PENGARUH KECERDASAN SPIRITUAL (SQ) TERHADAP
AKHLAK SISWA KELAS XI DI SMA NEGERI 1 TAMAN
SKRIPSI
Oleh:
JAZIRAH UMMI AROFAH NIM. D31212107
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
vii ABSTRAK
Jazirah Ummi Arofah 2016: Pengaruh Kecerdasn Spiritual(SQ) Terhadap
Akhlak Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Taman.
Kata Kunci : Kecerdasn Spiritual(SQ), Akhlak Siswa.
Berdasarkan atar belakang kecerdasan spiritual sebagai satu sumber kekayaan, kuasa dan pengaruh yang mampu mendorong seseorang bertindak. Tindakan yang diambil bermula daripada nilai-nilai murni dari jiwa seseorang yang penuh makna bagi menjadikan kehidupan mereka lebih bernilai. Maka peneliti tertarik menjadikan penelitian skripsi ini dengan judul Pengaruh Kecerdasan Spiritual (SQ) Terhadap Akhlak Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Taman Sidoarjo. Penelitian ini bertujuan untuk 1. Untuk mengetahui bagaiman tingkat kecerdasan siswa kelas XI SMA Negeri 1 Taman Sidoarjo. 2. Untuk mengetahui akhlak siswa SMA Negeri 1 Taman Sidoarjo. 3. Untuk mengetahui pengaruh kecerdasan spiritual ( SQ) terhadap akhlak SMA Negeri 1 Taman Sidoarjo
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis field research. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random sampling yang diambil secara acak dari berbagai kelas. Adapun sampel yang diambil sebanyak 90 siswa. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, dokumentasi, wawancara, dan skala (angket).
Berdasarkan analisa data diketahui Kecerdasan Spiritual (SQ) siswa SMA Negeri 1 Taman adalah termasuk dalam kategori “cukup” tebukti diketahui mean kecerdasan Spiritual siswa sebesar 34 yaitu pada interval 21 sampai dengan 40. Sedangkan Akhlak siswa SMA Negeri 1 Taman adalah termasuk dalam kategori “cukup” tebukti diketahui mean Akhlak siswa sebesar 34 yaitu pada interval 21 sampai dengan 40.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 6
F. Defenisi Operasioanal ... 6
G. Sistematika Pembahasan ... 9
BAB II KAJIAN TEORI A. Kecerdasan Spiritual ... 11
2. Ciri- Ciri Kecerdasan Spiritual... 15
3. Sudut Pandang Menguji Tingkat Kecerdasan Spiritual Seseorang ... 16
4. Pengukuran Kecerdasan Spiritual ... 18
5. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Spiritual ... 19
6. Indikator- Indikator Kecerdsan Spiritual ... 20
B. Akhlak Siswa ... 28
1. Pengertian Akhlak Siswa ... 28
2. Ciri- Ciri Perbutan Akhlak Siswa ... 31
3. Pembagian Akhlak Siswa ... 32
4. Indikator- Indikator Akhlak Siswa ... 35
C. Pengaruh Kecerdasan Spiritual Terhadap Akhlak Siswa ... 40
D. Hipotesis ... 42
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian... 43
B. Variabel, Indikator dan Instrumen Penelitian ... 44
C. Populasi dan Sampel ... 49
D. Jenis dan Sumber Data ... 51
E. Teknik Pengumpulan Data ... 53
F. Teknik Analisis Data ... 57
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Latar Belakang Objek Penelitian ... 60
C. Pengijian Hipotesis ... 99
D. Diskusi Hasil Penelitian ... 110
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 113
B. Saran ... 114
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Kisi- Kisi Angket Siswa ... 47
3.2 Distribusi Populasi ... 49
4.1 Jumlah Siswa- Siswi SMA Negeri 1 Taman Sidoarjo Tahun 2015/2016 ... 68
4.2 Sarana Prasarana SMA Negeri 1 Taman Sidoarjo ... 69
4.3 Uraian Data Pendidik dan Tenaga Kependidikan SMAN 1 Taman ... 71
4.4 Variabel X(Kecerdasan Spiritual (SQ) Siswa SMA Negeri 1 Taman Sidoarjo) ... 80
4.5 Distribusi Frekuensi Kecerdasan Spiritual (SQ) di SMA Negeri 1 Taman Sidoarjo87 4.6 Variabel Y (Akhlak Siswa SMA Negeri 1 Taman Sidoarjo) ... 89
4.7 Distribusi Frekuensi Akhlak Siswa SMA Negeri 1 Taman Sidoarjo ... 95
4.8 Interval Nilai Kecerdasan Spiritual (X) dan Akhlak Siswa (Y) SMA Negeri 1 Taman Sidoarjo ... 98
4.9 Tabel Kerja Variabel X (Kecerdasan Spiritual Siswa) dan Y (Akhlak Siswa) SMA Negeri 1 Taman Sidoarjo ... 100
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pola pembangunan Sumber Daya Manusia di Indonesia selama ini
terlalu mengedepankan IQ (kecerdasan intelektual) dan materialisme tetapi
mengabaikan EQ (kecerdasan emosi) terlebih SQ (Kecerdasan spiritual).
Pada umunya masyarakat Indonesia memang memandang IQ paling
utama, dan menganggap EQ sebagai pelengkap, sekedar modal dasar tanpa
perlu dikembangkan lebih baik lagi. Fenomena ini yang sering tergambar
dalam pola asuh dan arahan pendidikan yang diberikan orang tua dan juga
sekolah-sekolah negeri atau swasta pada umumnya. Maka tidak heran
kalau banyak remaja siswa berprestasi tapi tidak sedikit kemudian mereka
yang berprestasi juga menjadi siswa yang urakan dan mengabaikan
tanggungjawabnya dalam menjalani proses pendidikan di sekolah, terjebak
dalam pergaulan bebas, narkoba dan atau budaya tawuran sering
dilakukan. Pengaruh obat-obatan terlarang, budaya kritis yang cenderung
negatif karena mengurangi kesopanan pada guru dan orang tua, selama ini
menjadi ciri adanya perubahan budaya pada remaja siswa di Indonesia.
Selama empat dawarsa terakhir, setiap orang dari kepala sekolah
dasar hingga pengkotbah dan presiden telah berusaha sekuat tenaga
2
lama keadaan justru semakin memburuk. Bila statistik untuk ini saja sudah
mengejutkan, apa lagi cerita dibalik data tersebut.
Sehingga pada tahun 2003, lahirlah Undang-Undang SIKDIKNAS
(Sistem Pendidikan Nasional) Nomor 20 Tahun 2003 merupakan awal
reformasi pendidikan yang mencoba menyeimbangkan pola pembangunan
SDM dengan mengedepankan SQ (Kecerdasan spiritual), EQ (kecerdasan
emosi) dan tidak mengabaikan IQ (kecerdasan intelektual).1
Proses belajar di sekolah adalah proses yang sifatnya kompleks dan
menyeluruh. Banyak orang yang berpendapat bahwa untuk meraih hasil
yang tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki Intelligence Quotient
(IQ) yang tinggi, karena inteligensi merupakan bekal potensial yang akan
memudahkan dalam belajar dan pada gilirannya akan menghasilkan hasil
belajar yang optimal. Menurut Binet dalam buku Winkel hakikat
inteligensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan
suatu tujuan, untuk mengadakan penyesuaian dalam rangka mencapai
tujuan itu, dan untuk menilai keadaan diri secara kritis dan objektif.2
Selain kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual juga turut
mengetengahkan istilah existential intelligence atau kecerdasan kewujudan Gardner. Kecerdasan ini berkait rapat dengan kebolehan untuk memahami
unsur-unsur keagamaan dan kerohanian. Hanya tidak dapat dilihat dengan
mata kasar tetapi dapat dijelaskan dengan iman, keyakinan dan
kepercayaan. Lanjut kecerdasan kewujudan yang diutarakan oleh Gardner,
3
beberapa ahli psikologi lain mulai mengetengahkan kecerdasan spiritual
atau kecerdasan rohani.Toto menjelaskan Kecerdasan ruhaniah adalah
kecerdasan yang berpusat pada rasa cinta yang mendalam kepada Allah
Rabbul Alamin dan seluruh ciptaan-Nya. Kecerdasan ini merupakan bentuk kesadaran yang berangkat dari keimanan kepada Allah SWT, atau
kecerdasan spiritual berarti memberikan muatan baru yang bersifat
keilahian ke dalam God Spot (Titik Tuhan) yang merupakan fitrah3. Danah Zoharjuga turut membincangkan kecerdasan spiritual sebagai satu sumber
kekayaan, kuasa dan pengaruh yang mampu mendorong seseorang
bertindak. Tindakan yang diambil bermula daripada nilai-nilai murni dari
jiwa dalaman seseorang yang penuh makna bagi menjadikan kehidupan
mereka lebih bernilai
Kecerdasan spiritual turut dikonsepkan sebagai kebolehan untuk
berkelakuan atau melakukan sesuatu tindakan yang diiringi dengan rasa
belas dan kebijaksanaan di samping mengekalkan kestabilan dalaman dan
luaran diri tanpa mengira situasi WigglesworthHanya merupakan
keperluan peribadi yang amat penting. Kekurangan kecerdasan spiritual
menjadikan seseorang individu tidak dapat mengekalkan kesejahteraan
dalaman atau luaran semasa berhadapan dengan apa keadaan yang
menekan atau konflik.
