• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 802009112 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 802009112 Full text"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Penelitian-penelitian telah menjelaskan pentingnya Subjective Well-Being

(SWB) atau kebahagiaan bagi individu. SWB dapat berpengaruh pada kualitas hidup seseorang mulai dari hubungan sosial, spritualitas, kesehatan, kepuasan kerja, rasa nyaman hingga rasa aman (Diener, Kesebir, & Lucas, 2008). Sebagai karyawan, SWB juga penting karena dapat meningkatkan produktifitas kerja, kualitas kerja, hubungan yang baik antara pekerja dengan rekan kerjanya, serta meningkatkan resolusi konflik (Pavot & Diener, dalam Russell, 2008). Spector (dalam Russell, 2008) kemudian menjelaskan, pekerja yang mengaku lebih puas dengan hidup dan pekerjaannya, biasanya lebih kooperatif dan suka membantu teman sekerjanya, datang tepat waktu dan efisien, jarang membolos, dan menetap pada sebuah perusahaan lebih lama dibanding dengan pekerja yang tidak puas. Maka dari itu SWB karyawan menjadi topik penting dalam penelitian.

(2)

dan terpenuhi. Kecelakaan kerja tersebut tentunya juga berpengaruh pada pembiayaan kesehatan karyawan yang dikeluarkan oleh perusahaan. Maka dari itu pada penelitian ini, penulis lebih memilih mengambil sampel karyawaan bagian produksi dikarenakan karyawan pada bagian produksi memiliki pekerjaan yang memerlukan tenaga lebih banyak dibanding bagian lain.

Studi empirik mencoba menjelaskan komponen yang terdapat pada SWB. Diener, et. al. (2003) menjelaskan dua komponen yang ada pada SWB yaitu komponen kognitif, dan komponen afektif yang kemudian menjelskan tiga aspek pada SWB yaitu kepuasan hidup, afek positif dan afek negatif. Kepuasan hidup merupakan komponen kognitif karena merupakan hasil evaluasi tentang hidup seseorang. Sedangkan perasaan positif, dan perasaan negatif menjadi komponen afektif dan mencerminkan jumlah dari perasaan senang seseorang dalam hidupnya. Adapun beberapa faktor yang dapat memengaruhi SWB karyawan adalah kepemimpinan transformasional (Liu, et. al., 2010; Kelloway, Weigand, Mckee & Das, 2013; Luthans, Youssef, Sweetmans & Harms, 2013), komitmen organisasi (Galais & Moser, 2009; Maltin, 2011; Meyer & Maltin, 2010), dan konflik peran (Maunno, Kinnunen & Roukolainen, 2006; Grant-Vallont & Donaldson, 2001).

(3)

karyawan yang mendasarkan pada komitmen berkelanjutan, selain itu karyawan yang mendasarkan pada komitmen normatif memiliki hubungan positif dengan kesejahteraan subjektif karyawan meskipun lebih rendah dibanding komitmen afektif. Hasil penelitian ini juga menyebutkan bahwa guru yang berkomitmen secara afektif pada sekolah maupun pekerjaan melaporkan bahwa mereka merasa lebih bahagia dan merasa lebih penuh semangat, terdedikasi, fulfilled, vital dan puas terhadap pekerjaan, dibandingkan para guru yang berkomitmen hanya pada sekolah atau pekerjaan. Hal ini dikarenakan, ketika kebutuhan mereka terpenuhi dan terpuaskan, para guru merasa lebih kuat dalam berkomitmen terhadap sekolah dan pekerjaan mengajar mereka, terutama komitmen afektif. Namun berbeda dengan penelitian Galais dan Moser (2009) yang menemukan bahwa komitmen organisasi pada karyawan tidak tetap (bisa disebut karyawan outsourcing) justru merugikan kesejahteraan karyawan. Hal ini dikarenakan karyawan yang lebih berkomitmen pada perusahaan klien dari pada perusahaan agensi, menjadikan penugasan kembali (reassignment) menjadi stresor dan hal ini menyebabkan penurunan kesejahteraan (SWB).

