• Tidak ada hasil yang ditemukan

Membangun ketahanan pangan: mengorganisir penguatan pangan melalui optimalisasi pekarangan dengan Sekolah Lapang Sayur di Desa Surenlor Dusun Jeruk Gulung Kecamatan Bendungan Trenggalek.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Membangun ketahanan pangan: mengorganisir penguatan pangan melalui optimalisasi pekarangan dengan Sekolah Lapang Sayur di Desa Surenlor Dusun Jeruk Gulung Kecamatan Bendungan Trenggalek."

Copied!
246
0
0

Teks penuh

(1)

MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN

(Mengorganisir Penguatan Pangan Melalui Optimalisasi Pekarangan dengan

Sekolah Lapang Sayur Di Desa Surenlor Dusun Jeruk Gulung Kecamatan

Bendungan Trenggalek)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar

Sarjana Sosial (S. Sos)

Oleh :

WULANSARI B02213053

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

(2)

MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN

(Mengorganisir Penguatan Pangan Melalui Optimalisasi Pekarangan dengan

Sekolah Lapang Sayur Di Desa Surenlor Dusun Jeruk Gulung Kecamatan

Bendungan Trenggalek)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar

Sarjana Sosial (S. Sos)

Oleh :

WULANSARI B02213053

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

ABSTRAK

WULANSARI, NIM B02213053, 2017: “MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN” (Mengorganisir Penguatan Pangan Melalui Optimalisasi Pekarangan dengan Sekolah Lapang Sayur Di Desa Surenlor Dusun Jeruk Gulung Kecamatan Bendungan Trenggalek).

Skripsi ini membahas tentang proses pendampingan masyarakat yang mengalami rentan ketahanan pangan. Maksut dari penelitian ini yaitu untuk mengurangi, sikap ketergantungan masyarakat dari pihak luar dalam pemenuhan kebutuhan pangan keluarga. Hal ini terjadi dikarenakan, mereka belum memanfaatkan pekarangan yang ada dengan maksimal. Mereka juga belum mampu untuk mengatur waktu yang ada dengan baik. Kegiatan yang dilakukan masyarakat, lebih sering berada di luar rumah. Sehingga mereka kesusahan untuk memanfaatkan pekarangannya, sebagai sumber pangan keluarga.

Dalam pendampingan ini peneliti menggunakan metode penelitian sosial Participatory Action Reserach (PAR). Metode tersebut menekankan terjadinya, bentuk partisipasi dari subyek dampingan. Sehingga pendampingan terjadi, berdasarkan keinginan dan kebutuhan masyarakat. Bukan atas kehendak dan paksaan dari pendamping. Dalam proses pendampingan ini, pendamping ingin merubah pemikiran masyarakat. Bahwa kebutuhan pangan keluarga, mampu untuk dipenuhi secara mandiri. Yaitu tanpa perlu bergantung dari pihak luar, karena banyak potensi lokal yang belum dimanfaatkan dengan maksimal. Dalam proses kegiatan berlangsung, pihak penyuluh pertanian desa juga ikut aktif. Sehingga dalam memudahkan proses pengorganisasian, maka dibentuklah kelompok belajar bersama. Kelompok tersebut yang dinamakan Sekolah Lapang Sayur, yang memiliki kegiatan seperti keinginan subyek dampingan.

Melalui Sekolah Lapang Sayur, subyek dampingan memiliki pemahaman, pengetahuan, dan ketrampilan lebih. Mulai dari belajar bersama, mengenai cara menanam sayur yang benar, dan juga pembuatan racun organik dan MOL (mikroorganisme lokal). Hal tersebut juga, diisi dengan pendidikan berupa diskusi dalam kelompok belajar tersebut. Sehingga mereka, sedikit demi sedikit mulai memahami pentingnya memproduksi kebutuhan pangan keluarga. Hasilnya terlihat dari, halaman rumah masyarakat yang sudah terdapat tanaman yang menunjang kebutuhan pangan mereka. Mulai dari terong, sawi, cabai, kacang panjang dan sebagainya. Perubahan yang terjadi atas dasar keinginan dan juga proses belajar bersama melalui Sekolah Lapang Sayur.

(8)

DAFTAR ISI

COFER DALAM ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

PERSEMBAHAN ... v

MOTTO ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR BAGAN ... xvi

DAFTAR DIAGRAM ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

(9)

C. Tujuan Penelitian ... 15

D. Manfaat Penelitian ... 16

E. Analisa Stakeholder ... 16

F. Sistematika Penulisan ... 20

BAB II KAJIAN TEORI DAN RISET TERKAIT A. Membangun Ketahanan Pangan Masyarakat ... 22

B. Sekolah Lapang ... 34

C. Pemberdayaan Dalam Sekolah Lapang Sayur ... 46

D. Pandangan Islam Terhadap Pangan………...52

E. Penelitian Terdahulu ... 59

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 62

B. Prosedur PAR ... 67

C. Subyek Pemberdayaan ... 73

D. Tehnik Pengumpulan Data ... 75

E. Tehnik Validasi Data... 79

F. Tehnik Analisis Data ... 80

BAB IV SELAYANG PANDANG DESA SURENLOR A. Gambaran Umum ... 83

(10)

C. Profil KWT ... 101

D. Profil Ibu-ibu PAUD ... 104

BAB V MEMAHAMI PROBLEM MELEMAHNYA KETAHANAN PANGAN MASYARAKAT A. Tingginya Pengeluaran Biaya Belanja Pangan Masyarakat... 105

B. Pekarangan Rumah Belum Termanfaatkan Dengan Maksimal ... 119

C. Penyempitan Lahan Karena Peningkatan Jumlah Penduduk ... 126

BAB VI DINAMIKA PROSES PENDAMPINGAN PEREMPUAN MENUJU TAHAN PANGAN A. Proses Pengorganisasian Sekolah Lapang Sayur ... 135

B. Menggerakkan Local Leader... 143

C. Proses Perencanaan Kegiatan Membangun Sekolah Lapang Sayur ... 151

D. Analisa Pendamping Mengenai Sumber Daya Sebagai Perencanaan Aksi ... 163

BAB VII AKSI PERUBAHAN UNTUK MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN SAYUR (Membangun Perempuan Tahan Pangan Melalui “Sekolah Lapang Sayur”) A. Proses Pembelajaran Sekolah Lapang Sayur (SLS) ... 169

1. Memulai Pengolahan Demplot Untuk Media Belajar Petani ... 168

2. Proses Menanam Sayur Pada Lahan Demplot... 181

(11)

B. Pendidikan Perempuan Melalui Sekolah Lapang Sayur ... 186

1. Belajar Bersama Membuat MOl dan PESNAB ... 186

2. Bersama-sama Belajar Memahami Pertumbuhan Sayur ... 193

3. Evaluasi Bersama Mengenai Kegiatan yang Sudah Dilakukan ... 195

BAB VIII ANALISIS DAN REFLEKSI A. Analisis Pendamping Mengenai Subyek Dampingan ... 201

B. Ikhtisar Riset Pendampingan... 218

C. Belajar Bersama Melalui Sekolah Lapang Sayur Untuk Mengoptimalkan Pekarangan: catatan reflektif ... 218

BAB IX SIMPULAN A. Simpulan ... 225

B. Rekomendasi ... 227

DAFTAR PUSTAKA ... 228

LAMPIRAN

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 Prosentase Hasil Panen ... . 2

Tabel 1. 2 Produksi Pangan ... 4

Tabel 1. 3 Survei Belanja Rumah Tangga ... 7

Tabel 1. 4 Analisa Stakeholder ... 21

Tabe 4. 1 Transek wilayah ... 85

Tabel 4. 2 Jumlah penduduk ... 90

Tabel 4. 3 Contoh survei belanja rumah tangga ... 98

Tabel 4. 4 Profil anggota KWT rahayu ... 106

Tabel 5.1 Hasil survey belanja pangan ... 113

Tabel 5. 2 Kalender harian ... 127

Tabel 5. 3 Tata kelola rumah dan pekarangan ... 129

Tabel 5. 4 Kalender musim ... 124

Tabel 5. 5 Trend and Change dusun Jeruk Gulung ... 133

Tabel 6.1 Kurikulum Belajar Sekolah Lapang Sayur ... 161

Tabel 7. 1 Hasil evauasi bersama ... 202

Tabel 7. 2 Tingkat Partisipasi... 198

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Peta Desa Surenlor ... 84

Gambar 4.2 Prosentase pendidikan ... 88

Gambar 4. 3 Prosentase pekerjaan KK ... 98

Gambar 5.1 Pengeluaran pangan ... 110

Gambar 5.2 Perbandingan kebutuhan keluarga ... 116

Gambar 5. 3 Gambar pekarangan rumah belum dimanfaatkan... 122

Gambar 6. 1 Inkulturasi dengan kepala desa ... 136

Gambar 6. 2 Wawacara dengan ketua RT ... 139

Gambar 6.3 Suasana yasinan RT 01 ... 143

Gambar 6. 4 Kordinasi dengan ketua KWT ... 144

Gambar 6. 5 Kordinasi dengan pihak BPP ... 148

Gambar 6. 6 FGD 1 Subyek KWT ... 152

Gambar 6. 7 FGD II KWT ... 155

Gambar 6. 8 FGD I ibu-ibu PAUD ... 158

Gambar 6. 9 FGD II ibu-ibu PAUD ... 159

Gambar 7. 1 Persiapan media tanam ... 171

Gambar 7. 2 Persemaiana bibit ... 172

Gambar 7. 3 Mempersiapkan konsumsi kegiatan ... 173

Gambar 7. 4 Persiapan media tanam ... 174

(14)