Berdasarkan dapatan kajian-kajian yang telah dinyatakan sebelum
ini jelas menunjukkan bahawa elemen-elemen yang dikaitkan dengan
4
kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual mempunyai pengaruh ke atas
emosi seterusnya tingkah laku seseorang. `Kajian-kajian yang dijalankan
bukan sahaja dijalankan di Malaysia dan Asia, malah turut dikaji oleh
penyelidik dari negara-negara yang lain.
Maka dari itu, dalam kaitan pentingnya Kecerdasan Spiritual (SQ)
pada diri siswa sebagai salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam
akhlaknya, maka dalam penyusunan skripsi ini penulis tertarik untuk
meneliti: “Pengaruh kecerdasan Spiritual (SQ)) Terhadap Akhlak Siswa kelas XI SMA Negeri 1 Taman Sidoarjo”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka
masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
a. Bagaimana tingkat kecerdasan Spiritual (SQ) siswa SMA Negeri 1
Taman Sidoarjo ?
b. Bagaimana akhlak siswa SMA Negeri 1 Taman Sidoarjo?
c. Adakah pengaruh kecerdasan spiritual ( SQ) terhadap akhlak siswa
kelas XI SMA Negeri 1 Taman Sidoarjo ?
C. Tujuan penelitian
Berdasarkan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui tingkat kecerdasan spiritual (SQ) siswa SMA
5
b. Untuk mengetahui akhlak siswa SMANegeri 1 Taman Sidoarjo?
c. Untuk mengetahui pengaruh kecerdasan spiritual ( SQ) terhadap
akhlak SMA Negeri 1 Taman Sidoarjo ?
D. Manfaat Penelitian
Suatu penelitian dikatakan berhasil apabila dapat memberikan
manfaat pada dunia pendidikan. Dalam penelitian ini, penulis
mengharapkan adanya manfaat atau kegunaan, khususnya bagi peneliti
sendiri dan umumnya bagi yang berkepentingan di bidang pendidikan.
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalahsebagai berikut
:
1. Manfaat Teoritis
Dengan penelitian ini dapat dijadikan wadah untuk pengembangan diri
dan pemantapan pengetahuan serta untuk penerapan pendidikan agama
Islam dalam hal pembinaan dan pembimbingan akhlak siswa
denganmengembangkan kecerdasan spiritual mereka.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi individu
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu
memberikaninformasi khususnya kepada para orang tua, konselor
sekolah danguru dalam upaya membimbing dan memotivasi siswa
6
b. Bagi lembaga
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi
sekolah dalam membimbing tingkah laku (akhlak) siswa. Sehingga
akan menjadi manusia yang mandiri dan dewasa.
c. Bagi ilmu pengetahuan
Menambah khazanah ilmu pengetahuan dan memperkaya hasil
penelitian yang telah ada dan dapat memberi gambaran mengenai
pengaruh Kecerdasan Spiritual terhadap akhlak siswa.
E. Ruang lingkup dan keterbatasan penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah
dipaparkan diatas, penulis ingin memberikan batasan masalah dengan
fungsi sebagai penyempitan obyek yang akan diteliti agar masalah yang
diteliti tidak melebar dan jelas pembahasannya.
Yang pertama kecerdasan spiritual (SQ) di sini dikhususkan pada
siswa kelas XI SMANegeri 1 Taman Sidoarjo.
Yang kedua yang dimaksud kecerdasan spiritual di sini adalah
sikap kejujuran, kerjasama, kepedulian, rasa syukur dan kesabaran.
F. Definisi Operasional
Untuk memperjelas kemana arah pembahasan masalah yang akan
diangkat, maka penulis perlu memberikan definisi dari judul tersebut, yaitu
7
1. Pengaruh
Pengertian pengaruh menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah
daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut
membentuk watak, kepercayaan, atau perbuatan seseorang.4
Dalam penelitian ini pengaruh adalah yang menyebabkan sesuatu
terjadi, baik secara langsung maupun tidak. Berarti yang menjadi
penyebab secara langsung atau tidak terhadap akhlak siswa.
2. Kecerdasan spiritual
Kecerdasan menurut Gadner yaitu kemampuan untuk memecahkan
persoalan dan menghasilkna produk dalam suatu setting yang
bermacam-macamdan dalam situasi nyata (1983, 1993). Jadi kecerdasan memuat
kemampuan untuk memecahkan persoalan yang nyata dalam situasai yang
bermacam-macam. Tekanan pada persoalan nyata ini sangat penting bagi
Gender karena seorang baru sungguh intelegensi tinggi bila ia dapat
menyelesaikan persoalan hidup nyata dan situasi yang bermacam-macam,
situasi hidup yang sungguh kompleks5
Danah Zohar dan Ian Marshal mendefinisikan kecerdasan spititual
adalah kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam
konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa
tindakan atau jalan untuk seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan
ynag lain. SQ adalah landasan yang diperlukan untuk mengfungsikan IQ
8
dan EQ secara efektif. Bahkan SQ merupakan kecerdsan tertinggi kita (
Danah Zohar dan Ian Marshal, SQ : Spiritual Intelegence, Bloom, Sbury
Great Britan)6
Dalam penelitian ini yang dimaksud kecerdasan Spiritual adalah
kemampuan siswa untuk bersikap jujur, kerjasama, peduli, syukur dan
sabar.
3. Akhlak Siswa
Al-Ghozali mendefinisikan Akhlaq adalah suatu sifat yang
tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan
dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran (lebih
dulu).7
Siswa : Murid, pelajar.8
Jadi pengertian Akhlak Siswa dalam penelitian ini adalah suatu
kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa seorang murid dan
menjadi kepribadian hingga dari situ timbullah berbagai macam perbuatan
dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan
pemikiran.
Jadi pengaruh kecerdasan spiritual (SQ) terhadap akhalak siswa di
SMA Negeri 1 Taman merupakan suatu kelakuan yang menjadikan siswa
9
itu bersikap baik atau tidak menurut pandangan syari‘at dan akal pikiran
yang disebabkan oleh kecerdasan spiritual yang mereka miliki.
G. Sistematika Pembahasan
Agar memperoleh gambaran yang lebih jelas dan menyeluruh
mengenai pembahasan skripsi ini. Maka secara global penulis merinci
dalam sistematika pembahasan ini sebagai berikut.
Bab pertama berisi tentang, pendahuluan, yang meliputi :
Latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, ruang lingkup dan keterbatasan penelitian, definisi
operasional, sistematika pembahasan.
Sedangkan bab kedua berisi tentang, pembahasan landasan
teori, yang mencakup pembahasan tentang : Kecerdasan Spiritual,
ciri-ciri kecerdasan spiritual, sudut pandang menguji kecerdasan
spiritual seseorang, faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan
spiritual, kemudian kajian tentang akhlak siswa yang di dalamnya
berisikan mengenai pengertian akhlak, ciri-ciri akhlak, pembagian
akhlak, dilanjutkan membahas kajian inti yaitu tentang pengaruh
kecerdsan spiritual terhadap akhlak siswa di SMA Negeri 1 Taman
Sidoarjo.
Selanjutnya bab ketiga merupakan penjelasan metode
10
jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, dan teknik
analisis data.
Kemudian bab keempat memaparkan hasil penelitian dan
pembahasan dari keseluruhan bab, yang meliputi Latar belakang
obyek penelitian, diskripsi data, analisis data dan pengujian
hipotesis, pembahasan temuan dan hasil tindakan.