(4)

Subjective Well-Being (SWB)

SWB sendiri didefinisikan sebagai sebuah evaluasi kognitif dan afeksi seseorang terhadap hidupnya (Diener, Oishi & Lucas, 2003). SWB memiliki tiga komponen yaitu kepuasan hidup, kepuasan domain, dan afektif (Diener et. al., 2003; Schimach, 2008; Diener, Lucas, & Oishi, 2002). Komponen kepuasan hidup diartikan sebagai evaluasi atau penilain individu mengenai hidupnya (Andrews & Withey, dalam Diener et al., 1985). Diener et al. (1985), juga menjelaskan kepuasan hidup sebagai proses penilain kognitif. Selain itu, Shin dan Janson (dalam Diener et al., 1985) mendefinisikan kepuasan hidup sebagai penilaian global seseorang terhadap kualitas hidupnya menurut kriteria yang dipilihnya. Lebih lanjut dijelaskan oleh Diener et al., (1985) bahwa penilain ini lebih kepada penilaian masing-masing individu terhadap hidupnya, bukan melalui penilain dari peneliti. Maksudnya, meskipun kita menganggap kesehatan, energi dan lain-lain itu penting, namun belum tentu hal tersebut penting bagi orang lain. Maka dari itu, penting bagi kita untuk menanyakan kepuasan hidup secara keseluruhan disamping memberi pertanyaan mengenai kepuasan pada domain-domain tertentu.

(5)

yaitu pendidikan, rekreasi, romantis, keluarga/orang tua, persahabatan, kesehatan, tempat tinggal, lalu lintas, cuaca, dan peningkatan tujuan. Loewe, Bagherzadehniri, Anaya, Thieme, dan Batista-Foguet (2013) mencoba mengkombinasikan domain-domain dari beberapa penelitan yang kemudian menyimpulkan domain-domain yang sering disebutkan dalam beberapa penelitian yaitu kesehatan, keuangan, sosial, diri sendiri, waktu luang, keluarga, dan pekerjaan. Dari domain tersebut, Loewe et al. (2013) kemudian membuat alat ukur untuk mengukur kepuasan pada domain-domain tersebut.

Komponen terakhir dari SWB adalah komponen emosi atau afektif. Komponen emosi terdiri dari dua indikator utama yaitu perasaan positif dan perasaan negatif. Perasaan positif dapat juga disebut dengan pleasant feelings,

merupakan refleksi keadaan suasana hati yang positif atau menyenangkan dari seseorang. Watson, Clark, dan Tellegen (dalam Carwford, & Henry, 2004) merincikan perasaan positif antara lain tertarik, waspada, penuh perhatian, bergairah, antusias, bersemangat, bangga, tekun, kuat, dan aktif. Sedangkan Diener et al. (1999) menyebutkan kesenangan, gembira, kepuasan/ kebanggaan, cinta, kebahagiaan, dan kegembiraan yang meluap-luap merupakan afek positif atau perasaan menyenangkan. Selanjtunya, perasaan negatif dapat disebut

(6)

kecemasan dan marah, stres, depresi dan iri hati merupakan perasaan negatif atau perasaan tidak menyenangkan.

Adapun faktor-faktor yang memengaruhi SWB khususnya pada karyawan telah dijelaskan melalui penelitian-penelitian sebelumnya. Adapun beberapa faktor yang dapat memengaruhi SWB karyawan adalah kepemimpinan transformasional (Liu, et. al., 2010; Kelloway, Weigand, Mckee & Das, 2013; Luthans, Youssef, Sweetmans & Harms, 2013), konflik peran (Maunno, Kinnunen & Roukolainen, 2006; Grant-Vallont & Donaldson, 2001), dan komitmen organisasi (Galais & Moser, 2009; Maltin, 2011; Meyer & Maltin, 2010).

Komitmen Organisasi

Seperti yang telah disebutkan, komitmen organisasi menjadi salah satu faktor yang dapat memengaruhi SWB karyawan. Menurut Meyer, Allen, dan Smith (dalam Lambert, Hogan & Jiang, 2008), pekerja dapat berkomitmen pada manusia atau organisasi dalam hidup mereka, seperti organisasi dimana mereka bekerja, gereja, kelompok sosial, dan sebagainya. Komitmen organisasi sendiri didefinisikan sebagai keadaan psikologis seseorang, di mana keadaan tersebut dapat menjelaskan keanggotaan seorang karyawan dengan perusahaannya dan juga dapat berimplikasi terhadap keputusan apakah ia akan tetap tinggal atau pergi meninggalkan perusahaan tempat ia bekerja (Allen & Meyer, 1997).

