• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH PERPAJAKAN | Karya Tulis Ilmiah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MAKALAH PERPAJAKAN | Karya Tulis Ilmiah"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Menurut Rochmat Soemitro dalam buku Pengantar Singkat Hukum Pajak (Eresco,

Bandung, 1992) pajak adalah gejala masyarakat, artinya pajak hanya ada di dalam masyarakat.

Masyarakat adalah kumpulan manusia yang pada suatu waktu berkumpul untuk tujuan tertentu.

Negara adalah masyarakat yang mempunyai tujuan tertentu. Kelangsungan hidup negara juga

berarti kelangsungan hidup masyarakat dan kepentingan masyarakat. Untuk kelangsungan hidup

masing-masing diperlukan biaya. Biaya hidup individu, menjadi beban dari individu yang

bersangkutan dan berasal dari penghasilannya sendiri. Biaya hidup negara adalah untuk

kelangsungan alat-alat negara, administrasi negara, lembaga negara, dan seterusnya, dan harus

dibiayai dari penghasilan negara.

Pada mulanya pajak belum merupakan suatu pungutan, tetapi hanya merupakan pemberian

sukarela oleh rakyat kepada raja dalam memelihara kepentingan negara, seperti menjaga

keamanan negara, menyediakan jalan umum, membayar gaji pegawai dan lain-lain. Bagi

penduduk yang tidak melakukan penyetoran maka ia diwajibkan melakukan pekerjaan-pekerjaan

untuk kepentingan umum untuk beberapa hari lamanya dalam satu tahun.

Penghasilan negara adalah berasal dari rakyatnya melalui pungutan pajak, dan atau dari

hasil kekayaan alam yang ada dalam negara itu (natural resources). Dua sumber itu merupakan sumber terpenting yang memberikan penghasilan kepada negara. Penghasilan itu untuk

(2)

kepentingan masyarakat, disana timbul pungutan pajak sehingga pajak adalah senyawa dengan

kepentingan umum.

Pungutan pajak mengurangi penghasilan atau kekayaan individu tetapi sebaliknya

merupakan penghasilan masyarakat yang kemudian di kembalikan lagi kepada masyarakat,

melaui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan yang akhirnya kembali

lagi kepada seluruh masyarakat yang bermanfaat bagi rakyat, baik yang membayar maupun

tidak.

Pajak mempunyai peran yang sangat penting bagi kehidupan bernegara, khususnya

didalam pembangunan karena pajak merupakan sumber penghasilan negara untuk membiayai

semua pengeluaran, termasuk pengeluaran pembangunan. Sistem pemungutan pajak di indonesia

adalah Self Assessment System yang berarti wajib pajak diberikan kepercayaan untuk memperhitungkan, menyetorkan, dan melaporkan sendiri atas pajak yang terhutang terhadap

negara. Disamping cara Self Assessment System terdapat cara lain yaitu sistem pemotongan

(withholding system). Withholding System merupakan cara yang paling mudah yang dilakukan pemerintah untuk memungut pajak, yaitu dengan cara mewajibkan wajib pajak untuk melakukan

pungutan dan pemungutan pajaknya oleh pihak lain. Dengan cara ini maka pemerintah tidak

perlu mengeluarkan biaya yang besar untuk memungut pajak.

Dalam pemungutan pajak subjek dan objek pajak harus jelas. Oleh karena itu harus

dikelola dengan baik dan benar sehingga data wajib pajak sesuai. Selain itu, tarif pajak harus

ditentukan berdasarkan ketentuan yang berlaku saat itu. Dengan demikian para wajib pajak dapat

rutin dan patuh membayar pajak. Subjek pajak adalah orang, badan atau kesatuan lainnya yang

telah memenuhi syarat-syarat subjektif, yaitu bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia.

(3)

adalah apa yang dikenakan pajak. Mengingat penting dan strategisnya objek pajak karena

menyangkut apa yang dikenakan atau tidak dikenakannya pajak atas objek dimaksud, sehingga

dalam UU perpajakan kita selalu dengan tegas dinyatakan apa yang menjadi objek setiap jenis

pajak.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian Pajak Pemasukan?

(4)

BAB II

PEMBAHASAN

A. KARAKTERISTIK PAJAK KELUARAN

Pajak keluaran ialah pajak yang dikenakan ketika subjek pajak melakukan penjualan

terhadap barang kena pajak (BKP) dan atau jasa kena pajak (JKP) yang tergolong dalam barang

mewah. Sebagai salah satu jenis pajak, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) seringkali disebut

sebagai pajak objektif. Pada PPN, hal yang pertama kali ditekankan adalah objek pajak yang

akan dikenakan. Kemudian, subjek pajak yang terkena. Misalnya, barang-barang mewah,

kendaraan mewah, dan sebagainya. Yang pertama dikenakan adalah tarif pada tiap-tiap barang

tersebut. Kemudian, barulah wajib pajak pengonsumsi barang tersebut yang dikenai beban

pajaknya sehingga wajib pajak tersebut disebut sebagai subjek pajak.

