PENINGKATAN ECOLITERACY MELALUI PEMBELAJARAN BERTANAM PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS IV DI SEKOLAH DASAR NEGERI
SINDANGSUKA V KECAMATAN CIBATU KABUPATEN GARUT
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari syarat untuk Memperoleh Gelar Megister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Dasar Konsentrasi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Oleh
Fajar Kusumah Solihin 1009493
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR
SEKOLAH PASCASARJANA
PENINGKATAN ECOLITERACY MELALUI PEMBELAJARAN BERTANAM PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS IV DI SEKOLAH DASAR NEGERI
SINDANGSUKA V KECAMATAN CIBATU KABUPATEN GARUT
Oleh
Fajar Kusumah Solihin
S.Pd UPI Bandung, 2013
Sebuah tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister pendidikan (M.Pd)
pada Sekolah Pascasarjana
©Fajar Kusumah Solihin 2013 Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING :
Pembimbing I
Dr.Nana Supriatna, M.Ed NIP:196110141986011001
Pembimbing II
Prof. Dr.Sapriya, M.Ed NIP: 196308201988031001
Mengetahui
Ketua Program Studi Pendidikan Dasar
PENINGKATKAN ECOLITERACY MELALUI PEMBELAJARAN BERTANAM PADA MATA PELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
(IPS) DI KELAS IV SEKOLAH DASAR NEGERI SINDANGSUKA V KECAMATAN CIBATU KABUPATEN GARUT.
Fajar Kusumah Solihin (1009493) Dosen Pembimbing: Dr. Nana Supriatna, M. Ed Prof. Dr. H. Sapriya, M. Ed
ABSTRAK
Penelitian didasarkan pada rendahnya kesadaran peserta didik terhadap lingkungan, seperti tidak terdapat tanaman-tanaman yang tumbuh disekitar lingkungan sekolah. Keadaan seperti ini menunjukan belum menculnya sikap peduli terhadap kondisi lingkungan.
Tujuan dari penelitian ini untuk peningkatan ecoliteracy melalui kegiatan bertanam. Dengan demikian perlu adanya perbaikan proses pembelajaran menggunakan metode penelitian tindakan kelas (PTK). Desain penelitian menggunakan model yang dikembangkan John Elliot dengan tahapan-tahapan seperti perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.
Hasil penelitian berupa pemahaman ecoliteracy dan sikap ecoliterate mengalami peningkatan yang ditunjukkan oleh peserta didik. Dengan kata lain, hubungan antara hasil ecoliteracy dengan sikap ecoliterate pada siklus 1 interpetasi mencapai 0,44 berada pada tingkat sedang dilihat dari tabel pedoman interpretasi koefisiaen korelasi. Selanjutnya hubungan antara hasil ecoliteracy dengan sikap ecoliterate pada siklus 2 interpetasi mencapai 0,30 berada pada tingkat rendah dibandingkan hubungan pada siklus ke-1. Sedangkan di siklus ke-3 interpetasi mencapai 0,75 berada pada tingkat kuat dilihat dari tabel pedoman interpretasi koefisiaen korelasi. Dengan demikian, hubungan yang diharapkan dapat mempengaruhi sikap pada setiap peserta didik mulai terbentuk antara pemahaman yang dimilikinya dengan sikap yang ditunjukannya.
Para peneliti dan Pendidik sebaiknya memperhatikan cara pembelajaran dengan praktik langsung untuk membantu peserta didik dalam memperoleh pemahamannya melalui kegiatan langsung. Diharapkan pihak sekolah menyediakan fasilitas belajar di lingkungan sekolahnya untuk kegiatan pembelajaran selain di rungan kelas.
IMPROVEMENT OF ECOLITERACY THROUGH PLANTING LEARNING OF SOCIAL SCIENCE SUBJECT OF FOURTH GRADE STUDENTS IN SDN
SINDANGSUKA V, CIBATU-GARUT
Fajar Kusumah Solihin (1009493) Supervisors:
Dr. Nana Supriatna, M. Ed Prof. Dr. H. Sapriya, M. Ed
ABSTRACT
Students’ awareness which is low toward environment becomes the basic
problem of this study. For instance, there are no plants which grow around school environment. This situation shows that sensitivity toward environment situation is not yet.
The aim of this study is to ecoliteracy imp rovement through planting activity. It means that learning process should be fixed by using method of classroom action research. Research design used a model which is developed by John Elliot which consist of several steps, namely, planning, implementation, observation, and reflection.
The result of this study was there were improvements of students’ ecoliteracy
comprehension and students’ attitude of ecoliterate. In other words, the relation between the result of ecoliteracy and ecoliterate attitude to the interpretation in the first cycle was 0,44 which means were at medium level based on table of correlation coefficient guidance. Then, the relation between the result of ecoliteracy and
ecoliterate attitude to the interpretation in the second cycle was 0,30 which means were at low level, so it was lower than the relation of the first cycle. Meanwhile, the interpretation in the third cycle was 0,75, which means were at strong or high level based on table of correlation coefficient interpretation. Based on the result, the relation that was expected can give influence toward attitude of each student which was showed by their comprehension and their attitude.
The researchers and the educators should pay attention to learning by using direct practice to help students in acquiring their understanding through direct activity. Hopefully, staffs of school provide facilities in school environment to learning teaching activity beside in the classroom.
iv
BAB II PENINGKATAN ECOLITERACY MELALUI PEMBELAJARAN BERTANAM PADA PESERTA DIDIK USIA SEKOLAH DASAR ... 11
A. Ecoliteracy ... 11
B. Pentingnya Ecoliteracy pada Mata Pelajaran IPS ... 16
C. Pendidikan Lingkungan pada Mata Pelajaran IPS ... 20
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Kehidupan manusia dimuka bumi ini selalu berdampingan dengan lingkungan
sebagaimana manusia memanfaatkan lingkungan sebagai tempat tinggalnya. Hal
tersebut dapat dilihat adanya pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali, sebagai
salah satu faktor berkurangnya ruang terbuka hijau yang diakibatkan perubahan
fungsi lahan tanpa memperhatikan kondisi lingkungan kedepannya. Kondisi ini tidak
mengherankan karena pada dasarnya manusia dalam mempertahankan kehidupannya
selalu bergantung pada alam dan ini akan terjadi secara terus menerus seiring dengan
meningkatnya kebutuhan dari hari ke hari.
