir dijumpai hutan mangrove di Kecamatan Penjaringan dan Cilincing yang jenis pantainya adalah landai. Ekosistem terumbu karang dan padang lamun tidak dijumpai di sepanjang pesisir karena kondisi perairan tidak jernih dan tingginya sedimen dari sungai yang bermuara di Teluk Jakarta.

Kawasan Pesisir dan Laut Teluk Jakarta merupakan wilayah pesisir yang strategis sekaligus paling rentan terhadap perubahan, gangguan, dan pencemaran

(4)

oleh manusia. Strategis karena Teluk Jakarta merupakan pintu gerbang utama aktivitas ekonomi kelautan di Indonesia, khususnya untuk wilayah bagian barat. Namun dikatakan paling rentan karena daerah ini merupakan penyangga bagi ekosistem daratan Jakarta yang demikian tinggi aktivitas manusianya. Kerentanan Teluk Jakarta juga disebabkan oleh terus meningkatnya kebutuhan pemanfaatan ruang di wilayah pesisir untuk kegiatan pariwisata, industri, dan permukiman.

Habitat pesisir memiliki peranan penting bagi perlindungan daratan pesisir dari berbagai gangguan eksternal. Semakin luas habitat pesisir semakin besar pula perlindungan terhadap daratan pantai. Habitat pesisir disepanjang pesisir Pantai Utara Jakarta hanya dijumpai ekosistem mangrove dan dalam jumlah yang sedikit bila dibandingkan dengan panjang garis pantai dan luas daratannya.

Habitat pesisir ini selain memiliki fungsi perlindungan fisik terhadap daratan, juga memiliki fungsi ekologis dan ekonomis yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat disekitar pesisir Jakarta. Perbandingan luas habitat pesisir dengan luas daratan Jakarta utara adalah sangat kecil.

4.2.1 Ekosistem Mangrove

Ekosistem mangrove di wilayah Jakarta Utara yang tercatat seluas ± 192,35 ha, masing-masing di Suaka Margasatwa Muara Angke ± 25,23 ha, TWA Angke Kapuk ± 99,82 ha, Hutan Lindung Angke ± 50,8 ha dan hutan mangrove Marunda ± 16,5 ha, kondisinya saat ini diperkirakan seluruhnya hanya tersisa ± 42,05 ha (21,86%) dengan rincian SM. Muara Angke ± 10,1 ha, TWA Angke Kapuk ± 9,98 ha, hutan lindung Angke ± 20,32 ha dan hutan mangrove Marunda ± 1,65 ha (Dephut 2002). Luasan mangrove disajikan dalam Tabel 18.

Tabel 18 Luasan Ekosistem mangrove di wilayah Jakarta Utara.

Lokasi Luas (ha) Luas saat ini (ha) (Pohon/ha) Kerapatan

SM Muara Angke 25,02 10,10 120 - 200

TWA Angke Kapuk 99,82 9,98 300 - 500

Hutan Lindung Angke 44,76 20,32 250 - 500 Hutan Mangrove Marunda 16,50 1,65 100 - 200

Total 192,35 42,05

(5)

Taman Wisata Alam Angke Kapuk terletak di wilayah Kotamadya Jakarta Utara, Taman Wisata Alam (TWA) Angke Kapuk adalah salah satu kawasan konservasi alam yang berekosistem mangrove. Areal seluas 99,82 ha ini memiliki vegetasi utama berupa pepohonan mangrove atau yang sering disebut pepohonan bakau. Saat itu terjadi perambahan hutan mangrove dan perubahan fungsi kawasan secara ilegal (antara lain pengusahaan penambakan ikan dan pemukiman). Banyaknya perubahan fungsi lahan di Pantai Utara Jakarta yang sangat mengkhawatirkan membuat kawasan ini menjadi satu-satunya areal hijau yang masih dapat dikembangkan untuk kepentingan peningkatan kualitas lingkungan hidup.

Kawasan ini telah direhabilitasi seluas 40 hektar dan ditanami kembali oleh berbagai pepohonan mangrove. Suaka margasatwa ini terletak berdampingan dengan kawasan pemukiman elit Pantai Indah Kapuk. Tekanan berat terhadap kawasan mangrove di DKI Jakarta, lebih cenderung disebabkan karena perambahan, dan alihfungsi kawasan terutama untuk kepentingan tambak ikan.

Terdegradasinya kawasan mangrove di DKI Jakarta disebabkan oleh tumbuh berkembangnya pusat-pusat kegiatan aktivitas manusia. Aspek kegiatan tersebut, antara lain meliputi: (a) pengembangan permukimam, seperti kawasan Pantai Indah kapuk, (b) pembangunan fasilitas rekreasi, dan (c) pemanfaatan lahan pasang surut untuk kepentingan budidaya pertambakan.

