• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENTINGNYA PENELITIAN DAN PEMAHAMAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENTINGNYA PENELITIAN DAN PEMAHAMAN"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PENTINGNYA PENELITIAN DAN PEMAHAMAN

PERBEDAAN BUDAYA JEPANG DAN BUDAYA INDONESIA

KAJIAN NONVERBAL COMMUNICATION

Aji Setyanto

Sastra Jepang, Univesitas Brawijaya, Malang

Email: adjie_brawijaya@yahoo.co.jp, adjie_s@ub.ac.id Telp: 081333216379

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan apa saja yang ada antara

budaya Jepang dan budaya Indonesia, Kebiasaan yang berhubungan dengan komunikasi,

serta Kajian nonverbal communication, kemungkinan kesalahpahaman apa yang akan terjadi apabila tidak bisa saling memahami perbedaan ini.

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif diskriptif, dengan mengambil lokasi

penelitian di Jepang dan Indonesia, dengan subyek penelitian orang Indonesia yang

tinggal di Jepang, dan orang Jepang yang ada di Indonesia, untuk mendapatkan hasil

yang akurat dilakuan pengambilan data melaui angket, wawancara dan pengamatan.

Dari hasil penelitian ini dapat diketahui, walaupun budaya Jepang dan budaya

Indonesia merupakan hight context culture, terdapat perbedaan dalam kebiasaan berkomunikasi serta dalam nonverbal communication. Perbedaan itu antara lain: orang Indonesia mudah berkomunikasi dengan orang yang tidak dikenal, tanpa ada kepentingan

sekalipun, sementara di Jepang tidak bisa bicara dengan orang yang tidak dikenal kalau

tidak ada kepentingan. Adanya penimpalan kata-kata saat orang lain sedang bicara,

kebiasaan suka memuji, meminta maaf dan berterimakasih dalam budaya Jepang sedang

dalam budaya Indonesia tidak ada. Pemahaman tentang waktu budaya Jepang adalah

monochronic time sedangkan Indonesia adalah polychronic time. Perbedaan dalam cara pandang saat bicara, budaya sentuh maupun jarak saat komunikasi. Serta kebiasaan lain

yang berhungan dengan komunikasi.

Kemungkinan kesalahpamahan yang terjadi adalah perasaan bersalah, merasa

direndahkan, tidak didengarkan, takut dan bahkan marah karena sikap orang yang

dihadapi tidak sesuai dengan yang diharapkan atau diduga, yang bisa berakibat fatal

dalam kelanjutan komunikasi antara orang-orang yang berbudaya Indonesia dan

berbudaya Jepang.

(2)

PENDAHULUAN

Dengan adanya kesepakan AFTA (Asean Free Trade Area) sebagai salah satu

bentuk wujud realisasi perdagangan bebas di kawasan ASEAN, semakin banyak

perusahaan Indonesia yang berhubungan langsung dengan perusahaan-perusahaan dari

negara ASEAN lain, tak terkecuali negara Jepang1.

Kemajuan teknologi yang sangat pesat, yang tidak bisa kita pungkiri asal

perkembangan banyak yang berasal dari negara Jepang. Kemajuan tersebut memaksa

kita untuk balajar maupun menjalin kerjasama dengan pihak Jepang, baik untuk

kepentingan perdagangan, alih teknologi, maupun hanya sekedar memahami manual operation dari produk-produk teknologi saat ini.

Berdasarkan sensus tahun 2006, jumlah perusahaan Jepang yang ada di

Indonesia berjumlah 783 perusahaan2, banyak menyerap tenaga kerja Indonesia baik

sebagai tenaga ahli, tenaga administrasi maupun tenaga produksi di

perusahaan-perusahaan tersebut. Orang-orang yang punya keterkaitan dengan

perushaan tersebut dituntut untuk mampu berkomunikasi dengan dengan orang Jepang.