Maka seharusnya manusia sebagai mahkluk sosial selalu bersikap peduli
terhadap permasalahan-permasalahan yang terjadi di lingkungannya. Karena
lingkungan merupakan unsur yang sangat penting bagi kehidupan manusia, dimana
lingkungan tersebut merupakan tempat menjalankan segala bentuk aktivitas. Ketika
tempat beraktivitas dilingkungannya gersang dengan sedikit tanaman-tanaman yang
tumbuh dan dengan sampah-sampah yang berserakan, ini dapat menyebabkan ketidak
nyamanan dalam melakukan aktivitas.
Keberadaan lingkungan yang kurang nyaman seperti yang digambarkan diatas
merupakan salah satu penyebab terjadinya kerusakan lingkungan yang lama kelamaan
akan semakin memprihatinkan. Sehingga kualitas lingkungan hidup akan semakin
memburuk, seperti kondisi tanah menjadi tidak subur untuk ditanami pohon dan
bahkan berdampak pada polusi udara yang bukan tidak mungkin akan terjadi
sehingga kualitas udara menjadi tidak layak untuk dihirup.
Permasalahan yang terjadi pada aspek lingkungan tersebut menjadi isu yang
bumi. Hal ini disebabkan kurangnya kesadaraan manusia sebagai makhluk hidup
dalam menjaga lingkungan sekaligus dalam melestarikan lingkungan.
Kerusakan lingkungan yang terjadi sekarang ini merupakan suatu bentuk
ketidak pedulian mengenai dampak buruk yang akan terjadi dikemudian hari,
kerusakan tersebut diakibatkan perubahan zaman yang semakin maju pada berbagai
sektor, misalnya melihat beberapa contoh disamping pertumbuhan penduduk,
pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor yang hasil pembakarannya menyebabkan
polusi udara, bahkan bukan hanya itu dengan banyak berdirinya pabrik-pabrik
semakin menambah banyak permasalahan yang melanda negeri tercinta ini.
Pentingnya pelestarian lingkungan terkadang sering dilupakan oleh sebagian
manusia dan mengakibatkan kurang terpeliharanya lingkungan tersebut, jika keadaan
ini terus dibiarkan dikhawatirkan keadaan tersebut akan semakin parah.
Pemahaman yang rendah akan pentingnya menjaga lingkungan sekitar dapat
berakibat pada kerusakan lingkungan. Sebagaimana yang digambarkan oleh Capra
(2002:11-12) bahwa:
Seiring dengan berakhirnya abad ke 20, masalah lingkungan menjadi hal yang utama. Kita dihadapkan pada serangkaian masalah-masalah global yang membahayakan biosfer dan kehidupan manusia dalam bentuk-bentuk yang sangat mengejutkan yang dalam waktu dekat akan segera menjadi tak dapat dikembangkan lagi (irreversible).
Oleh sebab itu manusia memberikan andil besar bagi kelangsungan kehidupan
makhluk hidup di muka bumi ini, maka perlu adanya suatu tindakan untuk
mengembalikan keadaan alam menjadi lebih baik lagi. Bagi Brown (Capra, 2002:13) “Sebuah masyarakat yang mampu mempertahankan kehidupan ialah yang mampu memuaskan kebutuhan-kebutuhannya tanpa mengurangi prospek generasi-generasi masa depan”. Jelas bahwa yang dimaksud Brown jangan sampai terlalu memanfaatkan kekayaan alam secara berlebihan hal ini dimaksudkan untuk
3
Senada dengan pernyataan Capra di atas, Elliott dan Davis (2009:67)
menyatakan bahwa:
In practice, environmental education has tended to focus on „green‟ issues such as nature conservation and the promotion of human connections with the natural environment. However, a reexamination of the Declaration suggests that its original intention does, in fact, align with the intentions of the newly
emerging „education for sustainability‟ – seen as replacing „environmental education‟. In effect, the recent change in terminology from Environmental Education to Education for Sustainability. In effect, the recent change in terminology from Environmental Education to Education for Sustainability
(EfS) attempts to redress the perceived „greenness‟ of environmental
education and to focus more explicitly on the pedagogies of humans as agents of change.
Ketika di cermati yang memberikan andil besar dalam terjadinya kerusakan
alam ini yaitu manusia yang tidak memikirkan dampak dari tindakan yang
dilakukannya, oleh Buchanan (2012:109) dikatakan bahwa: "There are several
barriers to be surmounted if education for sustainability is to improve in order to
meet the complex challenges presented by human impact on the planet.”
Di sinilah ada suatu pesan agar manusia sebagai makhluk hidup apa yang
diinginkan saat ini jangan sampai melupakan masa depan, hal ini jelas bahwa konsep
berkelanjutan yang ditawarkan merupakan suatu bentuk pemahaman akan prilaku
yang di lakukan oleh setiap manusia sebagai agen perubahan yang sekarang jangan
sampai merugikan orang lain di masa yang akan datang.
Ada sebuah pernyataan pada kegiatan yang diselenggarakan komisi dunia
untuk pembangunan dan lingkungan (WCED) pada tahun 1984 di stocholm swedia,
dalam Koosbandiah Surtikanti (2009:3) bahwa:
Manusia pada prinsipnya memiliki kemampuan untuk membuat pembangunan berkelanjutan sehingga terjamin pemenuhan kebutuhan manusia untuk hari ini tanpa mengurangi hak generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya akan sumber daya alam.
