• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan hukum Islam terhadap jaminan dan pelelangan dalam pembiayaan musyarakah: studi kasus di BMT An Nur Rewwin Kec. Waru Kab. Sidoarjo.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan hukum Islam terhadap jaminan dan pelelangan dalam pembiayaan musyarakah: studi kasus di BMT An Nur Rewwin Kec. Waru Kab. Sidoarjo."

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JAMINAN DAN

PELELANGAN DALAM PEMBIAYAAN

MUSHARAKAH

(Studi Kasus di BMT An-Nur Rewwin Kec. Waru Kab. Sidoarjo)

SKRIPSI Oleh:

Shofie Alfiani Zulfa NIM. C02213073

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syariah Dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam

Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)

Surabaya

(2)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JAMINAN DAN

PELELANGAN DALAM PEMBIAYAAN

MUSHARAKAH

(Studi Kasus di BMT An-Nur Rewwin Kec. Waru Kab. Sidoarjo)

SKRIPSI Diajukan kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu

Fakultas Syariah dan Hukum

Oleh:

Shofie Alfiani Zulfa NIM. C02213073

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syariah Dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam

Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)

Surabaya

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

ABSTRAK

Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan yang berjudul “Tinjauan

Hukum Islam Jaminan dan Pelelangan dalam pembiayaan musha>rakah di BMT

An-Nur Rewwin Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan, 1) Bagaimana Praktek Terhadap Jaminan Dan Pelelangan Dalam Pembiayaan Musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, 2) Bagaimana Tinjauan Hukum Islam Terhadap

Jaminan dan Pelelangan dalam Pembiayaan Musha>rakah di BMT An-Nur

Rewwin Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (Field Reseach), menggunakan metode kualitatif melalui teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu menggambarkan atau menguraikan suatu hal menurut apa adanya yang sesuai dengan kenyataannya. Dengan mengumpulkan data yang diperoleh dari lapangan tentang jaminan dan pelelangan dalam pembiayaan musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, kemudian dianalisis berdasarkan hukum Islam .

Dari Hasil Penelitian dapat disimpulkan bahwa jaminan dan pelelangan

dalam pembiayaan musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin merupakan sebuah

pengikat antara pihak BMT dan Nasabah. Kepercayaan yang terdapat pada kedua belah pihak tetap ada namun dijaga dengan adanya jaminan disebabkan pihak BMT An-Nur Rewwin melakukan pembiayaan dengan banyak orang yang tidak

mereka kenal kemudian pelelangan dalam pembiayaan musha>rakah dilakukan

apabila nasabah tidak mampu membayar. Hal ini sesuai dengan hukum Islam dan hadits nabi yakni penjamin adalah orang yang berkewajiban dalam pembayaran. Dengan demikian, penulis sarankan para lembaga BMT An-Nur Rewwin dalam menjalankan kegiatan dalam mengelola dana maupun menghimpun dana

masyarakat tetap pada prinsip sya>riah sesuai dengan ketentuan hukum Islam.

Kemudian dalam melakukan akad kerjasama musha>rakah alangkah baiknya

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ...viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TRANSLITERASI ...xiii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Identifikasi dan Batasan Masalah ... 9

C.Rumusan Masalah ... 10\

D.Kajian Pustaka ... 11

E. Tujuan Penelitian ... 13

F. Kegunaan dan Hasil Penelitian ... 14

G.Definisi Operasional ... 15

H.Metode Penelitian ... 16

(9)

BAB II JAMINAN DAN PELELANGAN DALAM PEMBIAYAAN MUSHA>RAKAH

A.Musha>rakah ... 22

1. Pengertian Musha>rakah ... 22

2. Dasar Hukum Musha>rakah ... 23

3. Rukun dan Syarat Pembiayaan Musha>rakah ... 24

4. Macam-macam Musha>rakah... 25

5. Berakhirnya Akad Musha>rakah ... 27

6. Manfaat dan Risiko Pembiayaan Musha>rakah ... 28\\

7. Fatwa DSN-MUI Tentang Musha>rakah ... 29

B.Jaminan dalam Musha>rakah ... 31

1. Pengertian Jaminan... 31

2. Jaminan Menurut Hukum Islam ... 31

3. Pinjaman dengan Jaminan ... 32

4. Fungsi Jaminan ... 33

C.Pelelangan dalam Musha>rakah ... 34

1. Pengertian Pelelangan ... 34

2. Faktor terjadinya Pelelangan ... 34

3. Penyitaan Barang Jaminan Pembiayaan ... 35

4. Tata Cara Restrukturisasi Pembiayaan Musha>rakah ... 36

BAB III JAMINAN DAN PELELANGAN DALAM PEMBIAYAAN MUSHA>RAKAH BMT AN-NUR REWWIN KEC.WARU KAB.SIDOARJO A. Profil BMT An-Nur Rewwin Kec.Waru Kab. Sidoarjo ... 37

(10)

2. Dasar Hukum Pendirian ... 42

3. Struktur Organisasi ... 42

4. Produk-Produk BMT An-Nur Rewwin Kec.Waru Kab.Sidoarjo ... 44

5. Syarat Pengajuan Pembiayaan Musha>rakah ... 47

B. Fungsi Jaminan dalam pembiayaan Musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin Kec.Waru Kab Sidoarjo ... 48

1. Faktor yang menyebabkan nasabah mengajukan pembiayaan ... 48

2. Fungsi Jaminan dalam pembiayaan Musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin Kec.Waru Kab. Sidoarjo ... 49

C. Bentuk Penyelesaian pembiayaan bermasalah di BMT An-Nur Rewwin Kec.Waru Kab Sidoarjo ... 55

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JAMINAN DAN PELELANGAN DALAM PEMBIAYAAN MUSYA>RAKAH di BMT AN-NUR REWWIN KECAMATAN WARU KABUPATEN SIDOARJO A. Analisis terhadap pembiayaan Musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin Kec.Waru Kab. Sidoarjo ... 58

B. Analisis hukum islam terhadap jaminan dan pelelangan dalam pembiayaan Musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin Kec.Waru Kab. Sidoarjo ... 61

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 69

B. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 71

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Masyarakat indonesia umumnya beragama Islam sehingga banyak yang

mereka lakukan selalu ingin sesuai dengan ajaran Islam, baik dari segi

penampilan gaya hidup dan juga dalam berbisnis mereka menginginkan

berbisnis yang yang sesuai dengan ajaran Islam yaitu bersih dari riba

sebagaimana dalam firman Allah:



َ



َ



َ



َ



َ …

Artinya : ”…Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (QS. Al-Baqarah : 275).1

Riba adalah haram dan jual beli adalah halal. Jadi tidak semua akad jual

beli adalah haram sebagaimana disangka oleh sebagian orang berdasarkan ayat

ini.2 hal-hal yang termasuk riba sangat dilarang dalam agama Islam. Riba

sangat berkaitan erat dengan bunga dan sistem bunga di terapkan di

bank-bank konvensional. Munculnya bank-bank syari>ah di indonesia di sambut baik oleh

masyarakat muslim karena merupakan salah satu solusi berbisnis yang di

jauhkan dari sistem bunga. Pada awalnya bank yang berbasis syari>ah hanya

ada pada negara negara Islam sebagaimana yang dijelaskan oleh Muhammad

Syafi’i Antonio dalam bukunya yaitu ”Berkembangnya bank-bank syari>ah di

1Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemah (Bekasi : Cipta Bagus Segara, 2012) 49.

(12)

2

negara-negara Islam berpengaruh ke indonesia. Pada awal periode 1980-an,

diskusi mengenai bank syari>ah sebagai pilar ekonomi Islam mulai dilakukan.

Para tokoh yang terlibat dalam kajian tersebut adalah Karnaen

A.Perwataatmadja, M. Dawam Rahardjo, A.M. Saefuddin, M. Amien Ziz, dan

lain-lain”.3

Beberapa uji coba dalam mengembangkan perbankan yang berbasis

syari>ah telah di coba dengan skala yang relatif kecil. Kemudian pada tahun

1990 baru di dirikanlah bank Islam di indonesia. Kegiatan operasional

perbankan syari>ah di indonesia di resmikan dan ditandatangani pada tangal 01

November tahun 1991 melalui pendirian PT. Bank Muamalat Indonesia

(BMI). Perbankan syari>ah di Indonesia telah mengalami perkembangan

dengan pesat, karena masyarakat mulai mengenal dengan apa yang disebut

dengan bank syari>ah. Bank syari>ah mulai beroperasi pada tanggal 01 Mei

tahun 1992 oleh bank yang diberi nama dengan Bank Muamalat Indonesia

(BMI).4

Lembaga keuangan yang menggunakan prinsip syari>ah ini, sangat di

butuhkan oleh masyarakat yang tidak menginginkan adanya sistem bunga, jadi

dengan tidak adanya sistem bunga masyarakat bisa terus berwirausaha dengan

lancar. Berhubung mayoritas masyarakat indonesia beragama Islam, maka bisa

dimungkinkan bank syari>ah mempunyai prospek yang sangat menjanjikan.

