• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis pengaruh pertumbuhan sektor-sektor ekonomi terhadap distribusi pendapatan di Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis pengaruh pertumbuhan sektor-sektor ekonomi terhadap distribusi pendapatan di Kabupaten Bogor"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

Sektor-Sektor Ekonomi terhadap Distribusi Pendapatan di Kabupaten Bogor (dibimbing oleh YETI LIS PURNAMADEWI).

Seiring dengan pembangunan ekonomi yang dilakukan di Kabupaten Bogor, ketimpangan distribusi pendapatan menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi oleh Pemda Kabupaten Bogor. Adanya ketimpangan distribusi pendapatan terlihat dari besarnya angka keiskinan di Kabupaten Bogor dan rendahnya daya beli masyarakat Kabupaten Bogor. Ketimpangan Distribusi Pendapatan menyebabkan melebarnya jurang pendapatan antara masyarakat kaya dan masyarakat miskin sehingga kemiskinan akan sulit diatasi dan akan menghambat pertumbuhan ekonomi.

Ketimpangan distribusi pendapatan terjadi karena pembangunan yang lebih mengutamakan pertumbuhan dari pada pemerataan. Pertumbuhan ekonomi terus dipacu untuk meningkatkan pendapatan daerah dan kesejahteraan masyarakat. Namun karena adanya perbedaan faktor-faktor kepemilikan modal dan keterampilan dalam aktivitas ekonomi maka hasil dari pertumbuhanpun tidak dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. Jika hal ini terus berlanjut maka pertumbuhan hanya akan meningkatkan ketimpangan distribusi pendapatan.

Penelitian ini akan menganalisis, (1) Peran sektor-sektor ekonomi dalam menyerap tenaga kerja (2) Menganalisis pengaruh pertumbuhan per kapita sektor-sektor ekonomi terhadap distribusi pendapatan. Dalam analisis pengaruh pertumbuhan per kapita sektor-sektor ekonomi hanya digunakan lima sektor yaitu, Sektor Listrik, Gas dan Air bersih, Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, Sektor Transportasi dan Komunikasi, Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan dan Sektor Jasa. Dipilih kelima sektor tersebut karena sektor-sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan rata-rata lima tertinggi diantara sembilan sektor. Selain itu laju pertumbuhan kelima sektor tersebut diatas rata-rata pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor.

(2)

dengan 7,48 sampai kurang dari 14,96 persen per tahun. Sektor yang masuk dalam kelompok ini adalah Sektor Bangunan dan Konstruksi. Sektor yang memiliki peran yang kecil adalah sektor yang menyerap tenaga kerja kurang dari 7,48 persen per tahun. Sektor yang masuk dalam kelompok ini adalah Sektor Pertambangan dan Pengalian, Sektor Listrik, Gas dan Air bersih, Sektor Transportasi dan Komunikasi dan Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan.

Lima sektor ekonomi yang dipilih untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan per kapita terhadap distribusi pendapatan, dua sektor masuk pada kelompok sektor yang memiliki peran yang besar dalam menyerap tenaga kerja, yaitu Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran dan Sektor Jasa. Sedangkan tiga sektor yang lainnya masuk dalam kelompok sektor yang memiliki peran kecil dalam menyerap tenaga kerja.

Berdasarkan hasil analisis pertumbuhan per kapita Sektor Listrik, Gas dan Air bersih, Sektor Transportasi dan Komunikasi, Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan dan Sektor Jasa memiliki hubungan yang negatif terhadap rasio gini. Hal ini berarti peningkatan pertumbuhan per kapita sektor-sektor tersebut akan memperbaiki distribusi pendapatan. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran memiliki pengaruh yang positif terhadap rasio gini. Hal ini berarti peningkatan pertumbuhan per kapita sektor ini akan semakin memperburuk distribusi pendapatan. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran memiliki peranan yang terbesar dalam menyerap tenaga kerja di Kabupaten Bogor yaitu sebesar 23,66 persen per tahun, namun pertumbuhan per kapita Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran semakin memperburuk distribusi ketimpangan kerena adanya faktor modal yang lebih dominan menyebabkan apabila keuntungan yang diterima sektor ini meningkat dalam kurun waktu tertentu, maka keuntungan tersebut seluruhnya masuk pada pemilik modal.

Berdasarkan hasil penelitian penulis menyarankan agar Pemda Kabupaten Bogor mengembangkan Sektor Listrik, Gas dan Air bersih dan Sektor Transportasi dan Komunikasi untuk membuka lapangan pekerjaan bagi tenaga kerja di Kabupaten Bogor dengan memperluas jangkauan sarana transportasi dan komunikasi agar semakin banyak masyarakat yang mengunakan fasilitas tersebut, terutama bagi masyarakat desa terpencil. Di sisi lain pemerintah Kabupaten Bogor juga harus meningkatkan tingkat pendidikan masyarakat Kabupaten Bogor agar masyarakat dapat masuk dalam sektor-sektor ekonomi dan aktif dalam aktivitas ekonomi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya dan mengurangi ketimpanan distribusi pendapatan.

(3)

Oleh

DIYAH RATNA SARI H14102075

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(4)

Sektor-Sektor Ekonomi terhadap Distribusi Pendapatan di Kabupaten Bogor (dibimbing oleh YETI LIS PURNAMADEWI).

Seiring dengan pembangunan ekonomi yang dilakukan di Kabupaten Bogor, ketimpangan distribusi pendapatan menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi oleh Pemda Kabupaten Bogor. Adanya ketimpangan distribusi pendapatan terlihat dari besarnya angka keiskinan di Kabupaten Bogor dan rendahnya daya beli masyarakat Kabupaten Bogor. Ketimpangan Distribusi Pendapatan menyebabkan melebarnya jurang pendapatan antara masyarakat kaya dan masyarakat miskin sehingga kemiskinan akan sulit diatasi dan akan menghambat pertumbuhan ekonomi.

Ketimpangan distribusi pendapatan terjadi karena pembangunan yang lebih mengutamakan pertumbuhan dari pada pemerataan. Pertumbuhan ekonomi terus dipacu untuk meningkatkan pendapatan daerah dan kesejahteraan masyarakat. Namun karena adanya perbedaan faktor-faktor kepemilikan modal dan keterampilan dalam aktivitas ekonomi maka hasil dari pertumbuhanpun tidak dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. Jika hal ini terus berlanjut maka pertumbuhan hanya akan meningkatkan ketimpangan distribusi pendapatan.

Penelitian ini akan menganalisis, (1) Peran sektor-sektor ekonomi dalam menyerap tenaga kerja (2) Menganalisis pengaruh pertumbuhan per kapita sektor-sektor ekonomi terhadap distribusi pendapatan. Dalam analisis pengaruh pertumbuhan per kapita sektor-sektor ekonomi hanya digunakan lima sektor yaitu, Sektor Listrik, Gas dan Air bersih, Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, Sektor Transportasi dan Komunikasi, Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan dan Sektor Jasa. Dipilih kelima sektor tersebut karena sektor-sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan rata-rata lima tertinggi diantara sembilan sektor. Selain itu laju pertumbuhan kelima sektor tersebut diatas rata-rata pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor.

(5)

dengan 7,48 sampai kurang dari 14,96 persen per tahun. Sektor yang masuk dalam kelompok ini adalah Sektor Bangunan dan Konstruksi. Sektor yang memiliki peran yang kecil adalah sektor yang menyerap tenaga kerja kurang dari 7,48 persen per tahun. Sektor yang masuk dalam kelompok ini adalah Sektor Pertambangan dan Pengalian, Sektor Listrik, Gas dan Air bersih, Sektor Transportasi dan Komunikasi dan Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan.

Lima sektor ekonomi yang dipilih untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan per kapita terhadap distribusi pendapatan, dua sektor masuk pada kelompok sektor yang memiliki peran yang besar dalam menyerap tenaga kerja, yaitu Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran dan Sektor Jasa. Sedangkan tiga sektor yang lainnya masuk dalam kelompok sektor yang memiliki peran kecil dalam menyerap tenaga kerja.

Berdasarkan hasil analisis pertumbuhan per kapita Sektor Listrik, Gas dan Air bersih, Sektor Transportasi dan Komunikasi, Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan dan Sektor Jasa memiliki hubungan yang negatif terhadap rasio gini. Hal ini berarti peningkatan pertumbuhan per kapita sektor-sektor tersebut akan memperbaiki distribusi pendapatan. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran memiliki pengaruh yang positif terhadap rasio gini. Hal ini berarti peningkatan pertumbuhan per kapita sektor ini akan semakin memperburuk distribusi pendapatan. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran memiliki peranan yang terbesar dalam menyerap tenaga kerja di Kabupaten Bogor yaitu sebesar 23,66 persen per tahun, namun pertumbuhan per kapita Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran semakin memperburuk distribusi ketimpangan kerena adanya faktor modal yang lebih dominan menyebabkan apabila keuntungan yang diterima sektor ini meningkat dalam kurun waktu tertentu, maka keuntungan tersebut seluruhnya masuk pada pemilik modal.

