TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JAMINAN DAN
PELELANGAN DALAM PEMBIAYAAN
MUSHARAKAH
(Studi Kasus di BMT An-Nur Rewwin Kec. Waru Kab. Sidoarjo)
SKRIPSI Oleh:
Shofie Alfiani Zulfa NIM. C02213073
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah Dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)
Surabaya
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JAMINAN DAN
PELELANGAN DALAM PEMBIAYAAN
MUSHARAKAH
(Studi Kasus di BMT An-Nur Rewwin Kec. Waru Kab. Sidoarjo)
SKRIPSI Diajukan kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu
Fakultas Syariah dan Hukum
Oleh:
Shofie Alfiani Zulfa NIM. C02213073
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah Dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)
Surabaya
ABSTRAK
Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan yang berjudul “Tinjauan
Hukum Islam Jaminan dan Pelelangan dalam pembiayaan musha>rakah di BMT
An-Nur Rewwin Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan, 1) Bagaimana Praktek Terhadap Jaminan Dan Pelelangan Dalam Pembiayaan Musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, 2) Bagaimana Tinjauan Hukum Islam Terhadap
Jaminan dan Pelelangan dalam Pembiayaan Musha>rakah di BMT An-Nur
Rewwin Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (Field Reseach), menggunakan metode kualitatif melalui teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu menggambarkan atau menguraikan suatu hal menurut apa adanya yang sesuai dengan kenyataannya. Dengan mengumpulkan data yang diperoleh dari lapangan tentang jaminan dan pelelangan dalam pembiayaan musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, kemudian dianalisis berdasarkan hukum Islam .
Dari Hasil Penelitian dapat disimpulkan bahwa jaminan dan pelelangan
dalam pembiayaan musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin merupakan sebuah
pengikat antara pihak BMT dan Nasabah. Kepercayaan yang terdapat pada kedua belah pihak tetap ada namun dijaga dengan adanya jaminan disebabkan pihak BMT An-Nur Rewwin melakukan pembiayaan dengan banyak orang yang tidak
mereka kenal kemudian pelelangan dalam pembiayaan musha>rakah dilakukan
apabila nasabah tidak mampu membayar. Hal ini sesuai dengan hukum Islam dan hadits nabi yakni penjamin adalah orang yang berkewajiban dalam pembayaran. Dengan demikian, penulis sarankan para lembaga BMT An-Nur Rewwin dalam menjalankan kegiatan dalam mengelola dana maupun menghimpun dana
masyarakat tetap pada prinsip sya>riah sesuai dengan ketentuan hukum Islam.
Kemudian dalam melakukan akad kerjasama musha>rakah alangkah baiknya
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ...viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TRANSLITERASI ...xiii
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Identifikasi dan Batasan Masalah ... 9
C.Rumusan Masalah ... 10\
D.Kajian Pustaka ... 11
E. Tujuan Penelitian ... 13
F. Kegunaan dan Hasil Penelitian ... 14
G.Definisi Operasional ... 15
H.Metode Penelitian ... 16
BAB II JAMINAN DAN PELELANGAN DALAM PEMBIAYAAN MUSHA>RAKAH
A.Musha>rakah ... 22
1. Pengertian Musha>rakah ... 22
2. Dasar Hukum Musha>rakah ... 23
3. Rukun dan Syarat Pembiayaan Musha>rakah ... 24
4. Macam-macam Musha>rakah... 25
5. Berakhirnya Akad Musha>rakah ... 27
6. Manfaat dan Risiko Pembiayaan Musha>rakah ... 28\\
7. Fatwa DSN-MUI Tentang Musha>rakah ... 29
B.Jaminan dalam Musha>rakah ... 31
1. Pengertian Jaminan... 31
2. Jaminan Menurut Hukum Islam ... 31
3. Pinjaman dengan Jaminan ... 32
4. Fungsi Jaminan ... 33
C.Pelelangan dalam Musha>rakah ... 34
1. Pengertian Pelelangan ... 34
2. Faktor terjadinya Pelelangan ... 34
3. Penyitaan Barang Jaminan Pembiayaan ... 35
4. Tata Cara Restrukturisasi Pembiayaan Musha>rakah ... 36
BAB III JAMINAN DAN PELELANGAN DALAM PEMBIAYAAN MUSHA>RAKAH BMT AN-NUR REWWIN KEC.WARU KAB.SIDOARJO A. Profil BMT An-Nur Rewwin Kec.Waru Kab. Sidoarjo ... 37
2. Dasar Hukum Pendirian ... 42
3. Struktur Organisasi ... 42
4. Produk-Produk BMT An-Nur Rewwin Kec.Waru Kab.Sidoarjo ... 44
5. Syarat Pengajuan Pembiayaan Musha>rakah ... 47
B. Fungsi Jaminan dalam pembiayaan Musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin Kec.Waru Kab Sidoarjo ... 48
1. Faktor yang menyebabkan nasabah mengajukan pembiayaan ... 48
2. Fungsi Jaminan dalam pembiayaan Musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin Kec.Waru Kab. Sidoarjo ... 49
C. Bentuk Penyelesaian pembiayaan bermasalah di BMT An-Nur Rewwin Kec.Waru Kab Sidoarjo ... 55
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JAMINAN DAN PELELANGAN DALAM PEMBIAYAAN MUSYA>RAKAH di BMT AN-NUR REWWIN KECAMATAN WARU KABUPATEN SIDOARJO A. Analisis terhadap pembiayaan Musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin Kec.Waru Kab. Sidoarjo ... 58
B. Analisis hukum islam terhadap jaminan dan pelelangan dalam pembiayaan Musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin Kec.Waru Kab. Sidoarjo ... 61
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 69
B. Saran ... 70
DAFTAR PUSTAKA ... 71
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Masyarakat indonesia umumnya beragama Islam sehingga banyak yang
mereka lakukan selalu ingin sesuai dengan ajaran Islam, baik dari segi
penampilan gaya hidup dan juga dalam berbisnis mereka menginginkan
berbisnis yang yang sesuai dengan ajaran Islam yaitu bersih dari riba
sebagaimana dalam firman Allah:
…
َ
َ
َ
َ
َ …
Artinya : ”…Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (QS. Al-Baqarah : 275).1
Riba adalah haram dan jual beli adalah halal. Jadi tidak semua akad jual
beli adalah haram sebagaimana disangka oleh sebagian orang berdasarkan ayat
ini.2 hal-hal yang termasuk riba sangat dilarang dalam agama Islam. Riba
sangat berkaitan erat dengan bunga dan sistem bunga di terapkan di
bank-bank konvensional. Munculnya bank-bank syari>ah di indonesia di sambut baik oleh
masyarakat muslim karena merupakan salah satu solusi berbisnis yang di
jauhkan dari sistem bunga. Pada awalnya bank yang berbasis syari>ah hanya
ada pada negara negara Islam sebagaimana yang dijelaskan oleh Muhammad
Syafi’i Antonio dalam bukunya yaitu ”Berkembangnya bank-bank syari>ah di
1Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemah (Bekasi : Cipta Bagus Segara, 2012) 49.
2
negara-negara Islam berpengaruh ke indonesia. Pada awal periode 1980-an,
diskusi mengenai bank syari>ah sebagai pilar ekonomi Islam mulai dilakukan.
Para tokoh yang terlibat dalam kajian tersebut adalah Karnaen
A.Perwataatmadja, M. Dawam Rahardjo, A.M. Saefuddin, M. Amien Ziz, dan
lain-lain”.3
Beberapa uji coba dalam mengembangkan perbankan yang berbasis
syari>ah telah di coba dengan skala yang relatif kecil. Kemudian pada tahun
1990 baru di dirikanlah bank Islam di indonesia. Kegiatan operasional
perbankan syari>ah di indonesia di resmikan dan ditandatangani pada tangal 01
November tahun 1991 melalui pendirian PT. Bank Muamalat Indonesia
(BMI). Perbankan syari>ah di Indonesia telah mengalami perkembangan
dengan pesat, karena masyarakat mulai mengenal dengan apa yang disebut
dengan bank syari>ah. Bank syari>ah mulai beroperasi pada tanggal 01 Mei
tahun 1992 oleh bank yang diberi nama dengan Bank Muamalat Indonesia
(BMI).4
Lembaga keuangan yang menggunakan prinsip syari>ah ini, sangat di
butuhkan oleh masyarakat yang tidak menginginkan adanya sistem bunga, jadi
dengan tidak adanya sistem bunga masyarakat bisa terus berwirausaha dengan
lancar. Berhubung mayoritas masyarakat indonesia beragama Islam, maka bisa
dimungkinkan bank syari>ah mempunyai prospek yang sangat menjanjikan.
