• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi sediaan krim tipe m/a ekstrak rimpang temu kunci (boesenbergia panurata (roxb) schelcht) dan uji sifat fisisnya septiana

N/A
N/A
N/A

Academic year: 2017

Membagikan "Formulasi sediaan krim tipe m/a ekstrak rimpang temu kunci (boesenbergia panurata (roxb) schelcht) dan uji sifat fisisnya septiana"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

FORMULASI SEDIAAN KRIM TIPE M/A EKSTRAK RIMPANG TEMU KUNCI (Boesenbergia panurata (Roxb) Schelcht) dan UJI SIFAT FISISNYA

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan

memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi

Oleh:

SEPTIANA ARDANINGRUM M3508069

DIPLOMA 3 FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

(3)

commit to user

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir ini adalah hasil penelitian saya sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar apapun di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari dapat ditemukan adanya unsur penjiplakan maka gelar yang telah diperoleh dapat ditinjau dan / atau dicabut.

Surakarta, Januari 2012

(4)

commit to user

iv

FORMULASI SEDIAAN KRIM TIPE M/A EKSTRAK RIMPANG TEMU KUNCI (Boesenbergia panurata (Roxb) Schelcht) dan UJI SIFAT FISISNYA

INTISARI

Ekstrak rimpang temu kunci dengan konsentrasi 10% mempunyai aktivitas antijamur terhadap Candida albicans lebih baik daripada ketokonazol 2%. Agar mudah digunakan maka harus dibuat dalam sebuah sediaan antara lain krim. Krim yang dibuat adalah krim tipe M/A karena krim tipe M/A sangat cocok untuk kulit. Pemilihan ini bertujuan untuk mencari formula yang paling stabil mempertahankan semua sifat fisisnya.

Krim tipe M/A dibuat dengan 3 macam perbandingan formula antara fase minyak dengan fase air. Ketiga formula diuji kestabilan fisis krim dengan uji homogenitas krim, uji organoleptis, uji daya sebar, uji daya lekat, uji pH dan uji stabilitas emulsi krim. Pengujian dilakukan selama beberapa hari hingga 8 minggu untuk mengetahui formula yang paling stabil dalam mempertahankan sifat fisiknya. Data pengamatan dianalisis dengan SPSS 17 for Windows.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga formula memiliki homogenitas yang cukup baik. Formula I memiliki konsistensi, daya lekat, pH, dan stabilitas emulsi yang paling tinggi serta daya sebar yang paling rendah. Formula II memiliki konsistensi, daya sebar, daya lekat, pH, dan stabilitas emulsi yang sedang. Dan formula III memiliki konsistensi, daya lekat, pH, dan stabilitas emulsi yang paling rendah serta adaya sebar yang paling tinggi.

(5)

commit to user

v

THE FORMULATION OF TYPE O/W CREAM PREPARATION FROM THE EXTRACT OF TEMU KUNCI (Boesenergia pandurata Roxb) RHIZOME AND THE EXAMINATION OF ITS PHYSICAL PROPERTIES

ABSTRACT

The extract of temu kunci rhizome at 10% concentration has antifungal activity to Candica albicans better than ketokonazol 2%. To facilitate the use, a preparation should be made, for example, cream. The cream made was the O/W type one because this type was very suitable with the skin. This selection aimed to find the formula most stably maintaining all of its physical properties.

The O/W type cream was produced with 3 formula variations of oil phase- to-aqueous phase ratio. Those three formulas were tested for physical stability of cream using homogeneity, organoleptic, spread, adhesiveness, pH, and emulsion stability tests. The examination was done for several days to 8 weeks to find out formula most stable maintaining its physical properties. The data of observation was analyzed using SPSS 17 for Windows.

The result of research showed that those three formulas had sufficiently good homogeneity. Formula I had the highest consistency, adhesiveness, pH, and emulsion stability, and the lowest spread. Formula II had medium consistency, spread, adhesiveness, pH, and emulsion stability. Meanwhile, formula III had the lowest consistency, adhesiveness, pH, and emulsion stability, and the highest spread.

(6)

commit to user

vi

MOTTO

Semua orang dilahirkan tanpa kemampuan apapun. Kemampuan itu harus diciptakan. Kita bisa karena terbiasa. Kita trampil karena terlatih.

Pengalaman yang mengajarkanku bisa lebih kuat untuk menjalani hidup.

Setiap kesalahan selalu mengajarimu untuk menyadari apa yang tak seharusnya kamu lakukan di kemudian hari

Orang yang sukses adalah orang yang pernah berkali-kali jatuh tapi dia tidak pernah menyerah untuk bangkit kembali

KAIZEN (Dalam kehidupan harus selalu mencoba lebih baik lagi dan diproses

menuju kesempurnaan)

5’S (five’s) in KAIZEN [ Seiri (membereskan), Seiton (menata), Seiso

(7)

commit to user

vii

PERSEMBAHAN

Tugas Akhir ini

Kupersembahkan untuk ayah dan ibu yang selalu memberikan kasih sayang dan

dukungan yang begitu besar kepadaku selama ini sehingga aku bisa

menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik, untuk kakakdan adikku yang selalu

memberikanku dukungan, untuk teman-teman seperjuanganku farmasi angkatan

2008 yang telah memberikanku semangat serta dukungan hampir selama 3 tahun

(8)

commit to user

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan. Penyusunan

Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya

Farmasi di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas

Maret.

Penulisan tugas akhir ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, oleh sebab itu penulis

mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada:

1. Ir. Ari Handono Ramelan, M.Sc., PhD. selaku Dekan Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam.

2. Ahmad Ainurofiq, M.Si., Apt. selaku Ketua Prodi Program D3 Farmasi

Universitas Sebelas Maret.

3. Wisnu Kundarto,S.Farm., Apt selaku dosen pembimbing tugas akhir.

4. Estu Retnaningtyas, S.TP.,Msi selaku pembimbing akademik

5. Bapak / Ibu Dosen Program Studi D3 Farmasi yang telah memberikan

ilmu kepada penulis selama di bangku kuliah.

6. Ayah dan ibu tercinta, terimakasih atas segala doa, kasih saying dan

dukungan baik moral maupun materiil yang sangat berharga dan berarti

bagi penulis.

(9)

commit to user

ix

8. Sahabat-sahabatku Firdha, Gezha, Dewi, Nela, Niken, Retno, Ika, dan

Hesti.

9. Teman-temanku Awul, Enggi, mbak Via, dan Uthe yang sering

menemaniku saat melakukan penelitian.

10.Teman-teman seperjuangan D3 Farmasi angkatan 2008.

11.Semua pihak yang telah membantu dalam persiapan ujian tugas akhir.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, namun

dengan segala kerendahan hati atas kekurangan itu, penulis menerima kritik dan

saran dalam rangka perbaikan tugas akhir ini. Semoga tugas akhir ini bermanfaat

bagi perkembangan ilmu kefarmasian khususnya dan ilmu pengetahuan pada

umumnya.

Surakarta, Januari 2012

(10)

commit to user

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

INTISARI ... iv

ABSTRACT ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

DAFTAR SINGKATAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II LANDASAN TEORI ... 5

A. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

(11)

commit to user

xi

a. Identitas Tanaman Temu Kunci ... 5

b. Kandungan Kimia ... 6

c. Khasiat / Kegunaan Temu Kunci ... 7

c. Deskripsi Tanaman Temu Kunci ... 7

d. Habitat ... 7

e. Perbanyakan ... 8

f. Sinonim ... 8

2. Proses Ekstraksi ... 9

3. Cream/Krim ... 12

4. Uji Sifat Fisik Krim ... 13

a. Uji homogenitas krim ... 13

b. Uji daya sebar krim ... 13

c. Uji daya lekat krim ... 14

d. Uji pH krim ... 14

e. Pengujian stabilitas emulsi krim ... 14

B. KERANGKA PEMIKIRAN... 15

C. HIPOTESIS... 16

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 17

A. Alat dan Bahan ... 17

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 18

1. Waktu Penelitian ... 18

2. Tempat Penelitian ... 18

(12)

commit to user

xii

1. Pengolahan rimpang temu kunci menjadi simplisia ... 19

2. Pengolahan simplisia menjadi ekstrak ... 19

3. Pembuatan krim tipe M/A ... 20

4. Uji sifat fisis krim ... 21

a. Uji Homogenitas krim ... 21

b. Uji Organoleptis krim ... 21

c. Uji dayasebar krim ... 22

d. Uji dayalekat krim ... 23

e. Uji pH krim ... 24

f. Pengujian Stabilitas Emulsi Krim ... 24

D. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

BAB V PENUTUP ... 42

A. Kesimpulan ... 42

B. Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

(13)