Dengan adanya perdagangan bebas, alih teknologi, maupun banyaknya

perusahaan Jepang di Indonesia, maupun karena faktor yang lainnya, jumlah pembelajar

bahasa Jepang di Indonesia semakin meningkat. Menurut survey Japan Fondation tahun 2009 jumlah pembelajar bahasa Jepang di Indonesia menempati urutan ketiga dunia,

setalah Cina dan Korea yaitu 716.353 pembelajar.3

Jumlah pembelajar yang sedemikian banyaknya, akan sangat sayang sekali kalau

tidak diiringi dengan sistem pembelajaran yang baik, dan hasil yang maksimal. Hangatnya

tema tentang cultural competence dalam pembelajaran bahasa asing, sangat mendesak

1

http://andriaditya.wordpress.com/2007/06/21/indonesia-dan-afta/ (12 Pebruari 2013, 00.29)

2

http://garis-04.tripod.com/id26.html (12 Pebruari 2013, 00.46)

3

(3)

sekali dalam pembelajaran bahasa Jepang. Karena mengusai bahasa tanpa pengetahuan

dan pemahaman budaya, sama dengan mempunyai senjata tetapi tidak bisa

menggunakan senjata tersebut dengan baik dan benar.

Menurut Birwhistell (1970) dalam komunikasi yang dilakukan oleh 2 orang, 30%

merupakan komunikasi verbal, 65 % sisanya adalah komunikasi nonverbal4. Sedangkan

Mehrabian (1986) tingkatan dari seluruh pesan yang terkandung dalam ungkapan dan

sikap, 7% adalah bahasa, 38% adalah intonasi, 55% adalah raut wajah5. Melihat hal

tersebut peranan dari nonverbal dalam sebuah komunikasi adalah sangat penting.

Yang termasuk dalam nonverbal communication menurut Knap (1972) adalah: 1. Raut wajah, gerakan mata, gerakan tangan, gerakan tubuh, penampilan dan lain-lain yang

berhubungan dengan badan. 2. Bentuk badan, rambut, kulit. 3. Gerakan-gerakan,

sentuhan, pukulan dan lain-lain. 4. Intonasi, suara tawa, suara tangis, batuk dan lain-lain. 5.

Ruang kosong, jarak bicara, jarak sentuh. 6. Kosmetik, pakaian, dan barang bawaan

lainnya. 7. Furniture, suhu udara, dan keadaan lingkungan6. Sedangkan Masayuki Sano (1996) menyebutkan bahwa yang termasuk dalam nonverbal communication adalah: 1. Gerakan (mata, gesture, raut wajah, perawakan) 2. Jarak 3. Penampilan 4. Suara 5. Kulit 6. Bau7.

Apabila komunikan dan komunikator berasal dari budaya yang berbeda, dengan

mengacu pada teori diatas tdak hanya komunikasi verbal saja tetapi juga perlu adanya

pengetahuan dan pemahaman terhadap komunikasi nonverbal. Begitu juga dengan

komunikasi yang terjadi antara orang Indonesia dengan orang Jepang8.

4

Birdwhistell R.L. (1970) p.79

5

Mehrabian, Albert (1968)p. 52

6

Knapp,(1972) P.97-98

7

Sano Masayuki (1996) P.89 8

(4)

Perbedaan komunikasi nonverbal tersebut antara lain dalam kebiasaan

mengucap salam, penimpalan dalam berbicara, pandangan mata, cara menyentuh lawan

bicara, maupun kebiasaan yang berhubungan dengan masalah komunikasi.

Perbedaan-perbedaan tersebut perlu diteliti, diketahui dan dipahami demi kelancaran

dalam komunikasi, karena kalau tidak bisa terjadi kesalahpahaman yang fatal, yang bisa

berakibat buruk dalam perkembangan kerjasama perusahaan yang juga merupakan

penjabaran kerjasama antar negara.

RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Perbedaan apa saja yang ada dalam kebiasaan-kebiasaan dalam berkomunikasi

khususnya nonverbal communication antara budaya Jepang dan budaya Indonesia? 2. Kesalahpahaman apa sajakah yang memungkinkan terjadi apabila tidak ada saling

pemahaman budaya dalam komunikasi antara orang yang berbudaya Jepang dan orang

yang berbudaya Indonesia?

TUJUAN

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui perbedaan apa saja yang ada dalam kebiasaan verbal communication maupun nonverbal communication antara budaya Jepang dan budaya Indonesia.

2. Untuk mengetahui kesalahpahaman apa sajakah yang memungkinkan terjadi apabila

tidak ada saling pemahaman budaya dalam komunikasi antara orang yang berbudaya

(5)

MANFAAT

Manfaat yang bisa diambil dari penelitian ini adalah :

1. Bagi pembelajar Bahasa Jepang adalah adanya pengetahuan dan pemahaman

terhadap perbedaan budaya dalam komunikasi antara budaya Jepang dan budaya

Indonesia, sehingga bisa mempelajari bahasa Jepang sekaligus bisa menggunakannya

dalam komunikasi dengan baik dan benar sesuai dengan budaya bahasa tersebut.