3M. Amin. Aziz, Mengembangkan Bank Islam Indonesia (Jakarta: Bankit, 1992).
3
Baitul Ma>l Wattamwi>l (BMT) adalah lembaga keuangan yang beroperasi
dengan prinsip-prinsip syari>ah Islam yang tata caranya mengacu pada
ketentuan-ketentuan Al-Quran dan Hadits. Dalam hal ini, Muhammad Ridwan
menjelaskan ”BMT merupakan organisasi bisnis yang juga berperan sosial.
Peran sosial BMT akan terlihat pada definisi baitul ma>l, sedangkan peran
bisnis BMT terlihat dari definisi baitul tamwi>l”.5 Seperti halnya Baitul Ma>l
Wattamwi>l (BMT) An-Nur Rewwin Kec. Waru Sidoarjo visi dan misinya
adalah untuk meningkatkan kesejateraan dan taraf hidup anggota dan
masyarakat sekitar, menjadi gerakan ekonomi rakyat, dan sumber dana bagi
sosio spiritual masyarakat di Masjid An-Nur.6
BMT An-Nur Rewwin ini mempunyai produk pembiayaan usaha yang
produktif, karena pembiayaan merupakan salah satu aktivitas utama pada
BMT An-Nur Rewwin sebab pembiayaan adalah sumber pendapatan utama
dan menjadi penunjang kelangsungan usaha sebuah BMT An-Nur Rewwin.
Salah satunya adalah pembiayaan musha>rakah. Muhammad Syafi’i Antonio
dalam bukunya menjelaskan “musha>rakah yaitu akad kerja sama antara dua
pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana (atau amal/ expertise) dengan kesepakatan bahwa
keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan,7
Berkaitan dengan hal ini Allah berfirman :
5Muhammad Ridwan, Managemen Baitul Maal Wa Tamwi>l (BMT) (Yogyakarta : UII Press,
2004) 126.
6 Yudi Budiman, Wawancara, Sidoarjo 29 November 2016.
4 َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ
Artinya ”Dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh”.8 (QS. S}a>d :24)
BMT An-Nur Rewwin menerapkan kesepakatan pembiayaan musha>rakah
dalam pembagian proporsi keuntungan di awal akad seperti yang di jelaskan
oleh Ascarya dalam bukunya sebagai berikut:
Proporsi kentungan yang dibagikan kepada mitra usaha harus disepakati di awal kontrak/akad. Jika proporsi belum di tetapkan maka akad tidak sah menurut syari>ah dan rasio/nisbah keuntungan untuk masing-masing mitra usaha harus ditetapkan sesuai keuntungan nyata yang diperoleh dari usaha, dan tidak ditetapkan berdasarkan modal yang disertakan. Tidak diperbolehkan untuk menetapkan lumsum untuk mitra tertentu, atau tingkat keuntungan tertentu yang dikaitkan dengan modal investasinya.9
Dalam akad pembiayaan musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin
Kecamatan Waru Kabupaten sidoarjo, nasabah sebelum mengajukan
pembiayaan untuk modal usaha diwajibkan memberikan jaminan sesuai
dengan proporsi modal yang dipinjamnya. BMT An-Nur Rewwin Kecamatan
Waru Kabupaten Sidoarjo membebankan jaminan kepada nasabah karena sulit
mencari nasabah yang benar-benar bisa jujur. Selain hal tersebut pembebanan
tersebut dilakukan guna mengurangi risiko sesuai dengan ketentuan dana
perbankan.
Tujuan dari pembebanan jaminan terhadap nasabah kreditur sebagaimana
penjelasan yang terdapat dalam pasal 8 ayat (1) undang-undang No. 7 Tahun
8 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemah,..., 454.
5
1992 sebagaimana telah di ubah dengan undang-undang No. 10 Tahun 1998
tentang perbankan yang menyatakan sebagai berikut :
Kredit atau pembiayaan yang berdasarkan prinsip syari>ah yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas pengkreditan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syari>ah yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syari>ah dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kesanggupan untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus memberikan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dana, prospek usaha dari nasabah debitur.10
Akad pembiayaan musha>rakah adalah kerjasama diantara dua mitra dalam
penanaman modal dan sistem bagi hasil, yang di dasarkan pada kepercayaan
diantara kedua belah pihak. Dimana masing-masing mitra harus saling
menjaga dan jujur sebagaimana Hadits Nabi H.R Abu> Da>wu>d :
َ عَ ن
ََ أ
َ ِ
ََ َ
رَ ََ رَ ة
ََ رَ ف
َ عَ هَ
َ ق
َ لا
ََ إ
َ نَ
َ ها
ََ ََ ق
َ لو
ََ أَ ن
َاَ ث
َ لا
َ ث
َ
َ ثلا
َ رَ
َ كَ
َ ْ
ََ م
َ مَا
َ
َ ُ
َ ي
َ نََ
أَ ح
َ دَ
َ ُ
َ صَا
ا
َ حَ ب
َ هَ
َ فَ إَ ذ
َ
َ خ
َ ناَ ه
َ
َ خَ ر
َ ج
َ ت
ََ م
َ نَ
َ بَ يَ ن
َ ه
َ م
(َا
َ اور
)دوادَوبأ
Artinya : “Sesungguhnya Allah berfirman”: ”Aku adalah pihak ketiga dari dua pihak yang melakukan kerjasama selama salah satu dari keduanya tidak berkhianat, maka jika salah satu dari keduanya berkhianat, maka aku keluar dari antara keduanya”.11 (H.R. Abu> Da>wu>d : 2936).
Karena pembiayaan musha>rakah merupakan kerjasama antara dua orang
atau lebih. Dimana kejujuran diantara masing-masing mitra harus dijunjung
tinggi karena masing-masing mitra harus sama-sama ikut serta dalam
10Faturrahman. Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syari>ah (Jakarta : Sinar
Grafika,2012) , 42.
11Abu> Da>wu>d , “Sunan Abu> Da>wu>d ”, Hadith no.2936, Kitab : Al-Buyu>’, Bab: ash-Shirkah dalam
6
permodalan. Pembiayaan musha>rakah bukanlah utang-piutang yang
memerlukan jaminan. Maka dalam pembiayaan musha>rakah masing-masing
mitra tidak di perkenankan meminta adanya jaminan dari pihak yang lain.
Adanya syarat jaminan atas salah satu mitra dianggap tidak berlaku. Hal ini
dijelaskan oleh Abdullah Saeed dalam bukunya :
Seluruh empat madzab fiqih berpendapat bahwa si mitra adalah orang yang dipercaya. Berdasarkan pada konsep ‘percaya’ ini, mitra yang satu tidak dapat menuntut jaminan dari pihak lain. Menurut Faqih dari Madzab Hanafi, Sarakhsi, “masing-masing mereka (para mitra) adalah orang yang dipercaya atas apa yang diamanahkan kepadanya. Sebuah ketentuan dalam kontrak yang (menyatakan) bahwa seseorang yang dipercaya memberikan jaminan (dlaman) akan dianggap tidak ada dan batal.12
Pada Umumnya madzab fiqih sepakat bahwa orang yang dijadikan mitra
dalam usaha adalah orang yang benar-benar dipercaya. Berdasarkan pada
konsep kepercayaan salah satu mitra tidak dapat menuntut jaminan pada pihak
lain. Akan tetapi dalam buku yang berbeda Abdullah Saeed menjelaskan
bahwa salah satu mitra dapat meminta jaminan kepada mitra yang lain untuk
melindungi kepentingan bank dalam kontrak musha>rakah. Sebagaimana dia
tulis sebagai berikut:
Meskipun seluruh madzab hukum tidak memperbolehkan meminta jaminan dari pihak partner sebagai kepercayaan, bank-bank Islam tetap mengharuskan partner mereka untuk memberikan jaminan untuk melindungi kepentingan bank dalam kontrak musha>rakah. Sebagaimana kontrak musha>rakah yang dilakukan oleh Faisal Islamic Bank of Egypt: Pihak pertama (bank) mempunyai hak untuk meminta pada pihak kedua (dalam kasus bila jaminan yang telah diberikan kepada pihak pertama tidak cukup). Ini dapat dilakukan dalam satu minggu setelah memberikan
peringatan kepada pihak kedua…tanpa keberatan atau penundaan.13
12 Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syari>ah (Jakarta : Paramadina, 2004), 91.