Sebagai contoh yang paling dekat yaitu lingkungan pendidikan seperti sekolah
yang kurang sehat, padahal dengan kondisi lingkungan sekolah yang hijau dan
nyaman dapat menunjang proses belajar mengajar.
Kesadaran yang kurang akan kebersihan lingkungan sekolah salah satu akibat
penyebab kerusakan lingkungan yang berdampak pada pencemaran tanah yang dapat
mempengaruhi kualitas tanah yang subur.
Sebuah pernyataan Oberlin (Stone,M. and Barlow, Z. 2005), yang membahas
tentang lingkungan yang berkaitan dengan pendidikan yaitu sebagai berikut:
“All education is environmental education," writes Oberlin environmental sciences professor David Orr in his foreword. "The ecological crisis is in every way a crisis of education." Calling on a tradition that stretches from Plato to John Dewey, Orr insists on defining good education not simply as mastery of subject matter but also as cultivation of values. "Education," he writes, "[has] to do with the timeless question of how we are to live."
Berikut adalah pernyataan yang senada dari Pollan (Stone,M and Barlow, Z.
2005) dengan pernyataan diatas yang menyangkut pada masalah pendidikan dengan
pendidikan lingkungan. "The ecological crisis is in part a crisis of education. This
highly original volume makes a critical contribution to rethinking how we teach our
children about their place in nature.”
Kedua pernyataan diatas mengemukakan permasalahan yang sama mengenai
ruang lingkup pendidikan yang berhubungan dengan pendidikan lingkungan, oleh
karena itu ada sebuah permasalahan yang komplek sehingga berujung pada
penanganan yang melibatkan kesadaran dari setiap orang, sekaligus menciptakan
kepudulian sosial yang tanggap akan kondisi lingkungan setempat.
Dengan demikian harus ada jalan keluar yang dapat memberikan pengaruh
yang besar bagi terciptanya suasana lingkungan yang nyaman, sehat, bersih dan
tentunya dapat menjadikan bumi ini lebih baik lagi, menurut Hart (Buchanan
2012:109) yaitu :
5
practices matter in the provision of sustainability education.As Hart (2003, p.
17) goes on to assert: „environment matters in the school curriculum‟.
Dalam upaya ini tentunya peran pendidik mempunyai andil besar bagi
terciptanya lingkungan yang bersih dan sehat sekaligus bisa memberikan pemahaman
bagi seluruh siswa agar pentingnya kesadaran lingkungan bahkan diharapkan dapat
membentuk kepribadian atau karakter yang baik dan nantinya tercerminkan pada
setiap prilaku di kehidupan sehari-hari, dengan cara melibatkan peserta didik untuk
peran serta menjaga lingkungan sekolah yang sehat sehingga menciptakan suasana
yang asri dan membuat nyaman bagi seluruh orang yang berada dilingkungan
sekolah.
Kegiatan yang seperti ini diharapkan menjadikan suatu pembelajaran yang
menyenangkan untuk proses belajar peserta didik karena dapat langsung terlibat
dalam pelestarian lingkungan setempat, hal ini bertujuan agar siswa lebih peduli
terhadap permasalahan yang terjadi apalagi lingkungan yang paling dekat dengan
kondisi peserta didik, yang nantinya dapat berpengaruh terhadap sikap dan prilaku
yang selalu peduli terhadap kondisi-kondisi sosial yang dapat merugikan bagi orang
banyak.
Peran siswa secara aktif menjaga lingkungan sekolah dapat memberikan
dampak positif bagi terciptanya keadaan lingkungan yang bersih dan sehat. Oleh
karena itu kebiasaan yang baik seperti ini dapat memunculkan suatu kepedulian sosial
yang tertanam disetiap prilaku peserta didik.
Sangat ironis ketika melihat dari banyaknya permasalahan yang muncul dan
bahkan terus bermunculan tanpa ada tindakan langsung, meskipun ide-ide yang luar
biasa bermunculan dengan konsep yang menakjubkan bukan tidak mungkin solusi itu
akan menjadi mustahil terlaksana dalam menangani permasalahan ini.
Peningkatan ecoliteracy dengan cara bertanam yang dilakukan oleh setiap
siswa yang langsung praktik sebagai bentuk kepedulian akan kondisi lingkungan
pembentukan karakter. Dengan kata lain guru mempunyai peranan penting dalam
mengembangkan potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik oleh karena itu
kemampuan seorang guru harus benar-benar sebagai professional di bidangnya.
Peranan yang diemban oleh seorang pendidik bukan perkara mudah dalam hal
menjalankannya, Seperti yang kita tahu kebanyakan pendidik pasti mengetahui
kemampuan kognitif setiap peserta didik memungkinkan untuk berkembang sehingga
disinilah tuntutan untuk bisa melihat dan membuka mata kita sebagai seorang
pendidik untuk berusaha keras memberikan yang terbaik bagi perkembangan setiap
anak didiknya. Sebenarnya kemampuan setiap individu itu tidak hanya dilihat dari
aspek kognitifnya tetapi banyak yang perlu diperhatikan misalnya kemampuan sosial
anak ataupun psikomotor dengan tuntutan seperti itu guru pasti bisa asalkan
kesungguhan untuk memperbaiki keadaan yang awalnya kurang maksimal menjadi
lebih baik menuju arah yang maksimal.
Proses pembelajaran yang kurang maksimal yang dilakukan oleh guru
mencerminkan kompetensi yang masih harus terus diperbaiki. Oleh sebab itu guru
seyogyanya harus bisa bercermin kepada anak didiknya agar mempunyai gambaran
apa yang menjadi kebutuhan setiap anak didik agar di setiap proses pembelajaran
yang dilakukan oleh guru bisa memfasilitasi kebutuhan setiap anak didiknya.