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Formulasi krim ... 18

Tabel II. Hasil Krim tipe M/A ekstrak rimpang temu kunci ... 30

Tabel III. Hasil Homogenitas krim tipe M/A ekstrak rimpang temu kunci

selama 8 minggu ... 31

Tabel IV. Hasil uji organoleptis krim tipe M/A ekstrak rimpang temu kunci

selama 8 minggu ... 31

Tabel V. Hasil uji daya sebar krim tipe M/A ekstrak rimpang temu kunci ... 33

Tabel VI. Hasil uji daya lekat krim tipe M/A ekstrak rimpang temu kunci .. 36

Tabel VII. Hasil uji pH krim tipe M/A ekstrak rimpang temu kunci ... 38

Tabel VIII. Hasil uji stabilitas emulsi krim tipe M/A ekstrak rimpang temu

(14)

commit to user

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tanaman temu kunci ... 5

Gambar 2. Bagan kerangka pemikiran ... 15

Gambar 3. Bagan pengolahan rimpang temu kunci menjadi simplisia ... 19

Gambar 4. Bagan pengolahan simplisia menjadi ekstrak ... 19

Gambar 5. Bagan pembuatan krim tipe M/A ... 20

Gambar 6. Bagan uji homogenitas krim ... 21

Gambar 7. Bagan uji organoleptis krim ... 21

Gambar 8. Bagan uji daya sebar krim ... 22

Gambar 9. Bagan uji daya lekat krim ... 23

Gambar 10. Bagan uji pH krim ... 24

Gambar 11. Bagan uji stabilitas emulsi krim ... 24

Gambar 12. Grafik daya lekat krim ekstrak rimpang temu kunci dengan variasi beban ... 36

(15)

commit to user

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Determinasi Rimpang Temu Kunci (Boesenbergia

pandurata Roxb.) Schelcht ... 47

Lampiran 2. Perhitungan Penimbangan Krim Tipe M/A Ekstrak Rimpang Temu Kunci ... 48

Lampiran 3. Hasil Uji Homogenitas Selama 8 Minggu ... 52

Lampiran 4. Hasil Uji Organoleptis Selama 8 Minggu ... 53

Lampiran 5. Hasil Uji Daya Sebar Krim Tipe M/A Ekstrak Rimpang Temu Kunci ... 54

Lampiran 6. Hasil Uji Daya Lekat Krim Tipe M/A Ekstrak Rimpang Temu Kunci ... 55

Lampiran 7. Hasil Uji pH Krim Tipe M/A Ekstrak Rimpang Temu Kunci ... 56

Lampiran 8. Hasil Uji Stabilitas Emulsi Krim Tipe M/A Ekstrak Rimpang Temu Kunci ... 57

Lampiran 9. Hasil Analisa Statistik Uji Daya Sebar Krim ... 58

Lampiran 10. Hasil Analisa Statistik Uji Daya Lekat Krim ... 61

Lampiran 11. Hasil Analisa Statistik Uji Stabilitas Emulsi Krim ... 63

Lampiran 12. Gambar Proses Ekstraksi Simplisia Rimpang Temu Kunci ... 65

Lampiran 13. Gambar Krim Tipe M/A Ekstrak Rimpang Temu Kunci ... 66

(16)

commit to user

xvi

DAFTAR SINGKATAN

M/A : Minyak dalam air

O/W : Oil in water

(17)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Obat tradisional sejak dulu memainkan peranan yang penting dalam

menjaga kesehatan, mempertahankan stamina dan mengobati penyakit, oleh

karena itu obat tradisional masih berakar kuat dalam kehidupan masyarakat

hingga kini. Tumbuhan yang berkhasiat obat banyak sekali di sekitar kita, ada

yang berupa bumbu dapur, tanaman buah, tanaman hias dan tanaman sayur, selain

itu juga ada yang tanaman liar yang tumbuh di sembarang tempat tanpa ada yang

memperhatikan (Muhlisah, 1995).

Dalam usaha yang berkesinambungan untuk memperbaiki obat-obatan

modern, para peneliti mengubah perhatian peneliti ke obat tradisional sebagai

petunjuk baru untuk mengembangkan obat yang lebih baik untuk melawan

infeksi. Penelitian dilakukan untuk menemukan antibiotik baru yang lebih efektif

melawan penyakit klinis yang disebabkan bakteri, jamur dan virus (Hoffmann et

al., 1993).

Pengembangan obat-obatan tradisional yang berasal dari bahan-bahan

alam telah mendapat perhatian dari pemerintah maupun masyarakat karena

potensinya cukup tinggi. Salah satu upaya dalam hal ini adalah dengan

meningkatkan bentuk obat tradisional menjadi fitofarmaka agar dapat diterima

dalam pengobatan formal. Hal ini pun ditunjang oleh kekayaan hayati Indonesia

(18)

commit to user

mengurangi atau menghilangkan gangguan fisiologik tubuh, serta ada pula yang

memiliki daya antibakteri dan antijamur, diantaranya adalah rimpang temu kunci.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Indriana (2006) menyebutkan

bahwa ekstrak rimpang temu kunci (Boesenbergia panurata (Roxb.) Schelcht)

dengan konsentrasi 10% mempunyai aktivitas antijamur terhadap Candida

albicans lebih baik daripada ketokonazol 2%. Tetapi pada kenyataannya ekstrak

rimpang temu kunci (Boesenbergia panurata (Roxb.) Schelcht) belum dibuat

dalam sebuah sediaan.

Agar mudah digunakan maka sediaan rimpang temu kunci dibuat dalam

sediaan antara lain yaitu krim. Krim ada dua yaitu krim tipe M/A dan krim tipe

A/M. Tetapi pada penelitian ini krim yang dibuat adalah krim tipe M/A karena

krim tipe M/A sangat cocok untuk dipakai pada kulit. Selain itu kelebihan krim

tipe M/A antara lain daya sebar pada kulit cukup baik, adanya efek dingin yang

ditimbulkan akibat lambatnya penguapan air pada kulit, tidak menghambat fungsi

fisisologis kulit, khususnya respiratio sensibilis, oleh karena tidak melapisi

permukaan kulit secara kedap dan tidak meyumbat pori-pori kulit, serta mudah

dicuci dengan air sehingga memungkinkan pemakaiannya pada bagian tubuh yang

berambut, bersifat lembut, dan pelepasan obatnya baik (Voigt, 1994).

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang

pembuatan krim tipe M/A ekstrak rimpang temu kunci (Boesenbergia panurata

(Roxb.) Schelcht) yang dibuat dengan membandingkan formula yang berbeda

(19)

commit to user

mengetahui perbedaan antar formula terhadap sifat fisisnya sehingga dapat

ditemukan formula yang paling baik dalam mempertahankan sifat fisisnya.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan:

1. Bagaimanakah pengaruh perbandingan antar formula terhadap sifat fisisnya

yang meliputi uji homogenitas, uji organoleptis, uji daya sebar krim, uji daya

lekat krim, uji pH dan uji stabilitas emulsi krim?

2. Formulasi manakah yang paling stabil dalam mempertahankan sifat fisisnya

meliputi uji homogenitas, uji organoleptis, uji daya sebar krim, uji daya lekat

krim, uji pH dan uji stabilitas emulsi krim?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengaruh perbandingan antar formulasi krim ekstrak temu kunci

(Boesenbergia panurata (Roxb.) Schelcht) terhadap sifat fisisnya meliputi uji

homogenitas, uji organoleptis, uji daya sebar krim, uji daya lekat krim, uji pH

dan uji stabilitas emulsi krim.

2. Mengetahui formulasi yang paling baik dalam mempertahankan sifat fisisnya

meliputi uji homogenitas, uji organoleptis, uji daya sebar krim, uji daya lekat

krim, uji pH dan uji stabilitas emulsi krim.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Dengan dibuat suatu sediaan krim maka dapat mempermudah penggunaannya

(20)

commit to user

2. Dengan dibuatnya penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk

(21)

commit to user

5

BAB II

LANDASAN TEORI

A. TINJAUAN PUSTAKA

1. Tanaman Temu Kunci

a. Identitas Tanaman Temu kunci

Tanaman temu kunci dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelass : Monocotyledoneae

Subkelas : Zingiberidae

Ordo : Zingiberales

Kelarga : Zingiberaceae

Genus : Boesenbergia

Spesies : Boesenbergia pandurata Roxb.

(Syamsulhidayat dan Hutapea, 1991).

Tanaman temu kunci dapat dilihat pada Gambar 1.