Kawasan mangrove di Teluk Jakarta, keadaannya telah terganggu dan tidak mampu lagi mendukung keseimbangan lingkungan dan sumber pendapatan para nelayan disekitarnya. Ekosistem mangrove yang berfungsi sebagai penyangga sempadan pantai sudah tidak lagi efektif peranan dan fungsinya karena ketebalannya terbatas dengan kondisi kerapatan jarang (120 pohon/ha), padahal kerapatan pada kawasan mangrove normal tercatat 900 - 1.400 pohon/ha.

Berkurangnya populasi mangrove juga berakibat pada meningkatnya laju abrasi daerah pantai, meningkatnya laju intrusi air laut serta berkurangnya masukan unsur hara bagi biota perairan. Di pantai Marunda, abrasi sangat kuat terjadi hampir sepanjang tahun dan telah berlangsung cukup lama. Beberapa rumah penduduk telah hilang ditelan laut, luas kawasan berkurang dengan cepat. Saat ini di Pantai Marunda, mangrove hanya dijumpai dalam jumlah relatif kecil.

(6)

Setidaknya 831 ha hutan bakau di Pantai Utara Jakarta telah direklamasi menjadi kawasan perumahan elit (Pantai Indah Kapuk). Pantai Indah Kapuk merupakan sebuah perumahan eliter yang berdiri di atas lahan seluas 800 ha di daerah Pantai Utara Jakarta. Digagas pada tahun 1990 dan berdiri di atas lahan reklamasi. Dikembangkan dibawah bendera PT. Mandara Permai menguasai 1.163 ha lahan hasil reklamasi ini yang selain dijadikan perumahan elite, juga dijadikan padang golf. Hilangnya kawasan hutan bakau di Pantai Utara Jakarta menyebabkan terjadinya hal-hal berikut:

• Meningkatnya intrusi air lau ke daratan,

• Menyebabkan semakin parahnya banjir di Jakarta dari waktu ke waktu. Yang

paling menjadi masalah adalah ketika banjir sampai melanda Jalan Tol Soedyatmo (tol bandara) pada km 26 – 28 dengan ketinggian air hingga mencapai 1,5 m.

Proyek reklamasi Pantura membentang sepanjang ± 32 km dari sebelah timur perbatasan Cilincing dengan Kabupaten Bekasi sampai dengan sebelah barat perbatasan Penjaringan dengan Kabupaten Tangerang. Proyek ini melakukan penimbunan pantai pada kedalaman hingga 8 m dan lebar 2 km dari bibir pantai.

Selain terciptanya perubahan dan kerusakan lingkungan, di bagian wilayah hulu juga ikut andil dalam memperburuk kondisi kawasan pantai. Berbagai bentuk masukan bahan padatan sedimen (erosi), bahan cemaran baik yang bersumber dari industri maupun rumah tangga merupakan salah satu faktor penyebab pendangkalan pantai dan kerusakan ekosistem mangrove.

Perambahan dan perombakan kawasan mangrove oleh masyarakat sebagai wahana tambak, merupakan salah satu faktor penyebab hilangnya kawasan mangrove. Salah satu bukti yang cukup menonjol hasil inventarisasi kawasan mangrove di sekitar Cagar Budaya Pitung Jakarta Utara pada tahun 1998 tercatat 8,5 ha, dengan kondisi kawasan yang masih relatif baik ditinjau dari habitat dan kehadiran jenisnya. Namun demikian hasil evaluasi tahun 2000, kawasan seluas tersebut telah berubah total menjadi hamparan pertambakan.

(7)

4.2.2 Ekosistem Padang Lamun

Dilokasi kajian di sepanjang Pantai Utara Jakarta, kondisi ekosistem padang lamun sangat kurang bahkan bisa dikatakan tidak ada. Tutupan lamun miskin karena kualitas perairan yang tercemar dan akibat adanya reklamasi pantai. Dimensi daya adaptasi pada pengukuran dan skor penilaian parameter tutupan lamun berada pada skor 1 (satu).

Beberapa faktor yang mempengaruhi kerusakan padang lamun antara lain pencemaran oleh limbah industri, limbah rumah tangga, pembuangan sampah organik, pengerukan pasir dan reklamasi pantai.