Gambar 7. 6 Penataan media tanam ... 177

Gambar 7. 7 Mempersiapkan media tanam dan bahannya ... 179

Gambar 7.8 Memasukkan bahan media tanam ke polybag... 180

Gambar 7. 9 Menyiapkan bibit persemaian ... 181

Gambar 7. 10 Penanaman bibit ke media tanam ... 183

Gambar 7. 11 Pemindahan bibit persemaian... 184

Gambar 7. 12 Perawatan rutin ... 186

Gambar 7. 13 Pemberian materi pihak BPP ... 187

Gambar 7. 14 Membuat MOL dan PESNAB KWT ... 189

Gambar 7. 15 Membuat MOL dan PSNAB PAUD ... 191

Gambar 7. 16 Mengamati pertumbuhan sayuran KWT ... 193

Gambar 7. 17 Mengamati pengamatan pertumbuhan PAUD ... 194

Gambar 7. 18 Evaluasi bersama ... 196

Gambar 8. 1 Foto rumah Bu Ririn dan Sriyanti ... 210

(15)

DAFTAR BAGAN

Bagan 4.1 Hasil survey belanja rumah tangga keluarga mampu ... 95

Bagan 4.2 Hasil survey belanja rumah tangga keluarga cukup mampu ... 96

Bagan 5. 1 Pohon masalah ... 130

(16)

DAF]TAR DIAGRAM

Diagram 2. 1 Proses daur belajar ... 40

Diagram 5. 1 Produksi Pangan ... 115

Diagram 5. 2 Bentuk kontribusi kelompok yang ada di masyarakat ... 121

Diagram 5. 3 Penjelasan dari diagaram venn ... 117

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Desa Surenlor merupakan kawasan perbukitan dengan ketinggian 700

MDPL dan luas wilayah keseluruhan yaitu 1.151 Ha. Sedangkan untuk luas wilayah

yang dimanfaatkan masyarakat untuk bertani ada 91 Ha. Akan tetapi jumlah untuk

kawasan pemukiman masyarakat sendiri berbalik sedikit hanya berkisar 47 Ha. Dari

data tersebut terlihat bahwa, luas lahan lebih banyak dimanfaatkan untuk kegiatan

pertanian masyarakat sekitar. Dari kawasan tersebut masyarakat Desa Surenlor

menggantungkan kebutuhan hidupnya dari bertani.1

Bertani merupakan pekerjaan yang bisa dibilang tidak mudah untuk

dilakukan, akan tetapi itu pekerjaan yang mulia. Dikatakan pekerjaan yang mulia,

dikarenakan mereka yang telah memberi makan orang banyak. Pangan merupakan

kebutuhan setiap orang yang ada di dunia ini. Maka dari itu jika tidak ada yang

menjadi petani, maka siapa nantinya yang akan memberi makan hajat orang banyak.

Usaha untuk menjadi seorang petani selayaknya, mendapat perhatian lebih dari

segala pihak yang terkait. Antara usaha yang dilakukan dan hasil yang didapatkan

tidak bisa selalu menguntungkan. Bahkan terkadang mereka pernah mengalami

kerugian yang tidak sedikit sampai bisa dibilang gagal panen.

Menurut keterangan Damis selaku KASUN (ketua dusun), hasil panen desa

Surenlor tidak bisa terus seimbang dalam tahun ke tahun. Hasilnya selalu

(18)

2

mengalami naik turun, dikarenakan serangan hama. 2 Pernyataan yang serupa

dinyatakan oleh Tubi selaku ketua GAPOKTAN (gabungan kelompok tani) bahwa

hasil panen padi selalu mengalami naik turun. Hasil panen tidak bisa selalu

seimbang ataupun naik, bahkan lebih banyak mengalami penurunan. Hal tersebut

dikarenakan banyak faktor penyebabnya.3

Dengan memiliki pekerjaan sebagai petani, mereka juga menanam singkong

atau biasa disebut dengan ubi kayu. Masyarakat RT 01 dengan 38 KK menanam

singkong selama satu tahun hanya sekali saja. Terhitung-hitung dengan

mengakumulasi data yang ada, bahwa masyarakat RT 01 bisa mencapai panen

singkong 60 KW dalam setahun. Mereka selama ini hanya menjual hasil panennya

secara mentah tanpa diolah dahulu. Sedangkan ada juga yang sebagian

mengolahnya, akan tetapi untuk konsumsi sendiri. Itu menandakan bahwa keahlian

dalam segi finansial untuk pengolahan hasil panennya masih rendah.

2 Wawancara Damis pada tanggal 13-11-2016 pukul. 17.30 di kediaman Damis

3 Wawancara Tubi pada tanggal 13-11-2016 pukul 15.30 di kediaman Tubi

Sumber: hasil survei belanja rumah tangga Tabel 1.1

0 50 100 150 200 250

Padi Jagung Ketela

(19)

3

Dari tabel di atas terlihat jelas bahwa Desa Surenlor Dusun Jeruk Gulung

RT 01, hasil panen yang maksimal ditempati oleh Ketela. Mereka dapat

menghasilkan ketela dalam setahun berjumlah 225 KW, jumlah yang terbilang

tinggi. Sedangkan untuk hasil panen berupa Padi, makanan pokok mereka

berjumlah 185 KW dalam semusim. Mereka hanya mengandalkan irigasi dari air

hujan, sehingga hanya dapat panen dua kali dalam setahun. Dengan keadaan tanah

yang tidak mendukung untuk bertani, membuat mereka kesusahan dalam irigasi

sawahnya. Maka itu mereka hanya bisa mengandalkan ketika musim penghujan

telah datang. Sehingga mereka tidak memikirkan irigasi untuk sawahnya, karena

sudah mengandalkan air tadah hujan. Mereka dapat menghasilkan panen padi

meskipun terkadang tidak maksimal, akan tetapi dapat mencukupi kebutuhan.

Terdapat sebagian dari masyarakat yang menjual kembali hasil panennya.

Akan tetapi terdapat sebagian lagi dikonsumsi sendiri untuk kebutuhan

keluarganya. Mereka yang tidak menjual hasil panen padi, memiliki pemikiran

untuk lebih menekan biaya kebutuhan pangan keluaraga. Dengan mampu

menghasilkan padi sejumlah 180 KW seharusnya sudah mampu, memenuhi

kebutuhan pangan seluruh masyarakat.

Potensi ubi kayu di Indonesia sangat besar baik ditinjau dari sisi sumber

bahan pangan utama karbohidrat setelah padi dan jagung. Maupun sebagai bahan

pakan dan bahan baku industri. Dilihat dari kontribusinya terhadap PDB, ubi kayu

memberikan kontribusi tanaman pangan terbesar ketiga setelah padi dan jagung

pada tahun 2003 sebesar RP.6,1 triliun (hanya dalam on farm). Kontribusinya

(20)

4

produksinya sebesar 16.913.104 ton, tahun 2003 sebesar 18. 523.810 ton, dan tahun

2004 sebesar 19.249. 169 ton.4 Dari data tersebut dapat terlihat, bahwa masyarakat

Dusun Jeruk Gulung RT 01 mampu menghasilkan singkong sejumlah 225 KW.

Jumlah yang tidak sedikit, dan akan sangat bermanfaat bagi masyarakat lokal. Akan

tetapi bentuk pemahaman itu belum ada pada masyarakat sekitar. Sehingga mereka

hanya menjualnya secara mentah. Dengan sedikit disisakan untuk dijadikan tiwul5

bahan pangan alternatif mereka. Akan tetapi tidak semua masyarakat mengolahnya

menjadi makanan tiwul,dengan alasan tidak terbiasa.

Dengan memiliki pemikiran-pemikiran yang individualis dan materalistis

mereka telah menjual hasil panennya. Keadaan akan lebih baik ketika seluruh hasil

panen masyarakat, dinikmati oleh mereka sendiri. Dinikmati untuk memenuhi

kebutuhannya dan keluarganya, dengan begitu maka uang yang nantinya keluar

untuk kebutuhan pangan berkurang. Masyarakat yang mampu memproduksi

kebutuhan pangannya, mereka akan menjadi mandiri. Berikut diagram pengeluaran

kebutuhan pangan baik dari dalam desa dan luar:

4Valeriana dkk, “Usaha Tani dan Pemasaran Ubi Kayu Serta Teknologi Pengolahan Tapioka di Kab.Pati Prov.Jawa Tengah” dalam buku Prosiding Seminar Nasional, (Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 2010), hal. 325

5 Makanan lokal hasil olahan dari singkong

0 10 20 30 40

Dalam desa Luar desa

Produksi Pangan

(21)

5

Dari data di atas dapat terlihat bahwa masyarakat Desa Surenlor Dusun

Jeruk Gulung RT 01, membeli kebutuhan pangan dari pihak luar masih terbilang

cukup tinggi. Jika dari data tersebut masyarakat sekitar belum mampu produksi

kebutuhan pangan sendiri. Meskipun dengan kondisi alam yang cukup untuk

memenuhi kebutuhan mereka. Akan tetapi mereka belum memiliki kesadaran untuk

hal itu. Mulai dari kebutuhan pangan sayuran, umbi-umbian, kacang-kacangan dan

sejenisnya. Semua itu sebenarnya mampu untuk mereka produksi sendiri tanpa

harus membeli pada pihak luar. Sehingga jika akan ada kenaikan pada harga sayur

ataupun kacang-kacanagan mereka tidak akan terkena dampaknya.