(22)

commit to user b. Kandungan kimia

Kandungan kimia dari rimpang temu kunci (Boesenbergia panurata

(Roxb) Schlecht) antara lain minyak atsiri, amilum, damar, tanin, saponin,

flavonoid pinostrolerin, dan alpinetin. Komponen utama minyak atsiri terdiri dari

monoterpen, sesquiterpen (senyawa terpen), turunan fenilpropana antara lain:

geranial, neral, kamfora, zingiberen, pinen, kamfen, 1,8-sineol (eukaliptol),

d-borneol, geraniol, osimen, dimetoksi-4(2-propenil), miristin, linalil propanoat,

asam sinamat, kamfen hidrat, propenil guaikol, dihidrokarveol, linalool;

etil-sinamat, etil-metoksi etil-sinamat, panduratin A. - Asam kavisinat -flavonoid:

pinosembrin (2,3-dihidrokrisin), 2',6'dihidroksi-4'-metoksi kalkon, pinostrobin (5

hidroksi-7-metoksi flavanon), alpinetin, kardamomin, 2',4'-dihidroksi-6'-metoksi

kalkon, boesenbergin A, 5,7-dimetoksiflavon, 5,7,3′,4′tetrametoksiflavon,

kaemferol-3,7,4′-trimetil eter, kuersetin-3,7,3′,4-tetrametil eter (Indriana, 2006).

Komponen bioaktif pada rempah-rempah, khususnya dari golongan

Zingiberaceae yang terbanyak adalah dari jenis flavonoid yang merupakan

golongan fenolik terbesar dan terpenoid. Pada golongan flavonoid dikenal

golongan flavonol. Komponen flavonol yang banyak tersebar pada tanaman

misalnya yang terdapat pada Zingiberaceae adalah galangin, kaemferol, kuerstin

dan mirisetin. Salah satu golongan flavonoid adalah kalkon. Kalkon adalah

komponen yang berwarna kuning terang. Komponen lainnya yang ditemukan

adalah flavonon. Komponen flavonon dan dihidroflavonol dikenal sebagai

senyawa yang bersifat fungistatik dan fungisida yang terdapat pada tumbuhan

(23)

commit to user c. Khasiat / Kegunaan

Dalam penggunaan di masyarakat, rimpang temu kunci sering digunakan

Sebagai peluruh dahak/untuk menanggulangi batuk, analgetik dan antipiretik,

peluruh kentut, penambah nafsu makan, menyembuhkan sariawan, bumbu

masak, pemacu keluarnya air susu ibu (AS1) (Anonim, 1977).

d. Deskripsi tanaman temu kunci

Tanaman temu kunci (Boesenbergia panurata (Roxb) Schlecht)

merupakan tumbuhan terna hingga 50 cm. Tanaman temu kunci (Boesenbergia

panurata (Roxb) Schelcht) merupakan rimpang kuning terang, bulat telur

memanjang, sangat beraroma dan mempunyai akar kuat. Daun berjumlah 3 atau

4, dan pelepahnya berwarna merah. Tangkai daun panjangnya 7–16 cm,

membentuk saluran, helai daun hijau pada kedua permukaan elips meruncing,

licin dengan sedikit daun di dekat tulang utama daun bagian bawah, dasarnya

membulat. Bunganya wangi dan merupakan bunga majemuk terminal pada batang

semu, muncul dari bagian dalam pelepah, agak duduk, dengan panjang 3–7 cm,

seludang bunga meruncing panjangnya 4–5 cm. Kelopak bunga dengan lebar

1,5-2cm, ujungnya membelah. Mahkota bunga tersusun membentuk tabung, dan

bercuping memanjang. Staminodia lateral merah muda pucat, dan Labellum putih

atau merah muda dengan setrip ungu. Tangkai sari pendek, bercabang dua, dan

biasanya berbunga pada bulan Juli–Agustus (Anonim, 1977).

e. Habitat

Tanaman temu kunci (Boesenbergia panurata (Roxb) Schlecht) tumbuh

(24)

commit to user

temu kunci (Boesenbergia panurata (Roxb) Schlecht) cocok tumbuh di tempat

yang agak kenaungan dan tanah yang subur (Anonim, 1977).

f. Perbanyakan

Tanaman temu kunci (Boesenbergia panurata (Roxb) Schlecht) banyak

dibudidayakan di Indocina. Di Indonesia tanaman temu kunci (Boesenbergia

panurata (Roxb) Schlect) dibudidayakan dengan stek rimpang. Persyaratan tanah

dan iklim menghendaki iklim panas dan lembab, tanah yang relatif subur, baik

pertukaran udara dn baik tata airnya. Pada tanah yang tidak baik tata airnya,

seperti tanah yang sering tergenang oleh air atau becek, pertumbuhan tanaman

akan terganggu dan rimpangnya akan cepat membusuk. Jarak tanam, panjang 30

cm dan lebar 30 cm. Pemeliharaan tidak banyak. Panen dapat dilakukan pada

umur satu tahun (Anonim, 1977).

g. Sinonim

Tanaman temu kunci (Boesenbergia panurata (Roxb) Schlecht)

mempunyai nama yang berbeda-beda di setiap daerah dan negara. Nama temu

kunci di setiap daerah antara lain:

Sumatra : Termukunci (Melayu), tamu kunci (Minangkabau)

Jawa : temu kunci (Sunda), kunci (Jawa), temmo konce, konce

(Madura), koncih (Kangean).

Bali : temu konci

(25)

commit to user

Maluku : tumu kunci, tombu kunci (Ambon), anipa wakang, uni nowo,

uni rawu, (Hila-alfuru), aruhu konci (Haruku), sun (Buru), rutu kakusi,

ene sitale (Seram), tamputi (Ternate)

Sulawesi : Tamukunci (Makasar), temu konci (Bugis)

(Anonim, 1977).

2. Proses Ekstraksi

Ekstraksi atau penyarian merupakan peristiwa perpindahan massa zat aktif

yang semula berada dalam tanaman ditarik oleh cairan penyari sehingga zat aktif

larut dalam cairan hayati. Proses awal ekstraksi adalah pembuatan serbuk

simplisia kering (penyerbukan). Dari simplisia dibuat serbuk simplisia dengan

peralatan tertentu sampai derajat kehalusan tertentu. Setelah itu dilarutkan dalam

cairan pelarut (Anonim, 1986).

Cairan pelarut yang digunakan adalah pelarut yang baik (optimal) untuk

senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif, dengan demikian senyawa

tersebut dapat dipisahkan dari bahan dan dari senyawa kandungan lainnya, serta

ekstrak hanya mengandung sebagian besar senyawa kandungan yang diinginkan.

Dalam hal ekstrak total, maka cairan pelarut dipilih yang melarutkan hampir

semua metabolit sekunder yang terkandung (Anonim, 2000). Pemilihan pelarut

yang akan digunakan dalam ekstraksi juga berdasarkan daya larut zat aktif dan zat

tidak aktif serta zat-zat yang tidak diinginkan (Ansel, 1989).

Cairan penyari yang baik harus memenuhi kriteria berikut:

a. murah dan mudah diperoleh

(26)

commit to user

c. bereaksi netral

d. tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar

e. selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki

f. tidak memengaruhi zat berkhasiat

g. diperbolehkan oleh peraturan (Anonim, 1986).

Contoh cairan pelarut yang umum digunakan yaitu air dan etanol.

a) Air

Air dipertimbangkan sebagai penyari karena:

murah dan mudah diperoleh

stabil

tidak mudah menguap dan tidak mudah tebakar

tidak beracun

alamiah

Sedangkan kerugiannya antara lain:

tidak selektif

sari dapat ditumbuhi kapang dan kuman serta cepat rusak

untuk pengeringan diperlukan waktu yang lama

b) Etanol

Etanol dipertimbangkan sebagai cairan penyari karena:

lebih selektif

kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas

tidak beracun

(27)

commit to user

absorbsinya baik

etanol dapat bercampur dengan air dalam segala perbandingan

panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit.

Sedang kerugiann etanol adalah bahwa etanol mahal harganya (Anonim, 1986).

Setelah dilarutkan dalam cairan penyari kemudian dilakukan proses

ekstraksi. Salah satu metode yang digunakan dalam proses ekstraksi yaitu

maserasi. Maserasi berasal dari bahasa latin macerare, yang artinya merendam.