7
Dalam pembiayaan musha>rakah bukan masalah utang-piutang tetapi
bentuk kerjasama antara kedua belah pihak dimana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan keuntungan dan risiko akan
ditanggung bersama untuk menjalankan suatu usaha yang tidak bertentangan
dengan Al-Quran dan Hadits. “Dalam Fatwa DSN-MUI tentang pembiayaan
musha>rakah ditetapkan dengan nomor 08/DSN-MUI/IV/2000 dijelaskan
bahwa dalam pembiayaan musha>rakah tidak ada jaminan, namun untuk
menghindari terjadinya penyimpangan, Lembaga Keuangan Syari>ah /LKS
dapat meminta jaminan”.14
Berlandasan fatwa tersebut, dalam pembiayaan musha>rakah kedudukan
jaminan adalah sebagai bentuk kehati-hatian bukan merupakan syarat mutlak
dalam penentuan pemberian pembiayaan musha>rakah oleh bank syari>ah
maupun BMT.
Namun kenyataannya pihak BMT An-Nur Rewwin selalu mengharuskan
adanya jaminan kepada nasabah dalam setiap pembiayaan musha>rakah.
Keberadaan jaminan sebagai bentuk kehati-hatian menjadi hal yang mutlak
yang harus ada dan disediakan nasabah dalam setiap mengajukan pembiayaan
musha>rakah.
Setiap nasabah yang mengajukan pembiayaan musha>rakah biasanya
menyertakan jaminan, sesuai yang dijelaskan Maulana Hasanudin dan Jaih
Mubarok berdasarkan fatwa DSN MUI nomor 08/DSN-MUI/IV/2000 fungsi
8
jaminan sebagai pengikat agar dana yang di berikan oleh pihak bank atau
BMT tidak disalahgunakan oleh pihak pengelola dan juga bertujuan untuk
meminimalisir terjadinya kecurangan oleh salah satu pihak.15 Namun ada yang
sedikit berbeda di BMT An-Nur Rewwin Kecamatan Waru Kabupaten
Sidoarjo yang peneliti jadikan sebagai objek penelitian ini yaitu di BMT
An-nur Rewwin menjadikan kedudukan jaminan sebagai tolak ukur dari besarnya
dana yang akan dijadikan pembiayaan dalam akad musha>rakah dan penulis
rasa hal itu sesuai dengan utang piutang bukan akad pembiayaan musha>rakah.
Hal ini berlanjut dengan adanya pelelangan terhadap jaminan yang
nasabah berikan kepada pihak BMT An-Nur Rewwin jika pihak pengelola
dana (nasabah) tidak bisa membayar cicilan yang telah disepakati, maka
pelelangan dilakukan tetapi melalui beberapa tahap yaitu: pertama, bisa
memperpanjang jangka waktu pembayaran. Kedua, memberikan pilihan
kepada pihak nasabah untuk mengembalikan dana pinjaman atau
memasrahkan jaminan yang diberikan dilelang oleh pihak BMT An Nur
Rewwin.
Dengan Adanya permasalahan di atas, hal inilah yang menjadi dasar bagi
penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang “Tinjauan Hukum Islam
terhadap Jaminan dan Pelelangan dalam Pembiayaan Musha>rakah di BMT
An-Nur Rewwin” yang ada di Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.
9
B.Identifikasi dan Batasan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, penulis mengidentifikasi
beberapa masalah yang muncul dari praktek pembiayaan musha>rakah tentang
jaminan dan pelelangan dalam di BMT An-Nur Rewwin Kecamatan Waru
Kabupaten Sidoarjo yakni sebagai berikut:
1. Faktor terjadinya transaksi antara pihak BMT An-Nur Rewwin dan
nasabah di Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.
2. Bentuk pelaksanaan akad pembiayaan musha>rakah antara pihak BMT
An-Nur Rewwin dan nasabah di Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.
3. Kedudukan jaminan dalam akad pembiayaan musha>rakah di BMT An-Nur
Rewwin Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.
4. Keterlibatan masing-masing pihak dalam proses usaha yang dilakukan
dalam akad pembiayaan musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin Kecamatan
Waru Kabupaten Sidoarjo.
5. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh nasabah ketika melakukan
pengajuan akad pembiayaan musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin
Kec.Waru Kabupaten Sidoarjo.
6. Bentuk penyelesaian yang dilakukan oleh mitra jika salah satu mitra dari
pihak pengelola mengalami kerugian dalam akad pembiayaan musha>rakah
di BMT An-Nur Rewwin Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.
7. Proses pelelangan yang dilakukan pihak BMT An-Nur Rewwin jika salah
10
dalam akad pembiayaan musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin Kecamatan
Waru Kabupaten Sidoarjo.
8. Tinjauan Hukum Islam terhadap jaminan dan pelelangan dalam
pembiayaan musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin Kecamatan Waru
Kabupaten Sidoarjo.
Dari Beberapa Identifikasi Masalah di atas, untuk menghasilkan penelitian
yang lebih terfokus pada judul, penulis membatasi penelitian yakni sebagai
berikut:
1. Praktek adanya jaminan dan pelelangan dalam pembiayaan musha>rakah di
BMT An-Nur Rewwin Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.
2. Tinjauan hukum Islam terhadap jaminan dan pelelangan dalam
pembiayaan musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin Kecamatan Waru
Kabupaten Sidoarjo.
C.Rumusan Masalah
Dari pembatasan masalah dari identifikasi masalah di atas, penulis ingin
merumuskan permasalahan yang menjadi fokus kajian terhadap jaminan dan
pelelangan dalam pembiayaan musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin
Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo. Sebagai berikut:
1. Bagaimana praktek terhadap jaminan dan pelelangan dalam pembiayaan
musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin Kecamatan Waru Kabupaten
11
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap jaminan dan pelelangan dalam
pembiayaan musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin Kecamatan Waru
Kabupaten Sidoarjo?
D.Kajian Pustaka
Kajian Pustaka adalah Deskripsi ringkas tentang kajian/penelitian yang
sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga terlihat
jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan atau
duplikasi dari kajian/penelitian yang telah ada. Berdasarkan deskripsi tersebut,
posisi penelitian yang akan dilakukan harus dijelaskan.16
Dari Beberapa Penelitian terdahulu yang pernah penulis telusuri, penulis
menemukan beberapa kajian seputar akad musha>rakah, diantaranya adalah:
1. Skripsi yang ditulis pada tahun 2007, yakni berjudul “Tinjauan Hukum
Islam Terhadap Revenue Sharing pada Produk Pembiayaan Musha>rakah di
Bank BRI Syari>ah KCP Surabaya Kaliasin” penulis Nur Laily. Skripsi ini
menjelaskan tentang sistem bagi hasil yang digunakan oleh Bank BRI
Syari>ah KCP Surabaya Kaliasin adalah sistem revenue sharing (bagi
pendapatan), dimana perhitungan bagi hasil berdasarkan pada pendapatan
usaha tanpa dikurangi dengan beban usaha untuk mendapatkan pendapatan
16Tim Penyusun Fakultas Syari>ah dan Hukum, Petunjuk teknis penulisan skripsi (Surabaya,
12
usaha tersebut. Sepanjang pengelola dana memperoleh pendapatan maka
pemilik dana mendapatkan distribusi bagi hasil.17
2. Skripsi yang ditulis pada tahun 2007, yakni berjudul ”Tinjauan Hukum
Islam Terhadap Akibat Hukum Wanprestasi Pada Pembiayaan Musha>rakah
di Bank Muamalat Surabaya” Penulis R.B.M. Saiful Arif. Skripsi ini
menjelaskan tentang Akibat hukum wanprestasi yang dilakukan oleh
nasabah terhadap bank adalah berupa tindakan kelalaian yang dilakukan
nasabah terhadap PT. Bank Muamalat Surabaya yang berupa penunggakan
pembayaran yang jatuh tempo pada pembiayaan musha>rakah, dan kedua
Penyelesaian wanprestasi oleh nasabah terhadap PT. Bank Muamalat
Surabaya melalui tahap yakni Restrukturisasi Fasilitas Penanaman Dana,
dengan melalui pola penyelamatan Reschedule (Penjadwalan Kembali),
Reconditioning (Persyaratan Kembali), Restructure (Penataan Kembali) .18
3. Skripsi yang ditulis pada tahun 2011, yakni berjudul ”Analisis Hukum
Islam Terhadap Pembiayaan Musha>rakah di Koperasi Serba Usaha (KSU)
Syari>ah Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) An-Nur Mojosari Kabupaten
Mojokerto” Penulis Leni Novita Sari. Skripsi ini menjelaskan tentang
Praktik pembiayaan musha>rakah yang di KSU Syari>ah BMT An-Nur
Mojosari Kabupaten Mojokerto, modal yang disetorkan hanya dari BMT
sedangkan nasabah tidak dan Margin Keuntungan sudah ditetapkan sebesar
17Nur Laily,”Tinjauan Hukum Islam Terhadap Revenue Sharing pada Produk Pembiayaan
Musha>rakah di Bank BRI Syari>ah KCP Surabaya Kaliasin”(Skripsi – UIN Sunan Ampel
Surabaya, 2007).