Berdasarkan hasil penelitian penulis menyarankan agar Pemda Kabupaten Bogor mengembangkan Sektor Listrik, Gas dan Air bersih dan Sektor Transportasi dan Komunikasi untuk membuka lapangan pekerjaan bagi tenaga kerja di Kabupaten Bogor dengan memperluas jangkauan sarana transportasi dan komunikasi agar semakin banyak masyarakat yang mengunakan fasilitas tersebut, terutama bagi masyarakat desa terpencil. Di sisi lain pemerintah Kabupaten Bogor juga harus meningkatkan tingkat pendidikan masyarakat Kabupaten Bogor agar masyarakat dapat masuk dalam sektor-sektor ekonomi dan aktif dalam aktivitas ekonomi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya dan mengurangi ketimpanan distribusi pendapatan.

(6)

Oleh

DIYAH RATNA SARI FEBRIYANTI H14102075

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(7)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Diyah Ratna Sari Febriyanti Nomor Registrasi Pokok : H14102075

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Pertumbuhan Sektor-Sektor Ekonomi terhadap Distribusi Pendapatan di Kabupaten Bogor

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Mengetahui,

Dosen Pembimbing,

Ir. Yeti lis Purnamadewi, MSc.

NIP.131967243

Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS

NIP.131864872

(8)

DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KERYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, September 2006

Diyah Ratna Sari F

(9)

Timur. Penulis anak kedua dari tiga bersaudara, dari Pasangan Hambali dan Siti Nurhayati. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN Kauman IV, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Bojonegoro dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN 2 Bojonegoro dan lulus pada tahun 2002.

Pada tahun 2002 penulis meninggalkan kota tercinta untuk melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir, sehingga menjadi sumber daya yang berguna bagi pembangunan Kota Bojonegoro tercinta. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

(10)

skripsi ini adalah “ Analisis Pengaruh Pertumbahan Sektor-Sektor Ekonomi terhadap Distribusi Pendapatan di Kabupaten Bogor ”. Distribusi pendapatan merupakan topik yang menarik karena seiring dengan pembangunan yang dilakukan terjadi adanya ketimpangan pembagian hasil-hasil dari pembangunan. Karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik ini, khususnya di Kabupaten Bogor. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama kepada Ibu Yeti Lis Pernamdewi, MSc, yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Ibu Wiwiek Rindayanti, MSc, yang telah menguji hasil karya ini. Semua saran dan kritik beliau merupakan hal sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Widyastutik, M.Si, terutama atas perbaikan tata cara penulisan skripsi ini. Meskipun demikian, segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini, sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.

(11)

membutuhkan.

Bogor, September 2006

Diyah Ratna S. F

H14102075

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 7

1.5. Ruang Lingkup... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Konsep Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan ... 9

2.2. Penelitian-penelitian Terdahulu ... 10

2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 11

2.3.1. Distribusi Pendapatan ... 11

2.3.2. Produktivitas dan Upah Tenaga Kerja ... 13

2.3.3. Pendapatan Daerah... 16

2.4. Kerangka Pemikiran Operasional ... 18

2.5. Hipotesis... 20

III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data ... 23

(13)

3.2.1. Analisis Peran Sektor-sektor Ekonomi dalam Penyerapan

Tenaga Kerja di Kabupaten Bogor... 23

3.2.2. Analisis Peran Pertumbuhan Per Kapita Sektor-sektor Ekonomi terhadap Distribusi Pendapatan di Kabupaten Bogor... 24

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN BOGOR 4.1. Kondisi Geografi dan Pembagian Wilayah Administrsi... 31

4.2. Rencana Strategis Pembangunan Kabupaten Bogor ... 33

4.3. Sumber Daya Alam ... 34

4.4. Sumber Daya Manusia ... 36

4.5. Potensi Ekonomi Kabupaten Bogor ... 38

4.6. Ketersediaan dan Kualitas Infrastruktur... 41

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Peran Sektor-sektor Ekonomi dalam Penyerapan Tenaga Kerja di Kabupaten Bogor... 45

5.2. Analisis Peran Pertumbuhan Per Kapita Sektor-sektor Ekonomi terhadap Distribusi Pendapatan di Kabupaten Bogor... 47

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 55

6.2. Saran... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1.1. Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993, Tahun 1993-2003 (dalam Pesen) ... 4

4.1. Perkembangan Kondisi Administrasi Kabupaten Bogor

Tahun 2001-2004 ... 33

4.2. Jumlah Penduduk Kabupaten Bogor Menurut Kelompok Umur

pada Tahun 2004 ... 38

4.3. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Konstan 1993 dalam Jutaan Rupiah dan Distribusi Presentase PDRB Tahun 2000-2003... 39

4.4. Realisasi Indikator Kinerja Makro Pembangunan di Kabupaten Bogor

Tahun 2001-2004 ... 40

4.5. Jumlah Gardu Induk di Kabupaten Bogor ... 43

4.6. Banyaknya Langganan, Daya Terpasang, KWH Jual/Beli, KWH Losses, Hasil Penjualan KWH Dirinci UPP Tahun 2004 ... 44

5.1. Penyerapan Tenaga Kerja Tiap Sektor-sektor Ekonomi

Tahun 1993-2003 ... 46

5.2. Hasil Estimasi Pengaruh Pertumbuhan per Kapita Sektor-sektor

Ekonomi terhadap Distribusi Pendapatan di Kabupaten Bogor... 47

5.3. Uji Autikorelasi melalui Breusch-Godfrey Serial LM Test... 49

5.4. Hasil Uji Multikolinier melalui Correlation Matrix... 49

Lampiran

1. PDRB Kabupaten Bogor Tahun 1993-2003 ... 59

2 Penyerapan Tenaga Kerja Tiap Sektor Tahun 1993-2003 ... 60

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Hal

2.1. Kerangka Pemikiran... 20

4.1 Grafik Pertumbuhan Jumlah Penduduk Kabupaten Bogor

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. PDRB Kabupaten Bogor Tahun 1993-2003 ... 56

(17)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Sesuai dengan Trilogi Pembangunan bahwa pembangunan dilakukan

untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi, stabilitas perekonomian dan

pemerataan pembangunan. Namun, seiring dengan gerak pembangunan yang

dilakukan, ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan menjadi lingkaran

masalah yang sulit diatasi. Walaupun pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun

2005 cukup tinggi, mencapai 5,5 persen tetapi angka kemiskinan masih tetap

tinggi yaitu mencapai 16,6 persen (Ritonga, 2005). Sulitnya mengurangi angka

kemiskinan disebabkan adanya ketimpangan distribusi pendapatan.

Ketimpangan dalam distribusi pendapatan menggambarkan bahwa hanya

sebagian kecil masyarakat yang menguasai kehidupan ekonomi dan menikmati

sebagian besar pendapatan negara. Sebaliknya sebagian besar masyarakat yang

terdiri dari karyawan dan buruh hanya menikmati sedikit dari pendapatan negara

(Djojohadikusumo, 1955). Adanya ketimpangan distribusi pendapatan tersebut

menyebabkan adanya suatu jurang antara masyarakat kaya dengan masyarakat

miskin sehingga yang miskin sulit keluar dari kemiskinan.

Distribusi pendapatan yang timpang ini disebabkan adanya perbedaan

faktor-faktor yang berhubungan dengan kekuatan modal dan skill pada masing-masing golongan. Golongan masyarakat kaya yang merupakan sebagian kecil dari

masyarakat keseluruhan menguasai hampir seluruh jumlah peralatan modal yang

(18)

aktivitas ekonomi serta mempunyai pendidikan, keterampilan dan keahlian khusus

dalam perdagangan. Dilain pihak golongan karyawan dan buruh yang tidak

memiliki modal dan skill yang cukup, sulit masuk dalam aktivitas ekonomi dan memiliki posisi yang lemah dalam menghadapi golongan lain (Djojohadikusumo,

1955).

Seiring dengan pembangunan ekonomi yang dilakukan di Kabupaten

Bogor, ketimpangan distribusi pendapatan menjadi salah satu permasalahan yang

dihadapi oleh Pemda Kabupaten Bogor. Adanya ketimpangan distribusi

pendapatan terlihat dari angka kemiskinan di Kabupaten bogor yang tinggi

mencapai 25,39 persen. Di tahun yang sama daya beli penduduknya hanya sebesar

Rp 552.450, dimana angka ini berada di bawah kebutuhan hidup minimum

Kabupaten Bogor sebesar Rp 671.222.

Rendahnya daya beli masyarakat menyebabkan rendahnya tingkat

pendidikan masyarakat Kabupaten Bogor yang terlihat dari indeks pendidikan

yang dibentuk oleh komponen rata-rata lama sekolah (RRLS) pada tahun 2004

sebesar 6,26 tahun, artinya secara makro rata-rata pendidikan masyarakat

Kabupaten Bogor masih pada tingkat sekolah dasar. Tingkat pendidikan yang

rendah menyebabkan penduduknya memiliki keterampilan atau skill yang rendah dan menyebabkan mereka sulit untuk mendapatkan upah yang tinggi

(Kamaluddin, 1992). Upah yang kecil menyebabkan orang miskin sulit

memperbaiki tingkat kesejahteraan dan sulit keluar dari kemiskinan. Rasio gini

Kabupaten Bogor pada tahun 2004 mencapai 0,171, walaupun angka ini relatif

(19)

diperbaiki maka akan mempersulit usaha untuk mengurangi angka kemiskinan

dan tentunya akan menghambat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor.

Transformasi ekonomi terjadi seiring dengan pembangunan yang

dilakukan di Kabupaten Bogor. Hal ini terlihat dari peran Sektor Pertanian yang

tergantikan oleh Sektor Industri dan sektor lainnya. Pada tahun 2003 peran Sektor

Pertanian sebesar 9,77 persen terhadap pembentukan PDRB, sedangkan Sektor

Industri berperan sebesar 50,58 persen (BPS, 2004).