Akhirnya bab kelima penutup hasil simpulan dari semua
bab dan saran-saran dari peneliti untuk perbaikan-perbaikan yang
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kecerdasan Spiritual
1. Pengertian Kecerdasan Spiritual
Kecerdasan (dalam bahasa inggris disebut Intelligence dan bahasa Arab di sebut al-dzaka') Menurut arti bahasa kecerdasan adalah pemahaman,
kecepatan dan kesempurnaan sesuatu, atau berarti kemampuan (al-qudrah)
dalam memahami sesuatu secara tepat dan sempurna. Intelligence berarti
kapasitas umum seorang individu yang dapat dilihat pada kesanggupan
pikirannya dalam mengatasi tuntutan kebutuhan-kebutuhan baru, keadaan
ruhani secara umum yang dapat disesuaikan dengan problema-problema dan
kondisi-kondisi yang baru di dalam kehidupan.1 Kecerdasan sering diartikan
sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi terutama
pemecahan yang menuntut kemampuan dan ketajaman pikiran. Kamus
Webster dalam Born To Be a Genius mendefinisikan kecerdasan (intelligence)
sebagai :
a. Kemampuan untuk mempelajari atau mengerti dari pengalaman,
kemampuan untuk mendapatkan dan mempertahankan pengetahuan,
kemampuan mental.
12
b. Kemampuan untuk memberikan respon secara cepat dan berhasil pada
situasi baru, kemampuan untuk menggunakan nalar dalam memecahkan
masalah.2
Dari beberapa Pengertian kecerdasan di atas menunjukan bahwa
kecerdasan hanya berkaitan dengan kemampuan struktural akal (intellectual)
dalam menangkap gejala sesuatu, sehingga kecerdasan hanya bersentuhan
dengan aspek-aspek kognitif.
Spiritual merupakan bentukan dari kata spirit. Spirit merupakan kata
yang memiliki banyak arti, misalanya spirit diartikan sebagai kata benda
(noun) seperti arwah, hantu, peri, orang, kelincahan, makna, moral, cara
berfikir, semangat, keberanian, sukma dan tabiat. Keduabelas kata tersebut
masih terlalu luas, apabila dipersempit lagi maka kata spirit menjadi tiga
macam arti saja, yaitu moral, semangat dan sukma. Kata spiritual sendiri bisa
dimaknai sebagai hal-hal yang bersifat spirit atau berkenaan dengan
semangat.3
Spiritual dapat diartikan sebagai sesuatu yang murni dan sering juga
disebut dengan jiwa atau ruh. Ruh bisa diartikan sebagai energi kehidupan
yang membuat manusia dapat hidup, bernafas dan bergerak. Spiritual berarti
2 Ibid.,
13
segala sesuatu di luar tubuh fisik manusia. Dimensi spiritual adalah inti kita,
pusat kita, komitmen kita pada sistem nilai kita. Daerah yang amat pribadi
dari kehidupan dan sangat penting. Dimensi ini memanfaatkan sumber yang
mengilhami dan mengangkat semangat kita dan mengikat kita pada kebenaran
tanpa batas waktu mengenai aspek humanitas.4
Sisi lain menurut kamus Webster, kata spirit berasal dari kata benda
bahasa latin “spiritus” yang berarti nafas, dan kata kerja “spairare” yang
berarti untuk bernafas, dan memiliki nafas berarti memiliki spirit. Beberapa
literatur lain juga menjelaskan bahwa kata spiritual yang diambil dari bahasa
latin itu memiliki arti sesuatu yang memberikan kehidupan atau vitalitas,
dengan vitalitas ini maka hidup akan menjadi lebih hidup. Spiritualitas
merupakan kebangkitan atau pencerahan diri dalam mencapai tujuan dan
makna hidup seseorang.5
Menurut Zohar dan Marshall, kecerdasan spiritual adalah kecerdasan
untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu
kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna
yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan
hidup orang lebih bermakna dibandingkan orang lain.6
4 Agus Nggermanto, Quantum Quotient:Kecerdasan Quantum Cara Praktis Melejitkan
IQ,EQ dan SQ yang Harmonis, (Bandung: Nuansa, 2005), 113.
14
Menurut Khalil Khavari, kecerdasan spiritual merupakan fakultas dari
dimensi non material ruh manusia. Kecerdasan ini merupakan intan yang
belum terasah yang dimiliki semua orang. Semua harus mengenalinya seperti
apa adanya, menggosoknya sehingga berkilap dengan tekad yang besar dan
menggunakannya untuk memperoleh kebahagiaan yang abadi. Seperti dua
bentuk kecerdasan lainnya (kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosi),
kecerdasan spiritual dapat ditingkatkan dan diturunkan.7
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
definisi kecerdasan spiritual adalah kemampuan potensial setiap manusia yang
menjadikan ia dapat menyadari dan menentukan makna, nilai, moral, serta
cinta terhadap kekuatan yang lebih besar dan sesama makhluk hidup, karena
merasa sebagai bagian dari keseluruhan. Sehingga membuat manusia dapat
menempatkan diri dan hidup lebih positif dengan penuh kebijaksanaan,
kedamaian, dan kebahagiaan yang hakiki.
Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan manusia yang harus diasah
dengan baik yang digunakan untuk berhubungan dengan Tuhan serta untuk
menempatkan makna pada konteks yang lebih luas sehingga dapat
berinteraksi antar sesama manusia dengan interaksi yang baik.
15
2. Ciri- Ciri Kecerdasan Spiritual
Adapaun tanda-tanda atau ciri-ciri orang yang kecerdasan spiritualnya
berkembang dengan baik di antaranya sebagai berikut :
a. Kemampuan bersikap fleksibel yaitu menyesuaikan diri secara spontan dan aktif untuk mencapai hasil yang baik.
b. Tingkat kesadaran yang tinggi. Bagian terpenting dari kesadaran diri ini mencakup usaha untuk mengetahui batas wilayah yang nyaman untuk dirinya sendiri, banyak tahu tentang dirinya
c. Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan.
Mampu menanggapi dan menentukan sikap ketika situasi yang menyakitkan atau tidak menyenangkan datang.
d. Kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit. Mampu memandang kehidupan yang lebih besar sehingga mampu menghadapi dan memanfaatkan serta melampaui, kesengsaraan dan rasa sehat serta memandangnya sebagai suatu visi dan mencari makna dibaliknya. e. Kualitas hidup yang diIlhami oleh visi dan nilai-nilai. Seseorang yang
memiliki spiritual yang tinggi memiliki pemahaman tentang tujuan hidupnya.
f. Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu. Orang yang kecerdasan spiritualnya tinggi akan mengetahui bahwa ketika di merugikan oranglain, dia merugikan dirinya sendiri.
g. Berpandangan holistik. Kecenderungan untuk melihatketerkaitan antara berbagai hal, melihat diri sendiri dan oranglain saling terkait h. Refleksi diri. Kecenderungan untuk mencari jawaban-jawaban yang
mendasar
i. Menjadi bidang mandiri, yaitu memiliki kemudahan untuk bekerja melawan konvensi. Mampu berdiri menantang orang banyak, berpegang teguh pada pendapat yang tidak popular jika itu benar-benar diyakininya.8
Dari beberapa ciri yang disebutkan di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi, seseorang
tersebut mampu memberikan inspirasi kepada orang lain dan ia cenderung
16
menjadi pemimpin yang memiliki tujuan membawa visi dan nilai yang tinggi
kepada orang lain dan memberikan petunjuk secara benar.
3. Sudut Pandang Menguji Tingkat Kecerdasan Spritual Seseorang: Menurut Khalil Khavari terdapat tiga bagian yang dapat dilihat untuk
menguji kecerdasan spiritual seseorang:
a. Spiritual keagamaan (relasi vertikal, hubungan dengan yang Maha
Kuasa) Sudut pandang ini akan melihat sejauh manakah tingkat relasi
spritual seseorang dengan Sang Pencipta. Hal ini dapat diukur dari
segi komunikasi dan intensitas spritual individu dengan Tuhannya.
Manifestasinya dapat terlihat dari pada frekwensi doa, makhluq
spritual, kecintaan kepada Tuhan yang bersemayam dalam hati, dan
rasa syukur kehadirat-Nya. Khavari lebih menekankan segi ini untuk
melakukan pengukuran tingkat kecerdasan spritual, karena apabila
keharmonisan hubungan dan relasi spritual keagamaan seseorang
semakin tinggi maka semakin tinggi pula tingkat kualitas kecerdasan
spritualnya.
b. Relasi sosial-keagamaan
Sudut pandang ini melihat konsekwensi psikologis spritualkeagamaan
terhadap sikap sosial yang menekankan segi terhadap kesejahteraan
17
merupakan manifestasi dari keadaan jiwa, maka kecerdasan spritual
yang ada dalam diri individu akan termanifestasi dalam perilakunya.
c. Etika sosial
Sudut pandang ini dapat menggambarkan tingkat etika sosial sebagai
manifestasi dari kualitas kecerdasan spiritual. Semakin tinggi tingkat
kecerdasan spritualnya semakin tinggi pula etika sosialnya. Hal ini
tercermin dari ketaatan seseorang pada etika dan moral, jujur, dapat
dipercaya, sopan, toleran, dan anti terhadap kekerasan. Dengan
kecerdasan spritual maka individu dapat menghayati arti dari
pentingnya sopan santun, toleran, dan beradab dalam hidup.9
Berdasarkan sudut pandang menguji tingkat kecerdasan
spiritual seseorang, maka dapat disimpulkan bahwa kecerdasan
spiritual adalah kemampuan atau kapasitas seseorang untuk
menggunakan nilai-nilai agama baik dalam berhubungan secara
vertikal atau berhubungan dengan Allah SWT ( Hab lum minallah dan
hubungan secara horizontal / hubungan sesama manusia yang dapat
dijadikan pedoman suatu perbuatan yang bertanggung jawab di dunia
maupun akhirat.