Pada hakekatnya pendidik dipersiapakan untuk bisa mengembangkan
kreativitasnya dalam memfasilitasi setiap peserta didik untuk terus berusaha
mengembangkan potensinya. Hal tersebut berkaitan dengan peran seorang guru
sebagai fasilitator dan motivator, dengan adanya peran guru tersebut dapat
memberikan dampak positif bagi perkembangan peserta didik.
Melihat kenyataan di satuan pendidikan sekolah dasar berdasarkan observasi
yang dilakukan, kebanyakan pendidik sangat kurang dalam mengembangkan
pemahaman akan kesadaran menjaga lingkungan setempat (ecoliteracy) dengan cara
berpartisipasi aktif dalam bertindak.
7
Ekoliterasi ketahanan hayati (EKH) adalah literasi yang mengaplikasikan berbagai konsep ekologi untuk mempromosikan pemahaman yang mendalam, refleksi kritis, kesadaran diri, keterampilan sosial dan berkomunikasi, dalam menganalisis, dan mengelola isu yang terkait dengan kesehatan/kehidupan tanaman, kesehatan/kehidupan binatang, dan risiko yang terkait dengan lingkungan.
Berdasarkan pemaparan diatas maka secara umum ecoliteracy sebagai upaya
untuk memberikan pemahaman tentang pentingnya alam sekitar bagi kelangsungan
hidup makhluk hidup. Oleh karena itu, kita sebagai manusia mempunyai peranan
penting untuk bisa menjaga dan melestarikan alam ini, berkaitan dengan itu sebagai
peneliti mempunyai tujuan untuk meningkatkan ecoliteracy tersebut dengan cara
melibatkan peserta didik untuk dapat memahami pentingnya kehidupan yang sehat
dengan cara bertanam berbagai macam pohon di lingkungan sekolah. Sehingga dari
sinilah diharapkan peserta didik selalu bersikap dengan baik yang mencerminkan
karakter yang baik pula.
Melihat dari ilmu pendidikan sosial (IPS) itu sendiri merupakan upaya
membantu individu merealisasikan potensinya secara maksimal untuk membentuk
sikap karena proses pembelajaran pada mata pelajaran IPS tidak semata-mata harus
tercapainya kemampuan pemahaman peserta didik pada setiap materi melainkan
sikap setiap individu peserta didik harus lebih diperhatikan supaya peserta didik
mempunyai dasar yang kuat untuk hidup bermasyarakat, oleh karena itu, pendidik
perlu menyusun dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang melibatkan pada
praktik langsung.
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Permasalahan yang terjadi di dalam proses pembelajaran sangat komplek
ketika melakukan proses observasi, berikut sebagian dari permasalahan yang terjadi,
yaitu:
1. Rendahnya aspek pemahaman akan pengetahuan yang berakibat pada sikap
ecoliterate peserta didik.
2. Rendahnya kesadaran lingkungan yang ditandai masih banyaknya peserta
didik membuang sampah tidak pada tempatnya.
3. Rendahnya kepedulian sosial dalam bersikap yang belum menunjukkan sikap
ecoliterate.
4. Pendidik ataupun pihak sekolah belum bisa memfasilitasi pembelajaran di
luar ruangan kelas.
Berbagai Masalah yang teridentifikasi peneliti memfokuskan masalah utama
yang perlu dijawab melalui penelitian ini adalah “Bagaimana peningkatan ecoliteracy
melalui pembelajaran bertanam dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
pembentukan sikap ecoliterate pada anak sekolah dasar?”.
1. Bagaimana hasil pembelajaran ecoliteracy melalui kegiatan bertanam pada
mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di kelas IV sekolah dasar?
2. Bagaimana dampak pembelajaran ecoliteracy melalui kegiatan bertanam
terhadap pembentukan sikap ecoliterate pada peserta didik di sekolah dasar?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menjawab perumusan permasalahan yang
dimunculkan dengan menganalisis data yang didapat untuk mengetahui peningkatan
9
1. Mengetahui hasil ecoliteracy melalui pembelajaran bertanam pada peserta
didik sekolah dasar kelas IV.
2. Mengetahui dampak pembelajaran ecoliteracy melalui pembelajaran bertanam
terhadap pembentukan sikap ecoliterate pada peserta didik di sekolah dasar.
D. Manfaat Penelitian
Hasil yang diperoleh dalam Penelitian ini diharapkan dapat menambah
khasanah ilmu pengetahuan terutama yang terkait dengan judul penelitian dan
berguna bagi :
1. Siswa
Penelitian ini dapat memberikan pengalaman belajar yang lebih bermakna
sehingga siswa dapat memiliki sikap yang baik bagi dirinya maupun dapat
memberikan contoh yang baik bagi orang lain.
2. Guru
Hasil penelitian ini dapat dijadikan suatu referensi pada pengembangan
pembelajaran terutama dalam mengembangkan sikap peserta didik melalui kegiatan
bertanam dengan tujuan untuk meningkatan ecoliteracy di sekolah dasar.
3. Sekolah
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan sehingga dapat memperkaya bahan bacaan di sekolah tersebut.
E. Struktur Organisasi Tesis
Pada bab pertama dimulai dari pendahuluan pendahuluan yang terdiri dari
Latar Belakang Penelitian, Identifikasi dan Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian,
Manfaat Penelitian, struktur organisasi tesis. Selanjutnya bab II kajian teori yang
membahas tentang Peningkatan Ecoliteracy Melalui Pembelajaran Bertanam Pada
Peserta Didik Usia Sekolah Dasar yang terdiri dari pemaparan teori Ecoliteracy,
Pelajaran IPS, Pembelajaran Bertanam. Berlanjut ke bab III metodologi penelitian
yang terdiri dari desain Lokasi dan Subyek Penelitian, Desain Penelitian, Metode
Penelitian, Instrumen Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, dan Analisis Data,
selanjutnya pada bab IV hasil dan pembahasan Hasil Penelitian, dan bab V
kesimpulan dan saran yang berisikan, Kesimpulan, dan Saran dan yang terakhir yaitu
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian yang akan dilakukan yaitu penelitian tindakan kelas (PTK) hal ini
dimaksudkan untuk meningkatkan ecoliteracy melalui kegiatan bertanam pada
tingkat sekolah dasar yang berfokus pada proses pembelajaran, dengan kata lain
penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk melakukan suatu proses perbaikan
dalam memperbaiki pembelajaran dengan cara melakukan suatu tindakan yang
diperlukan sehingga dapat memecahkan permasalahan untuk proses selanjutnya
berupa siklus yang terus berlanjut sampai memperoleh data yang diperlukan.