Sektor-sektor ekonomi dikembangkan untuk memacu pertumbuhan

ekonomi Kabupaten Bogor karena pertumbuhan ekonomi berperan penting untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten

Bogor rata-rata sebesar 2,81 persen per tahun. Laju pertumbuhan ekonomi

tertinggi terjadi pada tahun 1996 sebesar 11,52 persen, sedangkan laju

pertumbuhan ekonomi terendah terjadi pada tahun 1998 sebesar -18,35 (Tabel

1.1). Laju pertumbuhan ekonomi terendah ini disebabkan karena adanya krisis

moneter dimana mencapai puncak krisis pada tahun 1998 dengan inflasi sebesar

75,0 persen (Yustika, 2002). Pasca krisis moneter pada tahun 2001 pertumbuhan

ekonomi mulai kembali normal walaupun pertumbuhannya tidak sebesar sebelum

terjadi krisis moneter.

Sektor ekonomi yang memiliki laju pertumbuhan rata-rata lima tertinggi

adalah Sektor Listrik, Gas dan Air bersih, Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan, Sektor Transportasi dan Komunikasi, Sektor Perdagangan, Hotel dan

(20)

memiliki laju pertumbuhan rata-rata di atas laju pertumbuhan rata-rata Kabupaten

Bogor.

Tabel 1.1. Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Konstan Tahun 1993, Tahun 1993-2003 (dalam persen)

Tahun

Sumber : BPS Kab. Bogor (diolah)

Pertumbuhan dalam sektor-sektor ekonomi akan membuka lapangan

pekerjaan, memberikan pendapatan bagi tenaga kerja dan meningkatkan

kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Bogor. Untuk menjamin kesejahteraan

dan melindungi para pekerja agar keuntungan tidak hanya dinikmati pengusaha

saja, maka pemerintah menetapkan upah minimum yang harus dibayarkan

pengusaha pada buruh. Adapun tujuan utama dalam penentuan upah minimum

menurut Kamaludin (1992) adalah :

1. Menonjolkan arti dan perannya yang penting dari para pekerja sebagai suatu

sub-sistem yang kreatif dalam suatu sistem kerja.

(21)

3. Mendorong kemungkinan diberikannya upah yang sesuai dengan nilai

pekerjaan yang dilakukan oleh pera pekerja.

4. Mengusahakan adanya dorongan bagi para pekerja untuk memperoleh upah

sesuai standart hidup secara wajar sebagai manusia.

1.2. Perumusan Masalah

Sektor-sektor ekonomi memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya.

Hal ini karena peningkatan pertumbuhan dan pendapatan tenaga kerja dalam satu

sektor akan meningkatkan konsumsi barang dan jasa dari sektor lainnya.

Peningkatan konsumsi barang dan jasa sektor lainnya dan akan memacu

pertumbuhan dan pendapatan tenaga kerja sektor-sektor tersebut. Jika hal ini terus

berlangsung maka tercipta pertumbuhan ekonomi yang seimbang dan stabil yang

sangat penting bagi perekonomian.

Pertumbuhan ekonomi khususnya pertumbuhan per kapita atau

produktivitas tenaga kerja sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan

sehingga dapat mengurangi angka kemiskinan. Dengan pertumbuhan per kapita

yang tinggi maka jumlah barang dan jasa yang dihasilkan per satuan waktu akan

meningkat yang berarti ada kenaikan produktivitas tenaga kerja. Peningkatan

produktivitas tenaga kerja menyebabkan biaya produksi per satuan waktu juga

akan menurun sehingga harga barang dan jasa di pasar dapat diturunkan.

Menurunnya harga barang dan jasa yang dihasilkan dapat menguasai pasar

(22)

Meningkatnya produktivitas tenaga kerja akan meningkatkan upah

sehingga meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja, karena upah merupakan

imbalan dari produktivitas. Jumlah tenaga kerja di Kabupaten Bogor yang bekerja

sebagai buruh dan karyawan sebesar 46,35 persen pada tahun 2004 (BPS Kab.

Bogor 2004). Hal ini berarti jika produktivitas tenaga kerja atau pertumbuhan per

kapita meningkat maka kesejahteraan tenaga kerja akan meningkat dan akan

memperbaiki distribusi pendapatan di Kabupaten Bogor.

Pertumbuhan ekonomi sangat penting untuk meningkatkan pendapatan

dan kesejahteraan, namun pertumbuhan ekonomi menjadi tidak berarti karena

pertumbuhan ekonomi tersebut tidak dinikmati secara merata. Hal ini terjadi

karena adanya perbedaan modal dan keterampilan dalam masyarakat. Selain itu

juga karena adanya faktor modal yang lebih dominan dibandingkan dengan faktor

yang lainnya menyebabkan keuntungan lebih banyak masuk pada pemilik modal

(Dumairy, 1996).

Jika hasil dari pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati masyarakat kaya

maka kemiskinan tidak akan menurun dan distribusi pendapatan antara

masyarakat kaya dan miskin semakin timpang. Jika jurang ketimpangan distribusi

pendapatan semakin besar, hal ini akan menimbulkan kecemburuan sosial dan

masalah-masalah sosial yang akan menganggu stabilitas perekonomian dan

(23)

Berdasarkan hal tersebut, maka skripsi ini akan membahas

permasalahan mengenai :

1. Bagaimana peran sektor-sektor ekonomi dalam penyerapan tenaga kerja di

Kabupaten Bogor?

2. Bagaimana pengaruh pertumbuhan per kapita sektor-sektor ekonomi terhadap

distribusi pendapatan di Kabupaten Bogor ?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Menganalisis peran sektor-sektor ekonomi dalam penyerapan tenaga kerja di

Kabupaten Bogor.

2. Menganalisis pengaruh pertumbuhan per kapita sektor-sektor ekonomi

terhadap distribusi pendapatan di Kabupaten Bogor.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai

peran sektor-sektor ekonomi dalam menyerap tenaga kerja di Kabupaten Bogor

dan peran pertumbuhan per kapita terhadap distribusi pendapatan. Hasil dari

penelitian ini semoga dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah

Kabupaten Bogor dalam menentukan kebijakan pembangunan daerah untuk

(24)

1.5. Ruang Lingkup

Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dilihat dari pertumbuhan

sektor ekonomi yang ada di daerah tersebut. Di Kabupaten Bogor,

sektor-sektor ekonomi dikelompokkan menjadi sembilan sektor-sektor. Dalam analisis peran

sektor-sektor ekonomi dalam penyerapan tenaga kerja digunakan peran tiap sektor

ekonomi dalam menyerap tenaga kerja. Namun dalam analisis pengaruh

pertumbuhan per kapita hanya akan menggunakan lima sektor yaitu sektor listrik,

gas dan air bersih, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor jasa, sektor

transportasi dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan

sektor jasa karena keterbatasan data. Dipilih kelima sektor tersebut karena

sektor-sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan rata-rata lima tertinggi diantara

sembilan sektor. Selain itu laju pertumbuhan kelima sektor tersebut diatas

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PENELITIAN

2.1.Tinjauan Konsep Pertumbuhan Ekonomi dan Distribusi Pendapatan Menurut Kuznet dalam Jhingan (2004) pertumbuhan ekonomi adalah

kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan

semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya, kemampuan

ini tumbuh sesuai dengan kemampuan teknologi, penyesuaian kelembagaan dan

ideologis yang diperlukan. Definisi ini memiliki tiga komponen : pertama,

pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terihat dari meningkatnya terus-menerus

persediaan barang: kedua, teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan

ekonomi yang menentukan derajat pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan

aneka macam barang kepada penduduk: ketiga , penggunaan teknologi secara luas

dan efisien memerlukan adanya penyesuaiaan di bidang kelembagaan dan ideologi

sehingga inovasi yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan ummat manusia dapat

dimanfaatkan secara tepat.

Isu pemerataan dan pertumbuhan hingga kini masih menjadi perdebatan

yang tidak berkesudahan dalam konteks pembangunan, untuk memilih manakah

yang lebih didahulukan apakah pemerataan atau pertumbuhan. Di Indonesia

strategi pembangunan dilaksanakan dengan fokus untuk meningkatkan

pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dipilih menjadi strategi utama

dalam pembangunan karena dengan pertumbuhan maka jumlah barang dan jasa

yang dihasilkan akan meningkat sehingga dapat meningkatkan pendapatan

(26)

selalu menjadi tujuan utama dalam pembangunan, maka seringkali keadilan atau

pemerataan menjadi terabaikan. Walaupun pertumbuhan ekonomi dapat

meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan, namun yang terjadi pertumbuhan

ekonomi tidak selalu dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. Hal

inilah yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi hanya akan meningkatkan

ketimpangan distribusi pendapatan (Dumairy, 1996).