18
4. Pengukuran Kecerdasan Spiritual
Hal yang bisa di lakukan untuk mengukur tingkat kecerdasan spiritual
seseorang adalah memberikan batasan-batasan (atau semacam ancang-ancang/
rambu-rambu) yang lentur. Tentu saja semua ini akan berimplikasi pada
ketidaksamaan penentuan skor untuk menentukan tinggi rendahnya tingkat
SQ seseorang. Di samping itu, validitas hasil pengukurannya sangat relatif ,
tidak seakurat hasil pengukuran tes IQ. Sebab dalam pengukuran kecerdasan
Spiritual ini, seorang hanya diminta untuk mengisi (menjawab) poin-poin
pertanyaan yang diajukan.
Berikut ini contoh tes SQ yang dirumuskan oleh prof. Dr. Khalil
Khavari.10
DAFTAR PERTANYAAN JAWABAN NILAI
01 Apakah anda berdoa setiap hari ?
02 Apakah anda berada adalam perjalanan menjadi baik ?
03 Apakah anda berani untuk berpendirian kepada kebenaran?
04 Apakah anda membimbing kehidupan anda sebagai makhluk spiritual ?
05 Apakah anda merasa memiliki ikatan kekeluargaan dengan semua manusia ? 06 Apakah anda menganut standar etika dan
moral ?
07 Apakah anda merasa cinta keapada Tuhan dalam hati ?
10 Abdul Wahid Hasan, SQ NABI Aplikasi Strategi & Model Kecerdasan Spiritual (SQ)
19
08 Apakah anda menahan diri untuk tidak melakukan pelanggaran hukum meskipun anda dapat melakukannya tanpa resiko terkena sangsi ?
09 Apakah anda mempunyai konstribus terhadap kesejahteraan orang lain ?
10 Apakah anda mencintai dan secara aktif ikut melindungi planet bumi ini ?
11 Apakah anda menurus kesejahteraan binatang ?
16 Apakah anda toleran terhadap perbedaan? 17 Apakah anda anti kekerasan ?
18 Apakah anda bahagia ?
19 Apakah anda tawadhu’ (rendah ahati) ? 20 Apakah anda hemat sehingga tidak
konsumtif dan boros ?
21 Apakah anda dermawan? Apakah anda berbagi keberuntungan dengan orang lain ? 22 Apakah anda sopan?
23 Apakah anda dapat dipercaya ?
24 Apakah anda orang yang terbuka saat Anda berinteraksi dengan orang lain ? 25 Apakah anda sabar dengan keadaan yang
sangat berat ? NILAI TOTAL
5. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Spiritual
Adapun pendapat para tokoh mengenai faktor-faktor kecerdasan
20
Menurut Sinetar11faktor-faktor yang mendukung kecerdasan spiritual
otoritas intuitif, yaitu kejujuran, keadilan, kesamaan perlakuan terhadap
semua orang dan mempunyai faktor yang mendorong (motivasi) kecerdasan
spiritual. Suatu dorongan yang disertai oleh pandangan luas tentang tuntutan
hidup dan komitmen untuk memenuhinya.
Sedangkan menurut Agustian12adalah inner value (nilai-nilai spiritual
dari dalam) yang berasal dari dalam diri (suara hati), seperti transparency
(keterbukaan), responsibilities (tanggung jawab), accountabilities
(kepercayaan), fairness (keadilan) dan social wareness (kepedulian sosial).
Faktor kedua adalah drive yaitu dorongan dan usaha untuk mencapai
kebenaran dan kebahagiaan.
Dari pendapat para tokoh tersebut dapat disimpulkan bahwa
faktor-faktor kecerdasan spiritual ialah suatu dorongan yang berasal dari dalam diri
seseorang untuk mencapai kebenaran dan kebahagiaan.
6. Indikator- indikator Kecerdasan Spiritual
Menurut Suyanto, nilai-nilai spiritual antara lain: Kebenaran,
kejujuran, kesederhanaan, kepedulian, kerjasama, rasa percaya, kebersihan
21
hati, kerendahan hati, rasa syukur, ketekunan, kesabaran, keadilan, ikhlas,
hikmah & keteguhan.13
Sedangkan menurut Toto Tasmoro ada 8 indikator dalam kecerdasan
spiritual yaitu: Merasakan kehadiran Allah, berdzikir dan berdo’a, memiliki
kualitas sabar, Cenderung kepada kebaikan, memiliki empati, berjiwa besar,
melayani dan menolong .14
Selanjutnya menurut Ary Ginanjar Agustian dalam buku Tasmara,
aspek kecerdasan spiritual yaitu: Shiddiq, Istiqomah, Fathanah, Amanah dan
tabliq.15
Berdasarkan pendapat tiga tokoh di atas maka dalam skripsi ini penulis
mengambil sebagian indikator kecerdasan Spiritual agar kecerdasan spiritual
tidak melebar sehingga apa yang dimaksud oleh penulis tersamapaikan kepada
pembaca.
a. Kejujuran
Kejujuran adalah sifat yang melekat dari dalam diri seseorang dan
merupakan hal penting untuk dilakukan dalam hidup sehari-hari. Menurut
Tabrani Rusyan, arti jujur dalam bahasa Arab merupakan terjemahan dari
kata Shidiq yang artinya benar, dapat dipercaya. Dengan kata lain, jujur
13 Suyanto, 15 Rahasia Mengubah Kegagalan Menuju Kesuksesan Dengan SQ( kecerdasan
spiritual), (Yogyakarta: Andi, 2006) , 1.
14 Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah( Transcendental intellegence: Membentuk
kepribadian yang bertanggung jawa, profesional, dan berakhlak), (Jakarta: Gema insani, 2001), 1-38.
22
adalah perkataan dan perbuatan sesuai dengan kebenaran. Jujur
merupakan induk dari sifat-sifat terpuji (mahmudah). Jujur juga disebut
benar, memberikan sesuatu yang benar atau sesuai dengan kenyataan.16
Perintah jujur ini terdapat dalam Q.S. At- Taubah: 119
َﲔِﻗِدﺎﱠﺼﻟا َﻊَﻣ اﻮُﻧﻮُﻛَو َﻪﱠﻠﻟا اﻮُﻘﱠـﺗا اﻮُﻨَﻣآ َﻦﻳِﺬﱠﻟا ﺎَﻬﱡـﻳَأ ﺎَﻳ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar jujur.( Q.S.
At-Taubah: 119)17
Perilaku yang jujur adalah prilaku yang diikuti dengan sikap
tanggung jawab atas apa yang diperbuatnya, karena dia tidak pernah
berfikir untuk melemparkan tanggung jawab kepada orang lain, sebab
sikap tidak bertanggung jawab merupakan pelecehan paling azasi terhadap
orang lain, serta sekaligus penghinaan terhadap dirinya sendiri.
Kejujuran dan rasa tanggung jawab yang memancar dari qalbu,
merupakan sikap sejati manusia yang bersifat universal, sehingga harus
menjadi keyakinan dan jati diri serta sikapnya yang paling otentik, asli,
dan tidak bermuatan kepentingan lain, kecuali ingin memberikan
keluhuran makna hidup.
16A. Tabrani Rusyan, Pendidikan Budi Pekerti, (Jakarta: Inti Media Cipta Nusantara, 2006), 25.