4.2.3 Ekosistem Terumbu Karang

Dari hasil pengamatan dan studi literatur terkait dengan data ekosistem terumbu karang yang dianalisis mencakup luasan (sebaran habitat) dan persentasi tutupan karang hidup. Analisis sebaran ekosistem terumbu karang dilakukan dengan menggunakan analisis sistem informasi geografis. Berdasarkan interpretasi citra, ekosistem terumbu karang dijumpai di kepulauan Seribu yang merupakan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu hasil pemekaran dari Kotamadya Jakarta Utara sebagai induk.

Dilokasi kajian di sepanjang Pantai Utara Jakarta tidak ditemukan adanya ekosistem terumbu karang sehingga tutupan karang hidup bisa dikatakan sangat rendah atau tidak ada. Dimensi daya adaptasi pada pengukuran dan skor penilaian parameter tutupan karang hidup berada pada skor 1 (satu).

Ekosistem terumbu karang tidak berkembang baik di perairan Teluk Jakarta. Hal ini disebabkan oleh tingginya pencemaran dan suspensi padatan terlarut (sedimen) sehingga terumbu karang tidak dapat tumbuh dengan baik.

4.2.4 Sumberdaya Pesisir Pantura Jakarta

Berdasarkan hasil penafsiran dari citra satelit ALOS tahun 2006 melalui penerapan elemen-elemen penafsiran yang dikombinasikan dengan prosedur eliminasi dalam proses identifikasi dan pengecekan dengan kompilasi data digital dan hard copy peta Rupa Bumi Bakosurtanal, diperoleh beberapa kelas utama pada daerah pengamatan (area of interest/AOI) pada citra satelit kawasan pesisir

(8)

Teluk Jakarta yakni: 1) Vegetasi alami; 2) Tanaman budidaya; 3) Lahan termanfaatkan (non vegetasi); 4) Lahan terbuka; dan 5) Tubuh/badan air.

Menurut Amri K et al. (2008) menyatakan bahwa kawasan pesisir bagian barat Teluk Jakarta terdiri dari berbagai jenis pemanfaatan lahan mulai dari kegiatan pemukiman, perikanan budidaya tambak, pemancingan, kawasan konservasi hutan lindung/suaka marga satwa, pelabuhan pendaratan ikan (TPI), pelelangan, industri perikanan dan industri non perikanan, sarana transportasi (jalan) dan lalu lintas kapal. Pada lokasi tertentu masih dijumpai adanya jenis-jenis vegetasi (belukar dan tanaman keras) maupun vegetasi mangrove.

Populasi mangrove didominasi oleh tanaman bakau (Rhyzopora) dan api-api (Avicennia marina). Keberadaan dan kondisinya sudah dalam kondisi mengkhawatirkan, dimana populasi mangrove yang ada sudah banyak yang berkurang dengan kegiatan pembukaan dan pemanfaatan lahan pesisir. Hampir semua populasi mangrove yang ada di wilayah pesisir Teluk Jakarta tumbuh di perairan dangkal dengan kedalaman sekitar 1 meter dan sebagian lainnya berada pada lokasi pertambakan udang/ikan. Pada lokasi pantai tertentu terjadi penuruan kualitas pantai akibat abrasi/erosi, pembukaan lahan secara berlebihan, tumpukan sampah, sedimentasi yang mengakibatkan kekeruhan berlebihan pada badan air (muara sungai).

Vegetasi alami yang umum ditemui pada wilayah pesisir Teluk Jakarta adalah vegetasi hutan pantai dataran rendah yang umumnya didominasi ekosistem mangrove, semak, semak-belukar, dan semak rawa. Pada kawasan pantai yang tidak terkena genangan air dapat ditemukan tanaman/kebun kelapa, disamping itu juga ditemukan keberadaan hutan kota pada lokasi-lokasi tertentu. Tanaman budidaya tidak dikenali secara khusus karena umumnya terdeteksi secara tercampur (mixing) dengan pemukiman sehingga dalam analisa ini dikelompokkan kedalam kelompok ‘perkebunan mix pemukiman’. Lahan termanfaatkan dari pengamatan citra dapat dibedakan antara lahan pemukiman sebagai daerah hunian dan kawasan industri yang terpola atau terpusat pada suatu wilayah tertentu. Disamping itu, lahan termanfaatkan juga bisa diidentifikasi sebagai lahan untuk reklamasi pantai, lahan sawah pasang surut, lahan tambak budidaya ikan maupun udang. Pemanfaatan lainnya lahan pada lokasi

(9)

pengamatan yang memiliki luasan yang cukup besar adalah bandara (air port), lapangan terbuka, lapangan golf, dan taman rekreasi yang terdapat di kawasan tertentu. Khusus untuk badan air (water body) dengan mudah dapat dibedakan antara laut, danau, sungai maupun rawa.