2.2.Penelitian-penelitian Terdahulu

Penelitian tahun 1995 yang berjudul ”Dampak Alih Fungsi Lahan

Pertanian Terhadap Distribusi Pendapatan Masyarakat (Studi kasus di Desa

Belendung dan Desa Walahar, Kecamatan Klari Kabupaten Kerawang, Jawa Barat

oleh Muhammad Firdaus, mengunakan data primer yang diambil dari kedua desa

dan menggunakan analisis tabulasi dan perhitungan rasio gini dari sisi

pendapatan. Dari hasil penelitian ternyata tingkat pendapatan total rumah tangga

Desa Walahar (Desa yang mengalami alih fungsi lahan dari lahan pertanian ke

industri) lebih tinggi 1,5 kali pendapatan rumah tangga di Desa Belendung (Desa

yang belum banyak mengalami alih fungsi lahan). Nilai dari Gini Rasio Desa

Walahar lebih besar dibandingkan Desa belendung. Hal ini menunjukkan

distribusi pendapatan penduduk desa Walahar sangat timpang sedangkan untuk

Desa Belendung relatif sama.

Penelitian tahun 2004 yang berjudul Peranan Sektor Pertanian Dalam

Mengurangi Ketimpangan Pendapatan Antar Daerah di Provinsi Lampung oleh

(27)

PDRB Lampung, dan peran sektor pertanian dalam mengurangi ketimpangan

pendapatan. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan rumus-rumus sederhana untuk menghitung sumbangan tiap sektor.

Untuk melihat kecenderungan awal ketimpangan pendapatan dilakukan dengan

menghitung indeks pendapatan dan variance tahap 1. Besarnya ketimpangan pendapatan dilihat dengan menggunakan formulasi Willianson (CVw) dan untuk

melihat hubungan antar variabel digunakan analisis korelasi. Dari hasil analisis

diperoleh bahwa sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar dalam PDRB

Lampung, dan sektor pertanian juga mempunyai peranan yang cukup besar dalam

mengurangi ketimpangan daerah.

2.3. Kerangka Pemikiran Teoritis

Penelitian ini mengunakan teori distribusi pendapatan, produktivitas dan

upah tenaga kerja dan pendapatan daerah. Penjelasan mengenai teori-teori tersebut

adalah sebagai berikut :

2.3.1. Distribusi Pendapatan

Distribusi pendapatan menurut Djojohadikusumo (1955) adalah

pembagian hasil produksi nasional dan pendapatan nasional harus dapat dinikmati

oleh seluruh atau sebagian besar penduduk. Pada negara-negara berkembang

distribusi pendapatan menunjukkan keganjilan karena segolongan kecil dalam

masyarakat yang menguasai kehidupan ekonomi dan menguasai sebagian terbesar

(28)

yang terdiri atas produsen kecil dan buruh hanya menguasai sebagian kecil dari

pendapatan nasional.

Menurut Morris dalam Arsyad (1993) yang menyebabkan

ketidakmerataan pendapatan di Negara Sedang Berkembang (NSB) adalah :

1. Pertambahan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya

pendapatan per kapita.

2. Inflasi dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara

proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang.

3. Ketidakmerataan pembangunan antar daerah.

4. Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal (capital

intensive), sehingga presentase pendapatan modal dari harta tambahan besar dibandingkan dengan presentase pendapatan yang berasal dari kerja, sehingga

pengangguran bertambah.

5. Rendahnya mobilitas sosial.

6. Pelaksanaan kebijaksanaan industri subtitusi impor yang mengakibatkan

kenaikan harga-harga barang hasil industri untuk melindungi usaha-usaha

golongan kapitalis.

7. Memburuknya nilai tukar (term of trade) NSB dalam perdagangan dengan

negara maju, sebagai akibat ketidak elastisan permintaan

negara-negara terhadap barang-barang ekspor.

8. Hancurnya industri-industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri

(29)

Untuk melihat apakah distribusi pendapatan timpang atau tidak dapat

menggunakan rasio gini. Indeks atau rasio gini menurut Dumairy (1996), adalah

suatu koefisien yang berkisar dari angka 0 hingga 1, menjelaskan kadar

kemerataan atau ketimpangan distribusi pendapatan nasional. Semakin kecil

(semakin mendekati 0) koefisiennya, pertanda semakin baik atau merata distribusi

pendapatan. Di lain pihak koefsien yang semakin besar (makin mendekati 1)

mengisaratkan distribusi yang semakin timpang atau senjang. Rasio gini dapat

dihitung secara matematik dengan rumus :

G =1 - ( )( 1)

Xi = proporsi jumlah komulatif rumah tangga dalam kelas i Yi = proporsi jumlah komulatif pendapatan dalam kelas i

2.3.2. Produktifitas dan Upah Tenaga Kerja

Dalam istilah sehari-hari produktifitas tenaga kerja biasanya

dimaksudkan sebagai produktifitas rata-rata per pekerja. Jika ada yang

mengatakan produktifitas industri tertentu naik, maksudnya adalah output per

(30)

kerja naik maka jumlah barang dan jasa meningkat sehingga keuntungan dan

pendapatan meningkat. Definisi produk rata-rata tenaga kerja adalah :

PR t = T Q

Keterangan :

PR t = Produk rata-rata tenaga kerja (produktifitas tenaga kerja) Q = Output

T = Tenaga kerja

Jika produktivitas tenaga kerja naik, berarti bahwa setiap tenaga kerja

dapat memproduksi lebih banyak, biaya satuan produksinya akan turun selama

tingkat upah tidak naik sampai pada batas yang sama dengan kenaikan

produktivitasnya. Biaya yang lebih rendah pada umumnya diikuti dengan harga

yang lebih rendah. Perusahaan yang bersaing akan menurunkan harganya dalam

usaha untuk merebut bagian pasar dan hasil akhir dari persaingan ini adalah

turunnya biaya produksi yang diikuti dengan turunnya harga (Lipsey, 1995).

Upah menurut Dewan Penelitian Pengupahan Nasional yang dimaksud

dengan upah ialah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pemberian (jasa) kerja

kepada penerima kerja untuk pekerjaan atau jasa kerja yang telah dan akan

dilakukan. Dimana upah itu berfungsi sebagai kelangsungan kehidupan yang

layak bagi kemanusiaan dan kelangsungan produksi yang dinyatakan atau dinilai

(31)

Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya upah menurut Kamaluddin

(1992) adalah:

1. Penawaran dan permintaan tenaga kerja. Kelangkaan tenaga kerja yang

memenuhi syarat bagi kebutuhan yang memerlukan keterampilan atau

keahlian tertentu, cenderung akan diimbangi dengan upah yang tinggi.

Sebaliknya bagi pekerjaan yang umum dapat dikerjakan oleh sembarang

pekerja atau tersedianya tenaga kerja untuk itu melimpah maka besarnya upah

bagi mereka akan menurun atau relatif lebih rendah.

2. Organisasi buruh atau pekerja. Seringkali para pekerja tergabung dalam

organisasi buruh atau serikat pekerja, jika organisasi buruhnya kuat maka

posisi bergaining (kekuatan tawar menawar) akan upah menjadi kuat,

sehingga tingkat upah cenderung lebih tinggi. Sebaliknya jika organisasi

buruhnya lemah, maka tingkat upahnya cenderung relatif rendah.

3. Kemampuan untuk membayar upah. Meskipun ada kemungkinan serikat

buruh untuk memperjuangkan atau menuntut tingkat upah yang lebih tinggi,

tetapi pada kenyataannya upah yang diberikan oleh pengusaha akan banyak

tergantung pada kemampuan perusahaan untuk membayar. Tingginya upah

yang dibayarkan akan dapat mengakibatkan naiknya biaya produksi dan

berakibat berkurangnya keuntungan bahkan bisa merugikan perusahaan.

4. Produktivitas tenaga kerja. Besarnya upah merupakan imbalan atas prestasi

(produktivitas) tenaga kerja. Dengan demikian melalui peningkatan

produktivitas tenaga kerja akan dapat dihasilkan jumlah produksi barang dan

(32)

yang lebih besar. Sehingga upah dapat ditingkatkan pula dan akan

meningkatkan kesejahteraan para tenaga kerja.

5. Ketentuan pemerintah tentang kerja. Pemerintah melalui ketentuan-ketentuan

yang diatur dalam perundang-undangan dan peraturan-peraturan yang terkait

dapat mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat upah.

2.3.3. Pendapatan Daerah

Prestasi ekonomi suatu daerah dinilai dengan berbagai ukuran agregat.

Secara umum, prestasi tersebut diukur melalui sebuah besaran dengan istilah

pendapatan regional (PDRB). Menurut BPS (2004) PDRB adalah data statistik

yang merangkum perolehan nilai tambah dari seluruh kegiatan ekonomi suatu

wilayah. PDRB dapat dihitung atau diukur dengan tiga macam pendekatan yaitu

pendekatan yaitu (1) pendekatan produksi; (2) pendekatan pendapatan; (3)

pendekatan pengeluaran.

Menurut BPS (2004) pendekatan produksi PDRB adalah jumlah nilai

barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah

dalam jangka waktu satu tahun. Sedangkan menurut pendekatan pendapatan

PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang

turut serta dalam proses produksi di wilayah dalam jangka waktu satu tahun.

Pendekatan pengeluaran, PDRB adalah jumlah seluruh komponen permintaan

akhir, meliputi (1) pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang

tidak mencari keuntungan; (2) pembentukan modal tetap domestik bruto dan

(33)

Menurut BPS (2004) PDRB dihitung dalam dua cara, yaitu atas dasar

harga berlaku yang menggambarkan nilai tambah nilai barang dan jasa yang

dihitung menggunakan harga setiap tahun. PDRB atas harga harga berlaku

menunjukkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu

wilayah dan menunjukkan pendapatan yang memungkinkan dapat dinikmati oleh

penduduk suatu daerah. PDRB per Kapita atas dasar harga berlaku menunjukkan

nilai PDRB per kepala atau per satu orang penduduk.