23
b. Kerjasama
Budaya melayani dan menolong (salvation) merupakan bagian dari
citra diri seorang muslim. Mereka sadar bahwa kehadiran dirinya tidak
terlepas dari tanggung jawab terhadap lingkungan. Individu ini akan
senantiasa terbuka hatinya terhadap keberadaan oranglain dan merasa
terpanggil atau ada semacam ketukan yang sangat keras dari lubuk hatinya
untuk melayani. Hal ini terdapat dalam Q.S. Al- M aidah (5) : 2
َﻻَو َماَﺮَْﳊا َﺮْﻬﱠﺸﻟا َﻻَو ِﻪﱠﻠﻟا َﺮِﺋﺎَﻌَﺷ اﻮﱡﻠُِﲢ َﻻ اﻮُﻨَﻣآ َﻦﻳِﺬﱠﻟا ﺎَﻬﱡـﻳَأ ﺎَﻳ
24
berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah,
Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.” (QS.Al-maidah: 2)18
c. Kepedulian
Empati adalah kemampuan seseorang untuk memahami orang lain,
mampu beradaptasi dan mampu memahami bathin seseorang.19
Merasakan rintihan dan mendengarkan debar jantungnya adalah
merupakan bentuk dari empati.
ٍﻢﻴِﻈَﻋ ٍﻖُﻠُﺧ ﻰَﻠَﻌَﻟ َﻚﱠﻧِإَو
Artinya: “Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang
agung.”(Q.S.Al-Qalam[68] 4)20
Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa anak cerdas spiritual
melihat orang lain bukan sebagai ancaman melainkan kehadiran orang
lain, bagi mereka yang cerdas spiritual merupakan anugerah, karena hanya
bersama orang lain itulah dirinya akan mampu meningkatkan kualitas
sebagai makhluk yang memiliki multi potensi dihadapan Allah SWT,
perbedaan dan pluralitas dipandangnya sebagai rahmat yang akan
memperkaya nuansa bathiniahnya.
18 Ibid., 207.
19 Toyo Tasmara,Kecerdasan Ruhaniah, 30.
25
d. Syukur
Syukur adalah berterimah kasih atas segala anugerah/ karunia
Allah SWT yang telah dilimpahkan kepada kita.21. Allah Swt telah
memberikan banyak anugerah kepada kita. Dalam hal ini semenjak kita
lahir hingga meninggal. Meskipun kita sekuat tenaga untuk menghitung
anugrah tersebut mustahil dapat menghitungnya. Oleh karena itu, kita
harus selalu bersyukur terhadap apa yang telang dilimpahkan kepada kita.
Allah berfirman dalam Q.S. Ibrahim ayat 2 :
ٍباَﺬَﻋ ْﻦِﻣ َﻦﻳِﺮِﻓﺎَﻜْﻠِﻟ ٌﻞْﻳَوَو ِضْرَْﻷا ِﰲ ﺎَﻣَو ِتاَوﺎَﻤﱠﺴﻟا ِﰲ ﺎَﻣ ُﻪَﻟ يِﺬﱠﻟا ِﻪﱠﻠﻟا
ٍﺪﻳِﺪَﺷ
Artinya: “Allah-lah yang memiliki segala yang di langit dan di bumi. Dan
kecelakaanlah bagi orang-orang kafir karena siksaan yang sangat
pedih.” (Q.S. Ibrahim: 2)22
Dari uraian diatas dapat dijelaskan bahwa kita sebagai makhluk
hidup harus pandai bersyukur atas nikmat dan anugerah yang telah Allah
swt limpahkan kepada kita.
26
e. Sabar
Sabar pada hakekatnya adalah kemampuan untuk dapat
menyelesaikan kekusutan hati dan menyerah diri kepada Tuhan dengan
sepenuh kepercayaan menghilangkan segala keluhan dan berperang dalam
hati sanubari dengan segala kegelisahan.23
Sabar merupakan sendi yang harus benar-benar kuat dan kokoh.
Dan lebih jauh, sabar itu inheren dalam diri seseorang karena bersifat
inheren, maka kegagalan dalam mencapai sesuatu yang dicita-citakan
bersumber dari diri sendiri dan bukan dari orang lain.24 Ada beberapa
tingkatan dalam sabar, diantaranya :
a) Sabar dalam taat
Allah menciptakan makhluk di dunia ini untuk
beribadah dan mengenal-Nya. Hanya dengan ketaatanlah
ibadah kepada Allah SWT dan mengenal-Nya akan terwujud.25
Sabar dalam taat merupakan ibadah kepada Allah SWT.
b) Sabar dalam meninggalkan maksiat
23 Sulaiman Al-Kumayi, Kearifan Spiritual dari Hamka ke Aa Gym, (Semarang : Pustaka
Nuun, 2004), 137.
24 Ibid.,
25 Syaikh Amru Muhammad Khalid, Sabar dan Santun Karakter Mukmin Sejati, Terj.
27
Sabar dalam meninggalkan maksiat yaitu berusaha
menjauhi perbuatan maksiat. Sabar jenis ini tingkatannya lebih
rendah dibandingkan sabar dalam ketaatan karena Allah
melipat gandakan pahala kebaikan dengan sepuluh kali lipat,
sedangkan pahala meninggalkan kemaksiatan hanyalah satu
kali lipat.26
Membebaskan diri dari hawa nafsu adalah jenis
kecerdasan spiritual yang tidak kalah pentingnya. Karena
dengan bebasnya diri dari nafsu dan potensi ego, akan menjadi
perpanjangan “kehendak” ilahi dalam menyebarkan rahmat
bagi alam.27
Anak diharapkan mampu menjauhi hal-hal yang
membawa pada kemaksiatan. Untuk itu, perlu diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari sikap sabar dalam meninggalkan
kemaksiatan.
c) Sabar dalam menghadapi ujian
Sabar dalam menghadapi berbagai cobaan dapat dilihat
dalam kehidupan ini, seperti : cobaan berupa kematian,
26 Ibid.,
28
kemiskinan, kegagalan anak dalam studi, problematika rumah
tangga dan lain-lain.28
Mereka yang sabar menerima ujian sebagai tantangan
adalah orang yang menetapkan harapan (tujuan, perjumpaan
dan berjalan menggapai ridha Allah). Dengan hati yang lapang
merasakan penderitaan dengan senyuman. Kepedihan hanyalah
sebuah selingan dari sebuah perjalanan.29 Bukankah tidak
selamanya jalan yang ditempuh itu mulus dan indah, terkadang
harus mendaki dan penuh tantangan atau ujian.
َْﳋا ﻰَﻠَﻋ ﱠﻻِإ ٌةَﲑِﺒَﻜَﻟ ﺎَﻬﱠـﻧِإَو ِة َﻼﱠﺼﻟاَو ِْﱪﱠﺼﻟﺎِﺑ اﻮُﻨﻴِﻌَﺘْﺳاَو
َﲔِﻌِﺷﺎ
Artinya: “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu.
Dan Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali
bagi orang-orang yang khusyu'.” (Al Baqoroh[02]: 45)30
B. Akhlak Siswa
1. Pengertian Akhlak Siswa
Definisi Akhlak dari segi etimologi adalah berasal dari kata Al-Khalqa
dan Al-khulqu yang bermakna satu, sebagaimana kata Asy Ayarabu dan Asy
29
Syurabu. Tetapi ketika harokat fathanya disukunkan pada huruf Kha‘ dalam
kata al-Khalqu, maka ia bermakna suatu keadaan dan gambaran yang bisa
dirasakan oleh pandangan. Sedangkan tatkala harakatdhammahnya
dikhususkan pada kha‘nya, maka ia bermakan suatu kekuatan dan peragai
yang bisa dirasakan oleh pandangan hati.31
Sedangkan Al-Qazali mengatakan “Bagaimana orang mengatakan si A
itu baik khalqunya dan Khuluqnya, berarti si A itu baik sifat lahirnya dan sifat
batinya”. Dalam pengertia sehari-hari, “ akhlaq ” umumnya disamakan artinya
dengan arti kata “ budi pekerti” atau “kesusilaan” atau “sopan santun” dalam
bahasa Indonesia, dan tidak berbeda pula dengan arti kata “moral” atau “etic”
dalam bahasa ingris. Dalam bahasa Yunani, untuk pengertian “akhlaq” ini
dipakai kata “ethos” atau “ethikos” yang kemudian menjadi “etika” dalam
istilah bahasa Indonesia.
Definisi “akhlak” dilihat dari segi terminologi di kemukakan oleh para ahli.
Diantaranya sebuah definisi dari Ibnu Maskawaih menyatakan, bahwa yang
disebut “akhlaq” adalah:
ﲑﻏ ﻦﻣ ﺎﳍﺎﻌﻓا ﱃا ﺎﳍ ﺔﻴﻋاد ﺲﻔﻨﻟا لﺎﺣ
ﺔﻳوروﺮﻜﻓ
.