(7)

karyawan miliki dengan organisasi. Komitmen afektif menjelaskan mengenai komitmen karyawan pada suatu perusahaan karena ia memang menginginkannya (I want to). Karyawan yang memiliki komitmen afektif pada suatu organisasi memiliki kedekatan secara emosional dan rasa memiliki pada organisasi dimana ia bekerja.

Komitmen berkelanjutan merupakan komitmen karyawan yang didasarkan pada kerugian yang karyawan hubungkan dengan meninggalkan organisasi. Komitmen berkelanjutan menjelaskan mengenai komitmen karyawan pada suatu perusahaan karena ia membutuhkannya (I need to). Sehingga karyawan yang memiliki komitmen berkelanjutan akan memikirkan dampak dan resiko ketika ia meninggalkan perusahaan tempat ia bekerja. Karyawan pada komitmen berkelanjutan biasanya memiliki ketertarikan pada upah atau pendapatan dan keuntungan yang diterima dari perusahaan.

Komitmen normatif didasarkan pada perasaan berkewajiban yang dimiliki karyawan untuk tetap tinggal bersama organisasinya. Komitmen normatif menjelaskan mengenai komitmen karyawan karena ia harus bekerja pada organisasi tersebut (I have to). Karyawan yang memiliki komitmen normatif akan dipandu oleh kebiasaan bekerja, loyalitas, dan merasa wajib bekerja kepada perusahaannya.

Hubungan antara komitmen organisasi dengan SWB

(8)

mengalami kepuasan kerja, menyebabkan kualitas pengalaman yang baik (Maltin, 2011). Ketika seorang karyawan berkomitmen, maka ia mengalami pengalaman kerja yang positif seperti kepuasan kerja. Hal ini mengakibatkan karyawan mengalami kepuasan dalam kehidupannya meski hanya dalam bidang pekerjaan. Meski demikian, kepuasan kerja memiliki korelasi yang kuat dengan kepuasan hidup. Hal ini didukung dengan pendapat Russell (2008) yang mengatakan hampir setengah kehidupan orang dewasa dihabiskan di dunia kerja, sehingga kepuasan kerja dapat menggambarkan kepuasan hidup seorang karyawan.

(9)

perusahaan, memiliki hubungan yang positif dengan stres, yang kemudian berpengaruh pada kebahagian atau kepuasan karyawan tersebut. Karyawan yang merasa tidak mendapat keuntungan dari perusahaan, disisi lain juga bergantung pada perusahaan tersebut, akan merasa cemas, dan merasa stres, yang kemudian dapat mempengaruhi SWB-nya. Meski demikian, jika karyawan merasa telah mendapat imbalan dari perusahaan secara sepadan maka karyawan akan merasa puas (Maltin, 2011).

Karyawan sendiri memiliki kebutuhan-kebutuhan lain yang hanya dapat dipenuhi di tempat kerjanya. Kebutuhan dalam hal pengembangan diri, mampu menggunakan kemampuan serta kreativitas yang mereka miliki secara maksimal, kesempatan untuk belajar, serta kebutuhan serupa lainnya, mampu terpenuhi di dunia kerja. Ketika kebutuhan-kebutuhan tersebut terpenuhi, maka dapat membuat karyawan merasa terdedikasi, lebih semangat dalam bekerja, fulfilled, vital, dan puas terhadap pekerjaannya (Maltin, 2011). Artinya, ketika seorang karyawan berkomitmen pada sebuah organisasi, karyawan tersebut memiliki kesempatan untuk memenuhi kebutuhan akan hal-hal tersebut, dan sebagai hasilnya SWB karyawan meningkat.

(10)

ini adalah “terdapat hubungan yang positif signifikan antara komitmen organisasi dengan SWB karyawan”. Artinya semakin tinggi komitmen organisasi, maka

semakin tinggi SWB karyawan. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah komitmen organisasi, maka semakin rendah pula SWB karyawan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara komitmen organisasi dengan SWB karyawan pada karyawan CV. Putra Buana, Surakarta.