Indikator yang dapat digunakan untuk menilai kinerja konsumsi adalah

tingkat partisipasi dan tingkat konsumsi pangan. Keduanya menunjukkan tingkat

aksebilitas fisik dan ekonomi terhadap pangan Aksebilitas tersebut

menggambarkan pemerataan dan keterjangkauan penduduk terhadap pangan.

Pemerataan mengandung makna adanya distribusi pangan ke seluruh wilayah

sampai tingkat rumah tangga, sementara keterjangkauan adalah keadaan dimana

rumah tangga secara berkelanjutan mampu mengakses pangan sesuai dengan

kebutuhan untuk hidup yang sehat dan produktif. Indikator lainnya adalah mutu

pangan, yaitu dapat dinilai atas dasar kriteria keamanan pangan dan kandungan gizi.

Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah

pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat

mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Untuk

(22)

6

instrument yang dapat digunakan adalah skor pola pangan harapan.6

Dari data yang ada dapat terlihat bahwa masyarakat sekitar, masih

tergantung pada pihak luar dalam pemenuhannya. Lebih jelas lagi berikut adalah

survey belanja rumah tangga salah satu masyarakat Desa Surenlor Dusun Jeruk

Gulung RT 01:

6Ilham, Nyak dkk, “Efektifitas Harga Pangan Terhadap Pertahanan Pangan”, dalam jurnal Agro Ekonomi, Vol.24, No.2, (Bogor:Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 2006), hal. 161

Belanja (rata-rata per bulan)

Banyaknya Harga Jumlah Dalam

desa atau luar Belanja pangan

Beras 30kg Rp.9.000 Rp.270.000 Dalam

Lauk-pauk

Aneka sayuran 30X Rp.10.000 Rp.300.000 Luar

Bumbu masak Rp.30.000 Rp.30.000 Luar

Minyak goring Rp.30.000 Rp.30.000 Luar

Gula+kopi/teh/susu Rp.50.000 Rp.40.000 Luar

Rokok Rp.80.000 Luar

Air bersih PAM

Rp.750.000 Belanja Energi

Gas 2kg/1x Rp.17.000 Rp.17.000 Luar

Rekening listrik Rp.100.000 Luar

BBM Rp.150.000 Luar

Rp.267.000 Belanja Pendidikan

SPP atau iuran sekolah Rp.200.000

Transport dan jajan harian sekolah anak

Rp.300.000

Perlengkapan sekolah Rp.50.000

Rp.550.000 Belanja Kesehatan

Periksa ke Dokter atau PUSKESMAS

Rp.40.000 Tabel: 1. 3

(23)

7

Sumber: hasil olahan wawancara dengan Damis

Dari data tersebut dapat terlihat jelas bahwa keluarga Damis mengeluarkan

kebutuhan pangan paling tinggi. Diantara pengeluaran kebutuhan lainnya, mereka

terbebani dengan kebutuhan pangan dengan jumlah Rp.750.000. Pada setiap

bulan,mereka mengeluarkan nominal tersebut hanya untuk belanja pangan.

Memenuhi kebutuhan pangan dari beberapa indikator, mulai dari sayuran juga

lauk-pauk. Karena mereka selalu membeli untuk memenuhi kebutuhan pangannya.

Mulai dari sesuatu yang sederhana, seperti cabai, sayuran, juga lainnya. Jika harus

menanam itu waktunya terlalu lama, dan tidak telaten dalam merawatnya. Karena

kami lebih memilih yang serba cepat.7

Menanam sayur merupakan sesuatu yang belum pernah dicoba dan

dilakukan secara baik dan benar. Pada dasarnya masyarakat belum memiliki

keahlian yang benar dalam hal menanam sayur, dan kebutuhan pangan lainnya.

Karena hal tersebut juga terdapat pengetahuan yang belum masyarakat dapatkan.8

Pengetahuan tersebut sebenarnya sangatlah penting, karena dapat menambah

wawsan masyarakat. Terutama hal tersebut beerhubungan dengan pertanian, karena

7 Wawancara dengan Damis (40) pada tanggal 13-11-2016 pukul 17.30 di kediaman Damis

8 Wawancara dengan Rulik (30) pada tanggal 08-11-2016 pukul 19.30 di kediaman Pini

Beli obat-obatan Rp.15.000 Luar

Perlengkapan kebersihan

Rp.80.000 Luar

Rp.135.000 Belanja Sosial dan Lainnya

Iuran warga Rp.35.000

Pulsa telepon Rp.50.000

Hiburan Rp.50.000

Rp.135.000

Total Pendapatan Rp.2.500.00

0

(24)

8

bertani adalah kehidupan masyarakat. Akan tetapi sifat individu tidaklah sama, ada

yang menerima pengetahuan dan juga ada yang tidak mau. Kehidupan

bermasyarakat juga terdiri dari hal tersebut, sehingga tida bisa disamakan.9 Bahkan

Misrin (35) menyatakan:

wong kene kui akih sing males, tapi yo seneng maidu tonggone nek tandur-tandur. Ngkok nek wes panen malah dijaluk i, odak gelem soro tapi pengen enak e tok. Nandur yo sui, kudu ngramut sisan, yo kui sing marai wong-wong males. Padahal nandur yo dipangan-pangan dewe tapi akih sing males mbak, wong kene iku”10

Masyarakat sekitar banyak yang malas, tetapi jika ada tetangga yang

menanam itu dirasani11. Tetapi jika waktu panen tiba, mereka meminta sedikit hasil

yang didapatkan. Banyak yang tidak mau menanam, tetapi lebih suka meminta

tetangga yang menanam. Karena malas untuk melakukan perawatan. Pada dasarnya

ditanam juga untuk dimakan dirinya sendiri dan keluarganya, tetapi banyak yang

malas.

Masyarakat sekitar memang memiliki banyak lahan pekarangan yang cukup

luas, akan tetapi sedikit sekali yang memanfaatkannya. Masih banyak dari mereka

yang kurang memperhatikan pekarangannya. Mulai dari waktu yang tidak

mendukung juga susah untuk mendapatkan benihnya. Jarak antara desa dengan kota

cukuplah jauh, dan memakan waktu yang cukup lama. Sehingga masyarakat

semakin malas untuk menanam di daearah pekarangannya.12 Mereka sadar

memiliki potensi yang belum termanfaatkan dengan baik, akan tetapi mereka belum

mampu mengatur waktu. Waktu yang digunakan lebih banyak di ladangnya, baik

9 Wawancara dengan Pini (45) pada tanggal 08-11-2016 pukul 19.50 di kediaman Pini

10 Wawancara dengan Misrini (40) pada tanggal 02-01-2017 pukul 12.40 di kediaman Misrini

11 Membicarakan seseorang dibelakangnya

(25)

9

dari suami maupun isteri. Karena masyarakat bekerja secara bersama-sama di

ladang, tidak bekerja secara individu. Keahlian yang masyarakat miliki juga masih

terbilang kurang maksimal, karena didapatkan dari leluhurnya dan

lingkungannya.13

Terbiasa untuk membeli daripada menanam merupakan hal yang kurang

baik, dengan memperhatikan potensi yang melimpah. Mulai dari lahan pekarangan

yang luas, memiliki suhu yang cukup dingin. Akan tetapi kebiasaan konsumtif

tersebut sudah melekat dalam diri masyarakat, sehingga kurang mampu untuk

bersikap produktif. Padahal jika masyarakat mempunyai keinginan belajar, maka

akan mampu untuk memiliki sikap produktif. Mengenai hal tersebut akan dapat

mempengaruhi perekonomian masyarakat.14

Menurut pernyataan Arifin, peranan sektor pertanian di Indonesia sangat

penting dilihat dari keharusannya memenuhi kebutuhan pangan penduduk yang

pada tahun 2005 berjumlah 219,3 juta, dan diprediksikan terus bertambah sebesar

1,25 persen. Pemerintah harus melaksanakan kebijakan pangan, yaitu menjamin

ketahanan pangan yang meliputi pasokan, diversifikasi, keamanan, kelembagaan,

dan organisasi pangan. Kebijakan ini diperlukan untuk meningkatkan kemandirian

pangan. Pembangunan yang mengabaikan keswadayaan dalam kebutuhan dasar

penduduknya, akan menjadi sangat tergantung pada negara lain, dan itu berarti

menjadi negara yang tidak berdaulat.15 Pangan merupakan kebutuhaan mendasar

13 Ibid

14 Wawancara dengan Sujiono (45) pada tanggal 15-11-2016 pukul 18.00 di kediaman Sujiono

15 Purwaningsih, Yunastiti, “Ketahanan Pangan:Situiasi, Permasalahan, Kebijakan Dan

Pemberdayaan Masyarakat”, dalam Jurnal Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 9, No. 1,

(26)

10

bagi suatu negara, terutama negara berkembang. Kekurangan pangan yang terjadi

secara meluas di suatu negara akan menyebabkan kerawanan ekonomi, sosial dan

politik yang dapat menggoyahkan stabilitas negara tersebut.16

Sedangkan dalam buku Sumardjo menyatakan, konsep ketahanan pangan

menurut Undang-undang Nomor 7 tahun 1996 adalah kondisi terpenuhinya pangan

bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah

maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Berdasar konsep tersebut, maka

terdapat beberapa prinsip yang terkait, baik langsung maupun tidak langsung

terhadap ketahanan pangan (food security), yang harus diperhatikan:

1. Ketersediaan pangan: ketercukupan jumlah pangan (food sufficiency),

2. Keamanan pangan (food safety): pangan yang bebas dari

kemungkinancemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat

menganggu, merugikan dan membahayakan keadaan manusia, serta

terjamin mutunya (food quality) yaitu memenuhi kandungan gizi dan

standar perdagangan terhadap bahanmakanan dan minuman,.