3M. Amin. Aziz, Mengembangkan Bank Islam Indonesia (Jakarta: Bankit, 1992).

(13)

3

Baitul Ma>l Wattamwi>l (BMT) adalah lembaga keuangan yang beroperasi

dengan prinsip-prinsip syari>ah Islam yang tata caranya mengacu pada

ketentuan-ketentuan Al-Quran dan Hadits. Dalam hal ini, Muhammad Ridwan

menjelaskan ”BMT merupakan organisasi bisnis yang juga berperan sosial.

Peran sosial BMT akan terlihat pada definisi baitul ma>l, sedangkan peran

bisnis BMT terlihat dari definisi baitul tamwi>l”.5 Seperti halnya Baitul Ma>l

Wattamwi>l (BMT) An-Nur Rewwin Kec. Waru Sidoarjo visi dan misinya

adalah untuk meningkatkan kesejateraan dan taraf hidup anggota dan

masyarakat sekitar, menjadi gerakan ekonomi rakyat, dan sumber dana bagi

sosio spiritual masyarakat di Masjid An-Nur.6

BMT An-Nur Rewwin ini mempunyai produk pembiayaan usaha yang

produktif, karena pembiayaan merupakan salah satu aktivitas utama pada

BMT An-Nur Rewwin sebab pembiayaan adalah sumber pendapatan utama

dan menjadi penunjang kelangsungan usaha sebuah BMT An-Nur Rewwin.

Salah satunya adalah pembiayaan musha>rakah. Muhammad Syafi’i Antonio

dalam bukunya menjelaskan “musha>rakah yaitu akad kerja sama antara dua

pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak

memberikan kontribusi dana (atau amal/ expertise) dengan kesepakatan bahwa

keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan,7

Berkaitan dengan hal ini Allah berfirman :

5Muhammad Ridwan, Managemen Baitul Maal Wa Tamwi>l (BMT) (Yogyakarta : UII Press,

2004) 126.

6 Yudi Budiman, Wawancara, Sidoarjo 29 November 2016.

(14)

4   َ  َ   َ   َ  َ   َ   َ   َ   َ   َ  َ  َ  

Artinya ”Dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh”.8 (QS. S}a>d :24)

BMT An-Nur Rewwin menerapkan kesepakatan pembiayaan musha>rakah

dalam pembagian proporsi keuntungan di awal akad seperti yang di jelaskan

oleh Ascarya dalam bukunya sebagai berikut:

Proporsi kentungan yang dibagikan kepada mitra usaha harus disepakati di awal kontrak/akad. Jika proporsi belum di tetapkan maka akad tidak sah menurut syari>ah dan rasio/nisbah keuntungan untuk masing-masing mitra usaha harus ditetapkan sesuai keuntungan nyata yang diperoleh dari usaha, dan tidak ditetapkan berdasarkan modal yang disertakan. Tidak diperbolehkan untuk menetapkan lumsum untuk mitra tertentu, atau tingkat keuntungan tertentu yang dikaitkan dengan modal investasinya.9

Dalam akad pembiayaan musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin

Kecamatan Waru Kabupaten sidoarjo, nasabah sebelum mengajukan

pembiayaan untuk modal usaha diwajibkan memberikan jaminan sesuai

dengan proporsi modal yang dipinjamnya. BMT An-Nur Rewwin Kecamatan

Waru Kabupaten Sidoarjo membebankan jaminan kepada nasabah karena sulit

mencari nasabah yang benar-benar bisa jujur. Selain hal tersebut pembebanan

tersebut dilakukan guna mengurangi risiko sesuai dengan ketentuan dana

perbankan.

Tujuan dari pembebanan jaminan terhadap nasabah kreditur sebagaimana

penjelasan yang terdapat dalam pasal 8 ayat (1) undang-undang No. 7 Tahun

8 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemah,..., 454.

(15)

5

1992 sebagaimana telah di ubah dengan undang-undang No. 10 Tahun 1998

tentang perbankan yang menyatakan sebagai berikut :

Kredit atau pembiayaan yang berdasarkan prinsip syari>ah yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas pengkreditan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syari>ah yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syari>ah dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kesanggupan untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus memberikan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dana, prospek usaha dari nasabah debitur.10

Akad pembiayaan musha>rakah adalah kerjasama diantara dua mitra dalam

penanaman modal dan sistem bagi hasil, yang di dasarkan pada kepercayaan

diantara kedua belah pihak. Dimana masing-masing mitra harus saling

menjaga dan jujur sebagaimana Hadits Nabi H.R Abu> Da>wu>d :

َ عَ ن

ََ أ

َ ِ

ََ َ

رَ ََ رَ ة

ََ رَ ف

َ عَ هَ

َ ق

َ لا

ََ إ

َ نَ

َ ها

ََ ََ ق

َ لو

ََ أَ ن

َاَ ث

َ لا

َ ث

َ

َ ثلا

َ رَ

َ كَ

َ ْ

ََ م

َ مَا

َ

َ ُ

َ ي

َ نََ

أَ ح

َ دَ

َ ُ

َ صَا

ا

َ حَ ب

َ هَ

َ فَ إَ ذ

َ

َ خ

َ ناَ ه

َ

َ خَ ر

َ ج

َ ت

ََ م

َ نَ

َ بَ يَ ن

َ ه

َ م

(َا

َ اور

)دوادَوبأ

Artinya : “Sesungguhnya Allah berfirman”: ”Aku adalah pihak ketiga dari dua pihak yang melakukan kerjasama selama salah satu dari keduanya tidak berkhianat, maka jika salah satu dari keduanya berkhianat, maka aku keluar dari antara keduanya”.11 (H.R. Abu> Da>wu>d : 2936).

Karena pembiayaan musha>rakah merupakan kerjasama antara dua orang

atau lebih. Dimana kejujuran diantara masing-masing mitra harus dijunjung

tinggi karena masing-masing mitra harus sama-sama ikut serta dalam

10Faturrahman. Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syari>ah (Jakarta : Sinar

Grafika,2012) , 42.

11Abu> Da>wu>d , “Sunan Abu> Da>wu>d ”, Hadith no.2936, Kitab : Al-Buyu>’, Bab: ash-Shirkah dalam

(16)

6

permodalan. Pembiayaan musha>rakah bukanlah utang-piutang yang

memerlukan jaminan. Maka dalam pembiayaan musha>rakah masing-masing

mitra tidak di perkenankan meminta adanya jaminan dari pihak yang lain.

Adanya syarat jaminan atas salah satu mitra dianggap tidak berlaku. Hal ini

dijelaskan oleh Abdullah Saeed dalam bukunya :

Seluruh empat madzab fiqih berpendapat bahwa si mitra adalah orang yang dipercaya. Berdasarkan pada konsep ‘percaya’ ini, mitra yang satu tidak dapat menuntut jaminan dari pihak lain. Menurut Faqih dari Madzab Hanafi, Sarakhsi, “masing-masing mereka (para mitra) adalah orang yang dipercaya atas apa yang diamanahkan kepadanya. Sebuah ketentuan dalam kontrak yang (menyatakan) bahwa seseorang yang dipercaya memberikan jaminan (dlaman) akan dianggap tidak ada dan batal.12

Pada Umumnya madzab fiqih sepakat bahwa orang yang dijadikan mitra

dalam usaha adalah orang yang benar-benar dipercaya. Berdasarkan pada

konsep kepercayaan salah satu mitra tidak dapat menuntut jaminan pada pihak

lain. Akan tetapi dalam buku yang berbeda Abdullah Saeed menjelaskan

bahwa salah satu mitra dapat meminta jaminan kepada mitra yang lain untuk

melindungi kepentingan bank dalam kontrak musha>rakah. Sebagaimana dia

tulis sebagai berikut:

Meskipun seluruh madzab hukum tidak memperbolehkan meminta jaminan dari pihak partner sebagai kepercayaan, bank-bank Islam tetap mengharuskan partner mereka untuk memberikan jaminan untuk melindungi kepentingan bank dalam kontrak musha>rakah. Sebagaimana kontrak musha>rakah yang dilakukan oleh Faisal Islamic Bank of Egypt: Pihak pertama (bank) mempunyai hak untuk meminta pada pihak kedua (dalam kasus bila jaminan yang telah diberikan kepada pihak pertama tidak cukup). Ini dapat dilakukan dalam satu minggu setelah memberikan

peringatan kepada pihak kedua…tanpa keberatan atau penundaan.13

12 Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syari>ah (Jakarta : Paramadina, 2004), 91.