METODE PENELITIAN Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan kuantitatif dengan desain korelasional. Variabel dependen pada penelitian ini adalah SWB, sedangkan variabel independen pada penelitian ini adalah komitmen organisasi Partisipan

(11)

mencetak kardus, hingga pengepakan barang, menjadikan karyawan bagian produksi didominasi dengan karyawan berjenis kelamin laki-laki.

Prosedur Sampling

Pengambilan sampel pada penelitian ini adalah sampel jenuh dimana partisipan dari penelitian ini adalah karyawan CV Putra Buana yang bekerja di bagian produksi. Karena populasi pada penelitian ini memiliki jumlah yang kecil, maka sampel yang digunakan adalah seluruh karyawan bagian produksi yaitu 40 orang.

Instrumen Alat Ukur

Terdapat empat jenis skala psikologis untuk pengukurannya. Untuk mengukur SWB digunakan tiga skala psikologis yang akan dimodifikasi oleh penulis dengan mengacu pada dua skala SWB yaitu Satisfaction With Life Scale

(SWLS) untuk mengukur kepuasan hidup secara keseluruhan seperti “saya puas dengan kehidupan saya, sejauh ini saya telah mendapatkan apa yang diinginkan

dalam diri saya.” (Diener, Emmons, Larsen, & Griffin, 1985), 20 aitem untuk mengukur kepuasan domain seperti “saya lebih sering mengalami sakit dibanding

orang lain, saya puas dengan kehidupan keluarga saya, saya puas dengan

(12)

mengukur Komitmen Orgnisasi akan menggunakan skala psikologis yang mengacu pada Organizational Commitment Questioneire (OCQ) yang dibuat oleh Allen dan Meyer (1991), yang mana terdapat tiga skala yang akan mengukur tiga komponen komitmen organisasi yaitu Affective Commitment Scale (ACS) untuk mengukur komitmen afeksi ”saya memiliki keterikatan secara emosional pada

parik ini”, Continuance Commitment Scale (CCS) untuk mengukur komitmen berkelanjutan “kehidupan saya akan menjadi terganggu apabila saya meninggalkan pekerjaan saya sekarang”, serta Normative Commitment Scale

(NCS) untuk mengukur komitmen normatif “saya percaya bahwa nilai kesetiaan pada tempat kerja harus dijaga . OCQ kemudian menjadi skala 3 untuk mengukur komitmen organisasi. Maka dari itu, dalam skala psikologis yang akan dibagikan pada partisipan terdapat 3 skala terpisah.

Uji coba skala psikologis pada penelitian ini menggunakan try out

(13)

gugur, kemudian dilakukan penghitungan dengan bantuan Alfa Cornbach untuk mendapatkan reliabilitas skala yang digunakan sebagai alat ukur. Dari hasil penghitungan tersebut, didapat hasil reliabilitas skala 1 yaitu kepuasan sebesar 0,946, skala 2 yaitu afektif sebesar 0,879, dan skala 3 yaitu komitmen organisasi sebesar 0,875, sedangkan reliabilitas SWB sebesar 0,947.

Prosedur pengumpulan data

(14)

Teknik analisis data

Penghitungan pada penelitian ini menggunakan bantuan program statistik komputer SPSS for windows ver. 16.00. untuk menguji daya deskriminasi aitem maupun reliabilitas pada penelitian ini menggunakan teknik Alfa Cornbach.

Pengujian normalitas pada penelitian ini menggunakan Kolmogorov-Smirnov,

untuk uji linearitas digunakan ANOVA table of linearity, sedangkan pengujian hipotesisnya menggunakan Pearson’s product momment.

HASIL PENELITIAN

Sebelum melihat apakah terdapat hubungan antara komitmen organisasi dengan SWB, maka dilakukan uji asumsi diantaranya uji normalitas dan uji linearitas agar memastikan data yang diperoleh bisa dan layak untuk digunakan dalam penelitian ini. dari hasil penghitungan melalui Kolmogorov-Smirnov SPSS 16.00, di dapatkan bahwa skor K-S-Z SWB dengan signifikansi sebesar 0,520 (p>0,05) sedangkan skor K-S-Z komitmen organisasi dengan signifikansi sebesar 0,518 (p>0,05). Dari hasil tersebut, maka data kedua variabel dapat dikatakan berdistribusi normal.

