III. METODE PENELITIAN
3.2. Metode Analisis Data
3.2.1. Analisis Peran Sektor-sektor Ekonomi dalam Penyerapan Tenaga Kerja di Kabupaten Bogor
Analisis peran sektor terhadap penyerapan tenaga kerja dilihat dari
persentase tenaga kerja yang terserap dalam sektor ini. Untuk menghitung
banyaknya tenaga kerja yang terserap digunakan rumus:
Kti = ×100% t ti TL L dimana,
Kti = Tenaga kerja yang terserap (persen)
Lti = Jumlah tenaga kerja sektor i pada tahun t (orang) TLt = Total tenaga kerja pada tahun t (orang)
Dari sembilan sektor yang ada dikelompokkan dalam tiga kelompok
yaitu kelompok besar (KB), kelompok sedang (KS) dan kelompok kecil (KK).
Kelompok besar yaitu kelompok sektor-sektor ekonomi yang memiliki peran yang
sektor-sektor ekonomi yang memiliki peranan sedang atau menengah dalam menyerap
tenaga kerja, sedangkan kelompok kecil adalah kelompok sektor-sektor ekonomi
yang memiliki peranan yang kecil dalam menyerap tenaga kerja. Untuk
menentukan batasan tiga kelompok digunakan rumus sederhana dengan membagi
skala antara peran terkecil sampai peran terbesar menjadi tiga.
3.2.2. Analisis Pertumbuhan Per Kapita Sektor-sektor Ekonomi terhadap Distribusi Pendapatan di Kabupaten Bogor
Untuk menjawab permasalahan kedua analisis menggunakan metode
Ordinary Least Square (OLS) dengan alat analisis Eviews 4.1. OLS merupakan salah satu metode yang sering digunakan karena kemudahannya dalam mengulah
data. Terdapat beberapa asumsi yang menyederhanakan model ini :
1. Nilai rata-rata bersyarat dari unsure gangguan populasi μi tergantung pada nilai tertentu variabel yang menjelaskan (X) adalah nol.
2. Varians bersarat dari μi adalah konstan atau homoskedatik. 3. Tidak ada variabel autokorelasi dalam gangguan.
4. Variabel yang menjelaskan adalah non-skotastik (tetap dalam penyempelan
berulang) atau jika skotastik didistribusikan secara independen dari gangguan
μi.
5. Tidak ada multikolinearitas diantara variabel yang menjelaskan X
6. μ didistribusikan secara normal dengan rata-rata dan varians yang diberikan oleh asumsi 1 dan 2.
Jika semua asumsi terpenuhi maka penaksir OLS dari koefisien regresi adalah
Model yang digunakan untuk menganalisis peran Sektor Listrik, Gas dan
Air Bersih, Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran, Sektor Transportasi dan
Komunikasi, Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, dan Sektor Jasa
terhadap distribusi pendapatan adalah :
LNRGt = α + β1LNLISTt + β2 LNPDt + β3 LNTKt + β4 LNKEUt + β5 LNJSt + ε
Keterangan :
LNRGt = LN Rasio Gini
LNLISTt = LN PDRB per Kapita Sektor Listrik, Gas dan Air bersih LNPDt = LN PDRB per Kapita Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran LNTKt = LN PDRB per Kapita Sektor Transportasi dan Komunikasi
LNKEUt = LN PDRB per Kapita Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
LNJSt = LN PDRB per Kapita Sektor Jasa
ε = error
Pengambilan keputusan diterima atau tidaknya model ini didasarkan
pada hasil pengujian terlebih dahulu karena variabel-variabel yang digunakan
dalam model masih merupakan penduga. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh
pada rasio gini adalah PDRB per kapita Sektor Listrik, Gas dan Air bersih, Sektor
Perdagangan Hotel dan Restoran, Sektor Transportasi dan Komunikasi, Sektor
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan dan Sektor Jasa. Untuk dapat diterima
sebagai model yang baik, suatu model ekonometrika harus memenuhi tiga kriteria
yaitu kriteria ekonometrik, kriteria statistik dan kriteria ekonomi yang akan
A. Analisis Kriteria Ekonometrika
Untuk dapat diterima sebagai model yang baik, suatu model
ekonometrika harus dapat memenuhi kriteria ekonometrika. Pengujian tersebut
dilakukan melalui :
1. Uji Heterokedastisitas
Asumsi penting model regresi klasik adalah bahwa varians tiap unsur
disturbance μi, tergantung pada nilai yang dipilih dari variabel yang menjelaskan, adalah suatu angka konstan (Homoskedastisitas) dan sebaliknya tidak terjadi
Heteroskedastisitas (Gujarati, 1993).