Sedangkan PDRB atas harga konstan menunjukkan nilai tambah barang

dan jasa yang dihitung menggunakan harga dasar tertentu. Dengan PDRB atas

harga konstan dapat menunjukkan pertambahan barang dan jasa dalam tiap tahun.

PDRB atas harga konstan dapat digunakan untuk menunjukkan laju pertumbuhan

ekonomi secara keseluruhan maupun sektoral. PDRB per Kapita atas harga

konstan menunjukkan pertambahan barang dan jasa per kapita atau per orang.

Menurut Lipsey (1995) keluaran per kapita atau ukuran produktifitas

dapat digunakan untuk mempelajari perubahan kesejahteraan. Hal ini berarti jika

pertumbuhan ekonomi per kapita naik maka barang dan jasa yang dihasilkan

meningkat sehingga keuntungan dan pendapatan akan meningkat. Peningkatan

pendapatan ini akan meningkatkan kesejahteraan dan memperbaiki distribusi

(34)

2.4. Kerangka Penelitian Operasional

Pertumbuhan ekonomi terus dipacu untuk meningkatkan pendapatan

daerah dan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan pertumbuhan per kapita atau

produktivitas tenaga kerja dalam sektor-sektor ekonomi akan meningkatkan

jumlah barang dan jasa yang dihasilkan. Meningkatnya barang dan jasa akan

meningkatkan keuntungan dan pendapatan sektor-sektor ekonomi.

Besarnya upah merupakan imbalan atas prestasi (produktivitas) tenaga

kerja. Dengan peningkatan barang dan jasa dan pendapatan, upah dapat

ditingkatkan dan akan meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja sehingga

memperbaiki distribusi pendapatan.

Namun karena adanya perbedaan faktor-faktor kepemilikan modal dan

keterampilan dalam aktivitas ekonomi maka hasil dari pertumbuhanpun tidak

dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. Selain itu juga karena

adanya kekuatan modal yang lebih dominan dalam aktivitas ekonomi

menyebabkan keuntungan lebih banyak terserap pada pemilik modal. Hal inilah

yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi hanya akan meningkatkan

ketimpangan distribusi pendapatan.

Penelitian ini akan menganalisis peran sektor-sektor ekonomi dalam

penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Bogor. Penelitian ini juga akan

menganalisis pertumbuhan per kapita Sektor Listrik, Gas dan Air bersih, Sektor

Perdagangan, Hotel dan Restoran, Sektor Transportasi dan Komunikasi, Sektor

Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan dan Sektor Jasa terhadap distribusi

(35)

Untuk menganalisis peran sektor-sektor ekonomi dalam penyerapan

tenaga kerja dilihat dari peran tiap sektor ekonomi dalam menyerap tenaga kerja,

kemudian sektor-sektor ekonomi tersebut dikelompokkan dalam tiga kelompok

yaitu kelompok besar (KB), kelompok sedang (KS) dan kelompok kecil (KK).

Kelompok besar yaitu kelompok sektor-sektor ekonomi yang memiliki peran yang

besar dalam penyerapan tenaga kerja. Kelompok sedang adalah kelompok

sektor-sektor ekonomi yang memiliki peranan sedang atau menengah dalam menyerap

tenaga kerja, sedangkan kelompok kecil adalah kelompok sektor-sektor ekonomi

yang memiliki peranan yang kecil dalam menyerap tenaga kerja. Untuk

menentukan batasan tiga kelompok mengunakan rumus sederhana dengan

membagi skala antara peran terkecil sampai peran terbesar menjadi tiga.

Kelompok Untuk menganalisis pengaruh Sektor Listrik, Gas dan Air bersih,

Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, Sektor Transportasi dan Komunikasi

dan Sektor Keuangan Persewaan dan Jasa Perusahaan dan Sektor Jasa terhadap

distribusi pendapatan digunakan analisis regresi dengan metode Ordinary Least Square (OLS).

(36)

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran

2.5. Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam analisis tersebut adalah :

1. Selama kurun waktu analisis antara tahun 1993-2003 Sektor Industri memiliki

peran terbesar dalam penyerapan tenaga kerja di kabupaten Bogor. Pertumbuhan ekonomi:

ƒ Sektor Pertanian ƒ Sektor Pertambangan ƒ Sektor Industri

ƒ Sektor Listrik, Gas dan Air bersih

ƒ Sektor Bangunan dan Konstruksi

ƒ Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

ƒ Transportasi dan Komunikasi ƒ Keuangan, Persewaan dan

Jasa Perusahaan ƒ Jasa

Peran Terhadap Distribusi Pendapatan:

ƒ Sektor Listrik, Gas dan Air bersih

ƒ Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

ƒ Transportasi dan Komunikasi ƒ Keuangan, Persewaan dan Jasa

(37)

2. PDRB per kapita Sektor Listrik, Gas dan Air bersih berpengaruh negatif pada

rasio gini. Artinya, jika pertumbuhan per kapita sektor ini naik maka

produktivitas sektor ini meningkat sehingga barang dan jasa yang dihasilakan

meningkat. Hal ini akan meningkatkan keuntungan dan pendapatan tenaga

kerja. Peningkatan pendapatan ini akan menurunkan rasio gini.

3. PDRB per kapita Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran berpengaruh

negatif pada rasio gini. Artinya, jika pertumbuhan per kapita sektor ini naik

maka produktivitas sektor ini meningkat maka barang dan jasa yang

dihasilkan akan meningkat. Hal ini akan meningkatkan keuntungan dan

pendapatan tenaga kerja. Peningkatan pendapatan akan menurunkan rasio gini.

4. PDRB per kapita Sektor Trasportasi dan Komunikasi berpengaruh negatif

pada rasio gini. Artinya, jika pertumbuhan per kapita sektor ini naik maka

produktivitas sektor ini juga naik sehingga barang dan jasa yag dihasilkan

akan meningkat. Hal ini akan meningkatkan keuntungan dan pendapatan

tenaga kerja. Peningkatan pendapatan ini akan menurunkan rasio gini.

5. PDRB per kapita Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

berpengaruh negatif pada rasio gini. Artinya, jika pertumbuhan per kapita

sektor ini naik maka produktivitas sektor ini juga naik sehingga barang dan

jasa yang dihasilkan juga meningkat. Hal ini akan meningkatkan keuntungan

dan pendapatan tenaga kerja. Peningkatan pendapatan ini akan menurunkan

rasio gini.

6. PDRB per kapita Sektor Jasa berpengaruh negatif pada rasio gini. Artinya,

(38)

naik sehingga barang dan jasa yang dihasilkan akan meningkat. Hal ini akan

meningkatkan keuntungan dan pendapatan tenaga kerja. Peningkatan

(39)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.

Data sekunder adalah data yang berasal dari sumber-sumber tidak langsung.

Dalam penelitian ini data sekunder diperoleh dari BPS Kabupaten Bogor, Dinas

Kependudukan dan Internet. Data yang digunakan adalah data time series periode dari tahun 1993 sampai dengan 2003.

3.2. Metode Analisis Data

3.2.1. Analisis Peran Sektor-sektor Ekonomi dalam Penyerapan Tenaga Kerja di Kabupaten Bogor

Analisis peran sektor terhadap penyerapan tenaga kerja dilihat dari

persentase tenaga kerja yang terserap dalam sektor ini. Untuk menghitung

banyaknya tenaga kerja yang terserap digunakan rumus:

Kti = ×100% t

ti TL L

dimana,

Kti = Tenaga kerja yang terserap (persen)

Lti = Jumlah tenaga kerja sektor i pada tahun t (orang) TLt = Total tenaga kerja pada tahun t (orang)

Dari sembilan sektor yang ada dikelompokkan dalam tiga kelompok

yaitu kelompok besar (KB), kelompok sedang (KS) dan kelompok kecil (KK).

Kelompok besar yaitu kelompok sektor-sektor ekonomi yang memiliki peran yang

(40)

sektor-sektor ekonomi yang memiliki peranan sedang atau menengah dalam menyerap

tenaga kerja, sedangkan kelompok kecil adalah kelompok sektor-sektor ekonomi

yang memiliki peranan yang kecil dalam menyerap tenaga kerja. Untuk

menentukan batasan tiga kelompok digunakan rumus sederhana dengan membagi

skala antara peran terkecil sampai peran terbesar menjadi tiga.

3.2.2. Analisis Pertumbuhan Per Kapita Sektor-sektor Ekonomi terhadap Distribusi Pendapatan di Kabupaten Bogor

Untuk menjawab permasalahan kedua analisis menggunakan metode

Ordinary Least Square (OLS) dengan alat analisis Eviews 4.1. OLS merupakan salah satu metode yang sering digunakan karena kemudahannya dalam mengulah

data. Terdapat beberapa asumsi yang menyederhanakan model ini :

1. Nilai rata-rata bersyarat dari unsure gangguan populasi μi tergantung pada

nilai tertentu variabel yang menjelaskan (X) adalah nol.

2. Varians bersarat dari μi adalah konstan atau homoskedatik.

3. Tidak ada variabel autokorelasi dalam gangguan.

4. Variabel yang menjelaskan adalah non-skotastik (tetap dalam penyempelan

berulang) atau jika skotastik didistribusikan secara independen dari gangguan

μi.