(17)

7

Dalam pembiayaan musha>rakah bukan masalah utang-piutang tetapi

bentuk kerjasama antara kedua belah pihak dimana masing-masing pihak

memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan keuntungan dan risiko akan

ditanggung bersama untuk menjalankan suatu usaha yang tidak bertentangan

dengan Al-Quran dan Hadits. “Dalam Fatwa DSN-MUI tentang pembiayaan

musha>rakah ditetapkan dengan nomor 08/DSN-MUI/IV/2000 dijelaskan

bahwa dalam pembiayaan musha>rakah tidak ada jaminan, namun untuk

menghindari terjadinya penyimpangan, Lembaga Keuangan Syari>ah /LKS

dapat meminta jaminan”.14

Berlandasan fatwa tersebut, dalam pembiayaan musha>rakah kedudukan

jaminan adalah sebagai bentuk kehati-hatian bukan merupakan syarat mutlak

dalam penentuan pemberian pembiayaan musha>rakah oleh bank syari>ah

maupun BMT.

Namun kenyataannya pihak BMT An-Nur Rewwin selalu mengharuskan

adanya jaminan kepada nasabah dalam setiap pembiayaan musha>rakah.

Keberadaan jaminan sebagai bentuk kehati-hatian menjadi hal yang mutlak

yang harus ada dan disediakan nasabah dalam setiap mengajukan pembiayaan

musha>rakah.

Setiap nasabah yang mengajukan pembiayaan musha>rakah biasanya

menyertakan jaminan, sesuai yang dijelaskan Maulana Hasanudin dan Jaih

Mubarok berdasarkan fatwa DSN MUI nomor 08/DSN-MUI/IV/2000 fungsi

(18)

8

jaminan sebagai pengikat agar dana yang di berikan oleh pihak bank atau

BMT tidak disalahgunakan oleh pihak pengelola dan juga bertujuan untuk

meminimalisir terjadinya kecurangan oleh salah satu pihak.15 Namun ada yang

sedikit berbeda di BMT An-Nur Rewwin Kecamatan Waru Kabupaten

Sidoarjo yang peneliti jadikan sebagai objek penelitian ini yaitu di BMT

An-nur Rewwin menjadikan kedudukan jaminan sebagai tolak ukur dari besarnya

dana yang akan dijadikan pembiayaan dalam akad musha>rakah dan penulis

rasa hal itu sesuai dengan utang piutang bukan akad pembiayaan musha>rakah.

Hal ini berlanjut dengan adanya pelelangan terhadap jaminan yang

nasabah berikan kepada pihak BMT An-Nur Rewwin jika pihak pengelola

dana (nasabah) tidak bisa membayar cicilan yang telah disepakati, maka

pelelangan dilakukan tetapi melalui beberapa tahap yaitu: pertama, bisa

memperpanjang jangka waktu pembayaran. Kedua, memberikan pilihan

kepada pihak nasabah untuk mengembalikan dana pinjaman atau

memasrahkan jaminan yang diberikan dilelang oleh pihak BMT An Nur

Rewwin.

Dengan Adanya permasalahan di atas, hal inilah yang menjadi dasar bagi

penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang “Tinjauan Hukum Islam

terhadap Jaminan dan Pelelangan dalam Pembiayaan Musha>rakah di BMT

An-Nur Rewwin” yang ada di Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

(19)

9

B.Identifikasi dan Batasan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, penulis mengidentifikasi

beberapa masalah yang muncul dari praktek pembiayaan musha>rakah tentang

jaminan dan pelelangan dalam di BMT An-Nur Rewwin Kecamatan Waru

Kabupaten Sidoarjo yakni sebagai berikut:

1. Faktor terjadinya transaksi antara pihak BMT An-Nur Rewwin dan

nasabah di Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

2. Bentuk pelaksanaan akad pembiayaan musha>rakah antara pihak BMT

An-Nur Rewwin dan nasabah di Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

3. Kedudukan jaminan dalam akad pembiayaan musha>rakah di BMT An-Nur

Rewwin Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

4. Keterlibatan masing-masing pihak dalam proses usaha yang dilakukan

dalam akad pembiayaan musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin Kecamatan

Waru Kabupaten Sidoarjo.

5. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh nasabah ketika melakukan

pengajuan akad pembiayaan musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin

Kec.Waru Kabupaten Sidoarjo.

6. Bentuk penyelesaian yang dilakukan oleh mitra jika salah satu mitra dari

pihak pengelola mengalami kerugian dalam akad pembiayaan musha>rakah

di BMT An-Nur Rewwin Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

7. Proses pelelangan yang dilakukan pihak BMT An-Nur Rewwin jika salah

(20)

10

dalam akad pembiayaan musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin Kecamatan

Waru Kabupaten Sidoarjo.

8. Tinjauan Hukum Islam terhadap jaminan dan pelelangan dalam

pembiayaan musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin Kecamatan Waru

Kabupaten Sidoarjo.

Dari Beberapa Identifikasi Masalah di atas, untuk menghasilkan penelitian

yang lebih terfokus pada judul, penulis membatasi penelitian yakni sebagai

berikut:

1. Praktek adanya jaminan dan pelelangan dalam pembiayaan musha>rakah di

BMT An-Nur Rewwin Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

2. Tinjauan hukum Islam terhadap jaminan dan pelelangan dalam

pembiayaan musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin Kecamatan Waru

Kabupaten Sidoarjo.

C.Rumusan Masalah

Dari pembatasan masalah dari identifikasi masalah di atas, penulis ingin

merumuskan permasalahan yang menjadi fokus kajian terhadap jaminan dan

pelelangan dalam pembiayaan musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin

Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo. Sebagai berikut:

1. Bagaimana praktek terhadap jaminan dan pelelangan dalam pembiayaan

musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin Kecamatan Waru Kabupaten

(21)

11

2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap jaminan dan pelelangan dalam

pembiayaan musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin Kecamatan Waru

Kabupaten Sidoarjo?

D.Kajian Pustaka

Kajian Pustaka adalah Deskripsi ringkas tentang kajian/penelitian yang

sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga terlihat

jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan atau

duplikasi dari kajian/penelitian yang telah ada. Berdasarkan deskripsi tersebut,

posisi penelitian yang akan dilakukan harus dijelaskan.16

Dari Beberapa Penelitian terdahulu yang pernah penulis telusuri, penulis

menemukan beberapa kajian seputar akad musha>rakah, diantaranya adalah:

1. Skripsi yang ditulis pada tahun 2007, yakni berjudul “Tinjauan Hukum

Islam Terhadap Revenue Sharing pada Produk Pembiayaan Musha>rakah di

Bank BRI Syari>ah KCP Surabaya Kaliasin” penulis Nur Laily. Skripsi ini

menjelaskan tentang sistem bagi hasil yang digunakan oleh Bank BRI

Syari>ah KCP Surabaya Kaliasin adalah sistem revenue sharing (bagi

pendapatan), dimana perhitungan bagi hasil berdasarkan pada pendapatan

usaha tanpa dikurangi dengan beban usaha untuk mendapatkan pendapatan

16Tim Penyusun Fakultas Syari>ah dan Hukum, Petunjuk teknis penulisan skripsi (Surabaya,

(22)

12

usaha tersebut. Sepanjang pengelola dana memperoleh pendapatan maka

pemilik dana mendapatkan distribusi bagi hasil.17

2. Skripsi yang ditulis pada tahun 2007, yakni berjudul ”Tinjauan Hukum

Islam Terhadap Akibat Hukum Wanprestasi Pada Pembiayaan Musha>rakah

di Bank Muamalat Surabaya” Penulis R.B.M. Saiful Arif. Skripsi ini

menjelaskan tentang Akibat hukum wanprestasi yang dilakukan oleh

nasabah terhadap bank adalah berupa tindakan kelalaian yang dilakukan

nasabah terhadap PT. Bank Muamalat Surabaya yang berupa penunggakan

pembayaran yang jatuh tempo pada pembiayaan musha>rakah, dan kedua

Penyelesaian wanprestasi oleh nasabah terhadap PT. Bank Muamalat

Surabaya melalui tahap yakni Restrukturisasi Fasilitas Penanaman Dana,

dengan melalui pola penyelamatan Reschedule (Penjadwalan Kembali),

Reconditioning (Persyaratan Kembali), Restructure (Penataan Kembali) .18

3. Skripsi yang ditulis pada tahun 2011, yakni berjudul ”Analisis Hukum

Islam Terhadap Pembiayaan Musha>rakah di Koperasi Serba Usaha (KSU)