2. Bagi Pelaku komunikasi (baik orang Indonesia yang ada di Jepang, maupun orang

Jepang yang ada di Indonesia, pelaku bisnis atau ekonomi, karyawan perusahaan,

pelajar dan lain-lain), pengetahuan dan pemhaman perbedaan budaya ini bisa

digunakan sebagai bahan evaluasi kesalahpahaman yang selama ini pernah terjadi,

serta bisa jadi referensi maupun acuan untuk bisa melakukan komunikasi dengan lebih

baik dengan meminimalisai kesalahpahaman atau miskomunikasi akibat perbedaan

budaya ini.

3. Peneliti dan Pemerhati komunikasi antar budaya, pemerhati hubungan Jepang dan

Indonesia, hasil penelitian ini bisa jadi referensi dalam penelitian maupun pengamatan

terhadap fenomena yang terjadi dalam komunikasi orang Indonesia pada khususnya

maupun hubungan Indonesia dan Jepang pada umumnya.

METODE

Penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan yang juga disebut pendekatan

investigasi karena biasanya peneliti mengumpulkan data dengan cara bertatap muka

langsung dan berinteraksi dengan orang-orang di tempat penelitian. Dilakukan pada objek

yang alamiah maksudnya, objek yang berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh

(6)

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif diskriptif, dengan subyek

penelitian adalah orang-orang Indonesia yang ada di Jepang, dan orang-orang Jepang

yang ada di Indonesia atau pernah tinggal di Indonesia.

Untuk mendapatkan hasil yang akurat dilakuan pengambilan data melaui angket

dan wawancara yang isinya berupa pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan

pengalaman komunikasi dengan orang Jepang atau sebaliknya, selain itu juga diperkuat

dengan referensi yang ada, sekaligus pengamatan yang peneliti lakukan.

Hasil dari angket, maupun Jawaban yang ada diklasifikasikan dengan teori

komunikasi antar budaya, nonverbal communication, sehingga bisa dianalaisa perbedaan yang ada, sekaligus bisa diketahui kemungkinan kesalahpahaman yang terjadi akibat

perbedaan budaya komunikasi yang ada.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berikut adalah perbedaan budaya Indonesia dan budaya Jepang yang berkaitan

dan berhubungan dengan komunikasi, serta kemungkinan kesalahpahaman yang terjadi

dari masing-masing perbedaan tersebut.

1. Orang Indonesia mudah bicara dengan orang yang tidak dikenal, sementara orang

Jepang sulit atau tidak biasa berbicara dengan orang yang tidak dikenal.

Di Indonesia, bisa atau biasa menyapa orang yang tidak dikenal, seperti saat

berada di perjalanan bis maupun kereta menyapa orang yang ada disampingnya adalah

hal yang biasa. Begitu juga saat olah raga, maupun saat sedang menunggu sesuatu,

menyapa orang yang ada didekatnya, sekalipun tidak kenal dan tidak punya

kepentingan atau keperluan pun, orang Indonesia bisa saling bertanya dan ngobrol

(7)

Sebaliknya orang Jepang kalau tidak ada kepentingan, sulit atau tidak biasa

menyapa atau bicara dengan orang yang tidak dikenal. Ketika berada di dalam bis

maupun kereta atau kendaraan umum yang lain, dalam perjalanan yang panjang

sekalipun, kalau yang duduk disampingnya adalah orang yang tidak dikenal maka tidak

akan saling menyapa. Begitu juga saat jalan-jalan di taman, atau saat olah raga joging

dipagi hari. Kalau tidak ada orang yang dikenal, maka jarang sekali ditemukan orang

yang saling sapa atau berbicara satu sama yang lainnya.

Sehubungan dengan perbedaan budaya di atas, terlihat perbedaan lain dalam

beberapa hal seperti di bawah ini.

NO HAL INDONESIA JEPANG

1 Berkenalan Bisa berkenalan dengan orang

lain tanpa ada yang menyapa, tetapi biasanya sulit untuk bisa ngobrol panjang.