Dari hasil penelitian Amri et al. (2006) menyatakan bahwa analisa tutupan lahan hasil interpretasi citra satelit ALOS Teluk Jakarta tahun 2006, ditetapkan atau ditemukan beberapa kelas penutupan lahan seperti tersebut di atas dengan luasan masing-masing kategori tutupan lahan seperti tertera pada Tabel 19, sementara sebaran spasialnya disajikan dalam peta Gambar 12.

Tabel 19 Persentase luasan masing-masing tutupan lahan dari daerah penelitian pesisir Teluk Jakarta

No Penutupan lahan Luas (Ha) Persentase (%)

1 Awan 638,82 0,31 2 Bandara 1.731,18 0,83 3 Danau 196,48 0,09 4 Hutan Kota 59,94 0,03 5 Hutan Pantai 93,37 0,05 6 Kawasan Industri 3.699,08 1,78 7 Kebun kelapa 38,95 0,02 8 Lahan kosong 689,26 0,33 9 Lapangan golf 102,30 0,05 10 Laut 129.119,05 62,25 11 Mangrove 958,81 0,46 12 Pemukiman 20.723,91 9,99

13 Perkebunan mix pemukiman 10.036,20 4,84

14 Reklamasi pantai 15,38 0,01 15 Sawah 27.051,13 13,04 16 Semak 153,43 0,07 17 Semak rawa 186,19 0,09 18 Semak belukar 199,86 0,10 19 Sungai 402,54 0,19 20 Taman monas 85,41 0,04 21 Taman rekreasi 317,84 0,15 22 Tambak 10.934,28 5,27 Jumlah 207.433,20 100

(10)

Gambar 12 Penggunaan lahan sumberdaya pesisir Teluk Jakarta dan sekitarnya (Amri et al. 2008)

Dari Tabel 18 di atas terlihat persentase dan luasan masing-masing tutupan lahan yang luasnya sangat bervariasi, sementara dari Gambar 12 terlihat penyebaran spasial kelas penutupan lahan tersebut. Kelas laut (perairan) mendominasi luasan mencapai 62,2% dari total keseluruhan luas area pengamatan. Pemanfaatan lahan berupa sawah menempati urutan utama dalam pemanfaatan lahan pesisir Teluk Jakarta yang mencapai 13%, diikuti oleh pemukiman (9,99%), tambak (ikan maupun udang) sekitar 5,27% dan industri (1,78%). Khusus di daerah pantai, luasan hutan pantai dan mangrove yang terdeteksi di sepanjang Teluk Jakarta masing-masing tercatat 93,37 ha (0,045%) dan 958,81 ha (0,642%).

Secara umum terlihat bahwa tipe penutupan lahan di pesisir Teluk Jakarta yang paling dominan umumnya untuk kegiatan perikanan budidaya tambak ikan/udang, pelabuhan pendaratan ikan/TPI, pasar ikan, industri perikanan

Gambar

Gambar  11   Luas Wilayah propinsi DKI Jakarta menurut Kabupaten / Kota   (BPS Jakarta 2009)
Tabel 18  Luasan Ekosistem mangrove di wilayah Jakarta Utara.
Tabel 19  Persentase luasan masing-masing tutupan lahan dari daerah  penelitian pesisir Teluk Jakarta
Gambar  12  Penggunaan lahan sumberdaya pesisir Teluk Jakarta dan  sekitarnya (Amri et al

Referensi

Dokumen terkait

Upaya yang dilakukan oleh CEO Suargo fm dalam menangani masalah ini adalah mengharuskan setiap penyiar untuk membuat materi pada setiap program terlebih dahulu dengan

Pembangunan yang kurang berorientasi pada lingkungan tersebut pada akhirnya memaksa pemerintah untuk menerapkan konsep pembangunan lain yang lebih memperhatikan

a) Posisi pengikatan dan klem baterai harus kuat agar baterai tidak goyang saat kendaraan berjalan atau bekerja, sehingga dapat retak, elektrolit tumpah.. d) Pasang terminal

Kajian empiris lainnya yang dilakukan oleh Datrini (2009) mengenai dampak investasi dan tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi serta pengaruhnya terhadap

Penelitian ini bertujuan mengetahui lama fermentasi yang terbaik dalam fermentasi Jerami padi dengan mikroorganisme lokal terhadap Bahan Kering, dan Bahan Organik, dan Abu

Sebagai proses terakhir di hari kedua pertemuan, peserta yang telah dibagi menjadi beberapa kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil evaluasi kegiatan yang

Periode transisi menuju pada lingkungan laut terbuka dengan sedimentasi pada pasif margin terjadi pada pertengahan sampai akhir Jura hasil