3. Kemerataan pangan: sistem distribusi pangan yang mendukung

tersedianya pangan setiap saat dan merata.

4. Keterjangkauan pangan: kemudahan rumah tangga untuk memperoleh

pangan dengan harga yang terjangkau.17

Saat ini dunia tengah dilanda kerawanan pangan. Kenaikan harga pangan

yang berlangsung cepat, bisa mendorong penduduk terutama yang miskin menjadi

16Valeriana dkk, “Usahatani dan Pemasaran Ubi Kayu Serta Teknologi Pengolahan Tapioka di Kab.Pati Prov.Jawa Tengah” dalam buku Prosiding Seminar Nasional, ( Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, 2010), hal. 323

(27)

11

menderita. Untuk mengatasai hal itu maka maka harus digalakkan penanaman

tanaman pangan. Berbeda dengan produk non pertanian, produk pertanian memiliki

karakteristik yaitu mudah rusak, beragam kualitas, beragam kuantitas dan memiliki

resiko fluktuasi harga yang cukup tinggi. Apabila hal ini dibiarkan terus maka

pendapatan petani akan tetap rendah. Salah satu cara meningkatkan pendapatan

petani adalah dengan cara melakukan diversifikasi usaha tani secara horisontal dan

vertikal. Diversifikasi horisontal dilakukan dengan cara mengusahakan beberapa

komoditi pertanian dengan tujuan memperkecil resiko kegagalan pada usahatani

monokultur. Sedangkan diversifikasi vertikal merupakan upaya peningkatan nilai

tambah usahatani melalui pengolahan produk-produk pertanian atau disebut juga

dengan agroindustri.18

Pangan merupakan kebutuhan pokok masyarakat, akan tetapi mereka belum

produktif dalam hal tersebut. masyarakat masih banyak tergantung bpada pihak

luar, dalam pemenuhan kebutuhan pangan keluarganya. Terutama kebutuhan yang

terbilang sederhana, dan digunakan pada setiap harinya. Masalah sayur-mayur

adalah komponen utama dalam pangan, yang harus dipenuhi. Setiap kandungan

vitamin dalam sayur sangat dibutuhkan masyarakat, untuk menambah tenaga dalam

bekerja. Apalagi memiliki pekerjaan sebagai petani yang memerlukan tenaga lebih

dalam bekerja.19

Sektor pemenuhan utama dalam menunjang ketahanan pangan adalah,

dimulai dari tingkat keluarga. Dalam suatu keluarga jika sudah mampu untuk

18Gumoyo Mumpungningsih, “Nilai Tambah dan Penerimaan Pengolahan Keripik Singkong di

Malang” dalam Jurnal TROPIKA, Vol. 18 No. 2 ( Malang:UNMU Malang, 2010), hal. 184

(28)

12

memenuhi belanja pangannya, maka mereka sudah bersikap produktif. Bersikap

konsumstif tidak apa-apa, akan tetapi dengan potensi yang dimiliki, maka

setidaknya perlu adanya pengoptimalan hal tersebut. Potensi yang sudah ada jika

tidak dimanfaatkan dengan baik dan benar, maka akan terbuang secara sia-sia.

Padahal jika hal tersebut mampu untuk dimanfaatkan dengan baik, setidaknya

mampu mengurangi beban yang ditanggung. Karena semua hal tersebut juga

memiliki prosesnya, tidak akan bisa langsung dalam mendapatkan hasilnya.

Terutama untuk menuju keluarga yang mampu bersikap produktif. Karena hal

tersebut juga memiliki kendala yang cukup sulit. Mulai proses perawatan jika

terkena hama, harus rutin dalam menyirami dan sebagainya.

Masyarakat sekitar perlu adanya motivasi untuk dapat melaukan sedikit

perubahan. Perlu adanya seseorang yang memberi pengetahuan lebih. Sehingga

pemikiran masyarakat sedikit terbuka, untuk menerima hal-hal baik. Sesuatu hal

yang baik perlu adanya pengawalan yang membutuhkan proses cukup lama. Karena

masyarakat sekitar lebih tertarik pada sesuatu yang serba cepat.20 Dengan cuaca

yang tidak bisa diduga, terutama jika hujan lebat dan juga angin kencang

merupakan kendala dalam menanam. Karena jika mendapatkan curah hujan yang

berlebihan, juga tidak akan baik untuk sayuran. Tanaman tersebut akan menjadi

mudah busuk dan diserang hama. Sehingga masyarakat sekitar malas untuk

menanam terutama sayuran, karena faktor cuaca yang tidak mendukung.21

20 Wawancara dengan Imbar ()tanggal 16-11-2016 pukul 18.00 di kediaman Imbar

(29)

13

Indikator yang dapat digunakan untuk menilai kinerja konsumsi adalah

tingkat partisipasi dan tingkat konsumsi pangan. Keduanya menunjukkan tingkat

aksebilitas fisik dan ekonomi terhadap pangan. Aksebilitas tersebut

menggambarkan pemerataan dan keterjangkauan penduduk terhadap pangan.

Pemerataan mengandung makna adanya distribusi pangan ke seluruh wilayah

sampai tingkat rumah tangga, sementara keterjangkauan adalah keadaan dimana

rumah tangga secara berkelanjutan mampu mengakses pangan sesuai dengan

kebutuhan untuk hidup yang sehat dan produktif. Indikator lainnya adalah mutu

pangan, yaitu dapat dinilai atas dasar kriteria keamanan pangan dan kandungan gizi.

Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah

pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat

mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Untuk

mendapatkan kualitas gizi yang baik, diperlukan variasi konsumsi dengan

instrumen yang dapat digunakan adalah skor pola pangan harapan.22

Masyarakat melakukan itu semua, dikarenakan belum memiliki

pengetahuan mengenai pentingnya ketahanan pangan. Pengetahuan yang mereka

miliki juga sebagian dari leluhurnya sendiri, mereka hanya meneruskan ajaran dari

leluhurnya. Sedangkan menurut pernyataan (Arifin, 2004) dengan demikian

pemenuhan kebutuhan pangan ini menjadi sangat penting dan strategis dalam

rangka mempertahankan kedaulatan negara, melalui tidak tergantung pada impor

pangan dari negara maju. Ketergantungan suatu negara akan impor pangan (apalagi

(30)

14

dari negara maju), akan mengakibatkan pengambilan keputusan atas segala aspek

kehidupan menjadi tidak bebas atau tidak merdeka, dan karenanya negara menjadi

tidak berdaulat secara penuh.23

Terdapat hubungan yang negatif antara proporsi pengeluaran bahan pangan

dan ketahanan pangan adalah sebagai berikut:

• Semakin besar proporsi pengeluaran rumah tangga untuk bahan pangan,

maka akses terhadap bahan pangan adalah rendah. Semakin besar proporsi

pengeluaran rumah tangga untuk bahan pangan juga menunjukkan

rendahnya kepemilikan bentuk kekayaan lain yang dapat ditukarkan dengan

bahan pangan.

• Semakin kecil proporsi pengeluaran rumah tangga untuk bahan pangan,

maka akses terhadap bahan pangan adalah besar, atau menunjukkan

semakin tinggi ketahananpangannya

• Semakin kecil proporsi pengeluaran rumah tangga untuk bahan pangan,

juga menunjukkan tingginya kepemilikan bentuk kekayaan lain yang dapat

ditukarkan dengan bahan pangan.24

Dari paparan data-data di atas dan teori bahwasannya kebutuhan pangan itu

mampu kita produksi secara mandiri. Akan tetapi semua itu juga tidak sesederhana

kelihatannya, karena semua itu juga harus melalui banyak proses. Terutama proses

akan kesadaran pada dirinya sendiri. Jika seseorang sudah mulai sadar maka mereka

akan menyadari kewajiban yang harus dilakukan. Terutama memenuhi kebutuhan

23 Purwaningsih, Yunastiti, “Ketahanan Pangan:Situiasi, Permasalahan, Kebijakan Dan

Pemberdayaan Masyarakat”, dalam Jurnal Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 9, No. 1,

(31)

15

pangan keluarganya, dengan mengurangi beban biaya yang akan dikeluarkan.

Mulai dari sesuatu hal yang kecil bisa membawa perubahan yang cukup terlihat

hasilnya. Mereka mempunyai kemampuan dalam memanfatkan potensi pekarangan

yang ada. Akan tetapi mereka belum menyadari akan hal itu. Sehingga peneliti

tertarik untuk melakukan pendampingan sebagai file project untuk meminimkan

beban biaya pengeluaran pangan melalui sekolah lapang sayur di Desa Surenlor

Dusun Jeruk Gulung Kecamatan Bendungan Kabupaten Trenggalek.