Contohnya adalah teman dalam satu kelas yang biasanya saling tetapi harus diusahakan dan dibuat. Contohnya adalah diantara anggota kelas, belum tentu semua saling kenal dan tanpa pemberitahuan mampir ke rumah teman tersebut bukan merupakan hal yang aneh, bahkan mungkin teman tersebut

(8)

Akibat pengaruh perbedaan di atas, orang-orang Indonesia yang datang ke

Jepang, dan menginginkan mendapatkan teman orang Jepang merasa sulit

mendapatkan teman. Misalnya ada kenalan pun, seolah-olah ada dinding tebal yang

membentengi hubungan maupun komunikasi yang terjadi. Karena itulah banyak orang

yang merasa kesepian karena tidak punya teman bicara atau teman ngobrol.

Sebaliknya bagi orang Jepang yang ada di Indonesia, pada awalnya sering pesta makan saat ada yang ulang tahun. Saat pesta tersebut semua yang hadir bisa saling ngobrol panjang lebar, dan setelah selesai pesta pun apabila ketemu akan saling sapa satu sama lain.

Saat pesta makan , maupun tidak kenal danbelum pernah ketemu sebelumnya. sebagai teman dan mempunyai hubungannya baik dengan orang-orang sekerja atau satu tempat kerja. masalah keluarga atau masalah pribadi yang lainnya, yang memanfaatkan waktu luang atau waktu kosongnya untuk bicara, atau ngobrol dengan orang lain. Karena itu banyak dijumpai sekelompok orang yang sedang ngobrol.

(9)

mungkin akan melakukan tindakan kejahatan maupun hal buruk lainnya. Apalagi

dengan kebiasaan orang Indonesia yang sering menanyakan masalah pribadi. Karena

bagi orang Jepang identitas pribadi merupakan rahasia yang tidak sembarangan orang

boleh tahu, karena takut disalahgunakan, atau menjadi sasaran tindakan kejahatan.

2. Respon saat orang lain sedang berbicara

Orang Indonesia tidak biasa menimpali orang lain yang sedang berbicara dengan

kata-kata tertentu.

Orang Indonesia ketika berbicara dengan orang lain, mendengarkan lawan

bicara sampai selesai kemudian baru ganti berbicara, Karena menimpali dengan ucapan

hal itu mengisyaratkan ingin menyela atau dengan kata lain " Hentikan bicara Anda",

"Saya ingin bicara". Karena itulah apabila ada yang mengeluarkan suara / menyela /

menimpali orang lain yang sedang berbicara apalagi orang yang kedudukannya lebih

tinggi, hal itu merupakan hal yang dianggap tidak sopan.

Orang Jepang menimpali pembicaraan orang lain dengan ucapan-ucapan tertentu yang

disebut dengan aizuchi (hai, un, ee dan lain-lain, yang pemakaiannya disesuaikan dengan situasi dan isi pembicaraan)

Berbeda dengan Indonesia, di Jepang menimpali pembicaraan orang lain

merupakan hal yang sangat penting, karena hal tersebut menandakan yang

bersangkutan mendengarkan apa yang dibicarakan oleh lawan bicara. Apabila ada yang

sedang bicara dan yang mendengarkan tidak menimpali dengan kata-kata aizuchi maka orang yang sedang berbicara akan menganggap "lawan bicara tidak mendengarkan"

atau "lawan bicara tidak mengerti isi pembicaraan" dan sehingga ada yang mengulangi

(10)

Saat orang Indonesia dan orang Jepang berkomunikasi, apabila salah satu

pihak tidak ada yang memahami terhadap budaya yang berbeda dan cenderung

berlawanan ini, maka rawan sekali terjadi kesalahpahaman.

3. Kebiasaan meminta maaf, berterima kasih, dan memuji orang lain

Dalam hal kebiasaan meminta maaf, berterima kasih dan memuji, budaya

orang Indonesia berbeda dengan budaya Jepang. Saat terjadi sesuatu dan kemudian

salah satu pihak seharusnya mengucapkan minta maaf ataupun berterima kasih, orang

Indonesia juga segera mengucapkan hal tersebut, tetapi pada umumnya hanya sekali

saja, tidak berkali-kali, saat bertemu berikutnya pun tidak mengucapkannya lagi.

Contohnya saat menerima oleh-oleh dari teman, saat itu juga mengucapkan "terima

kasih" tetapi saat ketemu berikutnya kebanyakan tidak mengucapkan lagi.

Orang Indonesia juga tidak begitu mudah mengucapkan "pujian" kepada orang

lain. Dengan kata lain, terhadap sesuatu yang tidak benar-benar dianggap hebat, maka

tidak segera memuji hal tersebut.