Dalam pengenaan pajak terhadap subjek pajak tersebut, terdapat dua kategori. Yaitu,

pajak keluaran dan pajak masukan. Dalam hal ini, subjek pajak yang dimaksud adalah

pengusaha kena pajak (PKP) yang melakukan transaksi jual beli barang. Artinya, PKP

mengambil atau memungut rupiah yang dihasilkan dari penjualan barang kena pajak (BKP)

miliknya yang dibeli konsumen. Kemudian, nantinya dapat berfungsi menjadi kredit atau

pengurang pajak. Menjadi kredit atau pengurang pajak karena sebelumnya sang PKP telah

dikenai tarif pajak yang sama atas pembelian barang tersebut yang d kemudian hari dijual

(5)

Adapun batas waktu untuk melakukan pengkreditan pajak keluaran tersebut adalah tiga

bulan setelah masa pajak berakhir sehingga PKP memiliki waktu yang cukup leluasa untuk

melakukan pengkreditan pajaknya.

B. KARAKTERISTIK PAJAK MASUKAN

Pajak masukan adalah pajak yang dikenakan ketika Pengusaha Kena Pajak melakukan

pembelian terhadap barang kena pajak atau jasa kena pajak. Pengusaha Kena Pajak, sering

disebut PKP adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau

penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak

Pertambahan Nilai (UU PPN) 1984 dan perubahannya, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang

batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang

memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Tata cara umum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pengusaha kena pajak

mengurangkan atau mengkreditkan pajak masukan dalam suatu masa dengan pajak keluaran

dalam masa pajak yang sama. Apabila dalam masa pajak tersebut lebih besar pajak keluaran,

kelebihan pajak keluaran harus disetorkan ke kas negara. Sebaliknya, apabila dalam masa pajak

tersebut pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, kelebihan pajak masukan dapat

dikompensasikan ke masa pajak berikutnya atau dimintakan restitusi. Dalam tata cara umum

tersebut, jumlah yang harus dibayarkan oleh pengusaha kena pajak berubah-ubah sesuai dengan

pajak masukan yang dibayarkan dan pajak keluaran yang dipungut dalam suatu masa pajak.

C. Mekanisme Pengkreditan Pajak Masukan

Prinsip dasar pengkreditan Pajak masukan adalah sebagai berikut:

(6)

2. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran

pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3

(tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum

dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. (Pasal 9 ayat 9 UU PPN).

3. Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi sehingga belum melakukan

penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang

modal dapat dikreditkan. (Pasal 9 ayat 2a UU PPN).

4. Barang modal adalah harta berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu)

tahun yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan termasuk pengeluaran

yang dikapitalisasikan ke barang modal tersebut. (PP 1/2012).

5. Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi

persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9). (Pasal 9 ayat 2a

UU PPN).

6. Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan / atau JKP harus dikreditkan

dengan Pajak Keluaran di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan. Contoh : alamat di

FP sama dg alamat di SK pengukuhan. Dalam hal impor BKP, DJP karena jabatan atau

berdasarkan permohonan tertulis dari PKP dapat menentukan tempat lain selain tempat

dilakukannya impor BKP sebagai tempat pengkreditan Pajak Masukan. (PM dikreditkan

di tempat PKP dikukuhkan, Dikukuhkan di beberapa tempat maka dapat memilih). (PP

1/2012).

7. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan,

selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetor oleh Pengusaha Kena

(7)

paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat

Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan. Surat Pemberitahuan Masa

Pajak Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah

berakhirnya Masa Pajak. (Pasal 9 ayat 3 UU PPN).

8. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar

daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan

ke Masa Pajak berikutnya (Pasal 9 ayat 4 UU PPN).

9. Atas kelebihan Pajak Masukan tsb dapat diajukan permohonan pengembalian pada akhir

tahun buku. Termasuk dalam pengertian akhir tahun buku dalam ketentuan ini adalah

Masa Pajak saat Wajib Pajak melakukan pengakhiran usaha (bubar). (Pasal 9 ayat 4a UU

PPN).

Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan sesuai pasal 9 ayat 8 UU PPN adalah atas

pengeluaran sebagai berikut :

1. Perolehan BKP/JKP sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP. Ketentuan ini

memberikan kepastian hukum bahwa Pajak Masukan yang diperoleh sebelum pengusaha

dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak dapat dikreditkan. Contoh : Pengusaha

A melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak pada tanggal

19 April 2010. Pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak diberikan pada tanggal 20

April 2010 dan berlaku surut sejak tanggal 19 April 2010. Pajak Masukan yang diperoleh

sebelum tanggal 19 April 2010 tidak dapat dikreditkan berdasarkan ketentuan ini.