A. Desain Lokasi dan Subyek Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada semester 2 tahun ajaran
2012/2013 di kelas IV SDN Sindangsuka V kecamatan Cibatu kabupaten Garut,
sedangkan yang menjadi subjek penelitian yaitu siswa kelas IV dengan jumlah 19
orang dengan fokus penelitian pada mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial (IPS).
B. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan berbentuk siklus dengan beberapa siklus
yang dilaksanakan dengan maksud untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Menurut
Arikunto (2007: 3), 'penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap
kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam
sebuah kelas secara bersama'. Desain penelitian yang dilaksanakan adalah model
Elliot (Emzir, 2008:239) mengemukakan bahwa hal-hal yang terpenting dalam desain
penelitian adalah sebagai berikut:
2. Kemudian intervensi dilakukan
3. Selama dan sekitar waktu intervensi, pengamatan dilakukan dalam berbagai bentuk
4. Strategi intervensi baru dilakukan, dan proses siklus diulangi, dilanjutkan sampai pemahaman yang cukup (penerapan solusi yang mampu untuk) terhadap suatu masalah diperoleh.
Pelaksanaan penelitian ini berbentuk siklus dan setiap siklusnya terdiri dari
dua tindakan, dilaksanakan berulang dan berkelanjutan dengan langkah-langkah yang
ditempuh adalah.
1. menetapkan kelas yang akan dijadikan subjek penelitian;
2. menyusun rancangan kegiatan yang sesuai dengan materi dan kondisi siswa;
3. membuat rencana pembelajaran;
4. mempersiapkan cara dan alat/instrumen pemantau/perekam data;
5. mengumpulkan dan menganalisis data;
6. membuat kesimpulan
Perencanaan
Pelaksanaan SIKLUS I
Pengamatan
Perencanaan
SIKLUS II
Pengamatan
Pelaksanaan Refleksi
Refleksi
Perencanaan
28
Gambar 3.1 Desain PTK Model John Elliott (Mujiono et al. 2007:130)
Penelitian dilaksanakan sesuai dengan rencana yang disusun sebelumnya.
Pelaksanaan tindakan terdiri dari proses pembelajaran, evaluasi dan refleksi yang
dilakukan dalam setiap tindakan. Adapun pelaksanaannya dilakukan dalam III siklus.
1. Perencanaan
Sebagai langkah awal penelitian ini, peneliti membuat proposal penelitian
dengan sebelumnya melakukan beberapa tahapan penelitain, mengingat penelitian
tindakan kelas merupakan penelitian yang berdasar pada permasalahan-permasalahan
yang ada di dalam kelas.
Adapun tahapan pertama, peneliti menentuan sekolah dan tempat penelitian,
kemudian meminta izin kepada Kepala Sekolah SDN Sindangsuka V kecamatan
Cibatu Kabupaten Garut untuk melakukan observasi penelitian sekaligus meminta
bantuan kepada guru sebagai pengajar dalam kegiatan penelitian.
Ketika izin penelitian telah diberikan oleh Kepala Sekolah dan guru kelas pun
bersedia membantu, maka langkah selanjutnya adalah peneliti melakukan observasi
dan wawancara yang dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran awal mengenai
kondisi dan situasi siswa kelas IV SDN Sindangsuka V yang dijadikan sumber
penelitian. Setelah itu, peneliti mulai mengidentifikasi permasalahan dengan
diantaranya melakukan pengkajian pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
kelas IV SD dan standar kompetensi dan kompetensi dasar kelas IV SD, menelaah
buku-buku yang dipergunakan selama pembelajaran dan materi pembelajaran yang
dituangkan dalam RPP, dan menentukan metode pembelajaran.
Izin dan permasalahan penelitian ditemukan dan ditentukan, peneliti pun mulai
mengajuankan proposal penelitian kepada dosen pembimbing guna dapat diajukan
untuk dapat mengikuti seminar proposal. Setelah proposal penelitian disetujui maka
peneliti mulai menyusun dan menetapkan teknik pengumpuan data. Selanjutnya,
peneliti memberikan arahan kepada guru selaku pengajar mengenai
2. Pelaksanaan
Tahap ini merupakan implementasi dari serangkaian kegiatan yang telah di
rencanakan. Pada tahap ini peneliti melaksanakan tindakan, berdasarkan semua
rencana pengembangan, sebagai upaya perbaikan dan peningkatan atau perubahan
yang diinginkan. Dalam hal ini pembelajaran IPS untuk meningkatkan Ecoliteracy.
Adapun bentuk tahapan pelaksanaan ini meliputi:
a. Siklus I
1) Perencanaan
Berdasarkan hasil temuan awal, peneliti dan guru secara bekerjasama
(kolaboratif) merancang rencana tindakan peneliti bersama guru mulai
merancang RPP, lembar tes dan lembar observasi, serta menentukan
materi pembelajaran yang akan dilaksanakan.
2) Pelaksanaan
Untuk mendukung pembelajaran di siklus ini, guru menyediakan
bentuk-bentuk bangunan beserta contohnya dalam bentuk-bentuk barang – barang yang
ada di dalam kelas yang dijadikan sebagai media pembelajaran. Di
samping itu, pada tahap ini, guru melaksanakan pembelajaran sesuai RPP
yang telah dibuat sesuai dengan permasalahan yang ditemukan. Kegiatan
diawali dengan pendahuluan, lalu kegiatan inti dan penutup.