30
“Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan
perbuatanperbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran (lebih dulu)”
Dengan kalimat yang agak berbeda, Iman Al-Ghozali mengemukakan definisi “akhlaq” sebagai berikut:
ﺳار ﺲﻔﻨﻟا ﰲ ﺔﺌﻫ ﻦﻋةرﺎﺒﻋ ﻖﳊا
ﻦﻣﺮﺴﻳو ﺔﻟﻮﻬﺴﺑ لﺎﻌﻓﻻارﺪﺼﺗ ﺎﻬﻨﻋ ﺔﺨ
ﺔﻳوروﺮﻜﻓ ﱃا ﺔﺟﺎﺣ ﲑﻏ
“Akhlaq ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul
perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan
pikiran (lebih dulu)”32
Jadi pada hakekatnya Khulk (budi pekerti) atau akhlak adalah suatu
kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian,
hingga dari situ timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan
mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran. Apabila kondisi
tadi timbul kelakuan yang baik dan terpuji menurut pandangan syari‘at dan
akal pikiran, maka ia dinamakan budi pekerti mulia (akhlakul karimah) dan
sebaliknya pabila yang lahir kelakuan yang buruk, maka disebutlah bukit
pekerti yang tercela (akhlak madzmumah).
31
2. Ciri-Ciri Perbuatan Akhlak Siswa
Yang dimaksud dengan perbuatan akhlak pada konteks ini adalah
prilaku atau tindakan seseorang sebagai penjelmaan (manifestasi) dari sifat
mental yang terkandung di kalbunya. Tetapi tidak semua prilaku atau
perbuatan manusia digolongkan kepada perbuatan akhlaknya. Yang dapat
disebut sebagai perbuatan akhlak seseorang adalah:
a. Perbuatan itu sudah menjadi kebiasaan sehingga telah menjadi
kepribadiaanya.
b. Perbuatan itu mudah dilakukan tanpa didahului oleh pertimbangan.
c. Perbuatan itu timbul dari dorongan hati atau keinginan hati, bukan karena
terpaksa.
d. Perbuatan itu dilakukan dengan sesungguh hati, bukan sekedar bercanda
dan kajian ilmiyah.
e. Perbuatan itu dilakukan dengan ihklas (untuk berbuat baik).
f. Tidak merasa bersalah atau malu setelah melakukannya karena sudah
menjadi kebiasannya sehari-hari.
Perbuatan buruk yang dilakukan hanya satu atau dua kali sepanjang
hayat, belum dapat dijadikan sebagai ukuran akhlaknya yang buruk.
Disamping karena belum termasuk kebiasaan, perbuatan itu dilakukan bukan
32
Suatu perbuatan buruk apabila sudah menjadi kebiasaan, jika dilakukan tidak
melahirkan rasa penyesalan.33
3. Pembagian Akhlak Siswa
Akhlak yang baik merupakan sifat para nabi dan orang-orang shiddiq,
sedangkan akhlak yang buruk merupakan sifat syaitan dan orang-orang yang
tercela. Maka pada dasarnya akhlak itu dibagi dua jenis yaitu akhlak terpuji
dan akhlak tercela. Akan tetapi apabila akhlak dilihat dari seginya,maka ada
beberapa segi yaitu :
Dari segi sifatnya akhlak dibagi kepada dua bagian yaitu akhlak yang
terpuji dan (al-Akhlaq al-Mutmainnah) dan akhlak yang tercela (Akhlaq
al-Madzmumah).
Sedangkan kalau dilihat dari segi objeknya, oleh para ulama‘
mengatakan akhlak dibagi menjadi lima bagian bagian :34
a. Akhlak kepada Allah: adalah dengan mencintai (Al-Hubb) Allah
melebihi cintanya kepada apa dan siapapun juga dengan mempergunakan
firman-Nya dalam al-Qur‘an sebagai pedoman hidup dan kehidupannya,
kecintannya kepada Allah diwujudkan dengan melaksanakan semua
33 A. Rahman Titonga. Akhlak: Merakit Hubungan Dengan Sesama Manusia. (Surabaya: Amelia, 2005), 9.
33
perintahnya dan menjauhi larangannya, sebagaimana Allah berfirman
dalam Qur’an surat Adz-Dzariyat: 56. yang berbunyi:
ِنوُﺪُﺒْﻌَـﻴِﻟ ﱠﻻِإ َﺲْﻧِْﻹاَو ﱠﻦِْﳉا ُﺖْﻘَﻠَﺧ ﺎَﻣَو
Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku”(Q.S. Adz-Dzariyat: 56).35
b. Akhlak terhadap diri sendiri, yaitu bagaimana seharusnya seseorang
bersikap dan berbuat yang terbaik untuk dirinya terlebihdahulu, karena
dari sinilah kemudian ia menentukan sikap dan perbuatannya yang terbaik
bagi yang lainnya, seperti yang dinyatakan dalam sebuah hadist ibda’
binafsik (mulailah dari dirimu sendiri) dan ayat al-Qur‘an yang
memerintahkan agar setiap orang selalu memperhatikan dirinya sendiri
terlebih dahulu36
c. Akhlak terhadap sesama manusia, yaitu hak atau kewajiban sesma
manusia. Setiap manusia mempunyai hak dan kewajiban yang harus
berjalan secara seimbang.
34
Pada prinsipnya, dalam lingkungan akhlak sesama manusia, seorang
harus bersifat adil, berani, dan bijaksana.37 Rasulullah saw., bersabda
yang Artinya : “ Demi zat yang menggenggam jiwaku ini, bahwasanya
seorang tidak dapat dikatakan beriman sehingga dapat mengasihi
saudaranya sebagaimana dia mengasihi dinya sendiri.”
d. Akhlak terhadap masyarakat, yaitu bersikap lemah lembut dalam
berbicara maupun bergaul, berlapang dada dalam berinteraksi dengan
orang lain, memiliki sikap toleransi, menghormati sesama, membalas
kebaikan orang lain, bersikap dermawan, memiliki sifat amanah
(terpercaya).38
e. Akhlak terhadap alam sekitar, yaitu dengan tidak mebang pohon dengan
liar, tidak berburu binatang-binatang secara liar, melakukan reboisasi,
membuat cagar alam dan suaka margastwa, mengendalikan erosi,
menetapkan tata guna lahan yang lebih sesuai, memberikan pengertian
35
yang baik tentang lingkungan kepada seluruh lapisan masyarakat,
memberikan sanksi-sanksi tertentu bagi pelanggar-pelanggarnya.39
4. Indikator- Indikator Akhlak Siswa
Adapun indikator dalam penelitian yang penulis gunakan dalam
skripsi ini adalah akhlak terhadap sesama manusia. Lingkup akhlak ini
berangkat dari keimanan bahwa semua manusia adalah sama dan selevel
dalam pandangan Allah swt.Keimanan dan tauhid-lah yang mengharuskan
manusia untuk berbuat baik terhadap sesama. Dalam nuansa tauhid jugalah
manusia disandarkan bahwa semua manusia adalah keluarga besar Allah (
ahlullah). Artinya, semua manusia diurusi, ditanggung dan dirawat oleh Allah.
Rasulullah saw., mejelaskan bahwa Allah tidak menengok pada bentuk rupa
dan tubuh kalian, tetapi menengok hati-hati kalian.40 Adapun Akhlak siswa
kepada sesama manusia di kategorikan penulis dalam tiga hal :
a. Akhlak Siswa kepada Teman sebaya
Teman sebaya adalah teman sepergaulan yang seumur dalam usianya.
Dalam pergaulan seorang siswa dengan teman sebayanya sangat diperlukan
39 M. Yatimi Abdullah, Study Akhlak, 232.
36
adanya kerjasama, saling pengertian dan saling menghargai. Pergaulan yang
dijalin dengan kerajasama yang baik dapat memecahkan berbagai kesulitan
yang dihadapi, karena sangat banyak masalah-masalah yang tidak dapat
diselesaikan oleh siswa itu sendiri tanpa adanya kerja sama dengan orang lain.
Untuk menciptakan kerja sama yang baik dalam pergaulan hendaknya
janganlah seseorang merasa lebih baik dari yang lainnya walaupun terhadap
diri sendiri. Kalau kerja sama itu terjalin baik dalam pergaulan tak ubahnya
seperti suatu bangunan yang mana didalamnya semua unsur saling keterkaitan
dan kuat menguatkan.
Pergaulan yang ditopang dengan saling pengertian akan menimbulkan
kehidupan yang tenang dan tenteram. Dengan adanya saling pengertian maka
akan terbina rasa saling kasih mengasihi dan tolong menolong, sehingga
apabila yang satu merasa sakit, maka yang lain ikut merasakannya.