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut

dengan beberapa kali pengocokan atau pangadukan pada temperatur ruangan atau

kamar. Dalam proses maserasi, simplisia yang akan diekstraksi biasanya

ditempatkan pada wadah atau bejana yang bermulut lebar, bejana ditutup rapat

dan isinya dikocok berulang-ulang. Maserasi biasanya dilakukan dalam waktu 3

hari sampai bahan-bahan yang melarut (Ansel, 1989).

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, dilakukan dengan

cara merendam bahan simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan

menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat

aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan

zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak

keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi

antara larutan di luar sel dan di dalam sel (Anonim, 1986).

Maserasi dapat juga dilakukan dengan mencampur 10 bagian simplisia

dengan derajat halus yang cocok dimasukkan ke dalam bejana kemudian dituang

(28)

commit to user

dari cahaya, sambil berulang–ulang diaduk, sari atau maserat diserkai, ampas

diperas lalu ampas dicuci dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100

bagian (Anonim, 1986; Ansel, 1989; Voight, 1994). Keuntungan maserasi adalah

cara kerja dan peralatan yang digunakan relatif sederhana dan mudah diusahakan.

Sedangkan kerugian maserasi adalah pengerjaanya lama dan penyariannya kurang

sempurna (Anonim, 1986).

3. Cream/ krim

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi yang

mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar

yang sesuai (mengandung air tidak kurang dari 60%). Krim ada dua tipe yakni

krim tipe M/A dan tipe A/M. Krim yang dapat dicuci dengan air (M/A), ditujukan

untuk penggunaan kosmetika dan estetika. Krim dapat digunakan untuk

pemberian obat melalui vagina (Syamsuni, 2006).

Stabilitas krim rusak, jika terganggu sistem pencampurannya terutama

disebabkan perubahan suhu dan perubahan komposisi disebabkan penambahan

salah satu fase secara berlebihan atau pencampuran dua tipe krim jika zat

pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama lain. Pengenceran krim hanya dapat

dilakukan jika diketahui pengencer yang cocok harus dilakukan dengan teknik

aseptik. Krim yang sudah diencerkan harus digunakan dalam waktu satu bulan

(Anonim, 1979).

Untuk membuat krim digunakan zat pengemulsi, umumnya berupa

surfaktan-surfaktan anionik, kationik dan nonionik. Untuk krim tipe A/M

(29)

commit to user

tipe M/A digunakan: Sabun monovalen (seperti TEA, Natrium Stearat, Kalium

Stearat, Ammonium Stearat), Tween, Natrium Lauryl Sulfat, kuning telur,

Gelatinum, Caseinum, CMC, Pectinum, Emulgidum. Untuk penstabil krim

ditambah zat anti oksidan dan zat pengawet. Zat pengawet yang sering digunakan

ialah Nipagin 0,12%-0,18%, Nipasol 0,02%-0,05% (Anief, 2000). Cara

pembuatan krim: bagian lemak dilebur di atas tangas air kemudian tambahkan

bagian airnya dengan zat pengemulsi, aduk sampai terjadi suatu campuran

berbentuk krim (Syamsuni, 2006).

4. Uji sifat fisis krim

Uji sifat fisik krim antara lain:

a. Uji homogenitas krim

Sediaan diuji homogenitasnya dengan mengoleskan pada sekeping kaca

atau bahan transparan yang cocok. Diamati sediaan menunjukan susunan yang

homogen. Cara diatas diulangi masing-masing 3 kali (Anonim, 1974).

b. Daya sebar

Dilakukan untuk mengetahui kecepatan penyebaran krim pada kulit yang

sedang diobati dan untuk mengetahui kelunakan dari sediaan tersebut untuk

dioleskan pada kulit. Caranya yaitu krim dengan berat 0,5 g diletakkan di

tengah-tengah kaca bulat, ditutup dengan kaca lain yang telah ditimbang beratnya dan

dibiarkan selama 1 menit kemudian diukur diameter sebar krim. Setelah itu

ditambahkan beban 50 g dan dibiarkan 1 menit kemudian diukur diameter

(30)

terus-commit to user

menerus hingga diperoleh diameter yang cukup untuk melihat pengaruh beban

terhadap perubahan diameter sebar krim (Marchaban, 1993).

c. Daya lekat

Pengujian tehadap daya lekat dilakukan untuk mengetahui kemampuan

krim melekat pada kulit. Uji daya lekat dilakukan dengan cara kerja sebagai

berikut krim dengan berat 500 mg diletakkan di atas dua gelas objek yang telah

ditentukan kemudian ditekan dengan beban 1 kg selama 1 menit. Setelah itu gelas

objek dipasang pada alat tes. Alat tes diberi beban 1 g, 2 g, 5 g, 10 g, dan 20 g.

Kemudian dicatat waktu pelepasan krim dari gelas objek (Marchaban, 1993).

d. Uji pH krim

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter, dengan cara

melarutkan sediaan krim (1 gram) dengan aquades, dicampur hingga homogen,

kemudian bagian katoda pada pH meter dicelupkan ke dalam larutan krim, dan

selanjutnya dilihat nilai pH yang terukur pada layar hingga diperoleh angka yang

stabil. Pengamatan dilakukan setiap minggu hingga 56 hari (8 minggu)

penyimpanan (Gozali dkk., 2009).

e. Pengukuran stabilitas emulsi krim

Stabilitas atau kestabilan suatu emulsi merupakan salah satu karakter

terpenting dan mempunyai pengaruh besar terhadap mutu produk emulsi.

Stabilitas emulsi akan berpengaruh terhadap daya simpan sistem emulsi tersebut.

Emulsi yang baik tidak membentuk lapisan-lapisan dan memiliki konsistensi yang

(31)

commit to user

Stabilitas emulsi dilakukan dengan cara : 5 g bahan krim yang sudah

ditimbang dimasukkan pada wadah. Wadah dan bahan tersebut dimasukkan dalam

oven dengan suhu 45°C selama 1 jam kemudian dimasukkan dalam pendingin

bersuhu dibawah 0°C selama 1 jam, lalu dipanaskan dalam oven dengan suhu

45°C dan dibiarkan sampai beratnya konstan. Stabilitas emulsi dapat dihitung

berdasarkan rumus berikut:

B. KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Bagan kerangka pemikiran

bobot fase yang tersisa

Bobot total bahan emulsi X 100% SE (%) =

Ekstrak rimpang temu kunci dalam konsentrasi 10% memiliki daya antijamur lebih baik daripada ketokonazol 2% dalam menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans

Ekstrak rimpang temu kunci belum pernah dibuat dalam sediaan krim.

Krim yang cocok untuk kulit adalah krim tipe M/A

(32)

commit to user

C. HIPOTESIS

1. Perbandingan dalam tiga formulasi sediaan krim diduga tidak berpengaruh

dalam hal sifat fisiknya meliputi uji homogenitas, uji organoleptis, uji daya

sebar, uji daya lekat, uji pH, dan uji stabilitas emulsi krim.

2. Diduga tidak terdapat perbedaan stabilitas dalam mempertahankan semua

sifat fisiknya meliputi uji homogenitas, uji organoleptis, uji daya sebar, uji

(33)

commit to user

17

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. ALAT DAN BAHAN

Peralatan dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah:

1. Alat

a. Alat untuk membuat simplisia : pisau, telenan, oven

b. Alat untuk membuat ekstrak dengan metode maserasi: neraca analitik,

kertas saring, rotary evaporator (Quickfit®) dan alat-alat gelas (Pyrex®).

c. Alat untuk membuat krim : neraca digital, kertas perkamen, mortir,

stamper, cawan porselen, water bath, dan alat-alat gelas (Pyrex®).

d. Alat untuk menguji daya fisis krim antara lain: kertas perkamen, neraca

digital, gelas obyek, gelas beaker 50 mL (Pyrex®), oven (Memert®),

lemari es/freezer (Sharp®), alat uji daya lekat krim, alat uji daya sebar

krim, anak timbang, dan pH meter (Familynet®).

2. Bahan

a. Bahan untuk pembuatan ekstrak : bahan utama untuk membuat ekstrak

adalah rimpang temu kunci (Boesenbergia panurata (Roxb.) Schelcht)

yang berasal dari Karanganyar, Jawa Tengah. Rimpang yang diambil

bebas dari hama, penyakit dan pengganggu lainnya. Kemudian

diekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol 96% melalui metode

maserasi.

b. Bahan untuk membuat krim, dengan formula yang dapat dilihat pada

(34)

commit to user Tabel I. Formulasi krim

krim tipe M/A

Formulasi I II III

fase minyak : fase air 40 : 60 35 : 65 30 : 70

Komposisi Bobot

ekstrak temu kunci 3,000 g 3,000 g 3,000 g

fase minyak

Asam stearat 6,471 g 5,661 g 4,851 g

Cera Alba 0,863 g 0,755 g 0,647 g

vaselin album 3,451 g 3,019 g 2,587 g

Nipasol 0,015 g 0,015 g 0,015 g

Fase air

triethanolamin 0,450 g 0,450 g 0,450 g

Nipagin 0,045 g 0,045 g 0,045 g

Propilenglikol 1,709 g 1,856 g 2,003 g

Aquadest 13,996 g 15,199 g 16,402 g

Total 30,000 g 30,000 g 30,000 g

Perhitungan penimbangan bahan-bahan obat dalam Tabel I dapat dilihat

pada Lampiran 2.

c. Bahan untuk uji daya fisik krim antara lain: krim temu kunci, dan

aquadest.