H0: γ =0 H1: γ ≠0 Kriteria uji :
probabilityObs*R-squared< α maka tolak H0 probabilityObs*R-squared >α , maka terima H0
Jika H0 ditolak, maka terdapat gejala heteroskedastisitas pada model. Sebaliknya jika H0 diterima, maka tidak terdapat gejala heteroskedastisitas.
Pendeteksian heteroskedastisitas mengunakan Eviews dilakukan dengan
melihat hasil White Heteroscedasticity test. Jika probabilitas Obs*R-squared dari White Heteroscedasticity test lebih besar dari taraf nyata (α) yang digunakan, maka model terbebas dari heteroskedastisitas.
Adanya heteroskedastisitas dapat mengakibatkan: (1) Estimasi
mengunakan OLS tidak akan memiliki varians yang minimum atau tidak efisien.
akan mempunyai varians yang tinggi sehingga prediksi menjadi tidak efisien. (3)
Tidak dapat diterapkan uji nyata tidaknya koefisien atau selang kepercayaan
dengan menggunakan formula yang berkaitan dengan nilai varians.
2. Uji Autokorelasi
Autokorelasi dalam Gujarati (1993) adalah korelasi antara error masa
lalu (ei-t) dengan error masa sekarang (et). Untuk menguji ada tidaknya autokorelasi, dapat digunakan uji Durbin Watson, yakni :
d hit =
∑
∑
− − 2 2 1) ( t t t e e ePada Eviews, uji autokorelasi dapat menggunakan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Hal ini dapat dilihat pada nilai probabilitasnya, jika nilai probabilitas obs* squared lebih besar dari taraf nyata yang digunakan maka model persamaan tidak mengalami masalah autokorelasi dan sebaliknya.
Adanya autokorelasi dapat menyebabkan terjadinya : (1) dugaan
perameter tak bias; (2) nilai galat baku terautokorelasi sehingga ramalan tidak
efisien; (3) ragam galat berbias; (4) terjadi pendugaan kurang pada ragam galat
(standar error underestimated sehingga Sb underestimate, maka t overestimate / t
cenderung lebih besar dari yang sebenarnya dan tadinya tidak signifikan menjadi
signifikan (Gujarati,1993).
3. Uji Multikolinier
Multikolinier adalah situasi adanya korelasi variabel-variabel di antara
satu dengan lainnya. Dalam hal ini kita sebut variabel-variabel bebas tidak
yang nilai korelasi diantara sesamanya sama dengan nol. Jika terdapat korelasi
sempurna diantara sesama variabel bebas ini sama dengan satu, maka
konsekuensinya adalah koefisien-koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir,
nilai standar error setiap koefisien regresi menjadi tak terhingga (Gujarati, 1993).
B. Analisis Kriteria Statistik 1. Koefisien Determinasi (R2)
Digunakan untuk melihat sejauh mana besar keragaman yang dapat
diterangkan oleh variabel bebas terhadap variabek tak bebas. Uji ini juga
digunakan untuk melihat seberapa kuat variabel yang dimasukkan ke dalam model
dapat menerangkan model (Gujarati, 1993) . Dua sifat R2 yaitu :
1. Merupakan besaran non negatif
2. Batasnya adalah 0 ≤ R2 ≤ 1. Jika R2 bernilai 1 berarti suatu kecocokan sempurna, sedangkan jika R2 bernilai 0 berarti tidak ada hubungan antara
variabel terikat dan bebasnya.