Syari>ah Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) An-Nur Mojosari Kabupaten

Mojokerto” Penulis Leni Novita Sari. Skripsi ini menjelaskan tentang

Praktik pembiayaan musha>rakah yang di KSU Syari>ah BMT An-Nur

Mojosari Kabupaten Mojokerto, modal yang disetorkan hanya dari BMT

sedangkan nasabah tidak dan Margin Keuntungan sudah ditetapkan sebesar

17Nur Laily,”Tinjauan Hukum Islam Terhadap Revenue Sharing pada Produk Pembiayaan

Musha>rakah di Bank BRI Syari>ah KCP Surabaya Kaliasin”(Skripsi – UIN Sunan Ampel

Surabaya, 2007).

(23)

13

2% untuk BMT dari jumlah pembiayaan yang diberikan kepada nasabah

serta ditetapkannya adanya denda.19

Dari ketiga kajian pustaka di atas, bahwa jelas terdapat perbedaan dengan

penelitian yang akan penulis teliti yakni dengan judul” Tinjauan Hukum Islam

Terhadap Jaminan dan Pelelangan dalam Pembiayaan Musha>rakah di BMT

An-Nur Rewwin Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo”. Perbedaannya

terletak pada objek yang diteliti. Dalam penelitian ini, penulis ingin

memfokuskan adanya jaminan dan pelelangan yang menjadi tolak ukur

penentuan pinjaman yang digunakan dalam praktek terhadap jaminan dan

pelelangan dalam pembiayaan musha>rakah dan bagaimana tinjauan hukum

Islamnya.

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini Adalah :

1. Untuk mengetahui praktek fungsi dan kegunaan jaminan sebagai tolak ukur

pembiayaan serta mengkaji adanya jaminan dan pelelangan dalam

pembiayaan musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin Kecamatan Waru

Kabupaten Sidoarjo.

2. Untuk memahami tinjauan hukum Islam terhadap jaminan dan pelelangan

dalam pembiayaan musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin Kecamatan Waru

Kabupaten Sidoarjo.

(24)

14

F. Kegunaan dan Hasil Penelitian

Dari penelitian yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jaminan

dan Pelelangan dalam Pembiayaan Musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin

Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo”, diharapkan dapat memberikan

manfaat serta berdaya guna sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan serta ilmu

pengetahuan terkait jaminan dan pelelangan dalam pembiayaan

musha>rakah dan dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan. Serta

diharapkan dapat memperkaya kajian dalam akad musha>rakah yang

merupakan bagian dari pembahasan.

2. Secara Praktis

Memperluas dan memperdalam pemahaman penulis pada khususnya dan

kalangan akademisi pada umumnya terhadap pemahaman tentang jaminan

dan pelelangan yang ada pada pembiayaan musha>rakah serta sebagai bahan

pertimbangan bagi masyarakat dan instasi yang terlibat pada praktik

terhadap jaminan dan pelelangan dalam pembiayaan musha>rakah untuk

kemudian bisa diterapkan sesuai dengan akad yang diperbolehkan dalam

(25)

15

G. Definisi Operasional

Untuk memahami penelitian yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam

Terhadap Jaminan dan Pelelangan dalam Pembiayaan Musha>rakah di BMT

An-Nur Rewwin Kecamatan Waru Kabupaten sidoarjo”, maka penulis perlu

memberikan pemahaman terkait istilah-istilah yang ada di dalam judul

penelitian yakni sebagai berikut:

Hukum Islam : Peraturan maupun ketentuan yang bersumber dari Al- Quran,

Hadits, dan pendapat ulama tentang musha>rakah.

Jaminan : Dalam penelitian ini jaminan digunakan untuk setiap

pengajuan pinjaman oleh nasabah dalam pembiayaan

musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin Kec. Waru Kabupaten

Sidoarjo.

Pelelangan : Dalam penelitian ini pelelangan dilakukan apabila pihak

nasabah tidak mampu membayar pinjaman dalam

pembiayaan musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin Kec. Waru

Kabupaten Sidoarjo.

Pembiayaan :

musha>rakah

Dalam penelitian ini BMT An-Nur Rewwin Kec. Waru

Kab.Sidoarjo menerapkan produk pembiayaan musha>rakah

untuk dikelola oleh nasabah dalam suatu usaha yang halal

(26)

16

H.Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

kualitatif karena metode ini dapat menghubungkan peneliti dan responden

secara langsung. Dengan menggunakan jenis penelitian lapangan (field

research) yang bisa memfokuskan pada kasus yang terjadi di lapangan. Teknik

untuk mendapatkan data diperoleh dari observasi, wawancara, dan

dokumentasi.

Untuk menghasilkan gambaran yang maksimal terkait ”Tinjauan Hukum

Islam Terhadap Jaminan dan Pelelangan dalam Pembiayaan Musha>rakah di

BMT An-Nur Rewwin Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo”, dibutuhkan

serangkaian langkah yang sistematis. Langkah-langkah tersebut terdiri atas :

1. Data yang dikumpulkan

a. Data tentang jaminan dan pelelangan dalam pembiayaan musha>rakah

di BMT An-Nur Rewwin Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

b. Data tentang objek jaminan dan pelelangan dalam pembiayaan

musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin Kecamatan Waru Kabupaten

Sidoarjo.

c. Data tentang hukum Islam terhadap jaminan dan pelelangan dalam

pembiayaan musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin Kecamatan Waru

(27)

17

2. Sumber Data

a. Sumber Data Primer

Sumber primer adalah sumber yang langsung berkaitan dengan

objek penelitian.20 Yaitu melalui wawancara dengan pengurus BMT

An-Nur Rewwin yaitu bapak Gunung Rijadi selaku Direktur dan bapak

Yudi Budiman, SE selaku Wakil Direktur serta beberapa nasabah yang

melakukan pembiayaan musha>rakah yaitu Ibu Dra. Retnowati, Ibu

Nurjani dan Pak Khusmanun di Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber Sekunder adalah sumber yang mendukung atau melengkapi

dari sumber primer.21 Yang dapat berupa dokumen, buku, dan karya

ilmiah yang mendukung sumber primer. Diantara sumber buku yang

penulis jadikan rujuan diantaranya yakni:

1) Wahbah Az-Zuhaili, Fi>qih Isla>m Wa> Adi>lla>tu>hu, 2011.

2) Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syari>ah dari Teori ke Praktik,

2001.

3) Ascarya, Akad dan Produk Bank Syari>ah, 2011.

4) Maulana Hasanudin dan Jaih Mubarok, Perkembangan akad

musha>rakah, 2011.

5) Abdullah Saeed, Bank Islam dan Bunga, 2003.

20 Andi Prastowo, Memahami Metode-Metode Penelitian, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,2011),

31.

(28)

18

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian dengan menggunakan

pendekatan kualitatif memiliki tahapan-tahapan sebagai berikut:

a. Observasi

Observasi adalah studi yang disengaja atau sistematis tentang

fenomena sosial dan gejala-gejala alam dengan pengamatan dan

pencatatan.22 Penulis mengamati bagaimana praktik terhadap jaminan

dan pelelangan dalam pembiayaan musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin

Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

b. Wawancara

Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara

(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara

(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.23 Hal ini

dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan pihak yang

berkaitan dengan masalah yang diteliti, yaitu pengurus BMT An-Nur

Rewwin dengan bapak Gunung Rijadi dan bapak Yudi Budiman, SE

serta beberapa nasabah yang melakukan pembiayaan musha>rakah yaitu

Ibu Dra. Retnowati, Ibu Nurjani dan Pak Khusmanun di Kecamatan

Waru Kabupaten Sidoarjo.

(29)

19

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan pengumpulan data yang di peroleh dari

dokumen-dokumen.24 Dalam hal ini dokumen yang terkumpul adalah

data nasabah terhadap pemberian jaminan, gambaran umum Kec. Waru

Kabupaten Sidoarjo dan perjanjian-perjanjian serta peraturan-peraturan

yang berhubungan dengan bahasan peneliti.

4. Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan suatu proses dalam memperoleh data

ringkasan atau angka ringkasan dengan menggunakan cara-cara atau

rumus-rumus tertentu.25 Setelah data terkumpul maka langkah selanjutnya

adalah mengolah data melalui metode:

a. Editing yaitu pengecekkan atau pengoreksian data yang telah

dikumpulkan. Dengan cara memeriksa data-data Terhadap Jaminan dan

Pelelangan dalam Pembiayaan Musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin

Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

b. Organizing yaitu menyusun secara sistematis data-data yang diperoleh

dalam kerangka paparan yang sudah direncanakan sebelumnya dan

kerangka tersebut dibuat berdasarkan data yang relevan dengan

sistematika pertanyaan dalam rumusan masalah.

c. Analizing yaitu tahapan analisis dan perumusan terkait tinjauan hukum

Islam terhadap jaminan dan pelelangan dalam pembiayaan musha>rakah.

24 Husaini Usman dan Pornom Setyadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta : Bumi Aksara, 1996), 73.

(30)

20

5. Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data, penulis menggunakan deskriptif analisis, yaitu

bertujuan mendiskripsikan masalah yang ada sekarang dan berlaku

berdasarkan data-data terhadap jaminan dan pelelangan dalam pembiayaan

musha>rakah yang di dapat dengan mencatat, menganalisis, dan

menginterpretasikannya. Kemudian dianalisis dengan pola pikir deduktif,

yaitu cara penyajian dimulai dari fakta-fakta yang bersifat umum dari hasil

riset dan terakhir di ambil kesimpulan yang bersifat khusus sesuai dengan

hukum Islam.

I. Sistematika Pembahasan

Dalam penelitian tentang terhadap jaminan dan pelelangan dalam

pembiayaan musha>rakah di BMT An-Nur Rewwin Kecamatan Waru

Kabupaten Sidoarjo. supaya penelitian ini dapat mengarah pada tujuan yang

diharapkan maka akan disusun sistematika penulisannya yang terdiri dari lima

bab, yang masing-masing membicarakan masalah yang berbeda-beda namun

saling memiliki keterkaitan. Secara rinci pembahasan masing-masing bab

adalah sebagai berikut :

Bab pertama adalah pendahuluan. Bab ini terdiri dari latar belakang

masalah, identifikasi dan batasan Masalah, perumusan masalah, kajian

pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional,

(31)

21

Bab kedua adalah pembahasan. Bab ini menjelaskan teori-teori yang

berkaitan dengan akad yang digunakan pembiayaan musha>rakah di BMT

An-Nur Rewwin Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

Bab ketiga adalah penyajian data. Bab ini menjelaskan tentang objek

pembahasan yang berkaitan dengan pembiayaan musha>rakah di BMT An-Nur

Rewwin Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo yakni mengenai pelaksanaan

pembiayaan musha>rakah yang termasuk di dalamnya subyek, obyek dan akad

serta keadaan umum Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo.

Bab keempat adalah analisis data menjelaskan tinjauan hukum Islam

terhadap jaminan dan pelelangan dalam pembiayaan musha>rakah di BMT

An-Nur Rewwin Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo yang bertujuan untuk

memberikan penjelasan sah atau tidaknya adanya jaminan dan pelelangan

dalam pembiayaan musha>rakah tersebut.

Bab kelima adalah penutup. Bab ini merupakan akhir dari laporan

(32)

BAB II

JAMINAN DAN PELELANGAN DALAM PEMBIAYAAN MUSHA>RAKAH

A.Musha>rakah

1. Pengertian Musha>rakah

Musha>rakah adalah akad kerjasama antara kedua belah pihak untuk

suatu usaha atau modal usaha tertentu dimana para pihak memberikan

dan menanamkan dana terhadap suatu usaha yang dikelolanya dengan

kesepakatan bersama bahwa keuntungan dibagi bersama dan risiko

ditanggung bersama sesuai banyaknya modal yang disertakan. Seperti

yang dijelaskan Ismail Nawawi dalam bukunya:

Secara bahasa (lughatan), kerjasama (al-Syi>rkah) percampuran yaitu percampuran antara sesuatu dengan yang lainnya, sehingga sulit dibedakan. Sedangkan menurut istilah, kerjasama (syi>rkah) adalah keikutsertaan dua orang atau lebih dalam suatu usaha tertentu dengan sejumlah modal yang ditetapkan berdasarkan perjanjian untuk bersama-sama menjalankan suatu usaha dan pembagian keuntungan atau kerugian dalam bagian yang ditentukan.1

Dalam prakteknya di BMT An-Nur Rewwin Kecamatan Waru

Kabupaten Sidoarjo nasabah dalam mengajukan pembiayaan musha>rakah

untuk suatu usaha tertentu dimana nasabah ingin berwirausaha namun

dana yang ia punya tidak cukup untuk dijadikan sebuah usaha maka

nasabah tersebut mengajukan pembiayaan musha>rakah ke BMT An-Nur

(33)

23

Kec.Waru Kab.Sidoarjo. Hal ini diperkuat oleh Sunarto Zulkifli dalam

bukunya:

Musha>rakah adalah akad kerjasama atau percampuran dua pihak atau lebih untuk melakukan suatu usaha tertentu yang halal dan produktif dengan kesepakatan bahwa keuntungan akan dibagikan sesuai nisbah yang disepakati dan risiko akan ditanggung sesuai porsi kerjasama.2

Setelah mengajukan dana ke BMT An-Nur Rewwin Kecamatan Waru

Kabupaten Sidoarjo, Pihak BMT An-Nur Rewwin dengan nasabah

melakukan kontrak kerjasama dalam pembiayaan musha>rakah dengan

menentukan kesepakatan dalam pembagian keuntungan suatu usaha yang

dikelola nasabah.

2. Dasar Hukum Musha>rakah

a. Al- Quran

                     

Artinya “Dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang

berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman

dan mengerjakan amal yang saleh”.3 (QS. S}a>d : 24)

b. Al-Hadits

ا

َ صل

َ ل

َ حَ

َ ج

َ ئا

َ زََ ب

َ ْ

ََ لا

َ م

َ سَ ل

َ م

َ ْ

ََ إ

َ ل

َ

َ صَ ل

َ ح

َ حَا

َ رَ مَ

َ ح

َ ل

َ لَ

َ أَ وَ

َ أ

َ ح

َ لَ

َ حَ ر

َ ما

َ وَا

َ لاَ م

َ سَ ل

َ م

َ نو

َ

َ عَ ل

َى

َ شَ ر

َ طو

َ ه

َ مََ إ

َ ل

َ

َ شَ ر

َ ط

َا

َ حَ ر

َ مَ

َ ح

َ ل

َ لَ

َ أَ وَ

َ أ

َ ح

َ لَ

َ حَ ر

َ ماا

Artinya “Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang

2Sunarto Zulkifli Panduan Praktis TransaksiPerbankan Syari>ah (Jakarta : Zikrul Hakim, 2007),

53.

(34)

24

mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram”.

(Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf).4

c. Kaidah Fiqh

َ ل ا

َ ص

َ لَ

َ ف

َ لاَ

َ مَ ع

َ ما

َ ل

َ ت

ََ ا

َ لَ

ب

َ حا

َ ةََ إ

َ ل

ََ أ

َ نَ

َ ََ د

َ لَ

َ دَ لَ ي

َ لَ

َ عَ ل

َ تَى

َ رَ ي

َ ها

Artinya ”Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan

kecuali ada dalil yang mengharamkannya”.5

3. Rukun dan Syarat Pembiayaan Musha>rakah

a. Ijab dan Kabul harus dinyatakan dengan jelas dalam akad dengan

memerhatikan hal-hal sebagai berikut: penawaran dan permintaan

harus jelas dituangkan dalam tujuan akad, penerimaan dan penawaran

dilakukan pada saat kontrak, akad dituangkan secara tertulis.

b. Pihak yang berserikat yaitu kompeten, menyediakan dana sesuai

dengan kontrak dan pekerjaan/proyek usaha, memiliki hak untuk ikut

mengelola bisnis yang sedang dibiayai atau memberi kuasa kepada

mitra kerjanya untuk mengelolanya, dan tidak diizinkan menggunakan

dana untuk kepentingan sendiri.

c. Obyek Akad berupa modal, kerja, dan keuntungan serta kerugian.