5. Tidak ada multikolinearitas diantara variabel yang menjelaskan X

6. μ didistribusikan secara normal dengan rata-rata dan varians yang diberikan

oleh asumsi 1 dan 2.

Jika semua asumsi terpenuhi maka penaksir OLS dari koefisien regresi adalah

(41)

Model yang digunakan untuk menganalisis peran Sektor Listrik, Gas dan

Air Bersih, Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran, Sektor Transportasi dan

Komunikasi, Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, dan Sektor Jasa

terhadap distribusi pendapatan adalah :

LNRGt = α + β1LNLISTt + β2 LNPDt + β3 LNTKt + β4 LNKEUt + β5 LNJSt + ε

Keterangan :

LNRGt = LN Rasio Gini

LNLISTt = LN PDRB per Kapita Sektor Listrik, Gas dan Air bersih

LNPDt = LN PDRB per Kapita Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

LNTKt = LN PDRB per Kapita Sektor Transportasi dan Komunikasi

LNKEUt = LN PDRB per Kapita Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan

LNJSt = LN PDRB per Kapita Sektor Jasa ε = error

Pengambilan keputusan diterima atau tidaknya model ini didasarkan

pada hasil pengujian terlebih dahulu karena variabel-variabel yang digunakan

dalam model masih merupakan penduga. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh

pada rasio gini adalah PDRB per kapita Sektor Listrik, Gas dan Air bersih, Sektor

Perdagangan Hotel dan Restoran, Sektor Transportasi dan Komunikasi, Sektor

Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan dan Sektor Jasa. Untuk dapat diterima

sebagai model yang baik, suatu model ekonometrika harus memenuhi tiga kriteria

yaitu kriteria ekonometrik, kriteria statistik dan kriteria ekonomi yang akan

(42)

A. Analisis Kriteria Ekonometrika

Untuk dapat diterima sebagai model yang baik, suatu model

ekonometrika harus dapat memenuhi kriteria ekonometrika. Pengujian tersebut

dilakukan melalui :

1. Uji Heterokedastisitas

Asumsi penting model regresi klasik adalah bahwa varians tiap unsur

disturbance μi, tergantung pada nilai yang dipilih dari variabel yang menjelaskan,

adalah suatu angka konstan (Homoskedastisitas) dan sebaliknya tidak terjadi

Heteroskedastisitas (Gujarati, 1993).

H0: γ =0

H1: γ ≠0

Kriteria uji :

probabilityObs*R-squared< α maka tolak H0 probabilityObs*R-squared >α , maka terima H0

Jika H0 ditolak, maka terdapat gejala heteroskedastisitas pada model. Sebaliknya jika H0 diterima, maka tidak terdapat gejala heteroskedastisitas.

Pendeteksian heteroskedastisitas mengunakan Eviews dilakukan dengan

melihat hasil White Heteroscedasticity test. Jika probabilitas Obs*R-squared dari

White Heteroscedasticity test lebih besar dari taraf nyata (α) yang digunakan,

maka model terbebas dari heteroskedastisitas.

Adanya heteroskedastisitas dapat mengakibatkan: (1) Estimasi

mengunakan OLS tidak akan memiliki varians yang minimum atau tidak efisien.

(43)

akan mempunyai varians yang tinggi sehingga prediksi menjadi tidak efisien. (3)

Tidak dapat diterapkan uji nyata tidaknya koefisien atau selang kepercayaan

dengan menggunakan formula yang berkaitan dengan nilai varians.

2. Uji Autokorelasi

Autokorelasi dalam Gujarati (1993) adalah korelasi antara error masa

lalu (ei-t) dengan error masa sekarang (et). Untuk menguji ada tidaknya autokorelasi, dapat digunakan uji Durbin Watson, yakni :

d hit =

Pada Eviews, uji autokorelasi dapat menggunakan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Hal ini dapat dilihat pada nilai probabilitasnya, jika nilai probabilitas obs* squared lebih besar dari taraf nyata yang digunakan maka model persamaan tidak mengalami masalah autokorelasi dan sebaliknya.

Adanya autokorelasi dapat menyebabkan terjadinya : (1) dugaan

perameter tak bias; (2) nilai galat baku terautokorelasi sehingga ramalan tidak

efisien; (3) ragam galat berbias; (4) terjadi pendugaan kurang pada ragam galat

(standar error underestimated sehingga Sb underestimate, maka t overestimate / t

cenderung lebih besar dari yang sebenarnya dan tadinya tidak signifikan menjadi

signifikan (Gujarati,1993).

3. Uji Multikolinier

Multikolinier adalah situasi adanya korelasi variabel-variabel di antara

satu dengan lainnya. Dalam hal ini kita sebut variabel-variabel bebas tidak

(44)

yang nilai korelasi diantara sesamanya sama dengan nol. Jika terdapat korelasi

sempurna diantara sesama variabel bebas ini sama dengan satu, maka

konsekuensinya adalah koefisien-koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir,

nilai standar error setiap koefisien regresi menjadi tak terhingga (Gujarati, 1993).

B. Analisis Kriteria Statistik 1. Koefisien Determinasi (R2)

Digunakan untuk melihat sejauh mana besar keragaman yang dapat

diterangkan oleh variabel bebas terhadap variabek tak bebas. Uji ini juga

digunakan untuk melihat seberapa kuat variabel yang dimasukkan ke dalam model

dapat menerangkan model (Gujarati, 1993) . Dua sifat R2 yaitu :

1. Merupakan besaran non negatif

2. Batasnya adalah 0 ≤ R2 ≤ 1. Jika R2 bernilai 1 berarti suatu kecocokan

sempurna, sedangkan jika R2 bernilai 0 berarti tidak ada hubungan antara

variabel terikat dan bebasnya.

R2 =

Pengujian ini dilakukan untuk melihat sejauh mana variabel bebas secara

parsial berpengaruh pada variabel terikatnya (Gujarati, 1993). Melalui uji ini akan

diuji apakah koefisien regresi satu persatu secara statistik signifikan atau tidak.

(45)

thitung=

Tolak Ho bila IthitungI < tα artinya variabel signifikan berpengaruh nyata pada taraf

nyata yang digunakan pada model.

3. Uji F (Uji serentak)

Pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah variabel-variabel bebas

secara serempak berpengaruh pada variabel terikatnya, (Gujarati, 1993).

Ho = b1 = b2 = … = bi = 0

C. Analisis Kiteria Ekonomi

Dalam kriteria ekonomi, hasil pendugaan tersebut dicocokkan dengan

teori ekonomi. Kesesuaian model dengan kriteria ekonomi dilihat dari tanda

parameter dugaan. Tanda tersebut diharapkan sesuai dengan hipotesis. Tanda

positif menunjukan bahwa perubahan variabel bebas akan berpengaruh positif

terhadap perubahan variabel terikat. Tanda negatif artinya perubahan variabel

bebas akan menyebabkan perubahan variabel terikat dengan perbandingan

terbalik.

Adanya perbedaan tanda antara hasil dan hipotesis dapat diterima jika

(46)

dan kondisi sosial yang terjadi pada ruang lingkup penelitian. Besarnya pengaruh

variabel bebas terhadap varabel terikat dapat dilihat dari besarnya elastisitas dan

(47)

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN BOGOR

4.1. Kondisi Geografi dan Pembagian Wilayah Administrasi

Kabupaten Bogor merupakan salah satu Kabupaten dalam Wilayah

Provinsi Jawa Barat yang berlokasi dekat dengan Ibukota Republik Indonesia.

Luas Kabupaten Bogor menurut Perda Nomor 3 Tahun 2003 adalah 2.663,90 Km²

dan berada antara antara 6º 19’ - 6º 47’ Lintang Selatan dan 106º 1’ - 107º 103’

Bujur Timur.

Batas wilayah Kabupaten Bogor, yaitu : Sebelah Utara berbatasan dengan

Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi dan Kota Depok; Sebelah Timur

berbatasan dengan Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang; Sebelah Selatan

berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur; Sebelah Barat

berbatasan dengan Kabupaten Lebak Provinsi Banten dan di Tengah-tengah

terdapat Kota Bogor. Secara topografi wilayah Kabupaten Bogor memiliki

ketinggian antara 15 m di atas permukaan laut (m dpl) pada dataran bagian Utara

sampai dengan 2.500 m dpl pada puncak-puncak gunung bagian Selatan.

Topografi wilayah dari bagian Utara hingga ke Selatan meliputi dataran rendah

(15-100 m dpl) ± 29,28%, dataran bergelombang (100-500 mdpl) ± 42,62 %,

perbukitan (500 – 1000 mdpl) ± 19,34%, pegunungan tinggi (1000-2000 mdpl) ±

8,35% dan puncak-puncak gunung (2000-2500 m dpl) ± 0,22 % dari luas wilayah.

Wilayah Kabupaten Bogor terbagi dalam 6 (enam) Daerah Aliran Sungai

(DAS), yaitu DAS Cidurian, DAS Cimanceuri, DAS Cisadane, DAS Ciliwung,

Sub DAS Kali Bekasi serta Sub Das Cipamingkis dan Cibeet. Sungai-sungai pada

(48)

air untuk irigasi, rumah tangga dan industri serta berfungsi sebagai drainase utama

wilayah. Di samping itu, Kabupaten Bogor terdapat danau atau situ-situ sebanyak

93 buah dengan luas 437,3 Ha serta sejumlah mata air. Situ-situ dimaksud

berfungsi sebagai reservoar atau tempat peresapan air dan beberapa diantaranya dimanfaatkan sebagai obyek wisata atau tempat rekreasi dan budidaya perikanan.