13
2% untuk BMT dari jumlah pembiayaan yang diberikan kepada nasabah
serta ditetapkannya adanya denda.19
Dari ketiga kajian pustaka di atas, bahwa jelas terdapat perbedaan dengan
penelitian yang akan penulis teliti yakni dengan judul” Tinjauan Hukum Islam
Terhadap Jaminan dan Pelelangan dalam Pembiayaan Musha>rakah di BMT
An-Nur Rewwin Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo”. Perbedaannya
terletak pada objek yang diteliti. Dalam penelitian ini, penulis ingin
memfokuskan adanya jaminan dan pelelangan yang menjadi tolak ukur
penentuan pinjaman yang digunakan dalam praktek terhadap jaminan dan
pelelangan dalam pembiayaan musha>rakah dan bagaimana tinjauan hukum
Islamnya.
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini Adalah :
1. Untuk mengetahui praktek fungsi dan kegunaan jaminan sebagai tolak ukur
pembiayaan serta mengkaji adanya jaminan dan pelelangan dalam
pembiayaan musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin Kecamatan Waru
Kabupaten Sidoarjo.
2. Untuk memahami tinjauan hukum Islam terhadap jaminan dan pelelangan
dalam pembiayaan musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin Kecamatan Waru
Kabupaten Sidoarjo.
14
F. Kegunaan dan Hasil Penelitian
Dari penelitian yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jaminan
dan Pelelangan dalam Pembiayaan Musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin
Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo”, diharapkan dapat memberikan
manfaat serta berdaya guna sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan serta ilmu
pengetahuan terkait jaminan dan pelelangan dalam pembiayaan
musha>rakah dan dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan. Serta
diharapkan dapat memperkaya kajian dalam akad musha>rakah yang
merupakan bagian dari pembahasan.
2. Secara Praktis
Memperluas dan memperdalam pemahaman penulis pada khususnya dan
kalangan akademisi pada umumnya terhadap pemahaman tentang jaminan
dan pelelangan yang ada pada pembiayaan musha>rakah serta sebagai bahan
pertimbangan bagi masyarakat dan instasi yang terlibat pada praktik
terhadap jaminan dan pelelangan dalam pembiayaan musha>rakah untuk
kemudian bisa diterapkan sesuai dengan akad yang diperbolehkan dalam
15
G. Definisi Operasional
Untuk memahami penelitian yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam
Terhadap Jaminan dan Pelelangan dalam Pembiayaan Musha>rakah di BMT
An-Nur Rewwin Kecamatan Waru Kabupaten sidoarjo”, maka penulis perlu
memberikan pemahaman terkait istilah-istilah yang ada di dalam judul
penelitian yakni sebagai berikut:
Hukum Islam : Peraturan maupun ketentuan yang bersumber dari Al- Quran,
Hadits, dan pendapat ulama tentang musha>rakah.
Jaminan : Dalam penelitian ini jaminan digunakan untuk setiap
pengajuan pinjaman oleh nasabah dalam pembiayaan
musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin Kec. Waru Kabupaten
Sidoarjo.
Pelelangan : Dalam penelitian ini pelelangan dilakukan apabila pihak
nasabah tidak mampu membayar pinjaman dalam
pembiayaan musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin Kec. Waru
Kabupaten Sidoarjo.
Pembiayaan :
musha>rakah
Dalam penelitian ini BMT An-Nur Rewwin Kec. Waru
Kab.Sidoarjo menerapkan produk pembiayaan musha>rakah
untuk dikelola oleh nasabah dalam suatu usaha yang halal
16
H.Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif karena metode ini dapat menghubungkan peneliti dan responden
secara langsung. Dengan menggunakan jenis penelitian lapangan (field
research) yang bisa memfokuskan pada kasus yang terjadi di lapangan. Teknik
untuk mendapatkan data diperoleh dari observasi, wawancara, dan
dokumentasi.
Untuk menghasilkan gambaran yang maksimal terkait ”Tinjauan Hukum
Islam Terhadap Jaminan dan Pelelangan dalam Pembiayaan Musha>rakah di
BMT An-Nur Rewwin Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo”, dibutuhkan
serangkaian langkah yang sistematis. Langkah-langkah tersebut terdiri atas :
1. Data yang dikumpulkan
a. Data tentang jaminan dan pelelangan dalam pembiayaan musha>rakah
di BMT An-Nur Rewwin Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.
b. Data tentang objek jaminan dan pelelangan dalam pembiayaan
musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin Kecamatan Waru Kabupaten
Sidoarjo.
c. Data tentang hukum Islam terhadap jaminan dan pelelangan dalam
pembiayaan musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin Kecamatan Waru
17
2. Sumber Data
a. Sumber Data Primer
Sumber primer adalah sumber yang langsung berkaitan dengan
objek penelitian.20 Yaitu melalui wawancara dengan pengurus BMT
An-Nur Rewwin yaitu bapak Gunung Rijadi selaku Direktur dan bapak
Yudi Budiman, SE selaku Wakil Direktur serta beberapa nasabah yang
melakukan pembiayaan musha>rakah yaitu Ibu Dra. Retnowati, Ibu
Nurjani dan Pak Khusmanun di Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber Sekunder adalah sumber yang mendukung atau melengkapi
dari sumber primer.21 Yang dapat berupa dokumen, buku, dan karya
ilmiah yang mendukung sumber primer. Diantara sumber buku yang
penulis jadikan rujuan diantaranya yakni:
1) Wahbah Az-Zuhaili, Fi>qih Isla>m Wa> Adi>lla>tu>hu, 2011.
2) Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syari>ah dari Teori ke Praktik,
2001.
3) Ascarya, Akad dan Produk Bank Syari>ah, 2011.
4) Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, Perkembangan akad
musha>rakah, 2011.
5) Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga, 2003.
20 Andi Prastowo, Memahami Metode-Metode Penelitian, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,2011),
31.
18
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian dengan menggunakan
pendekatan kualitatif memiliki tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi adalah studi yang disengaja atau sistematis tentang
fenomena sosial dan gejala-gejala alam dengan pengamatan dan
pencatatan.22 Penulis mengamati bagaimana praktik terhadap jaminan
dan pelelangan dalam pembiayaan musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin
Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.
b. Wawancara
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.23 Hal ini
dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan pihak yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti, yaitu pengurus BMT An-Nur
Rewwin dengan bapak Gunung Rijadi dan bapak Yudi Budiman, SE
serta beberapa nasabah yang melakukan pembiayaan musha>rakah yaitu
Ibu Dra. Retnowati, Ibu Nurjani dan Pak Khusmanun di Kecamatan
Waru Kabupaten Sidoarjo.
19
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan pengumpulan data yang di peroleh dari
dokumen-dokumen.24 Dalam hal ini dokumen yang terkumpul adalah
data nasabah terhadap pemberian jaminan, gambaran umum Kec. Waru
Kabupaten Sidoarjo dan perjanjian-perjanjian serta peraturan-peraturan
yang berhubungan dengan bahasan peneliti.
4. Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan suatu proses dalam memperoleh data
ringkasan atau angka ringkasan dengan menggunakan cara-cara atau
rumus-rumus tertentu.25 Setelah data terkumpul maka langkah selanjutnya
adalah mengolah data melalui metode:
a. Editing yaitu pengecekkan atau pengoreksian data yang telah
dikumpulkan. Dengan cara memeriksa data-data Terhadap Jaminan dan
Pelelangan dalam Pembiayaan Musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin
Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.
b. Organizing yaitu menyusun secara sistematis data-data yang diperoleh
dalam kerangka paparan yang sudah direncanakan sebelumnya dan
kerangka tersebut dibuat berdasarkan data yang relevan dengan
sistematika pertanyaan dalam rumusan masalah.
c. Analizing yaitu tahapan analisis dan perumusan terkait tinjauan hukum
Islam terhadap jaminan dan pelelangan dalam pembiayaan musha>rakah.
24 Husaini Usman dan Pornom Setyadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta : Bumi Aksara, 1996), 73.
20
5. Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis data, penulis menggunakan deskriptif analisis, yaitu
bertujuan mendiskripsikan masalah yang ada sekarang dan berlaku
berdasarkan data-data terhadap jaminan dan pelelangan dalam pembiayaan
musha>rakah yang di dapat dengan mencatat, menganalisis, dan
menginterpretasikannya. Kemudian dianalisis dengan pola pikir deduktif,
yaitu cara penyajian dimulai dari fakta-fakta yang bersifat umum dari hasil
riset dan terakhir di ambil kesimpulan yang bersifat khusus sesuai dengan
hukum Islam.
I. Sistematika Pembahasan
Dalam penelitian tentang terhadap jaminan dan pelelangan dalam
pembiayaan musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin Kecamatan Waru
Kabupaten Sidoarjo. supaya penelitian ini dapat mengarah pada tujuan yang
diharapkan maka akan disusun sistematika penulisannya yang terdiri dari lima
bab, yang masing-masing membicarakan masalah yang berbeda-beda namun
saling memiliki keterkaitan. Secara rinci pembahasan masing-masing bab
adalah sebagai berikut :
Bab pertama adalah pendahuluan. Bab ini terdiri dari latar belakang
masalah, identifikasi dan batasan Masalah, perumusan masalah, kajian
pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional,
21
Bab kedua adalah pembahasan. Bab ini menjelaskan teori-teori yang
berkaitan dengan akad yang digunakan pembiayaan musha>rakah di BMT
An-Nur Rewwin Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.
Bab ketiga adalah penyajian data. Bab ini menjelaskan tentang objek
pembahasan yang berkaitan dengan pembiayaan musha>rakah di BMT An-Nur
Rewwin Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo yakni mengenai pelaksanaan
pembiayaan musha>rakah yang termasuk di dalamnya subyek, obyek dan akad
serta keadaan umum Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.
Bab keempat adalah analisis data menjelaskan tinjauan hukum Islam
terhadap jaminan dan pelelangan dalam pembiayaan musha>rakah di BMT
An-Nur Rewwin Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo yang bertujuan untuk
memberikan penjelasan sah atau tidaknya adanya jaminan dan pelelangan
dalam pembiayaan musha>rakah tersebut.
Bab kelima adalah penutup. Bab ini merupakan akhir dari laporan
BAB II
JAMINAN DAN PELELANGAN DALAM PEMBIAYAAN MUSHA>RAKAH
A.Musha>rakah
1. Pengertian Musha>rakah
Musha>rakah adalah akad kerjasama antara kedua belah pihak untuk
suatu usaha atau modal usaha tertentu dimana para pihak memberikan
dan menanamkan dana terhadap suatu usaha yang dikelolanya dengan
kesepakatan bersama bahwa keuntungan dibagi bersama dan risiko
ditanggung bersama sesuai banyaknya modal yang disertakan. Seperti
yang dijelaskan Ismail Nawawi dalam bukunya:
Secara bahasa (lughatan), kerjasama (al-Syi>rkah) percampuran yaitu percampuran antara sesuatu dengan yang lainnya, sehingga sulit dibedakan. Sedangkan menurut istilah, kerjasama (syi>rkah) adalah keikutsertaan dua orang atau lebih dalam suatu usaha tertentu dengan sejumlah modal yang ditetapkan berdasarkan perjanjian untuk bersama-sama menjalankan suatu usaha dan pembagian keuntungan atau kerugian dalam bagian yang ditentukan.1
Dalam prakteknya di BMT An-Nur Rewwin Kecamatan Waru
Kabupaten Sidoarjo nasabah dalam mengajukan pembiayaan musha>rakah
untuk suatu usaha tertentu dimana nasabah ingin berwirausaha namun
dana yang ia punya tidak cukup untuk dijadikan sebuah usaha maka
nasabah tersebut mengajukan pembiayaan musha>rakah ke BMT An-Nur
23
Kec.Waru Kab.Sidoarjo. Hal ini diperkuat oleh Sunarto Zulkifli dalam
bukunya:
Musha>rakah adalah akad kerjasama atau percampuran dua pihak atau lebih untuk melakukan suatu usaha tertentu yang halal dan produktif dengan kesepakatan bahwa keuntungan akan dibagikan sesuai nisbah yang disepakati dan risiko akan ditanggung sesuai porsi kerjasama.2
Setelah mengajukan dana ke BMT An-Nur Rewwin Kecamatan Waru
Kabupaten Sidoarjo, Pihak BMT An-Nur Rewwin dengan nasabah
melakukan kontrak kerjasama dalam pembiayaan musha>rakah dengan
menentukan kesepakatan dalam pembagian keuntungan suatu usaha yang
dikelola nasabah.
2. Dasar Hukum Musha>rakah
a. Al- Quran
Artinya “Dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang
berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman
dan mengerjakan amal yang saleh”.3 (QS. S}a>d : 24)
b. Al-Hadits
ا
َ صل
َ ل
َ حَ
َ ج
َ ئا
َ زََ ب
َ ْ
ََ لا
َ م
َ سَ ل
َ م
َ ْ
ََ إ
َ ل
َ
َ صَ ل
َ ح
َ حَا
َ رَ مَ
َ ح
َ ل
َ لَ
َ أَ وَ
َ أ
َ ح
َ لَ
َ حَ ر
َ ما
َ وَا
َ لاَ م
َ سَ ل
َ م
َ نو
َ
َ عَ ل
َى
َ شَ ر
َ طو
َ ه
َ مََ إ
َ ل
َ
َ شَ ر
َ ط
َا
َ حَ ر
َ مَ
َ ح
َ ل
َ لَ
َ أَ وَ
َ أ
َ ح
َ لَ
َ حَ ر
َ ماا
Artinya “Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang
2Sunarto Zulkifli Panduan Praktis TransaksiPerbankan Syari>ah (Jakarta : Zikrul Hakim, 2007),
53.
24
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram”.
(Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf).4
c. Kaidah Fiqh
َ ل ا
َ ص
َ لَ
َ ف
َ لاَ
َ مَ ع
َ ما
َ ل
َ ت
ََ ا
َ لَ
ب
َ حا
َ ةََ إ
َ ل
ََ أ
َ نَ
َ ََ د
َ لَ
َ دَ لَ ي
َ لَ
َ عَ ل
َ تَى
َ رَ ي
َ ها
Artinya ”Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan
kecuali ada dalil yang mengharamkannya”.5
3. Rukun dan Syarat Pembiayaan Musha>rakah
a. Ijab dan Kabul harus dinyatakan dengan jelas dalam akad dengan
memerhatikan hal-hal sebagai berikut: penawaran dan permintaan
harus jelas dituangkan dalam tujuan akad, penerimaan dan penawaran
dilakukan pada saat kontrak, akad dituangkan secara tertulis.
b. Pihak yang berserikat yaitu kompeten, menyediakan dana sesuai
dengan kontrak dan pekerjaan/proyek usaha, memiliki hak untuk ikut
mengelola bisnis yang sedang dibiayai atau memberi kuasa kepada
mitra kerjanya untuk mengelolanya, dan tidak diizinkan menggunakan
dana untuk kepentingan sendiri.
c. Obyek Akad berupa modal, kerja, dan keuntungan serta kerugian.