3) Pengamatan
Dalam penelitian ini, peneliti bertindak langsung sebagai pengamat.
Sedangkan pengamatan sendiri dilaksanakan ketika kegiatan pembelajaran
di kelas berlangsung dengan menggunakan lembar observasi yang telah
dibuat sebelumnya. Pengamatan pelaksanaan pembelajaran pada siklus I
dijadikan sebagai masukkan pada siklus II.
30
Pada tahap ini, peneliti bersama guru berdiskusi dan menganalisis hasil
pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada siklus I, lembar tes dan lembar
observasi. Hasil refleksi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
peningkatan yang dicapai dalam pembelajaran siklus I sebagai masukan
pelaksanaan tindakan pada siklus II.
b. Siklus II
1) Perencanaan
Setelah kegiatan penelitian siklus I selesai, dilanjutkan dengan penelitian
siklus II. Pada tahap perencanaan siklus II, peneliti dibantu oleh guru
merancang RPP sesuai refleksi siklus I, lembar tes dan lembar observasi,
serta menentukan materi pembelajaran yang akan dilaksanakan.
Pada siklus II kali ini guru tidak memerlukan media dan alat pembelajaran
secara langsung, namun pada kesempatan ini siswa akan diajak untuk
mengamati benda-benda yang ada di lingkungan sekolah secara
menyeluruh. Dengan metode seperti ini siswa diajak untuk berimajinasi,
mengasah kreativitas dan mengasah kepekaannya akan lingkungan sekitar.
2) Pelaksanaan
Dalam tahap ini guru melaksanakan pembelajaran sesuai RPP yang telah
dibuat. Kegiatan diawali dengan pendahuluan, kegiatan inti dan penutup
sesuai dengan refleksi pada siklus I.
3) Pengamatan
Pengamatan dilaksanakan ketika kegiatan pembelajaran di kelas
berlangsung dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat
sebelumnya. Pengamatan pelaksanaan pembelajaran pada siklus II
dijadikan sebagai masukkan pada siklus III.
4) Refleksi
Pada tahap ini, peneliti bersama guru berdiskusi dan menganalisis hasil
lembar observasi. Hasil refleksi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
peningkatan yang dicapai dalam pembelajaran siklus II sebagai masukan
pelaksanaan tindakan pada siklus III.
c. Siklus III
1) Perencanaan
Setelah kegiatan penelitian siklus II selesai, dilanjutkan dengan penelitian
siklus III. Penelitian siklus III ini dimulai dengan tahap perencanaan
peneliti bersama guru merancang RPP sesuai refleksi siklus II, lembar tes
dan lembar observasi, serta menentukan materi pembelajaran yang akan
dilaksanakan.
2) Pelaksanaan
Pada tahap ini, guru melaksanakan pembelajaran sesuai RPP yang telah
dibuat. Kegiatan diawali dengan pendahuluan, kegiatan inti dan penutup
sesuai dengan refleksi pada siklus II.
3) Pengamatan
Pengamatan dilaksanakan ketika kegiatan pembelajaran di kelas
berlangsung dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat
sebelumnya.
4) Refleksi
Pada tahap ini, peneliti bersama guru berdiskusi dan menganalisis hasil
pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada siklus III, lembar tes dan lembar
observasi. Hasil refleksi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
peningkatan yang dicapai dalam pembelajaran siklus III.
C. Metode Penelitian
Classroom action research yang sering disebut penelitian tindakan kelas
32
peningkatan ecoliteracy melalui kegiatan pembelajaran bercocok tanam pada anak
usia sekolah dasar (SD), kegiatan penelitian dilakukan oleh guru kelas dengan alasan
bahwa pigur pendidik yang sudah dikenal oleh peserta didik sehingga dapat dengan
mudah menyesuaikan dengan kondisi lingkungan sekolah maupun karakteristik dari
setiap peserta didiknya, dengan melibatkan pigur seorang pendidik di sekolah tersebut
maka penelitian ini berkolaborasi antara peneliti dengan pendidik yang dinamakan
penelitian kolaboratif.
Dalam bidang penelitian dibidang pendidikan kolaboratif ini dapat
memberikan kemudahan bagi peserta didik dalam mengenal pigur seorang pendidik
yang tidak asing bagi peserta didik, dengan melaksanakan penelitian tindakan kelas
ini (PTK) dapat memberikan penanganan yang maksimal dikarenakan langsung
bersentuhan dengan peserta didik sehingga berbagai persoalan yang timbul di kelas
dapat ditangani langsung oleh pendidik.
Maka secara langsung penelitian tindakan kelas (PTK) ini sebagai salah satu
upaya untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam proses pembelajaran
yang dilakukan oleh pendidik, dan tidak hanya itu pendidik dapat berperan langsung
dalam mengembangkan kurikulum sehingga materi yang diajarkan selalu
memperhatikan perkembangan yang dialami oleh setiap peserta didik. Dengan
demikian penelitian tindakan kelas (PTK) dapat meneliti kegiatan pembelajaran yang
dilakukan di dalam kelasnya. Dengan melaksanakan tindakan, kemudian
direfleksikan lalu diperbaiki untuk melaksanakan siklus selanjutnya.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen ini dikembangkan untuk melihat pelaksanakan setiap siklus yang
dilakukan, dengan adanya instrumen memungkinkan untuk melihat sejauhmana
perkembangan yang dialami oleh setiap siswa dalam proses pembelajaran,
diantaranya lembar observasi, pedoman tes dan dokumen.
Lembar observasi untuk mengetahui sejauh mana proses pembelajaran dengan
pengembangan ecoliteracy dalam pembelajaran yang didasarkan pada pengalaman
secara langsung, baik itu lembar observasi guru maupun lembar observasi untuk
siswa.