B. WAKTU dan TEMPAT PENELITIAN

1. Waktu Penelitian

Waktu dilakukan penelitian adalah dari bulan Agustus 2011 sampai

Oktober 2011.

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di dua laboratorium. Untuk ekstraksi, uji pH krim,

uji stabilitas emulsi krim dilakukan di laboratorium MIPA pusat Sublab. Biologi

Universitas Sebelas Maret Surakarta sedangkan untuk pembuatan dan uji sifat

fisik meliputi uji daya sebar dan uji daya lekat dilakukan di laboratorium

(35)

commit to user

C. CARA KERJA PENELITIAN

1. Pengolahan rimpang temu kunci menjadi simplisia

Gambar 3. Bagan pengolahan rimpang temu kunci menjadi simplisia

2. Pengolahan simplisia menjadi ekstrak

Gambar 4. Bagan pengolahan simplisia menjadi ekstrak rimpang temu kunci

dipotong tebal 2mm-5mm

dikeringkan di oven suhu 40°C

simplisia kering

Simplisia rimpang temukunci

Maserasi Simplisia : etanol = 1:7,5 Temperatur ruang, 4 hari

Residu penyaringan

Filtrat

penguapan

(36)

commit to user 3. Pembuatan krim tipe M/A

Gambar 5. Bagan pembuatan krim tipe M/A

aquadest + TEA + Propylen glycol

pemanasan T+ 70°C

pengadukan

T+70°C

Ekstrak temu kunci

Nipagin

Sediaan B

pencampuran

T+70°C

pengadukan dan penghilangan panas

Krim tipe M/A Acid stearat + Cera alba

+ Vaselin albi +

Peleburan T+ 70°C

pengadukan

T+ 70°C Nipasol

(37)

commit to user 4. Uji sifat fisis krim

Pengujian yang dilakukan terhadap krim terdiri diri uji sifat fisik antara

lain:

a. Uji Homogenitas krim

Gambar 6. Bagan uji homogenitas krim (Anonim, 1974).

b. Uji Organoleptis krim

Gambar 7. Bagan uji organoleptis krim diamati

organoleptis (warna, bau dan bentuk /

konsistensi)

Percobaan diulangi 3x

setiap seminggu sekali selama 8 minggu Krim

Krim

dioleskan

Sekeping kaca

diamati homogen atau tidak

(38)

commit to user

c. Uji daya sebar krim

Gambar 8. Bagan uji daya sebar krim (Marchaban, 1993).

0,5 g krim

Diletakkan di atas obyek glass

Obyek glass lain diletakkan di atasnya

Didiamkan 1 menit

Diukur diameter

Ditambah beban 50 g

Didiamkan 1 menit

Diukur diameter

Ditambah beban 50 g

Didiamkan 1 menit

Diukur diameter

(39)

commit to user

d. Uji daya lekat krim

Gambar 9. Bagan uji daya lekat krim (Marchaban, 1993).

0,5 g krim di letakkan di atas obyek glass

Obyek glass lain diletakkan di atasnya

Di tekan dengan beban 1 kg selama 5 menit

Obyek glass dipasang di alat tes

Variasi beban seberat 5g, 10g, 20g, 50g, dan 80g dilepaskan

Dicatat waktu hingga obyek glass terlepas

(40)

commit to user

e. Uji pH krim

Gambar 10. Bagan uji pH krim (Gozali dkk., 2009).

f. Pengukuran Stabilitas Emulsi Krim

Gambar 11. Bagan uji stabilitas emulsi krim (Suryani et. al., 2002).

krim 1 gram

dilihat angka yang tertera pada layar dimasukkan pH meter dilarutkan aquades 10 mL

di ulangi setiap minggu hingga 8 minggu penyimpanan

5g krim

Dimasukkan wadah

Dipanaskan di oven T = 45°C, waktu 1 jam

Dimasukkan pendingin T = 0°C waktu 1 jam

Dipanaskan di oven T = 45°C, waktu 1 jam

Didiamkan hingga bobot konstan

Dihitung stabilitas emulsi

(41)

commit to user

D. ANALISIS DATA

Data yang diperoleh dari uji sifat fisik krim selanjutnya dianalisis secara

statistik menggunakan SPSS 17 for Windows. Untuk mengetahui data

terdistribusi secara normal atau tidak menggunakan uji Kolmogrov-Smirnov dan

untuk mengetahui homogenitas varians atau tidak menggunakan Homogenity of

varians (di dalam ANOVA satu jalan). Hasil data yang diperoleh apabila

homogen dan data berdistribusi normal dilanjutkan dengan analisis ANOVA satu

jalan dan uji LSD. Jika data tidak terdistribusi normal dan atau tidak homogen,

(42)

commit to user

26

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Determinasi Tanaman

Perlakuan awal yang harus dilakukan terhadap tanaman yang akan

digunakan untuk penelitian adalah determinasi tanaman tersebut. Tujuan dari

determinasi tanaman adalah untuk membuktikan bahwa jenis tanaman yang

diteliti sesuai dengan yang dimaksud, sehingga tidak terjadi kesalahan terhadap

jenis tanaman yang digunakan. Determinasi rimpang temu kunci (Boesenbergia

panurata (Roxb.) Schelcht) dilakukan di Balai Penelitian dan Pengembangan

Tanaman Obat dan Obat Tradisional (BPPTOOT) Tawangmangu Kabupaten

Karanganyar.

Hasil determinasi rimpang temu kunci (Boesenbergia panurata (Roxb.)

Schelcht) menurut C.A. Backer adalah sebagai berikut :

1b_2b_3b_4b_12b_14b_17b_18b_19b_20b_21b_22b_23b_24b_25b_26b_27a_28

b_29b_30b_31a_32a_33a_34a_35a_36d_37b_38b_39b_41b_42b_44b_45b_46e_

50b_51b_53b_54b_56b_57b_58b_59b_72b_73b_74a_75b_76b_333b_334b_335a

_336a_337b_338a_339b_340a_________________________207. Zingiberaceae

1a_2b_6c______________________________________________Boesenbergia

1a_____________________________Boesenbergia panurata (Roxb.) Schelcht

Berdasarkan hasil determinasi di atas dapat diperoleh kepastian bahwa

tanaman yang dideterminasi dan digunakan dalam penelitian ini adalah jenis

(Boesenbergia panurata (Roxb.) Schelcht). Surat keterangan determinasi dari

(43)

commit to user B. Pembuatan Simplisia

Pembuatan simplisia dilakukan dengan cara rimpang temu kunci

(Boesenbergia panurata (Roxb.) Schelcht) dipotong-potong dan dikeringkan.

Menurut Anonim (1977), simplisia rimpang temu kunci (Boesenbergia panurata

(Roxb.) Schelcht) memiliki tebal 2 mm hingga 5 mm, rimpang temu kunci

dipotong-potong setebal 2 mm sampai 5 mm. Tujuan simplisia dipotong-potong

adalah supaya permukaan simplisia yang bersentuhan dengan cairan penyari

semakin luas sehingga semakin baik penyariannya.

Setelah dipotong-potong, rimpang temu kunci (Boesenbergia panurata

(Roxb.) Schelcht) dikeringkan pada suhu 40°C selama beberapa hari hingga

mencapai bobot yang tetap (konstan). Fungsi pengeringan adalah untuk

menguapkan air yang terdapat dalam dinding sel sehingga terjadi pengerutan dan

terdapat pori-pori. Pada simplisia kering, pori-pori di dalam dinding sel akan terisi

udara, tetapi apabila dibasahi maka pori-pori tersebut akan berisi cairan penyari

dan sel akan mengembang. Pengeringan dilakukan pada suhu 40°C karena pada

simplisia rimpang temu kunci (Boesenbergia panurata (Roxb.) Schelcht)

mengandung minyak atsiri yang bersifat volatil (mudah menguap). Dari rimpang

temu kunci (Boesenbergia panurata (Roxb.) Schelcht) sebanyak 1,25 kg

diperoleh simplisia rimpang temu kunci (Boesenbergia panurata (Roxb.)