Berkaitan dengan makananpun juga demikian kalau makanan yang dimakan

dirasa tidak enak, maka yang bersangkutan tidak akan bilang enak. Sebaliknya untuk

perbaikan atau supaya bisa membuat masakan yang enak, tidak jarang orang Indonesia

memberikan masukan dan mengatakan hal yang sesungguhnya. Seperti misalnya pergi

ke restoran, maka akan mengatakan rasa masakan yang sesungguhnya kepada pemilik

atau pegawai restoran. Hal positif yang bisa diambil dari sini adalah pemilik restoran

mengetahui kekurangan dari masakannya sehingga bisa membuat masakan yang lebih

enak dari masakan sebelumnya. Hal negatifnya adalah ada kemungkinan pemilik

(11)

Berbeda dengan orang Indonesia, orang Jepang merupakan masyarakat yang

dengan mudah mengucapkan ungkapan terima kasih, permintaan maaf, maupun

memuji orang lain. Ucapan terima kasih dan permintaan maaf minimal diucapkan lebih

dari dua kali. Contohnya saat menerima oleh-oleh dari orang lain, pasti akan

mengucapkan terima kasih tidak hanya sekali, bahkan tidak sedikit orang yang

mengucapkannya berkali-kali. Saat ketemu lagi dilain kesempatan akan mengucapkan

terima kasih kembali.

Orang Jepang mudah sekali memuji orang lain. Hal ini dilakukan untuk

menghormati orang lain, juga memuji sekaligus menghargai orang lain yang telah

berusaha. Sudah tentu untuk membuat lebih baik, selalu ada orang yang memberikan

masukan maupun kritikan. Tetapi sebelum mengucapkan hal tersebut pasti selalu diikuti

dengan pujian terlebih dahulu.

Berkaitan dengan makanan orang Jepang pasti akan segera mengucapkan

"enak", "lezat". Sisi positifnya adalah pembuat makanan akan merasa senang, dan

bersyukur karena masakannya dibilang enak. Sisi negatifnya adalah bahwa apakah

benar para pelanggan atau orang yang makan masakan tadi benar-benar merasa

bahwa masakannya enak?

Oleh karena itu, orang Indonesia yang berkomunikasi dengan orang Jepang,

banyak yang belum bisa melakukan tiga hal tersebut, (berterima kasih, minta maaf,

memuji). Dan kemungkinan berikutnya adalah akan mengatakan segala sesuatu apa

adanya, seperti rasa masakan yang tidak enak akan melukai perasaan orang Jepang.

(12)

Untuk beberapa budaya, gerakan mata atau (eye contact) merupakan hal yang penting dalam komunikasi, karena mata menunjukan perhatian, ketertarikan, juga bisa

menunjukan tanda awal pembicaraan atau akhir pembicaraan9.

Pada awalnya orang Indonesia juga tidak memandang lawan bicara saat

sedang berkomunikasi, tetapi orang Indonesia saat ini pada umumnya berbicara dengan

60 persen memandang mata lawan bicara, hal ini dilakukan karena apabila pembicara

tidak memandang mata lawan bicara bisa diartikan " tidak begitu ingin berbicara dengan

pendengar". Sebaliknya apabila pendengar tidak memandang pembicara, maka

pembicara bisa menganggap bahwa pendengar "tidak mempedulikan atau tidak ingin

mendengarkan pembicaraan pembicara10".

Kebanyakan orang Jepang pada umumnya berbicara dengan tidak

memandang mata lawan bicara, atau memandang ke arah lain11. Berkaitan dengan

perbedaan ini, orang-orang Indonesia yang datang di Jepang merasakan adanya

perasaan yang tidak enak saat berbicara dengan orang Jepang yang tidak mau

memandang atau pandangannya ke arah yang lain. Dan lagi, ketika berbicara dengan

orang Jepang sebaiknya harus memandang atau tidak, adalah satu masalah yang

membingungkan.

5. Gesture

Gesture adalah gerakan-gerakan yang memiliki arti tertentu seperti halnya kata-kata yang salah satu penggunaanya adalah untuk menekankan arti dari sebuah

pembicaraan maupun yang lainnya yang menyesuaikan dengan situasi tertentu12.