R2 = 2 ^ 2 ^ ) ( ) ( Y Y Y Y t − ∑ − ∑ −
2. Uji t (Uji parsial)
Pengujian ini dilakukan untuk melihat sejauh mana variabel bebas secara
parsial berpengaruh pada variabel terikatnya (Gujarati, 1993). Melalui uji ini akan
diuji apakah koefisien regresi satu persatu secara statistik signifikan atau tidak.
thitung= j j s ^ ^ β
Tolak Ho bila IthitungI < tα artinya variabel signifikan berpengaruh nyata pada taraf nyata yang digunakan pada model.
3. Uji F (Uji serentak)
Pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah variabel-variabel bebas
secara serempak berpengaruh pada variabel terikatnya, (Gujarati, 1993).
Ho = b1 = b2 = … = bi = 0 H1 = b1≠ 0 F =
( )
(
R N k)
k R − − − 2 2 1 1Tolak Ho jika Fhitung > F〈(k,n-k-1)
C. Analisis Kiteria Ekonomi
Dalam kriteria ekonomi, hasil pendugaan tersebut dicocokkan dengan
teori ekonomi. Kesesuaian model dengan kriteria ekonomi dilihat dari tanda
parameter dugaan. Tanda tersebut diharapkan sesuai dengan hipotesis. Tanda
positif menunjukan bahwa perubahan variabel bebas akan berpengaruh positif
terhadap perubahan variabel terikat. Tanda negatif artinya perubahan variabel
bebas akan menyebabkan perubahan variabel terikat dengan perbandingan
terbalik.
Adanya perbedaan tanda antara hasil dan hipotesis dapat diterima jika
dan kondisi sosial yang terjadi pada ruang lingkup penelitian. Besarnya pengaruh
variabel bebas terhadap varabel terikat dapat dilihat dari besarnya elastisitas dan
IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN BOGOR
4.1. Kondisi Geografi dan Pembagian Wilayah Administrasi
Kabupaten Bogor merupakan salah satu Kabupaten dalam Wilayah
Provinsi Jawa Barat yang berlokasi dekat dengan Ibukota Republik Indonesia.
Luas Kabupaten Bogor menurut Perda Nomor 3 Tahun 2003 adalah 2.663,90 Km²
dan berada antara antara 6º 19’ - 6º 47’ Lintang Selatan dan 106º 1’ - 107º 103’
Bujur Timur.
Batas wilayah Kabupaten Bogor, yaitu : Sebelah Utara berbatasan dengan
Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi dan Kota Depok; Sebelah Timur
berbatasan dengan Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang; Sebelah Selatan
berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur; Sebelah Barat
berbatasan dengan Kabupaten Lebak Provinsi Banten dan di Tengah-tengah
terdapat Kota Bogor. Secara topografi wilayah Kabupaten Bogor memiliki
ketinggian antara 15 m di atas permukaan laut (m dpl) pada dataran bagian Utara
sampai dengan 2.500 m dpl pada puncak-puncak gunung bagian Selatan.
Topografi wilayah dari bagian Utara hingga ke Selatan meliputi dataran rendah
(15-100 m dpl) ± 29,28%, dataran bergelombang (100-500 mdpl) ± 42,62 %,
perbukitan (500 – 1000 mdpl) ± 19,34%, pegunungan tinggi (1000-2000 mdpl) ±
8,35% dan puncak-puncak gunung (2000-2500 m dpl) ± 0,22 % dari luas wilayah.
Wilayah Kabupaten Bogor terbagi dalam 6 (enam) Daerah Aliran Sungai
(DAS), yaitu DAS Cidurian, DAS Cimanceuri, DAS Cisadane, DAS Ciliwung,
Sub DAS Kali Bekasi serta Sub Das Cipamingkis dan Cibeet. Sungai-sungai pada