Schelcht) sebanyak 950 g.

C. Proses Ekstraksi

Proses ekstraksi yang dilakukan pada penelitian ini adalah maserasi.

(44)

commit to user

sederhana, dilakukan dengan cara merendam bahan simplisia dalam cairan

penyari. Lama proses penyarian dalam maserasi harus cukup agar konsentarsi

larutan di dalam dan di luar sel sama / seimbang. Lama proses maserasi rimpang

temu kunci (Boesenbergia panurata (Roxb.) Schelcht) adalah 4 hari.

Karena maserasi hanya dapat menyeimbangkan larutan di dalam dan di

luar sel maka maserasi diulang kembali (remaserasi). Remaserasi bertujuan untuk

menarik zat aktif yang masih tersisa di dalam simplisia. Agar zat aktif yang ada di

dalam sel keluar semua maka dilakukan remaserasi hingga 3 (tiga) kali.

Selain proses penyarian, keberhasilan proses ekstraksi juga ditentukan oleh

cairan pelarut. Cairan pelarut yang digunakan harus sesuai agar zat yang

diinginkan dapat terlarut ke dalam cairan pelarut tanpa mengikutsertakan zat-zat

tak yang diinginkan. Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah etanol

96% karena lebih selektif dalam melarutkan zat aktif yang terdapat dalam rimpang

temu kunci. Windholz et al., (1983) menyatakan bahwa komponen antijamur

sebagian besar dapat larut dalam alkohol, seperti galangin, eugenol, kaemferol,

kuersetin, dan golongan flavonoid. Voigt (1994) juga menyatakan bahwa etanol

sangat sering menghasilkan suatu hasil bahan aktif yang optimal, tetapi bahan

pengotor hanya dalam skala kecil turut dalam cairan pengekstraksi.

Dari 600 g simplisia rimpang temu kunci (Boesenbergia panurata (Roxb.)

Schelcht) yang dimaserasi diperoleh ekstrak rimpang temu kunci (Boesenbergia

panurata (Roxb.) Schelcht) sebanyak 55 gram. Ekstrak temu kunci (Boesenbergia

panurata (Roxb.) Schelcht) yang dihasilkan merupakan ekstrak kental memiliki

(45)

commit to user

simplisia rimpang temu kunci (Boesenbergia panurata (Roxb.) Schelcht) dapat di

lihat pada Lampiran 12.

D. Pembuatan Krim Tipe M/A Ekstrak Rimpang Temu Kunci

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi yang

mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar

yang sesuai (mengandung fase air tidak kurang dari 60%). Krim tipe M/A

merupakan bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi minyak dalam air. Cara

pembuatan krim yaitu bagian lemak dilebur di atas tangas air kemudian

tambahkan bagian airnya dengan zat pengemulsi, aduk sampai terjadi suatu

campuran berbentuk krim (Syamsuni, 2006).

Asam stearat merupakan asam organik padat yang diperoleh dari lemak

yang berfungsi sebagai basis krim pada fase minyak. Cera alba merupakan malam

yang telah diputihkan yang diperoleh dari sarang lebah dan digunakan sebagai

basis krim pada fase minyak. Vaselin album merupakan campuran hidrokarbon

yang telah diputihkan yang diperoleh dari minyak nabati. Vaselin Album

digunakan sebagai basis krim pada fase minyak. Nipasol merupakan serbuk yang

sangat sukar larut dengan air dan berfungsi sebagai pengawet, oleh karena itu

Nipasol dimasukkan dalam fase minyak (Anonim, 1979).

TEA merupakan cairan kental yang digunakan sebagai zat pengemulsi

(emulgator) untuk krim tipe M/A sehingga masuk fase air. Propilenglikol

merupakan cairan kental yang digunakan sebagai basis krim dan penstabil pada

fase air. Aquadest merupakan cairan tak berwarna, tidak mempunyai rasa dan

(46)

commit to user

merupakan pengawet dan larut dalam air hangat, oleh karena itu nipagin

dimasukkan dalam fase air.

Jadi yang masuk dalam fase minyak antara lain asam stearat, cera alba,

vaselin album, TEA, dan nipasol. Sedangkan fase air antara lain TEA, nipagin,

propilenglikol, dan aquadest.

Semua bahan yang termasuk dalam fase minyak kecuali nipasol

dimasukkan dalam cawan porselen kemudian dilebur hingga mencair. Sementara

melebur fase minyak, fase air (TEA, propilenglikol dan aquadest) dimasukkan

dalam gelas beaker kemudian dipanaskan. Setelah fase minyak mencair kemudian

ditambahkan nipasol dan dimasukkan dalam mortir hangat. Sementara itu fase air

diangkat lalu ekstrak dan nipagin dimasukkan ke dalam fase air dan diaduk.

Ekstrak tidak ikut dipanaskan karena zat berkhasiat dalam ekstrak (minyak atsiri)

akan menguap. Kemudian fase air dimasukkan dalam fase minyak dan diaduk

hingga membentuk krim. Krim yang dihasilkan dapat dilihat pada Lampiran 13.

Tabel II. Hasil Krim tipe M/A ekstrak rimpang temu kunci

Formula I Formula II Formula III Warna Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan

Bau Khas minyak atsiri temu kunci

Khas minyak atsiri temu kunci

Khas minyak atsiri temu kunci Bentuk Konsistensi agak padat

(sangat kental)

Konsistensi lunak (agak kental)

Konsistensi paling lunak (tidak kental)

E. Hasil Uji Sifat Fisik Krim Ekstrak Rimpang Temu Kunci

1. Homogenitas Krim

Pengujian homogenitas krim bertujuan untuk mengetahui homogenitas

dari formula krim yang diteliti. Hasil uji homogenitas dari ketiga formula krim

(47)

commit to user

Tabel III. Hasil Homogenitas Krim tipe M/A ekstrak rimpang temu kunci selama 8 minggu

No Formula Hasil Uji

1 Formula I Homogen

2 Formula II Homogen

3 Formula III Homogen

Hasil pengujian homogenitas masing-masing formula krim maupun

kontrol negatif tiap formula krim saat dioleskan pada sekeping kaca menunjukkan

hasil yang homogen yaitu olesan terlihat rata dan tidak ada perbedaan warna.

Selama waktu delapan minggu, krim disimpan dalam suhu kamar dan saat diamati

krim tetap homogen dan konsistensi bentuknya tidak mengalami perubahan yaitu

tidak ada pemisahan komponen ataupun ketidakseragaman bentuknya. Syarat

sebuah sediaan (krim) homogen menurut Anonim (1974) yaitu jika dioleskan pada

sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok harus menunjukkan susunan

yang homogen yang dapat dilihat dengan tidak adanya partikel yang bergerombol

dan menyebar secara merata. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga formula krim

yang digunakan dalam pembuatan krim tipe M/A ektrak rimpang temu kunci

mempunyai homogenitas yang baik.

2. Uji Organoleptis Krim

Pengujian organoleptis krim tipe M/A ekstrak rimpang temu kunci

meliputi bentuk, warna, dan bau. Hasil uji organoleptis dapat dilihat pada Tabel

III. Untuk hasil lengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel IV. Hasil Uji Organoleptis Selama 8 Minggu

Uji Formula I Formula II Formula III Warna Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan

Bau Khas minyak atsiri temu kunci

Khas minyak atsiri temu kunci

Khas minyak atsiri temu kunci Bentuk Konsistensi agak padat

(sangat kental)

Konsistensi lunak (agak kental)

(48)

commit to user

Hasil pengujian menunjukkan konsistensi tiap formula dan kontrol negatif

tiap formula berbeda. Konsistensi formula I lebih besar (lebih kental/padat) dari

formula II dan formula III, konsistensi formula II lebih besar (lebih kental/padat)

dari formula III. Hal ini menunjukkan bahwa viskositas formula I paling tinggi

dan viskositas formula III paling rendah, dikarenakan kadar air yang terkandung

dalam tiap formula berbeda. Kadar air yang terdapat di formula I lebih sedikit

dibanding formula II dan formula III, sedangkan kadar air di formula III paling

banyak, sehingga paling encer.

Konsistensi antara kontrol negatif tiap formula lebih besar daripada

formula I, formula II, dan formula III disebabkan oleh penambahan ekstrak

rimpang temu kunci pada formula I, formula II, dan formula III sehingga

konsistensi formula I, formula II, dan formula III lebih kecil dibandingkan dengan

kontrol negatifnya.