Uji linearitas dilakukan agar mengetahui hubungan antar variabel memiliki hubungan secara linear atau tidak secara signifikan. Dari hasil uji linearitas yang dilakukan dengan menggunakan ANOVA table of linearity, maka didapatkan hasil Fbeda dengan signifikansi sebesar 0,426 (p>0,05). Artinya SWB dan komitmen organisasi memiliki hubungan yang linear.

(15)
[image:15.595.101.517.294.750.2]

Z-skor SWB terlebih dahulu dicari. Z-Z-skor SWB didapat dengan cara menjumlahkan t-skor dari kepuasan (skala 1) dan t-skor afektif (skala 2). Dengan demikian, total aitem untuk mengukur SWB sebanyak 46 aitem. Dari hasil statistik deskriptif, maka ditemukan total skor minimun pada variabel SWB sebesar 47,63 total skor maksimum sebesar 143,46 dengan mean 100,00, dan standart deviasi 17,612. Hasil statistik komitmen organisasi menunjukkan bahwa total skor minimum pada variabel ini adalah 36, total skor maksimal 61, dengan mean 49,37, dan standar deviasi 6,528. Melalui hasil analisis statistik deskriptif tersebut, maka dilakukan pengkategorisasian berdasarkan 5 jenjang yaitu sangat tinggi, tinggi, cukup, rendah, dan sangat rendah. Terdapat 5 alternatif jawaban pada skala 1 dan skala 2, sehingga didapatkan kemungkinan pembagian skor tertinggi 230, sedangkan skor terendah 46. Berbeda dengan pengkategorisasian pada komitmen organisasi, dimana terdapat 4 alternatif jawaban pada skala 3. Berdasarkan penghitungan yang dilakukan, maka kemungkinan pembagian skor tertinggi pada komitmen organisasi adalah 72, sedangkan skor terendah 18. Melalui pengkategorisasian yang dilakukan, maka SWB karyawan dapat dikategorisasikan rendah, sedangkan komitmen organisasi pada karyawan dapat dikategorisasikan cukup.

Tabel 1 Kategorisasi SWB

Interval Kategori Frekuensi % Mean SD 193,2 < x ≤ 230 Sangat Tinggi 0 0% 17,108 156,4 < x ≤ 193,2 Tinggi 0 0%

119,6 < x ≤ 156,4 Cukup 4 7,8%

82,8 < x ≤ 119,6 Rendah 30 76,3% 100,00

46 ≤ x ≤ 82,8 Sangat

Rendah

(16)
[image:16.595.99.515.121.709.2]

Tabel 2

Kategorisasi Komitmen Organisasi

Interval Kategori Frekuensi % Mean SD 61,2 ≤x ≤ 72 Sangat Tinggi 0 0% 6,528

50,4 ≤ x ≤ 61,1 Tinggi 12 31,5%

39,6 ≤ x ≤ 50,3 Cukup 22 57,89% 49.37

28,8 ≤ x ≤ 39,5 Rendah 4 10,5%

18 ≤ x ≤ 28,7 Sangat

Rendah

0 0%

Setelah mengetahui kelayakan data yang diperoleh melalui uji asumsi yang dilakukan, maka dilakukan uji hipotesis dengan mengggunakan Pearson’s

product momment untuk mengetahui arah korelasi kedua veriabel. Uji korelasi yang dilakukan menemukan bahwa korelasi antara SWB dengan komitmen memiliki nilai koefisien korelasi sebesar 0,538 (p>0,05) dan signifikansi sebesar 0.000 (p<0,05). Dari hasil tersebut, maka hubungan antara SWB dengan komitmen organisasi dapat dikatakan positif signifikan. Makin tinggi komitmen organisasi, maka makin tinggi SWB karyawan, atau sebaliknya, makin rendah komitmen organisasi makin rendah SWB karyawan.