B. Fokus Masalah

Dari pernyataan data-data di atas, maka fokus masalah dalam penelitian ini

adalah:

1. Bagaimana kondisi pangan masyarakat Desa Surenlor Dusun Jeruk gulung?

2. Bagaimana proses melemahnya ketahanan pangan pasyarakat Desa

Surenlor Dusun Jeruk Gulung?

3. Bagaimana strategi tindakan pemberdayaan dalam membentuk keluarga

yang mampu memproduksi kebutuhan pangannya secara mandiri di Desa

Surenlor Dusun Jeruk Gulung?

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian adalah:

1. Memahami kondisi pangan masyarakat Desa Surenlor Dusun Jeruk gulung.

2. Mengetahui proses melemahnya ketahanan pangan masyarakat Desa

(32)

16

3. Menyusun strategi tindakan pemberdayaan dalam membentuk keluarga

yang mampu memproduksi kebutuhan pangannya secara mandiri di Desa

Surenlor Dusun Jeruk Gulung.

D. Manfaat Penelitian

Sesuai dengan tujuan penulisan di atas maka penelitian ini diharapkan

memiliki manfaat mengenai beberapa hal sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

a. Sebagai tambahan referensi tentang pengetahuan pengalaman yang

berkaitan dengan langkah-langkah pemberdayaan masyarakat secara

operasional.

b. Sebagai tugas akhir perkuliahan di Fakultas Dakwah dan Komunikasi

program studi Pengembangan Masyarakat Islam Universitas Islam

Negeri Sunan Ampel.

2. Secara Praktis

a. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi catatan eksperimentasi dalam

upaya membangun ketahanan pangan.

b. Diharapkan dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan

informasi tentang, membangun kesadaran dalam memproduksi pangan

keluarga secara mandiri.

E. Analisa Stakeholder

Dalam suatu kegitan yang akan dilaksanakan, perlu kiranya untuk

melibatkan banyak lembaga juga orang-orang terkait. Semakin banyak orang atau

(33)

17

dengan lancar. Program dari kegiatan tersebut akan diakui secara resmi oleh aparat

desa. Karena dalam kegiatannya, melibatkan banyak kalangan dan hal itu

benar-benar dilakukan. Tidak hanya berupa omong kosong tanpa bukti yang nyata, bukti

berupa kegiatan bersama-sama dengan masyarakat. Pada dasarnya masyarakat

sendirilah sebagai pelaku dan subyek dari perubahan tersebut. Maka jika mereka

tidak aktif di dalamnya, maka perubahan sosial tidak akan terjadi secara maksimal.

Bahkan masyarakat yang terlibat juga berperan sebagai informan, yaitu orang yang

menggambarkan wilayahnya sendiri. Adapun pihak yang terlibat dalam proses

kegiatan berlangsung yaitu:

1. Aparat Desa

Jajaran aparat desa merupakan tingkat tertinggi dalam pemerintahan yang

ada di suatu kawasan. Mereka merupakan pimpinan dari masyarakat sekitar, wakil

dari masyarakat untuk menjadi pemimpin. Sebagai seorang pemimpin memiliki

kekuasaan yang dapat berpengaruh bagi kehidupan masyarakat. Maka dari itu

aparat desa memiliki peran yang penting juga, dalam proses pemberdayaan ini.

Karena dengan memiliki kekuasaan tersebut, maka akan mampu memperlancar

kegiatan pemberdayaan ini. Terutama jika dibentuk suatu kebijakan yang akan

mendukung kepentingan masyarakat. Aparat desa mengambil peran penting dalam

hal tersebut, dengan kekuasaan yang dimilikinya.

2. Tokoh Masyarakat atau Ketua Kelompok

Tokoh masyarakat merupakan seseorang yang menjadi bagian dari

masyarakat, yang memiliki wibawa lebih. Memiliki suatu pengaruh bagi

(34)

18

Karena sebagai seorang panutan mereka mempunyai pengaruh yang besar. Maka

dari itu mereka juga memiliki peran yang penting dalam proses pemberdayaan ini.

Karena dengan memiliki status tersebut, maka mereka akan dengan mudah dalam

menggerakkan masyarakat sekitar. Seseorang yang menjadi sesepuh biasanya

mendapatkan tempat tersendiri, dalam suatu desa tersebut. Bahkan perkataannya

akan menjadi panutan untuk masyarakat sekitar, karena dianggap sebagai tokoh

masyarakat.

3. Penyuluh Pertanian

Dinas Pertanian Kabupaten Trenggalek, telah memberikan petugas khusus

pertanian untuk setiap kecamatan. Merekalah yang akan menangani permasaalahan

pertanian, yang ada di desa. Sebuah lembaga yang menangani khusus pertanian

desa, jika pada suatu saat mereka mengalami masalah. Seperti jenis obat yang

digunakan untuk penyakit yang ada pada tanaman, dan juga hal lainnya. Tetapi

banyak masyarakat sekitar yang tidak memanfaatkan hal tersebut, karena banyak

yang belum mengetahui fungsi PPL. Pada dasarnya mereka ditugaskan pada setiap

desa, untuk mendampingi petani. Berusaha untuk bekerja bersama-sama dengan

masyarakat dengan baik, saling berbagi pengetahuan yang ada. Karena mereka

memiliki keahlian dalam hal pertanian, yang mendalam. Maka dari itu bentuk

keterlibatan PPL tersebut juga penting, karena akan semakin memperlancar

kegiatan. Mendapatkan hasil yang maksimal juga melibatkan banyak komponen

yang terkait di dalamnya.

4. Kader Posyandu

(35)

19

bagi masyarakat sekitar terutama hal kesehatan. Karena dalam kegiatan kader

posyandu tersebut, terdiri program-program menunjang kesehatan. Mulai dari

kesehatan MANULA, ibu hamil, juga hal-hal kesehatan lainnya. Wadah tersebut

juga melayani segala bentuk keluhan ataupun program mengenai kesehatan

masyarakat.

Setelah pendamping menganalisis stakeholder yang terlibat, maka untuk

memperjelasnya dibentuk dalam sebuah tabel di bawah ini:

Tabel: 1. 1

Analisis Stakeholder Terkait No Lembaga atau

kelompok

Karakteristik Sumber Daya Yang dimiliki

Bentuk Partisipasi

Tindakan yang harus Dilakukan

1 Aparat Desa Segala

jajaran aparat dan staf desa Kekuasaan yang disegani Memberi dukungan, arahan untuk mempermulus kegiatan 1.Pendataan yang dibutuhkan subyek 2.Mengawasi dan mengontrol

kegiatan yang akan dilaksanakan

2 Tokoh

Masyarakat Seseorang yang menjadi panutan dan disegani Mampu mengorganisir masyarakat Memberi dukungan, dan terlibat dalam kegiatan Menjadi motivator untuk masyarakat lainnya

3 Penyuluh

Pertanian Kecamatan Bagian ahli pertanian Tenaga ahli dalam pertanian dan memotivasi masyarakat sekitar Narasumber tentang pertanian menanam sayuran Memberi dampingan dan materi mengenai cara penanaman sayuran yang benar juga pembuatan MOL dan PESNAB

4 Kader

(36)

20

F. Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Pada BAB ini akan membahas latar belakang peneliti mengambil

permasalahan tersebut. Hal tersebut akan didukung mulai latar

belakang penulisan skripsi, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian dan sistematika penelitian.

BAB II : KAJIAN TEORI dan RISET TERKAIT

Pada BAB ini peneliti membahas mengenai kajian teori. Dimana

kajian teori ini dianalisis dengan teori yang relevan dengan

permasalahan yang terjadi dengan komunitas. Terutama masalah

pangan untuk komunitas, pendidikan untuk petani, dan konsep

sekolah lapang petani terpadu.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Membahas tentang metode penelitian dan pemberdayaan

komunitas. Prinsip-prinsip penelitian, langkah-langkah

penelitian, dan juga pihak-pihak yang terkait dengan

pemberdayaan yang dilakukan.

BAB VI : SELAYANG PANDANG DESA SURENLOR

Membahas tentang pengenalan terhadap problematika yang

terjadi pada Desa Surenlor. Profil tentang desa dilihat dari segi

(37)

21

BAB V : MEMAHAMI PROBLEM MLEMAHNYA KETAHANAN

PANGAN MASYARAKAT

Membahas tentang dinamika proses pengorganisasian petani

yang ada di Desa Surenlor Dusun Jeruk Gulung. Dari awal

pengorganisasian pembentukan sekolah lapang sayur sampai

dengan kurikulum yang akan dilakukan oeh masyarakat.

BAB VI : AKSI PERUBAHAN UNTUK MEWUJUDKAN KETAHANAN

PANGAN SAYUR ( Membangun Perempuan tahan Pangan Melalui “Sekolah

Lapang Sayur”)

Membahas tentang perkenalan pertanian yang alami dengan

memanfaatkan pekarangan sebagai alternatif sumber pangan.

Proses sekolah lapang sayur yang dijalankan, kurikulum, dan

pendidikan untuk para petani dengan sekolah lapang.

BAB VII : ANALISIS dan REFLEKSI

Membahas tentang refleksi dari hasil pengorganisasian petani di

Desa Surenlor Dusun Jeruk Gulung. Dari aspek metodologi dan

agent of change.