Secara administrasi Kabupaten Bogor pada tahun 2004 terdiri dari 35

Kecamatan, 409 Desa dan 17 Kelurahan, sedangkan pada tahun 2005 jumlah

kecamatan menjadi 40 kecamatan. Sejumlah kecamatan baru yang dimekarkan

meliputi : (1) Kecamatan Leuwiliang dimekarkan menjadi Kecamatan Leuwiliang

dan Leuwisadeng; (2) Kecamatan Ciampea dimekarkan menjadi Kecamatan

Ciampea dan Kecamatan Tenjolaya; (3) Kecamatan Caringin dimekarkan menjadi

Kecamatan Caringin dan Cigombong; (4) Kecamatan Bojonggede dimekarkan

menjadi Kecamatan Bojonggede dan Tajurhalang; (5) Kecamatan Cariu

dimekarkan menjadi Kecamatan Cariu dan Tanjungsari. Perkembangan Kondisi

Administrasi Kabupaten Bogor pada tahun 2001 – 2005 dapat dilihat pada

Tabel 4.1

Berdasarkan strategi perwilayahan pembangunan yang telah ditetapkan

dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Program Pembangunan Daerah

(Propeda) Kabupaten Bogor, maka wilayah Kabupaten Bogor dikelompokkan

kedalam 3 (tiga) wilayah pembangunan, yaitu ; (1) strategi percepatan di wilayah

Bogor Barat mencakup 13 kecamatan. (2) strategi pengendalian di wilayah Bogor

Tengah mencakup 20 kecamatan (3) strategi pemantapan di wilayah Bogor Timur

(49)

Tabel 4.1. Perkembangan Kondisi Administrasi Kabupaten Bogor Tahun 2001 – 2005

Tahun No Data Administrasi

2001 2002 2003 2004 2005

1 Kecamatan 35 35 35 35 40

2 Desa 408 408 408 409 409

3 Kelurahan 17 17 17 17 17

4 Rukun Warga

(RW)

3.286 3.286 3.335 3.416 3.416

5 Rukun Tetangga

(RT)

12.535 12.535 12.699 13.239 13.239

Sumber : Dinas Kependudukan, Catatan Sipil dan Keluarga Berencana, 2005

4.2. Rencana Strategis Pembangunan Kabupaten Bogor

Untuk mencapai efektivitas pelaksanaan pembangunan di Kabupaten

Bogor maka Pemerintah Kabupaten Bogor mengacu pada Visi yang tertuang

dalam Renstra Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2003-2008 yaitu :

“Tercapainya Pelayanan Prima demi Terwujudnya Masyarakat Kabupaten Bogor

yang Maju, Mandiri Sejahtera Berlandaskan Iman dan Taqwa”.

Visi di atas kemudian dijabarkan secara konkrit kedalam Misi yaitu :

(1) Melakukan Reformasi Pelayanan Publik menuju Tata Pemerintahan yang Baik

(Good Governance); (2) Meningkatkan Profesionalisme Aparatur dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; (3) Meningkatkan Kualitas Pelayanan

Pendidikan dan Kesehatan; (4) Menumbuhkembangkan Potensi Industri,

(50)

dan Menata Sarana, Prasarana dan Infrastruktur Wilayah; (6) Memajukan

Kehidupan Keagamaan dan Kondisi Sosial Kemasyarakatan.

Visi dan Misi yang telah dikemukankan di atas, agar dapat diukur dan

dinilai tingkat pencapaiannya selama tahun 2003-2008 yang akan datang, maka

perlu dijabarkan terdahulu dalam rumusan tujuan dan sasaran serta strategi atau

cara mencapainya. Strategi atau cara mencapai Tujuan dan Sasaran yaitu dengan

menetapkan rumusan kebijakan dan program bagi masing-masing pernyataan misi

serta pengelompokannya menurut bidang kewenangan dengan jumlah program

sebanyak 134 program serta mengaplikasikan secara berkelanjutan kedalam

APBD pada setiap tahun anggaran dengan mengacu kepada Kebijakan Umum

APBD menurut Kesepakatan dengan DPRD serta Strategi dan Prioritas APBD

pada setiap tahun anggaran yang berkenaan selama 5 (lima) tahun yang akan

datang.

4.3. Sumber Daya Alam

Keadaan dan kekayaan alam Kabupaten Bogor ini sangat baik dan

beraneka ragam jenisnya. Pemanfaatan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun

2003 meliputi : (1) lahan sawah seluas 62.967,98 Ha; (2) lahan untuk pekarangan

seluas 13.212,82 Ha; (3) lahan perumahan seluas 34.037,20 Ha; (4) ladang seluas

40.371,05 Ha; (5) empang seluas 3.462,53 Ha; (6) kuburan seluas 4.128,40 Ha;

(7) hutan negara seluas 43.900 Ha; (8) perkebunan seluas 24.379 Ha; (9) lainnya

(51)

Kekayaan alam di Kabupaten Bogor yang dapat dijadikan sebagai salah

satu sumber bagi pelaksanaan proses pembangunan, secara umum dapat

digambarkan sebagai berikut :

1. Sumber Daya Lahan

Klasifikasi lahan yang dimiliki menunjukkan kelas yang bervariasi, tetapi

60,60 persen merupakan lahan yang sesuai untuk pengembangan sektor

pertanian. Dalam konteks pembangunan regional Jabodetabekjur, Kabupaten

Bogor berfungsi sebagai daerah buffer zone daerah sekitarnya sehingga setiap perubahan dan alih fungsi lahan yang dilakukan akan berpengaruh dan

berdampak pada wilayah lainnya.

2. Sumber Daya Hutan

Hutan di Kabupaten Bogor terdiri dari hutan lindung, hutan cagar alam, hutan

wisata dan hutan produksi. Luas hutan di Kabupaten Bogor sekitar 23,29

persen dari luas wilayah keseluruhan. Dari data Propeda Kabupaten Bogor

2002-2006, luas keseluruhan hutan di Kabupaten Bogor adalah 88.803,61 Ha.

Berdasarkan fungsinya areal hutan tersebut dibagi menjadi hutan lindung,

hutan produksi, serta pengembangan hutan rakyat. Sehingga dalam

pengolahannya harus tercapai keseimbangan dan keserasian antara kebutuhan

produksi hasil hutan dengan kelestariannya bagi generasi yang akan datang.

3. Sumber Daya Perkebunan

Potensi yang besar adalah perkebunan rakyat, perkebunan swasta dan PTPN

dengan kondisi pada tahun 2003 seluas 24.379 Ha dengan jenis komoditi

(52)

4. Pertanian

Berdasarkan perhitungan tahun 2003, pemanfaatan lahan Kabupaten Bogor

untuk lahan sawah seluas 62.967,98 Ha, ladang seluas 40.371,05 Ha dan

empang seluas 3.462,53 Ha. Sumber daya pertanian ini meliputi pertanian

tanaman pangan, peternakan dan perikanan.

5. Sumber Daya Mineral

Sumber daya mineral memiliki beragam jenis dan cadangan yang besar

merupakan sumber daya alam potensial, mengingat kondisi fisik wilayah

terdiri dari gugusan gunung api Pleistosen dan batu terobosan bentukan Pliosen dan pembentukan sungai-sungai besar mulai periode kwarter. Sumber daya mineral yang telah dimanfaatkan diantaranya galian golongan C atau

bahan bangunan, industri seperti batu granit, batu gamping, batu lempung

pasit dan lainnya, sedangkan galian vital atau golongan B yang perlu perhatian

adalah emas dan perak.

4.4. Sumber Daya Manusia

Penduduk merupakan sumber daya manusia sebagai pelaku pembangunan

di suatu daerah. Jumlah penduduk Kabupaten Bogor sejak tahun 2001 sampai

dengan 2004 mengalami pertumbuhan dengan rata-rata Laju Pertumbuhan

Penduduk (LPE) selama kurun waktu empat tahun tersebut sebesar 2,83 persen.

Grafik Pertumbuhan Jumlah Penduduk Kabupaten Bogor Tahun 2001-2004 dapat

(53)

Sumber: Dinas Kependudukan, Catatan Sipil dan Keluarga Berencana, 2005

Gambar 4.1 Pertumbuhan Jumlah Penduduk Kabupaten Bogor Tahun 2001 – 2004

Jumlah penduduk pada tahun 2004 sebanyak 3.945.411 jiwa (BPS, 2005)

dan kepadatan penduduk 2.068,54 jiwa/Km², dengan rincian, yaitu: Wilayah

Pembangunan Barat sebanyak 1.299.406 jiwa; Wilayah Pembangunan Tengah

sebanyak 1.988.874 jiwa dan Wilayah Pembangunan Timur sebanyak 657.131

jiwa. Jumlah Penduduk Kabupaten Bogor Menurut Kelompok Umur pada Tahun

2004 dapat dilihat pada Tabel 4.2.