Untuk meningkatkan ecoliteracy peserta didik maka disusunlah intrumen
sebagai acuan untuk menilai sejauhmana perkembangan pada setiap peserta didik,
berikut ini kisi-kisi intrumen penelitian pada table 3.1:
Tabel 3.1
Kisi-Kisi Instrumen Penelitian
TUJUAN VARIABEL DATA/SUB
34
TUJUAN VARIABEL DATA/SUB
VARIABEL
sekolah ataupun kelas (rutinitas)
b. membiasakan
membuang sampah
terpisah antara organik dan anorganik
Kegiatan yang dilakukan dalam proses tes lisan ini untuk memperoleh informasi
ketika proses pembelajaran selesai. Dalam hal ini, tes lisan dilakukan melalui
pertanyaan yang telah disiapkan sesuai apa yang diperlukan untuk mengetahui
pemahaman peserta didik.
Dalam penelitian ini dokumen yang diperlukan yaitu rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP), dan foto-foto kegiatan ketika berlangsung. Dokumen ini
digunakan untuk memperjelas sekaligus sebagai bukti penguatan data kegiatan
penelitian tindakan kelas (PTK) ini.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada proses penelitian merupakan langkah yang
paling penting untuk memperoleh data yang diperlukan dan nantinya sebagai
pembuktian. Berikut adalah teknik yang dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh
data yang diperlukan :
1. Observasi
Untuk mendapatkan data yang akurat dalam penelitian dengan cara melakukan
pengamatan dengan menggunakan format observasi dengan tujuan untuk mengetahui
kendala-kendala dalam proses pembelajaran kemudian observer mendiskusikannya
dengan peneliti.
2. Catatan Lapangan
Untuk mengetahui keadaan atau kondisi kelas ketika pembelajaran berlangsung
dari mulai awal pembelajaran sampai akhir dengan tujuan mencatat temuan-temuan
kemudian dapat digunakan untuk mengembangkan atau perbaikan pada tindakan
selanjutnya.
3. Lembar Tes
Tes dilakukan peneliti kepada peserta didik untuk mengetahui pemahaman
tentang kemampuan ecoliteracy dengan mengajukan sejumlah
pertanyaan-pertanyaan.
36
Dokumentasi dilakukan untuk mencari data mengenai hal-hal yang berupa
catatan-catatan dan foto hasil tindakan yang dilakukan peneliti pada setiap siklusnya,
apabila suatu saat terjadi kekeliruan sumber datanya.
F. Analisis Data
Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini yaitu dengan cara
mengumpulkan lembar observasi dan lembar tes. Dengan demikian untuk dapat
memperoleh hasil yang diinginkan maka data-data tersebut dianalisis sehingga
nantinya dapat menjadikan sebuah acuan dalam pengolahan data untuk mengetahui
peningkatan yang dialami oleh peserta didik.
Perhitungan rata-rata
∑
Keterangan: X :Nilai rata-rata kelas
ΣN: Jumlah nilai total kelas
n: Jumlah siswa
Pengolahan nilainya adalah sebagai berikut:
Nilai yang diperoleh = Perolehan Skor x 100 Skor Ideal
Rentang nilai observasi
Nilai 0 – 25 : kurang
Nilai 26 – 51 : cukup
Nilai 52 – 77 : baik
Nilai 78 – 100 : sangat baik
Rentang hasil observasi:
Kurang = 5 - 8
Baik = 13 – 15
Skor hasil tes
Skor 25 : sesuai dengan jawaban
Skor 16 : hampir tepat
Skor 9 : kurang tepat
Skor 0 : tidak tepat
Rentang hasil tes
Nilai 26 – 41 : kurang
Nilai 42 – 56 : cukup
Nilai 57 – 71 : baik
Nilai 72 – 100 : sangat baik
Korelasi antara nilai ecoliteracy dengan sikap ecoliterate
Ʃᵪᵧ = Jumlah hasil dari x dan y Ʃx² = Hasil dari X - ̅
ƩƳ² = Hasil dari Y - ̅
TABEL 3.2
PEDOMAN UNTUK MEMBERIKAN INTERPRETASI KOEFISIEN KORELASI
Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,00 - 0.199
0.20 - 0.399 0.40 - 0.599
Sangat Rendah Rendah
38
0.60 - 0.799 0.80 - 1.000
76
Fajar Kusumah Solihin, 2013
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas mengenai peningkatan
ecoliteracy melalui kegiatan bertanam pada mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial
(IPS) di kelas IV Sekolah Dasar Negeri Sindangsuka V kecamatan Cibatu kabupaten
Garut maka didapat kesimpulan bahwa:
1. Berikut hasil pembelajaran ecoliteracy melalui kegiatan bertanam
Berdasarkan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa hasil ini ditandai dari
tes lisan siklus I, yaitu pemahaman belum bisa dikatakan positif dilihat dari hampir
seluruh peserta didik mendapatkan hasil yang kurang yaitu sebanyak 13 orang (68,42%) sedangkan nilai peserta didik yang hasilnya cukup sebanyak 6 orang (31,58%). Hasil yang diperoleh peserta didik berdasarkan apa yang dilakukan oleh
pendidik/guru dalam merencanakan proses pembelajaran berdasarkan poin-poin yang
dirumuskan oleh Goleman et al (2012:10-11).
Selanjutnya untuk hasil tes lisan di siklus II Pada hasil tes peserta didik pada
siklus II, terlihat jelas bahwa pemahaman sudah bisa dikatakan positif dilihat dari
hampir seluruh peserta didik mendapatkan hasil yang baik yaitu sebanyak 17 orang (89,47%) sedangkan nilai peserta didik yang hasilnya cukup sebanyak 2 orang (10,52%).