BAB VIII : SIMPULAN

Membahas tentang kesimpulan yang telah ditulis dalam bentuk

(38)

BAB II

KAJIAN TEORI DAN RISET TERKAIT

A. Membangun Ketahanan Pangan Masyarakat

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, yang pemenuhannya

merupakan hak asasi manusia. Pengertian hak untuk pangan ini, telah diperkuat

oleh Deklarasi Roma tentang “World Food Security and World Food Summit 1996

yang ditandatangani oleh 186 pejabat tinggi negara setingkat menteri termasuk

Indonesia. Itu sebabnya kebijakan pangan menjadi sangat penting. Karena demikian

penting dan strategisnya, maka kebijakan pangan suatu bangsa harus lahir dari

sebuah kepemimpinan yang konsisten memiliki komitmen dan visi jauh ke depan

tentang bagaimana agar rakyatnya senantiasa berkecukupan pangan yang

berkelanjutan dan terhindar dari petaka kelaparan. Adapun masalah kelaparan erat

kaitannya dengan kemiskinan. Dalam konteks ini, penyelesaian masalah pangan

menjadi tidak sederhana lagi.25

Menurut Hemanto-Siregar mengemukakan beberapa hal sehubungan

dengan peranan ekonomi daerah, yaitu:

1. Menampung tenaga kerja yang yang laid-off dan yang di PHK (agriculture

asemployer of last resort).

2. Menopang pilar ketersediaan ketahanan pangan, di mana usaha tani pangan

hampir seluruhnya berada di pedesaan.

25 Anton, Murdijati, Pangan Nusantara Karakteristik dan Prospek untuk Percepatan Diversifikasi

(39)

23

 Memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat

 Memenuhi kebutuhan bahan baku industri.

3. Pada saat yang sama juga menyerap produksi dalam negeri, bahkan menjadi

sumber terbentuknya multiplier effect dan economic linkages (pasar).

4. Bisa digunakan sebagai instrument untuk pemerataan (stabilizer).26

Membangun ekonomi daerah, tidak bisa tidak lain bertumpu pada

membangun segenap potensi sumber daya alam yang dimiliki daerah tersebut. Basis

sumber daya alam yang berhubungan dengan kebutuhan pangan adalah jawaban

logis membangun pertanian. Oleh karena itu, membangun perekonomian di negara

agraris untuk kesejahteraan rakyat yang mayoritas hidup di pedesaan, adalah tidak

bijaksana bila mengabaikan pembangunan pertanian yang dalam hal ini fokus pada

pembangunan kemandirian pangan, yang seyogyanya menjadi program strategis

dan utama untuk dilaksanakan.27

Maka di sini diyakini, siapapun para arif dan bijak, akan berpandangan yang

sama bahwa “kemandirian pangan dari desa ke masyarakat bangsa adalah fondasi

kedaulatan pangan yang akan memantapkan ketahanan pangan suatu bangsa, yang

pada gilirannya jika keberlimpahan (surplus pangan) menjadi pasokan pangan

bangsa lainnya”.28

Dari teori tersebut, disebutkan bahwa pentingnya untuk membangun

ketahanan pangan. Karena hal tersebut akan berpengaruh pada, pembangunan

ekonomi daerah setempat. Suatu kemandirian pangan perlu mendapat strategi

26

(40)

24

khusus, untuk melakukan hal tersebut. Pangan sendiri merupakan kebutuhan pokok

yang harus dipenuhi untuk kelangsungan hidup manusia. Jika kebutuhan pokok

tidak terpenuhi dengan baik, hal itu juga akan berpengaruh pada kesehatan

masyarakat. Pangan berhubungan dengan banyak kebutuhan masyarakat lainnya.

Maka dari itu proses pemanfaatan SDA dan kualitas SDM juga perlu diperhatikan.

Dalam teori disebutkan bahwa, dengan memanfaatkan SDA secara maksimal

akan menunjang pangan pertanian masyarakat. Dalam pendampingan ini hal

tersebut dipraktekkan secara langsung. Yaitu dalam proses pembuatan MOL

(mikroorganisme lokal) dan PESNAB (pestisida nabati). Pembuatan MOL dan

PESNAB tersebut, berasal dari potensi lokal yang ada. Tumbuhan-tumbuhan yang

mengandung racun dan vitamin untuk merangsang pertumbuhan. Semuanya

dilakukan secara tradisional dan manual, bahkan cara membuatnya juga

menggunakan lumpang29.

Pertanian yang sehat, memiliki kualitas yang baik pula karena menggunakan

obat-obatan alami. Hal tersebut dimulai diterapkan dalam pendampingan sekolah

lapang sayur ini. Belajar memproduksi pangan yang sehat, tidak mengandung

bahan kimia yang berbahaya. Hal tersebut dimulai dengan sesuatu yang sederhana.

Yaitu proses belajar memanfaatkan potensi alam lokal yang ada. Pada kegiatan

pendampingan ini, kegiatan tersebut dimulai dengan belajar memanfaatkan alam

sebagai bahan penunjang pertanian. Mulai dari racun organik dan juga perangsang

pertumbuhan tanaman.

(41)

25

Pendamping berusaha untuk belajar bersama-sama dengan masyarakat,

mengenai sumber potensi lokal. Karena dengan hal tersebut, mampu menjadi bahan

pendidikan untuk peserta SLS (sekolah lapang sayur). Belajar dari lingkungan

sekitar, dengan memanfaatkan potensi alam. Hal tersebut tidak akan merusak

lingkungan, karena tidak mengandung bahan kimia sama sekali. Karena dalam SLS

hanya akan memanfaatkan potensi alam yang ada, tanpa penggunaan bahan kimia

yang berbahaya.

Wacana kemandirian pangan bangsa bukan hal yang baru. Bapak pendiri

Republik Indonesia dan para tokoh dari semua kalangan ataupun pemimpin bangsa

ini telah menyadari bahwa persoalan pangan adalah persoalan “hidup mati bangsa

Indonesia”. Ini adalah pesan sekaligus peringatan Bung Karno. Kemandirian

pangan tinggal ungkapan semata manakala ketahanan pangan bangsa rapuh dan

acap kali goyah. Tidak kukuhnya ketahanan pangan nasional, dikhawatirkan oleh

karena terjadinya pengingkaran terhadap cita-cita Republik Indonesia saat

didirikan. Bangun perekonomian nasional yang semestinya “disusun sebagai usaha

bersama berdasar asas kekeluargaan”, terutama yang menyangkut “dan menguasai

hajat hidup orang banyak” digantikan dengan sistem ekonomi yang kapitalistik.

Sektor pertanian khususnya produksi pangan yang menyediakan kebutuhan pokok

hidup bagi semua orang, urusannya “diserahkan” pada pasar bebas. Pasokan pangan

ujungnya dimonopoli sekelompok pedagang besar (konglomerasi) dan petani

(42)

26

pangan (beras, terigu, kedelai, gula, daging, buah-buhaan dan lain-lainnya)

dipenuhi dengan impor.30

Pangan adalah hak asasi manusia, gizi pangan yang memadai merupakan

hak dasar dan esensial bagi kehidupan. Seperti dapat dilihat dalam Deklarasi HAM

PBB; the UN Declaration of Human Rights serta the UN Covenant on Economic,

Social and Cultural Rights. Pernah terjadi bahwa hak katas pangan dan

penghapusan kelaparan serta keamanan pangan ditegaskan kembali oleh the World

Food Summit di Romat tahun 1996.31 Abad ke-21 yang sering disebut sebagai era

globalisasi akan merupakan abad yang tidak akan memberikan banyak harapan bagi

para petani di negara-negara berkembang. Termasuk petani-petani di Indonesia

yang kebanyakan adalah petani subsistem. Salah satu masalah yang sangat penting

akan dihadapai oleh para petani di negara-negara berkembang adalah, bagaimana

mempertahankan kemampuan mereka untuk menjamin ketahanan pangan bagi

mereka sendiri dan bangsa mereka.

Ketergatungan pangan pada dunia luar akan menimbulkan berbagai masalah

bagi petani dan masyarakat di negara-negara yang sedang berkembang.32 Suatu

kebijaksanaan pembangunan yang baik harus mengandung tiga unsur, yaitu;

ecological security, livelihood security; dan food security. Suatu sustainable

agricultiure adalah suatu system pertanian yang mendasarkan dirinya pada

pemanfaatan sumber alam (tanah, air dan keanekaragaman hayati pertanian) secara

lestari. Keanekaragaman hayati merupakan kekuatan petani dalam upaya

30 Murdijati, Anton, Pangan Nusantara Karakteristik dan Prospek untuk Percepatan Diversifikasi

Pangan.