Selama 8 minggu pengamatan pada suhu kamar, ketiga formula tersebut

tidak menunjukkan adanya perubahan sifat fisik (organoleptis) meliputi warna,

bau dan bentuk. Hasil uji organoleptis krim ekstrak rimpang temu kunci

menunjukkan bahwa sediaan dengan ketiga formula krim memiliki kestabilan

yang cukup baik.

3. Uji Daya Sebar Krim

Daya sebar krim dapat didefinisikan sebagai kemampuan menyebarnya

krim pada permukaan kulit yang akan diobati. Suatu sediaan krim diharapkan

mampu menyebar dengan mudah ditempat pemberian, tanpa menggunakan

(49)

commit to user

obat dengan kulit semakin besar, sehingga absorbsi obat ditempat pemberian

semakin optimal.

Permukaan penyebaran yang dihasilkan dengan peningkatan beban yang

ditambahkan merupakan karakteristik daya sebar krim. Luas penyebaran

berbanding lurus dengan kenaikan beban yang ditambahkan, semakin besar beban

yang ditambahkan maka luas penyebarannya semakin lama.

Hasil uji daya sebar krim tipe M/A ektrak rimpang temu kunci dapat

dilihat pada Tabel IV. Untuk hasil uji daya sebar yang lengkap dapat dilihat pada

Lampiran 5.

Tabel V. Hasil Daya Sebar Krim Selama 8 Minggu

No Formula x ± SD 1 I 48.3711 ± 14.81728 2 II 48.6289 ± 17.01813 3 III 60.9367 ± 18.73709

Hasil pengujian menunjukkan bahwa luas penyebaran pada formula III

memberikan hasil penyebaran yang paling besar karena formula III paling kecil

konsistensinya, sedangkan formula I yang paling besar konsistensinya,

penyebarannya paling sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar

konsistensi suatu sediaan krim maka daya sebarnya semakin sedikit, dan semakin

kecil konsistensi sediaan krim, daya sebarnya semakin besar.

Daya sebar antara kontrol formula I dengan formula I adalah lebih besar

formula I, daya sebar formula II lebih besar daripada kontrol formula II, dan daya

sebar formula III lebih besar daripada kontrol formula III. Hal ini menunjukkan

bahwa penambahan ekstrak rimpang temu kunci dapat mempengaruhi daya sebar

(50)

commit to user

Data hasil uji daya sebar ketiga formula tersebut diuji menggunakan

Analisis Varian satu jalan (ANOVA satu jalan) yang harus memenuhi syarat yaitu

data harus berdistribusi normal dan varians antar sampel harus homogen.

Untuk mengetahui data berdistribusi normal atau tidak menggunakan uji

Kolmogorov-Smirnov. Hasil yang diperoleh dari analisis Kolmogorov-Smirnov

menunjukkan bahwa besarnya signifikan terhadap kontrolnya yaitu sebesar 0,966

> 0,05 sehingga dapat disimpulkan data terdistribusi secara normal. Selanjutnya,

dilihat tes homogenitas varians, hasil yang diperoleh dari tes homogenitas varians

yaitu 0,32 > 0,05 menunjukkan bahwa varians antar sampel homogen sehingga

dapat menggunakan uji ANOVA satu jalan.

Uji ANOVA satu jalan digunakan untuk mengetahui perbedaan

penyebaran krim dari ketiga formulasi krim yang digunakan ada atau tidak. Hasil

perhitungan ANOVA satu jalan didapat nilai F hitung 4,121 dengan nilai

signifikansi 0,003. Nilai F tabel (df 5-48) pada tingkat signifikansi 0,05 adalah

2,41. Nilai F hitung (4,121) > F tabel (2,41), dan signifikansi (0,003) < 0,05.

Artinya terdapat perbedaan penyebaran krim dari ketiga formulasi krim yang

digunakan. Karena terdapat perbedaan maka dilakukan uji Post Hoc Test. Salah

satu fungsi uji Post Hoc Test adalah untuk mengetahui lebih lanjut perbedaan

yang terjadi antar kelompok variabel. Uji Post Hoc Test yang digunakan dalam

penelitian ini adalah LSD.

Dari hasil data yang diperoleh menunjukkan adanya tanda bintang (*) pada

mean difference yang berarti adanya perbedaan yang signifikan antara kontrol dan

(51)

commit to user

Perbedaan rerata daya sebar antara kontrol formula I dengan formula I

Perbedaan rerata daya sebar antara kontrol formula I dengan formula II

Perbedaan rerata daya sebar antara kontrol formula I dengan kontrol

formula II

Perbedaan rerata daya sebar antara kontrol formula I dengan formula III

Perbedaan rerata daya sebar antara kontrol formula I dengan kontrol

formula III.

Perbedaan rerata daya sebar antara kontrol formula II dengan kontrol

formula III

Jadi dapat disimpulkan terdapat perbedaan rerata daya sebar yang

signifikan terdapat pada kontrol formula I terhadap formula I, formula II, kontol

formula II, kontrol formula III, dan formula III serta perbedaan rerata daya sebar

yang signifikan terdapat pada kontrol formula II terhadap formula III. Hasil

analisa statistik pengujian daya sebar krim dapat dilihat pada Lampiran 9.

4. Uji Daya Lekat Krim

Pengujian daya lekat krim dilakukan untuk mengetahui kemampuan krim

menempel pada permukaan kulit. Semakin besar daya lekat krim maka absorbsi

obat akan semakin besar karena ikatan yang terjadi antara krim dengan kulit

semakin lama, sehingga basis dapat melepaskan obat lebih optimal.

Kemampuan melekat yang dihasilkan krim berbanding terbalik dengan

kenaikan beban yang ditambahkan. Semakin besar beban yang ditambahkan maka

(52)

commit to user 0 100 200 300 400 500 600 700

1 2 3 4 5

daya lekat F1 daya lekat Kontrol FI daya lekat F2 daya lekat Kontrol FII daya lekat F3

daya lekat Kontrol FIII

wakt

u

(det

ik

)

5 10 20 50 80

pada Gambar 12 dan Tabel V. Untuk hasil uji daya lekat yang lengkap dapat

dilihat pada Lampiran 6.

Gambar 12. Grafik daya lekat krim ekstrak rimpang temu kunci dengan variasi beban

Tabel VI. Hasil Uji Daya Lekat Selama 8 Minggu

No Formula x ± SD 1 I 270,2 ± 244,53 2 II 126,93 ± 67,31 3 III 82,2 ± 41,56

Pada data pengamatan menunjukkan formula I memiliki daya lekat yang

paling lama dibanding formula yang lainnya. Hal ini dikarenakan formula I juga

memiliki konsistensi yang paling kental / padat, sehingga kemampuan melekatnya

pada kulit juga semakin lama. Formula III memiliki daya melekat yang paling

kecil. Hal ini dikarenakan formula III memiliki konsistensi yang paling rendah

(lunak/encer).

Daya lekat antara kontrol formula I dengan formula I adalah lebih besar

formula I, daya lekat formula II lebih besar daripada kontrol formula II, dan daya

lekat formula III lebih besar daripada kontrol formula III. Tetapi perbedaan daya

(53)

commit to user

Data hasil daya lekat ketiga formula tersebut kemudian diuji menggunakan

uji Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui data terdistribusi secara normal atau

tidak. Hasil yang diperoleh dari analisis Kolmogorov-Smirnov menunjukkan

bahwa besarnya signifikan untuk Formula I, Formula II dan Formula III terhadap

kontrolnya yaitu sebesar 0,087 > 0,05 sehingga dapat disimpulkan data

terdistribusi secara normal. Selanjutnya, dilihat tes homogenitas varians untuk

mengetahui data tersebut homogen atau tidak. Hasil yang diperoleh dari tes

homogenitas varians yaitu 0,115 > 0,05 menunjukkan bahwa varians antar sampel

homogen sehingga dapat menggunakan uji ANOVA satu jalan.

Uji ANOVA satu jalan digunakan untuk mengetahui apakah ada

perbedaan daya lekat krim dari ketiga formulasi krim yang digunakan. Hasil

perhitungan ANOVA satu jalan didapat nilai F hitung 1,254 dengan nilai

signifikansi 0,316. Nilai F tabel (df 5-24) pada tingkat signifikansi 0,05 adalah

2,62. Nilai F hitung (1,254) < F tabel (2,62), dan signifikansi (0,316) > 0,05.

Artinya tidak terdapat perbedaan daya lekat krim dari ketiga formulasi krim yang

digunakan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan daya lekat krim

dari ketiga formulasi krim yang digunakan. Hasil analisa statistik pengujian daya

lekat dapat dilihat pada Lampiran 10.