2. Perolehan BKP/JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha.

Yang dimaksud dengan pengeluaran yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha

(8)

Ketentuan ini berlaku untuk semua bidang usaha, oleh karena itu, meskipun suatu

pengeluaran telah memenuhi syarat adanya hubungan langsung dengan kegiatan usaha,

masih dimungkinkan Pajak Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan, yaitu apabila

pengeluaran dimaksud tidak ada kaitannya dengan penyerahan yang terutang Pajak

Pertambahan Nilai.

3. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon,

kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan.

4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari

luar Daerah Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Ketentuan ini memberikan kepastian hukum bahwa Pajak Masukan yang diperoleh

sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak dapat dikreditkan.

Contoh : Pengusaha A melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena

Pajak pada tanggal 19 April 2010. Pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak diberikan

pada tanggal 20 April 2010 dan berlaku surut sejak tanggal 19 April 2010. Pajak

Masukan atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari

luar Daerah Pabean yang diperoleh sebelum tanggal 19 April 2010 tidak dapat

dikreditkan berdasarkan ketentuan ini.

5. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak

memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) atau

tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena

(9)

6. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari

luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6).

7. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih

dengan penerbitan ketetapan pajak. Dalam hal tertentu dapat terjadi Pengusaha Kena

Pajak baru membayar Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas perolehan atau

pemanfaatan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak setelah diterbitkan ketetapan

pajak. Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar atas ketetapan pajak tersebut tidak

merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.

8. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak

dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang ditemukan

pada waktu dilakukan pemeriksaan. Namun apabila pada saat pemeriksaan diketahui

adanya perolehan BKP/JKP yang telah dibukukan atau dicatat dalam pembukuan PKP,

namun Faktur Pajaknya belum atau terlambat diterima sehingga belum dilaporkan dalam

SPT Masa PPN untuk Masa ybs., maka PM dalam Faktur Pajak tersebut dapat

dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya

Masa Pajak ybs. Contoh : Pemeriksaan SPT Masa Januari 2010 dilakukan tanggal 24

Maret 2010, dan ditemukan FP tanggal 12 Januari 2010 yang baru diterima pada tanggal

22 Maret 2010, dan belum dilaporkan dalam SPT Masa PPN Januari atau Februari 2010,

namun perolehannya sudah dicatat dalam pembukuan, maka Faktur Pajak tertanggal 12

Januari 2010 tersebut tetap dapat dikreditkan dalam Masa PPN Masa Maret atau April

(10)

9. Perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum

Pengusaha Kena Pajak berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2a).

10. Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang tidak terutang PPN atau

mendapat fasilitas PPN dibebaskan sebagaimana dimaksud dalam Ps 9 ayat (5) dan Ps

16B ayat (3). Yang dimaksud dengan “penyerahan yang tidak terutang pajak” adalah

penyerahan barang dan jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4A dan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16B. Pengusaha Kena Pajak yang dalam suatu Masa

Pajak melakukan penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang

pajak hanya dapat mengkreditkan Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan

yang terutang pajak. Bagian penyerahan yang terutang pajak tersebut harus dapat

diketahui dengan pasti dari pembukuan Pengusaha Kena Pajak.

Pengertian Faktur Pajak ( Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 ) :

1. Bukti pungutan pajak (PPN/PPn BM) yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang

melakukan penyerahan BKP/JKP ; atau

2. Bukti pungutan pajak (PPN/PPn BM) karena impor BKP yang digunakan oleh Direktorat

Jenderal Bea dan Cukai.

Faktur Pajak tidak harus dibuat secara khusus atau berbeda dengan Faktur Penjualan,

Referensi

Dokumen terkait

Setelah era Soeharto atau orde baru berakhirpun Masa kapitalisme belum berakhir di negara Indonesia, bahkan berlanjut dan mulai merambah pada bidang- bidang

Berlawanan dengan komunisme yang akan terjadi hanya di negara negarayang belum merasakan sepenuhnya dampak dari suatu revolusi dalam bidang industri,

Tidak semua Pajak Masukan dapat dikreditkan Menurut UU PPN pasal 9 ayat 8 nomor 42 tahun 2009, beberapa Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan untuk

Prepopulated Data Pajak Masukan dan Surat Pemberitahua Elektronik (e- SPT) Masa PNN merupakan salah satu bagian dari proses modernisasi administrasi Perpajakan, agar wajib

Pajak Masukan bagi pengusaha Kena pajak Apabila dalam suatu M'asa pajak, pengusaha Kena pajak belum berproduksi atau belum melakukan penyenahan B.arang !(ena Pajak dan

Syarat Faktur Pajak Masukan dapat dikreditkan dengan Faktur Pajak Keluaran adalah harus ada Faktur Pajak yang sesuai dengan UU PPN dan faktur pajak hanya dapat

Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) UndangUndang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan

Untuk diagnosa ke dua yaitu harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif belum dapat terlaksanakan di karenakan keterbatasan waktu penulis dalam melakukan