Modal dapat berupa uang tunai atau aset yang dapat dinilai. Bila
modal tetapi dalam bentuk aset, maka aset ini sebelum kontrak harus
dinilai dan disepakati oleh masing-masing mitra, modal tidak boleh
dipinjamkan atau dihadiahkan ke pihak lain, pada prinsipnya bank
4 Imam Tirmidzi,”Sunan Tirmidzi”, Hadits no. 1272, Kitab : Ahka>m, Bab: Ma Dzukira’an
Rasulillah, Edisi ke 2, 362.
25
syariah tidak harus minta agunan, akan tetapi untuk menghindari
wanprestasi, maka bank syariah diperkenankan meminta agunan dari
nasabah/mitra usaha.6 Kemudian partisipasi kerja dapat dilakukan
bersama-sama dengan porsi kerja yang tidak harus sama, atau salah
satu mitra memberi kuasa kepada mitra kerja lainya untuk mengelola
usahanya. Di dalam obyek akad jumlah keuntungan harus
dikuantifikasikan, pembagian keuntungan harus jelas dan tertuang
dalam kontrak. Bila rugi, maka kerugian akan ditanggung oleh
masing-masing mitra berdasarkan proporsi modal yang disertakan.7
4. Macam-macam Musha>rakah
Syirkah dibagi menjadi dua, yaitu syirkah amla<k (kongsi harta) dan
syirkah uqu>d (kongsi transaksi). Dalam hukum positif syirkah amla<k
dianggap sebagai syirkah paksa (Ijbariyah), sedang syirkah uqud dianggap
sebagai syirkah sukarela (ikhtiya<riyah).8
a. Syirkah Amla<k
Syirkah amla<k adalah persekutuan kepemilikan dua orang atau
lebih terhadap suatu barang tanpa transaksi syirkah. Syirkah hak
milik ini dibagi menjadi dua.
1) Syirkah ikhtiya<r (perserikatan yang dilandasi pilihan orang yang
berserikat), yaitu perserikatan yang muncul akibat tindakan
6Ismail, Perbankan Syari>ah (Jakarta : Kencana, 2011), 176.
7 Ibid, 179.
26
hukum orang yang berserikat, seperti dua orang bersepakat
membeli suatu barang.
2) Syirkah Jabar (Perserikatan yang muncul secara paksa/otomatis,
bukan atas keinginan orang yang berserikat) yaitu sesuatu yang
ditetapkan menjadi milik dua orang atau lebih tanpa kehendak dari
mereka, seperti harta warisan atau mereka menerima harta hibah,
wasiat, atau wakaf dari orang lain.9
b. Syirkah Uqu>d
Syirkah Uqu>d adalah transaksi yang dilakukan dua orang atau
lebih untuk menjalin persekutuan dalam harta dan keuntungan.
Kerjasama (Musha>rakah/syirkah) dalam kategori ini terbagi menjadi :
syirkah ‘ina>n, syirkah mufa>wadhah, syirkah a’mal, dan syirkah wuju>h.
1) Syirkah ‘ina>n yaitu penggabungan harta atau modal dua orang
atau lebih yang tidak harus sama jumlahnya.
2) Syirkah mufa>wadhah yaitu adanya persamaan dengan modal,
keuntungan, pengelolaan harta, dan lain-lain.
3) Syirkah a’ma<l / abda>n yaitu persekutuan dua orang dimana
masing-masing memiliki pekerjaan (seperti penjahit, tukang besi,
tukang warna pakaian dan lain sebagainya) dan keuntungan dari
pekerjaan keduanya dibagi diantara mereka.
4) Syirkah wuju>h yaitu persekutuan dua orang tanpa harus memiliki
modal. Keduanya kemudian membeli barang dengan cara
27
berhutang lalu menjualnya secara kontan dengan memanfaatkan
kedudukan (nama baik) yang mereka miliki dalam masyarakat.10
5. Berakhirnya Akad Musha>rakah
Musha>rakah akan berakhir jika salah satu dari peristiwa tersebut terjadi.
a. Setiap mitra memiliki hak untuk mengakhiri musha>rakah kapan saja
setelah menyampaikan pemberitahuan mengenai hal ini. Dalam hal
ini, jika aset musha>rakah berbetuk tunai, semuanya dapat dibagi pro
rata diantara para mitra. Akan tetapi, jika aset tidak dilikuidasi, para
mitra dapat membuat kesepakatan untuk melikuidasi aset atau
membagi aset apa adanya diantara mitra.
Jika terdapat ketidaksepakatan dalam hal ini, yaitu jika seorang
mitra ingin likuidasi sementara mitra lain ingin dibagi apa adanya,
maka yang terakhir yang didahulukan setelah berakhirnya musha>rakah
semua aset dalam kepemilikan bersama para mitra dan seorang
co-owner mempunyai hak untuk melakukan partisi atau pembagian, dan
tidak seorang pun yang dapat memaksa dia untuk melikuidasi aset.
Namun demikian jika aset tersebut tidak dapat dipisah atau dipartisi,
seperti mesin, maka aset tersebut harus dijual terlebih dahulu dan
hasil penjualannya dibagikan.
b. Salah satu pihak meninggal dunia, tetapi apabila anggota syirkah
lebih dari dua orang, yang batal hanyalah yang meninggal saja.
Syirkah berjalan terus pada anggota-anggota yang masih hidup.11
28
c. Jika salah seorang mitra menjadi hilang ingatan atau menjadi tidak
mampu melakukan transaksi komersial, maka kontrak musha>rakah
berakhir.12
6. Manfaat dan Risiko Pembiayaan Musha>rakah
a. Manfaat
1) Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada
saat keuntungan nasabah meningkat.
2) Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada
nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan
pendapatan/hasil usaha bank, sehinggabank tidak akan pernah
mengalami negative spread.
3) Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow /
arus kas usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.
4) Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha
yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan. Hal ini karena
keuntungan yang riil dan benar-benar terjadi itulah yang akan
dibagikan.
5) Prinsip bagi hasil dalam mudha>rabah/musha>rakah ini berbeda
dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerima
pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapapun
29
keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan sekalipun merugi
dan terjadi krisis ekonomi.13
b. Risiko pembiayaan musha>rakah yaitu Side Streaming; nasabah
menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak, lalai
dan kesalahan yang disengaja, penyembunyian keuntungan oleh
nasabah, bila nasabahnya tidak jujur.14
7. Fatwa DSN-MUI tentang Musha>rakah
Fatwa DSN-MUI tentang pembiayaan musha>rakah ditetapkan dengan
nomor 08/DSN-MUI/1V/2000 yang ditandatangani oleh KH Ali Yafie
(ketua) dan Nazri Adlani (sekretaris) pada tanggal 1 April 2000 (26
Dzulhijjah 1420 H). Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa “pembiayaan
musha>rakah adalah pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua
pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu; masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi
secara proposional atau sesuai dengan nisbah yang disepakati; dan risiko
ditanggung bersama secara proporsional”.15
Pada dasarnya musha>rakah adalah kerjasama antara kedua belah
pihak atau lebih untuk suatu usaha dimana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana dengan kesepakan dan risiko ditanggung
bersama. Maka dalam pembiayaan musha>rakah masing-masing pihak
13Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari>ah dari Teori ke Praktek (Jakarta : Gema Insani Press,
2001), 94. 14Ibid, 93.