Modal dapat berupa uang tunai atau aset yang dapat dinilai. Bila

modal tetapi dalam bentuk aset, maka aset ini sebelum kontrak harus

dinilai dan disepakati oleh masing-masing mitra, modal tidak boleh

dipinjamkan atau dihadiahkan ke pihak lain, pada prinsipnya bank

4 Imam Tirmidzi,”Sunan Tirmidzi”, Hadits no. 1272, Kitab : Ahka>m, Bab: Ma Dzukira’an

Rasulillah, Edisi ke 2, 362.

(35)

25

syariah tidak harus minta agunan, akan tetapi untuk menghindari

wanprestasi, maka bank syariah diperkenankan meminta agunan dari

nasabah/mitra usaha.6 Kemudian partisipasi kerja dapat dilakukan

bersama-sama dengan porsi kerja yang tidak harus sama, atau salah

satu mitra memberi kuasa kepada mitra kerja lainya untuk mengelola

usahanya. Di dalam obyek akad jumlah keuntungan harus

dikuantifikasikan, pembagian keuntungan harus jelas dan tertuang

dalam kontrak. Bila rugi, maka kerugian akan ditanggung oleh

masing-masing mitra berdasarkan proporsi modal yang disertakan.7

4. Macam-macam Musha>rakah

Syirkah dibagi menjadi dua, yaitu syirkah amla<k (kongsi harta) dan

syirkah uqu>d (kongsi transaksi). Dalam hukum positif syirkah amla<k

dianggap sebagai syirkah paksa (Ijbariyah), sedang syirkah uqud dianggap

sebagai syirkah sukarela (ikhtiya<riyah).8

a. Syirkah Amla<k

Syirkah amla<k adalah persekutuan kepemilikan dua orang atau

lebih terhadap suatu barang tanpa transaksi syirkah. Syirkah hak

milik ini dibagi menjadi dua.

1) Syirkah ikhtiya<r (perserikatan yang dilandasi pilihan orang yang

berserikat), yaitu perserikatan yang muncul akibat tindakan

6Ismail, Perbankan Syari>ah (Jakarta : Kencana, 2011), 176.

7 Ibid, 179.

(36)

26

hukum orang yang berserikat, seperti dua orang bersepakat

membeli suatu barang.

2) Syirkah Jabar (Perserikatan yang muncul secara paksa/otomatis,

bukan atas keinginan orang yang berserikat) yaitu sesuatu yang

ditetapkan menjadi milik dua orang atau lebih tanpa kehendak dari

mereka, seperti harta warisan atau mereka menerima harta hibah,

wasiat, atau wakaf dari orang lain.9

b. Syirkah Uqu>d

Syirkah Uqu>d adalah transaksi yang dilakukan dua orang atau

lebih untuk menjalin persekutuan dalam harta dan keuntungan.

Kerjasama (Musha>rakah/syirkah) dalam kategori ini terbagi menjadi :

syirkah ‘ina>n, syirkah mufa>wadhah, syirkah a’mal, dan syirkah wuju>h.

1) Syirkah ‘ina>n yaitu penggabungan harta atau modal dua orang

atau lebih yang tidak harus sama jumlahnya.

2) Syirkah mufa>wadhah yaitu adanya persamaan dengan modal,

keuntungan, pengelolaan harta, dan lain-lain.

3) Syirkah a’ma<l / abda>n yaitu persekutuan dua orang dimana

masing-masing memiliki pekerjaan (seperti penjahit, tukang besi,

tukang warna pakaian dan lain sebagainya) dan keuntungan dari

pekerjaan keduanya dibagi diantara mereka.

4) Syirkah wuju>h yaitu persekutuan dua orang tanpa harus memiliki

modal. Keduanya kemudian membeli barang dengan cara

(37)

27

berhutang lalu menjualnya secara kontan dengan memanfaatkan

kedudukan (nama baik) yang mereka miliki dalam masyarakat.10

5. Berakhirnya Akad Musha>rakah

Musha>rakah akan berakhir jika salah satu dari peristiwa tersebut terjadi.

a. Setiap mitra memiliki hak untuk mengakhiri musha>rakah kapan saja

setelah menyampaikan pemberitahuan mengenai hal ini. Dalam hal

ini, jika aset musha>rakah berbetuk tunai, semuanya dapat dibagi pro

rata diantara para mitra. Akan tetapi, jika aset tidak dilikuidasi, para

mitra dapat membuat kesepakatan untuk melikuidasi aset atau

membagi aset apa adanya diantara mitra.

Jika terdapat ketidaksepakatan dalam hal ini, yaitu jika seorang

mitra ingin likuidasi sementara mitra lain ingin dibagi apa adanya,

maka yang terakhir yang didahulukan setelah berakhirnya musha>rakah

semua aset dalam kepemilikan bersama para mitra dan seorang

co-owner mempunyai hak untuk melakukan partisi atau pembagian, dan

tidak seorang pun yang dapat memaksa dia untuk melikuidasi aset.

Namun demikian jika aset tersebut tidak dapat dipisah atau dipartisi,

seperti mesin, maka aset tersebut harus dijual terlebih dahulu dan

hasil penjualannya dibagikan.

b. Salah satu pihak meninggal dunia, tetapi apabila anggota syirkah

lebih dari dua orang, yang batal hanyalah yang meninggal saja.

Syirkah berjalan terus pada anggota-anggota yang masih hidup.11

(38)

28

c. Jika salah seorang mitra menjadi hilang ingatan atau menjadi tidak

mampu melakukan transaksi komersial, maka kontrak musha>rakah

berakhir.12

6. Manfaat dan Risiko Pembiayaan Musha>rakah

a. Manfaat

1) Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada

saat keuntungan nasabah meningkat.

2) Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada

nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan

pendapatan/hasil usaha bank, sehinggabank tidak akan pernah

mengalami negative spread.

3) Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow /

arus kas usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.

4) Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha

yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan. Hal ini karena

keuntungan yang riil dan benar-benar terjadi itulah yang akan

dibagikan.

5) Prinsip bagi hasil dalam mudha>rabah/musha>rakah ini berbeda

dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerima

pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapapun

(39)

29

keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan sekalipun merugi

dan terjadi krisis ekonomi.13

b. Risiko pembiayaan musha>rakah yaitu Side Streaming; nasabah

menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak, lalai

dan kesalahan yang disengaja, penyembunyian keuntungan oleh

nasabah, bila nasabahnya tidak jujur.14

7. Fatwa DSN-MUI tentang Musha>rakah

Fatwa DSN-MUI tentang pembiayaan musha>rakah ditetapkan dengan

nomor 08/DSN-MUI/1V/2000 yang ditandatangani oleh KH Ali Yafie

(ketua) dan Nazri Adlani (sekretaris) pada tanggal 1 April 2000 (26

Dzulhijjah 1420 H). Dalam fatwa tersebut dijelaskan bahwa “pembiayaan

musha>rakah adalah pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara dua

pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu; masing-masing pihak

memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi

secara proposional atau sesuai dengan nisbah yang disepakati; dan risiko

ditanggung bersama secara proporsional”.15

Pada dasarnya musha>rakah adalah kerjasama antara kedua belah

pihak atau lebih untuk suatu usaha dimana masing-masing pihak

memberikan kontribusi dana dengan kesepakan dan risiko ditanggung

bersama. Maka dalam pembiayaan musha>rakah masing-masing pihak

13Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari>ah dari Teori ke Praktek (Jakarta : Gema Insani Press,

2001), 94. 14Ibid, 93.

(40)

30

tidak diperkenankan meminta adanya jaminan. Hal ini dijelaskan oleh

Abdullah Saeed dalam bukunya:

Seluruh empat madzab fiqih berpendapat bahwa si mitra adalah orang yang dipercaya. Berdasarkan pada konsep ‘percaya’ ini, mitra yang satu tidak dapat menuntut jaminan dari pihak lain. Menurut Faqih dari Madzab Hanafi, Sarakhsi, “masing-masing mereka (para mitra) adalah orang yang dipercaya atas apa yang diamanahkan kepadanya. Sebuah ketentuan dalam kontrak yang (menyatakan) bahwa seseorang yang dipercaya memberikan jaminan (dlaman) akan dianggap tidak ada dan batal.16

Seluruh empat madzab fiqih berpendirian bahwa si mitra adalah

orang yang dipercaya berdasarkan pada konsep percaya ini, mitra yang

satu tidak dapat menuntut jaminan dari pihak lain. menurut madzab

hanafi, sarakhsi,” masing-masing mereka (para mitra) adalah orang yang

dipercaya atas dasar yang diamanahkan kepadanya. Sebuah ketentuan

dalam kontrak yang menyatakan bahwa seseorang yang dipercaya

memberikan jaminan akan dianggap tidak ada dan batal.17 Hal ini

ditegaskan dalam kaidah fiqih madzab Hanafi :

َ ا

َ ش

َ ت

َ طا

َ

َ ضلا

َ م

َ نا

َ َء

َ ل

َ اَ

َ لَ

َ م

َ ْ

ََ ب

َ طا

َ ل

ََََ

Maksudnya : “Persyaratan dama>n (jaminan) kepada al-ami>n adalah batal.18

Akan tetapi pada realitanya saat ini, untuk mendapatkan partner

dalam usaha yang bisa menjaga amanah tergolong sangat sulit, terkadang

sudah menyertakan jaminan masih sulit untuk membayar cicilan yang

16Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syari>ah (Jakarta : Paramadina, 2004), 91.