Tabel 3 Hasil Uji Korelasi

Correlations

SWB

Komitmen_Orga nisasi

SWB Pearson Correlation 1 .538**

Sig. (1-tailed) .000

N 38 38

Komitmen_Organisasi Pearson Correlation .538** 1

Sig. (1-tailed) .000

N 38 38

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

(17)
[image:17.595.98.516.222.640.2]

penghitungan yang dilakukan, terdapat hubungan yang positif antara komitmen afektif dan SWB dengan koefisien sebesar 3,352 dengan signifikansi 0,002 (p<0,05); komitmen berkelanjutan dan SWB dengan koefisien sebesar 0,337, dengan signifikansi 0,738 (p>0,05); dan komitmen normatif dan SWB dengan koefisien sebesar -0,948 dengan signifikansi 0,350 (p>0,05).

Tabel 4

Hasil Regresi Berganda Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 28.627 18.155 1.577 .124

komitmen_afektif 4.232 1.262 .679 3.352 .002

komitmen_berkelanjutan .306 .907 .058 .337 .738

komitmen_normatif -1.726 1.821 -.164 -.948 .350

a. Dependent Variable: SWB

PEMBAHASAN

Hasil dari penelitian ini adalah terdapat hubungan positif signifikan antara komitmen organisasi dengan SWB. Artinya, maikin tinggi komitmen organisasi karyawan, maka makin tinggi pula SWB karyawannya. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama adalah komitmen organisasi. Karyawan dengan komitmen organisasi akan memiliki ikatan dengan organisasi tempat ia bekerja, sehingga memiliki tingkat stres yang cenderung rendah (Khatibi, Asadi, & Hamidi, 2009).

(18)

kemampuan terbaik yang ia miliki untuk organisasi tanpa merasa tertekan. Maka dari itu, karyawan dengan komitmen afektif akan merasa puas dan fulfilled saat ia dapat terus bersama dengan organisasi tempat ia bekerja (Maltin, 2011)

Karyawan dengan komitmen berkelanjutan akan memikirkan dampak yang ia dapatkan jika mereka meninggalkan organisasinya. Dengan memikirkan dampak tersebut, karyawan dengan sendirinya akan terus melanjutkan aktifitasnya bersama dengan organisasi tempat mereka bekerja didasari dengan rasa membutuhkan pekerjaan tersebut (Allen & Meyer, 1991). Disamping itu, imbalan atau timbal balik yang karyawan dapatkan dari organisasi juga menjadikan karyawan berkomitmen dengan organisasinya. Timbal balik yang seimbang antara karyawan dengan organisasi akan menjadikan karyawan merasa puas dan memiliki tingkat stres yang rendah (Coetzee & Rothmann, 2005).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Maltin (2011), serta Meyer dan Maltin (2010), yang juga menemukan adanya hubungan positif antara komitmen organisasi dengan SWB karyawan. Penelitian ini mengungkapkan bahwa karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi juga akan memiliki SWB yang tinggi pula.

(19)

karyawan. Selain itu hal ini juga dapat disebabkan hubungan yang kurang terjalin dengan baik antara karyawan dengan staff pabrik, serta perasaan mendapatkan timbal balik yang kurang seimbang antara karyawan dengan pihak instansi.

KESIMPULAN

Mengacu pada hasil penelitian yang telah didapatkan, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah:

1. Terdapat hubungan yang positif signifikan antara komitmen organisasi dengan SWB karyawan. Makin tinggi komitmen organisasi karyawan, makin tinggi pula SWB karyawannya, atau sebaliknya makin rendah komitmen organisasi karyawan, makin rendah pula SWB karyawannya.

2. Sebagian besar (76,3%) karyawan pada penelitian ini memiliki SWB pada kategori rendah dan sebagian besar (57,89%) karyawan memiliki Komitmen organisasi pada kategorisasi cukup.

Dari kesimpulan tersebut, maka penulis menyarankan pada pihak instansi agar:

1. Lebih memperhatikan SWB karyawannya dengan cara memberikan

reward pada karyawan yang memiliki prestasi kerja yang baik, sehingga dapat meningkatkan SWB karyawan dikarenakan timbal balik antara karyawan dan pabrik seimbang.