30
tidak diperkenankan meminta adanya jaminan. Hal ini dijelaskan oleh
Abdullah Saeed dalam bukunya:
Seluruh empat madzab fiqih berpendapat bahwa si mitra adalah orang yang dipercaya. Berdasarkan pada konsep ‘percaya’ ini, mitra yang satu tidak dapat menuntut jaminan dari pihak lain. Menurut Faqih dari Madzab Hanafi, Sarakhsi, “masing-masing mereka (para mitra) adalah orang yang dipercaya atas apa yang diamanahkan kepadanya. Sebuah ketentuan dalam kontrak yang (menyatakan) bahwa seseorang yang dipercaya memberikan jaminan (dlaman) akan dianggap tidak ada dan batal.16
Seluruh empat madzab fiqih berpendirian bahwa si mitra adalah
orang yang dipercaya berdasarkan pada konsep percaya ini, mitra yang
satu tidak dapat menuntut jaminan dari pihak lain. menurut madzab
hanafi, sarakhsi,” masing-masing mereka (para mitra) adalah orang yang
dipercaya atas dasar yang diamanahkan kepadanya. Sebuah ketentuan
dalam kontrak yang menyatakan bahwa seseorang yang dipercaya
memberikan jaminan akan dianggap tidak ada dan batal.17 Hal ini
ditegaskan dalam kaidah fiqih madzab Hanafi :
َ ا
َ ش
َ ت
َ طا
َ
َ ضلا
َ م
َ نا
َ َء
َ ل
َ اَ
َ لَ
َ م
َ ْ
ََ ب
َ طا
َ ل
ََََ
Maksudnya : “Persyaratan dama>n (jaminan) kepada al-ami>n adalah batal.18
Akan tetapi pada realitanya saat ini, untuk mendapatkan partner
dalam usaha yang bisa menjaga amanah tergolong sangat sulit, terkadang
sudah menyertakan jaminan masih sulit untuk membayar cicilan yang
16Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syari>ah (Jakarta : Paramadina, 2004), 91.
31
memang menjadi kewajibannya. Hal ini sesuai dengan bukunya Mardani
tentang Fatwa Dewan Syariah Nasional :
Secara umum, keputusan fatwa DSN-MUI tentang musha>rakah dapat dibedakan menjadi empat bagian: ketentuan mengenai kontrak, pihak-pihak yang berkontrak, objek akad, dan biaya operasional dan persengketaan. Dan di dalam objek akad pada prinsipnya, dalam pembiayaan musha>rakah tidak ada jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan.19
Secara tidak langsung meskipun jaminan dalam akad musha>rakah
tidak diperbolehkan, demi kemaslahatan bersama dan untuk mencegah
atau menghindari penyimpangan salah satu pihak, maka Fatwa Dewan
Syariah memperbolehkan LKS meminta jaminan.
B.Jaminan dalam musha>rakah
1. Pengertian Jaminan
Jaminan adalah suatu perikatan antara kreditur dengan debitur, di
mana debitur memperjanjikan sejumlah hartanya untuk pelunasan utang
menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku, apabila dalam
waktu yang ditentukan terjadi kemacetan pembayaran utang si debitur.20
2. Jaminan Menurut Hukum Islam
Dalam Hukum Islam berkaitan dengan jaminan utang dikenal dengan
2 (dua) istilah yaitu kafalah dan rahn. Kafalah adalah jaminan yang
diberikan oleh penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi
32
kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makful’anhu, ashil),
sedangkan rahn adalah akad penyerahan barang/ harta (marhun) dari
nasabah (rahin) kepada bank (murtahin) sebagai jaminan sebagian atau
seluruh utang.21
3. Pinjaman dengan Jaminan (Rahn)
Ar-Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai
jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut
memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan
memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau
sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn
adalah semacam jaminan utang atau gadai.22
1) Dasar Hukum
a) Al-Quran
Artinya : “ Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya
21 Faturrahman. Djamil, Peyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah (Jakarta : Sinar Grafika,2012) , 44.
33
(hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya.” 23 ((QS. Al-Baqarah : 283)
b) Al-Hadits
َ عَ ن
ََ أَ ن
َ س
ََ ر
َ ض
َ عَهاَي
َ نَ هَ
َ ق
َ وَ:ل
َ لَ ق
َ دَ ر
َ َ ن
ََ لا
َ ن
َ بَ
َ صَ ل
َ عَهاَى
َ لَ يَ ه
ََ و
َ سَ ل
َ مَ
َ دَ ر
َ ع
َ لَا
َ هََ ب
َ لا
َ مَ د
َ
َ نََ ة
ََ ع
َ نَ د
ََ ََ ه
َ دَو
َ ي
ََ وَ أ
َ خ
َ ذَ
َ مَ نَ ه
َ
َ شَ ع
َ ي
َ لَا
َ َ له
Artinya : ”Anas r.a. berkata,”Rasulullah menggadaikan baju besinya kepada seorang yahudi di madinah dan mengambil darinya gandum untuk keluarga beliau.”(HR. Bukhari no 1927, Kitab Al-Buyu, Ahmad, Nasa’i, dan Ibnu Majah )24
2) Rukun rahn adalah Akad ijab dan kabul, Aqid yaitu yang
menggadaikan (rahin) dan yang menerima gadai (murtahin).25
3) Syarat sah akad rahn adalah Berakal, Balig, Barang yang dijadikan
jaminan ada pada saat akad meski tidak lengkap dan barang tersebut
diterima oleh orang yang memberikan utang (murtahin) atau
wakilnya.26
4. Fungsi Jaminan
Jaminan secara umum berfungsi sebagai jamian pelunasan
kredit/pembiayaan. Jaminan kredit/ pembiayaan berupa watak,
kemampuan, modal, dan prospek usaha yang dimiliki debitur merupakan
jaminan immateril yang berfungsi sebagai first way out. Dengan jaminan
immateril tersebut diharapkan debitur dapat mengelola perusahaanya
dengan baik sehingga memperoleh pendapatan (revenue) bisnis guna
23 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemah, 49.
24HR. Bukhari, Kitab Al-Buyu, No 1927, Ahmad, Nasa’i, dan Ibnu Majah 25
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah ,…107.
34
melunasi kredit/pembiayaan sesuai yang diperjanjikan. Jaminan
kredit/pembiayaan berupa agunan bersifat materiil / kebendaan berfungsi
sebagai second way out. Sebagai second way out, pelaksanaan
penjualan/eksekusi agunan baru dilakukan apabila debitur gagal memenuhi
kewajibannya melalui first way out.27
C. Pelelangan dalam musha>rakah
1. Pengertian Pelelangan
Lelang adalah penjualan barang secara terbuka dimuka umum dengan
cara penawaran makin meningkat dan dipimpin oleh pejabat lelang.28 Dari
definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa lelang adalah suatu cara
untuk menjual suatu barang, yang dilakukan dimuka umum dengan
penawaran harga tertinggi dari penawaran yang ada yang dilakukan
dengan berulang dengan tujuan untuk mendapatkan barang yang
diinginkan.
Lelang sesuai syariah juga harus dapat dipertanggung jawabkan
secara syariat Islam yakni bebas dari unsur gharar, maisir, riba, dan bathil.
2. Faktor Terjadinya Pelelangan
Pelelangan adalah hal yang paling tidak diinginkan oleh pihak
nasabah dan pihak BMT karena pelelangan merupakan penyelesaian
terakhir yang dilakukan dan tidak menemukan jalan lain. karena sebelum
27 Faturrahman. Djamil, Peyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah,…, 44.
35
melakukan pelelangan pihak BMT sudah melakukan beberapa kali
peringatan terhadap nasabah namun nasabah tetap tidak mampu
membayar yang akhirnya jaminan yang diberikan nasabah terhadap BMT
di sita atau dilelang.
Meskipun kemacetan yang terjadi disebabkan oleh kelalaian nasabah
ataupun hal lain yang bisa menyebabkan kemacetan. Hal ini sesuai dengan
ungkapan Faturahman Djamil tentang pelelangan sebagai berikut:
“Pembiayaan potensial bermasalah, Pembiayaan kurang lancar, dan
Pembiayaan diragukan atau macet”.29
3. Penyitaan Barang Jaminan Pembiayaan
Jaminan yang dijaminkan nasabah kepada bank syari>ah dapat
dilakukan pinalty atau penyitaan. Masalah penyitaan atau eksekusi
jaminan di bank syari>ah sangat tergantung pada kebijakan managemen.
Ada yang melakukan eksekusi, namun ada pula yang tidak melakukan
eksekusi jaminan nasabah yang mengalami kemacetan pembiayaan.