(41)

31

memang menjadi kewajibannya. Hal ini sesuai dengan bukunya Mardani

tentang Fatwa Dewan Syariah Nasional :

Secara umum, keputusan fatwa DSN-MUI tentang musha>rakah dapat dibedakan menjadi empat bagian: ketentuan mengenai kontrak, pihak-pihak yang berkontrak, objek akad, dan biaya operasional dan persengketaan. Dan di dalam objek akad pada prinsipnya, dalam pembiayaan musha>rakah tidak ada jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan.19

Secara tidak langsung meskipun jaminan dalam akad musha>rakah

tidak diperbolehkan, demi kemaslahatan bersama dan untuk mencegah

atau menghindari penyimpangan salah satu pihak, maka Fatwa Dewan

Syariah memperbolehkan LKS meminta jaminan.

B.Jaminan dalam musha>rakah

1. Pengertian Jaminan

Jaminan adalah suatu perikatan antara kreditur dengan debitur, di

mana debitur memperjanjikan sejumlah hartanya untuk pelunasan utang

menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku, apabila dalam

waktu yang ditentukan terjadi kemacetan pembayaran utang si debitur.20

2. Jaminan Menurut Hukum Islam

Dalam Hukum Islam berkaitan dengan jaminan utang dikenal dengan

2 (dua) istilah yaitu kafalah dan rahn. Kafalah adalah jaminan yang

diberikan oleh penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi

(42)

32

kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makful’anhu, ashil),

sedangkan rahn adalah akad penyerahan barang/ harta (marhun) dari

nasabah (rahin) kepada bank (murtahin) sebagai jaminan sebagian atau

seluruh utang.21

3. Pinjaman dengan Jaminan (Rahn)

Ar-Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai

jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut

memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan

memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau

sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn

adalah semacam jaminan utang atau gadai.22

1) Dasar Hukum

a) Al-Quran                                                       

Artinya : “ Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya

21 Faturrahman. Djamil, Peyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah (Jakarta : Sinar Grafika,2012) , 44.

(43)

33

(hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya.” 23 ((QS. Al-Baqarah : 283)

b) Al-Hadits

َ عَ ن

ََ أَ ن

َ س

ََ ر

َ ض

َ عَهاَي

َ نَ هَ

َ ق

َ وَ:ل

َ لَ ق

َ دَ ر

َ َ ن

ََ لا

َ ن

َ بَ

َ صَ ل

َ عَهاَى

َ لَ يَ ه

ََ و

َ سَ ل

َ مَ

َ دَ ر

َ ع

َ لَا

َ هََ ب

َ لا

َ مَ د

َ

َ نََ ة

ََ ع

َ نَ د

ََ ََ ه

َ دَو

َ ي

ََ وَ أ

َ خ

َ ذَ

َ مَ نَ ه

َ

َ شَ ع

َ ي

َ لَا

َ َ له

Artinya : ”Anas r.a. berkata,”Rasulullah menggadaikan baju besinya kepada seorang yahudi di madinah dan mengambil darinya gandum untuk keluarga beliau.”(HR. Bukhari no 1927, Kitab Al-Buyu, Ahmad, Nasa’i, dan Ibnu Majah )24

2) Rukun rahn adalah Akad ijab dan kabul, Aqid yaitu yang

menggadaikan (rahin) dan yang menerima gadai (murtahin).25

3) Syarat sah akad rahn adalah Berakal, Balig, Barang yang dijadikan

jaminan ada pada saat akad meski tidak lengkap dan barang tersebut

diterima oleh orang yang memberikan utang (murtahin) atau

wakilnya.26

4. Fungsi Jaminan

Jaminan secara umum berfungsi sebagai jamian pelunasan

kredit/pembiayaan. Jaminan kredit/ pembiayaan berupa watak,

kemampuan, modal, dan prospek usaha yang dimiliki debitur merupakan

jaminan immateril yang berfungsi sebagai first way out. Dengan jaminan

immateril tersebut diharapkan debitur dapat mengelola perusahaanya

dengan baik sehingga memperoleh pendapatan (revenue) bisnis guna

23 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemah, 49.

24HR. Bukhari, Kitab Al-Buyu, No 1927, Ahmad, Nasai, dan Ibnu Majah 25

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah ,…107.

(44)

34

melunasi kredit/pembiayaan sesuai yang diperjanjikan. Jaminan

kredit/pembiayaan berupa agunan bersifat materiil / kebendaan berfungsi

sebagai second way out. Sebagai second way out, pelaksanaan

penjualan/eksekusi agunan baru dilakukan apabila debitur gagal memenuhi

kewajibannya melalui first way out.27

C. Pelelangan dalam musha>rakah

1. Pengertian Pelelangan

Lelang adalah penjualan barang secara terbuka dimuka umum dengan

cara penawaran makin meningkat dan dipimpin oleh pejabat lelang.28 Dari

definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa lelang adalah suatu cara

untuk menjual suatu barang, yang dilakukan dimuka umum dengan

penawaran harga tertinggi dari penawaran yang ada yang dilakukan

dengan berulang dengan tujuan untuk mendapatkan barang yang

diinginkan.

Lelang sesuai syariah juga harus dapat dipertanggung jawabkan

secara syariat Islam yakni bebas dari unsur gharar, maisir, riba, dan bathil.

2. Faktor Terjadinya Pelelangan

Pelelangan adalah hal yang paling tidak diinginkan oleh pihak

nasabah dan pihak BMT karena pelelangan merupakan penyelesaian

terakhir yang dilakukan dan tidak menemukan jalan lain. karena sebelum

27 Faturrahman. Djamil, Peyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah,…, 44.

(45)

35

melakukan pelelangan pihak BMT sudah melakukan beberapa kali

peringatan terhadap nasabah namun nasabah tetap tidak mampu

membayar yang akhirnya jaminan yang diberikan nasabah terhadap BMT

di sita atau dilelang.

Meskipun kemacetan yang terjadi disebabkan oleh kelalaian nasabah

ataupun hal lain yang bisa menyebabkan kemacetan. Hal ini sesuai dengan

ungkapan Faturahman Djamil tentang pelelangan sebagai berikut:

“Pembiayaan potensial bermasalah, Pembiayaan kurang lancar, dan

Pembiayaan diragukan atau macet”.29

3. Penyitaan Barang Jaminan Pembiayaan

Jaminan yang dijaminkan nasabah kepada bank syari>ah dapat

dilakukan pinalty atau penyitaan. Masalah penyitaan atau eksekusi

jaminan di bank syari>ah sangat tergantung pada kebijakan managemen.

Ada yang melakukan eksekusi, namun ada pula yang tidak melakukan

eksekusi jaminan nasabah yang mengalami kemacetan pembiayaan.