Pada tabel hasil tes peserta didik terlihat jelas bahwa pemahaman sudah bisa
dikatakan positif dilihat dari hampir seluruh peserta didik mendapatkan hasil yang
baik yaitu sebanyak 14 orang (73,70%) sedangkan nilai peserta didik yang hasilnya
sangat baik sebanyak 5 orang (26,31%).
2. Dampak pembelajaran ecoliteracy terhadap pembentukan sikap ecoliterate pada
77
Dampak pembelajaran ecoliteracy terhadap pembentukan sikap ecoliterate
dapat dilihat berdasarkan hubungannya. Pada siklus 1 interpetasi mencapai 0,44
berada pada tingkat sedang dilihat dari tabel pedoman interpretasi koefisiaen korelasi. Selanjutnya hubungan antara hasil ecoliteracy dengan sikap ecoliterate
pada siklus 2 interpetasi mencapai 0,30 berada pada tingkat rendah dibandingkan hubungan pada siklus ke-1. Pada siklus 3 interpetasi mencapai 0,75 berada pada
tingkat kuat dilihat dari tabel pedoman interpretasi koefisiaen korelasi.
Dengan demikian, hubungan yang diharapkan dapat mempengaruhi sikap
pada setiap peserta didik sudah mulai terbentuk antara pemahaman yang dimilikinya
dengan sikap yang ditunjukannya.
B. Saran-saran
Ada beberapa saran yang perlu disampaikan dalam penelitian tindakan kelas
ini, untuk lebih menghargai pentingnya kesadaran lingkungan yaitu sebagai berikut:
1. Peserta Didik
Peserta didik lebih memahami pentingnya kesadaran lingkungan dengan cara
menjaga lingkungan atau berprilaku ecoliterate, baik itu di lingkungan
sekolah maupun rumah masing-masing.
2. Pendidik
Pendidik sebaiknya memperhatikan cara pembelajaran dengan praktik
langsung untuk membantu peserta didik dalam memperoleh pemahamannya
melalui kegiatan langsung.
3. Sekolah
Diharapkan pihak sekolah menyediakan fasilitas belajar di luar ruangan untuk
Daftar Pustaka
Arikunto, S., Suhardjono, dan Supardi. (2008). Penelitian Tindakan Kelas. Jarkarta: Bumi Aksara.
Bibla,S dan Dudar,E (2012). EcoSchools Certification Toolkit [online]. Tersedia http://www.tdsb.on.ca/wwwdocuments/programs/ecoschools/docs/ToolKit%
202012%20FINAL%20Low%20res.pdf [03 Februari 2013]
Buchanan, J.(2013). “Sustainability Education and Teacher Education: Finding a Natural Habitat?” Australian Journal of Environmental Education, vol. 28(2), 108–124.
Capra,F. (2004). Ecology and community. [Online]. Available at: http://www.ecoliteracy.org/essays/ecology-and-community [15 Juli 2013]
Capra, F (2002). Jaring-jaring kehidupan. Yogyakarta: Fajar pustaka baru.
Capra,F.(2009). The Hidden Connections (Strategi Sistimatik Melawan Kapitalisme Baru). Surabaya: PT.Jalasutra.
Center for ecoliteracy (2007). Getting Started A Guide for Creating School Gardens
as Outdoor Classrooms.[online]. Available at:
http://www.ecoliteracy.org/downloads/getting-started. [02 Februari 2013]
center for ecoliteracy (2013). School Gardens. [Online]. Available at: http://www.ecoliteracy.org/change/school-gardens. [02 Februari 2013]
Elliott,S dan Davis,J.(2009). “Exploring The Resistance: An Australian Perspective On Educating For Sustainability In Early Childhood” International Journal of Early Childhood, Vol. 41, (2), 65-77.
Emzir. (2008). Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
79
Gunawan (2011). Upaya Meningkatkan Keterampilan Berkelompok Mahasiswa Dalam Ekoliterasi Ketahanan Hayati Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Investigasi Kelompok, Dan Pendekatan Artistik Digital. Jurnal Santiaji Pendidikan. 1, (2), 51-61.
Goleman,D. Bennett,L. and Barlow,Z. (2012). Ecoliterate: How Educators Are Cultivating Emotional, Social, and Ecological Intelligence.[online]. Tersedia: http://www.ecoliteracy.org/essays/five-ecoliterate-practices[2 Januari 2013]
Hamzah, S. (2013). Pendidikan lingkungan, sekelumit wawasan pengantar. Bandung: PT.refika aditama.
Jarolimek, J. Parker,W.C.(1993). Social Studies In Elementary Education. New York: macmillan Publishing Company.
Koosbandiah surtikanti,H. (2009). Biologi Lingkungan.Bandung: Prisma Press Prodaktama.
Kunandar. (2009). Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas sebagai Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Raja Grapindo Persada.
Mujiono,e al.(2007), Metode Penelitian pendidikan SD. Bandung: UPI PRESS.
Muslich, M. 2009. Melaksanakan PTK Itu Mudah Classroom Action Research.
Jakarta : Bumi Aksara.
Neolaka, A. (2008). Kesadaran Lingkungan. Jakarta: Rineka cipta.
Orr, D.W. (1992). Ecological Literacy Education and the Transition to a postmodern world. New York: State University Of New York Press.
Sapriya. (2011). Pendidikan IPS. Bandung:PT.Remaja Rosdakarya.
Savage,Tom,V. and Armstrong,David,G.(1996). Effective Teaching in Social Studies. New Jersey: Prentice Hall.
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta
Surata, et al.(2010). Social Network Analysis For Assessing Social Capital In Biosecurity Ecoliteracy [online]. Vol 17. Tersedia
http://journal.um.ac.id/index.php/jip/article/view/2724 [2 Desember 2012]
Stone, M and Barlow, Z. (2005). Ecological Literacy: Educating Our Children for a Sustainable World (Bioneers)[online]. Sierra Club Books. Tersedia:
http://www.ecoliteracy.org/books/ecological-literacy-educating-our-children-sustainable-world [ 20 Desember 2012]