Kebanyakan bank syari>ah lebih memberlakukan upaya rescheduling,
reconditioning, dan pembiayaan ulang dalam bentuk al-Qardul Hasan dan
jaminannya harus tetap ada sebagai persyaratan jaminannya. Kalaupun
dengan terpaksa harus dilakukan dengan penyitaan, maka penyitaan
dilakukan kepada nasabah memang nakal dan tidak mengembalikan
pembiayaan. Apabila cara ketiga tidak juga diacuhkan oleh nasabah, maka
36
cara-cara yang ditempuh adalah dengan terpaksa untuk menjual barang
jaminan dan menyita barang senilai dengan nilai pinjaman.30
4. Tata Cara Restrukturisasi Pembiayaan Musha>rakah
Pembiayaan dalam bentuk musha>rakah dapat dilakukan proses
restrukturisasi dengan cara :
a. Penjadwalan kembali (rescheduling) yaitu dilakukan dengan
memperpanjang jangka waktu jatuh tempo pembiayaan tanpa
mengubah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada BUS
atau UUS.
b. Persyaratan kembali (reconditioning) yaitu dilakukan dengan
menetapkan kembali syarat-syarat pembiayaan antara lain nisbah bagi
hasil, jumlah angsuran, jangka waktu, jadwal pembayaran, pemberian
potongan pokok dan/atau lainnya tanpa menambah sisa kewajiban
nasabah yang harus dibayarkan kepada BUS atau UUS.
c. Penataan kembali (restructuring) dengan penambahan dana oleh BUS
atau UUS kepada nasabah agar kegiatan usaha nasabah dapat kembali
berjalan dengan baik.
d. Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi menjadi
surat berharga syari>ah berjangka waktu menengah dan penataan ulang
dengan melakukan konversi menjadi Penyertaan modal sementara.31
30 Muhammad, Manajemen bank syari>ah (Yogyakarta : Unit Penerbit, 2002) , 269.
BAB III
JAMINAN DAN PELELANGAN DALAM PEMBIAYAAN MUSHA>RAKAH DI BMT AN-NUR REWWIN KEC.WARU KAB.SIDOARJO
A.Profil BMT An-Nur Rewwin Kec.waru Kab. Sidoarjo
1. Profil
Profil pada awalnya masjid An-Nur yang berada di Rewwin, Waru
Sidoarjo hanya berupa mushola yang didirikan pada tahun 1991 dengan
luas ukuran 6x6 M2, beserta teras yang berukuran 1,5 x 1,5 m2.
Selanjutnya 2 tahun kemudian pada tahun 1993 mushola An-Nur telah
diresmikan menjadi Masjid An-Nur.1 Yang dikenal hingga sekarang dan
sudah sangat berkembang dengan segala perubahannya.
Sejak pertama berdiri mushola An-Nur telah mendirikan sebuah
yayasan yang bernama “Yayasan An-Nur Rewwin” dengan akta pendirian
nomor 68, tanggal 18 juli 1995 pada notaris : Trining Ariswati, SH serta
berpijak pada Al-Qur’an dan Hadist dalam melaksanakan ibadah dengan
motto “Mensejahterakan Sosial dan mencerahkan ummat untuk menjadi
muslim yang haqiqi”.2
Untuk menyesuaikan dengan undang – undang tentang yayasan tahun
2004, maka yayasan An-Nur Rewwin telah merubah organ yayasan dan
disahkan dalam akta nomor 23, tanggal 16 April 2008 di notaris Wachid
1
Yudi Budiman, Wawancara, Sidoarjo 24 November 2016. 2
38
Hasyim, SH. Serta menteri Hukum dan HAM nomor AH4.2445.AH.01.02
tanggal 12 juni 2008. Pada perombakan kepengurusan Yayasan
(menyesuaikan dengan Undang-Undang yang baru/2013-2018), telah
melibatkan personil baru yang direkrut dari jamaah Masjid An-Nur Rewwin
untuk turut serta menjadi pengurus yayasan dengan harapan “Semoga akan
muncul dan selalu muncul angkatan-angkatan baru yang lebih muda, lebih
mumpuni, lebih Islami dan lebih peduli”.3
Untuk menunjang kegiatan pengurus yayasan An-Nur Rewwin
dibentuklah pengelompokkan bidang-bidang sebagai berikut:
a. Bidang ketakmiran (pengelola kegiatan masjid) meliputi Kajian ahad
petang (ba’da sholat maghrib), Ahad ba’da sholat isya belajar bahasa
arab untuk mempermudah membaca al-quran, Jumat ba’da isya belajar
membaca al-quran, Kultum (menampilkan para jamaah berdakwah tiap
ahad ba’da sholat subuh), dan Menerima / menyalurkan zakat fitri serta
qurban bekerja sama dengan Rukun Tetangga sekitar sebagai
koordinator panitia pelaksana kegiatan.
b. Bidang pendidikan (pengelola TPQ dan Madrasah Diniya (MADIN)).
Ijin pendirian Madin dari Departemen Agama RI kabupaten Sidoarjo
Nomor : Kd.13.15/5/PP.008/2033/2007, Tanggal : 20 Juni 2007 dengan
34 statistic nomor : 412351514234. Saat ini (tahun ajaran 2013/2014)
santriwan/santriwati sejumlah 70 orang yang dibimbing oleh 5 ustadzah.
3
39
c. Bidang Kewanitaan (mengkoordinir kegiatan ibu-ibu) meliputi
BAKSOS (Bakti Sosial), Kajian Jumat Petang (Ba’da Sholat Magrib),
Jumat ba’da sholat isya belajar terjemah al-quran untuk memahami
kandungan al-quran, Rabu ba’da isya belajar menyulam (hasil karyanya
telah laku dijual dan diikuti pameran).
d. Bidang Pembangunan (melaksanakan pembangunan gedung MADIN/
TPQ Serta fasilitasnya dengan RAB Rp.2.600.000).
e. Bidang Usaha Dana (mengelola infaq dari donatur rutin tiap-tiap RT dan
dengan membuat iklan yang ada di buku khotbah milik masjid An-Nur
untuk menunjang kegiatan yayasan serta ikut serta mengelola usaha
Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) An-Nur Rewwin).
f. Bidang Kepemudaan (mengkoordinir kegiatan IRMA (Ikatan Remaja
Masjid) yang hanya diikuti perempuan untuk mengkader generasi muda
agar menjadi generasi muda Islami yang berimtaq tinggi).
Kegiatan-kegiatan IRMA diantaranya adalah Baksos (Bakti Sosial) yang
diakdakan setiap bulan ramadhan, Donor darah setiap tiga bulan sekali,
Parade An-Nur (Pentas Seni) setiap tiga bulan sekali.4
Suatu hari saat menunggu adzan maghrib para jamaah di Masjid
An-Nur di Rewwin Sidoarjo berbincang-bincang mengenai bagaimana cara
menambah dana donatur ke Masjid An-Nur yang saat itu berada dibidang
usaha dana. Selama ini yayasan An-Nur Rewwin dibidang usaha dana
hanya mengandalkan dana donatur dan membuat iklan pada buku khotbah
4
40
di Masjid An-Nur untuk melakukan perawatan masjid serta penambahan
kapasitas maupun fasilitas yang ada di masjid.5
Dalam perbincangan ringan tersebut diantaranya ada yang
berpendapat untuk membuka usaha di dalam yayasan masjid, dengan usaha
tersebut diharapkan mampu menghasilkan keuntungan yang akan
digunakan untuk kebutuhan masjid, sehingga masjid tidak lagi bergantung
dari dana donatur atau pembuatan iklan khotbah untuk biaya perawatan,
meski sampai saat ini masjid tetap menerima bila ada donatur yang ingin
memberikan dananya kepada Masjid An-Nur. Akhirnya diperoleh sebuah
keputusan untuk mendirikan usaha koperasi syariah yang berada di dalam
yayasan pada bidang usaha dana milik Masjid An-Nur, dan hal tersebut
dilaksanakan pada hari selasa tanggal 10 April 2007, bertempat di Masjid
An-Nur Rewwin, Waru Sidoarjo. Rapat rencana pendirian koperasi yang
dihadiri oleh 21 orang dari 40 orang pendiri koperasi, dilaksanakan mulai
pukul 20:00 wib dan berakhir pukul 22:00 wib yang mana hasil
musyawarah dan mufakat.
Namun setelah koperasi Serba Usaha An-Nur Rewwin melakukan
study banding di Jawa Timur, diantaranya seperti di Malang, Probolinggo
dan Tulungagung akhirnya diputuskan untuk mengganti nama dari
Koperasi Serba Usaha An-Nur Rewwin menjadi BMT An-Nur Rewwin,
karena penggunaan nama BMT (baitul ma>l wat tamwi>l) dirasa lebih cocok