(20)

hal kesejahteraan, seperti kesehatan, membangun hubungan baik antara staff dan karyawan, dan lain-lain.

3. Mengadakan program-program yang dapat memberikan dampak positif bagi karyawan maupun bagi instansi sendiri melalui hasil evalasi yang diadakan.

Bagi karyawan, penulis menyarankan agara :

1. Penulis menyarankan agar karyawan menjalin hubungan yang sehat antar karyawan, sehingga dapat terjadi persaingan secara sehat antara karyawan, yang kemudian dapat membangun suasana kerja yang menyenangkan.

2. Karyawan dapat mencoba untuk menikmati dan mencintai pekerjaanya maupun perusahaannya khususnya di CV.Putra Buana Surakarta.

3. Karyawan dapat bekerja lebih giat dan meningatkan kualitas serta produktifitas kerjanya. Dengan kontribusi yang baik serta timbal balik yang diberikan perusahaan pada karyawan, diharapkan komitmen karyawan dapat mengalami peningkatan

Untuk penelitian selanjutnya, penulis memberi saran agar:

1. penelitian selanjutnya menggunakan jumlah partisipan yang lebih banyak dari penelitian ini agar hasil penelitian yang didapatkan lebih kuat.

(21)

3. Dapat melihat perbedaan SWB karyawan ditinjau dari komitmen organisasinya.

Penelitian ini memiliki kelebihan maupun keterbatasan.Kelebihan dari penelitian ini adalah penelitian ini dapat menggambarkan kesejahteraan maupun komitmen organisasi pada karyawan CV. Putra Buana secara keseluruhan. Hal ini disebabkan karena teknik sampling yang digunakan adalah sampel jenuh, dimana 38 dari 50 karyawan menjadi partisipan pada penelitian ini, dengan kata lain sekitar 80% karyawan CV. Putra Buana adalah partisipan di penelitian ini.

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Allen, N. J., & Meyer, J. P. (1990). The measurement and antecendents of affective, continuance and normative commitment to the organization.

Journal of Occupatuonal Psychology, 63, 1-18.

Arshadi, N. (2011). The relaionship of perceived organizational support (POS) with organizational commitment, in-role performance, and turnover intention: Mediating role of felt obligation. Social and Behavioral Sciences, 30,1103-1108.

Coetzee, S., & Royhmann, S., (2005). Occupational stres, organizational

commitment and ill-health of employees at a higher education institution in south Africa. SA Juornal of Industrial Psychology. 31(1), 47-54. Crawford, J. R., & Henry, J. D. (2004). The positive and negative affect schedule

(PANAS): Construct validity, measurement properties and normative data in a large non-clinical sampel. British Journal of Clinical Psychology, 43, 245-265.

Diener, E., Emmons, R. A., Larsen, R. J., & Griffin, S. (1985). The satisfaction with life scale. Juornal of Personality Assessment, 49(1), 71-75. Diener, E., Suh, E. M., Lucas, R. E., & Smith, H. L. (1999). Subjective

well-being: Three decade of progress. Psychological Bulletin, 125(2), 276-302. Diener, E., Kesebir, P., & Lucas, R. (2008). Benefits of accounts of well-being for

societies and for psychologcal science. Applied Psychology: An International Review, 57, 37-53.

Diener, E., Lucas, R. E., & Oishi, S. (2002). Subjective SWB: The science of happiness and life satisfaction. In C. R. Snyder, & S. J. Lopez (Eds.),

Handbook of positive psychology (pp. 63-73). New York: Oxford Univerity Press.

Diener, E., Oishi, S., & Lucas, R. E. (2003). Personality, cuture and subjective SWB: emotion and cognitive evaluations of life. Annu. Rev. Psychol,54, 403–425.

Galais, N., & Moser, K. (2009). Organizational commitment and the SWB of temporary agency workers: A longitudinal study. Human Relations, 62, 589-621. Retrived from http://hum.sagepub.com/content/62/4/589 Grant-Vallone, E. J., & Donaldson, S. I. (2001). Consequences of work-family

(23)

Kelloway, E. K., Weigand, H., McKee, M. C., & Das, H. (2013). Positive leadership and employee SWB. Journal of Leadership & Organizational Studies, 20, 107. Retrived from http://jlo.sagepub.com/content/20/1/107 Khatibi, A., Asadi, H., & Hamidi, M. (2009). The relationship between job stres

and organizational commitment in national olympic and paralympic academy. World Journal of Sport Sciences, 2(4), 272-278.