5. Uji pH Krim

Pemeriksaan pH adalah salah satu bagian dari kriteria pemeriksaan sifat

kimia dalam memprediksi kestabilan sediaan krim. Selain itu, pH krim harus

(54)

commit to user

5 5.5 6 6.5

1 2 3 4 5 6 7 8

pH minggu Formula 1 basis F1 Formula 2 basis F2 Formula 3 basis F3 1994), sehingga apabila krim dengan pH lebih besar atau lebih kecil dari kulit ada

kemungkinan dapat menyebabkan iritasi. Hasil pengamatan uji pH selama 8

minggu dapat dilihat pada Gambar 13 dan Tabel VI. Untuk hasil selengkapnya

dapat dilihat pada Lampiran 7.

Gambar 13. Grafik pH krim ekstrak rimpang temu kunci selama 8 minggu

Tabel VII. Hasil Uji pH Krim Selama 8 Minggu

No Formula x ± SD

1 I 6,25 ± 0,02138

2 II 5,7875 ± 0,03412 3 III 5,6175 ± 0,03615

pH krim tiap formula berbeda. Namun ketiga formula tersebut memiliki

pH yang cenderung asam. Pada awal waktu penyimpanan, krim formula I

memiliki rata-rata nilai pH sebesar 6,27, krim formula II memiliki rata-rata nilai

pH sebesar 5,8, dan krim formula III memiliki rata-rata nilai pH sebesar 5,67.

Pada minggu ke-8, krim formula I memiliki rata-rata nilai pH sebesar 6,27, krim

formula II memiliki rata-rata nilai pH sebesar 5,83, dan krim formula III memiliki

rata-rata nilai pH sebesar 5,6. Hal ini menunjukkan bahwa pH ketiga formula

(55)

commit to user

pH krim tiap formula dengan kontrol negatifnya juga berbeda. Pada awal

waktu penyimpanan, krim formula I memiliki rata-rata nilai pH sebesar 6,27, krim

formula II memiliki rata-rata nilai pH sebesar 5,8, dan krim formula III memiliki

rata-rata nilai pH sebesar 5,67. Sedangkan kontrol formula I memiliki pH 6,3,

kontrol formula II memiliki pH 5,7, dan kontrol formula III memiliki pH 5,6.

Pada minggu ke-8, krim formula I memiliki rata-rata nilai pH sebesar 6,27, krim

formula II memiliki rata-rata nilai pH sebesar 5,83, dan krim formula III memiliki

rata-rata nilai pH sebesar 5,6. Sedangkan kontrol formula I memiliki pH 6,4,

kontrol formula II memiliki pH 5,9, dan kontrol formula III memiliki pH 5,6. Hal

ini menunjukkan bahwa antara kontrol formula I, II, III dengan formula I, II, III

memiliki nilai pH yang hampir sama atau tidak terlalu berbeda.

Besarnya nilai pH krim sesuai dengan besarnya nilai pH kulit yaitu antara

4,5 hingga 6,5 (Anief, 1994). Hal ini berarti krim cocok digunakan pada kulit dan

memungkinkan tidak menimbulkan iritasi.

6. Uji Stabilitas Emulsi Krim

Stabilitas atau kestabilan suatu emulsi merupakan salah satu karakter

terpenting dan mempunyai pengaruh besar terhadap mutu produk emulsi.

Stabilitas emulsi akan berpengaruh terhadap daya simpan sistem emulsi tersebut.

Emulsi yang baik tidak membentuk lapisan-lapisan dan memiliki konsistensi yang

tetap (Suryani et al., 2002). Hasil uji stabilitas emulsi krim dapat dilihat pada

(56)

commit to user

Tabel VIII. Hasil Uji Stabilitas Emulsi Krim Selama 8 Minggu

No Formula x ± SD 1 I 93,4467 ± 0,27791 2 II 92,6200 ± 0,3177 3 III 92,1233 ± 0,77423

Pada data pengamatan menunjukkan formula I memiliki stabilitas emulsi

yang paling tinggi dibanding formula yang lainnya. Hal ini dikarenakan formula I

memiliki kadar air yang paling sedikit. Formula III memiliki stabilitas emulsi

yang paling rendah. Hal ini dikarenakan formula III memiliki kadar air yang

paling tinggi.

Perbandingan antara kontrol negatif tiap formula dengan masing-masing

formula menunjukkan stabilitas emulsi yang hampir sama. Hal ini berarti ketiga

formula tersebut memiliki stabilitas emulsi yang cukup baik.

Data hasil daya lekat ketiga formula tersebut kemudian diuji menggunakan

uji Kolmogorov-Smirnov untuk mengetahui data terdistribusi secara normal atau

tidak. Hasil yang diperoleh dari analisis Kolmogorov-Smirnov menunjukkan

bahwa besarnya signifikan untuk Formula I, Formula II dan Formula III terhadap

kontrolnya yaitu sebesar 0,784 > 0,05 sehingga dapat disimpulkan data

terdistribusi secara normal. Selanjutnya, dilihat tes homogenitas varians untuk

mengetahui varians tersebut homogen atau tidak. Hasil yang diperoleh dari tes

homogenitas varians yaitu 0,061 > 0,05 menunjukkan bahwa varians antar sampel

homogen sehingga dapat menggunakan uji ANOVA satu jalan.

Uji ANOVA satu jalan digunakan untuk mengetahui apakah ada

perbedaan daya lekat krim dari ketiga formulasi krim yang digunakan. Hasil

(57)

commit to user

signifikansi 0,162. Nilai F tabel (df 5-6) pada tingkat signifikansi 0,05 adalah

4,39. Nilai F hitung (2,37) < F tabel (4,39), dan signifikansi (0,162) > 0,05.

Artinya tidak terdapat perbedaan stabilitas emulsi krim dari ketiga formulasi krim

yang digunakan. Sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan stabilitas

emulsi krim dari ketiga formulasi krim yang digunakan. Hasil analisa statistik

pengujian stabilitas dapat dilihat pada Lampiran 14.

Dari pengujian-pengujian sifat fisik yang dilakukan, tidak ada formula

yang benar-benar stabil dalam mempertahankan semua sifat fisiknya. Tetapi

menurut Marchaban (1993) yang lebih banyak disukai konsumen adalah krim

yang mudah dioleskan atau dengan kata lain konsumen lebih menyukai daya

penyebaran yang tinggi asalkan daya lekat dan khasiat masih terpenuhi. Hal ini

berarti formula dengan daya penyebaran yang tinggi adalah formula yang terbaik

(58)

commit to user

42

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Perbandingan antar tiga formula sediaan krim berpengaruh terhadap sifat fisik

krim meliputi uji organoleptis, uji daya sebar, uji daya lekat, uji pH, dan uji

stabilitas emulsi krim. Tetapi tidak mempengaruhi uji homogenitas krim

2. Diantara ketiga formulasi tersebut tidak ada yang paling stabil dalam

mempertahankan semua sifat fisiknya.

B. SARAN

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang uji disolusi krim, dan uji iritasi

Referensi

Dokumen terkait

Formulasi sediaan krim dibuat dengan tipe air dalam minyak (A/M) dengan konsentrasi ekstrak etanol buah asam gelugur yang berbeda yaitu 4% dan 6%, sediaan juga dilakukan uji

Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan aktivitas antioksidan ekstrak etanol rimpang temu kunci dan melakukan isolasi senyawa metabolit sekunder dalam ekstrak

Tujuan dari penelitian ini adalah membuat nanopartikel dari ekstrak etanol rimpang temu kunci ( Boesenbergia pandurata ) pada berbagai varisi komposisi konsentrasi kitosan

EKSTRAKSI, IDENTIFIKASI, DAN UJI AKTIVITAS ANTIMIKROBA MINYAK ATSIRI RIMPANG LENGKUAS (Alpinia galanga Willd.).. DAN TEMU KUNCI ( Boesenbergia pandurata Roxb.) DARI DESA

Dari hasil perhitungan statistik yang dilanjutkan dengan HSD 5% dan 1% serta perhitungan prosentase proteksi menunjukkan bahwa ekstrak rimpang Temu kunci

Telah dilakukan penelitian daya antibakteri ekstrak etanol rimpang tanaman Temu kunci [Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlecht.] terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa ekstrak etanolik rimpang temu kunci (Boesenbergia pandurata) memiliki kandungan senyawa chalcone

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi dan potensi ekstrak etanol rimpang temu kunci (Boesenbergia pandurata) terhadap natrium diklofenak 100 μ g/mL