9

Sano Masayuki (1996) P.90

10

Agus Mulyanto (2011)

11

Sakamoto, Nancy and Reyko Naotsuka. (1982) P.18

12

(13)

Bagi orang yang sedang tinggal di suatu wilayah yang bahasa dan budaya nya

berbeda, gesture merupakan salah satu alat komunikasi yang bisa digunakan. Gesture merupakan salah satu bagian dari budaya, ada gesture yang sama antara budaya satu dengan budaya yang lain, tetapi karena gesture yang berbeda juga tidak sedikit dan ada kemungkinan salah mengerti maka harus saling berhati-hati.

Contoh perbedaan gesture antara budaya Indonesia dan budaya Jepang diantaranya adalah gesture yang menunjuk pada kata atau berarti " saya", "uang", dan "makan". Ketika ingin mengungkapkan kata "saya" menggunakan gesture orang Jepang akan menunjuk hidungnya sendiri, sedangkan orang Indonesia menunjuk dada nya

sendiri. Ketika ingin mengungkapkan kata "uang" orang Jepang akan membentuk

lingkaran menggunakan ibu jari dan jari telunjuk, orang Indonesia akan

menggesek-gesekkan ibu jari dengan jari telunjuk dan jari tengah. Dan saat

mengungkapkan kata "makan" karena orang Jepang terbiasa makan dengan sumpit

maka dengan tangannya akan membentuk sumpit kemudian didekatkan ke mulut,

sementara orang Indonesia yang karena pengaruh ada kebiasaan makan dengan

tangan, akan membentuk tangannya seolah-olah mau makan dan didekatkan ke

mulut13.

6. Raut Muka

Manusia mempunyai perasaan sedih, gembira, marah dan lain-lain, dan

merupakan hal yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan suku, ras, maupun

bahasa. Tetapi, perasaan yang sama sekalipun cara menampilkan atau

mengungapakan perasaan tersebut berbeda menurut budaya masing-masing14. Karena

itu, buat orang yang berbeda budaya membaca raut muka merupakan hal yang sulit.

13

Muhammad Handi Gunawan, S.Pd, (2001)

14

(14)

Orang Indonesia dikatakan mempunyai raut wajah yang ceria, dan menurut data The Smiling Report 2009 Orang Indonesia merupakan negara yang penduduknya paling banyak tersenyum diantara 66 negara lain di dunia15.

Orang Jepang dikatakan tidak begitu bisa menampilkan raut wajah yang

menggambarkan perasaan. Dan hal itulah yang menjadi penyebab sering terjadinya

kesalahpahaman tentang orang Jepang di masyarakat dunia. Jepang mempunyai

aturan yang telah lama ada dalam bertingkah laku, serta mempunyai aturan-aturan

khusus terutama yang berhubungan dengan kesopanan. Dalam bertingkah laku

ataupun gerakan-gerakan dalam komunikasi di Jepang ada pembagian aturan yang

jelas dalam situasi "Umum" (kou) dan situasi "Saya" (shi atau watashi) , dimana pengungkapan perasaan raut muka dalam situasi umum sangat terbatas16.

7. Jarak dan sentuhan

Personal space adalah jarak dimana jarak kedekatan lawan bicara dengan diri sendiri masih bisa diterima, dan menunjuk pada wilayah kosong disekitar diri sendiri.

Apabila orang lain masuk pada wilayah ini, maka akan menimbulkan perasaan tidak

nyaman maupun perasaan negatif lainnya. Tetapi kalau yang masuk wilayah tersebut

adalah orang yang disukai atau orang yang dekat, maka akan tetap bisa diterima

dengan baik. Hall membagi jarak dengan lawan bicara menjadi 4:

1. Jarak intim (intimate distance) : 0cm~45cm 2. Jarak pribadi (personal distance) :45cm~120cm 3. Jarak sosial (social distance) :120cm~350cm 4. Jarak Umum (public distance) :350cm lebih

15

Veronica Boxberg Karlsson (2009)

16

(15)

Jarak yang tepat antara diri sendiri dan lawan bicara berbeda tergantung budaya

masing-masing, yang juga berhubungan dengan kebiasaan menyentuh bagian tubuh

dari lawan bicara. Jarak ini juga terbagi-bagi tergantung siapa yang menjadi lawan

bicara.

Saat melakukan komunikasi dengan orang lain, orang yang berbudaya Jepang

termasuk orang yang tidak biasa menyentuh bagian tubuh lawan bicara, dengan kata

lain apabila dibandingkan dengan Indonesia kwantitas nya sangat sedikit. Di Idonesia

dengan orang yang baru dikenalpun tidak sedikit orang yang berbicara sambil

menyentuh bagian tubuh orang lain, seperti memegang bahu, menarik tangan dan yang

lainnya.