Pergaulan yang dilandasi oleh saling menghargai akan menimbulkan
rasa setia kawan yang akrab dan kerukunan yang mantap, serta tidak akan
timbul rasa curiga mencurigai, rasa dendam, saling jelek menjelekkan, cela
mencela, sehingga terhindar percecokan dan perkelahian antar pelajar.
b. Akhlak siswa kepada Guru
Seorang siswa wajib berbuat baik kepada guru dalam arti menghormati,
37
yang diberikannya. Siswa berbuat baik dan berakhlak mulia atau bertingkah
laku kepada guru dengan dasar pemikiran sebagai berikut:
1) Memuliakan dan menghormati guru termasuk satu perintah agama Sabda
Rasulullah SAW yang artinya: “Muliakanlah orang yang kamu belajar
darinya”. (HR. Abul Hasan Mawardi), “Muliakanlah guru-guru
Al-Qur’an (agama), karena barang siapa yang memuliakan mereka berarti ia
memuliakan aku”. (HR. Abul Hasan Al-Mawardi)41
Penyair Mesir Ahmad Syauki Bey mengatakan :“Berdiri dan hormatilah
guru, dan berilah ia penghargaan, (karena) seorang guru itu hampir saja
merupakan Tuhan”. (HR. Abul Hasan Al-Mawardi)42
2) Guru adalah orang yang sangat mulia
Dalam sejarah nabi disebutkan, bahwa pada suatu hari Nabi Muhammad
SAW keluar rumah. Tiba-tiba beliau melihat ada dua majlis yang berbeda.
Majlis yang pertama adalah orang-orang yang beribadah yang sedang
berdoa kepada Allah dengan segala kecintaan kepadaNya, sedang majlis
yang kedua ialah majlis pendidikan dan pengajaran yang terdiri dari guru
dan sejumlah murid-muridnya. Melihat dua macam majlis yang berbeda
41Mohammad Mansur, Aqidah Ahlak II, (Jakarta : Ditjen Binbaga Islam Departemen Agama
Islam, 1998), Cet ke-3, 188.
38
Nabi bersabda: “Adapun mereka dari majlis ibadah mereka sedang berdoa
kepada Allah. Jika Allah mau, Allah menerima doa mereka, dan jika Allah
mau, Allah menolak doa mereka. Tetapi mereka yang termasuk dalam
majlis pengajaran manusia. Sesungguhnya aku diutus Tuhan adalah untuk
menjadi guru. (HR. Ahmad)43
3) Guru adalah orang yang sangat besar jasanya dalam memberikan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan mental kepada siswa
Bekal ini jika diamalkan jauh lebih berharga dari pada harta benda.
Orang yang ingin sukses di dunia dan akhirat harus dengan ilmu. Sabda
Rasulullah SAW: “Barang siapa yang menghendaki dunia, wajib ia
mempunyai ilmu. Barang siapa yang menghendaki akhirat, wajib
mempunyai ilmu. Dan barang siapa yang menghendaki dunia dan akhirat
kedua-duanya, wajib juga mempunyai ilmu. (HR. Ahmad)
4) Dilihat dari segi usia, maka pada umumnya guru lebih tua dari pada
muridnya, sedangkan orang muda wajib menghormati orang yang lebih tua
39
Sabda Rasulullah SAW: “Bukan dari umatku, orang yang tidak sayang
kepada yang lebih muda dan tidak menghargai kehormatan yang lebih
tua.” (HR. Abu Daud dan Turmudzi)44
5) Cara Berakhlak Terhadap Guru
Banyak cara yang dapat dilakukan seorang siswa dalam rangka berakhlak terhadap seorang guru, di antaranya adalah sebagai berikut: a) Menghormati dan memuliakannya serta mengagungkannya menurut
cara yang wajar dan dilakukan karana Allah.
b) Berupaya menyenangkan hatinya dengan cara yang baik. c) Tidak merepotkan guru dengan banyak pertanyaan.
d) Dengan meletihkan guru dengan berbagai pertanyaan dan beban lainnya.
e) Jangan berjalan dihadapannya. f) Jangan duduk ditempat duduknya.
g) Jangan mulai berbicara kecuali setelah mendapat izin darinya. h) Jangan membukakan rahasia guru.
i) Jangan melawan dan menipu guru.
j) Meminta ma’af jika berkata keliru dihadapan guru. k) Memuliakan keluarganya.
l) Memuliakan sahabat karib guru.45
c. Akhlak Siswa kepada pegawai.
Adapun Akhlak kepada pegawai termasuk dalam kategori akhalak
terhadap yang lebih tua. Dilihat dari segi usia, maka pada umumnya pegawai
44 Ibid, 198.
45 http://www. Google.co.id/amp/s/ridwan202.wordpress.com/2009/03/12/aklh-siswa,diakses
40
lebih tua dari pada muridnya, sedangkan orang muda wajib menghormati
orang yang lebih tua
Sabda Rasulullah SAW: “Bukan dari umatku, orang yang tidak sayang
kepada yang lebih muda dan tidak menghargai kehormatan yang lebih tua.”
(HR. Abu Daud dan Turmudzi)46
C. Pengaruh Kecerdasan Spiritual Terhadap Akhlak Siswa
Sebagaimana pada pembahasan sebelumnya bahwa kecerdasan
spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan
makna dan nilai yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup
dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai
bahwa tindakan atau jalan hidup orang lebih bermakna dibandingkan orang
lain.
Sedangkan Akhlak Siswa adalah akhlak adalah suatu kondisi atau sifat
seseorang yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian, hingga
dari situ timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah
dan tanpa memerlukan pemikiran. Apabila kondisi tadi timbul kelakuan yang
baik dan terpuji menurut pandangan syari‘at dan akal pikiran, maka ia
41
dinamakan budi pekerti mulia (akhlakul karimah) dan sebaliknya pabila yang
lahir kelakuan yang buruk, maka disebutlah bukit pekerti yang tercela (akhlak
madzmumah).
kecerdasan spiritual merupakan upaya seseorang sebagai makhluk
Tuhan meyakini akan keberadaan-Nya, dan aturan-aturan yang sudah
digariskan oleh-Nya. Dengan memahami itu semua, suatu hari nanti manusia
khusnya siswa akan memiliki keseimbangan hidup. Tak menjadi manusia
yang hanya memikirkan hal-hal yang bersifat dunia yang mendorong
seseorang menjadi materialistis. Artinya kecerdasan spiritual erat
hubungannya dengan kecerdasan moral. Lantaran manusia menyakini adanya
Tuhan, memahami hal-hal spiritual, pemahamannya itu menjadi alat untuk
mengontrol moralnya.
Jadi kecerdasan Spiritual erat hubungannya dengan akhlak atau
tingkah laku seseorang sehingga dengan demikian kecerdasan Spiritual
mempunyai pengaruh terhadap akhlak siswa sebab apabila siswa itu
mempunyai kecerdasan spiritual yang tinggi, secara otomatis maka akhlak
siswa itu terkontrol sehingga timbullah perlakuan-perlakuan yang baik dan
siswa tersebut akan berhati-hati apabila akan berbuat sesuatu dan siswa
42
D. Hipotesis
Hipotesis adalah dugaan yang mungkin benar atau mungkin juga
salah.47 Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto, hipotesis adalah” Suatu
jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, samapai
terbukti melalui data yang terkumpul”.48
Kemudian menurut Sugiyono, Hipotesis merupakan jawaban
sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di man rumusan masalah
penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.
Hipotesis penelitian dapat diartikan sebagai jawaban sementara
terhadap masalah penelitian, yang kebenarannya masih harus diuji secara
empiris.49
Hipotesis penelitian ada dua macam yaitu: Hipotesis nol (Ho) yang
menyatakan adanya persamaan atau tidak adanya perbedaan antara dua
kelompok atau lebih dan hipotesis kerja/ alternatif (Ha) yang menyatakan
adanya hubungan antara variabel x dan variabel y atau adanya perbedaan
antara x dan y.
1. Ha: Hipotesis Kerja atau Hipoesis Alternatif
` Hipotesis kerja (Ha) dalam penelitian ini adalah : “Adanya Pengaruh
antara Kecerdasan Spiritual (SQ) terhadap Akhlak Siswa”.
47 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, jilid I, (Yogyakarta: Andi Offset, 2000), 63.
48 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2006), Cet XIII, 7.