31 Mansour Fakih, Dusta Industri Pangan, (Yogyakarta: Read Book, 2003), hal. 10

(43)

27

melestarikan ketahanan pangan. Keanekaragaman hayati dapat menjadi sumber

alternative dalam penganekaragaman jenis-jenis tanaman budi daya.33

Dibawah pengelolaan negara, pertanian tidak memberikan kebebasan

kepada para petani, seperti halnya ketika pemerintah Indonesia “memaksa” petani

untuk menanam padi, demi keberhasilan program swasembada pangan. Dalam era

globalisasi dan perdagangan bebas, ketika negara tidak lagi mencampuri urusan

pengembangan sector pertanian, negara tidak mengembalikan kekuasaan dan fungsi

petani untuk mengatur usaha tani mereka. Tetapi justru memfasilitasi penyerahan

penguasaan sumber-sumber alam, system produksi, serta system pemasaran dan

perdagangan kepada perusahaan agrobisnis global.34

Petani Indonesia khusunya petani Jawa, rata-rata memiliki tanah yang

sangat sempit, yakni tak lebih dari 0,5 hektar. Otomatis hasil panen mereka tak

pernah mampu mencapai skala ekonomi. Mereka jarang dapat menjual padi mereka

sesuai dengan standar harga yang ditentukan oleh pemerintah, karena para petani

gurem di Jawa menjual gabah kering sawah atau basah, demi membayar tuntutan

hutang yang mereka ambil ketika mereka mulai menanam padi. Meskipun

pemerintah menyediakan kredit usaha tani, tidak semua petani dapat ikut dalam

program kredit yang dananya cair dalam bentuk natural (pupuk) ini.35

Kuatnya teori atau logika yang mendasari pendapat bahwa sektor pertanian

harus mampu menyumbang devisa, dapat mengarah pada suatu keharusan bagi

negara-negara yang sedang berkembang untuk sekaligus juga mengekspor daging

(44)

28

sapi dan kerbau dapat menimbulkan berbagai masalah. Sapi yang merupakan

binatang yang dianggap suci oleh bangsa India yang memeluk agama Hindu,

sehingga pemotongan sapi akan menimbulkan masalah budaya. Untuk mencegah

terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, secara statistik pemerintah India mencatat

daging sapi sebagai “daging kerbau”. Ketergantungan dunia pada perusahaan

multinasional sebagai penyedia pangan pernah menyebabkan terjadinya krisis

pangan dunia pada tahun 1973-1974, ketika impor beras tidak dapat dilakukan

meskipun dengan harga yang tinggi. Perusahaan multinasional hanya menimbun

stok pangan mereka, dan menjualnya pada saat harga pangan membumbung

tinggi.36

Dalam hal pembangunan pertanian, pengalaman India dan Nigeria dapat

menjadi contoh bagi Indonesia. Indonesia juga berupaya untuk mengembangkan

pembangunan sektor pertanian kearah ekspor. Seperti halnya India, Indonesia juga

telah membangun usaha tani tambak udang, perkebunan dan sebagainya. Namun,

seperti halnya India, keuntungan tersebut belum dikurangi dengan ongkos yang

harus dibayar oleh masyarakat petani karena kerusakan lingkungan maupun

hilangnya tanah-tanah pertanian yang dapat dimanfaatkan untuk mempertahankan

ketahanan pangan bangsa Indonesia.37

Nigeria memberi contoh yang berbeda, yakni pentingnya suatu negara

berswasembada pangan. Ketergantungan pemenuhan kebutuhan pangan pada

impor akan menyebabkan setiap saat negara tersebut dapat menghadapi krisis

(45)

29

pangan, karena perusahaan penyedia pangan dunia pada umumnya adalah para

perusahaan multinasional yang setiap saat dapat mempermainkan harga dan supply

bahan pangan.38

Di Indonesia, pangsa pengeluaran pangan terhadap total pengeluaran rumah

tangga masih relatif tinggi, yaitu 67,2% dan 52,36% dari rumah tangga di desa dan

kota. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pendapatan keluarga masih

dibelanjakan untuk pangan. Artinya pangan adalah komoditas dominan bagi

sebagian besar rumah tangga di Indonesia dan oleh karena itu ketergantungan orang

Indonesia terhadap ketersediaaan akses atas pangan sangatlah tinggi. Sebagai

pembanding, pangsa pengeluaran rumah tangga untuk di AS dan Jepang

masing-masing hanya 12,76% dan 22,28%. Di negara-negara ini, pangan bukan menjadi

masalah utama sehari-hari bagi sebagain besar masyarakatnya, sedangkan bagi

Indonesia tingginya pangsa pengeluaran pangan berarti penurunan pendapatan

dalam jumlah yang sedikit saja akan berdampak sangat signifikan terhadap

pemenuhan pangan. Dengan demikian, pemenuhan hak atas pangan di Indonesia

sangat tergantung dari perbaikan atau perburukan pengelolaan ekonomi oleh

negara.39

Lebih jauh lagi, perbaikan atas perburukan pemenuhan hak atas pangan

tergantung pada karakteristik hubungan antara orang dengan pangan. Karakteristik

hubungan ini signifikan pengaruhnya bagi pemenuhan hak atas pangan kecuali pada

masyarakat yang subsistem di mana pangan diperoleh dari hasil bercocok tanam

38 Loekman Soestrisno, Pembangunan Pertanian, (Yogyakarta: KANISIUS, 2002), hal 32

(46)

30

tanpa melalui mekanisme pasar. Dalam masyarakat, proses transaksi ekonomi di

pasar merupakan media pengaliran komoditas pangan dari satu pihak ke pihak lain.

Dengan demikian, sebelum mengukur pemenuhan hak atas pangan, harus dianalisis

lebih dahulu sifat pasar komoditi pangan yang bekerja.40

Oleh karena itu, pemenuhan hak atas pangan selama Orde Baru akan

melibatkan sedikitnya dua variabel yaitu kebijakan ekonomi negara termasuk

kebijakan pangannya, produksi pangan dan kepmilikan yang menjamin akses

terhadap pangan. Tugas variabel ini akan dianalisis pengaruhnya terhadap

pemenuhan hak atas pangan yang mencakup masalah kecukupan, keanekaragaman

dan tata niaga pangan.41

Maka dari itu, pada waktu terjadi krisis kenaikan harga beras yang

disebabkan oleh kekeringan tahun 1972-1973, pemerintah Orde Baru berusaha

sekuat tenaga untuk memenuhi kebutuhan beras rakyat. Usaha pemerintah ini

tertolong oleh datangnya booming minyak pada tahun 1973-1977. Dari pendapatan

booming minyak ini pemerintah menginvestasikan dana dalam jumlah yang cukup

besar dalam bentuk infrastruktur pedesaan dan irigasi. Kebijakan ini bernama

Program Bimbingan Massal (Bimas) yang kemudian diganti dengan Program

Intensifikasi Khusus (Insus).42

Program ini telah menjadi pilar bagi usaha peningkatan produksi padi oleh

pemerintah hingga akhirnya menjadi kebijakan institusional pemenuhan kebutuhan

pangan selama Orde Baru. Bentuk operasional dari kebijakan ini adalah, pertama,

(47)

31

percobaan dan perluasan penggunaan varietas unggul. Kebijaka kedua, penyediaan

pupuk. Ketersediaan pupuk ini menjadi penting karena varietas baru yang

digunakan sangat tergantung pada pupuk. Ketiga adalah strategi harga beras. Sejak

semula pemerintah Orde Baru berusaha mempertahankan legitimasinya yairu beras

murah dan inflasi rendah.

Kebijakan institusional pemenuhan pangan Orde Baru tercatat berhasil

meningkatkan produksi beras tahun 1970-1990 secara spektakuler, dari 19.180.000

ton menjadi 43.864.000 ton. Hanya saja produktifitas Jawa dan luar Jawa berbeda

signifikan. Jawa secara konstan menyumbang 60% produksi beras nasional,

produktivitas per luas lahan yang senantiasa lebih tinggi. Namun selanjutnya andil

Jawa menurun, disesbabkan oleh konversi lahan pertanian rakyat yang produktif

secara besar-besaran untuk kepentingan industri. Pada periode 1983-1993,

misalnya telah menggusur tanah pertanian rakyat seluas 900.000 hektar.43

Standar yang ditetapkan di Indonesia untuk mengukur kecukupan pangan

adalah terpenuhinya 2045 kalori per kapita per hari untuk kebutuhan energi dan 45

gram per kapita per hari untuk kebutuhan protein. Dengan standar ini, konsumsi

energi dan protein per kapita secara nasional telah melebihi batas minimum. Yang

justru memprihatinkan adalah prosentase rumah tangga yang konsumsi energinya

di bawah 60%, empat dari 10 besar terburuk justru terdapat di pulau Jawa. Padahal,

kita ketahui bahwa pendapatan per kapita penduduk di Jawa paling dominan

dibandingkan pulau-pulau lain.

Dalam hal konsumsi protein yang di bawah 60%, lima dari 10 besar terburuk

(48)

32

terdapat di Jawa dan Bali. Propinsi yang prosentase rumah tangga dengan konsumsi

energi dan protein di bawah 60% terbanyak adalah DIY. Jika produksi pangan

terutama beras di Jawa tinggi, masalah rendahnya konsumsi energi dan protein

lebih disebabkan oleh kepemilikan akses atas pangan yang rendah. Atau dengan

kata lain, di pulau Jawa terjadi pemusatan kepemilikan akses atas pangan pada

sebagian kecil masyarakat.44

Pada kuartal pertama tahun 1998, Indonesia mengalami krisis pangan yang

cukup serius sehingga berdampak pada social unrest dan krisis ekonomi politik

yang lebih luas lagi. Hal ini dipicu oleh kelangkaan pangan pada kuartal terakhir

1997. Pada waktu itu Indonesia dilanda kekeringan yang cukup panjang dan

serangan hama yang ekstensif sehingga tidak cukup tersedia beras untuk rakyat.