Kebanyakan bank syari>ah lebih memberlakukan upaya rescheduling,

reconditioning, dan pembiayaan ulang dalam bentuk al-Qardul Hasan dan

jaminannya harus tetap ada sebagai persyaratan jaminannya. Kalaupun

dengan terpaksa harus dilakukan dengan penyitaan, maka penyitaan

dilakukan kepada nasabah memang nakal dan tidak mengembalikan

pembiayaan. Apabila cara ketiga tidak juga diacuhkan oleh nasabah, maka

(46)

36

cara-cara yang ditempuh adalah dengan terpaksa untuk menjual barang

jaminan dan menyita barang senilai dengan nilai pinjaman.30

4. Tata Cara Restrukturisasi Pembiayaan Musha>rakah

Pembiayaan dalam bentuk musha>rakah dapat dilakukan proses

restrukturisasi dengan cara :

a. Penjadwalan kembali (rescheduling) yaitu dilakukan dengan

memperpanjang jangka waktu jatuh tempo pembiayaan tanpa

mengubah sisa kewajiban nasabah yang harus dibayarkan kepada BUS

atau UUS.

b. Persyaratan kembali (reconditioning) yaitu dilakukan dengan

menetapkan kembali syarat-syarat pembiayaan antara lain nisbah bagi

hasil, jumlah angsuran, jangka waktu, jadwal pembayaran, pemberian

potongan pokok dan/atau lainnya tanpa menambah sisa kewajiban

nasabah yang harus dibayarkan kepada BUS atau UUS.

c. Penataan kembali (restructuring) dengan penambahan dana oleh BUS

atau UUS kepada nasabah agar kegiatan usaha nasabah dapat kembali

berjalan dengan baik.

d. Penataan kembali (restructuring) dengan melakukan konversi menjadi

surat berharga syari>ah berjangka waktu menengah dan penataan ulang

dengan melakukan konversi menjadi Penyertaan modal sementara.31

30 Muhammad, Manajemen bank syari>ah (Yogyakarta : Unit Penerbit, 2002) , 269.

(47)

BAB III

JAMINAN DAN PELELANGAN DALAM PEMBIAYAAN MUSHA>RAKAH DI BMT AN-NUR REWWIN KEC.WARU KAB.SIDOARJO

A.Profil BMT An-Nur Rewwin Kec.waru Kab. Sidoarjo

1. Profil

Profil pada awalnya masjid An-Nur yang berada di Rewwin, Waru

Sidoarjo hanya berupa mushola yang didirikan pada tahun 1991 dengan

luas ukuran 6x6 M2, beserta teras yang berukuran 1,5 x 1,5 m2.

Selanjutnya 2 tahun kemudian pada tahun 1993 mushola An-Nur telah

diresmikan menjadi Masjid An-Nur.1 Yang dikenal hingga sekarang dan

sudah sangat berkembang dengan segala perubahannya.

Sejak pertama berdiri mushola An-Nur telah mendirikan sebuah

yayasan yang bernama “Yayasan An-Nur Rewwin” dengan akta pendirian

nomor 68, tanggal 18 juli 1995 pada notaris : Trining Ariswati, SH serta

berpijak pada Al-Qur’an dan Hadist dalam melaksanakan ibadah dengan

motto “Mensejahterakan Sosial dan mencerahkan ummat untuk menjadi

muslim yang haqiqi”.2

Untuk menyesuaikan dengan undang – undang tentang yayasan tahun

2004, maka yayasan An-Nur Rewwin telah merubah organ yayasan dan

disahkan dalam akta nomor 23, tanggal 16 April 2008 di notaris Wachid

1

Yudi Budiman, Wawancara, Sidoarjo 24 November 2016. 2

(48)

38

Hasyim, SH. Serta menteri Hukum dan HAM nomor AH4.2445.AH.01.02

tanggal 12 juni 2008. Pada perombakan kepengurusan Yayasan

(menyesuaikan dengan Undang-Undang yang baru/2013-2018), telah

melibatkan personil baru yang direkrut dari jamaah Masjid An-Nur Rewwin

untuk turut serta menjadi pengurus yayasan dengan harapan “Semoga akan

muncul dan selalu muncul angkatan-angkatan baru yang lebih muda, lebih

mumpuni, lebih Islami dan lebih peduli”.3

Untuk menunjang kegiatan pengurus yayasan An-Nur Rewwin

dibentuklah pengelompokkan bidang-bidang sebagai berikut:

a. Bidang ketakmiran (pengelola kegiatan masjid) meliputi Kajian ahad

petang (ba’da sholat maghrib), Ahad ba’da sholat isya belajar bahasa

arab untuk mempermudah membaca al-quran, Jumat ba’da isya belajar

membaca al-quran, Kultum (menampilkan para jamaah berdakwah tiap

ahad ba’da sholat subuh), dan Menerima / menyalurkan zakat fitri serta

qurban bekerja sama dengan Rukun Tetangga sekitar sebagai

koordinator panitia pelaksana kegiatan.

b. Bidang pendidikan (pengelola TPQ dan Madrasah Diniya (MADIN)).

Ijin pendirian Madin dari Departemen Agama RI kabupaten Sidoarjo

Nomor : Kd.13.15/5/PP.008/2033/2007, Tanggal : 20 Juni 2007 dengan

34 statistic nomor : 412351514234. Saat ini (tahun ajaran 2013/2014)

santriwan/santriwati sejumlah 70 orang yang dibimbing oleh 5 ustadzah.

3

(49)

39

c. Bidang Kewanitaan (mengkoordinir kegiatan ibu-ibu) meliputi

BAKSOS (Bakti Sosial), Kajian Jumat Petang (Ba’da Sholat Magrib),

Jumat ba’da sholat isya belajar terjemah al-quran untuk memahami

kandungan al-quran, Rabu ba’da isya belajar menyulam (hasil karyanya

telah laku dijual dan diikuti pameran).

d. Bidang Pembangunan (melaksanakan pembangunan gedung MADIN/

TPQ Serta fasilitasnya dengan RAB Rp.2.600.000).

e. Bidang Usaha Dana (mengelola infaq dari donatur rutin tiap-tiap RT dan

dengan membuat iklan yang ada di buku khotbah milik masjid An-Nur

untuk menunjang kegiatan yayasan serta ikut serta mengelola usaha

Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) An-Nur Rewwin).

f. Bidang Kepemudaan (mengkoordinir kegiatan IRMA (Ikatan Remaja

Masjid) yang hanya diikuti perempuan untuk mengkader generasi muda

agar menjadi generasi muda Islami yang berimtaq tinggi).

Kegiatan-kegiatan IRMA diantaranya adalah Baksos (Bakti Sosial) yang

diakdakan setiap bulan ramadhan, Donor darah setiap tiga bulan sekali,

Parade An-Nur (Pentas Seni) setiap tiga bulan sekali.4

Suatu hari saat menunggu adzan maghrib para jamaah di Masjid

An-Nur di Rewwin Sidoarjo berbincang-bincang mengenai bagaimana cara

menambah dana donatur ke Masjid An-Nur yang saat itu berada dibidang

usaha dana. Selama ini yayasan An-Nur Rewwin dibidang usaha dana

hanya mengandalkan dana donatur dan membuat iklan pada buku khotbah

4

(50)

40

di Masjid An-Nur untuk melakukan perawatan masjid serta penambahan

kapasitas maupun fasilitas yang ada di masjid.5

Dalam perbincangan ringan tersebut diantaranya ada yang

berpendapat untuk membuka usaha di dalam yayasan masjid, dengan usaha

tersebut diharapkan mampu menghasilkan keuntungan yang akan

digunakan untuk kebutuhan masjid, sehingga masjid tidak lagi bergantung

dari dana donatur atau pembuatan iklan khotbah untuk biaya perawatan,

meski sampai saat ini masjid tetap menerima bila ada donatur yang ingin

memberikan dananya kepada Masjid An-Nur. Akhirnya diperoleh sebuah

keputusan untuk mendirikan usaha koperasi syariah yang berada di dalam

yayasan pada bidang usaha dana milik Masjid An-Nur, dan hal tersebut

dilaksanakan pada hari selasa tanggal 10 April 2007, bertempat di Masjid

An-Nur Rewwin, Waru Sidoarjo. Rapat rencana pendirian koperasi yang

dihadiri oleh 21 orang dari 40 orang pendiri koperasi, dilaksanakan mulai

pukul 20:00 wib dan berakhir pukul 22:00 wib yang mana hasil

musyawarah dan mufakat.

Namun setelah koperasi Serba Usaha An-Nur Rewwin melakukan

study banding di Jawa Timur, diantaranya seperti di Malang, Probolinggo

dan Tulungagung akhirnya diputuskan untuk mengganti nama dari

Koperasi Serba Usaha An-Nur Rewwin menjadi BMT An-Nur Rewwin,

karena penggunaan nama BMT (baitul ma>l wat tamwi>l) dirasa lebih cocok

Referensi

Dokumen terkait

Rewwin Waru Sidoarjo adalah dengan menentukan bagi hasil dalam bentuk prosentase, akan tetapi tetap melakukan penominalan (penentuan keuntungan bagi hasil dalam nilai rupiah)

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Melihat dari permasalahan yang telah dijelaskan di atas, yaitu tentang pemberian barang jaminan, dimana barang