43 BAB III
METODE PENELITIAN
Metode di sini diartikan sebagai suatu caara atau teknis yang akan dilakukan
dalam proses penelitian, sedangkan penelitian itu sendiri diartikan sebaagai upaaya
dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dan
prinsip-prinsip denagn sabar, hati-hati dan sistematis untuk mewujudkan kebenaran.1
Metode penelitian dalam penulisan karya ilmiah mutlak diperlukan agar alur
penulisan karya tersebut betul-betul sistematis, tidak simpang siur sehingga alur
permasalahan dan penyelesaian masalahnya dapat ditulis dengan lancar dan
sempurna. Metode penelitian menurut Moleong adalah seperangkat cara dalam proses
yang sistematis diperlukan dalam perencanaan dan juga dalam pelaksanaan
penelitian.2 Oleh karena itu di sini akan dipaparkan mengenai:
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field
research) dan studi pustaka. Studi pustaka digunakan untuk melakukan
pengumpulan data dari berbagai literatur yang berkaitan dengan masalah yang
dibahas dalam skripsi ini. Penelitian lapangan (field research) digunakan
1Mardalis, Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995) cet. Ke-5, 24.
2 Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kuanlitatif. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006),
44
pengumpulan data dari objek penelitian, baik berupa data kuantitatif maupun
data kualitatif yang diperlukan, dan jenis penelitian berdasarkan tekniknya
adalah Survey Research (Penelitian Survei), karena tidak melakukan
perubahan (tidak ada perlakuan khusus) terhadap variabel yang diteliti.
Sedangkan pendekatan penelitian yang digunakan adalah kuantitatif.
Menurut sugiyono alasan digunakannya penelitian kuantitatif dikarenakan
data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik.3
Kuantitatif digunakan apabila masalah merupakan penyimpangan antara yang
seharusnya dengan yang terjadi, antara aturan dengan pelaksanaan, antara
teori dengan praktik, antara rencana dengan pelaksanaan. Penelitian
menggunakan jenis dan pendekatan ini untuk mengukur pengaruh Kecerdasan
Spiritual (SQ) terhadap Akhlak siswa kelas XI SMA Negeri 1 Taman
Sidoarjo.
B. Variabel, Indikator dan Instrumen Penelitian
1. Variabel Penelitian
Variabel adalah obyek penelitian, atau apa yang menjadi titik
perhatian suatu penelitian. Penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu
variabel independen (bebas) dan variabel dependen (terikat). Variabel
3 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan “Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D”,
45
independen (bebas) adalah variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat).
Sedangkan variabel dependen (terikat) adalah variabel yang dipengaruhi
atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.
Sesuai dengan judul penelitian tentang” Pengaruh Kecerdasan
Spiritual (SQ) Terhadapa Akhlak Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Taman
“. Dalam penelitian ini hanya terdapat dua variabel yaitu variabel X dan
Y, dengan rincian sebagai berikut:
a. Variabel bebas(Independent Variable)
Variabel bebas (x) adalah variabel yang beroprasi secara bebas secara
aktif yang diselidiki pengaruhnya. Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah Kecerdasan Spiritual Siswa.
b. Variabel terikat (Dependent Variable)
Variabel terikat (Y) adalah variabel yang diramalkan akan timbul dan
berhubungan fungsional. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah
Akhlak Siswa.
2. Indikator Penelitian
Indikator Variabel adalah tanda-tanda atau batasan-batasan data
yang harus dikumpulkan oleh peneliti. Adapun indikator variabel dalam
46
a. Variabek Kecerdasan Spiritual Siswa dengan indikator sebagai
berikut:
1) Kejujuran
2) Kerjasama
3) Kepedulian
4) Rasa Syukur
5) Sabar
b. Variabel Akhlak Siswa dengan indikator sebagai berikut:
1) Akhlak Siswa kepada teman
2) Akhlak Siswa kepada Guru
3) Akhlak siswa kepada pegawai sekolah
3. Instrumen Penelitian
Menurut S. Margono, instrumen sebagai alat pengumpul data
harus betul-betul dirancang dan dibuat sedemikian rupa sehingga
menghasilkan data empiris sebagaimana adanya.4 Maka, pembuatan
instrumen penelitian harus disesuaikan dengan masalah yang diajukan
dalam penelitian dan sesuai dengan metode pengumpulan data yang
dipergunakan.
Adapun instrumen penelitian yang akan digunakan dalam
penelitian
47
ini, ialah sebagai berikut:
a. Membuat item interview/wawancara guru agama mengenai akhlak
siswa.
b. Membuat instrumen angket untuk siswa sebagai responden untuk
mengukur kecerdasan spiritual dan akhlak siswa. (Instrumen
terlampir)
Instrumen angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah
berupa pernyataan yang berjumlah 20 pernyataan, dan setiap pernyataan
akan disediakan 4 alternatif jawaban. Adapun rentangan nilai/skor dari
tiap-tiap jawaban angket adalah:
Jika jawaban “Selalu” diberi skor 4,
Jika jawaban “Sering” diberi skor 3,
Jika jawaban “Kadang-kadang” diberi skor 2,
Jika jawaban “Tidak pernah” diberi skor 1.
Pengembangan instrumen angket yang akan digunakan dapat
dilihat dari tabel kisi-kisi berikut ini:
Tabel 3.1
Kisi- kisi Angket Siswa
variabel Indikator Jumlah
48
Setelah instrumen angket disebar dan terkumpul, maka perlu dilakukan
uji validitas dan uji reliabilitas terhadap angket tersebut. Validitas instrumen
menunjukkan bahwa hasil dari suatu pengukuran menggambarkan segi atau
aspek yang diukur.5 Sedangkan reliabilitas berkenaan dengan tingkat keajegan
atau ketetapan hasil pengukuran. Suatu instrumen memiliki reliabilitas yang
memadai, bila instrumen tersebut digunakan mengukur aspek yang diukur
beberapa kali hasilnya sama atau relatif sama.6
5 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Jakarta: PT. Remaja
Rosdakarya, 2013) , Cet. Ke-9, 228.
49
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Menurut Sugiyono, populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulan.7
Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto, populasi adalah
keseluruhan subjek penelitian. Apabila ingin meneliti semua elemen yang
ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian
populasi.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa populasi adalah keseluruhan obyek
yang akan diteliti dalam suatu wilayah.8 Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh siswa SMA Negeri 1 Taman Sidoarjo kelas XI, yang
keseluruhannya berjumlah 315 siswa, rinciannya adalah:
Tabel 3.2
Distribusi Populasi
Populasi Jumlah
Kelas XI Bahasa 15
Kelas XI IPA 192
7 Sugiyono, Metode Penelitian, 80.
50
Kelas XI IPS 108
Jumlah 315
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.9 Dalam
pengambilan sampel, menurut Suharsismi Arikunto, apabila subyek
penelitian kurang dari 100 lebih baik diambil semua sehingga
penelitiannya merupakan penelitian populasi. Tetapi, jika jumlah
subjeknya besar, dapat diambil antara 10 – 15% atau 20 – 25%atau
lebih.10
Sedangkan menurut Winarno Surachmad, yang dikutip oleh
Cholid Narbuko dan Abu Ahmadi dalam “Metodologi Penelitian”
menjelaskan, bahwa apabila populasi cukup homogen (serba sama),
terhadap populasi di bawah 100 dapat dipergunakan sampel sebesar 50%,
apabila di atas 1.000 sebesar 15%.11
Dan menurut Deni Darmawan, jika ukuran populasi di atas seribu
maka sampel yang digunakan sekitar 10% sudah memenuhi kriteria
cukup, tetapi jika ukuran populasinya sekitar seratus, maka sampel yang
9 Ibid., 131. 10 Ibid., 134.
11 Cholid Narbuko dan Abu Ahmadi, Metodologi Penelitian (Jakarta: PT. Bumi Aksara,
51
digunakan paling sedikit 30%, dan kalau ukuran populasinya 30, maka
sampel yang harus diguanakan adalah 100%.12
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil sampel 30% dari jumlah
populasi. Pengambilan sampel ini sekiranya cukup memenuhi kriteria
suatu penelitian sesuai dengan pendapat Suharsimi Arikunto di atas.
Jadi, sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 90
siswa. 9 siswa dari kelas XI IPA 1, 9 siswa dari kelas XI IPA 2 , 9 siswa
dari kelas XI IPA 3, . 9 siswa dari kelas XI IPA 4, 9 siswa dari kelas XI
IPA 5, 9 siswa dari kelas XI IPA 6, 9 siswa dari XI IPS 1, 9 siswa dari XI
IPS 2, 9 siswa dari XI IPS 3, 9 siswa dari XI Bahasa.
D. Jenis dan Sumber Data
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, yaitu penelitian yang
menggunakan data berupa angka sebagai alat menemukan keterangan
mengenai apa yang ingin diketahui.13 Adapun jenis dan sumber data yang
diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Jenis data
1) Data kualitatif
12Deni Darmawan, Metode Penelitian Kuantitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), Cet.
Ke-1, 143
13 S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), Cet. Ke-6,