Lambert, E. G., Hogan, N. L., & Jiang, S. (2008). Exploring antecedents of five types of organizational commitment among correctional staff: It matters what you measure. Criminal Justice Policy Review, 19, 466. Retrived from http://cjp.sagepub.com/content/19/4/466

Liu, J., Siu, O. L., & Shi, K. (2010). Transformational leadership and employee SWB: The mediating role of trust in the leader and self-efficacy. Applied Psychology: An International Review, 59 (3), 454–479.

Loewe, N., Bagherzadehniri, M., Anaya, L., Thieme, C., & Batista-Foguet, J. M. (2013). Life domain satisfaction as predictors of overall life satisfaction among chilean workers. Manuscript submited for publication. Retrived from https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4 &cad=rja&uact=8&sqi=2&ved=0CDgQFjAD&url=http%3A%2F%2Fww w.umayor.cl%2Ffacultad-emprendimiento-y-negocios%2Fwp- content%2Fuploads%2F2013%2F10%2FLoewe_Bagherzadehniri_Araya- Castillo_ThiemeBatista- 2013.pdf&ei=Y9HEU46cA82MuASQ7oCwDQ&usg=AFQjCNE3xIA5G-tQaPnSge8lfV2k8RXxkA&bvm=bv.70810081,d.c2E

Luthans, F., Youssef, C. M., Sweetman, D. S., & Harms, P. D. (2013). Meeting the leadership challenge of employee SWB through relationship PsyCap and health PsyCap. Journal of Leadership & Organizational Studies, 20, 118. Retrieved from http://jlo.sagepub.com/content/20/1/118

Maltin, E. R. (2011). Workplace commitment and employee SWB: A meta-analysis and study of commitment profiles (Doctoral thesis, University of Western Ontario). Retrived from

http://ir.lib.uwo.ca/cgi/viewcontent.cgi?article=1416&context=etd Mauno, S., Kinnunen, U., & Ruokolainen, M. (2006). Exploring work- and

organization-based resources as moderators between work-family conflict, SWB, and job attitudes. Work & Stres, 20 (3), 210-233.

Meyer, J. P., & Maltin, E. R. (2010). Employee commitment and well-being: A critical review, theoretical framework and research agenda. Journal of Vocational Behavior, 77, 323-337.

(24)

Gambar

Tabel 1 Kategorisasi SWB
Tabel 2 Kategorisasi Komitmen Organisasi
Tabel 4 Hasil Regresi Berganda

Referensi

Dokumen terkait

Hanya sebagian kecil guru yang mampu menyusun dan membuat sendiri RPP; (2) pengorganisasian pembelajaran yang dilakukan oleh guru SD Negeri 45 Banda Aceh

Dari gambar 3.1 diatas metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode berbasis pengujian terhadap material ini dengan melakukan

Berdasarkan uraian masalah pada latar belakang, maka yang menjadi rumusan masalah pada penelitian yang akan diteliti adalah “bagaimana menerapkan metode Fuzzy

The number of monthly visitors arriving in Grenada from countries with confirmed DENV-3 activity was compared with the number of dengue cases detected on the island during the

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan Pengaruh antara Tingkat Pengawasan Orang Tua, Guru dan Tingkat Religiusitas Siswa terhadap Perilaku Seks Pranikah Siswa

Demik ian agar Saudara-saudara k etahui, dan atas perhatiannya diucapk an terima k asih. Jalan Batusangk ar Buk ittingi Km 14 Lawang Mandahiling -

Pada penelitian ini akan dibangun suatu sistem pengendalian motor secara wireless, dengan motor di sisi receiver adalah motor dc, stepper dan motor servo,

Simpulan penelitian ini adalah: (1) unsur intrinsik yang terdapat dalam novel Dalam Mihrab Cinta karya Habiburrahman El Shirazy: alur, tema, karakter, setting,