Tetapi ada hal yang menarik yang berlawanan dengan hal tersebut, yaitu

bahwa di Jepang memegang kepala anak kecil maupun teman adalah hal yang biasa,

sedang di Indonesia hal itu merupakan hal yang sangat tidak baik dan tidak sopan di

Indonesia. Hal ini dikarenakan bahwa bagi orang Indonesia, kepala merupakan bagian

terpenting dari tubuh manusia17.

Berkaitan dengan hal ini apabila salah satu pihak tidak memahami hal ini,

seperti halnya menyentuh lawan bicara yang berbudaya Jepang, atau sebaliknya orang

Jepang menyentuh kepala orang Indonesia, maka akan terjadi kesalahpahaman yang

bisa berakibat pertengkaran atau hal buruk lainnya.

8. Konsep Waktu

Konsep waktu yang ada dalam komunikasi antara budaya adalah "Waktu

monokrinik" (monochronic time) bahwa pelaksanaan segala sesuat berdasarkan jadwal yang sudah dibuat, dan "Waktu Polikronik" (polychronic time) yang lebih

17

(16)

mementingkan hubungan manusia dan hal-hal lainnya dibandingkan dengan jadwal

yang sudah ada. Jepang termasuk negara yang berpola pikir monochronic time, sedangkan Indonesia cenderung kepada polychronic time18. Dalam hal ini orang Indonesia lah yang harus berhati-hati, karena apabila terjadi keterlambatan, bisa

menimbulkan ketidakpercayaan, rasa marah dan lain sebagainya.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian di atas perbedaan-perbedaan antara budaya Indonesia

dan budaya Jepang terutama yang berhubungan dengan kebiasaan berkomunikasi,

dan yang terkait dengan nonverbal communication adalah sebagai berikut.

1. Orang Indonesia mudah bicara dengan orang yang tidak dikenal, sementara orang

Jepang sulit atau tidak biasa berbicara dengan orang yang tidak dikenal.

2. Respon saat orang lain sedang berbicara, orang Indonesia tidak biasa menimpali

orang lain yang sedang berbicara dengan kata-kata tertentu sedangkan orang Jepang

menimpali pembicaraan orang lain dengan ucapan-ucapan tertentu yang disebut

dengan aizuchi.

3. Orang Jepang biasa meminta maaf, berterima kasih dan memuji, sedangkan orang

Indonesia juga mengucapkan terima kasih dan minta maaf, dan memuji tetapi tidak

sesering atau semudah yang dilakukan oleh orang Jepang pada umumnya.

4. Orang Indonesia pada umumnya berbicara dengan 60 persen memandang mata

lawan bicara, kebanyakan orang Jepang pada umumnya berbicara dengan tidak

memandang mata lawan bicara, atau memandang ke arah lain.

5. Ada perbedaan gesture antara budaya Indonesia dan budaya Jepang diantaranya adalah gesture yang menunjuk pada kata atau berarti " saya", "uang", dan "makan".

18

(17)

6. Orang Indonesia dikatakan mempunyai raut wajah yang ceria, Jepang mempunyai

aturan yang telah lama ada dalam bertingkah laku, dalam situasi "Umum" (kou) dan situasi "Saya" (shi atau watashi) , dimana pengungkapan perasaan raut muka dalam situasi umum sangat terbatas.

7. Di Idonesia dengan orang yang baru dikenalpun tidak sedikit orang yang berbicara

sambil menyentuh bagian tubuh orang lain, Orang yang berbudaya Jepang termasuk

orang yang tidak biasa menyentuh bagian tubuh lawan bicara.

8. Jepang termasuk negara yang berpola pikir monochronic time, sedangkan Indonesia cenderung kepada polychronic time.

Dari perbedaan perbedaan yang ada tersebut apabila ada ketidaktahuan atau

ketidakpahaman dari salah satu pihak maupun kedua belah pihak hal-hal yang mungkin

terjadi adalah adanya kesalahpahaman yang ringan, salah penilaian terhadap lawan

bicara, salah penangkapan pesan, terjadi saling tidak menghormati, serta munculnya

perasaan kesepian, ketakutan, risih, bingung, marah, rasa saling tidak percaya dan

perasaan lain yang negatif yang efeknya bisa fatal apabila hal itu berhubungan dengan

suatu bisnis atau hal yang besar.