Selain itu, kemarau panjang juga telah menunda masa penanaman padi di berbagai

tempat yang berakibat pada terganggunya keseimbangan stok beras nasional yang

selama ini ada.45

Pendekatan keberdayaan berperan penting terhadap pembangunan

alternatif, sebab hal tersebut menempatkan masyarakat untuk memperoleh

pengalaman dan penekanan pada otonomi dan pembuatan keputusan dari

masyarakat secara teritorial, kemandirian lokal (tapi bukan autarki), demokrasi

langsung (partisipatori) dan pembelajaran sosial. Menurut Friedmann, keberdayaan

masyarakat tidak hanya sebatas ekonomi saja namun juga secara politis. Ini yang

menjadikan masyarakat memiliki posisi tawar menawar yang kompetitif, baik

(49)

33

secara nasional maupun internasional.46

Paradigma keberdayaan tersebut terpacu untuk mengubah kondisi yang

serba sentralistik ke situasi yang lebih otonom. Hal ini dilakukan dengan cara

memberi kesempatan pada kelompok yang miskin untuk merencanakan dan

kemudian melaksanakan program pembangunan yang mereka pilih sendiri. Mereka

pun diberi kesempatan untuk mengelola dana pembangunan baik yang berasal dari

pemerintah maupun pihak luar. Konsep dasar pemberdayaan tersebut, oleh

Friedmann disebut sebagai alternative development (pembangunan alternatif) yang

menghendaki “inclucive democracy, appropriate economic growth, gender

equality and intergeranational equality” (demokrasi inklusif, pertumbuhan

ekonomi yang memadai, kesetaraan gender dan persamaan antar generasi).47

Proses menjadi masyarakat yang tahan pangan, perlu melewati beberapa

tahapan yang dilalui. Termasuk diawali dari kelompok yang terkecil dalam

masyarakat, yaitu dalam sebuah keluarga. Suatu keluarga yang mampu mengurangi

pengeluaran belanja pangan setipa bulannya, merupakan tahap awal menjadi

keluarga yang produktif. Karena dalam menuju masyarakat yang tahan pangan,

perlu mengurangi sikap yang konsumtif. Beban belanja pangan dalam keluarga

cukup tinggi, karena hal tersebut merupakan kebutuhan pokok. Sehingga beban

yang ditanggung juga menjadi lebih banyak, daripada kebutuhan lainnya. Maka dari

itu, bersikap produktif akan mengurangi beban yang menjadi kebutuhan keluarga.

Kebutuhan pangan merupakan hal yang menjadi peran penting dalam

46 Ibid,

(50)

34

sebuah keluarga. Karena untuk memenuhi pangan keluarga, mereka memenuhinya

dengan bergantung dari pihak luar. Maka dari itu jumlah beban pengeluaran pangan

keluarga cukup tinggi. Untuk mampu bersikap menjadi keluarga yang produktif,

yaitu mulai berusaha memenuhi pangannya secara mandiri. Sehingga akan

mengurangi beban pangan ke pihak luar. Maka dari itu dari teori-teori di atas,

disebutkan bahwa tahan pangan harus bersikap produktif. Maka dari itu dalam

sebuah keluarga, harus mampu bersikap lebih produktif. Karena dengan produktif

akan membuat keluarga tersebut menjadi mandiri.

Sikap ketergantungan yang terjadi secara terus menerus, juga akan

membawa dampak buruk bagi kehidupan masyarakat. Hal tersebut juga akan

mempengaruhi tingkat perekonomian masyarakat. Terutama jika terjadii kenaikan

harga bahan pokok, maka pengeluaran pun akan semakin tinggi. Maka dari itu sikap

produktif juga penting untuk menjadi perhatian. Karena dapat mengurangi

ketergantungan masyarakat, dengan pihak luar. Meskipun akan terjadi kenaikan

harga bahan pangan, hal tersebut tidak berpengaruh bagi kehidupan masyarakat.

B. Sekolah Lapang

Pendidikan adalah salah satu sarana untuk meningkatkan kualitas SDM.

Untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan, perlu

ditingkatkan kualitas manajemen pendidikan. Berkaitan dengan masalah ini,

menurut Engkoswara menyebutkan bahwa “manajemen pendidikan yang

diharapkan menghasilkan pendidikan yang produktif, yaitu efektif dan efisien,

memerlukan analisis kebudayaan atau nilai-nilai dan gagasan vital dalam berbagai

(51)

35

hidup”.48

Bertolak dari pandangan filsafat tentang manusia dan dunia tersebut, Freire

kemudian merumuskan gagasan-gagasannya tentang hakekat pendidikan dalam

suatu dimensi yang sifatnya sama sekali baru dan pembaharu. Bagi Freire,

pendidikan haruslah berorientasi kepada pengenalan realitas diri manusia dan

dirinya sendiri. Pengenalan itu tidak cukup hanya bersifat obyektif atau subyektif,

tapi harus kedua-duanya. Kebutuhan obyektif untuk merubah keadaan yang tidak

manusiawi selalu memerlukan kemampuan subyektif (kesadaran subyektif) untuk

mengenali terlebih dahulu keadaan yang tidak manusiawi, yang terjadi senyatanya,

yang obyektif. Obyektivitas dan subyektivitas dalam pengertian ini menjadi dua hal

yang tidak saling bertentangan, bukan suatu dikotomi dalam pengertian psikologis.

Kesadaran subyektif dan kemampuan obyektif adalah suatu fungsi dialektis yang

ajeg (constant) dalam diri manusia dalam hubungannya dengan kenyataan yang

saling bertentangan yang harus dipahaminya.

Memandang kedua fungsi ini tanpa dialektika semacam itu bisa menjebak

kita ke dalam kerancuan berfikir. Obyektivitas pada pengertian si penindas bisa saja

berarti subyektivitas pada pengertian si tertindas, dan sebaliknya. Jadi hubungan

dialektis tersebut tidak berarti persoalan mana yang lebih benar atau yang lebih

salah. Oleh karena itu, pendidikan harus melibatkan tiga unsur sekaligus dalam

hubungan dialektisnya yang ajeg, yakni:49

48 Zudan Rosyidi, Sumber Daya Dan Kesejahteraan Masyarakat, (Suarabay:UIN Sunan Ampel

Press,2014), hal. 63

(52)

36

1. Pengajar

2. Pelajar atau anak didik

3. Realitas dunia

Yang pertama dan kedua adalah subyek yang sadar (cognitive), sementara

yang ketiga adalah obyek yang tersadari atau disadari (cognizable). Hubungan

dialektis semacam inilah yang tidak terdapat pada sistem pendidikan mapan selama

ini. Sistem pendidikan yang pernah ada dan mapan selama ini dapat diandaikan

sebagai sebuah “bank” (banking concept of education) di mana pelajar diberi ilmu

pengetahuan agar ia kelak dapat mendatangkan hasil dengan lipat ganda. Jadi, anak

didik adalah obyek investasi dan sumber deposito potensial. Mereka tidak berbeda

dengan komoditi ekonomis lainnya yang lazim dikenal. Depositor atau investornya

adalah para guru yang mewakili lembaga-lembaga kemasyarakatan mapan dan

berkuasa, sementara depositonya adalah berupa ilmu pengetahuan yang diajarkan

kepada anak didik.50

Suatu penyelenggaraan belajar-mengajar merupakan proses pendidikan

kritis., harus mencerdaskan sekaligus bersifat membebaskan pesertanya untuk

menjadi pelaku (subyek) utama, bukan sasaran perlakuan (obyek) dari proses

tersebut.

Ciri-ciri pokok:

1. Belajar dari realitas atau pengalaman

2. Tidak mnggurui.

3. Dialogis

(53)

37

Agar proses belajar tetap berpijak pada asas-asas pendidikan kritis sebagai

landasan filosofinya, maka panduan proses belajar dan pelaksanaannya harus

disusun dalam suatu proses ynang dikenal sebagai “daur belajar (dari) pengalaman

yang distrukturkan”. Proses belajar ini sudah teruji sebagai suatu proses belajar

yang memenuhi semua tuntutan atau prasyarat pendidikan kritis. Hal tersebut

terjadi karena urutan prosesnya memang memungkinkan bagi setiap orang untuk

mencapai pemahaman dan kesadaran atau suatu realitas sosial dengan cara terlibat

(partisipasi), secara langsung maupun tidak langsung, sebagai bagian dari realitas

tesrebut. Pengala

Gambar

   Tabel 1.1
Tabel 4. 1
Tabel 4. 2
Gambar 4. 2
+7

Referensi

Dokumen terkait

jenis pajak kabupaten/kota.. retribusi perizinan

Namun demikian kelangkaan dan semakin kurangnya populasi bilangan ulama di Sulawesi Selatan mendorong dan memotivasi saya baik sebagai muballig maupu sebagai tenaga

Terdapat hubungan yang sig- nifikan antara sikap remaja terhadap keperawanan, usia, jenis kelamin, pengetahuan tentang risiko kehamilan, dan pengaruh teman sebaya dengan

Pengendalian disini sudah merupakan koordinasi dari pengendalain waktu berdasarkan pada rnasing­ masing lokasi proyek yang terdiri dari koordinasi pengendalian

Limbah cair yang dihasilkan dapat berasal dari bahan baku, limbah limbah dari produk setengah jadi, limbah yang berasal dari produk jadi yang terbuang selama

Pengertian budaya organisasi menurut Krech dalam Moeljono ( 2005 : 9), adalah sebagai suatu pola semua susunan, baik material maupun perilaku yang sudah

Artinya bahwa hak yang dimiliki setiap warga negara merupakan hak untuk bekerja di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017

Latar belakang penelitian ini ialah bahwa anak usia 56 tahun masih kurang terbangun dan muncul efikasi diri pada diri mereka pada saat bermain di sentra balok. Tujuan penelitian