3 ,0 0 0 ,0 0 0 3 ,2 0 0 ,0 0 0 3 ,4 0 0 ,0 0 0 3 ,6 0 0 ,0 0 0 3 ,8 0 0 ,0 0 0 4 ,0 0 0 ,0 0 0

J iw a

Ta h u n

2 0 0 1

2 0 0 2

2 0 0 3

(54)

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Kabupaten Bogor Menurut Kelompok Umur Tahun 2004

Jenis Kelamin No Kelompok Umur

Laik-laki Perempuan

1 0 – 4 Tahun 175.394 179.150

2 5 – 9 Tahun 199.166 192.963

3 10 – 14 Tahun 199.103 187.987

4 15 – 19 Tahun 176.795 167.637

5 20 – 24 Tahun 166.802 169.805

6 25 – 29 Tahun 159.200 161.066

7 30 – 34 Tahun 152.237 151.668

8 35 – 39 Tahun 146.837 136.597

9 40 – 44 Tahun 125.771 116.822

10 45 – 49 Tahun 102.430 89.541

11 50 – 54 Tahun 84.438 72.514

12 55 – 59 Tahun 60.215 55.417

13 > = 60 Tahun 66.815 72.684

Sumber : Dinas Kependudukan, Catatan Sipil dan Keluarga Berencana, 2005

4.5. Potensi Ekonomi Kabupaten Bogor

Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, kondisi

perekonomian Kabupaten Bogor menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Hal

ini ditunjukkan dengan nilai PDRB harga konstan pada Tabel 4.3. PDRB

Kabupaten Bogor atas dasar harga konstan, yaitu : pada tahun 2000 sebesar Rp.

4.305.987,03 juta ; Rp. 4.461.304,12 juta pada tahun 2001, Rp. 4.660.312,89

juta pada tahun 2002 dan Rp. 4.881.288,87 juta pada tahun 2003 (Tabel 4.3).

(55)

Tabel 4.3 Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Konstan 2000 dalam Jutaan Rupiah dan Distribusi Presentase PDRB Tahun 2000-2003

Tahun No Lapangan Usaha

2000 2001 2002 2003

1 Pertanian 453.959,32

(10,54)

7 Transportasi dan Komunikasi

9 Jasa-jasa 308.580,88

(7,17)

PDRB 4.305.987,03 4.461.304,12 4.660.312,89 4.881.288,87

Sumber : BPS Kab. Bogor, 2004

Keterangan : ( ) = Presentase

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator yang dapat

merefleksi aspek-aspek peluang hidup yang panjang dan sehat, mempunyai

pengetahuan dan keterampilan yang memadai serta dapat hidup layak. IPM

Kabupaten Bogor pada tahun 2001-2004, menurut klasifikasi UNDP masuk dalam

klasifikasi menengah atas (66≤ IPM<80) walaupuan masih dalam kondisi batas

minimum. Komponen IPM menunjukkan bahwa indeks pendidikan dan indeks

daya beli masyarakat Kabupaten Bogor relatif masih rendah, sedangkan indeks

kesehatan dalam kondisi sedang. Hal ini dibentuk oleh komponen, yaitu rata-rata

lama sekolah (RRLS) pada tahun 2004 sebesar 6,26 tahun, artinya secara makro

(56)

dasar. Daya Beli pada tahun 2004 sebesar Rp 552.450,- berada di bawah

kebutuhan hidup minimum Kabupaten Bogor sebesar Rp 671.222 (Tabel 4.4)

Tabel 4.4. Realisasi Indikator Kinerja Makro Pembangunan di Kabupaten Bogor Tahun 2001-2004

No Indikator 2001 2002 2003 2004

1 Indeks Pembangunan

2 Jumlah Penduduk (Jiwa) 3.352.490 3 Laju Pertumbuhan

Penduduk (LPP) 4 Jumlah Pengangguran

(Orang)

62.754 182.006 280.834 235.026

5 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) 6 Jumlah Penduduk Miskin

(Jiwa) 7 Laju Pertumbuhan

Ekonomi (LPE)

Sumber: BPS Kab. Bogor, 2005 Keterangan : ( ) = Persen

Sarana dan prasarana ekonomi penunjang perekonomian daerah, yaitu :

(1) pasar desa dan kabupaten berjumlah 24 unit; (2) lembaga keuangan berupa

bank umum pemerintah 3 unit, bank swasta nasional 9 unit, bank pembangunan

(57)

buatan sebagai daya tarik wisata terdapat di 24 lokasi; (4) sarana hotel dan

penginapan 113 buah serta restoran/rumah makan 227 buah; (5) jumlah koperasi

1.355 buah, jumlah anggota penuh KUD dan Non KUD 105.387 orang; UKM

binaan BUMN 475 unit; (6) industri kecil 748 unit, PMA 61 unit dan PMDN 119

unit serta perusahan non fasilitas 484 unit dan industri kecil non formal 6.919

unit.

4.6. Ketersediaan dan Kualitas Infrastruktur

Ketersediaan fasilitas atau infrastruktur sebagai instalasi kemudahan dasar

terutama sistem transportasi, komunikasi dan listrik sangat diperlukan oleh

masyarakat dalam melakukan aktivitas perdagangan dan kelancaran pergerakan

orang, barang, dan jasa dari satu daerah ke daerah lain maupun ke negara lain

dalam proses kegiatan usaha. Selain ketersediaan infratruktur, kelancaran arus

pergerakan faktor produksi dalam kegiatan usaha juga harus didukung oleh

infrastruktur dengan kualitas yang baik. Kualitas infrastruktur selain

memperlihatkan kondisi fisiknya yang siap dan layak untuk digunakan, juga

menunjukkan kemudahan akses terhadap infrastruktur pendukung tersebut.

Sarana transportasi yang menghubungkan Kabupaten Bogor dengan

Kabupaten/Kota di sekitarnya mempunyai banyak alternatif, di antaranya Jalan tol

Jagorawi yang menghubungkan Jakarta-Ciawi dan merupakan gerbang utama

memasuki Kabupaten Bogor dari arah Utara, yakni dari DKI Jakarta melalui Kota

(58)

Bekasi. Selain itu, terdapat struktur jaringan jalan negara maupun jalan provinsi

sebagai berikut :

1. Jalan Negara yaitu jalan lintas Kota Bogor-Jakarta (lewat Cibinong dan

Depok) merupakan jaringan jalan utama, menghubungkan Kabupaten

Bogor-Cibinong dengan DKI Jakarta. Simpul-simpul yang terhubungkan dengan

jaringan jalan ini adalah :

a. Rangkasbitung – Jasinga – Leuwiliang – Dramaga – Kota Bogor

b. Sukabumi – Cibadak – Cijeruk – Ciawi – Kota Bogor

c. Bekasi – Cikarang – Cileungsi – Citeureup – Cibinong – Kota Bogor

d. Tangerang – Ciputat – Sawangan – Parung – Kota Bogor

e. Tangerang – Serpong – Parung – Kota Bogor

f. Cianjur – Cisarua – Megamendung – Ciawi – Sukaraja – Kota Bogor.

Status jalan negara sepanjang 86,534 km terdiri dari :

a. Cimanggis – Bogor : panjang 23,620 km pada km. 28,730 – 52,350

b. Ciputat – Bogor : panjang 23,770 km pada km. 24,180 – 52,950

c. Ciawi – Batas Kab. Sukabumi : panjang 14,716 km pada km. 68,500 – 83,216

d. Ciawi – Batas Kab. Cianjur : panjang 24,428 km pada km. 68,500 – 92,928

2. Jalan Propinsi adalah jaringan jalan yang diarahkan untuk membuka wilayah

Kabupaten Bogor bagian Barat dan bagian Timur. Jaringan jalan ini meliputi:

a. Ruas jalan Cibubur – Cileungsi – Cibeet (batas Kabupaten Cianjur)

b. Ruas jalan Kota Bogor – Leuwiliang – Jasinga

c. Ruas jalan Parung – batas Serpong (Kabupaten Tangerang)

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
Tabel 4.1.  Perkembangan Kondisi Administrasi Kabupaten Bogor                Tahun 2001 – 2005
Tabel 4.2   Jumlah Penduduk Kabupaten Bogor Menurut Kelompok Umur    Tahun 2004
Tabel  4.3  Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bogor Atas Dasar Harga Konstan 2000 dalam Jutaan Rupiah dan Distribusi Presentase PDRB Tahun 2000-2003
+6

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Shalat berjama‟ah akan menumbuhkan persatuan, kecintaan, menjadikan mereka golongan yang kuat, menumbuhkan kelapangan, kasih sayang, serta kelembutan hati pada

45 Hailey menyatakan bahwa “ globalisasi merupakan konsep penting dalam mengamati sistem yang kompleks dalam masyarakat, karena konsepnya yang. memadai, maka

Kemudian dengan adanya ekstrakurikuler di sekolah serta budaya sekolah yang baik memiliki dampak besar bagi siswa di sekolah, maka ekstrakurikuler dan budaya

Kehamilan sering mengalami perubahan baik fisik maupun psikologis yang menimbulkan berbagai keluhan bagi ibu hamil diantaranya adalah mual, muntah pada awal kehamilan, kontipasi,

Prestasi yang didapatkan oleh MIM Bandingan baik dalam bidang. akademik maupun non akademik dapat memberikan bukti bahwa

Salah satu aspek teknis lain dari olah vokal klasik yang diterapkan dan mempunyai suatu jenis perbandingan yang cukup signifikan pada kedua jenis musik vokal klasik dan populer

Uji keterkaitan faktor-faktor aspek pendidikan petuala- ngan berbasis Lingkungan Alam dalam mengembangkan Integritas di Perhimpunan Penempuh Rimba dan Pendaki