Untuk itu penelitian, pengetahuan dan pemahaman terhadap budaya Jepang bagi

orang Indonesia atau sebaliknya, sangat dibutuhkan untuk memperlancar komunikasi

sekaligus meminimalisai kesalahpahaman yang mungkin selama ini terjadi. Sekaligus hal

ini juga ikut memelihara keberlangsungan hubungan antara Jepang dan Indonesia dalam

segala bidang.

DAFTAR PUSTAKA

(18)

Anto Satriyo Nugroho (2006), “Perbandingan Budaya Indonesia dan Jepang” , Nagoya International Center

Argyle. (1975). Bodily Communication. New York. International University Press

Birdwhistell R.L.. (1970). Kinesics and Context. Philadelphia. University of Pennsylvania Press

Christian Skoda (2007) “55 Nations – Stereotypes that will Ruin or Make your Day” , International Institute of Social Studies of Erasmus University Rotterdam

Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, 2006, Human Communication: Konteks-konteks Komunikasi . Komunikasi Antarbudaya:Panduan Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya.. Bandung:Remaja Rosdakarya.

Foreign Affairs and International Trade Canada Web, Cultural Information- Indonesia, http://www.intercultures.gc.ca (30 September 2010)

http://www.leadcreate.co.jp/psn/e-learning/eh_ibunka_c/ic02_04.swf

http://andriaditya.wordpress.com/2007/06/21/indonesia-dan-afta/ (12 Pebruari 2013)

http://garis-04.tripod.com/id26.html (12 Pebruari 2013)

Kim Geung Seob (2009) “Komunikasi Antara Budaya Korea Dan Indonesia: Kajian tentang Perilaku Masyarakat Korea dan Jawa”, Pusat Studi Korea UGM

Knapp, Mark. (1972). Nonverbal Communication in Human Interaction. New York. Rinehart and Winston

Mehrabian, Albert. (1968). Physchology Today. Volume II: Commmunication Without Words.

Muhammad Handi Gunawan, S.Pd (2001) “Non-Verbal Communication: The “Silent” Cross-Cultural; Contact With Indonesians”

Naoka Maemura (2009) “A qualitative investigation of trainees’ adjustment in Japan:A case study of trainees from Indonesia, (Serial No.54) US-China Education Review、USA

Okada Akihito (2010) " Ibunka komyunikeeshonron ~ Rikai to Kouryu o susumeru tame no sukiru o manabu", Kouza shirabasu, Tokyo Gaikokugo Daigaku

Porter and Samovar. (1976). Intercultural Communication: A Reader. (2nd ed.). Belmont, CA: Wadsworth.

Prosser. (1978). The Cultural Dialogue: An Introduction to Intercultural Communication. Boston: Houghton Mifflin.

Sakamoto, Nancy and Reyko Naotsuka. (1982). Polite Fiction: Why Japanese and Americans Seem Rude to Each Other. Kinseido

Sano Masayui (1996)"Ibunka no Sutoratejii 50 no Ibunkateki topikku o shiten ni shite", Tokyo, Taishuukanshoten.

The Japan Fondation Survey , 2009

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan hasil analisis yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya, mengemukakan bahwa secara parsial variabelharga, lokasi, fasilitas dan promosi secara simultan

Dari kondisi-kondisi tersebut diperoleh hasil yang paling mendekati data lapangan adalah kondisi dimana temperatur non isotermal dan elevasi tidak diabaikan dengan nilai

Apabila ujian tidak dapat diikuti dengan alasan sakit (bandingkan dengan Pasal 13), maka biaya ujian akan dijadikan kupon untuk ujian pada jadwal berikutnya - dalam hal

Pada proses rehabilitasi narkoba, pecandu narkoba mengalami suatu pengalaman perubahan positif yang terjadi sebagai hasil perjuangan individu menghadapi tantangan

Pasien dengan kriteria prioritas 1 adalah pasien sakit kritis dan tidak stabil yang memerlukan terpai intensif dan tertitrasi dan memiliki probabilitas hidup yang tinggi,

Allah telah menyuruh hambanya yang beriman dan bertaqwa kepadaNya dan menyembah-Nya seolah-olah dia melihat-Nya serta hendaknya mereka emngatakan perkataan yang

jantung pada dinding dada.Batas bawahnya adalah garis yang menghubungkan sendi kostosternalis ke-6 dengan apeks jantung... FISIK DIAGNOSTIK JANTUNG DAN